2. NASABAH
Pemilik
dan
Penitip
Dana
Nasabah mitra,
pengelola
investasi,
pembeli,
penyewa
Instrumen
penyaluran
dana lain yang
dibolehkan
BANK SYARIAH
SEBAGAI
PENGELOLA
DANA/
PENERIMA
DANA TITIPAN
SEBAGAI
PEMILIK
DANA/PENJUAL
/ PEMBERI
SEWA
SEBAGAI
PENYEDIA
JASA
KEUANGAN
1. Penghimpun
Dana
Jasa administrasi
tabungan, ATM,
transfer, kliring,
Letter of Credit, Bank
Garansi, transaksi
valuta asing dsb.
2. Penyalur
Dana
3. Menerima Pendapatan
4. Menyalurkan Pendapatan
5. Penyediaan Jasa
Bagi hasil, margin, fee
Bagi hasil / bonus
SISTEM OPERASIONAL
BANK SYARIAH
Fungsi Maal/Sosial
1. Menghimpun dan
menyalurkan dana
Zakat
2. Menghimpun dan
menyalurkan dana
kebajikan
4. Pembiayaan konsumen
Ciri pembiayaan konsumen
1. Nasabah biasanya bersifat perorangan
2. Dipergunakan untuk membiayai barang-barang konsumtif
3. Sumber pembayarannya berasal dari gaji atau pendapatan
lainnya yang bukan dari obyek yang dibiayai.
• Contoh Pembiayaan konsumen:
– pembiayaan kepemilikan rumah (KPR), yaitu fasilitas pembiayaan
untuk pembelian/pembangunan/renovasi rumah tinggal, rumah
susun, ruko, rukan, apartemen, dan villa atau untuk pembelian
kavling/tanah matang atau untuk refinancing, dengan jaminan
berupa obyek yang dibiayai.
5. Pembiayaan konsumen
• Contoh lain Pembiayaan konsumen:
– pembiayaan kendaraan, yaitu fasilitas pembiayaan bank untuk
pembelian kendaraan bermotor roda 2 baru, atau ronda 4 baru
atau refinancing roda 4, dengan jaminan berupa kendaraan
bermotor yang dibiayai tersebut.
– pembiayaan multiguna, yaitu fasilitas pembiayaan bank untuk
segala keperluan yang bersifat konsumtif dengan jaminan berupa
tanah dan bangunan milik debitur.
– Kartu kredit, yaitu: fasilitas pembiayaan tanpa agunan yang
diberikan kepada perorangan pemilik kartu yang diterbitkan oleh
bank tertentu setelah aplikasi permohonan kartu kreditnya
disetujui oleh bank yang bersangkutan
6. Apa akad untuk Pembiayaan
Konsumen?
• Murabahah (mostly used)
• Ijarah (sometimes used)
• Istisna’ (rarely used)
8. Murabahah adalah akad jual beli barang
dengan harga jual sebesar biaya
perolehan ditambah keuntungan yang
disepakati dan penjual harus
mengungkapkan biaya perolehan barang
tersebut kepada pembeli (PSAK 102
Paragraf 5).
Definisi dan Penggunaan
9. Definisi dan Penggunaan
Transaksi murabahah dapat dilakukan
secara tunai dan tangguh. Pembayaran
transaksi murabahah tangguh dapat
dilakukan :
1.Mencicil setelah
barang diterima,
merupakan praktik
yang banyak
digunakan.
2.Membayar sekaligus di
kemudian hari, diterapkan
pada nasabah pembiayaan
dengan karakteristik
penerimaan pendapatan
musiman
10. Rukun Transaksi Murabahah
1. Transaktor
(Pihak yang
bertransaksi)
2. Objek Akad
Murabahah
3. Ijab & Kabul
Penjual (Bank
Syariah) dan
Pembeli
(Nasabah)
Barang yang
diperjualbelika
n dan Harga
barang
Pernyataan
kehendak
masing-
masing pihak
11. Rukun Transaksi Murabahah
1. Transaktor (Pihak yang
bertransaksi)
Dewan Syariah Nasional membolehkan Bank
sebagai penjual meminta uang muka kepada
nasabah sebagai pembeli.
Dewan Syariah Nasional membolehkan Bank
syariah meminta nasabah menyediakan jaminan
yang dapat disimpan oleh Bank.
12. Rukun Transaksi Murabahah
1. Transaktor (Pihak yang
bertransaksi)
DSN MUI membolehkan Bank Syariah
menerapkan sanksi berupa denda sejumlah
uang tertentu kepada nasabah yang menunda-
nunda kewajibannya padahal memiliki
kemampuan untuk melunasi kewajibannya.
13. Rukun Transaksi Murabahah
Transaksi Murabahah dapat dilakukan
dengan:
1. Tanpa pesanan
Bank bertindak sebagai penjual barang yang
diperolehnya tanpa adanya pesanan terlebih
dahulu dari nasabah
2. Berdasarkan pesanan
Bank bertindak sebagai penjual barang yang
diperolehnya dengan adanya pesanan terlebih
dahulu dari nasabah
2. Objek Akad Murabahah
16. Pengawasan Syariah
Murabahah
Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan
oleh syariah Islam.
Memastikan bank menjual barang tersebut kepada nasabah
dengan harga jual senilai harga beli plus margin. Dalam hal
nasabah membiayai sebagian dari harga barang tersebut,
maka akan mengurangi tagihan bank kepada nasabah.
Meneliti apakah akad wakalah telah dibuat oleh bank secara
terpisah dari akad murabahah, apabila bank hendak
mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang tersebut
dari pihak ketiga.
Akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang
secara prinsip menjadi milik bank yang dibuktikan dengan
faktur atau kuitansi jual beli yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Meneliti pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah
18. 12.1 DEFINISI DAN PENGGUNAAN
Ijarah dan ijarah Muntahiyah Bit tamlik (IMBT)
merupakan transaksi sewa menyewa yang diperbolehkan
oleh syariah.
Akad ijarah merupakan akad yang memfasilitasi
transaksi pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah tanpa diikuti pemindahan
kepemilikan barang.
Akad IMBT memfasilitasi transaksi ijarah, yang pada
akhir masa sewa, penyewa diberi hak pilih untuk
memiliki barang yang disewa dengan cara yang disepakati
oleh kedua belah pihak.
19. Lanjutan.....
Keunggulan transaksi ijarah dan IMBT
dibandingkan transaksi lainnya Bagi bank
syariah:
1) Dibandingkan dengan akad
murabahah, akad ijarah lebih fleksibel
dalam hal objek transaksi.
2) Dibandingkan dengan investasi, akad
ijarah mengandung resiko usaha yang
lebih rendah, yaitu adanya pendapatan
sewa yang relatif tetap
20. 12.2 KETENTUAN SYARI’I, RUKUN TRANSAKSI DAN
PENGAWASAN SYARIAH RANSAKSI IJARAH DAN
TRANSAKSI IMBT
12.2.1. Ketentuan syar’i Transaksi Ijarah dan Transaksi
IMBT
Berdasarkan terminologi, Ijarah adalah memindahan
kepemilikan fasilitas dengan imbalan. Penyewaan dalam
sudut pandang Islam meliputi dua hal yaitu;
1. Penyewaan terhadap potensi atau sumber daya manusia,
misalnya adalah menyewa seseorang untuk membantu
pekerjaan dalam waktu tertentu;
2. Penyewaan terhadap suatu fasilitas, seperti penyewaan
tempat tinggal, tanah garapan atau mobil angkutan.
21. Lanjutan.....
Ketentuan Syar’i :
Transaksi ijarah untuk
penggunaan jasa
Transaksi ijarah
Transaksi IMBT
Fatwa DSN no 27
tahun 2000.
Fatwa DSN no 44
tahun 2004.
Fatwa DSN no
09 tahun 2000.
22. 12.2.2 Rukun Transaksi Ijarah
Rukun transaksi ijarah meliputi :
(a) transaktor yakni penyewa dan pemberi
sewa,
(b) objek ijarah, yakni fasilitas dan uang
sewa; dan
(3) ijab dan kabul menunjukkan serah terima,
baik berupa ucapan atau perbuatan.
23. a. Transaktor
Transaktor terdiri atas penyewa (nasabah) dan pemberi sewa (bank
syariah). Kedua transaktor disyaratkan memiliki kompetensi berupa akil
baligh dan kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak
sedang dipaksa dan yang lain yang sejenis. Implikasi perjanjian sewa
kepada bank syariah sebagai pemberi sewa adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan aset yang disewakan
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset
c. Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan
Adapun kewajiban nasabah sebagai penyewa adalah:
a. Membayar sewa dan bertanggungjawab untuk menjaga keutuhan
aset yang disewa serta menggunakannya sesuai kontrak.
b. Menanggung biaya pemeliharaan yang sifatnya ringan (tidak
materiil).
c. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak
penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas
kerusakan tersebut.
24. b. Objek ijarah
Objek kontrak ijarah meliputi pembayaran sewa dan manfaat dari
penggunaan aset. Adapun ketentuan objek ijarah adalah sebagai berikut:
1. Objek ijarah adalah maanfaat dari penggunaaan barang dan jasa.
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam
kontrak.
3. Fasilitasnya mubah (dibolehkan).
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai syariah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan ketidaktahuan yang akan mengakibatkan sengketa
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas termasuk
jangka waktunya.
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar kepada LKS
sebagai pembayaran manfaat.
8. Ketentuan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam
ukuran waktu, tempat dan jarak.
25. C. Ijab dan kabul
Ijab dan kabul dalam akad ijarah merupakan
peryataan dari kedua belah pihak yang
berkontrak, dengan cara penawaran dari
pemilik aset (bank syariah) dan penerimaan
yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
26. Pembiayaan multijasa dengan skema
ijarah adalah pembiayaan yang diberikan oleh
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada
nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu
jasa dengan menggunakan akad ijarah.
Pembiayaan multijasa hukumnya boleh (jaiz)
dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah.
12.2.3.Rukun Transaksi Ijarah Untuk Pembiayaan
Multijasa
27. Berdasarkan fatwa DSN no 27 tahun 2002,
disebutkan bahwa pihak yang melakukan transaksi
IMBT harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu.
Dengan demikian pada akad IMBT, juga berlaku semua
rukun dan syarat transaksi ijarah. Adapun akad
perjanjian IMBT harus disepakati ketika akad ijarah
ditandatangani. Selanjutnya pelaksanaan akad
pemindahaan kepemilikan, baik dengan jual beli atau
pemberian hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah
selesai.
12.2.4. Rukun Transaksi IMBT
28. 12.3. ALUR TRANSAKSI IJARAH DAN IMBT
2. membeli
barang/jasa
pada
pemasok
4. membayar sewa pada bank
5. mengalihkan hak milik
barang ijarah pada akhir
masa sewa (khusus
IBMT)
1. Negosiasi
dan Akad
Ijarah
3. menggunakan
objek ijarah
OBJEK IJARAH
(Barang/Jasa)
Nasabah
sebagai
penyewa
Bank Syariah
sebagai
pemberi sewa
barang/jasa
29. 12.2.5. Pengawasan Syariah Transaksi Ijarah dan IMBT
a. Memastikan penyaluran dana berdasarkan prinsip ijarah tidak
dipergunakan untuk kegiatan yang bertentangan dengan prinsip
syariah;
b. Memastikan bahwa akad pengalihan kepemilikan dalam IMBT
dilakukan setelah akad ijarah selesai, dan dalam akad ijarah, janji
(wa’ad) untuk pengalihan kepemilikan harus dilakukan pada saat
berakhirnya akad ijarah;
c. Meneliti pembiayaan berdasarkan prinsip ijarah untuk multijasa
menggunakan perjanjian sebagaimana diatur dalam fawa yang
berlaku tentang multijasa dan ketentuan lainnya antara lain
ketentuan standar akad;
d. Memastikan besar ujrah atau fee multijasa dengan menggunakan
akad ijarah telah disepakati di awal dan diyatakan dalam bentuk
nominal bukan dalam bentuk persentase.
31. DEFINISI DAN PENGGUNAAN
► Bai ‘ al istishna ‘ atau disebut dengan istishna’, merupakan
kontrak jual beli dalam bentuk pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli, mustahni’) dan penjual (pembuat, shani’).
► Barang yang diperjualbelikan biasanya adalah barang
manufaktur.
► Dalam hal pembayaran, transaksi istishna’ dapat dilakukan di
muka, melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu waktu
pada masa yang akan datang.
► Penggunaan akad istishna’ oleh bank syariah diindonesia relatif
masih minim.
32. Ketentuan syar’i Transaksi Istishna’
dan Istishna’ Paralel
► Menurut mazhab Hanafi, istishna’ hukumnya boleh
karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat
muslim sejak masa awal tanpa ada ulama yang
mengingkari.
► Ketentuan syar’I transaksi istishna’ diatur dalam
fatwa DSN no 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual
beli istishna’. Fatwa tersebut mengatur tentang
ketentuan pembayaran, dan ketentuan barang.
33. Rukun Transaksi Istishna
1. Transaktor
► Terdiri atas pembeli dan penjual, disyaratkan memiliki
kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan memilih yang
optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa dan yang lain
sejenis.
► Untuk transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan
izin dan pantauan dari walinya.
► Terkait dengan penjual, DSN mengharuskan agar penjual
menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas
dan jumlah yang telah disepakati.
► Penjual diperbolehkan menyerahkan barang lebih cepat
dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah
barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menuntut
tambahan harga.
34. 2. Objek Istishna
Meliputi barang yang diperjualbelikan dan harga barang
tersebut. Ketentuan DSN terkait barang istishna’ :
► Harus jelas spesifikasinya
► Penyerahannya dilakukan kemudian
►Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan
► Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya
► Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan
► Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati;
► Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi
pemesan, bukan barang massal
Lanjutan ………
35. 3. Ijab kabul
● Merupakan pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak,
dengan cara penawaran dari penjual (bank syariah) dan
penerimaan yang dinyatakan oleh pembeli (nasabah)
Menurut PSAK no 104 paragraf 12 pada dasarnya Istishna’
tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi :
a) Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya
b) Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang
dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad
Lanjutan ………
36. Rukun Transaksi Istishna’ Paralel
► Berdasarkan fatwa DSN no 6 tahun 2000, disebutkan
bahwa akad istishna’ kedua (antara bank sebagai
pembeli dengan petani sebagai penjual) harus
dilakukan terpisah dari akad pertama.
► Adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad
pertama sah.
► Rukun-rukun yang terdapat pada akad istishna’
pertama juga berlaku pada akad istishna’ kedua
37. 8.Kirim dokumen pengiriman
4. Pemasok kirim tagihan penyelesaian barang
Bank Syariah
Sebagai penjual
(shani’) pada
istishna’ 1 dan
Pembeli
(mustashni’)
pada istishna’ 2
Nasabah
sebagai
Pembeli
(mustashni’)
Pemasok
(shani )
3. Buat barang
7.Kirim
barang
6. Penagihan pada pembeli
5.bayar
ALUR TRANSAKSI ISTISHNA’ PARALEL
2.Negosiasi,
Pesan
barang
dan Akad
Istishna’
1.Negosiasi,
Pesan
barang
dan Akad
Istishna’
9. Pelunasan pembayaran
38. Pengawasan syariah Transaksi Istishna’ dan Istishna
paralel
Pengawasan tersebut dilakukan oleh DPS untuk :
1. Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan
oleh syariah islam
2. Meneliti apakah bank membiayai pembuatan barang yang
diperlukan nasabah sesuai pesanan dan kriteria yang
disepakati;
3. Memastikan akad Istishna’ dan akad Istishna’ paralel dibuat
dalam akad yang terpisah;
4. Memastikan bahwa akad Istishna’ yang sudah dikerjakan
sesuai kesepakatan hukumnya mengikat, artinya tidak dapat
dibatalkan kecuali memenuhi kondisi, antara lain (i) kedua
belah pihak setuju untuk menghentikan akad Istishna’, dan
(ii) akad ini batal demi hukum karena timbul kondisi hukum
yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad
39. Pembiayaan Komersial
Ciri Pembiayaan komersial
• Nasabahnya bisa perorangan atau badan usaha
• Dipergunakan untuk membiayai kegiatan usaha.
• Sumber pembayaran biasanya berasal dari usaha yang dibiayai
itu.
Beberapa contoh pembiayaan komersial :
– pembiayaan mikro, yaitu fasilitas pembiayaan yang diberikan untuk
membiayai kegiatan usaha mikro
– pembiayaan usaha kecil, yaitu fasilitas pembiayaan yang diberikan
untuk membiayai kegiatan usaha kecil
– pembiayaan usaha menengah, yaitu fasilitas pembiayaan yang
diberikan untuk membiayai kegiatan usaha menengah
– pembiayaan korporasi, yaitu pembiayaan yang diberikan untuk
membiayai korporasi atau perusahaan
42. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang di
salurkan oleh bank syariah kepada pihak lain untuk
suatu usaha yang produkif.
Teknis
Antonio,
(2001).
Akad kerjasama usaha antara
dua pihak di mana pihak
pertama (shohibul maal )
menyediakan seluruh (100%)
modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola.
DEFINISI
43. Keuntungan
Dibagi menurut kesepakatan
dalam kontrak.
DEFINISI
Kerugian
Bukan diakibatkan oleh
kelalaian si pengelola
Diakibatkan oleh kelalaian si
pengelola
Ditanggung oleh pemilik
modal
Ditanggung oleh pengelola
modal
44. Ketentuan Syar’i Mudharabah
Menurut PSAK no.105 :
1. Mudharabah Muqayyadah
Shohibul maal memberikan batasan kepada mudharib mengenai
tempat, cara
dan objek investasinya
Bank syariah berperan sebagai agen (mirip dengan manajer
investasi pada
perusahaan sekuritas).
Imbalan yang diterima berupa fee dan bersifat tetap.
Dua jenis mudharabah muqayyadah dalam praktik perbankan,
yakni :
a.Mudharabah muqayyadah executing
b.Mudharabah muqayyadah chanelling
KETENTUAN SYAR’I, RUKUN TRANSAKSI, DAN
PENGAWASAN SYARIAH TRANSAKSI MUDHARABAH
45. 2. Mudharabah Muthlaqah
Shahibul maal memberikan kebebasan penuh kepada
mudharib dalam pengelolaannya.
Peran bank syariah :
a. Pada Tabungan Mudharabah sebagai pengelola
dana.
b. Pada Pembiayaan, berperan sebagai pemilik dana.
3. Mudharabah musytarakah
Bentuk mudharabah dimana pengelola dana
menyertakan modal dalam kerjasama investasi. Akad
ini merupakan solusi sekiranya dalam perjalanan
usaha, pengelola dana memiliki modal yang dapat
dikontribusikan dalam investasi
46. Rukun Transaksi Mudharabah
Tiga rukun transaksi :
a. Transaktor (pemilik modal dan
pengelola)
b. Objek mudharabah (modal dan usaha)
c. Ijab kabul
47. • Transaktor dalam transaksi mudharabah adalah
investor dan pengelola modal.
• Investor biasa disebut dengan istilah shohibul
maal atau rabbul maal, sedang pengelola modal
biasa disebut dengan istilah mudharib.
• Kedua pihak disyaratkan memiliki kompetensi
beraktivitas.
• Kriteria kompetensi tersebut antara lain mampu
membedakan yang baik dan yang buruk (baligh)
dan tidak dalam keadaan tercekal seperti pailit.
TRANSAKTOR
48. • Objek mudharabah meliputi modal dan usaha. Tanpa
dua objek ini, mudharabah tidak dibenarkan
• Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek
mudharabah, sedangkan pelaksana usaha
menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah.
• Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau
barang yang dirinci berapa nilai uangnya.
• Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus
dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap
maupun tidak sesuai dengan kesepakatan dalam
akad.
• Kerja yang diserahkan dapat berbentuk keahlian
menghasilkan barang atau jasa, keahlian mengelola,
keahlian menjual, dan keahlian maupun keterampilan
lainnya.
Objek Mudharabah
49. Objek Mudharabah
• Kesepakatan pembagian keuntungan atau nisbah harus
dinyatakan pada waktu kontrak.
• Berdasarkan PSAK 105 paragraf 22, dinyatakan bahwa
pengakuan penghasilan usaha didasarkan atas realisasi
penghasilan usaha dari pengelola dana dan tidak
diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil
usaha.
• Dewan Syariah Nasional dalam fatwa DSN Nomor 15
Tahun 2000 menyatakan bahwa bank syariah boleh
menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing)
maupun bagi untung (profit sharing) sebagai dasar bagi
hasil.
50. Objek Mudharabah – ketentuan bagi hasil
• istilah revenue sharing yang biasa digunakan oleh industri
perbankan syariah, pada dasarnya identik dan sama dengan
makna gross profit sharing.
• Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah tahun 2007, IAI telah menyatakan secara
eksplisit bahwa dalam hal prinsip pembagian hasil usaha,
terminologi pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah laba
bruto (KDPPLKS paragraf 42).
• PAPSI 2013 dan PSAK no 105 paragraf 11 menyatakan bahwa
pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan
prinsip bagi hasil atau bagi laba dan jika berdasarkan prinsip bagi
hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto, bukan
total pendapatan usaha (omzet). Sementara itu, jika berdasarkan
prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto (net profit),
yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan
pengelolaan dana mudharabah
51. Perbedaan prinsip Bagi Hasil Revenue Sharing
dan Profit Sharing
PRINSIP PROFIT SHARING
Pendapatan Utama:
Bagi hasil
Margin
Sewa
Pendapatan utama lainnya
Dikurangi: hak pihak ketiga
atas bagi hasil
PRINSIP REVENUE SHARING
Ditambah: Pendapatan
operasional lainnya
Dikurangi: Beban operasional
lainnya
Laba/Rugi Bersih
Dasar
Perhitungan
Revenue Sharing
Dasar
Perhitungan
Profit Sharing
Dikurangi: Beban operasional
Pendapatan Utama:
Bagi hasil
Margin
Sewa
Pendapatan utama lainnya
Laba/Rugi Bersih
52. Page 52
SKEMA AL-MUDHARABAH
BANK
Shahibul Maal
NASABAH
(Mudharib)
Proyek / Usaha
Keuntungan
Bagi Hasil
sesuai porsi kontribusi modal
(nisbah)
Modal
PERJANJIAN BAGI HASIL
Modal
100%
Tenaga /
Keahlian
Nisbah
X %
Nisbah
Y %
Pengambilan
Modal Pokok
53. Pengawasan Syariah
Mudharabah
Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap telah
disampaikan oleh bank kepada nasabah, baik secara tertulis
maupun lisan tentang persyaratan pembiayaan mudharabah
telah dilakukan.
Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan
sesuai prinsip syariah.
Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian
pembiayaan mudharabah.
Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat mudharabah.
Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak
termasuk jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan
syariah.
55. dept of acct - umy aps-rizal, aji & ahim (2009)
Definisi
Akad kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk usaha tertentu dengan kondisi
masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana, dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan, sedangkan kerugian
berdasarkan kontribusi dana (PSAK 106).
56. Ada 2:
1.Musyarakah hak milik (syirkatul amlak) adalah
persekutuan dua orang atau lebih dalam
kepemilikan salah satu barang dengan salah satu
sebab kepemilikan seperti jual beli, hibah atau
warisan.
2.Musyarakah akad (syirkatul uqud) adalah akad
kerjasama dua orang atau lebih yang bersekutu
dalam modal atau keuntungan.
Jenis musyarakah berdasarkan apa
yang dikerjasamakan
57. dept of acct - umy aps-rizal, aji & ahim (2009)
Jenis musyarakah berdasarkan perbedaan
peran dan tanggungjawab para mitra yang
terlibat
1. Syirkah Abdan,
adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dari
kalangan pekerja/profesional di mana mereka sepakat
untuk bekerja sama mengerjakan suatu pekerjaan dan
berbagi penghasilan yang diterima.
2. Syirkah Wujuh, adalah kerja sama antara dua pihak di
mana masing-masing pihak sama sekali tidak menyertakan
modal.
58. dept of acct - umy aps-rizal, aji & ahim (2009)
3. Syirkah 'Inan (negosiasi), adalah bentuk kerja
sama di mana posisi dan komposisi pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam hal
modal maupun pekerjaan.
4. Syirkah Mufawwadhah, adalah bentuk kerja sama
di mana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat
di dalamnya harus sama, baik dalam hal modal,
pekerjaan, agama, keuntungan maupun risiko
kerugian.
Jenis musyarakah berdasarkan perbedaan
peran dan tanggungjawab para mitra yang
terlibat
59. Musyarakah Permanen, yaitu musyarakah dengan
ketentuan bagian dana setiap mitra bersifat tetap
hingga akhir masa akad.
Musyarakah menurun atau bisa disebut musyarakah
mutanaqhisha, yaitu musyarakah dengan ketentuan
bagian dana salah satu mitra akan dialihkan
bertahap kepada mitra lainnya, sehingga bagian
dananya akan menurun dan pada akhir masa akad
mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh
usaha itu
Jenis musyarakah berdasarkan perubahan porsi dana para
mitra
60. Rukun Transaksi Musyarakah
1. Dua pihak transaktor
2. Objek Musyarakah (modal, kerja,
keuntungan dan kerugian)
3. Ijab dan kabul yang menunjukkan
persetujuan pihak yang bertransaksi
61. Alur Transaksi Musyarakah
Nasabah
(Mitra Aktif)
Bank
Syariah
(Mitra Pasif)
1. Negosiasi
Dan Akad
Musyarakah
2. Pelaksanaan
Usaha
Produktif
4a. Menerima porsi
laba
5 menerima
kembalian modal
4b.
Menerima
porsi laba
3. membagi hasil usaha.
• Keuntungan sesuai nisbah
• Kerugian tanpa kelalaian
nasabah ditanggung sesuai
modal
62. Pengawasan Syariah Transaksi Musyarakah
a.Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap
telah disampaikan oleh bank kepada nasabah.
b. Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan
sesuai prinsip syariah.
c. Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam
perjanjian investasi musyarakah.
d. Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat
musyarakah.
e. Memastikan bahwa biaya operasional telah dibebankan
pada modal bersama musyarakah
f. Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai
tidak termasuk jenis kegiatan usaha yang bertentangan
dengan syariah.
64. Page 64
SKEMA AL-QARD
BANK NASABAH
Kebutuhan /
Usaha
Modal
100 %
Keuntungan
Perjanjian Qard
Dikembalikan
100 %
Tenaga / Keahlian
Modal
100 %
100 %
65. Pengawasan Syariah Pinjaman
Qardh
Meneliti apakah pembiayaan yang diberikan berdasarkan
prinsip qardh tidak dipergunakan untuk kegiatan yang
bertentangan dengan prinsip syariah;
Meneliti bahwa nasabah yang terkena sanksi denda adalah
nasabah yang lalai, yaitu nasabah yang mempunyai
kemampuan secara ekonomi untuk membayar, namun
sengaja menunda pembayaran;
Memastikan bahwa bank telah memberikan kelonggaran
waktu yang cukup kepada nasabah untuk melunasi
kewajibannya dalam hal nasabah tersebut mengalami
kesulitan keuangan akibat penurunan usaha;
66. Pengawasan Syariah Pinjaman
Qardh
Meneliti apakah pendapatan yang diterima bank dari
nasabah atas pengenaan sanksi telah diakui sebagai sumber
dana kebajikan;
Memastikan sumber dana yang digunakan untuk
pembiayaan qardh konsumtif dan bersifat sosial adalah
bukan berasal dari dana investasi atau modal bank;
Memastikan bahwa sumber dana yang digunakan untuk
pembiayaan qardh dalam rangka dana talangan nasabah
adalah berasal dari modal bank.