1. “PRINSIP PEMBIAYAAN DALAM
EKONOMI SYARI’AH”
Erlina Nurmalia (13080574025)
Rendy Ari Wijaksono (14080574029)
Dita Ayusnia Pramudyani (14080574033)
Wahyu Dini Noviana (14080574034)
Citra Amalia F. (14080574092)
Master Arwin S. (14080574134)
BISNIS
INTERNASIONAL
2. Prinsip Pembiayaan Dalam Ekonomi Syari’ah
Sistem pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut sudut
pandang yuridis adalah sebagai berikut:
1.Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan prinsip
musyarakah
2.Pembiayaan jual beli berdasarkan prinsip murabahah, prinsip istishna, dan
prinsip as-salam
3.Pembiayaan sewa-menyewa berdasarkan prinsip ijarah (sewa murni) dan
ijarah al-muntahia bit-tamlik (sewa beli atau sewa dengan hak opsi)
3. 1. MURABAHAH
Murabahah merupakan akad jual beli yang disepakati
antara Bank syariah dengan nasabah, dimana bank
menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau
modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan
dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga
beli bank dari pemasok + margin keuntungan) pada waktu yang
ditetapkan sesuai kesepakatan.
4. Tujuan pembiayaan murabahah
1. Bank Islam mendapatkan keuntungan yang pantas dari
pembiayaan murabahah.
2. Beberapa bank Islam memiliki pengalaman untuk membeli
produk tertentu.
3. Untuk klien, bank Islam mendanai pembelian produk
kemudian pembeli (klien) akan membayar dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan.
4. Pembiayaan murabahah memberikan alternatif jual-beli
bebas riba sebagai perbandingan dalam sistem perbankan
konvensional.
5. • Bank Islam memberitahu biaya modal kepada nasabah.
• Kontrak pertama harus syah.
• Kontrak harus bebas dari unsur riba.
• Bank Islam harus memiliki dan menguasai barang komoditi tersebut sebelum
menjualnya ke klien.
• Komoditi yang diperjual-belikan harus halal.
• Bank Islam seharusnya mengungkapkan setiap cacat yang terjadi setelah
pembelian atas produk dan membuka semua hal yang berhubungan dengan cacat.
• Bank Islam harus membuka semua ukuran yang berlaku bagi harga pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
• Jika syarat dalam 1, 6 atau 7 tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan: melanjutkan
pembelian seperti apa adanya, kembali kepada penjual dan menyatakan
ketidaksetujuan atau membatalkan kontrak.
• Prosedur Pembiayaan Murabahah.
Syarat-Syarat Pembiayaan Murabahah
6. Prosedur Pembiayaan Murabahah
1. Klien meminta bank melalui form tertulis untuk membeli produk
tertentu, dimana klien akan membeli melalui murabahah.
2. Bank Islam mempelajari form surat permohonan klien
3. Setelah memeriksa dan mengesahkan pembiayaan murabahah, bank
meminta pembeli untuk menandatangani kontrak perjanjian.
4. Setelah bank Islam membeli produk, kemudian bank Islam dan pembeli
menandatangani kontrak penjualan murabahah.
5. Pembeli menerima produk.
7. Pembayaran murabahan oleh pihak nasabah pembeli
dalam bank islam dapat dilakukan secara tunai atau cicilan.
Metode Pembayaran Murabahah dikategorikan menjadi 3:
– Murabah Naqdan (Tunai)
– Murabahah muajjal, dengan cicilan
– Murabahah muajjal, dengan lump sum (sekaligus)
Metode Pembayaran Murabahah
8. Pembiayaan murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa
pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang
setelah terdapat pemesanan dari nasabah. Pembiayaan murabahah dengan pesanan,
menurut ulama syariah terdahulu dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat
nasabah untuk membeli barang yang dipesanya. Namun, menurut para ulama syariah
modern berpendapat bahwa pemesanan barang bersifat mengikat nasabah, demi
menghindari kemudharatan. Karena pembiayaan murabahah dengan pesanan dapat
bersifat mengikat atau tidak mengikat, bank dapat meminta hamish ghadiyah/ uang
muka pembelian kepada nasabah ketika ijab-qabul Bila kemudian bank telah membeli
barang pesanan, sedangkan pembeli membatalkanya, hamish ghadiyah dapat
digunakan untuk menutupi kerugian bank.
Pembiayaan Murabahan dengan Pesanan
9. Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam
praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk
membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa
pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang
akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan
pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang
memindahkan piutang dengan yang berutang.
2. Hiwalah
10. Macam-macam Hiwalah
Mazhab Hanafi membagi hawalah/hiwalah menjadi beberapa bagian.
Ditinjau dari segi obyek akad, hawalah dapat dibagi dua:
– Hawalah/Hiwalah al Haqq: ialah Apabila yang dipindahkan itu merupakan hak
menuntut utang
– Hawalah/Hiwalah Ad-dain: Yaitu apabila yang dipindahkan itu kewajiban
membayar hutang.
Dari sisi lain hiwalah terbagi menjadi dua:
– Al Hawalah/Hiwalah al Muqoyyadah: (Pemindahan bersyarat ) yaitu
pemindahan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada
pihak kedua.
– Al Hawalah/Hiwalah al Muthlaqah: (Pemindahan mutlak) yaitu pemindahan
utang yang tidak ditegaskan sebagsi ganti dari pembayaran utang pihak
pertama kepada pihak kedua.
11. Ulama hanafiyah berpendapat bahwa yang menjadi rukun hawalah
adalah Ijab (peryataan melakukan hiwalah) dari pihak pertama. Qabul (peryataan
menerima hiwalah) dari pihak kedua dan ketiga. Sedangkan menurut jumhur
ulama yang terdiri dari malikiyah, syafiinya dan hanabilah, rukun hawalah ada 6
yaitu:
a. Pihak pertama
b. Pihak kedua
c. Pihak ketiga
d. Utang pihak pertama kepada pihak kedua
e. Utang pihak ketiga kepada pihak pertama
f. Shigat (peryataan hiwalah)
Rukun Hiwalah
12. Syarat Hiwalah
• Kerelaan orang yang mengalihkan hutang / mahil
• Persetujuan orang yang melakukan hutang / muhal
• Keadaan hutang yang dipindahkan sudah tetap menjadi
tanggungan, dengan kata lain bukan piutang yang
kemungkinan dapat gugur, seperti piutang maskawin
perempuan yang belum berkumpul dengan suaminya.
• Adanya persamaan hutang yang menjadi tanggungan muhal
dan muhal ‘alaih (orang yang menerima pemindahan hutang
dari mahil, baik dalam jenis, waktu bayar dan waktu
penangguhan.
13. Rahn (Gadai) adalah perjanjian (akad) pinjam meminjam
dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang.
Sehingga dapat disimpulkan gadai adalah menjadikan suatu
benda itu berharga sebagai jaminan sebagai tanggungan utang
berdasarkan perjanjian (akad) antara orang yang memiliki
hutang dengan pihak yang memberi hutang.
3. Rahn
14. Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran
kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang
digadaikan wajib memenuhi kriteria :
• Milik nasabah sendiri.
• Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.
•Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
Tujuan akad rahn
15. Rukun rahn dan syarat yaitu:
• Shighat atau ijab qabul
• Aqid (yang menggadaikan/Rahin dan yang menerima
gadai/Murtahin)
• Barang yang dijadikan jaminan (marhun)
• Adanya hutang
Rukun dan Syarat Rahn
16. Berakhirnya akad rahn dengan beberapa keadaan:
•1. Marhun (Barang Rahn) dikembalikan kepada pemiliknya
•2. Marhun dijual paksa oleh murtahin
•3. Rahin melunasi semua hutang
•4. Hutang dibebaskan atau dipindahtangankan
•5. Rahin meninggal dunia
•6. Pembatalan rahn oleh murtahin
Akhir Rahn & Risiko Ar-Rahn
Adapun risiko yang mungkin terjadi pada rahn apabila diterapkan sebagai
produk adalah :
a. Risiko tak terbayarnya utang nasabah (wanprestasi)
b. Risiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.
17. Al-Qardh adalah Akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak
tertentu (Muqtaridh) yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama
sesuai pinjaman. Muqridh dapat meminta jaminan atas pinjaman kepada
Muqtaridh. Pengembalian pinjaman dapat dilakukan secara angsuran
ataupun sekaligus.
4. Al-Qardh
18. – ‘Aqid
– Ma’qud ‘Alaih
– Shighat (Ijab Dan Qabul)
Rukun Dan Syarat Al-Qardh