1. Inhibitor adalah molekul yang mengikat enzim dan menurunkan aktivitasnya, baik secara tidak dapat balik maupun dapat balik. 2. Terdapat beberapa jenis inhibitor seperti inhibitor kompetitif, nonkompetitif, dan alosterik. 3. Penelitian inhibitor berguna untuk memahami spesifisitas substrat enzim dan mekanisme aktivitasnya.
1. Inhibitor adalah molekul yang mengikat enzim dan dapat menurunkan aktivitasnya . Tidak semua
molekul yang mengikat adalah inhibitor enzim; enzim aktivator mengikat enzim dan
meningkatkan aktivitas enzimatik .
Pengikatan inhibitor dapat menghentikan sebuah substrat dari enzim memasuki situs aktif dan / atau
menghalangi enzim dari reaksi katalisisnya.
Hampir semua enzim dapat diracuni atau dihambat oleh senyawa kimiawi tertentu. Dari penelitian
mengenai senyawa penghambat enzim, telah diperoleh informasi yang berguna mengenai spesifisitas
substrat enzim, sifat-sifat alamiah gugus fungsional pada sisi aktif, dan mekanisme aktivitas katalitik.
Senyawa penghambat enzim juga amat berguna dalam menjelaskan lintas metabolic di dalam sel.
Lebih lanjut, beberapa obat yang bermanfaat di dalam dunia kedokteran nampaknya berfungsi karena
senyawa ini dapat menghambat enzim-enzim tertentu yang mengganggu kerja sel.
Jenis-jenis penghambat enzim :
1. 1. Hambatan yang bekerja secara tidak dapat balik (irreversible inhibitor)
yaitu golongan yang bereaksi dengan, atau merusakkan suatu gugus fungsional pada molekul enzim
yang penting bagi aktivitas katalitiknya. Suatu contoh dari penghambat tak dapat balik adalah
senyawadiisoprofilfluorofosfat (DFP), yang menghambat enzim asetilkolinesterase, yang penting di
dalam transmisi impuls syaraf.
Apabila penggabungan tidak bersifat reversibel maka pendekatan Michaelis-Menten tidak dapat
dilakukan. Hambatan tidak reversible ini dapat terjadi karena inhibitor bereaksi tidak reversibel
dengan bagian tertentu pada enzim, sehingga mengakibatkan berubahnya bentuk enzim. Dengan
demikian mengurangi aktivitas katalitik enzim tersebut. Sebagai contoh inhibitor dalam hal ini ialah
molekul iodoase-tamida yang dapat bereaksi dengan gugus –SH suatu enzim tertentu.
Enzim-SH + ICH2CONH2 → enzim-S-CH2CONH2 + HI
Reaksi ini berlangsung tidak reversible sehingga menghasilkan produk reaksi dengan sempurna.
Inhibitor lain ialah diisopropil fosfofluoridat. Inhibitor ini termasuk senyawa fosfor organic yang bersifat
racun, karena dapat berkaitan dengan asetilkolin esterase yang terdapat dan berfungsi pada system
syaraf pusat.
Dengan terbentuknya ester ini maka enzim tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga
dapat mengganggu kerja sel syaraf pusat. Ester yang terbentuk barsifat stabil dan tidak mudah
terhidrolisis. Dengan demikian hambatan ini diakibatkan oleh diisopropilfosfoflouridat ini merupakan
hambatan tidak reversible.
1. 2. Hambatan yang bekerja secara dapat balik (reversible inhibitor)
1. a. Hambatan kompetitif (competitive inhibition)
Suatu penghambat kompetitif berlomba dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim.
Tetapi, sekali terikat tidak dapat diubah oleh enzim tersebut. Ciri penghambat kompetitif adalah
penghambatan ini dapat dibalikkan atau diatasi hanya dengan meningkatkan konsentrasi substrat.
Sebagai contoh, jika suatu enzim 50% dihambat pada konsentrasi tertentu dari substrat dan
penghambat kompetitif, kita dapat mengurangi persen penghambat dengan meningkatkan
konsentrasi substrat.
Penghambat kompetitif biasanya menyerupai substrat normal pada struktur tiga dimensinya. Karena
persamaan ini, penghambat kompetitif “menipu” enzim untuk berikatan dengannya. Sebenarnya,
2. penghambatan kompetitif dapat dianalisa secara kuantitatif oleh teori Michaelis-Menten. Penghambat
kompetitif (I) hanya berikatan secara dapat balik dengan enzim, membentuk suatu kompleks EI
E + I ↔ EI
Akan tetapi, penghambat tidak dapat dikatalisa oleh enzim untuk menghasilkan produk yang baru.
Pengaruh inhibitor bersaing ini tidak tergantung pada konsentrasi inhibitor semata, tetapi juga pada
konsentrasi substrat. Pengaruh inhibitor dapat dihilangkan dengan cara menambah substrat dalam
konsentrasi besar. Pada konsentrasi substrat yang sangat besar, peluang terbentuknya kompleks ES
juga makin besar. Kecepatan reaksi maksimum (Vmaks) dapat tercapai pada konsentrasi substrat yang
besar. Hubungan antara kecepatan reaksi V dengan konsentrasi substrat [S] pada reaksi yang
dihambat oleh inhibitor bersaing terlihat pada Gambar 6-8.
Hubungan antara 1/V dengan l/[S] pada reaksi yang dihambat oleh inhibitor bersaing dijelaskan
dengan persamaan Lineweaver- Burk’ sebagai berikut:
Persamaan Lineweaver-Burk tersebut menunjukkan hubungan linear 1/V terhadap 1/[S] sebagaimana
tampak pada Gambat 6-9.
Jadi makin besar konsentrasi inhibitor, makin besar pula sudut kemiringan garis grafik tersebut dan
bila [I ]= 0, artinya reaksi tanpa inhibitor, kemiringan garis dinyatakan dengan harga K m/Vmaks. Titik
potong grafik dengan sumbu -X besarnya ialah:
Untuk reaksi tanpa inhibitor atau [I] = 0, maka titik ,potong dengan sumbu -x besarnya ialah -1/Km.
Apabila harga titik potong grafik dengan sumbu -x dapat ditentukan dari hasil eksperimen, sedangkan
harga Km dan[I] telah diketahui, dapat dihitung harga K1. Untuk memperoleh grafik Lineweaver-Burk
tersebut dapat dilakukan serangkaian eksperimen dengan [I] yang sama dengan harga [S] yang
berbeda-beda. Untuk membandingkan suatu hasil eksperimen, dapat pula dilakukan serangkaian
eksperimen lagi dengan harga [I] lain yang tetap dan harga [s] yang berbeda-beda.
1. b. Hambatan Nonkompetitif (noncompetitive inhibition)
Pada penghambatan nonkompetitif, penghambat berikatan pada sisi enzim selain sisi tempat substrat
berikatan, mengubah konformasi molekul enzim, sehingga mengakibatkan inaktifasi dapat balik sisi
katalitik. Penghambatan nonkompetitif berikatan secara dapat balik pada kedua molekul enzim bebas
dan kompleks ES, membentuk kompleks EI dan ESI yang tidak aktif :
E + I ↔ EI
ES + I ↔ ESI (Lehninger. 1982 :251-255)
Hambatan tidak bersaing ini (non competitive inhibition) tidak dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi
substrat dan inhibitor yang melakukannya disebut inhibitor tidak bersaing. Dalam hal ini inhibitor
dapat bergabung dengan enzim pada suatu bagian enzim diluar bagian aktif.
Hambatan tidak bersaing ini dapat pula diketahui grafik yang menggambarkan hubungan antara V
dengan [S], atau hubungan antara1/V dengan 1/[S]. Bila digambarkan hubungan antara V dengan [S]
maka akan terjadi grafik seperti gambar 6-10.
3. Adanya inhibitor akan memperkecil harga Vmaks, sedangkan harga Km tidak berubah. Grafik yang terjadi
bila digambarkan hubungaa antara 1/V terhadap 1/[S] seperti pada gambar 6-11.
Dari grafik tersebut, tampak bahwa baik grafik reaksi tanpa inhibitor maupun dengan inhibitor
memotong sumbu –x pada titik yang sama, yaitu pda harga -1/ Km. Titik potong grafik denga sumbu –y
untuk rekasi tanpa inhibitor terdapat pada harga 1/ Vmaks, sedangkan untuk reaksi dengan inhibitor tidak
bersaing terdapat pada harga :
Baik dari grafik Michaelis-Menten (Gambar 6-10) maupun grafik Lineweaver-Burk (Gambar 6-11)
tampak bahwa pada harga [S] yang sangat besar pun harga Vmaks untuk reaksi dengan inhibitor atau
dengan kata lain hambatan tidak bersaing pada suatu reaksi tidak dapat diatasi dengan jalan
memperbesar konsentrasi substrat.
Contoh inhibitor tidak bersaing yang banyak dikenal ialah ion-ion logam berat (Cu++, Hg++ dan Ag+)
yang dapat berhubungan dengan gugus -SH yang terdapat pada sistein dalam enzim.
1. c. Hambatan Unkompetitif
Pada inhibisi unkompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas, namun hanya dapat
dengan komples ES. Kompleks EIS yang terbentuk kemudian menjadi tidak aktif. Jenis inhibisi ini
sangat jarang, namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik.
1. 3. Hambatan Alosetrik
Model Michaelis-Menten dapat digunakan untuk menerangkan terjadinya hambatan bersaing maupun
hambatan tidak bersaing. Namun ada beberapa enzim yang sifat kinetiknya tidak dapat diterangkan
dengan model Michaelis-Menten. Sebagai contoh bila dibuat grafik kecepatan reaksi terhadap
konsentrasi substrat, maka untuk beberapa enzim tersebut tidak terbentuk hiperbola seperti halnya
dengan enzim-enzim yang telah dibahas sebelumnya, tetapi akan terjadi grafik yang berbentuk
sigmoida (Gambar 6-12). Kelompok enzim yang mempunyai sifat demikian ini disebut alosterik.
Hambatan yang terjadi pada enzim alosterik dinamakan hambatan alosterik, sedangkan inhibitor yang
menghambat dinamakan inhibitor alosterik.
Bentuk molekul inhibitor alosterik ini berbeda dengan molekul substrat. Lagipula inhibitor alosterik
berikatan dengan enzim pada tempat diluar bagian aktif enzim. Dengan demikian hambatan ini tidak
akan dapat diatasi dengan penambahan sejumlah besar substrat. Terbentuknya ikatan antara enzim
dengan inhibitor mempengaruhi konformasi enzim, sehingga bagian aktif mengalami perubahan
bentuk. Akibatnya ialah penggabungan substrat pada bagian aktif enzim terhambat. Model hipotetis
suatu hambatan alosterik dapat dilihat pada Gambar 6-13.
Treoin sebaai substrat tidak dapat bergabung dengan enzim karena bentuk bagian aktif enzim
berubah setelah enzim berikatan dengan isoleusin sebagai inhibitor.
Kinetika
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kinetika enzim
4. Mekanisme reaksi enzimatik untuk sebuah subtrat tunggal. Enzim (E) mengikat substrat (S) dan menghasilkan produk
(P).
Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya menjadi
produk. Data laju yang digunakan dalam analisis kinetika didapatkan dari asai enzim.
[43]
Pada tahun 1902, Victor Henri mengajukan suatu teori kinetika enzim yang kuantitatif, namun data
eksperimennya tidak berguna karena perhatian pada konsentrasi ion hidrogen pada saat itu masih
belum dititikberatkan. Setelah Peter Lauritz Sørensen menentukan skala pH logaritmik dan
[44]
memperkenalkan konsep penyanggaan (buffering) pada tahun 1909 , kimiawan Jerman Leonor
Michaelisdan murid bimbingan pascadokotoralnya yang berasal dari Kanada, Maud Leonora Menten,
mengulangi eksperimen Henri dan mengkonfirmasi persamaan Henri. Persamaan ini kemudian
dikenal dengan nama Kinetika Henri-Michaelis-Menten (kadang-kadang juga hanya disebut kinetika
[45]
Michaelis-Menten). Hasil kerja mereka kemudian dikembangkan lebih jauh oleh G. E. Briggs dan J.
B. S. Haldane. Penurunan persamaan kinetika yang diturunkan mereka masih digunakan secara
[46]
meluas sampai sekarang .
Salah satu kontribusi utama Henri pada kinetika enzim adalah memandang reaksi enzim sebagai dua
tahapan. Pada tahap pertama, subtrat terikat ke enzim secara reversible, membentuk kompleks
enzim-substrat. Kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai kompleks Michaelis. Enzim kemudian
mengatalisasi reaksi kimia dan melepaskan produk.
Kurva kejenuhan suatu reaksi enzim yang menunjukkan relasi antara konsentrasi substrat (S) dengan kelajuan (v).
Enzim dapat mengatalisasi reaksi dengan kelajuan mencapai jutaan reaksi per detik. Sebagai contoh,
tanpa keberadaan enzim, reaksi yang dikatalisasi oleh enzimorotidina 5'-fosfat dekarboksilase akan
memerlukan waktu 78 juta tahun untuk mengubah 50% substrat menjadi produk. Namun, apabila
[47]
enzim tersebut ditambahkan, proses ini hanya memerlukan waktu 25 milidetik. Laju reaksi
bergantung pada kondisi larutan dan konsentrasi substrat. Kondisi-kondisi yang menyebabkan
denaturasi protein seperti temperatur tinggi, konsentrasi garam yang tinggi, dan nilai pH yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah akan menghilangkan aktivitas enzim. Sedangkan peningkatan konsentrasi
5. substrat cenderung meningkatkan aktivitasnya. Untuk menentukan kelajuan maksimum suatu reaksi
enzimatik, konsentrasi substrat ditingkatkan sampai laju pembentukan produk yang terpantau menjadi
konstan. Hal ini ditunjukkan oleh kurva kejenuhan di samping. Kejenuhan terjadi karena seiring
dengan meningkatnya konsentrasi substrat, semakin banyak enzim bebas yang diubah menjadi
kompleks substrate-enzim ES. Pada kelajuan yang maksimum (Vmax), semua tapak aktif enzim akan
berikatan dengan substrat, dan jumlah kompleks ES adalah sama dengan jumlah total enzim yang
ada. Namun, Vmax hanyalah salah satu konstanta kinetika enzim. Jumlah substrat yang diperlukan
untuk mencapai nilai kelajuan reaksi tertentu jugalah penting. Hal ini diekspresikan olehkonstanta
Michaelis-Menten (Km), yang merupakan konsentrasi substrat yang diperlukan oleh suatu enzim untuk
mencapai setengah kelajuan maksimumnya. Setiap enzim memiliki nilai Km yang berbeda-beda untuk
suatu subtrat, dan ini dapat menunjukkan seberapa kuatnya pengikatan substrat ke enzim. Konstanta
lainnya yang juga berguna adalah kcat, yang merupakan jumlah molekul substrat yang dapat ditangani
oleh satu tapak aktif per detik.
Efisiensi suatu enzim diekspresikan oleh kcat/Km. Ia juga disebut sebagai konstanta kespesifikan dan
memasukkan tetapan kelajuan semua langkah reaksi. Karena konstanta kespesifikan mencermikan
kemampuan katalitik dan afinitas, ia dapat digunakan untuk membandingkan enzim yang satu dengan
enzim yang lain, ataupun enzim yang sama dengan substrat yang berbeda. Konstanta kespesifikan
8 9 -1 -1
maksimum teoritis disebut limit difusi dan nilainya sekitar 10 sampai 10 (M s ). Pada titik ini, setiap
penumbukkan enzim dengan substratnya akan menyebabkan katalisis, dan laju pembentukan produk
tidak dibatasi oleh laju reaksi, melainkan oleh laju difusi. Enzim dengan sifat demikian disebut secara
katalitik sempurna ataupun secara kinetika sempurna. Contoh enzim yang memiliki sifat seperti ini
adalah karbonat anhidrase, asetilkolinesterase, katalase, fumarase, β-laktamase, dan superoksida
dismutase.
Kinetika Michaelis-Menten bergantung pada hukum aksi massa, yang diturunkan berdasarkan
asumsi difusi bebas dan pertumbukan acak yang didorong secara termodinamik. Namun, banyak
proses-proses biokimia dan selular yang menyimpang dari kondisi ideal ini, disebabkan oleh
kesesakan makromolekuler (macromolecular crowding), perpisahan fase enzim/substrat/produk, dan
[48]
pergerakan molekul secara satu atau dua dimensi. Pada situasi seperti ini, kinetika Michaelis-
[49][50][51][52]
Menten fraktal dapat diterapkan.
Beberapa enzim beroperasi dengan kinetika yang lebih cepat daripada laju difusi. Hal ini tampaknya
sangat tidak mungkin. Beberapa mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini.
Beberapa protein dipercayai mempercepat katalisis dengan menarik substratnya dan melakukan pra-
orientasi substrat menggunakan medan listrik dipolar. Model lainnya menggunakan penjelasan
[53][54]
penerowongan kuantum mekanika, walaupun penjelasan ini masih kontroversial. Penerowongan
[55]
kuantum untuk proton telah terpantau pada triptamina.
6. Reaksi Enzimatik
Mekanisme reaksi enzimatik untuk sebuah subtrat tunggal. Enzim (E) mengikat substrat (S) dan
menghasilkan produk (P).
Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya menjadi
produk. Data laju yang digunakan dalam analisa kinetika didapatkan dari asai enzim.
Pada tahun 1902, Victor Henri mengajukan suatu teori kinetika enzim yang kuantitatif, namun data
eksperimennya tidak berguna karena perhatian pada konsentrasi ion hidrogen pada saat itu masih
belum dititikberatkan. Setelah Peter Lauritz Sorense menentukan skala pH logaritmik dan
memperkenalkan konsep penyanggaan (buffering) pada tahun 1909, kimiawan Jerman Leonor
Michaelis dan murid bimbingan pascadokotoralnya yang berasal dari Kanada, Maud Leonora Menten,
mengulangi eksperimen Henri dan mengkonfirmasi persamaan Henri. Persamaan ini kemudian
dikenal dengan nama Kinetika Henri-Michaelis-Menten (kadang-kadang juga hanya disebut kinetika
Michaelis-Menten). Hasil kerja mereka kemudian dikembangkan lebih jauh oleh G.E. Briggs dan J. B.
S. Haldane. Penurunan persamaan kinetika yang diturunkan mereka masih digunakan secara meluas
sampai sekarang.
Salah satu kontribusi utama Henri pada kinetika enzim adalah memandang reaksi enzim sebagai dua
tahapan. Pada tahap pertama, subtrat terikat ke enzim secara reversible, membentuk kompleks
enzim-substrat. Kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai kompleks Michaelis. Enzim kemudian
mengatalisasi reaksi kimia dan melepaskan produk.
Kurva kejenuhan suatu reaksi enzim yang menunjukkan relasi antara konsentrasi substrat (S) dengan
kelajuan (v).
Enzim dapat mengatalisasi reaksi dengan kelajuan mencapai jutaan reaksi per detik. Sebagai contoh,
tanpa keberadaan enzim, reaksi yang dikatalisasi oleh enzim orotidina 5’-fosfat dekarboksilase akan
memerlukan waktu 78 juta tahun untuk mengubah 50% substrat menjadi produk. Namun, apabila
enzim tersebut ditambahkan, proses ini hanya memerlukan waktu 25 milidetik. Laju reaksi bergantung
pada kondisi larutan dan konsentrasi substrat. Kondisi-kondisi yang menyebabkan denaturasi protein
seperti temperatur tinggi, konsentrasi garam yang tinggi, dan nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah akan menghilangkan aktivitas enzim. Sedangkan peningkatan konsentrasi substrat cenderung
meningkatkan aktivitasnya. Untuk menentukan kelajuan maksimum suatu reaksi enzimatik,
konsentrasi substrat ditingkatkan sampai laju pembentukan produk yang terpantau menjadi konstan.
Hal ini ditunjukkan oleh kurva kejenuhan di samping. Kejenuhan terjadi karena seiring dengan
meningkatnya konsentrasi substrat, semakin banyak enzim bebas yang diubah menjadi kompleks
substrate-enzim ES. Pada kelajuan yang maksimum (Vmax), semua tapak aktif enzim akan berikatan
dengan substrat, dan jumlah kompleks ES adalah sama dengan jumlah total enzim yang ada.
Namun, Vmax hanyalah salah satu konstanta kinetika enzim. Jumlah substrat yang diperlukan untuk
mencapai nilai kelajuan reaksi tertentu jugalah penting. Hal ini diekspresikan oleh konstanta
Michaelis-Menten (Km), yang merupakan konsentrasi substrat yang diperlukan oleh suatu enzim
untuk mencapai setengah kelajuan maksimumnya. Setiap enzim memiliki nilai Km yang berbeda-
beda untuk suatu subtrat, dan ini dapat menunjukkan seberapa kuatnya pengikatan substrat ke
enzim. Konstanta lainnya yang juga berguna adalah kcat, yang merupakan jumlah molekul substrat
yang dapat ditangani oleh satu tapak aktif per detik.
Efisiensi suatu enzim diekspresikan oleh kcat/Km. Ia juga disebut sebagai konstanta kespesifikan dan
memasukkan tetapan kelajuan semua langkah reaksi. Karena konstanta kespesifikan mencermikan
kemampuan katalitik dan afinitas, ia dapat digunakan untuk membandingkan enzim yang satu dengan
enzim yang lain, ataupun enzim yang sama dengan substrat yang berbeda. Konstanta kespesifikan
maksimum teoritis disebut limit difusi dan nilainya sekitar 108 sampai 109 (M-1 s-1). Pada titik ini,
setiap penumbukkan enzim dengan substratnya akan menyebabkan katalisis, dan laju pembentukan
produk tidak dibatasi oleh laju reaksi, melainkan oleh laju difusi. Enzim dengan sifat demikian disebut
secara katalitik sempurna ataupun secara kinetika sempurna. Contoh enzim yang memiliki sifat
seperti ini adalah karbonat anhidrase, asetilkolinesterase, katalase, fumarase, β-laktamase, dan
7. superoksida dismutase
Kinetika Michaelis-Menten bergantung pada hokum aksi massa, yang diturunkan berdasarkan asumsi
difusi bebas dan pertumbukan acak yang didorong secara termodinamik. Namun, banyak proses-
proses biokimia dan selular yang menyimpang dari kondisi ideal ini, disebabkan oleh kesesakan
makromolekuler (macromolecular crowding), perpisahan fase enzim/substrat/produk, dan pergerakan
molekul secara satu atau dua dimensi. Pada situasi seperti ini, kinetika Michaelis-Menten fraktal
dapat diterapkan.
Beberapa enzim beroperasi dengan kinetika yang lebih cepat daripada laju difusi. Hal ini tampaknya
sangat tidak mungkin. Beberapa mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini.
Beberapa protein dipercayai mempercepat katalisis dengan menarik substratnya dan melakukan pra-
orientasi substrat menggunakan medan listrik dipolar. Model lainnya menggunakan penjelasan
penerowongan kuantum mekanika, walaupun penjelasan ini masih kontroversial. Penerowongan
kuantum untuk proton telah terpantau pada triptamina.