1. 1
FUNGSI PENGAWASAN DALAM MENINGKATKAN MUTU SEKOLAH
Oleh : A. Kurniawan
PENDAHULUAN
Upaya membangun mutu pendidikan terus dilakukan. Baik oleh pemerintah maupun pihak
sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Dalam usaha memenuhi kebutuhan dan tuntutan
masyarakat terhadap mutu pendidikan. Sekaligus sebagai respon terhadap perubahan kehidupan yang
sangat cepat di era globalisasi. Dengan harapan mutu lulusan pendidikan dapat bersaing dalam
pemenuhan kebutuhan kerja, dan memberikan kesejahteraan bagi keluarga dan masyarakatnya.
Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam upaya membangun mutu pendidikan
adalah penerapan manajemen mutu terpadu di sekolah. Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai
organisasi yang memberikan layanan jasa pendidikan kepada siswa dan masyarakat. Sehingga
manajemen mutu terpadu dapat dikatakan sebagai proses pengelolaan sekolah yang berfokus kepada
pemenuhan kebutuhan dan kepuasan siswa dan masyarakat. Upaya pembaharuan yang dilakukan
pemerintah tidak akan membuahkan hasil jika tidak ada upaya yang sama dari pihak sekolah.
Penyelenggaran manajemen mutu terpadu di sekolah membutuhkan kerjasama kepala sekolah, guru
dan karyawan sebagai pelaksana utama.
Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam upaya membangun mutu pendidikan
adalah penerapan manajemen mutu terpadu di sekolah. Penyelenggaran manajemen mutu terpadu di
sekolah membutuhkan kerjasama kepala sekolah, guru dan karyawan sebagai pelaksana utama.
Komitmen masyarakat dan sekolah amatlah penting dalam kebersamaan merencanakan dan
melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, serta melakukan perbaikan terus
menerus dalam mencapai pendidikan yang bermutu. Namun fungsi manajemen tidak hanya berhenti
pada tahap pelaksanaan, tetapi masih ada tahap pengontrolan/pengawasan. Pengontrolan/pengawasan
berada pada tahap akhir fungsi manajemen, yang diperlukan agar fungsi -fungsi manajemen yang lain
dapat berjalan sesuai dengan tugasnya.
Pada pendidikan formal fungsi pengotrolan/pengawasan ditugaskan pada jabatan pengawas
sekolah. Pengawas sekolah adalah tenaga kependidikan yang diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan dalam meningkatkan kualitasnya. Sebagai penunjang penyelenggaraan
pendidikan tentunya pengawas memiliki peran dan kontribusi yang penting. Termasuk juga dalam
pelaksanaan manajemen mutu terpadu.
Pengawas sekolah merupakan pelaksana teknis fungsional di bidang pengawasan akademik dan
manajerial pada sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan. Tanggung jawab pengawas sekolah
adalah tercapainya mutu pendidikan di sekolah yang dibinanya. Sedangkan manajemen mutu terpadu
adalah cara mengelola lembaga pendidikan dengan perbaikan yang dilakukan terus menerus atas jasa,
manusia, produk, dan lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para
pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Dalam penerapan manajemen mutu terpadu peran pengawas dapat diimplikasikan berdasarkan
delapan kompetensi pengawas dari pemikiran Wiles & Bondi yaitu sebagai pengembang siswa,
pengembang kurikulum, spesialis pembelajaran, pekerja hubungan manusiawi, pengembang staf,
pengembang administrator, manajer perubahan, dan evaluator.
Dewasa ini dengan adanya perkembangan masyarakat terutama masyarakat Indonesia dan
perkembangan pendidikan dari sebelum Indonesia merdeka hingga saat ini tentu menjadi kewajiban dan
tanggung jawab para pemimpin pada umumnya dan kepala sekolah pada khususnya yang juga turut
serta mengalami perkembangan dan perubahan. Perubahan tersebut ada tiga aspek yaitu, perubahan
dalam tujuan yang mana tujuan tersebut mengubah tujuan pendidikan dan mengubah luasnya
2. tanggungjawab para pemimpin pendidikan. Hal ini juga mengubah bagaimana sifat-sifat kepemimpinan
yang harus dijalankan sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Ketika Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, pendidikan Indonesia bersifat sentralisasi
maksudnya adalah segala sesuatunya seperti bangunan sekolah, kurikulum, jumlah murid, buku-buku
pelajaran, cara mengajar dan sebagainya telah ditetapkan dan diselenggarakan oleh pemerintah sentral.
Sementara kewajiban kapala sekolah dan para guru hanya menjalankan apa yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah.
Namun setelah penjajahan berakhir dan Indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan telah
didesentralisasikan kepada daerah-daerah yaitu masyarakat diikutsertakan dalam usaha pendidikan. Di
sisi lain, tanggungjawab kepala sekolah dan para guru semakin luas yaitu disamping mengatur jalannya
sekolah juga harus dapat bekerja sama dan berhubungan erat dengan masyarakat. Bahkan kepala
sekolah dan para guru berkewajiban untuk membangkitkan semangat kinarja antara staf guru, pegawai
sekolah ataupun kepala sekolah itu sendiri untuk bekerja lebih baik, membangun dan memelihara
kekeluargaan, kekompakan dan persatuan antara guru-guru, pegawai sekolah dan muridmuridnya.
Hingga saat ini tugas kepala sekolah dan para guru makin dikembangkan seperti yang telah di
jabarkan di atas tadi masih banyak lagi seperti mengembangkan kurikulum sekolah, mengetahui rencana
sekolah dan tahu bagaimana menjalankannya, memperhatikan dan mengusahakan kesejahteraan para
guru dan para pegawainya. Semua ini merupakan tugas kepala sekolah dan para guru sebagai bagian
dari fungsi supervisi (pengawasan) yang menjadi kewajibannya sebagai pemimpin pendidikan.
Keberadaan supervisi dalam pendidikan sudah menjadi sebuah keharusan karena supervise
merupakan aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah
lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Supervisi pendidikan adalah pembinaan yang
berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan
mutu mengajar dan belajar pada khususnya. Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa
Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar agar memperoleh kondisi yang
lebih baik. Meskipun tujuan akhirnya tertuju pada hasil belajar siswa, namun yang diutamakan dalam
supervisi adalah bantuan kepada guru.
2
KONSEP MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA PENDIDIKAN
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada
ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer, dan pegawai lainnya untuk dapat menunjang
aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Nitisemito (1996:11)
mengemukakan manajemen personalia adalah manajemen yang mengkhususkan diri dalam bidang
personalia atau dalam bidang kepegawaian. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan
bentuk pengakuan pentingnya anggota organisasi (personil) sebagai sumber daya yang dapat
mendukung tercapainya tujuan organisasi, pelaksanaan fungsi, dan kegiatan organisasi untuk menjamin
bahwa mereka dipergunakan secara efektif dan adil demi kepentingan organisasi, indivi du, dan
masyarakat (Tim Pakar Manajemen Pendidikan, 2003:68-69).
Hal ini merupakan wujud pengakuan akan peranan penting MSDM dalam organisasi, tantangan
pengelolaan sumber daya manusia (SDM) secara efekif, dan perkembangan cabang ilmu pengetahuan
dan profesionalisasi dalam bidang MSDM. Kemajuan teknologi menciptakan pekerjaan baru dan
mempercepat menghilangnya pekerjaan. Collingridge dan Ritchie (1979:1) berpendapat MSDM
merupakan bagian pekerjan manajemen yang berhubungan dengan manusia, baik sebagai
perseorangan maupun sebagai kelompok, dan dengan sumbangannya pada efektivitas organisasi.
3. MSDM merupakan suatu kegiatan pengelolaan yang meliputi pendayagunaan, pengembangan,
penilaian, dan pemberian balas jasa bagi manusia sebagai individu anggota organisasi . Samsudin
(2006:23) mengemukakan hal-hal yang berkenaan dengan MSDM adalah:
1. Penekanan yang lebih dari biasanya terhadap pengintegrasian berbagai kebijakan SDM dengan
3
perencanaan,
2. Tanggung jawab pengelolaan SDM tidak lagi menjadi tanggung jawab manajer khusus, tetapi
manajemen secara keseluruhan,
3. Adanya perubahan dari hubungan serikat pekerja manajemen menjadi hubungan manajemen
karyawan,
4. Terdapat aksentuasi pada komitmen untuk melatih para manajer agar dapat berperan optimal
sebagai penggerak dan fasilitator.
Tujuan MSDM adalah memperbaiki kontribusi produktif pegawai terhadap organisasi dengan
cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial. Tujuan MSDM mencerminkan strategi
manajer dan menyeimbangkan tantangan organisasi, fungsi SDM, dan orang-orang yang terpengaruh.
Secara umum tujuan MSDM mencakup empat aspek yaitu tujuan sosial, tujuan organisasional,
tujuan fungsional, dan tujuan individual.
1. Tujuan sosial MSDM adalah agar organisasi bertanggung jawab secara sosial dan etis terhadap
kebutuhan dan tantangan masyarakat dengan meminimalkan dampak negatifnya (Samsudin,
2006:30). Organisasi menghasilkan output bagi kelompok tertentu di masyarakat. Organisasi
sekolah dalam hal ini peserta didik dan alumni diharapkan dapat meningkatkan kualitas
masyarakat dan membantu memecahkan masalah sosial. Implementasi tujuan sosial dalam
bidang bidang pendidikan khususnya sekolah adalah program Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dan
program bakti sosial.
Bentuk nyata dari kegagalan suatu organisasi mengkaitkan pencapaian tujuannya dengan
pencapaian tujuan masyarakat secara luas yang tercermin dalam dua wujud yaitu masyarakat
akan kehilangan kepercayaan terhadap organisasi sekolah dan sebagai akibat hilangnya
kepercayaan tersebut masyarakat tidak lagi memberikan dukungannya kepada kebijaksanaan
dan kegiatan organisasi tersebut.
2. Tujuan organisasional adalah sasaran formal yang dibuat untuk membantu organisasi mencapai
tujuannya. Bagian MSDM dibentuk untuk membantu dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Personil sekolah didayagunakan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan
sekolah. Efektifitas sekolah tergantung dengan efektifitas SDM yang ada di sekolah. Kunci
kelangsungan berjalannya organisasi sekolah terletak pada efektifitas kepala sekolah dal am
membina dan memanfaatkan keahlian guru dan pegawai dengan berupaya meminimalkan
kelemahan SDM.
3. Tujuan fungsional adalah tujuan untuk mempertahankan kontribusi SDM pada tingkat yang
sesuai dengan kebutuhan organisasi (Samsudin, 2006:32). Sehingga kepala sekolah dalam hal ini
berupaya meningkatkan pengelolaan guru dan pegawai dengan cara memberikan pelayanan
konsultasi yang tepat, mengelola program rekrutmen yang efektif, pelatihan, dan mampu
menguji realitas ketika guru dan pegawai mengemukakan gagasan baru untuk mengembangkan
sekolah.
4. Tujuan individual adalah tujuan pribadi dari tiap anggota organisasi yang akan dicapai melalui
aktivitasnya dalam organisasi (Samsudin, 2006:32). Apabila tujuan organisasi dan tujuan pribadi
tidak sesuai maka dapat dimungkinkan pegawai akan memilih untuk menarik diri dari organisasi.
Kepala sekolah harus pula terfokus pada pencapaian kesesuaian pencapaian tujuan dengan
guru, dengan mengkaji pengetahuan, kemampuan, kebutuhan, dan minat guru di sekolah.
4. Collingridge dan Ritchie (1979:2) mengemukakan organisasi berusaha menciptakan kondisi
dimana setiap pegawai terdorong untuk memberi sumbangan sebaik mungkin bagi efektifitas organisasi.
Hal ini penting bagi kepala sekolah karena sekolah tidak dapat efektif dan efisien yang maks imal tanpa
kerja sama penuh dari guru dan pegawai.
MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja secara efektif dan
efisien sehingga tercapai tujuan bersama, organisasi, karyawan, dan masyarakat (Gary, 2003). Sehingga
MSDM memiliki kewajiban untuk memahami perubahan yang semakin komplek selalu terjadi di
lingkungan organisasi, mengantisipasi perubahan tersebut baik perubahan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan memahami dimensi internasional yang mulai mempengaruhi organisasi akibat informasi
yang berkembang cepat.
Salah satu hal yang penting dalam Manajemen di bidang Pendidikan adalah yang berkaitan
dengan Personil/Sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan, baik itu Pendidik seperti
guru maupun tenaga Kependidikan seperti tenaga administratif. Intensitas dunia pendidikan
berhubungan dengan manusia dapat dipandang sebagai suatu perbedaan penting antara lembaga
pendidikan/organisasi sekolah dengan organisasi lainnya, ini sejalan dengan pernyataan Sergiovanni
(1987:134) yang menyatakan bahwa: ”Perhaps the most critical difference between the school and most
other organization is the human intensity that characterize its work. School are human organization in
the sense that their products are human and their processes require the sosializing of humans”.
Ini menunjukan bahwa masalah sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat dominan dalam
proses pe ndidikan/pembelajaran. Hal ini juga berarti bahwa mengelola sumberdaya manusia
merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan proses pendidikan/pembelajaran di
sekolah.
Sumberdaya manusia dalam konteks manajemen adalah ”people who are ready, willing, and
able to contribute to organizational goals (Wherther and Davis, 1993:635). Oleh karena itu Sumberdaya
Manusia dalam suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan memerlukan pengelolaan dan
pengembangan yang baik dalam upaya meningkatkan kinerja mereka agar dapat memberi sumbangan
bagi pencapaian tujuan. Meningkatnya kinerja Sumber Daya Manusia akan berdampak pada semakin
baiknya kinerja organisasi dalam menjalankan perannya di masyarakat.
Meningkatkan kinerja Sumber Daya Manusia memerlukan pengelolaan yang sistematis dan
terarah, agar proses pencapaian tujuan organisasi dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ini
berarti bahwa manajemen Sumber Daya Manusia merupakan hal yang sangat penting untuk
keberhasilan perusahaan, besar atau kecil, apapun jenis industrinya (Schuller and Jackson, 1997:32).
Aspek Manajemen Sumberdaya Manusia menduduki posisi penting dalam suatu
perusahaan/organisasi karena setiap organisasi terbentuk oleh orang-orang, menggunakan jasa mereka,
mengembangkan keterampilan mereka, mendorong mereka untuk berkinerja tinggi, dan menjamin
mereka untuk terus memelihara komitmen pada organisasi merupakan faktor yang sangat penting
dalam pencapaian tujuan organisasi (De Cenzo&Robbin, 1999:8). Menurut Barney
(Bagasatwa,(ed),2006:12) system Sumber Daya Manusia dapat mendukung keunggulan kompetitif
secara terus menerus melalui pengembangan kompetensi SDM dalam organisasi.
4
RESPON PENDIDIKAN TERHADAP MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Secara skematis adanya saling ketergantungan antara pendidikan dengan perkembangan bisnis
dalam merespon kebutuhan sumber daya manusia yang unggul mampu menampilkan kinerja yang
bermutu. Konsep learning organization berkenaan dengan berbagai upaya untuk Melaksanakan
5. pembelajaran secara terorganisasi, sehingga bisa mencapai suatu tujuan yang diharapkan, terutama
dalam membentuk kematangan pribadi dan dalam masyarakat.
Dengan demikian sesungguhnya learning organization adalah untuk meningkatkan kemampuan
sumber daya manusia dalam berorganisasi, sehingga tercipta sinergi kelembagaan yang berkelanjutan.
Nilai-nilai individu teintegrasi pada budaya organisasi yang beradab dan bermartabat dengan didukung
oleh suatu komitmen yang kuat terhadap visi yang diyakini bersama. Dimana proses belajar tersebut
berorientasi pada kebutuhan untuk terus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, sesuai dengan
adanya tuntutan perubahan dalam berbagai bidang kehidupan.
Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan berbagai cara dan strategi,
diantanya adalah sebagai berikut :
1. Melalui pre service education
2. Melalui in service education
Keunggulan mutu sumberdaya manusia akan ditandai oleh sinergi antara keluasan penguasaan ilmu
pengetahuan dan ketrampilan memanfaatkan teknologi informasi, yang diwujudkan dalam perilaku
keseharian secara nyata. Maka hal ini akan mendorong organisasi untuk meraih competitive advantages
and comvarative advantages.
Dalam persaingan global yang semakin ketat dewasa ini, peran pendidikan dalam manjemen
sumber daya manusia bahwa pendidikan semakin penting dalam rangka human invesment. Dimana
organisasi akan membutuhkan kehadiran sumber daya manusia produktif, kreatif, inovatif dan
profesional. Dengan demikian maka harus diciptakan strategi pedagogik untuk mewujudkan suasana
kondusif yakni competitive intelegence dan memenangkan komptesisi bisnis global melalui kerjasama
kemitraan dalam sebuah kolaborasi networking.
Dalam membangun networking bisnis pada saat sekarang, persaingan justru dilakukan di dalam
wadah kerja sama. Dengan kata lain pendidikan dan pelatihan merupakan salah sau langkah stratejik
untuk meningkatkan mutu kinerja sumber daya manusia agar mampu merespon tantangan dunia bisinis,
khusunya melalui peningkatan produktivitas individu dan kelompok. Proses belajar dalam
mengantisipasi perubahan dan perkembangan bisnis, bukan semata-mata melalui jalur pendidikan
formal pada berbagai jenjang pendidikan, melainkan lebih cenderung pada proses learning dalam
praktik bisnis.
Dalam upaya untuk menjalankan manajemen sumber daya manusia yang lebih efektif, ada
banyak gagasan baru yang diperkenalkan kedalam sistem sekolah, disertai dengan revisi terhadap
gagasan lama yang sudah dijalankan sekian lama. Sebuah gagasan atau proses yang saat ini banyak
menyita perhatian adalah manajemen mutu terpadu di sekolah. Setiap proses yang bisa
mengembangkan manajemen sumber daya manusia di sebuah sekolah, pada akhirnya akan mampu
mengembangkan kemampuan belajar para siswa.
5
KONSEP MUTU PENDIDIKAN
Mutu merupakan konteks yang dinamis, wujudnya dapat berupa kepuasan. Kepuasan ini dapat
dilihat dari dua sisi, pertama dari sisi produsen dan yang kedua dari sisi pengguna. Mutu bersifat dinamis
karena ukuran kepuasan akan selalu berubah dengan cepat sejalan dengan perubahan waktu dan
perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat. Itulah sebabnya, konsep mutu harus dikaitkan dengan
upaya perbaikan secara terus-menerus dan berkelanjutan (continuous qual ity improvement). Dari sisi
produsen mutu dapat digambarkan sebagai sesuatu hasil yang telah sesuai atau melebihi dari apa yang
ada dalam perencanaan program. Program perencanaan dimaksud meliputi input, proses, dan
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan atau output. Namun mutu atau kepuasan dari sisi produsen
belum tentu sama dengan mutu atau kepuasan menurut pelanggan.
6. Dikatakan bermutu menurut pelanggan apabila program-program, kegiatan, dan hasil yang
dicapai telah sesuai atau melebihi apa yang diharapkan oleh pelanggan itu sendiri. Menyiasati agar ada
relevansi antara mutu yang dimaksud oleh pelanggan, dalam hal ini sekolah, maka harus ada kerja sama
antara sekolah dengan pihak pengguna pendidikan dalam penentuan dan pembuatan program-program
kegaitan yang akan dilaksanakan di sekolah.
Pengukuran mutu dari sisi produsen (sekolah) disebut quality in fact sedangkan pengukuran
mutu dari sisi pelanggan disebut sebagai quality in perception. Adapun standar yang dipakai pengukuran
quality in fact adalah standar proses dan pelayanan, yakni yang sesuai dengan spesifikasi dalam
perencanaan, cocok dengan tujuan dan dilaksanakan dengan tanpa kesalahan (zero defect) atau
mengerjakan sesuatu yang benar sejak pertama dan seterusnya (right first time and every time). Standar
yang digunakan untuk pengukuran quality in perception adalah standar pelanggan, yakni kepuasan
pelanggan yang dapat meningkatkan permintaan dan harapan pelanggan (Hari Suderadjat, 2005 : 2).
Mutu merupakan suatu keadaan yang esensi dalam segala hal , termasuk dalam dunia
pendidikan. Karena pendidikan di sekolah yang tidak bermutu lambat laun akan mati ditinggalkan
pelanggannya dan kalah bersaing oleh penyelenggara pendidikan yang bermutu. Mengingat esensinya
masalah mutu, ditegaskan oleh Syafaruddin (2005 : 34) bahwa : “Konsep sekolah bermutu (unggul) perlu
ada dalam konsep setiap kepala sekolah.” Memandang mutu pendidikan tidak bisa serta merta hanya
dilihat dari sisi mutu lulusannya saja, karena yang paling penting justru harus mempertanyakan proses
meningkatkan mutu lulusan. Jelasnya, hal-hal yang dapat dan berpengaruh terhadap mutu lulusan
adalah suatu proses dan fasilitas-fasilitas pendukungnya dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan.
Proses yang dimaksud tiada lain berupa layanan yang diberikan kepada pelanggan pendidikan,
baik kepada siswa sebagai pelanggan utama yang menerima layanan pendidikan dan pembelajaran,
maupun orang tua dan masyarakat sebagai pengguna hasil pendidikan. Dalam upaya mencapai lulusan
yang bermutu tentu harus melalui tahap proses yang bermutu, yakni memberikan layanan pendidikan
dengan mengerahkan segala sumber daya sebagai pendukungnya, baik sumber daya material maupun
nonmaterial.
Sejalan dengan itu, Syafaruddin (2002 : 37) menjelaskan sebagai berikut : Tuntutan terhadap
pelayanan terbaik juga menjadi perhatian manajemen mutu terpadu, tak terkecuali dalam pendidikan.
Sekolah-sekolah pada dewasa ini tidak hanya cukup menawarkan program studi dengan kurikulum
tertentu, orang tua dan pelajar menjadi puas. Akan tetapi, sekolah juga harus menyediakan alat-alat
belajar dan mengajar yang relevan dengan perkembangan zaman untuk mendukung kemajuan proses
pembelajaran dan pengajaran. Gedung sekolah yang bagus diisi dengan sarana dan fasilitas belajar yang
baik dan fungsional, tempat bermain pelajar, serta pelayanan yang prima terhadap pelajar, guru, orang
tua, dan masyarakat. Situasi dan kondisi sekolah yang kondusif akan memberikan kontribusi positif bagi
mutu proses dan mutu produk (lulusan) sekolah.
Sesuai dengan gambaran tersebut di atas dapat dikatakan bahwa layanan pendidikan mencakup
dimensi proses dan dimensi sarana prasarana. Proses berupa pelaksanaan pembelajaran, metode,
komunikasi, motivasi, dan sebagainya. Sarana prasarana berupa alat-alat pembelajaran, gedung, dan
lingkunang sekolah yang kondusif. Bermutu atau tidaknya proses dan sarana prasarana pendidikan
sebagai indikator dalam layanan pendidikan dapat dibandingkan dengan standar yang tertuang dalam
PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang di dalamnya mencakup standar isi, standar
proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pembiayaan,
dan standar pengelolaan. Apabila sarana prasarana, dan proses yang dilakukan telah sesuai denga
rencana dan harapan pelanggan, maka layanan pendidikan dapat memuaskan produsen maupun
pelanggan. Dengan kata lain, layanan pendidikan yang bermutu adalah layanan pendidikan yang sesuai
dengan rencana dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan serta dapat memenuhi harapan dan
kebutuhan pelanggan.
6
7. Satu hal yang sangat mendasar dalam upaya peningkatan mutu pendidikan adalah peningkatan
mutu layanan pendidikan. Samtono (http//sma1-sltg.sch.id/modules.php?name=News&new_topic=2)
menjelaskan bahwa : “Untuk mendapatkan standar mutu merupakan suatu keharusan menggunakan
konsep manajemen yang menggunakan pendekatan mutu, yang kemudian kita kenal dengan istilah
‟manajemen mutu‟.” Ada lima dimensi yang diarahkan untuk mutu layanan pendidikan sebagaimana
dikemukakan oleh Zeitham, Parasuraman, dan Berry dalam Media Informasi Pendidikan
(http//Google.pakguruonline) sebagai berikut :
1. Tangibles, yaitu berkaitan dengan penampilan fisik lembaga, peralatan, pegawai dan sarana
7
komunikasi.
2. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan layanan sebagaimana yang dijanjikan, terpercaya,
akurat, dan konsisten.
3. Responsiveness, yaitu kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan dengan
cepat.
4. Assurance (kombinasi dari courtery competence,, credibility, scurity), yaitu kemampuan staf
lembaga untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan melalui rasa hormat dan pengetahuan
yang mereka miliki.
5. Empathy (kombinasi dari acess, communication, understanding the customer), yaitu perhatian staf
lembaga yang diberikan kepada pelanggan secara individu.
Indikator untuk mengukur dimensi-dimensi mutu layanan pendidikan sebagaimana tersebut di
atas dapat mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Selain itu, juga harus memperhatikan kriteria-kriteria
pendidikan yang baik, seperti dikemukakan dalam Renstra Depdiknas 2005-2009 (2005 : 84)
sebagai berikut : Program dan latihan kegiatan pendidikan yang baik memiliki lima kriteria yang bisa
disingkat dengan SMART (specific, measurable, achievebel, realistic, timebound). Kriteria tersebut dapat
digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan indikator kinerja pendidikan yang terukur dan yang
dapat dicapai sebagai target/sasaran masing-masing program.
Sekolah sebagai suatu organisasi yang memberikan jasa layanan pendidikan, mempunyai tujuan
yang diharapkan tercapai secara optimal. Itulah sebabnya, dilakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan mutu elemen-elemen yang ada di dalamnya. Secara umum unsur-unsur yang ada dalam
organisasi sekolah ini terdiri dari tiga dimensi yaitu masukan (input), proses, dan keluaran (output ).
1. Input, meliputi peserta didik, kurikulum, dana, data dan informasi, pendidik dan tenaga
kependidikan, motivasi belajar, kebijakan-kebijakan dan perundang-undangan, sararan dan
prasarana, serta lingkungan.
2. Proses, meliputi lama waktu belajar dan mengikuti pendidikan, kesempatan mengikuti
pembelajaran, efektivitas pembelajaran, mutu proses pembelajaran, metode dan strategi
pembelajaran.
3. Output, meliputi jumlah siswa yang lulus atau naik kelas, nilai ujian, jumlah siswa yang bekerja dan
diteriama pada lapangan kerja, peran serta lulusan dalam pembangunan dan kehidupan
bermasyarakat.
Dari unsur-unsur tersebut di atas yang berkenaan dengan mutu layanan pendidikan adalah
unsur masukan (input) dan unsur proses. Sedangkan mutu lulusan merupakan hasil dari layanan
pendidikan yang bermutu, perwujudannya dari unsur proses yang bermutu dengan didukung input yang
bermutu. Dengan kata lain, mutu layanan pendidikan diperoleh dari hasil pengelolaan input dan proses
pendidikan dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen mutu.
Dalam implementasi pelaksanaan manajemen mutu, yakni untuk meningkatkan mutu
pendidikan dapat menerapkan prinsip-prinsip manajemen mutu total (TQM) yang dikemukakan oleh
Henster dan Brunel (Samtono, http//sma1-sltg.sch.id) sebagai berikut :
1. Kepuasan pelanggan.
8. Dalam manajemen mutu total diperlukan konsep tentang mutu dan pelanggan. Mutu tidak hanya
bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi mutu tersebut ditentukan oleh
pelanggan. Pelanggan itu meliputi pelanggan internal dan eksternal. Kebutuhan pelanggan
diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk di dalamnya harga, keamanan, dan
ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala aktivitas harus dikoordinasikan untuk memuaskan para
pelanggan.
8
2. Respek terhadap setiap orang.
Di sekolah setiap personel sekolah dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas
tersendiri yang unik. Dengan demikian warga sekolah merupakan sumber daya sekolah yang paling
berharga. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi
kesempatan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan.
3. Manajemen berdasarkan fakta.
Sekolah bermutu berorientasi pada fakta, yakni setiap keputusan yang diambil selalu berdasarkan
pada data-data dan bukan berdasarkan pada perasaan.
Ada dua konsep pokok berkaitan dengan hal ini, pertama prioritisasi yaitu suatu konsep bahwa
perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu,
berdasarkan data sekolah dapat memfokuskan usahanya pada situasi atau kegiatan tertentu yang
dianggap paling penting. Konsep kedua, variasi atau vitabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat
memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem
organisasi.
Dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang
dilakukan.
4. Perbaikan berkesinambungan.
Untuk mencapai kesuksesan setiap sekolah harus melakukan proses secara sistematis dalam
melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku di sini adalah siklus PDCA (plan-do-
check-act), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan
hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.
PENGERTIAN KONSEP MANAJEMEN MUTU TERPADU DI SEKOLAH
Sekolah merupakan suatu sistem organisasi yang terdiri dari komponen kepala sekolah, guru,
karyawan, siswa, kurikulum, sarana pra sarana, dan lingkungan. Sebagai suatu organisasi, maka sekolah
memiliki tujuan yang ingin dicapai dengan melibatkan segala sumber daya, serta berbagai aktivitas yang
dikoordinir oleh kepala sekolah sebagai pemimpin. Kegiatan untuk menggerakkan semua komponen
secara teratur untuk mencapai tujuan sering disebut sebagai manajemen.
Secara umum manajemen dapat diartikan sebagai upaya sekelompok orang yang bertugas
mengarahkan aktivitas orang lain kearah tujuan yang akan dicapai. Dalam konteks sekolah, manajemen
adalah upaya yang dilakukan pimpinan sekolah untuk mengarahkan aktivitas semua komponen yang ada
ke arah tujuan yang telah ditetapkan.
Manajemen mutu terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM)
dipopulerkan oleh Peter dan Waterman pada tahun 1982 (Usman, 2011: 567). menjelaskan bahwa
manajemen mutu terpadu sebagai budaya organisasi yang ditentukan dan didukung oleh pencapaian
kepuasan pelanggan secara terus menerus melalui sistem terintegrasi yang terdiri dari bermacam alat,
teknik, dan pelatihan-pelatihan. Tindakan perbaikan terus menerus dalam proses organisasi diharapkan
akan menghasilkan produk dan pelayanan yang bermutu tinggi.
Manajemen Mutu Terpadu atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu
pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk
(1994, dalam Yunus, 2003) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) Pendidikan tinggi (bisa pula
9. sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu
harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu berkesinambungan
sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi
kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Berbeda pemikiran, Edward Sallis (2006) menyatakan manajemen mutu terpadu sebagai sebuah
filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis
kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para
pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang. Sedangkan Fandy Tjiptono & Anastasia Diana
(1995) menjelaskan manajemen mutu terpadu sebagai suatu pendekatan dalam usaha memaksimalkan
daya saing melalui perbaikan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan.
Pendapat para ahli walaupun dilihat sekilas berbeda tetapi memiliki satu kesamaan, yang
bermuara pada satu definisi kesimpulan. Manajemen mutu terpadu adalah cara mengelola lembaga
pendidikan dengan perbaikan yang dilakukan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan
dalam rangka memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk
masa yang akan datang.
Goetsch dan Davis (1994) dalam Fariadi, (2010) mengungkapkan sepuluh karakteristik
Manajemen Mutu Terpadu atau TQM yaitu sebagai berikut :
1. Fokus Pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal
merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan
kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas
manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
2. Obsesi Terhadap Kualitas. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas adalah
pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus
terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
3. Pendekatan Ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk
mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang
berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan
dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark ), memantau prestasi, dan melaksanakan
perbaikan.
4. Komitmen jangka Panjang. TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu
dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat
penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5. Kerja sama Team (Teamwork). Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan
dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok
lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
7. Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu
sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus
menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
8. Pendidikan dan Pelatihan. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan
merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar,
yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam
perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
9. Kebebasan Yang Terkendali. Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini
dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan
terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan
pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun
9
10. demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian
yang terencana dan terlaksana dengan baik.
10. Kesatuan Tujuan. Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki
kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun
hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen
dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
11. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan
karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti.
Selanjutnya Hensler dan Brunell (Usman, 2011: 572) menjelaskan empat prinsip utama dalam
manajemen mutu terpadu, antara lain:
1. Kepuasan pelanggan. Mutu tidak hanya bermakna kesesuain dengan spesifikasi tertentu, melainkan
10
mutu ditentukan oleh pelanggan. Sebagai unit layanan jasa, maka pelanggan sekolah adalah:
1) Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi,
2) Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua,
pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan baik
diperguruan tinggi maupun dunia usaha).
2. Respek terhadap setiap orang. Dalam sekolah bermutu, setiap orang dianggap memiliki potensi dan
merupakan aset atau sumber daya yang paling bernilai.
3. Manajemen berdasarkan fakta. Setiap keputusan yang dibuat selalu berdasarkan fakta, bukan pada
perasaan atau ingatan semata.
4. Perbaikan terus menerus. Agar dapat mencapai sukses sekolah perlu melakukan proses sistematis
dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku adalah
KOMPONEN MANAJEMEN MUTU TERPADU DI SEKOLAH
Komponen manajemen terpadu dijelaskan oleh West-Burnham (1997), dalam Usman, (2011:
576) terdiri dari empat komponen yaitu:
1. Prinsip-prinsip. Hal-hal yang harus dilakukan warga sekolah dalam mewujudkan visi, misi, tujuan,
sasaran dan policy sekolah. Peranan kepala sekolah sebagai pimpinan sangat menentukan.
2. Proses. Upaya yang dilakukan warga sekolahuntuk memuaskan pelanggannya.
3. Pencegahan. Upaya sekolah untuk menghindari kesalahan sejak awal. Pencegahan lebih baik
dilakukan perbaikan.
4. Manusia. Warga sekolah yang bekerja secara sinergi dalam suatu manajemen kolegial serta lebih
menekankan pada pentingnya hubungan manusiawi.
Sedangkan Sallis (2003, dalam Usman, 2011: 577) berpendapat lain, Sallis menyatakan
komponen mutu terdiri dari:
1. Kepemimpinan dan strategi. Meliputi komitmen, kebijakan mutu, analisis organisasi, misi dan
rencana strategis, serta kepemimpinan.
2. Sistem dan prosedur. Meliputi efisiensi administratif, pemaknaan data, ISO 9001, dan biaya.
3. Kerja tim. Meliputi pemberdayaan, memanaj diri sendiri, kelompok, alat mutu yang digunakan.
4. Asesmen diri sendiri. Meliputi assesmen sendiri, monitoring dan evaluasi, survei kebutuhan
pelanggan, dan pengujian standar.
Keempat komponen tersebut dipengaruhi dan mempengaruhi oleh: 1) lingkungan pendidikan, 2)
pertanggungjawaban, 3) perubahan kultur/budaya, 4) pihak-pihak yang peduli dan pelanggan.
Manajemen mutu memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengubah cara-cara
tradisional menjadi sekolah yang memiliki mutu tinggi, integritas tinggi terhadap aturan, dan komitmen
11. dari semua level (bawah, tengah, atas). Sebab cara tradisional akan mengalami kesulitan dalam
pengembangan dan perubahan akibat kekakuan dalam setiap keputusan serta kesulitan dalam
mengatasi rintangan. Namun dalam mencapainya dibutuhkan sumber daya manusia yang memil iki
rancangan masa depan, melakukan inovasi dan mau melangkah maju mencapai visi dan misi sekolah.
Dalam hal ini kepala sekolah selaku pimpinan merupakan kunci yang menjadi motor penggerak dalam
memelihara serta memperkuat proses peningkatan mutu secara terus menerus.
Sebelum melaksanakan manajemen mutu terpadu, terlebih dahulu harus diperhatikan delapan
elemen mutu Sashkin dan Kiser (1993, Usman 2011: 586) yang penting dalam melaksanakan manajemen
mutu terpadu, antara lain: 1) informasi mutu harus digunakan untuk meningkatkan mutu, 2) otoritas
harus seimbang dengan tanggung jawab, 3) tersedia hadiah atas keberhasilan, 4) kerja sama menjadi
basis bukan persaingan, 5) warga sekolah harus aman dalam bekerja, 6) harus tersedia iklim
keterbukaan, 7) gaji/upah harus adil, dan 8) warga sekolah harus merasa memiliki.
Dengan mengetahui elemen mutu diharapkan penerapan dapat berjalan lancar. Sesuai langkah-langkah
penerapan manajemen mutu terpadu menurut Goetsh dan Davis seperti yang telah
11
dikemukakan sebelumnya.
FUNGSI MANAJEMEN PADA PENDIDIKAN
Secara umum, ada empat fungsi manajemen yang sering orang menyebutnya “POAC”, yaitu
Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Dua fungsi yang pertama dikategorikan sebagai
kegiatan mental sedangkan dua berikutnya dikategorikan sebagai kegiatan fisik. Suatu manajemen bisa
dikatakan berhasil jika keempat fungsi di atas bisa dijalankan dengan baik. Kelemahan pada salah satu
fungsi manajemen akan mempengaruhi manajemen secara keseluruhan dan mengakibatkan tidak
tercapainya proses yang efektif dan efisien.
1. Fungsi Perncanaan (Planning)
Perencanaan menjadi pegangan setiap pimpinan dan pelaksana untuk dilaksanakan. Dengan
demikian, melalui perencanaan dapat dipersatukan kesamaan pandangan, sikap dan tindak dalam
pelaksanaan di lapangan. Dapat pula dikatakan bahwa pimpinan harus mengetahui secara pasti tujuan
jangka menengah dan di atas perencanaan jangka panjang dan menengah ini, pemimpin pun harus
menentukan perencanaan jangka pendek.
Perencanaan jangka pendek ini harus dirinci berdasarkan skala prioritas, mana yang harus
dikerjakan terebih dahulu dan secara bertahap, serta terencana melaksanakan tahap-tahap berikutnya
sampai tujuan jangka pendek itu dapat tercapai sepenuhnya, perlu diadakan evaluasi untuk
menyempurnakan langkah selanjutnya.
Perencanaan merupakan suatu proses yang tidak berakhir bila rencana tersebut telah
ditetapkan, rencana yang harus diimplementasikan. Setiap saat selama proses implementasi dan
pengawasan, rencana-rencana mungkin memerlukan modifikasi agar tetap berguna. Oleh karena itu
perencanaan harus mempertimbangkan kebutuhan fleksibilitas, agar mampu menyesuaikan diri dengan
situasi dan kondisi baru secepat mungkin.
Perencanaan adalah proses dimana manajemen memutuskan tujuan dan cara mencapainya.
Perbedaan pelaksanaan adalah hasil tipe dan tingkat perencanaan yang berbeda pula. Perencanaan
dalam organisasi adalah esensial, karena dalam kenyataannya perencanaan memegang peranan lebih
dibanding fungsifungsi manajemen lainnya. Fungsi -fungsi pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan sebenarnya hanya melaksanakan keputusan-keputusan perencanaan.
Salah satu aspek yang juga penting dalam perencanaan adalah pembuatan keputusan (making
decision), proses pengembangan dan penyeleksian sekumpulan kegiatan untuk memecahkan suatu
masalah tertentu.
12. Ada empat tahapan dalam perencanaan, yaitu: (a). Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan
(b). Merumuskan tujuan saat ini. (c). Mengidentifikasikan segala peluang dan hambatan. (d).
Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk memecahkan suatu masalah tertentu.
12
2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)
Fungsi pengorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada Sumber Daya Manusia (SDM)
dan sumber daya fisik lain yang dimiliki organisasi pendidikan untuk menjal ankan rencana yang telah
ditetapkan serta menggapai tujuan pendidikan.
Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan
organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya. Dua aspek
utama proses susunan struktur organisasi yaitu departementalisasi dan pembagian kerja.
Departementalisasi adalah pengelompokan kegiatan-kegiatan kerja organisasi agar kegiatan-kegiatan
sejenis saling berhubungan dapat dikerjakan bersama. Hal ini akan tercermin pada struktur
formal suatu organisasi dan tampak atau ditunjukkan oleh bagan suatu organisasi. Pembagian kerja
adalah perincian tugas pekerjaan agar setiap individu pada organisasi bertanggungjawab dalam
melaksanakan sekumpulan kegiatan. Kedua aspek ini merupakan dasar proses pengorganisasian suatu
organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif.
Ada beberapa pengertian organisasi antara lain, seperti yang diinventarisir oleh Ritha F.
Dalimunthe dalam (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1236/1/manajemenritha. pdf)
yaitu: (a). Cara manajemen merancang struktur formal untuk penggunaan yang paling efektif sumber
daya yang ada. (b). Bagaimana organisasi mengelompokkan kegiatankegiatannya, dan pada tiap
kelompok diikuti dengan penugasan seorang manajer yang diberi wewenang untuk mengawasi anggota-anggota
kelompok. (c). Hubungan-hubungan antara fungsi-fungsi, jabatan-jabatan, tugas-tugas dan para
karyawan. (d). Cara para manajer membagi tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam departemen
mereka dan mendelegasikan wewenang yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas tersebut.
Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal mengelompokan
dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi dapat dicapai
dengan efisien. Ada beberapa aspek penting dalam proses pengorganisasian, yaitu : a). Bagan organisasi
formal; b). Pembagian kerja; c). Departementalisasi; d) Rantai perintah atau kesatuan perintah; e).
Tingkat-tingkat hiraki manajemen f). Saluran Komunikasi; dan g). Rentang manajemen dan kelompok
informal yang dapat dihindarkan.
Proses pengorganisasian terdiri dari tiga tahap, yaitu : (a). Perincian seluruh pekerjaan yang
harus dilaksanakan setiap individu dalam mencapai tujuan organisasi, (b). Pembagian beban pekerjaan
menjadi kegiatan-kegiatan yang secara logika dapat dilaksanakan oleh setiap individu.
Pembagian kerja sebaiknya tidak terlalu berat sehingga tidak dapat diselesaikan, atau terlalu
ringan sehingga ada waktu menganggur, tidak efisien dan terjadi biaya yang tidak perlu. (c). Pengadaan
dan pengembangan mekanisme kerja sehingga ada koordinasi pekerjaan para anggota organisasi
menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis. Mekanisme pengkoordinasian ini akan membuat para
anggota organisasi memahami tujuan organisasi dan mengurangi ketidak efisiensian dan konflik.
3. Fungsi Pengarahan (Actuating)
Pengarahan merupakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan
agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien dalam pencapaian
tujuan suatu organisasi. Di dalam manajemen, pengarahan ini bersifat sangat kompleks karena
disamping menyangkut manusia juga menyangkut berbagai tingkah laku dari manusia-manusia itu
sendiri. Manusia dengan berbagai tingkah lakunya yang berbeda-beda.
Ada beberapa prinsip yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan dalam melakukan pengarahan
yaitu : (a). Prinsip mengarah kepada tujuan. (b). Prinsip keharmonisan dengan tujuan. (c). Prinsip
13. kesatuan komando. Pada umumnya pimpinan menginginkan pengarahan kepada bawahan dengan
maksud agar mereka bersedia untuk bekerja sebaik mungkin, dan diharapkan tidak menyimpang dari
prinsip-prinsip di atas.
Cara-cara pengarahan yang dilakukan, seperti yang diungkapkan oleh Ritha F. Dalimunthe
13
berupa:
a. Orientasi
Merupakan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang perlu supaya kegiatan dapat
dilakukan dengan baik.
b. Perintah
Merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang yang berada di bawahnya untuk melakukan
atau mengulangi suatu kegiatan tertentu pada keadaan tertentu.
c. Delegasi wewenang
Dalam pendelegasian wewenang ini pimpinan melimpahkan sebagian dari wewenang yang
dimilikinya kepadabawahannya.
4. Fungsi Pengawasan (Controlling)
Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi
manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang
dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud dan tujuan yang telah
digariskan semula. Controlling (pengawasan) ialah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai
rencana yang ditetapkan (Ulbert Silalahi,2000).
Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar prestasi
dengan sasaran perencanaan, merancang sistem umpan balik informasi, membandingkan prestasi aktual
dengan standar yang telah ditetapkan itu, menentukan apakah terdapat penyimpangan dan mengukur
signifikan tersebut dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua
sumber daya perusahaan yang sedang digunakan sedapat mungkin secara lebih efisien dan efektif guna
mencapai sasaran perusahaan (Bedjo Siswanto,1991).
Pengawasan (controlling) dapat diartikan sebagai proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang
yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan
pekerjaan sesuai dengan rencana semula. (M. Manullang,1998)
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa kegiatan pengawasan dimaksudkan
untuk mencegah penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan dan
sekaligus melakukan tindakan-tindakan perbaikan apabila penyimpangan sudah terjadi dari apa yang
sudah direncanakan.
Dengan demikian kegiatan controlling mengusahakan agar pelaksanaan rencana sesuai dengan
yang ditentukan dalam rencana. Diantara beberapa fungsi manajemen, perencanaan dan pengawasan
(controlling) mempunyai peran yang sangat penting dalam fungsi perencanaan menetapkan tentang apa
yang harus dicapai pada periode tertentu, sedangkan dalam pengawasan (controlling) berusaha untuk
mengevaluasi apakah tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dan kalau tidak dapat dicapai faktor
penyebabnya, sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan (corretive action).
Oleh karena itu betapa eratnya hubungan antara perencanaan dan pengawasan. Dalam
perencanaan aktivitas organisasi, tujuan utama dan sasaran serta metode untuk mencapainya
ditetapkan dengan jelas. Dalam controlling mengukur kemajuan kearah tujuan tersebut dan
memungkinkan pimpinan mendeteksi penyimpangan-penyimpangan dari perencanaan tersebut tepat
pada waktunya untuk melakukan tindakan sebelum penyimpangan menjadi lebih jauh.
14. Dengan perkataan lain pengawasan dan penelitian diperlukan untuk menjamin bahwa
pelaksanaan program kerja tidak terlalu menyimpang dari rencana dan jika tidak ada penyimpangan,
maka itu dapat diterima secara rasional dan efisien.
Dapat kita tarik kesimpulan bahwa fungsi controlling merupakan suatu proses untuk mengawasi
segala kegiatan tertuju pada sasarannya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai serta
merupakan tindakan perbaikan dalam pelaksanaan segala kegiatan progam kerja yang sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
Kata “pengawasan” sering berkonotasi tidak menyenangkan, karena dianggap mengecam
kebebasan dan otonomi pribadi, padahal organisasi sangat memerlukan pengawasan untuk menjamin
tercapainya tujuan, sehingga tugas manajer adalah menemukan keseimbangan antara pengawasan
organisasi dan kebebasan pribadi atau mencari tingkat pengawasan yang tepat.
Pengawasan yang berlebihan akan menimbulkan birokrasi, mematikan kreativitas dan
sebagainya yang akhirnya merugikan organisasi sendiri, sebaliknya pengawasan yang tidak mencukupi
dapat menimbulkan pemborosan sumber daya dan membuat sulit pencapaian tujuan.
Dari berbagai batasan pengawasan (controlling), bahwa tujuan utama dari pengawasan ialah
mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat merealisasikan tujuan
utama, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
instruksi yang telah dikeluarkan dan untuk mengetahui kelemahan-kelamahan serta kesulitan-kesulitan
yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat diambil
tindakan untuk memperbaikinya baik pada waktu itu ataupun waktu-waktu yang akan datang.
Dalam proses pengawasan lebih banyak meliputi tindakan mencari sumber kesulitan dan
14
mengoreksinya. Oleh sebab itu, tujuan fungsi control antara lain adalah :
1) Mencegah terjadinya penyimpangan pencapaian tujuan yang telah direncanakan.
2) Agar proses kerja sesuai dengan prosedur yang telah digariskan atau ditetapkan.
3) Mencegah dan menghilangkan hambatan dan kesulitan yang akan datang, sedang atau mungkin
terjadi dalam pelaksanaan kegiatan.
4) Mencegah penyimpangan penggunaan sumber daya.
5) Mencegah penyalahgunaan otoritas dan kedudukan
Agar tujuan tersebut tercapai, maka akan lebih baik jika tindakan control dilakukan sebelum
terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga lebih bersifat mencegah (preventif control) dibandingkan
dengan tindakan control sesudah terjadi penyimpangan (representative control). Control suatu sistem
akan menjadi efektif apabila :
1) Keluaran yang sesungguhnya diukur dengan tepat dan dibandingkan dengan keluaran yang
diinginkan.
2) Keputusan-keputusan tindakan yang diperlukan dilaksanakan.
3) Umpan balik informasi cukup cepat untuk mengadakan perbaikan-perbaikan sebelum faktor-faktor
dalam proses menjadi tidak sesuai dengan perbaikan-perbaikan yang dibuat
PENGERTIAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MSDM
Banyak ahli di bidang manajemen mengemukakan pandangannya tentang pengertian dari
pengawasan, salah satunya Schermerhorn. Pengawasan menurut Schermerhorn seperti yang dikutip
Ernie Tisnawati dan Kurniawan, adalah suatu proses dalam menetapkan kinerja dan pengambilan
tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah
ditetapkan tersebut. Sedangkan menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert yang juga dikutip oleh Ernie
Tisnawati dan Kurniawan menyataka bahwa control is the process of ensuring that actual activities
conform the plannedactivities.
15. Menurut Sondang P. Siagian, pengawasan adalah Proses pengamatan pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai
dengan rencana yang telah ditentukan. Edang menurut Suyanto, pengawasan adalah segala usaha atau
kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau
kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.
Sedikit berbeda dengan pengertian di atas, Sadali Samsudin mendefenisikan pengawasan SDM
sebagai suatu kegiatan manajemen dalam mengadakan pengamatan terhadap – sekurang-kurangnya –
tujuh aspek, yaitu: (1) sumber daya manusia yang ada dalam organisasi, (2) sumber daya manusia yang
benar-benar dibutuhkan organisasi, (3) pasaran sumber daya manusia yang ada dan memungkinkan, (4)
kualitas sumber daya manusia yang dimiliki dan yang ada di pasaran tenaga kerja, (5) kemampuan
individual dari setiap sumber daya manusia dalam organisasi, (6) upaya meningkatkan kemampuan
sumber daya manusia dalam organisasi, dan (7) semangat kerja sumber daya manusia, dan sebagainya.
Dengan memperhatikan berbagai aspek dalam pengawasan sumber daya manusia ini, perlu
adanya suatu tolok ukur atau penetapan standar minimal yang memungkinkan ketercapaian sasaran-sasaran
pada tiap aspeknya dengan baik dan terkendali. Menurut Sadali Samsudin, ketentuan standar
minimal tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Jumlah personil yang harus ada dalam organisasi atau perusahaan yang bersangkutan untuk
15
mencapai sasaran yang ingin dicapai.
b. Kualitas kemampuan tenaga kerja yang bagaimana yang harus mengisi berbagai bagian dalam
organisasi dengan segala jenis latar belakang pendidikannya.
c. Sasaan apa saja pada tiap bagian yang ingin dicapai dan keterkaitan antara bagian-bagian tersebut
sehingga dalam mencapai sasaran organisasi dapat dilakukan secara sistematis.
d. Pola karier dari para karyawan dalam organisasi yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi
kerja, dan sebagainya.
Pengawasan adalah tanggung jawab pimpinan , tapi karena tidak mungkin pimpinan melakukan
semuanya maka pengawasan dilimpahkan kepada unit pengawasan. Disamping itu pengawasan harus
bisa mengukur objek apa yang telah dicapai , menilai pelaksanaan serta mengadakan /menyarankan
tindakan perbaikan atau penyesuaian yang dipandang perlu, disamping itu pengawasan harus bisa
mengevaluasi diri tentang apa yang telah dicapainya ( inspeksi diri ).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk meyakinkan dan
menjamin bahwa tugas / pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan,
kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah ( aturan ) yang diberikan.
Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen , disamping fungsi perencanaan,
pengorganisasian dan pelaksanaan. Jenis jenis pengawasan sebagai berikut:
1. Pengawasan Intern dan Ekstern
Pengawasan Intern, pengawasan yang dilakukan oleh orang dari badan atau unit ataupun instansi di
dalam lingkungan unit tersebut. Dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau
pengawasan melekat (built in control).
Pengawasan Ekstern, pengawasan yang dilakukan di luar dari badan/unit/instansi tersebut. UUD
1945 pasal 23E: “Untuk memeriksa pegnelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yg bebas dan mandiri
2. Pengawasan Preventif (sebelum kegiatan dilaksanakan) dan Represif (setelah kegiatan
dilaksanakan)
3. Pengawasan Aktif (dekat) dan Pasif
Pengawasan aktif merupakan jenis pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yg
bersangkutan, sedangkan Pengawasan pasif Melakukan penelitian dan pengujian terhadap surat -
surat pertanggungjawaban yang disertai dengan bukti -bukti penerimaan dan pengeluaran.
16. 4. Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtmatigheid) dan kebenaran materiil mengenai
maksud & tujuan pengeluaran (doelmatigheid).
Pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechtmatigheid) adalah
pemeriksaan pengeluarkan apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluwarsa, dan hak itu
terbukti kebenarannya;
Pengawasan kebenaran materiil mengenai maksud & tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah
pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran
tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.
Namun, perlu diingat bahwa inti dari pengawasan bukan hanya sebatas pada penilaian berkaitan
dengan berjalan atau tidaknya rencana yang telah ditetapkan, akan tetapi termasuk tindakan koreksi
yang mungkin diperlukan maupun penentuan sekaligus penyesuaian standar yang terkait dengan
pencapaian tujuan dari waktu ke waktu.
Sementara itu, yang dimaksud dengan pengendalian manajeman adalah semua usaha
perusahaan yang mencakup metode, prosedur dan strategi perusahaan yang mengacu pada efisiensi
dan efektivitas operasional perusahaan (organisasi), agar dipatuhinya kebijakan manjemen serta
tercapainya tujuan perusahaan (organisasi). Adanya pengendalian ini dalam rangka mencapai
keefektifan dan keefisiensian kinerja dari organisasi yang dalam pembahasan ini berkenaan dengan
sumber daya manusia untuk mencapai tujuan dari organisasi. sementara itu, pengendalian dalam
kaitannya dengan akuntansi didefinisikan sebagai hubungan antara prosedur dan system yang berkaitan
dengan pencapaian tujuan perusahaan (organisasi).
Ernie Tisnawati dan Kurniawan dalam bukunya yang berjudul Pengantar Manajeman cenderung
menyamakan atau menyandingkan antara pengawasan dengan pengendalian dari suatu organisasi
dalam satu pembahasan. Artinya, pengawasan dan pengendalian adalah satu hal yang memiliki dua sisi.
Di atas pun telah disebutkan bahwa adanta ditetapkannya standar minimal adalah untuk memungkinkan
ketercapaian sasaran-sasaran pada tiap aspeknya dengan baik dan terkendali. Jadi, dalam pengawasan
ada pengendalian, begitu pun sebaliknya.
16
TUJUAN DARI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Griffin menyebutkan bahwa terdapat empat tujuan dari pengawasan ini, seperti yang dikutip
Ernie Tisnawati dan Kurniawan. Keempat tujuan tersebut adalah adaptasi lingkungan, meminimalkan
kegagalan, meminimalkan kegagalan, dan mengantisipasi kompleksitas dari organisasi itu sendiri.
A. Adaptasi Lingkungan
Organisasi akan tetap solid jika organisasi tersebut dapat terus beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi di lingkungan organisasi baik lingkungan yang bersifat internal maupun lingkungan eksternal.
B. Meminimalisir Kegagalan
Semisal dalam suatu perusahaan. Ketika perusahaan melakukan kegiatan produksi, perusahaan
berharap agar kegagalan seminimal mungkin.
C. Meminumkan Biaya
Selain bertujuan untuk meminimalisir kegagalan, pengawasan juga mempunyai tujuan untuk
meminimumkan biaya. Pengawasan melalui penetapan standar tertentu dalam meminimumkan
kegagalan dalam produksi.
D. Antisispasi Kompleksitas Organisasi
Tentunya tiap organisasi ingin selalu bergerak maju, yakni semakin berkembang. Berkembangnya
suatu organisasi tentu akan membawa dampak pada semakin kompleks masalah yang akan
dihadapi. Jika hal tersebut tidak diatasi, maka sudah dapat dipastikan organisasi tersebut akan
terpuruk di saat kemajuan telah di depan mata. Oleh karena itu, pengawasan jelas memiliki
peranan penting untuk menjamin bahwa kompleksitas tersebut dapat diantisipasi dengan baik.
17. Selain dari pendapat di atas, ada juga ahli yang mengemukakan tujuan dari pengendalian dan
pengawasan adalah sebagai berikut :
1. Menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai rencana, kebijaksanaan dan perintah /aturan yang berlaku
2. Menertibkan koordinasi kegiatan. Kalau pelaksana pengawasan banyak, jangan ada objek
pengawasan dilakukan berulang-ulang, sebaliknya ada objek yang tak pernah tersentuh
pengawasan
3. Mencegah pemborosan dan penyimpangan, Karena pengawasan mempunyai prinsip untuk
melindungi masyarakat, maka pemborosan dana yang ditanggung masyarakat harus dicegah oleh
penyimpangan yang dilakukan pihak kedua. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas
barang dan jasa yang dihasilkan. Tujuan akhir suatu pekerjaan yang professional adalah terciptanya
kepuasan masyarakat
4. Membina kepercayaan masyarakat pada kepemimpinan organisasi. Jika barang atau jasa yang
dihasilkan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat, maka masyarakat tidak saja percaya
pada pemberi jasa, tapi juga pada institusi yang memberikan perlindungan pada masyarakat dan
akhirnya percaya pula pada kepemimpinan organisasi
5. Mengetahui jalannya pekerjaan apakah lancar atau tidak
6. Memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengusahakan pencegahan agar tidak
17
terulang kembali kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan baru
7. Mengetahui penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana awal (planning) terarah
kepada sasarannya dan sesuai dengan yang direncanakan
8. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase/tingkat pelaksanaan)
9. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam perencanaan
PENGENDALIAN (KONTROL) DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN
Menurut Ricard L. daft, terdapat tiga pengendalian yang berkaitan dengan organisasional, yaitu
pengendalian umpan maju, pengendalian yang berkesinambungan, dan pengendalian umpan balik.
A. Pengendalian Umpan Maju
Pengendalian yang berusaha mengidentifikasikan dan mencegah penyimpangan-penyimpangan
sebelum mereka muncul. Maksudnya, pengendalian ini berfokus pada sumber daya manusia,
materi, dan keuangan yang masuk ke organiasasi. Tujuannya adalah memastikan bahwa kualitas
masukan cukup tinggi untuk mencegah masalah-masalah ketika organisasi melaksanakan tugas-tugasnya.
Pengendalian ini juga sering disebut pengendalian preliminer atau preventif.
B. Pengendalian yang Berkesinambungan
Pengendalian yang mengawasi aktifitas karyawan yang dilakukan terus menerus untuk memastikan
mereka konsisten dengan standar-standar kinerja. Pengendalian yang berkesinambungan juga
meliputi pengendalian diri lewat individu-individu yang mengadakan pengendalian yang
berskesinambungan atas perilaku mereka sendiri dikarenakan nilai dan sikap pribadi.
C. Pengendalian Umpan Balik
Pengendalian ini juga sering disebut dengan pengendalian pascatindakan atau hasil. Pengendalian
ini berfokus pada hasil-hasil organisasi khususnya, kualitas dari produk akhir atau layanan.
Dalam bidang pendidikan, pengendalian (kontrol) berfungsi agar proses manajemen pendidikan
tetap terarah dan tidak ada penyimpangan-penyimpangan. Secara lebih rinci fungsi pengendalian
(kontrol) sebagai berikut :
1. Mencegah penyimpangan program
Program pendidikan yang ditetapkan berdasarkan perencanaan yang overall, harus
membuahkan
18. 18
hasil. Hasil seuai dengan yang dicapai tujuan yang telah dulu ditetapkan.
2. Meningkatkan keuletan kerja
To rise working skill. Kontrol dapat berfungsi mengangkat atau meningkatkan keterampilan
kerja.
3. Memperoleh feet-back
To get feet-back. Kontrol berfungsi memperoleh umpan balik. Maksudnya karena kontrol maka
administrator pendidikan yang melaksanakan kontrol akan memperoleh pengalaman dan
penemuan-penemuan yang dapat dipergunakan sebagai bahan untuk penyempurnaan kgiatan
kontrol.
4. Mengajak secara mendidik
To apply direct and indirect, effective and efficient, persuasive and educative the purpose of
controll. Kontrol berfungsi penerapan. Dengan kontrol adminstrator pendidikan menerapkan
secara langsung dan tidak langsung, secara efektif dan efisien, ajakan yang bersifat mendidik
kepada para personil program untuk memahami untuk maksud dan tujuan kegiatan yang
dilakukan.
5. Mengukur seberapa jauh pencapaian program pendidikan
To measure to what extant the determined programhas been achieve to decide the follow up.
Kontrol berfungsi untuk mengukur, seberapa jauh program yang sudah ditentukan telah
tercapai. Ini penting untuk menetapkan tindak lanjut berkenaan dengan rencana dan program
kerja berikutnya.
Selanjutnya Mochler dalam Stoner James, A. F. (1988) menetapkan empat langkah dalam proses
pengendalian, yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan standar dan metode yang digunakan untuk mengukur prestasi.
2. Mengukur prestasi kerja.
3. Menganalisis apakah prestasi kerja memenuhi syarat.
4. Mengambil tindakan koreksi.
Sedangkan Stoner James, A. F. dan Wankel, Charles (1988) mengelompokkan jenis-jenis metode
pengendalian dalam empat jenis, yaitu:
1. Pengendalian Pra-Tindakan (pre-action control)
Menurut konsep pengendalian, suatu tindakan bisa diambil bila sumberdaya manusia, bahan
dankeuangan diseleksi dan tersedia dalam jenis, jumlah dan mutu yang tepat.
2. Pengendalian Kemudi (Steering Control) atau Pengawasan Umpan Maju (Freeforward Control)
Metode ini dibentuk untuk mendeteksi penyimpangan dari beberapa standar atau tujuan
tertentu dan memungkinkan pengambilan tindakan koreksi di depan. Bila pemimpin melihat
adanya penyimpangan dia dimungkinkan untuk melakukan koreksi, sekalipun kegiatan belum
selesai dilakukan. Pengendalian ini efektif bila pemimpin pada waktu yang tepat dapat
memperoleh informasi yang akurat.
3. Pengendalian Secara Skrining atau Pengendalian Ya/Tidak (Screening or Yes/No Control)
Metode ini sangat luas digunakan karena mampu melakukan penelitian ganda, ketika
pengmanan terhadap resiko tindakan manajer sangat diperhatikan. Metode ini fungsional bila
prosedur dan syarat-syarat tertentu disepakati sebelum melakukan kegiatan.
4. Pengendalian Purna-Karya (Post-Action Control)
19. Metode pengendalian digunakan untuk melihat adanya penyimpangan arah dan tujuan
perusahaan setelah kegiatan selesai. Pengendalian ini hamper mirip dengan evaluasi yang waktu
Pelaksanaan
19
RUANG LINGKUP ATAU SASARAN PENGAWASAN
1. Sumber daya
2. Prosesnya yang mempunyai prosedur tetap dengan standar dan cara kerja yang baik.
3. Hasil ( out put ) baik secara kualitatif dan kuantitatif .
4. Aturan lain yang ditetapkan.
Pengawasan itu merupakan suatu cost item , artinya memerlukan biaya yang besar dari awal
sampai akhir (kesimpulan ). Karena itu sangat diperlukan efisiensi dalam penggunaan dana dan material,
dengan dana yang tersedia, metode yang baik serta peralatan yang efektif, pemecahan masalah yang
tidak pilih kasih, bisa mencapai sasaran yang luas. Janganlah suatu objek (produk / sediaan ) dilakukan
pengawasan berulang-ulang disuatu atau beberapa tempat dalam waktu yang lama, sebaliknya banyak
objek lain yang tak tersentuh pengawasan .
FUNGSI PENGAWASAN
1. Eksplanasi, pengawasan menghimpun informasi yang dapat menjelaskan mengapa hasil-hasil
kebijakan publik dan program yang dicanangkan berbeda.
2. Akuntansi, pengawasan menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk melakukan akuntansi atas
perubahan sosial ekonomi yang terjadi setelah dilaksanakannya sejumlahkebijakan publik dari
waktu ke waktu.
3. Pemeriksaan, pengawasan membantu menentukan apakah sumberdaya dan pelayanan yang
dimaksudkan untuk kelompok sasaran maupun konsumen tertentu memang telah sampai kepada
mereka. Dan
4. Kepatuhan, pengawasan bermanfaat untuk menentukan apakah tindakan dari para administrator
program, staf dan pelaku lain sesuai dengan standar dan prosedur yang dibuat oleh legislator,
instansi pemerintah dan atau lembaga profesional.
JENIS-JENIS PENGAWASAN
Adapun jenis-jenis pengawasan adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan Intern dan Ekstern
a. Pengawasan Intern, pengawasan yang dilakukan oleh orang dari badan atau unit ataupun
instansi di dalam lingkungan unit tersebut. Dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung
atau pengawasan melekat (built in control).
b. Pengawasan Ekstern, pengawasan yang dilakukan di luar dari badan/unit/instansi tersebut. UUD
1945 pasal 23E: “Untuk memeriksa pegnelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yg bebas dan mandiri.
2. Pengawasan Preventif (sebelum kegiatan dilaksanakan) dan Represif (setelah kegiatan
dilaksanakan)
3. Pengawasan Aktif (dekat) dan Pasif
a. Pengawasan aktif merupakan jenis pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yg
bersangkutan.
20. b. Pengawasan pasif Melakukan penelitian dan pengujian terhadap surat-surat
20
pertanggungjawaban yang disertai dengan bukti -bukti penerimaan dan pengeluaran.
4. Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtmatigheid) dan kebenaran materiil mengenai
maksud & tujuan pengeluaran (doelmatigheid).
Fungsi Pengawasan sangatlah penting dalam pelaksanaan manajemen sebuah organisasi.
Terlebih pada instansi pendidikan, pengawasan sangat diperlukan untuk menjamin bahwa fungsi -fungsi
pada manajemen yang telah dikonsepkan berjalan pada jaulur semestinya. Fungsi Pengawasan
merupakan proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua
pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Pengawasan
adalah tanggung jawab pimpinan, tapi karena tidak mungkin pimpinan melakukan semuanya maka
pengawasan dilimpahkan kepada unit pengawasan.
Dalam melakukan proses pengawasan tidak bisa terlepas dari karakteristik dari fungsi kontroling
sebagai berikut:
1. Kontroling adalah akhir fungsi, fungsi tersebut dilakukan sekali yang dibuat dalam konformitas
dengan rencana.
2. Kontroling adalah fungsi yang meluas, berarti itu dilakukan oleh manajer pada semua tingkatan
dan dalam semua jenis masalah.
3. Kontroling adalah melihat ke depan, karena kontrol yang efektif tidak mungkin tanpa masa lalu
dikontrol. Mengontrol selalu melihat ke masa depan sehingga tindak lanjut dapat dibuat bila
diperlukan.
4. Kontroling adalah proses dinamis, karena mengendalikan memerlukan mengambil metode
reviewal, perubahan harus dibuat sedapat mungkin.
Kontroling terkait dengan perencanaan, Perencanaan dan Pengendalian adalah dua fungsi
inseperabel manajemen. Tanpa perencanaan, pengendalian adalah latihan berarti dan tanpa
mengontrol, perencanaan tidak berguna. Perencanaan mengandaikan mengendalikan dan mengontrol
perencanaan berhasil.
LANGKAH-LANGKAH DALAM PROSES PENGAWASAN
Dalam pengawasan, terdapat beberapa langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya:
a. Penetapan standar dan metode penilaian kinerja.
Idealnya, tujuan yang hendak dicapai suatu organisasi sebaiknya ditetapkan dengan jelas dan
lengkap pada saat perencanaan dilakukan. Terdapat tiga alasan mengapa tujuan harus jelas, yaitu:
1) sering kali tujuan terlalu bersifat umum sehingga sulit untuk dinilai saat implementasi
dilakukan,
2) berdasarkan alasan pertama tersebut, sebaiknya tujuan yang ditetapkan memuat standar
yang lebih jelas dinyatakan, dan
3) kejelasan dan kelengkapan tujuan memudahkan manajemen untuk melakukan komunikasi
dalam organisasi, termasuk juga menentukan metode yang akan digunakan dalam
mengevaluasi standar yang telah ditetapkan.
Manajemen akan lebih mudah menjelaskan kepada seluruh pihak dalam organisasi jika tujuan
organisasi dirumuskan dengan jelas.
b. Penilaian kinerja
Yang dimaksud dengan penilaian kinerja adalah upaya untuk membandingkan kinerja yang dicapai
dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan semula. Penilaian kinerja merupakan sebuah
21. proses yang berkelanjutan dan terus menerus dalam beberapa kegiatan yang hanya dapat dilihat
kualitas pekerjaannya saat akhir dari kegiatan tersebut.
21
c. Penilaian apakah kinerja memenuhi standar atau tidak
Secara garis besar, ada kemungkinan hasil penilaian yang diambil dariperbandingan antara kinerja
dan standar, yaitu:
Kinerja > Standar, di mana dalam kondisi ini organisasi mencapai kinerja yang terbaik karena
berada di atas standar yang ditetapkan.
Kinerja = Standar, artinya organisasi mencapai kinerja yang baik, namun pada tingkat yang
paling minimum karena kinerjanya sama dengan standar.
Kinerja < Standar, berarti dalam kondisi ini organisasi mencapai kinerja yang buruk atau tidak
sesuai dengan yang diharapkan karena berada di bawah standar.
d. Pengambilan tidakan koreksi.
Dari tahap sebelumnya, melalui perbandingan antara kinerja dengan standar, dapat diperoleh
informasi dari proses pengawasan yang telah dilakukan. Ketika kinerja di bawah standar berarti
organisasi mendapatkan maslah. Oleh karena itu organisasi kemudian perlu melakukan
pengendalian, yaitu dengan mencari jawaban mengapa masalah tersebut terjadi, yaitu kinerja di
bawah standar, kemudian perusahaan melakukan tindakan untuk mengoreksi masalah tersebut.
PENGERTIAN SUPERVISI (PENGAWASAN) DALAM PENDIDIKAN
Secara morfologis (bentuk kata/istilah) supervisi berasal dari bahasa inggris supervision yang
terdiri dari kata “super” yang bararti di atas dan “visi” yang berarti melihat atau meninjau. Berdasarkan
semantic (bahasa/istilah) supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan
kearah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan pada mutu mengajar dan belajar
pada khususnya. Dilihat dari istilahnya supervise ini masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan
pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan – orang yang berposisi
diatas, pimpinan–terhadap hal-hal yang ada dibawahnya. Supervisi juga merupakan kegiatan
pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervisi bukan mencari-cari kesalahan
tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi
dapat diketahui kekurangannya (bukan semata - mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian
yang perlu diperbaiki
Menurut P. Adams dan Frank G. Dickey, supervisi adalah program yang berecana untuk
memperbaiki pengajaran. Inti dari supervisi pada hakekatnya adalah memperbaiki hal belajar dan
mengajar. Program ini dapat berhasil bila supervisor memiliki ketrampilan (skill) dan cara kerja yang
efisien dalam kerjasama dengan orang lain (guru dan petugas pendidikan lainnya). Dalam “Dictionary of
Education”, Good Carter, memberi pengertian supervisi adalah usaha dari petugas -petugas sekolah
dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk
menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan
pendidikan, bahan-bahan pengajaran dan metode pengajar dan evaluasi pengajaran.
Menurut Purwanto (2009: 76) Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan
untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara
efektif.
Burton dalam bukunya, “Supervision a Social Process”, yang dikutip Purwanto (2009: 76) sebagai
berikut: “Supervision is an expert technical service primarily aimed at studying and improving co-operatively
all factors which affect child growth and development”. (Supervisi adalah layanan tehknis
terutama bertujuan untuk mempelajari dan meningkatkan kebersamaan semua faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak).
22. Pengawasan yaitu usaha sistematik menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan
perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan
standar, menentukan dan mengukur deviasi-deviasai dan mengambil tindakan koreksi yang menjamin
bahwa semua sumber daya yang dimiliki telah dipergunakan dengan efektif dan efisien.” (Robert J.
Mockler).
Boardman mengemukakan pendapatnya mengenai supervisi atau pengawasan pendidikandapat
dirumuskan sebagai usaha untuk mendorong mengkoordinasikan dan menuntun pertumbuhan guru-guru
secara berkesinambungan disuatu sekolah, baik secara individu, maupun secara kelompok, didalam
pengertian yang lebih baik dan tindakan yang lebih efektif dalam fungsi pengajaran sehingga mereka
dapat lebih mampu untuk mendorong dan menuntun pertumbuhan setiap siswa secara
berkesinambungan menuju partisipasi yang cerdas dalam kehidupan masyarakat demokratis modern.
Sementara menurut Neagley dan Evans (Purwanto, 2009: 76) dalam bukunya : “Hand book for
Effective Superfission of Intructions”, mengemukakan seperti berikut: “ the term supervision is used to
describe those activities which are primarily and directly concerned with studying and improving the
conditions which surround the learning and growth of pupils and teachers”. Istilah pengawasan ialah
digunakan untuk menggambarkan kegiatan-kegiatan yang terutama dan secara langsung berkaitan
dengan mempelajari dan memperbaiki kondisi yang mengelilingi pembelajaran dan pertumbuhan murid
dan guru. Dengan perkataan lain setiap layanan kepada guru-guru yang menghasilkan perbaikan
intruksional belajar dan kurikulum disebut supervisi.
Di sisi lain ada pendapat Mark mengenai supervisi atau pengawasan dalam pendidikan adalah
bahwa nilai supervise ini terletak pada perkembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar yang
direfleksikan pada perkembangan para siswa.
Menurut Oteng Sutisna mengawasi ialah " proses dengan ...melihat apakah apa yang terjadi itu
22
sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi, jika tidak maka penyesuaian yang perlu dibuatnya".
Jadi supervisi mempunyai pengertian yang luas, yaitu segala bentuk bantuan dari para
pemimpin sekolah yang tertuju pada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah
lainnya di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang di maksud yaitu berupa
dorongan, bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, seperti
bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan dan
pengajaran. Selain itu juga ada pemilihan alat-alat pelajaran dan metode-metode mengajaryang baik,
cara-cara penilaian yang sistematis terhadap fase seluruh proses pengajaran dan sebagainya.
Dari beberapa definisi supervisi atau pengawasan dalam pendidikan diatas dapat diketahui
bahwa atasan mempunyai wewenang memberi pengarahan atau bimbingan kepada guru-guru tidak
terbatas pada kegiatan administrator saja, semua atasan atau administrator yang senior lainnya dapat
memberi bantuan pada proses pelaksanaan belajar mengajar yang dititik beratkan pada situasi
belajarnya. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang
direncanakan untuk membantu para guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam melaksanakan
pekerjaan mereka secara efektif.
TUJUAN DAN FUNGSI SUPERVISI (PENGAWASAN) DALAM PENDIDIKAN
Supervisi yang baik akan menghasilkan pola kinerja yang baik, jika supervisi dilakukan dengan
cara dan metode yang benar, tentu ini menuntut pengetahuan yang benar pula bagi para supervisor
dalam melaksanakan tugasnya.
23. 23
a) Tujuan Umum Supervisi pendidikan
Agar tercapai perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada umumnya dan peningkatan mutu
mengajar pada khususnya, meliputi :
- menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan,
hambatan, dan ketidakadilan
- mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan,
hambatan, dan ketidakadilan
- mendapatkan cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik
- menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi, dan akuntabilitas organisasi
- meningkatkan kelancaran operasi organisasi
- meningkatkan kinerja organisasi
- memberikan opini atas kinerja organisasi
- mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah-masalah pencapaian kinerja
yang ada
b) Tujuan Khusus Supervisi Pendidikan
Meliputi :
- Membantu guru-guru untuk lebih memahami tujuan yang sebenarnya dari pendidikan dan
perencanaan sekolah dalam usaha mencapai tujuannya.
- Membantu guru-guru untuk dapat lebih menyadari dan memahami kebutuhan- kebutuhan dan
kesulitankesulitan murid dan menolong mereka untuk mengatasinya.
- Memperbesar kesanggupan guru-guru untuk memperlengkapi dan mempersiapkan murid-muridnya
menjadi anggota masyrakat yang efektif.
- Membantu guru-guru mengadakan diagnose secara kritis aktivitas-aktivitasnya, serta kesulitan-kesulitan
mengajar dan belajar murid-muridnya, dan menolong mereka merencanakan
perbaikan.
- Membantu guru-guru untuk dapat menilai aktivitasaktivasnya dalam rangka tujuan
perkembangan anak didiknya.
- Memperbesar kesadaran guru-guru terhadap tata kerja yang demokratis dan guru dapat
mempelajari bersama catatan-catatan tentang kemajuan murid guna menilai keefektivan
program yang disusun.
- Memperbesar ambisi guru-guru untuk meningkatkan mutu karyanya secara maksimal dalam
bidang profesi (keahlianya).
- Membantu guru-guru untuk dapat lebih memamfaatkan pengalaman-pengalamannya sendiri.
- Membantu untuk lebih mempopulerkan sekolah kepada masyarkat agar bertambah simpati
dan kesediaan masyarakat untuk menyokong sekolah.
- Memperkenalkan guru-guru atau karyawan baru kepada situasi sekolah profesinya.
- Melindungi guru-guru dan karyawan terhadap tuntutan-tuntutan yang tak wajar dan kritikkritik
yang tak sehat dari masyarkat.
- Mengembangkan “profesionalisme esprit e corps” guru-guru.
Fungsi pengawasan atau supervisi dalam pendidikan bukan hanya sekedar kontrol untuk melihat
apakah segala kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah di gariskan.
Fungsi kontrol (pengawasan pendidikan) sangat penting, karena erat kaitannya dengan pelaksanaan dan
hasil yang diharapkan oleh sistem pendidikan. Pada tahap pengawasan tersebut, justru dapat
mempengaruhi proses perencanaan manajemen yang akan datang, karena dengan pengawasan berarti
dilakukannya evaluasi untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan yang terjadi agar dapat diperbaiki
24. pada proses manajemen ke depan. Karena itu, pengawasan harus dilakukan sebaik-baiknya agar tujuan
yang dicapai dapat direalisasikan.
Fungsi kontrol pendidikan tetap mengacu dalam tiga hal, yakni berfungsi sebagai sensor,
komparator, dan activator. Pada fungsi sensor, kontrol pendidikan itu mendayagunakan rencana
pendidikan sebagai ukuran yang dimaksudkan untuk mengukur pelaksanaan dan keberhasilan suatu
rencana pendidikan. Pada fungsi komparator bermaksud membandingkan antara hasil pengukuran dan
perencanaan pendidikan yang telah dikembangkan sebelumnya. Fungsi activator dimaksudkan untuk
mengarahkan tindakan manajerial bilamana terjadi suatu perubahan dalam pelaksanaan sistem
pendidikan.
Fungsi-fungsi pengawasan atau supervisi dalam pendidikan dapat dilihat dari berbagai bidang,
24
yaitu sebagai berikut :
1. Dalam Bidang Kepemimpinan
- Menyusun rencana dan policy bersama
- Mengikutsertakan anggota-anggota kelompok (guru-guru, pegawai) dalam berbagai kegiatan.
- Memberikan bantuan kepada anggota kelompok dalam menghadapi dan memecahkan
persoalanpersoalan.
- Membangkitkan dan memupuk semangat kelompok, atau memupuk moral yang tinggi kepada
anggota kelompok.
- Mengikutsertakan semua anggota dalam menetapkan putusan-putusan.
- Membagi wewenang dan tanggung jawab kepada anggota kelompok, sesuai dengan fungsi-fungsi
dan kecakapan masing-masing.
- Mempertinggi daya kreatif pada anggota kelompok.
- Menghilangkan rasa malu dan rasa rendah diri pada anggota kelompok sehingga mereka berani
mengemukakan pendapat demi kepentingan bersama.
2. Dalam Hubungan Kemanusiaan
- Memanfaatkan kekeliruan ataupun kesalahan-kesalahan yang dialaminya untuk dijadikan
pelajaran demi perbaikan selanjutnya, bagi diri sendiri maupun anggota kelompoknya.
- Membantu mengatasi kekurangan ataupun kesulitan yang dihadapi anggota kelompok, seperti
dalam hal kemalasan, merasa rendah diri, acuh tak acuh, pesimistis dan lain sebagainya.
- Mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demokratis.
- Memupuk rasa saling menghormati di antara sesama anggota kelompok dan sesama manusia.
- Menghilangkan rasa curiga antara sesama anggota kelompok.
3. Dalam Pembinaan Proses Kelompok
- Mengenal masing-masing pribadi anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan
masingmasing.
- Menimbulkan dan memelihara sikap percaya antar anggota kelompok maupun antar anggota
dan pimpinan.
- Memupuk saling tolong menolong sesama anggota.
- Memperbesar rasa tanggung jawab para anggota kelompok.
- Bertindak bijaksana dalam menyelesaikan pertentangan atau perselisihan pendapat di antara
anggota kelompok.
- Menguasai teknik-teknik memimpin rapat dan pertemua-pertemuan lainnya.
4. Dalam Bidang Administrasi Personal
- Memilih personel yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu
pekerjaan.
25. - Menempatkan personel pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan
25
kemampuan masing-masing.
- Mengusahakan susunan kerja yang menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil
maksimal.
5. Dalam Bidang Evaluasi
- Menguasai dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khusus dan terinci.
- Menguasai dan memiliki norma atau ukuran yang akan di gunakan sebagai nkriteria penilaian.
- Menguasai teknik-teknik pengumpulan data untuk memperolah data yang lengkap, benar, dan
dapat diukur menurut norma-norma yang ada.
- Menafsirkan dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian sehingga mendapat gambaran tentang
kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan.
Secara umum fungsi supervisi atau pengawasan adalah perbaikan pengajaran. Berikut ini adalah
beberapa pendapat para ahli mengenai fungsi-fungsi supervisi (pengawas) dalam pendidikan menurut
para ahli :
1. Ayer Fred A, menganggap fungsi supervisi untuk memelihara program pengajaran yang ada sebaik-baiknya
sehingga ada perbaikan.
2. Franseth Jane, menyatakan bahwa fungsi supervisi memberi bantuan terhadap program pendidikan
melalui bermacam-macam cara sehingga kualitas kehidupan akan diperbaiki.
3. W.H. Burton dan Leo J. Bruckner menjelaskan bahwa fungsi utama dari supervisi modern ialah
menilai dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi hal belajar.
4. Kimball Wiles, mengatakan bahwa fungsi supervisi ialah memperbaiki situasi belajar anakanak.
5. Swearingan, mengatakan bahwa fungsi pengawasan ada 8, yaitu sebagai berikut:
a) Mengkoordinasi Semua Usaha Sekolah.
Koordinasi yang baik diperlukan terhadap semua usaha sekolah untuk mengikuti
perkembangan sekolah yang makin bertambah luas dan usaha-usaha sekolah yang makin
menyebar, diantaranya adalah uasaha tiap guru, uasaha-usaha sekolah, usaha-usaha
pertumbuhan jabatan.
b) Memperlengkapi Kepemimpinan Sekolah
Yaitu melatih dan memperlengkapi guru-guru agar mereka memiliki ketrampilan dan
kepemimpinan dalam kepemimpinan sekolah.
c) Memperluas Pengalaman
Yaitu memberi pengalaman-pengalaman baru kepada anggota-anggota staff sekolah, sehingga
setiap anggota staff semakin hari semakin bertambah pengalaman dalam hal mengajarnya.
d) Menstimulasi Usaha-Usaha yang Kreatif
Yaitu kemampuan untuk menstimulir segala daya kreasi baik bagi anak-anak, orang yang
dipimpinnya dan bagi dirinya sendiri.
e) Memberikan Fasilitas dan Penilaian yang Kontinyu
Penilaian terhadap setiap usaha dan program sekolah misalnya, memiliki bahan-bahan
pengajaran, buku-buku pengajaran, perpustakaan, cara mengajar, kemajuan murid-muridnya
harus bersifat menyeluruh dan kontinyu.
f) Menganalisa Situasi Belajar
Situasi belajar merupakan situasi dimana semua faktor yang member kemungkinan bagi guru
dalam memberi pengalaman belajar kepada murid untuk mencapai tujuan pendidikan.
g) Memberi Pengetahuan dan Ketrampilan pada Setiap Anggota Staf
Supervisi berfungsi memberi stimulus dan membantu guru agar mereka mengembangkan
pengetahuan dan ketrampilan dalam belajar.
26. 26
h) Mengintegrasikan Tujuan dan Pembentukan Kemampuan
Fungsi supervisi di sini adalah membantu setiap individu, maupun kelompok agar sadar akan
nilai-nilai yang akan dicapai itu, memungkinkan penyadaran akan kemampuan diri sendiri.
Fungsi supervior (pengawas) oleh karenanya menjadi penting, sebagaimana tertuang dalam
Kepmen PAN Nomor 118/1996 yang menyebutkan bahwa pengawas diberikan tanggung jawab
dan wewenang penuh untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan pendidikan,
penilaian dan pembinaan teknis serta administratif pada satuan pendidikan.
6. T.H. Briggs, fungsi supervisi atau pengawasan dalam pendidikan merupakan alat untuk
mengkoordinasi, menstimulasi dan mengarahkan pertumbuhan guru-guru.
7. Menurut Anwar, fungsi supervisi atau pengawasan dalam pendidikan adalah menetapkan masalah
yang betul-betul mendesak untuk ditanggulangi, menyelenggarakan inspeksi, yaitu sebelum
memberikan pelayanan kepada guru, supervisor lebih dulu perlu mengadakan inspeksi sebagai
usaha mensurvai seluruh sistem yang ada, memberikan solusi terhadap hasil inspeksi yang telah di
survei, penilaian, latihan dan pembinaan atau pengembangan.
8. Sedangkan Nawawi (1983) menegaskan bahwa " pengawasan ...berarti kegiatan mengukur tingkat
efektifitas kerja personal dan tingkat efesiensi penggunaan metode dan alat tertentu dalam usaha
mencapai tujuan". Selanjutnya dikemukakan fungsi pengawasan antara lain:
a) Memperoleh data yang telah diolah dapat dijadikan dasar bagi usaha perbaikan dimasa yang
akan datang.
b) Memperoleh cara bekerja yang paling efisien dan efektif atau yang paling tepat dan paling
berhasil sebagai cara yang terbaik untuk mencapai tujuan.
c) Memperoleh data tentang hambatan-hambatan dan kesukaran-kesukaran yang dihadapi agar
dapat dikurangi atau dihindari.
d) Memperoleh data yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan usaha pengembangan
organisasi dan personil dalam berbagai bidang.
e) Mengetahui seberapa jauh tujuan telah dicapai.
9. Menurut Robert J. Mockler fungsi dari pengawasan pada manajerial sebuah instansi pendidikan
adalah:
1. Menghindari terjadinya penyimpangan program
Dengan dilakukan pengawasan, maka program pendidikan yang ditetapkan pada awal
manajemen dapat berjalan berdasarkan perencanaan yang over all.
2. Meningkatkan kualitas kerja
Dengan menerapkan kontrol manajemen, berarti juga menerapkan fungsi pengawasan kerja,
yang berdampak pada peningkatan kualitas kerja
3. Memperoleh umpan balik (feed back)
Lewat kontrol manajemen yang dilakukan, maka administrator pendidikan yang melaksanakan
kontrol akan memperoleh pengalaman dan penemuan-penemuan kasus yang dapat
dipergunakan sebagai bahan evaluasi yang nantinya dilakukan penyempurnaan kegiatan kontrol.
4. Mengajak secara mendidik
Pengawasan manajemen juga dapat berfungsi sebagai terapan. Dengan control, adminstrator
pendidikan dapat menerapkan secara langsung dan tidak langsung, secara efektif dan efisien,
secara persuasif yang bersifat mendidik kepada para personil program untuk memahami untuk
maksud dan tujuan kegiatan yang dilakukan.
5. Mengukur seberapa jauh pencapaian program pendidikan
Dengan mengetahui seberapa jauh tingkat ukur kemampuan dari manajemen yang diterapkan
maka akan dapat dilakukan proses peningkatan pada tindak lanjut program manajemen
selanjutnya.
27. 10. Purwanto (2009) mengemukakan fungsi-fungsi supervise pendidikan yang sangat penting diketahui
27
oleh para pemimpin pendidikan termasuk kepala sekolah, adalah sebagai berikut:
a. Dalam bidang kepemimpinan
- Menyusun rencana dan polisi bersama
- Mengikutesertakan anggota-anggota kelompok (guru-guru, pegawai-pegawai) dalam
berbagai kegiatan, dll
b. Dalam hubungan kemanusiaan
- Memupuk rasa saling menghargai dan mengormati diantara sesama anggota kelompok dan
sesame manusia
- Menghilangkan rasa curiga mencurigai antara anggota kelompok, dll
c. Dalam pembinaan proses kelompok
- Mengenal masing-masing pribaadi anggota kelompok baik kelemahan maupun kemampuan
masing-masing kelompok
- Memupuk sikap dan kesediaan tolong menolong
d. Dalam bidang administrasi personel
- Memailih personel yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu
pekerjaan.
- Menempatkan personel pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan
kemampuan masing-masing.
e. Dalam bidang evaluasi
- Menguasai dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khusus dan terinci.
- Menguasai dan memiliki norma-norma atau ukuran-ukuran yang akan digunakan sebagai
kriteria penilaian.
Dengan demikian, fungsi pengawasan ialah untuk mengetahui realisasi perilaku personel dalam
organisasi, khususnya pada wilayah pendidikan akan diketahui melalui pengawasan apakah tingkat
pencapaian tujuan pendidikan sesuai dengan yang dikehendaki ?, apakah perlu dilakukan perbaikan ?,
dan lain sebagainya.
TIPE-TIPE SUPERVISI ATAU PENGAWASAN DALAM PENDIDIKAN
Regulasi pendidikan mengemukakan bahwa pemerintah dalam menjalankan supervisi pada
tingkatan satuan pendidikan mempunyai dua objek sasaran, yaitu secara personal dan institusional.
Secara personal, hal itu terlihat pada model supervisi yang menyebutkan bahwa pengawas bertugas
membimbing dan melatih profesionalisme pendidikan dan tenaga kependidikan lainnya di satuan
pendidikan binaannya.
Sedangkan secara institusional menyebutkan bahwa pengawas bertugas meningkatkan kualitas
standar nasional pendidikan pada satuan pendidikan. Sehubungan dengan hal itu, Burton dan Brueckner
(Purwanto, 2009: 79) mengemukakan adanya lima tipe supervisi:
a. Supervisi Sebagai Inspeksi
b. Laissez Faire
c. Coercive Supervision
d. Training and Guidance (sebagai latihan dan bimbingan)
e. Kepengawasan yang Demokratis
Selanjut nya Supardi menguraikan kelima tipe supervise tersebut sebagai berikut :
1. Tipe Inspeksi
28. Tipe ini merupakan tipe supervisi yang mewajibkan supervisor turun melihat langsung hal -hal yang
dikerjakan targer supervisi. Kegiatan supervisi yang menggunkan tipe ini, apabila target supervisi
melakukan dalam aktifitas kerjanya, supervisor dapat menginformasikannya secara langsung
kepada target supervisi agar langsung menyadari kesalahannya dalam proses untuk mencapai
tujuan pendidikan sekolah.
Ketika pengawas menjalankan tipe ini, maka yang harus diperhatikan adalah:
a. Supervisi tidak boleh dilakukan berdasarkan hubungan pribadi maupun keluarga.
b. Supervisi hendaknya tidak kemungkinan terhadap perkembangan dan hasrat untuk maju bagi
28
bawahannya. Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil, mendesak.
c. Supervisi tidak boleh menuntut prestasi di luar kemampuan bawahannya.
d. Supervisi tidak boleh egois, tidak jujur dan menutup diri terhadap kritik dan saran dari
bawaannya.
Dalam administrasi dan kepemimpinan otokratis, supervisi berarti inspeksi. Inspeksi bukanlah suatu
pengawasan yang berusaha menolong guru untuk mengembangkan dan memperbaiki cara dan
daya kerja sebagai pembimbing dan pengajar. Inspeksi dijalankan terutama dimaksud untuk
meneliti/mengawasi apakah guru atau bawahan menjalankan apa-apa yang telah diinstruksikan dan
ditentukan oleh atasan atau tidak, sampai dimana guru-guru atau bawahan menjalankan tugas-tugas
yang telah diberikan atau ditentukan atasannya. Jadi, inspeksi berarti kegiatan-kegiatan
mencari kesalahan. Inilah cirri-ciri kepengawasan yang khas yang berlaku pada zaman kolonial dulu.
Inspeksi merupakan tipe kepengawasan otokratis.
2. Tipe Laisses Faire
Tipe ini target supervisi diberikan kebebasan dalam menjalankan aktifitasnya. Sebab yang
dutamakan dalam supervisi model ini adalah hasil akhir sehingga supervisor tidak begitu intens
dalam memfokuskan proses kerja yang dilaksanakan target supervisi. Selain itu apabila kita
menggunakan tipe inii, pengawas tidak boleh memaksakan kemauannya (otoriter) kepada orang-orang
yang disupervisi. Pengawas juga diharuskan memberikan argumentasi atau alasan yang
rasional tentang tindakan-tindakan serta instruksinya. Hendaknya tidak menonjolkan jabatan atau
kekuasaannya agar tidak menghambat kreativitas bawahannya.
Kepengawasan yang bertipe Laissez Faire sesungguhnya kepengawasan yang sama sekali tidak
konstruktif. Kepengawasan ini membiarkan guru-guru atau bawahan bekerja sekehendaknya tanpa
diberi petunjuk dan bimbingan. Guru-guru boleh menjalankan tugasnya menurut apa yang mereka
sukai, boleh mengajar apa yang mereka ingini dan dengan cara yang mereka hendaki masing-masing.
3. Tipe Coersive
Tipe coersive (paksaan) pengawas dalam melaksanakan tugasnya turut campur dalam
mengembangkan pendidiknya. Tipe supervisi seperti ini diperuntukan bagi para pendidik dan
tenaga kependidikan yang masih lemah dalam memahami tugas dan tanggung jawabnya. Tipe
seperti ini “terpaksa” dilakukan karena pendapat seorang pengawas.
Tidak jauh berbeda dengan tipe inspeksi, tipe ini bersifat pemaksaan kehendak/ otoriter, segala
sesuatu yang dianggap baik oleh pengawas harus diikuti. Namun untuk pelaksanaan hal -hal yang
bersifat awal, seperti untuk guru-guru yang baru mulai belajar mengajar tipe ini cukup baik.
4. Tipe Training and Guidance
Tipe training and guidance (pelatihan dan pendampingan) merupakan tipe supervisi yang
menekankan keefektifan target supervisi. Kegiatan supervisi dilaksanakan dengan berbasis kepada
29. pengembangan minat dan bakat target supervisi. Tipe training and guidance ini cocok digunakan
apabila target supervisi masih belum berpengalaman dalam melaksanakan tugas keprofesian
pendidikan.
Tipe ini dapat diterapkan kepada target supervisi yang telah berpengalaman. Agar tipe training and
guidance ini dapat dijalankan secara efektif, maka supervisor hendaknya juga menyiapkan berbagai
macam sikap yang bersinergi dengan tugasnya. Menurut teori Kiyosaki, beberapa sikap yang
dibutuhkan supervisor tersebut antara lain:
Supervisor hendaknya bersikap positif terhadap segala macam persepsi baik yang positif
29
maupun negatif kepada dirinya.
Supervisor dituntut untuk dapat memimpin organisasi profesi pengawas untuk dapat
meningkatkan kinerjanya dalam hal pengawasan dan pemantauan baik secara institusional
(satuan pendidikan) maupun personal (pendidikan dan tenaga kependidikan).
Supervisor hendaknya memiliki sikap yang superl dalam berkomunikasi kepada segenap
stakeholders pendidikan. Sikap yang aktif, efektif dan menyenangkan dalam berkomunikasi
akan memperlancar tugas supervisi. Sehinggak pencapaian target akan terealisasi dengan
tepat.
Supervisor harus bersikap berani terhadap usaha intimidasi atau tekanan dari pihak lain
dalam menjalankan tugas pengawasan dan pembinaan.
Supervisor dituntut bertanggung jawab atas hasil supervisi terhadap satuan pendidikan
yang dibinanya. Pertanggungjawaban atas hasil kerja merupakan indikasi bahwa supervisor
melakukan pembinaan dan pengawasan dengan baik kepada satuan pendidikan yang
dibinanya.
Pada tipe ini, pengawas bertugas memberikan bimbingan dan pelatihan pada bawahan mengenai
pelaksanaan kegiatan. Tipe ini lebih baik dari tipe kepengawasan terdahulu terutama untuk guru-guru
yang baru mulai mengajar setelah keluar dari sekolah keguruan. Namun, kelemahannya
adalah terkadang pemberian petunjuk dan bimbingan bersifat kolot dan cenderung statis. Sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan pendidikan dan tuntutan zaman sehingga dapat terjadi
kontradiksi antara pengetahuan yang telah diperoleh guru dengan supervisor itu sendiri. Dan bisa
juga sebaliknya, pendapat supervisor bisa juga lebih maju, sedangkan pengetahuan yang diperoleh
guru-guru dari sekolah guru masih bersifat konservatif.
5. Tipe Demokratis
Keterlibatan target supervisi sangat diandalkan dalam tipe supervisi demokratis. Hal utama yang
ingin dituju adalah adanya kerjasama pembinaan antara supervisor dan target supervisor dan target
supervisor. Langkah ini dilakukan agar target supervisi ikut merasakan sendiri terhadap program
supervisi yang dijalankan kepadanya. Untuk itu, supervisor tidak boleh boleh bersifat otoriter dalam
menjalankan kegiatan supervisi. Keseluruhan tipe supervisi demokratis ini difokuskan ke dalam
satuan pendidikan meliputi manajemen kurikulum pembelajaran; kesiswaan; sarana prasarana;
ketenagaan; keuangan; hubungan sekolah dengan masyarakat dan layanan khusus.
Seperti namanya, tipe ini bersifat demokratis juga dalam pelaksanaan supervisi. Pada tipe ini juga
berlaku sistem pendistribusian dan pendelegasian. Dalam hal melakukan supervisi tidak lagi
menjadi tugas seorang supervisor sendiri, melainkan pekerjaan-pekerjaan bersama yang
dikoordinasikan.
Ciri-ciri dari pelaksanaan supervisi yang demokratis adalah:
a. Pengawasan dijalankan secara gotong-royong atau kooperatif, tidak ditangan seorang raja, yaitu
kepala sekolah
b. Pengawasan dijalankan terang-terangan, diketahui oleh semua petugas yaitu guru-guru, tidak
secara sembunyi-sembunyi seperti pengawasan polisi resersir.