TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
Analisis Alih Kode Di SMPN 2 Sambas
1. 1
BAGIAN I
RENCANA PENELITIAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai bahasa, baahsa merupakan alat komunikasi bagi
setiap orang, sekalipun orang tersebut memiliki kekurangan tapi mereka
tetap menggunakan bahasa, yaitu bahasa isyarat. Tanpa bahasa, manusia
tidak bisa memahami maksud dari interaksi yang mereka lakukan.
Mengingat pentingnya bahasa, para ilmuwan telah melakukan penelitian
lebih mendalam mengenai bahasa.
Gorys Keraf (dalam Smarapradhipa, 2005: 1) memberikan dua
pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat
komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi
yang mepergunakan simbol-simnol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat
arbiter. Jadi, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia
dalam berinteraksi yang berupa kode atau simbol bunyi yang bersifat
arbiter.
Merujuk dari definisi bahasa, maka kehadiran bahasa dalam lingkungan
sosial masyarakat sangat berpengaruh terhadap interaksi yang dilakukan.
Masyarakat tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia saja dalam
berinteraksi, akan tetapi ada bahasa lain yang turut digunakan, yaitu bahasa
daerah maupun bahasa asing. Maka daripada itu diperlukan suatu ilmu
untuk menganalisis mengapa seseorang menggunakan dua bahasa atau lebih
dalam berkomunikasi, dan ilmu yang bisa diterapkan untuk hal tersebut
adalah sosiolinguistik.
Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau
menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai
bahasa di dalam masyarakat, karean dalam kehidupan bermasyarakat
manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial
2. 2
(Dewa Putu, 2011: 7). Segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia dalam
bertutur akan selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di sekitarnya.
Selain itu, menurut Rafiek (2005: 1), sosiolinguistik merupakan studi
bahasa yang dalam pelaksanaannya bertujuan untuk mempelajari
bagaimana konvensi-konvensu tentang relasi penggunaan bahasa untuk
aspek-aspek lain tentang perilaku sosial.
Sosiolinguistik merupakan ilmu interdisipliner yang artinya dalam
kajiannya, sosiolinguistik menggarap masalah-masalah kebahasaan dalam
hubungannya dengan faktor-faktor sosial, situasional, dan kulturalnya.
Akan tetapi, untuk menganalisis hal tersebut tidaklah mudah karena dalam
bahasa terdapat beberapa tingkatan atau tataran, mulai dari fonologi,
morfologi, semantik, dan pragmatik. Keempat cabang ilmu tersebut harus
dikuasi agar pemahaman mengenai sosiolinguistik akan lebih jelas.
Berdasarkan dari masalah-masalah yang dibahas dalam sosiolinguistik,
maka penggunaan dua bahasa atau lebih termasuk dalam ranah kajian
sosiolinguistik. Seseorang yang menggunakan dua bahasa atau lebih dalam
berkomunikasi tentunya mempunyai alasan tersendiri, misalnya lawan
bicara adalah orang luar daerah atau luar negri, sehingga sangat
memungkinkan pembicara menggunakan beberapa bahasa.
Contoh nyata dapat dilihat dari kaitannya dengan masalah yang
dikemukakakn adalah pada saat proses belajar mengajar di kelas maupun
aktivitas di luar kelas. Pada saat mengajar terkadang guru menggunakan dua
bahasa, yaitu bahasa daerah dan bahasa resmi (bahasa Indonesia). Guru
menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar saja atau untuk
memperjelas maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan
pembelajaran.
Selain itu dalam lingkungan sekolah yang bertaraf internasional, bahasa
Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar
mengajar, sedangkan bahasa utama yang digunakan adalah bahasa asing,
misalnya bahasa Inggris.
3. 3
Tidak hanya dalam proses belajar mengajar saja seseorang
menggunakan dua bahasa atau lebih, dalam aktivitas di luar kelas (antara
siswa dengan siswa) terkadang juga menggunakan lebih dari satu bahasa.
Misalnya yang terjadi di lingkungan SMPN 2 Sambas, yang dimana
siswanya bukan hanya dari suku melayu saja tapi ada juga dari suku cina
dan suku dayak. Hal ini mengakibatkan akan terjadi peralihan bahasa yang
dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan teman sebaya.
Berdasarkan contoh-contoh yang telah dikemukakan, maka penulis
tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai peralihan-peralihan bahasa
yang dilakukan seseorang khususnya dalam ruang lingkup pendidikan.
Untuk mengkaji hal tersebut tentunya diperlukan suatu landasan teori yang
tepat. Alih kode merupakan teori yang akan digunakan penulis dalam
mengkaji peralihan bahasa yang terjadi dalam ranah pendidikan, yaitu
dalam lingkungan sekolah formal.
Terdapat dua macam alih kode, yaitu alih kode intern (ke dalam), dan
alih kode ekstern (ke luar). Alih kode intern adalah peristiwa peralihan
bahasa yang dilakukan dari bahasa daerah ke bahasa daerah lainnya atau
bahasa Indonesia. Sedangkan alih kode ekstern merupakan peralihan dari
bahasa nasional ke bahasa internasional (bahasa asing).
SMPN 2 Sambas merupakan sekolah yang akan penulis jadikan sebagai
objek penelitian, karena penulis sudah mengetahui lingkungan tersebut
yang sangat meungkinkan terjadinya alih kode, baik pada saat proses belajar
mengajar maupun di luar kegiatan belajar mengajar. SMPN 2 Sambas
merupakan Sekolah Standar Nasional sehingga para guru dintuntut untuk
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam proses belajar
mengajar. Akan tetapi, pada paraktiknya masih ada guru yang sanagt
dominan menggunakan bahasa daerah (bahasa Sambas) dalam mengajar.
Sebenarnya hal tersebut boleh saja dilakukan jika tidak berlebihan,
maksudnya boleh saja guru menggunakan bahasa daerha, tapi itu hanya
sebagai bahasa pengantar saja, dan bahasa Indonesia yang harus dominan
4. 4
digunakan karena merupakan bahasa utama, terlebih lagi bagi sekolah
standar nasional.
Kemudian, masalah berikutnya adalah perlaihan bahasa yang dilakukan
siswa pada saat jam istirahat, yang mana siswa suku cina akan melakukan
aih kode, yaitu peralihan dari bahasa Indonesia ke bahasa mandarin.
Penggunaan bahasa mandarin dalam lingkungna sekolah yang mayoritas
siswanya bersuku melayu tentu akan menimbulkan kesenjangan bahkan
mungkin kesalahpahaman.
Berdasarkan penyajian masalah yang dikemukakan, maka “Analisis
Alih Kode Di SMPN 2 Sambas Dalam Kajian Sosiiolinguistik” dijadikan
sebagai judul rencana penelitian ini.
B. Masalah Penelitian
Masalah penelitian pada dasarnya merupakan hasil kajian teoritis dan
empiris dari suatu fenomena atau objek yang menjadi sasaran penelitian
yang menimbulkan tanda tanya bagi peneliti mengapa demikian (Zuldafrial
dan Muhammad Lahir, 2012: 23).
Masalah dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu masalah umum
dan sub-sub masalah (masalah khusus). Adapun masalah umum dari
penelitian ini adalah “Bagaimana alih kode di SMPN 2 Sambas dalam kajian
sosiolinguistik ?”. Sedangkan sub-sub masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk alih kode di SMPN 2 Sambas ?
2. Apa faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode di SMPN 2 Sambas
?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian, maka secara umum tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan alih kode di SMPN 2 Sambas
yang dikaji dalam bidang kajian sosiolinguistik. Sedangkan tujuan
khususnya adalah untuk mengetahui:
5. 5
1. Bentuk alih kode di SMPN 2 Sambas.
2. Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode di SMPN 2 Sambas.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan kegunaan yang didapatkan dari adanya
penelitian ini. Adapun manfaat penelitian dalam rencana penelitian ini
terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan
sumbangan pikiran dalam bidang ilmu sosiolinguistik khususnya dalam
kajian alih kode.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat:
a. Bagi guru
Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi guru, yakni dapat
memberikan pengalaman dan wawasan bagi guru bahawa dalam
proses belajar mengajar harusnya lebih dominan menggunakan
bahasa Indonesia, dan bahasa daera digunakan sebagai bahasa
pengantar saja.
b. Bagi Siswa
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada
siswa mengenai alih kode yang sering mereka lakukan, agar nanti
kedepannya mereka bisa melakukan alih kode di saat yang tepat.
E. Ruang Lingkup
Menurut Esti Ismawati, (2011: 4) ruang lingkup penelitian Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia mencakup wilayah yang amat luas baik pada
tatanan input, proses, maupun output PBSI. Dalam proposal penelitian ini,
ruang lingkup penelitian adalah definisi operasional.
Definisi operasional adalah definisi yang diperlukan untuk
memperjelas dan merinci variabel penelitian menjadi gejala-gejala yang
6. 6
akan diungkapkan dalamm penelitian. Definisi operasional dalam proposal
penelitian ini adalah:
1. Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan
penelahaan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian, untuk
memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
2. Alih kode adalah peristiwa peralihan bahasa yang dilakukan penutur
karena disebabkan situasi dan kondisi.
3. SMPN 2 Sambas merupakan satu diantara sekolah yang terdapat di
Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas dan merupakan sekolah
kebanggaan karena SMPN 2 Sambas merupakan sekolah yang
terakreditasi A dan Sekolah Standar Nasional.
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian pendidikan adalah cara ilmiah yang digunakan
untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan,
dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga
pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan
mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan (Sugiyono, 2013: 6).
Jadi berdasarkan permasalah yang ada, maka metode penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif yang mana
menggambarkan secara tepat mengenai permasalahan alih kode yang
terjadi di lingkungan SMPN 2 Sambas.
2. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam proposal penelitian ini adalah
bentuk penelitian kualitatif yang dimana mendeskripsikan hasil
penelitian dengan kalimat-kalimat tanpa menggunakan hitungan
statistik dan lebih mementingkan proses daripada hasil.
3. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa dan guru di SMPN 2 Sambas.
7. 7
4. Teknik dan Alat Pengumpul Data
a. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1) Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan berperan serta
secara pasif. Pengamatan ini dilakukan terhadap guru maupun
siswa ketika proses belajar mengajar maupun pada saat istirahat.
2) Wawancara
Wawancara yang dilakukan dalam penelitan ini adalah dengan
mewawancarai atau memberikan sejumlah pertanyaan kepada
siswa maupun guru yang terlibat dalam proses penelitian.
3) Teknik Sadap
Teknik sadap merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara merekam percakapan yang terjadi, baik
pada saat proses belajar mengajar maupun kegiatan di luar kelas
(saat istirahat).
b. Alat Pengumpul Data
Menurut Djaali (dalam Esti Ismawati, 2011: 98), alat pengumpul
data adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Oleh
karena itu, berdasarkan teknik yang digunakan, maka alat
pengumpul data dalam penelitian ini adalah:
1) Lembar Pengamatan
Lembar pengamatan digunakan pada saat penulis melakukan
pengamatan secara langsung di lokasi penelitian yang telah
ditentukan.
2) Lembar Wawancara
Lembar wawancara berisi pertanyaan yang ditujukan penulis
kepada subjek penelitan.
3) Alat Perekam
Alat perekam digunakan pada saat pneulis melakukan teknik
sadap. Hal ini dilakukan untuk merekam pembicaraan yang
8. 8
terjadi baik pada saat proses belajar mengajar maupun di luar
jam belajar (istirahat).
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis kritis yang mencakup kegiatan untuk mengungkap
peristiwa alih kode yang terjadi di lingkungan SMPN 2 Sambas.
Analisis dilakukan berdasarkan kriteria normatif yang diturunkan dari
kajian teoritis maupun dari ketentuan yang ada.
G. Jadwal Penelitian
No Tahap September Oktober November Desember Januari Februari
1 Pengumpula
n Referensi
2 Pembuatan
Proposal
3 Pengumpula
n Proposal
4 Perbaikan
Proposal
5 Analisis
6 Desain
9. 9
BAGIAN II
LANDASAN TEORI
A. Sosiolinguistik
Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau
menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai
bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat
manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial.
Oleh karean itu, segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia dalam bertutur
akan selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di sekitarnya.
Sebagaimana yang dinyatakan Fishman (dalam Wijana, 2011: 7) bahwa
who speaks what languange to whom and when. Sosiolinguistik sebagai
ilmu yang bersifat interdispliner yang menggarap masalah-masalah
kebahasaan dalam hubungannya dengan faktor-faktor sosial, situasional,
dan kulturalnya.
Para ahli bahasa mengatakan bahwa sosiolinguistik bermula dari
adanya asumsi akan keterkaitan bahasa dengan faktor-faktor
kemasyarakatan sebagai dampak dari keadaan komunitasnya yang tidak
homogen (Wijana, 2011: 8).
Pernyataan para ahli tersebut di atas, bahwa masyarakat, budaya, dan
bahasa tidak dapat terpisahkan memang sesuai dengan pernyataan Sapir
(Wardaugh, 1986) yaitu bahwa seseorang tidak dapat memahami bahasa
tanpa mengetahui budayanya dan sebaliknya orang tidak dapat memahami
budaya suatu masyarakat tanpa memahami bahasanya.
Menurut Halliday (1976) dalam Cohesion in English mengungkapkan
bahwa wacana sama dengan teks; teks itu sendiri diformulasikan sebagai
rangkaian kalimat yang saling berkaitan dan bukan merupakan unti
gramatikal, melainkan merupakan satu unit makna.
Sedangkan Kridalaksana (1984) mengatakan bahwa wacana adalah
satuan bahasa terlengkap dalam hirarki gramatikal yang merupakan satuan
10. 10
tertinggi dan terbesar yang direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh
(sperti novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat,
atau paragraf yang membawa amanat lengkap.
Mengacu pada pengertian wacana, maka tindak komunikasi dalam
bahasa sangat berkaitan antar unsur tekstual maupun ektratekstual Oleh
karena itu, suatu wacana tidak dapat terlepas dari faktor-faktor luar bahasa
atau kontekstual yang memengaruhi terjadinya peristiwa berbahasa
tersebut.
Sehubungan dengan peristiwa tutur dan tindak tutur dalam sebuah
wacana, maka penutur akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor luar
bahasa, sebagaimana Dell Hymes (1986) menandai terjadinya peristiwa
tutur antara penutur dan mitra tutur dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut
atau terkenal dengan SPEAKING. SPEAKING terdiri dari delapan unsur,
yaitu S (setting/scane), P (participant), E (end), A (act), K (key), I
(instrument), dan G (genre).
Sementara itu, faktor-faktor yang memengaruhi peristiwa tutur tersebut
menurut Halliday (1984) terkemas menjadi tiga unsur yaitu Field (yang
berhubungan dengan apa yang sedang terjadi pada bidang tertentu), Tenor
(yang berkaitan dengan pelibat atau partisipan yang tersangkut dalam
interaksi verbal), dan Mode (yang berkaitan dengan pemilihan bentuk
bahasa atau wacana yang harus digunakan dalam interaksi) secara mutlak
akan memengaruhi cara-cara berinteraksi antara pengirim (penutur atau
penulis) dan lawan tutur (pendengar atau pembaca).
Berdasarkan keterangan di atas, maka pada gilirannya cara-cara
berinteraksi yang dibentuk dengan atau oleh berbagai ubahan bebas akan
memengaruhi wujud bahasa atau secara lebih luas wujud wacana yang
merupakan ubahan gayutnya. Artinya sebuah tuturan suatu wacana tidak
terlepas dari faktor-faktor sosial baik penutur dan mitra tuturnya.
11. 11
B. Alih Kode
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang dari Sabang
sampai Merauke sehingga menyebabkan negara ini kaya, kaya akan budaya,
adat istiadat, agam, ras, suku, dan tentunya bahasa. Bahasa merupakan alat
komunikasi vital yang digunakan seseorag dalam berkomunikasi.
Indonesia, meskipun memiliki banyak bahasa daerah, namun semuanya
dapat menyatu dalam satu bahasa, bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan seseorang yang berasal dari
daerah maupun suku yang sama, pasti akan menggunakan bahasa daerahnya
dalam berkomunikasi meskipun mereka berada dalam lingkungan formal.
Tapi mereka akan kembali menggunakan bahasa Indonesia jika berinteraksi
dengan orang lain yang berbeda daerah maupun suku. Disinilah letak
terjadinya peristiwa alih kode.
1. Hakikat Alih Kode
Menurut Suwito (dalam Wijana, 2011: 179), alih kode adalah
peristiwa peralihan kode yang satu ke kode yang lain, misalnya seorang
penutur yang awalnya menggunakan kode A (bahasa Indonesia)
kemudian beralih menggunakan kode B (bahasa daerah). Peristiwa alih
kode mungkin pula terwujud alih varian, alih ragam, alih gaya, atau alih
register.
Selain itu, alih kode merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa
karena berubahnya situasi (Appel, 1976). Berbeda dengan Appel,
Hymes mengatakan bahwa alih kode bukan hanya terjadi antarbahasa,
melainkan juga terjadi antara ragam-ragam bahasa dan gaya ragam
bahasa yang terdapat dalam satu bahasa.
Kontak yang terjadi terus-menerus antara dua bahasa atau lebih di
dalam situasi masyarakat yang bilingual cenderung mengakibatkan
gejala kebahasaan. Oleh karena itu, alih kode sangat erat kaitannta
dengan kedwibahasaan. Dalam keadaan kedwibahasaan seorang
penutur akan sering mengganti bahasa atau ragam bahasa sesuai dengan
keperluan atau kepentingan berbahasa itu.
12. 12
Selain itu, dalam masyarakat dwibahasa hampir tidak mungkin
seorang penutur menggunakan satu bahasa secara mutlak tanpa sedikit
pun menafaatkan bahasa lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa alih kode
merupakan peristiwa peralihan bahasa yang dilakukan seseorang
dengan melihat situasi dan kondisi.
2. Jenis-jenis Alih Kode
Secara umu terdapat dua jenis alih kode, yaitu:
a. Alih Kode Intern
Alih kode intern merupakan alih kode yang terjadi antarbahasa-
bahasa daerah dalam satu bahasa nasional, antara dialek-dialek
dalam satu bahasa daerah, atau antara beberapa ragam dan gaya yang
terdapat dalam satu dialek.
b. Alih Kode Ekstern
Alih kode ekstern merupakan alih kode yang terjadi antarbahasa
nasional dengan bahasa asing, misalnya antara bahasa Indonesia
dengan bahasa Internasional, yaitu bahasa Inggris.
3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode
Alih kode adalah peristiwa kebahasaan yang disebabkan oleh faktor-
faktor luar bahasa, terutama faktor-faktor yang sifatnya sosiosituasional.
Beberapa faktor yang biasanya merupakan penyebab terjadinya alih
kode adalah:
a. Pembicara atau penutur.
b. Pendengar atau lawan tutur.
c. Hadirnya penutur ketiga.
d. Pokok pembicaraan atau topik.
e. Untuk membangkitkan rasa humor.
f. Untuk sekedar bergengsi.
13. 13
DAFTAR PUSTAKA
Ismawati, Esti. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Sugiyono. (2013) Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suwandi, Sarwiji, (2012). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya
Ilmiah. Surakarta: Yuma Pustaka.
Wijana, Putu, dan Rohmadi, M. (2011). Sosiolinguistik. Kajian Teori dan Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Zuldafrial dan Lahir, M. (2012). Penelitian Kualitatif. Surakarta: Yuma Pustaka.