SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
Download to read offline
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                         NOMOR 63 TAHUN 1999
                              TENTANG
       PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992
           TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN

                            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

              a. bahwa peraturan pelaksanaan di bidang usaha perasuransian perlu
                 disesuaikan dengan perkembangan kegiatan industri asuransi pada
                 khususnya dan perekonomian nasional pada umumnya;
              b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu untuk
                 mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
                 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian;

Mengingat :

              1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
              2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
                 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran
                 Negara Nomor 3467);
              3. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang
                 Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Tahun
                 1992 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3506);

                                      MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

                 PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN
                 ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN
                 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA
                 PERASURANSIAN.

                                           Pasal I

                 Mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
                 Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
                 Perasuransian sebagai berikut:

                     1. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6
                         seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :

                                          "Pasal 6
1. Persyaratan modal disetor bagi pendirian baru Perusahaan Asuransi
   atau Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
   ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, sekurang-
   kurangnya sebagai berikut :

       a. Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), bagi
           Perusahaan Asuransi;
       b. Rp 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah),
           bagi Perusahaan Reasuransi.

   (2) Pada saat pendirian perusahaan, kepemilikan saham
   pihak asing melalui penyertaan langsung dalam Perusahaan
   Perasuransian paling banyak 80% (delapan puluh per
   seratus).

   (3) Setiap perubahan kepemilikan Perusahaan
   Perasuransian harus dilaporkan kepada Menteri."

2. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga Pasal 9 seluruhnya menjadi
   berbunyi sebagai berikut:

                               "Pasal 9

   (1) Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha Perusahaan
   Asuransi dan Perusahaan Reasuransi sebagaimana
   dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 2
   tahun 1992, sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut :

       a. Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat
           pengesahan dari instansi yang berwenang;
       b. Susunan Organisasi dan Kepengurusan perusahaan
          yang menggambarkan pemisahan fungsi dan uraian
          tugas;
       c. Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan
          bidang usahanya;
       d. Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal
          terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing;
       e. Spesifikasi program asuransi yang akan dipasarkan
          beserta program reasuransinya, bagi Perusahaan
          Asuransi; dan
       f. Program retrosesi bagi Perusahaan Reasuransi.

   (2) Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha Perusahaan
   Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-
   undang Nomor 2 tahun 1992, sekurang-kurangnya adalah
   sebagai berikut :

       a. Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat
          pengesahan dari instansi yang berwenang;
       b. Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan
          bidang usahanya;
       c. Polis Asuransi Indemnitas Profesi; dan
       d. Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal
          terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing.
(3) Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha Perusahaan
   Penilai Kerugian, Perusahaan Konsultan Aktuaria, dan Agen
   Asuransi yang berbentuk badan hukum, sebagaimana
   dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 2
   Tahun 1992, sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut :

       a. Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat
           pengesahan dari instansi yang berwenang;
       b. Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan
          bidang usahanya;
       c. Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal
          terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing; dan
       d. Perjanjian keagenan dengan Perusahaan Asuransi
          yang diageni, bagi Perusahaan Agen Asuransi.

   (4) Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha Perusahaan
   Konsultan Aktuaria, dan Agen Asuransi perorangan,
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-
   undang Nomor 2 tahun 1992, sekurang-kurangnya harus
   memenuhi ketentuan sebagai berikut :

       a. Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan
          bidang usahanya; dan
       b. Perjanjian keagenan dengan Perusahaan Asuransi
          yang diageni, bagi Perusahaan Agen Asuransi.

   (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
   cara permohonan izin usaha diatur dengan Keputusan
   Menteri."

3. Menambah 1 (satu) pasal baru diantara Pasal 9 dan Pasal 10 yaitu
   Pasal 9A, yang berbunyi sebagai berikut:

                            "Pasal 9A

   (1) Pemberian atau penolakan permohonan izin usaha bagi
   Perusahaan Perasuransian diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga
   puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.

   (2) Setiap penolakan terhadap permohonan izin usaha sebagaimana
   dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dengan
   disertai alasan penolakannya."

4. Menambah satu BAB dan pasal baru diantara Pasal 10 dan Pasal 11
   yaitu BAB IIIA Pasal 10A, yang berbunyi sebagai berikut:

                        BAB IIIA
        KEPEMILIKAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN

                            Pasal 10A

   Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
   dimungkinkan untuk melakukan perubahan kepemilikan
   melampaui batas kepemilikan sebagaimana dimaksud pada
   Pasal 6 ayat (2) dengan ketentuan jumlah modal yang telah
   disetor oleh pihak Indonesia harus tetap dipertahankan."
5. Ketentuan Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) diubah serta menambah
   ayat baru yaitu ayat (4), sehingga Pasal 11 seluruhnya menjadi
   berbunyi sebagai berikut:

                               "Pasal 11

       1. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
           setiap saat wajib menjaga tingkat solvabilitas.
       2. Tingkat solvabilitas merupakan selisih antara jumlah
          kekayaan yang diperkenankan dan kewajiban.
       3. Selisih antara jumlah kekayaan yang diperkenankan
          dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat
          (2) sekurang-kurangnya harus sebesar dana yang
          cukup untuk menutup risiko kerugian yang mungkin
          timbul sebagai akibat dari terjadinya deviasi dalam
          pengelolaan kekayaan dan kewajiban.
       4. Ketentuan lebih lanjut mengenai kekayaan yang
          diperkenan-kan, kewajiban, dan risiko kerugian yang
          mungkin timbul sebagai akibat dari terjadinya deviasi
          dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban
          sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)
          ditetapkan dengan Keputusan Menteri."

6. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga Pasal 15 seluruhnya menjadi
   berbunyi sebagai berikut:

                               "Pasal 15

   (1) Setiap Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
   wajib menetapkan batas retensi sendiri sesuai dengan
   kemampuan keuangan perusahaan.

   (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai retensi sendiri
   sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
   Keputusan Menteri."

7. Menambah 1 (satu) pasal baru diantara Pasal 15 dan Pasal 16 yaitu
   Pasal 15A, yang berbunyi sebagai berikut:

                            "Pasal 15A

   (1) Setiap Perusahaan Asuransi wajib memiliki dukungan reasuransi
   dalam bentuk perjanjian reasuransi otomatis.

   (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai dukungan reasuransi
   sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan
   Keputusan Menteri."

8. Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga Pasal 16 seluruhnya menjadi
   berbunyi sebagai berikut:

                               "Pasal 16

   (1) Dalam hal dukungan reasuransi diperoleh dari perusahaan asuransi atau
   perusahaan reasuransi luar negeri, maka perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi luar negeri tersebut harus memiliki peringkat yang
   baik dari lembaga pemeringkat independen yang diakui secara internasional.

   (2) Setiap perjanjian reasuransi harus dibuat secara tertulis dan tidak
   merupakan perjanjian yang menjanjikan keuntungan pasti bagi penanggung
   ulangnya.

   (3) Dalam perjanjian reasuransi harus dinyatakan bahwa dalam hal
   Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dilikuidasi, hak dan
   kewajiban Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang timbul
   dalam transaksi reasuransi tetap mengikat sampai dengan saat salah satu
   atau kedua perusahaan tersebut dilikuidasi.

   (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dukungan reasuransi dari luar negeri
   sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
   Menteri."

9. Menambah 1 (satu) pasal baru diantara Pasal 16 dan Pasal 17 yaitu
   Pasal 16A, yang berbunyi sebagai berikut :

                            "Pasal 16A

   Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dapat
   melakukan upaya bersama untuk menutup suatu jenis risiko
   khusus."

10. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga Pasal 18 seluruhnya menjadi
   berbunyi sebagai berikut :

                             "Pasal 18

   (1) Perusahaan Asuransi yang akan memasarkan program
   asuransi baru harus terlebih dahulu memberitahukan
   rencana tersebut kepada Menteri.

   (2) Pemberitahuan mengenai rencana memasarkan program
   asuransi baru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
   dilengkapi dengan spesifikasi program asuransi yang akan
   dipasarkan berikut program reasuransinya serta bukti-bukti
   pendukungnya.

   (3) Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak
   pemberitahuan diterima secara lengkap Menteri tidak
   memberikan tanggapan, Perusahaan Asuransi dapat
   memasarkan program asuransi dimaksud.

   (4) Program asuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
   harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 19 dan Pasal 20
   Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992.

   (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberitahuan rencana
   memasarkan program asuransi baru sebagaimana dimaksud
   dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri."

11. Ketentuan Pasal 38 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 38 ayat (1)
   seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 38

       1. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang
           tidak menyampaikan laporan keuangan dan atau laporan
           operasional tahunan, sesuai dengan jangka waktu yang
           ditetapkan, dikenakan denda administratif sebesar
           Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap hari
           keterlambatan."

12. Ketentuan Pasal 41 diubah, sehingga Pasal 41 seluruhnya menjadi
   berbunyi sebagai berikut:

                               "Pasal 41

       1. Pengenaan sanksi peringatan dilakukan oleh Menteri
          segera setelah diketahui adanya pelanggaran
          sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37.
       2. Pengenaan sanksi peringatan sebagaimana
          dimaksud dalam ayat (1) untuk setiap jenis
          pelanggaran dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali
          berturut-turut dengan jangka waktu paling lama
          masing-masing 1 (satu) bulan.
       3. Dalam hal Menteri menilai bahwa jenis pelanggaran
          yang dilakukan tidak mungkin dapat diatasi dalam
          jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat
          (2), Menteri dapat menetapkan berlakunya jangka
          waktu yang lebih lama dari 1 (satu) bulan dengan
          ketentuan jangka waktu dimaksud paling lama 6
          (enam) bulan.
       4. Dalam hal perusahaan telah dikenakan sanksi
          peringatan terakhir, dan dalam jangka waktu
          sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)
          setelah peringatan diberikan, perusahaan tetap tidak
          memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan,
          perusahaan yang bersangkutan dikenakan sanksi
          pembatasan kegiatan usaha."

13. Ketentuan Pasal 42 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 42 ayat (1)
   seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut:

                               "Pasal 42

   (1) Sanksi pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
   dalam Pasal 41 ayat (4) berlaku sejak tanggal ditetapkan untuk
   jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan."

                               Pasal II

   Bagi permohonan izin usaha Perusahaan Asuransi dan
   Perusahaan Reasuransi yang telah diajukan dan yang telah
   memperoleh izin prinsip sebelum Peraturan Pemerintah ini
   ditetapkan, persyaratan permodalan tetap diberlakukan
   berdasarkan persyaratan yang berlaku pada saat izin prinsip
   ditetapkan.

                               Pasal III
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

           Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
           Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
           Negara Republik Indonesia.




                          Ditetapkan di Jakarta
                          pada tanggal 2 Juli 1999
                          PRESIDEN REPUBLIK
                          INDONESIA

                          ttd

                          BACHARUDDIN JUSUF
                          HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Juli 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd

MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 118




                            PENJELASAN
                                ATAS
              PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                         NOMOR 63 TAHUN 1999
                              TENTANG
       PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992
           TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN

UMUM

       Dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan
       perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat dan dalam
       menghadapi era globalisasi, perlu ditingkatkan peran industri asuransi yang
       semakin kompetitif dengan cara mewujudkan terciptanya industri asuransi
       yang kuat baik dari segi permodalan maupun kondisi kesehatan
       keuangannya.

       Dengan menetapkan jumlah modal disetor yang cukup besar dalam
       Peraturan Pemerintah ini, diharapkan agar pendirian Perusahaan Asuransi
       atau Perusahaan Reasuransi dapat mewujudkan industri asuransi yang
       memiliki permodalan dan kondisi keuangan yang kuat sehingga mampu
       melakukan usaha yang kompetitif.

       Dalam Peraturan Pemerintah ini, Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
       Reasuransi yang telah mendapat izin usaha sebelum Peraturan Pemerintah
       ini tidak diwajibkan menyesuaikan jumlah modal setor, akan tetapi didorong
       untuk memperkuat permodalannya melalui ketentuan kesehatan keuangan.

PASAL DEMI PASAL

                                          Pasal I

       Angka 1

                                         Pasal 6

       Ayat (1)

       Yang dimaksud dengan modal disetor dalam Peraturan Pemerintah ini
       adalah modal disetor perseroan terbatas, atau simpanan pokok dan
       simpanan wajib koperasi, atau dana awal usaha bersama.

       Ketentuan permodalan tidak dikenakan pada Perusahaan Pialang Asuransi,
       Perusahaan Pialang Reasuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi,
       Perusahaan Konsultan Aktuaria, dan Perusahaan Agen Asuransi, karena
       dalam kegiatan usaha perusahaan tersebut lebih dituntut unsur
       profesionalisme. Dengan demikian, unsur permodalan dapat dipenuhi sendiri
       sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan.

       Ayat (2)

       Cukup jelas
Ayat (3)

Cukup jelas

Angka 2

                                 Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Polis Asuransi Indemnitas Profesi yang dimaksudkan dalam ayat (2) huruf c
adalah polis asuransi tanggungjawab hukum yang lazim disebut dengan polis
Professional Indemnity.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Ketentuan yang diatur dengan Keputusan Menteri meliputi antara lain alamat
perusahaan, NPWP, riwayat hidup pengurus dan atau direksi, dan besarnya
uang pertanggungan untuk polis asuransi indemnitas profesi.

Angka 3

                                    Pasal 9A

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Angka 4

                                Pasal 10A

Pada prinsipnya modal yang telah disetor oleh pihak Indonesia pada Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang di dalamnya terdapat penyertaan pihak
asing tidak boleh berkurang jumlahnya. Namun demikian prosentase kepemilikan
pihak Indonesia dapat berkurang dalam hal perusahaan dimaksud membutuhkan
penambahan modal, namun penambahan modal tersebut menyebabkan pihak
Indonesia tidak mampu mempertahankan prosentase kepemilikannya.
Ketentuan yang memungkinkan prosentase kepemilikan pihak asing melampaui
batas 80% ini hanya berlaku bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
yang didalamnya terdapat penyertaan langsung pihak asing yang prosentase
kepemilikan pihak asing sudah mencapai 80%.

Angka 5

                                Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain meliputi batas tingkat
solvabilitas, jenis dan penilaian serta pembatasan kekayaan yang
diperkenankan, dan perhitungan kewajiban yang meliputi kewajiban kepada
tertanggung dan kewajiban kepada pihak lain.

Angka 6

                                Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam Keputusan Menteri diatur batas minimum dan batas maksimum
retensi sendiri.

Angka 7

                                Pasal 15A

Ayat (1)

Perjanjian reasuransi otomatis (treaty reinsurance) merupakan salah satu
bentuk perjanjian reasuransi yang lazim dilakukan dalam usaha asuransi.
Dalam perjanjian tersebut perusahaan asuransi wajib mereasuransikan
setiap penutupan yang nilai dan lingkup penutupannya sesuai dengan yang
telah diperjanjikan kepada penanggung ulang (Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Reasuransi) dan penanggung ulang dimaksud wajib menerima
penempatan reasuransi tersebut.
Dukungan reasuransi otomatis tersebut sedapat mungkin diperoleh dari
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi di dalam negeri.

Ayat (2)

Cukup jelas

Angka 8

                                Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Dalam Keputusan Menteri diatur mengenai kriteria penanggung ulang luar
negeri yang baik.

Angka 9

                               Pasal 16A

Salah satu prinsip usaha asuransi adalah adanya kerjasama dalam penyebaran risiko
yang dapat dilakukan melalui mekanisme reasuransi dan koasuransi. Disamping
kedua mekanisme tersebut, untuk memenuhi permintaan pasar terhadap suatu risiko
khusus yang apabila penutupannya dilakukan oleh perusahaan asuransi secara
sendiri-sendiri tidak layak usaha (feasible) namun penutupan atas risiko tersebut
menjadi layak usaha jika dilakukan secara bersama, maka atas kesepakatan
sebagian besar Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi penutupan risiko
khusus tersebut dilakukan oleh satu perusahaan asuransi.

Angka 10

                                Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Dalam Keputusan Menteri diatur mengenai kriteria program asuransi baru serta tata
cara pemberitahuan rencana memasarkan program asuransi baru.

Angka 11

                                 Pasal 38

Ayat (1)

Pengenaan denda untuk setiap hari keterlambatan dalam ketentuan ini
dihitung berdasarkan hari kerja pada kantor pusat Departemen Keuangan.

Dalam hal tanggal batas waktu penyampaian laporan jatuh pada hari libur,
maka batas waktu yang berlaku adalah hari kerja pertama setelah libur
dimaksud.

Besarnya denda sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini dikenakan
terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan dan atau laporan
operasional.

           Contoh :

    a. Perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan operasional tetapi telah
       menyampaikan laporan keuangan, atau sebaliknya, dikenakan denda
       sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari.
    b. Perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan keuangan dan laporan
       operasional dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per
       hari.

Angka 12

                                 Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Angka 13

                        Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas

                         Pasal II

Cukup jelas

                         Pasal III

Cukup jelas




 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3861

More Related Content

What's hot

EMLI Training-Hukum Jaminan
EMLI Training-Hukum JaminanEMLI Training-Hukum Jaminan
EMLI Training-Hukum JaminanEMLI Indonesia
 
4 notice instruction-final
4 notice instruction-final4 notice instruction-final
4 notice instruction-finalGLC
 
Perjanjian penyerahan bersyarat/ CONDITIONAL ASSIGNMENT AGREEMENT (Beli Perja...
Perjanjian penyerahan bersyarat/ CONDITIONAL ASSIGNMENT AGREEMENT (Beli Perja...Perjanjian penyerahan bersyarat/ CONDITIONAL ASSIGNMENT AGREEMENT (Beli Perja...
Perjanjian penyerahan bersyarat/ CONDITIONAL ASSIGNMENT AGREEMENT (Beli Perja...GLC
 
perjanjian-pengalihan-piutang-assignment-agreement-billingual (Beli Perjanjia...
perjanjian-pengalihan-piutang-assignment-agreement-billingual (Beli Perjanjia...perjanjian-pengalihan-piutang-assignment-agreement-billingual (Beli Perjanjia...
perjanjian-pengalihan-piutang-assignment-agreement-billingual (Beli Perjanjia...GLC
 
Pengemangan perusahaan ( pemanfaatan jaminan)
Pengemangan perusahaan ( pemanfaatan jaminan)Pengemangan perusahaan ( pemanfaatan jaminan)
Pengemangan perusahaan ( pemanfaatan jaminan)Agung Kharisma
 
Hak kebendaan bersifat jaminan
Hak kebendaan bersifat jaminanHak kebendaan bersifat jaminan
Hak kebendaan bersifat jaminanamanda lubis
 
Contoh Perjanjian Sewa Guna Usaha Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 ...
Contoh Perjanjian Sewa Guna Usaha Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 ...Contoh Perjanjian Sewa Guna Usaha Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 ...
Contoh Perjanjian Sewa Guna Usaha Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 ...GLC
 
Kredit dan Hukum Perjanjian Jaminan
Kredit dan Hukum Perjanjian JaminanKredit dan Hukum Perjanjian Jaminan
Kredit dan Hukum Perjanjian JaminanDamar Kartika
 
2 notice acknowledgement-final
2 notice acknowledgement-final2 notice acknowledgement-final
2 notice acknowledgement-finalGLC
 
PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 (WA))
PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA  (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 (WA))PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA  (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 (WA))
PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 (WA))GLC
 
Hukum hak tanggungan
Hukum hak tanggunganHukum hak tanggungan
Hukum hak tanggunganNakano
 
Akad syariah per no 04_tahun_2007
Akad syariah per no 04_tahun_2007Akad syariah per no 04_tahun_2007
Akad syariah per no 04_tahun_2007ELJUNI EDIN GIRSANG
 
Draft perjanjian jual beli aset billingual clean
Draft perjanjian jual beli aset  billingual  cleanDraft perjanjian jual beli aset  billingual  clean
Draft perjanjian jual beli aset billingual cleanGLC
 

What's hot (20)

Pp 73 tahun_1992
Pp 73 tahun_1992Pp 73 tahun_1992
Pp 73 tahun_1992
 
EMLI Training-Hukum Jaminan
EMLI Training-Hukum JaminanEMLI Training-Hukum Jaminan
EMLI Training-Hukum Jaminan
 
4 notice instruction-final
4 notice instruction-final4 notice instruction-final
4 notice instruction-final
 
Perjanjian penyerahan bersyarat/ CONDITIONAL ASSIGNMENT AGREEMENT (Beli Perja...
Perjanjian penyerahan bersyarat/ CONDITIONAL ASSIGNMENT AGREEMENT (Beli Perja...Perjanjian penyerahan bersyarat/ CONDITIONAL ASSIGNMENT AGREEMENT (Beli Perja...
Perjanjian penyerahan bersyarat/ CONDITIONAL ASSIGNMENT AGREEMENT (Beli Perja...
 
perjanjian-pengalihan-piutang-assignment-agreement-billingual (Beli Perjanjia...
perjanjian-pengalihan-piutang-assignment-agreement-billingual (Beli Perjanjia...perjanjian-pengalihan-piutang-assignment-agreement-billingual (Beli Perjanjia...
perjanjian-pengalihan-piutang-assignment-agreement-billingual (Beli Perjanjia...
 
Panduan fidusia online ver 1
Panduan fidusia online ver 1Panduan fidusia online ver 1
Panduan fidusia online ver 1
 
Hukum Jaminan
Hukum JaminanHukum Jaminan
Hukum Jaminan
 
Pengemangan perusahaan ( pemanfaatan jaminan)
Pengemangan perusahaan ( pemanfaatan jaminan)Pengemangan perusahaan ( pemanfaatan jaminan)
Pengemangan perusahaan ( pemanfaatan jaminan)
 
Hak kebendaan bersifat jaminan
Hak kebendaan bersifat jaminanHak kebendaan bersifat jaminan
Hak kebendaan bersifat jaminan
 
Contoh Perjanjian Sewa Guna Usaha Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 ...
Contoh Perjanjian Sewa Guna Usaha Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 ...Contoh Perjanjian Sewa Guna Usaha Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 ...
Contoh Perjanjian Sewa Guna Usaha Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 ...
 
Kredit dan Hukum Perjanjian Jaminan
Kredit dan Hukum Perjanjian JaminanKredit dan Hukum Perjanjian Jaminan
Kredit dan Hukum Perjanjian Jaminan
 
2 notice acknowledgement-final
2 notice acknowledgement-final2 notice acknowledgement-final
2 notice acknowledgement-final
 
PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 (WA))
PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA  (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 (WA))PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA  (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 (WA))
PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA (Beli Perjanjian, Hub: 08118887270 (WA))
 
Pp 25-2020
Pp 25-2020Pp 25-2020
Pp 25-2020
 
Hukum hak tanggungan
Hukum hak tanggunganHukum hak tanggungan
Hukum hak tanggungan
 
Akad syariah per no 04_tahun_2007
Akad syariah per no 04_tahun_2007Akad syariah per no 04_tahun_2007
Akad syariah per no 04_tahun_2007
 
Kegiatan pp syariah_&_akad1
Kegiatan pp syariah_&_akad1Kegiatan pp syariah_&_akad1
Kegiatan pp syariah_&_akad1
 
Draft perjanjian jual beli aset billingual clean
Draft perjanjian jual beli aset  billingual  cleanDraft perjanjian jual beli aset  billingual  clean
Draft perjanjian jual beli aset billingual clean
 
Kegiatan pp syariah
Kegiatan pp syariahKegiatan pp syariah
Kegiatan pp syariah
 
Hukum jaminan
Hukum jaminanHukum jaminan
Hukum jaminan
 

Viewers also liked

Mater kebijakan-moneter-2
Mater kebijakan-moneter-2Mater kebijakan-moneter-2
Mater kebijakan-moneter-2ryuzel
 
Bi dan perkembangan perbankan indonesia
Bi dan perkembangan perbankan indonesiaBi dan perkembangan perbankan indonesia
Bi dan perkembangan perbankan indonesiaMuhammadIqbal169
 
Kebijakan moneter 2
Kebijakan moneter 2Kebijakan moneter 2
Kebijakan moneter 2Imam Firdaus
 
Rencana Anggaran Kementerian Keuangan 2013
Rencana Anggaran Kementerian Keuangan 2013Rencana Anggaran Kementerian Keuangan 2013
Rencana Anggaran Kementerian Keuangan 2013Abdul Hadi Ilman
 
Bab 2 asal usul perbankan
Bab 2 asal usul perbankanBab 2 asal usul perbankan
Bab 2 asal usul perbankanPutri Dayana
 
Profile bank indonesia
Profile bank indonesiaProfile bank indonesia
Profile bank indonesiaAmalia Dekata
 
SK DJLK No. 390 / 2005 Tentang Pedoman Perhitungan Tingkat Kesehatan Keuangan...
SK DJLK No. 390 / 2005 Tentang Pedoman Perhitungan Tingkat Kesehatan Keuangan...SK DJLK No. 390 / 2005 Tentang Pedoman Perhitungan Tingkat Kesehatan Keuangan...
SK DJLK No. 390 / 2005 Tentang Pedoman Perhitungan Tingkat Kesehatan Keuangan...Ridwan Ichsan
 
Aplikasi kebijakan moneter dalam bisnis
Aplikasi kebijakan moneter dalam bisnisAplikasi kebijakan moneter dalam bisnis
Aplikasi kebijakan moneter dalam bisnisWahono Diphayana
 
PENGELOLAAN UANG OLEH BANK INDONESIA
PENGELOLAAN UANG OLEH BANK INDONESIAPENGELOLAAN UANG OLEH BANK INDONESIA
PENGELOLAAN UANG OLEH BANK INDONESIAAlyssa Melani Savira
 
Sejarah Perbankan
Sejarah PerbankanSejarah Perbankan
Sejarah Perbankanrifatr42
 
PENGELOLAAN UANG RUPIAH OLEH BANK INDONESIA
PENGELOLAAN UANG RUPIAH OLEH BANK INDONESIAPENGELOLAAN UANG RUPIAH OLEH BANK INDONESIA
PENGELOLAAN UANG RUPIAH OLEH BANK INDONESIASekar Lukinanti
 
Otoritas moneter dan jasa keuangan
Otoritas moneter dan jasa keuanganOtoritas moneter dan jasa keuangan
Otoritas moneter dan jasa keuanganyy rahmat
 
Perkembangan perbankan di indonesia
Perkembangan perbankan di indonesiaPerkembangan perbankan di indonesia
Perkembangan perbankan di indonesiaReo_Marfeeza
 
Tujuan kebijakan moneter bank indonesia
Tujuan kebijakan moneter bank indonesiaTujuan kebijakan moneter bank indonesia
Tujuan kebijakan moneter bank indonesiaoher
 
Kebijakan moneter
Kebijakan moneterKebijakan moneter
Kebijakan moneterTiyas Diah
 
Prosedur pendirian bpr
Prosedur pendirian bprProsedur pendirian bpr
Prosedur pendirian bprabumusa99
 

Viewers also liked (20)

Irjen keuangan forum antikorupsike4
Irjen keuangan forum antikorupsike4Irjen keuangan forum antikorupsike4
Irjen keuangan forum antikorupsike4
 
Akad
AkadAkad
Akad
 
Mater kebijakan-moneter-2
Mater kebijakan-moneter-2Mater kebijakan-moneter-2
Mater kebijakan-moneter-2
 
Bi dan perkembangan perbankan indonesia
Bi dan perkembangan perbankan indonesiaBi dan perkembangan perbankan indonesia
Bi dan perkembangan perbankan indonesia
 
Bank Sentral (BI)
Bank Sentral (BI)Bank Sentral (BI)
Bank Sentral (BI)
 
Kebijakan moneter 2
Kebijakan moneter 2Kebijakan moneter 2
Kebijakan moneter 2
 
Rencana Anggaran Kementerian Keuangan 2013
Rencana Anggaran Kementerian Keuangan 2013Rencana Anggaran Kementerian Keuangan 2013
Rencana Anggaran Kementerian Keuangan 2013
 
Bab 2 asal usul perbankan
Bab 2 asal usul perbankanBab 2 asal usul perbankan
Bab 2 asal usul perbankan
 
Profile bank indonesia
Profile bank indonesiaProfile bank indonesia
Profile bank indonesia
 
Kelembagaan bi
Kelembagaan biKelembagaan bi
Kelembagaan bi
 
SK DJLK No. 390 / 2005 Tentang Pedoman Perhitungan Tingkat Kesehatan Keuangan...
SK DJLK No. 390 / 2005 Tentang Pedoman Perhitungan Tingkat Kesehatan Keuangan...SK DJLK No. 390 / 2005 Tentang Pedoman Perhitungan Tingkat Kesehatan Keuangan...
SK DJLK No. 390 / 2005 Tentang Pedoman Perhitungan Tingkat Kesehatan Keuangan...
 
Aplikasi kebijakan moneter dalam bisnis
Aplikasi kebijakan moneter dalam bisnisAplikasi kebijakan moneter dalam bisnis
Aplikasi kebijakan moneter dalam bisnis
 
PENGELOLAAN UANG OLEH BANK INDONESIA
PENGELOLAAN UANG OLEH BANK INDONESIAPENGELOLAAN UANG OLEH BANK INDONESIA
PENGELOLAAN UANG OLEH BANK INDONESIA
 
Sejarah Perbankan
Sejarah PerbankanSejarah Perbankan
Sejarah Perbankan
 
PENGELOLAAN UANG RUPIAH OLEH BANK INDONESIA
PENGELOLAAN UANG RUPIAH OLEH BANK INDONESIAPENGELOLAAN UANG RUPIAH OLEH BANK INDONESIA
PENGELOLAAN UANG RUPIAH OLEH BANK INDONESIA
 
Otoritas moneter dan jasa keuangan
Otoritas moneter dan jasa keuanganOtoritas moneter dan jasa keuangan
Otoritas moneter dan jasa keuangan
 
Perkembangan perbankan di indonesia
Perkembangan perbankan di indonesiaPerkembangan perbankan di indonesia
Perkembangan perbankan di indonesia
 
Tujuan kebijakan moneter bank indonesia
Tujuan kebijakan moneter bank indonesiaTujuan kebijakan moneter bank indonesia
Tujuan kebijakan moneter bank indonesia
 
Kebijakan moneter
Kebijakan moneterKebijakan moneter
Kebijakan moneter
 
Prosedur pendirian bpr
Prosedur pendirian bprProsedur pendirian bpr
Prosedur pendirian bpr
 

Similar to 1 pp63 th1999

2 kmk2007 74 tentang penyelenggaran pertanggungan asuransi pada lini usaha as...
2 kmk2007 74 tentang penyelenggaran pertanggungan asuransi pada lini usaha as...2 kmk2007 74 tentang penyelenggaran pertanggungan asuransi pada lini usaha as...
2 kmk2007 74 tentang penyelenggaran pertanggungan asuransi pada lini usaha as...Ridwan Ichsan
 
Pmk 79 thn_2009-sanksi_administratif
Pmk 79 thn_2009-sanksi_administratifPmk 79 thn_2009-sanksi_administratif
Pmk 79 thn_2009-sanksi_administratifRidwan Ichsan
 
Permen keu 130_pmk0102012_2012
Permen keu 130_pmk0102012_2012Permen keu 130_pmk0102012_2012
Permen keu 130_pmk0102012_2012Bobby D'Arch
 
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun 2023
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun 2023Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun 2023
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun 2023shirizkiku
 
Sejarah hukum asuransi
Sejarah hukum asuransiSejarah hukum asuransi
Sejarah hukum asuransiTommy Wibowo
 
Asuransi.ppt
Asuransi.pptAsuransi.ppt
Asuransi.pptEmilda4
 
hukum-asuransi.ppt
hukum-asuransi.ppthukum-asuransi.ppt
hukum-asuransi.pptssuserd30037
 
hukum-asuransi.ppt
hukum-asuransi.ppthukum-asuransi.ppt
hukum-asuransi.pptyessypardede
 
5. hbl, clara monalisa, hapzi a li, lembaga pembiayaan dan konsekuensi hukum ...
5. hbl, clara monalisa, hapzi a li, lembaga pembiayaan dan konsekuensi hukum ...5. hbl, clara monalisa, hapzi a li, lembaga pembiayaan dan konsekuensi hukum ...
5. hbl, clara monalisa, hapzi a li, lembaga pembiayaan dan konsekuensi hukum ...claramonalisa09
 
Contoh Perjanjian Pengadaan Chassis Kendaraan Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: ...
Contoh Perjanjian Pengadaan Chassis Kendaraan Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: ...Contoh Perjanjian Pengadaan Chassis Kendaraan Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: ...
Contoh Perjanjian Pengadaan Chassis Kendaraan Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: ...GLC
 
Tm 5, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,aspek hukum lembaga , makalah
Tm 5, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,aspek hukum lembaga , makalahTm 5, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,aspek hukum lembaga , makalah
Tm 5, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,aspek hukum lembaga , makalahWennaSustiany
 
Organisasi Perusahaan: Merger & Akuisisi
Organisasi Perusahaan: Merger & AkuisisiOrganisasi Perusahaan: Merger & Akuisisi
Organisasi Perusahaan: Merger & AkuisisiAdi Sudradjat
 

Similar to 1 pp63 th1999 (20)

2 kmk2007 74 tentang penyelenggaran pertanggungan asuransi pada lini usaha as...
2 kmk2007 74 tentang penyelenggaran pertanggungan asuransi pada lini usaha as...2 kmk2007 74 tentang penyelenggaran pertanggungan asuransi pada lini usaha as...
2 kmk2007 74 tentang penyelenggaran pertanggungan asuransi pada lini usaha as...
 
Pmk 79 thn_2009-sanksi_administratif
Pmk 79 thn_2009-sanksi_administratifPmk 79 thn_2009-sanksi_administratif
Pmk 79 thn_2009-sanksi_administratif
 
Permen keu 130_pmk0102012_2012
Permen keu 130_pmk0102012_2012Permen keu 130_pmk0102012_2012
Permen keu 130_pmk0102012_2012
 
Per 02-bl-2008
Per 02-bl-2008Per 02-bl-2008
Per 02-bl-2008
 
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun 2023
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun 2023Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun 2023
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun 2023
 
Sejarah hukum asuransi
Sejarah hukum asuransiSejarah hukum asuransi
Sejarah hukum asuransi
 
Asuransi.ppt
Asuransi.pptAsuransi.ppt
Asuransi.ppt
 
Asuransi.ppt
Asuransi.pptAsuransi.ppt
Asuransi.ppt
 
asuransi.ppt
asuransi.pptasuransi.ppt
asuransi.ppt
 
Hukum Asuransi
Hukum AsuransiHukum Asuransi
Hukum Asuransi
 
2jkyfkytfkytkt
2jkyfkytfkytkt2jkyfkytfkytkt
2jkyfkytfkytkt
 
hukum-asuransi.ppt
hukum-asuransi.ppthukum-asuransi.ppt
hukum-asuransi.ppt
 
hukum-asuransi.ppt
hukum-asuransi.ppthukum-asuransi.ppt
hukum-asuransi.ppt
 
5. hbl, clara monalisa, hapzi a li, lembaga pembiayaan dan konsekuensi hukum ...
5. hbl, clara monalisa, hapzi a li, lembaga pembiayaan dan konsekuensi hukum ...5. hbl, clara monalisa, hapzi a li, lembaga pembiayaan dan konsekuensi hukum ...
5. hbl, clara monalisa, hapzi a li, lembaga pembiayaan dan konsekuensi hukum ...
 
Contoh Perjanjian Pengadaan Chassis Kendaraan Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: ...
Contoh Perjanjian Pengadaan Chassis Kendaraan Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: ...Contoh Perjanjian Pengadaan Chassis Kendaraan Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: ...
Contoh Perjanjian Pengadaan Chassis Kendaraan Terbaru (Beli Perjanjian, Hub: ...
 
Tm 5, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,aspek hukum lembaga , makalah
Tm 5, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,aspek hukum lembaga , makalahTm 5, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,aspek hukum lembaga , makalah
Tm 5, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,aspek hukum lembaga , makalah
 
Organisasi Perusahaan: Merger & Akuisisi
Organisasi Perusahaan: Merger & AkuisisiOrganisasi Perusahaan: Merger & Akuisisi
Organisasi Perusahaan: Merger & Akuisisi
 
Uu 12 1970
Uu 12 1970Uu 12 1970
Uu 12 1970
 
Per 10 tahun_2008
Per 10 tahun_2008Per 10 tahun_2008
Per 10 tahun_2008
 
Bank garansi
Bank garansiBank garansi
Bank garansi
 

More from Ridwan Ichsan

Gas or Grouse Case Solution (Business Ethics)
Gas or Grouse Case Solution (Business Ethics)Gas or Grouse Case Solution (Business Ethics)
Gas or Grouse Case Solution (Business Ethics)Ridwan Ichsan
 
Cause related marketing - 3 m case
Cause related marketing  - 3 m caseCause related marketing  - 3 m case
Cause related marketing - 3 m caseRidwan Ichsan
 
McDonalds Corporation - Organizational Behavior Case
McDonalds Corporation - Organizational Behavior CaseMcDonalds Corporation - Organizational Behavior Case
McDonalds Corporation - Organizational Behavior CaseRidwan Ichsan
 
Extracting Consumer Surplus
Extracting Consumer SurplusExtracting Consumer Surplus
Extracting Consumer SurplusRidwan Ichsan
 
Kerangka Teori kanban dan Junbiki dalam JIT
Kerangka Teori kanban dan Junbiki dalam JITKerangka Teori kanban dan Junbiki dalam JIT
Kerangka Teori kanban dan Junbiki dalam JITRidwan Ichsan
 
Underwriting Liability Insurance: an overview
Underwriting Liability Insurance: an overviewUnderwriting Liability Insurance: an overview
Underwriting Liability Insurance: an overviewRidwan Ichsan
 
Avn 102 waiver of subrogation endorsement
Avn 102 waiver of subrogation endorsementAvn 102 waiver of subrogation endorsement
Avn 102 waiver of subrogation endorsementRidwan Ichsan
 
Avn 100 fraudulent claims clause
Avn 100 fraudulent claims clauseAvn 100 fraudulent claims clause
Avn 100 fraudulent claims clauseRidwan Ichsan
 
Avn 99 continuing liability termination notice
Avn 99 continuing liability termination noticeAvn 99 continuing liability termination notice
Avn 99 continuing liability termination noticeRidwan Ichsan
 
Avn 99 aircraft finance lease contract continuing liability endorsement
Avn 99 aircraft finance lease contract   continuing liability endorsement Avn 99 aircraft finance lease contract   continuing liability endorsement
Avn 99 aircraft finance lease contract continuing liability endorsement Ridwan Ichsan
 
Avn 98 aviation products grounding and other aviation liabilities insurance
Avn 98 aviation products grounding and other aviation liabilities insuranceAvn 98 aviation products grounding and other aviation liabilities insurance
Avn 98 aviation products grounding and other aviation liabilities insuranceRidwan Ichsan
 
Avn 97 arbitration clause
Avn 97 arbitration clauseAvn 97 arbitration clause
Avn 97 arbitration clauseRidwan Ichsan
 
Avn 67 c termination notice
Avn 67 c termination noticeAvn 67 c termination notice
Avn 67 c termination noticeRidwan Ichsan
 
Avn 67 c airline finance lease contract endorsement hull war
Avn 67 c airline finance lease contract endorsement hull warAvn 67 c airline finance lease contract endorsement hull war
Avn 67 c airline finance lease contract endorsement hull warRidwan Ichsan
 
Avn 67 c airline finance lease contract endorsement
Avn 67 c airline finance lease contract endorsementAvn 67 c airline finance lease contract endorsement
Avn 67 c airline finance lease contract endorsementRidwan Ichsan
 
Avn 52 r guidance note extended coverage endorsement - aviation liabilities
Avn 52 r guidance note   extended coverage endorsement - aviation liabilitiesAvn 52 r guidance note   extended coverage endorsement - aviation liabilities
Avn 52 r guidance note extended coverage endorsement - aviation liabilitiesRidwan Ichsan
 
Avn 52 r extended coverage endorsement aviation liabilities
Avn 52 r extended coverage endorsement   aviation liabilities Avn 52 r extended coverage endorsement   aviation liabilities
Avn 52 r extended coverage endorsement aviation liabilities Ridwan Ichsan
 
Avn 52 p aviation manufacturers product liabilities endorsement
Avn 52 p aviation manufacturers product liabilities endorsementAvn 52 p aviation manufacturers product liabilities endorsement
Avn 52 p aviation manufacturers product liabilities endorsementRidwan Ichsan
 
Avn 52 p a products endorsement for avn52 clauses
Avn 52 p a products endorsement for avn52 clausesAvn 52 p a products endorsement for avn52 clauses
Avn 52 p a products endorsement for avn52 clausesRidwan Ichsan
 
Avn 52 l extended coverage endorsement aviation liabilities
Avn 52 l extended coverage endorsement   aviation liabilitiesAvn 52 l extended coverage endorsement   aviation liabilities
Avn 52 l extended coverage endorsement aviation liabilitiesRidwan Ichsan
 

More from Ridwan Ichsan (20)

Gas or Grouse Case Solution (Business Ethics)
Gas or Grouse Case Solution (Business Ethics)Gas or Grouse Case Solution (Business Ethics)
Gas or Grouse Case Solution (Business Ethics)
 
Cause related marketing - 3 m case
Cause related marketing  - 3 m caseCause related marketing  - 3 m case
Cause related marketing - 3 m case
 
McDonalds Corporation - Organizational Behavior Case
McDonalds Corporation - Organizational Behavior CaseMcDonalds Corporation - Organizational Behavior Case
McDonalds Corporation - Organizational Behavior Case
 
Extracting Consumer Surplus
Extracting Consumer SurplusExtracting Consumer Surplus
Extracting Consumer Surplus
 
Kerangka Teori kanban dan Junbiki dalam JIT
Kerangka Teori kanban dan Junbiki dalam JITKerangka Teori kanban dan Junbiki dalam JIT
Kerangka Teori kanban dan Junbiki dalam JIT
 
Underwriting Liability Insurance: an overview
Underwriting Liability Insurance: an overviewUnderwriting Liability Insurance: an overview
Underwriting Liability Insurance: an overview
 
Avn 102 waiver of subrogation endorsement
Avn 102 waiver of subrogation endorsementAvn 102 waiver of subrogation endorsement
Avn 102 waiver of subrogation endorsement
 
Avn 100 fraudulent claims clause
Avn 100 fraudulent claims clauseAvn 100 fraudulent claims clause
Avn 100 fraudulent claims clause
 
Avn 99 continuing liability termination notice
Avn 99 continuing liability termination noticeAvn 99 continuing liability termination notice
Avn 99 continuing liability termination notice
 
Avn 99 aircraft finance lease contract continuing liability endorsement
Avn 99 aircraft finance lease contract   continuing liability endorsement Avn 99 aircraft finance lease contract   continuing liability endorsement
Avn 99 aircraft finance lease contract continuing liability endorsement
 
Avn 98 aviation products grounding and other aviation liabilities insurance
Avn 98 aviation products grounding and other aviation liabilities insuranceAvn 98 aviation products grounding and other aviation liabilities insurance
Avn 98 aviation products grounding and other aviation liabilities insurance
 
Avn 97 arbitration clause
Avn 97 arbitration clauseAvn 97 arbitration clause
Avn 97 arbitration clause
 
Avn 67 c termination notice
Avn 67 c termination noticeAvn 67 c termination notice
Avn 67 c termination notice
 
Avn 67 c airline finance lease contract endorsement hull war
Avn 67 c airline finance lease contract endorsement hull warAvn 67 c airline finance lease contract endorsement hull war
Avn 67 c airline finance lease contract endorsement hull war
 
Avn 67 c airline finance lease contract endorsement
Avn 67 c airline finance lease contract endorsementAvn 67 c airline finance lease contract endorsement
Avn 67 c airline finance lease contract endorsement
 
Avn 52 r guidance note extended coverage endorsement - aviation liabilities
Avn 52 r guidance note   extended coverage endorsement - aviation liabilitiesAvn 52 r guidance note   extended coverage endorsement - aviation liabilities
Avn 52 r guidance note extended coverage endorsement - aviation liabilities
 
Avn 52 r extended coverage endorsement aviation liabilities
Avn 52 r extended coverage endorsement   aviation liabilities Avn 52 r extended coverage endorsement   aviation liabilities
Avn 52 r extended coverage endorsement aviation liabilities
 
Avn 52 p aviation manufacturers product liabilities endorsement
Avn 52 p aviation manufacturers product liabilities endorsementAvn 52 p aviation manufacturers product liabilities endorsement
Avn 52 p aviation manufacturers product liabilities endorsement
 
Avn 52 p a products endorsement for avn52 clauses
Avn 52 p a products endorsement for avn52 clausesAvn 52 p a products endorsement for avn52 clauses
Avn 52 p a products endorsement for avn52 clauses
 
Avn 52 l extended coverage endorsement aviation liabilities
Avn 52 l extended coverage endorsement   aviation liabilitiesAvn 52 l extended coverage endorsement   aviation liabilities
Avn 52 l extended coverage endorsement aviation liabilities
 

1 pp63 th1999

  • 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan pelaksanaan di bidang usaha perasuransian perlu disesuaikan dengan perkembangan kegiatan industri asuransi pada khususnya dan perekonomian nasional pada umumnya; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu untuk mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3467); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3506); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN. Pasal I Mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : "Pasal 6
  • 2. 1. Persyaratan modal disetor bagi pendirian baru Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, sekurang- kurangnya sebagai berikut : a. Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), bagi Perusahaan Asuransi; b. Rp 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah), bagi Perusahaan Reasuransi. (2) Pada saat pendirian perusahaan, kepemilikan saham pihak asing melalui penyertaan langsung dalam Perusahaan Perasuransian paling banyak 80% (delapan puluh per seratus). (3) Setiap perubahan kepemilikan Perusahaan Perasuransian harus dilaporkan kepada Menteri." 2. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga Pasal 9 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 9 (1) Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 tahun 1992, sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut : a. Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang; b. Susunan Organisasi dan Kepengurusan perusahaan yang menggambarkan pemisahan fungsi dan uraian tugas; c. Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan bidang usahanya; d. Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing; e. Spesifikasi program asuransi yang akan dipasarkan beserta program reasuransinya, bagi Perusahaan Asuransi; dan f. Program retrosesi bagi Perusahaan Reasuransi. (2) Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang- undang Nomor 2 tahun 1992, sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut : a. Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang; b. Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan bidang usahanya; c. Polis Asuransi Indemnitas Profesi; dan d. Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing.
  • 3. (3) Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha Perusahaan Penilai Kerugian, Perusahaan Konsultan Aktuaria, dan Agen Asuransi yang berbentuk badan hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut : a. Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang; b. Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan bidang usahanya; c. Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing; dan d. Perjanjian keagenan dengan Perusahaan Asuransi yang diageni, bagi Perusahaan Agen Asuransi. (4) Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha Perusahaan Konsultan Aktuaria, dan Agen Asuransi perorangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang- undang Nomor 2 tahun 1992, sekurang-kurangnya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan bidang usahanya; dan b. Perjanjian keagenan dengan Perusahaan Asuransi yang diageni, bagi Perusahaan Agen Asuransi. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin usaha diatur dengan Keputusan Menteri." 3. Menambah 1 (satu) pasal baru diantara Pasal 9 dan Pasal 10 yaitu Pasal 9A, yang berbunyi sebagai berikut: "Pasal 9A (1) Pemberian atau penolakan permohonan izin usaha bagi Perusahaan Perasuransian diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. (2) Setiap penolakan terhadap permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dengan disertai alasan penolakannya." 4. Menambah satu BAB dan pasal baru diantara Pasal 10 dan Pasal 11 yaitu BAB IIIA Pasal 10A, yang berbunyi sebagai berikut: BAB IIIA KEPEMILIKAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN Pasal 10A Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dimungkinkan untuk melakukan perubahan kepemilikan melampaui batas kepemilikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) dengan ketentuan jumlah modal yang telah disetor oleh pihak Indonesia harus tetap dipertahankan."
  • 4. 5. Ketentuan Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) diubah serta menambah ayat baru yaitu ayat (4), sehingga Pasal 11 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 11 1. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi setiap saat wajib menjaga tingkat solvabilitas. 2. Tingkat solvabilitas merupakan selisih antara jumlah kekayaan yang diperkenankan dan kewajiban. 3. Selisih antara jumlah kekayaan yang diperkenankan dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya harus sebesar dana yang cukup untuk menutup risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari terjadinya deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai kekayaan yang diperkenan-kan, kewajiban, dan risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari terjadinya deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri." 6. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga Pasal 15 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 15 (1) Setiap Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi wajib menetapkan batas retensi sendiri sesuai dengan kemampuan keuangan perusahaan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai retensi sendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri." 7. Menambah 1 (satu) pasal baru diantara Pasal 15 dan Pasal 16 yaitu Pasal 15A, yang berbunyi sebagai berikut: "Pasal 15A (1) Setiap Perusahaan Asuransi wajib memiliki dukungan reasuransi dalam bentuk perjanjian reasuransi otomatis. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai dukungan reasuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri." 8. Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga Pasal 16 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 16 (1) Dalam hal dukungan reasuransi diperoleh dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi luar negeri, maka perusahaan asuransi dan
  • 5. perusahaan reasuransi luar negeri tersebut harus memiliki peringkat yang baik dari lembaga pemeringkat independen yang diakui secara internasional. (2) Setiap perjanjian reasuransi harus dibuat secara tertulis dan tidak merupakan perjanjian yang menjanjikan keuntungan pasti bagi penanggung ulangnya. (3) Dalam perjanjian reasuransi harus dinyatakan bahwa dalam hal Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dilikuidasi, hak dan kewajiban Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang timbul dalam transaksi reasuransi tetap mengikat sampai dengan saat salah satu atau kedua perusahaan tersebut dilikuidasi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dukungan reasuransi dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri." 9. Menambah 1 (satu) pasal baru diantara Pasal 16 dan Pasal 17 yaitu Pasal 16A, yang berbunyi sebagai berikut : "Pasal 16A Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dapat melakukan upaya bersama untuk menutup suatu jenis risiko khusus." 10. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga Pasal 18 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : "Pasal 18 (1) Perusahaan Asuransi yang akan memasarkan program asuransi baru harus terlebih dahulu memberitahukan rencana tersebut kepada Menteri. (2) Pemberitahuan mengenai rencana memasarkan program asuransi baru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilengkapi dengan spesifikasi program asuransi yang akan dipasarkan berikut program reasuransinya serta bukti-bukti pendukungnya. (3) Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak pemberitahuan diterima secara lengkap Menteri tidak memberikan tanggapan, Perusahaan Asuransi dapat memasarkan program asuransi dimaksud. (4) Program asuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 19 dan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberitahuan rencana memasarkan program asuransi baru sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri." 11. Ketentuan Pasal 38 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 38 ayat (1) seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut:
  • 6. "Pasal 38 1. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan keuangan dan atau laporan operasional tahunan, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan denda administratif sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan." 12. Ketentuan Pasal 41 diubah, sehingga Pasal 41 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 41 1. Pengenaan sanksi peringatan dilakukan oleh Menteri segera setelah diketahui adanya pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37. 2. Pengenaan sanksi peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk setiap jenis pelanggaran dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu paling lama masing-masing 1 (satu) bulan. 3. Dalam hal Menteri menilai bahwa jenis pelanggaran yang dilakukan tidak mungkin dapat diatasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri dapat menetapkan berlakunya jangka waktu yang lebih lama dari 1 (satu) bulan dengan ketentuan jangka waktu dimaksud paling lama 6 (enam) bulan. 4. Dalam hal perusahaan telah dikenakan sanksi peringatan terakhir, dan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) setelah peringatan diberikan, perusahaan tetap tidak memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan, perusahaan yang bersangkutan dikenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha." 13. Ketentuan Pasal 42 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 42 ayat (1) seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 42 (1) Sanksi pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4) berlaku sejak tanggal ditetapkan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan." Pasal II Bagi permohonan izin usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang telah diajukan dan yang telah memperoleh izin prinsip sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, persyaratan permodalan tetap diberlakukan berdasarkan persyaratan yang berlaku pada saat izin prinsip ditetapkan. Pasal III
  • 7. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MULADI
  • 8. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 118 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN UMUM Dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat dan dalam menghadapi era globalisasi, perlu ditingkatkan peran industri asuransi yang semakin kompetitif dengan cara mewujudkan terciptanya industri asuransi yang kuat baik dari segi permodalan maupun kondisi kesehatan keuangannya. Dengan menetapkan jumlah modal disetor yang cukup besar dalam Peraturan Pemerintah ini, diharapkan agar pendirian Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dapat mewujudkan industri asuransi yang memiliki permodalan dan kondisi keuangan yang kuat sehingga mampu melakukan usaha yang kompetitif. Dalam Peraturan Pemerintah ini, Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang telah mendapat izin usaha sebelum Peraturan Pemerintah ini tidak diwajibkan menyesuaikan jumlah modal setor, akan tetapi didorong untuk memperkuat permodalannya melalui ketentuan kesehatan keuangan. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud dengan modal disetor dalam Peraturan Pemerintah ini adalah modal disetor perseroan terbatas, atau simpanan pokok dan simpanan wajib koperasi, atau dana awal usaha bersama. Ketentuan permodalan tidak dikenakan pada Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, Perusahaan Konsultan Aktuaria, dan Perusahaan Agen Asuransi, karena dalam kegiatan usaha perusahaan tersebut lebih dituntut unsur profesionalisme. Dengan demikian, unsur permodalan dapat dipenuhi sendiri sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan. Ayat (2) Cukup jelas
  • 9. Ayat (3) Cukup jelas Angka 2 Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Polis Asuransi Indemnitas Profesi yang dimaksudkan dalam ayat (2) huruf c adalah polis asuransi tanggungjawab hukum yang lazim disebut dengan polis Professional Indemnity. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Ketentuan yang diatur dengan Keputusan Menteri meliputi antara lain alamat perusahaan, NPWP, riwayat hidup pengurus dan atau direksi, dan besarnya uang pertanggungan untuk polis asuransi indemnitas profesi. Angka 3 Pasal 9A Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Angka 4 Pasal 10A Pada prinsipnya modal yang telah disetor oleh pihak Indonesia pada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang di dalamnya terdapat penyertaan pihak asing tidak boleh berkurang jumlahnya. Namun demikian prosentase kepemilikan pihak Indonesia dapat berkurang dalam hal perusahaan dimaksud membutuhkan penambahan modal, namun penambahan modal tersebut menyebabkan pihak Indonesia tidak mampu mempertahankan prosentase kepemilikannya.
  • 10. Ketentuan yang memungkinkan prosentase kepemilikan pihak asing melampaui batas 80% ini hanya berlaku bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang didalamnya terdapat penyertaan langsung pihak asing yang prosentase kepemilikan pihak asing sudah mencapai 80%. Angka 5 Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain meliputi batas tingkat solvabilitas, jenis dan penilaian serta pembatasan kekayaan yang diperkenankan, dan perhitungan kewajiban yang meliputi kewajiban kepada tertanggung dan kewajiban kepada pihak lain. Angka 6 Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam Keputusan Menteri diatur batas minimum dan batas maksimum retensi sendiri. Angka 7 Pasal 15A Ayat (1) Perjanjian reasuransi otomatis (treaty reinsurance) merupakan salah satu bentuk perjanjian reasuransi yang lazim dilakukan dalam usaha asuransi. Dalam perjanjian tersebut perusahaan asuransi wajib mereasuransikan setiap penutupan yang nilai dan lingkup penutupannya sesuai dengan yang telah diperjanjikan kepada penanggung ulang (Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi) dan penanggung ulang dimaksud wajib menerima penempatan reasuransi tersebut.
  • 11. Dukungan reasuransi otomatis tersebut sedapat mungkin diperoleh dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi di dalam negeri. Ayat (2) Cukup jelas Angka 8 Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Dalam Keputusan Menteri diatur mengenai kriteria penanggung ulang luar negeri yang baik. Angka 9 Pasal 16A Salah satu prinsip usaha asuransi adalah adanya kerjasama dalam penyebaran risiko yang dapat dilakukan melalui mekanisme reasuransi dan koasuransi. Disamping kedua mekanisme tersebut, untuk memenuhi permintaan pasar terhadap suatu risiko khusus yang apabila penutupannya dilakukan oleh perusahaan asuransi secara sendiri-sendiri tidak layak usaha (feasible) namun penutupan atas risiko tersebut menjadi layak usaha jika dilakukan secara bersama, maka atas kesepakatan sebagian besar Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi penutupan risiko khusus tersebut dilakukan oleh satu perusahaan asuransi. Angka 10 Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)
  • 12. Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Dalam Keputusan Menteri diatur mengenai kriteria program asuransi baru serta tata cara pemberitahuan rencana memasarkan program asuransi baru. Angka 11 Pasal 38 Ayat (1) Pengenaan denda untuk setiap hari keterlambatan dalam ketentuan ini dihitung berdasarkan hari kerja pada kantor pusat Departemen Keuangan. Dalam hal tanggal batas waktu penyampaian laporan jatuh pada hari libur, maka batas waktu yang berlaku adalah hari kerja pertama setelah libur dimaksud. Besarnya denda sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini dikenakan terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan dan atau laporan operasional. Contoh : a. Perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan operasional tetapi telah menyampaikan laporan keuangan, atau sebaliknya, dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari. b. Perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan keuangan dan laporan operasional dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari. Angka 12 Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4)
  • 13. Cukup jelas Angka 13 Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas Pasal II Cukup jelas Pasal III Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3861