2. Laporan Eksekutif
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten
September 2013
ISBN : 978-979-1426-82-4
Katalog BPS : 3205011.36
No. Publikasi : 36000.1401
Ukuran Buku : 18 cm x 26 cm
Jumlah Halaman : 25 Halaman
Naskah :
Bidang Statistik Sosial
Diterbitkan Oleh :
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten
Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
3. i
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
KATA PENGANTAR
Kemiskinan adalah salah satu permasalahan pokok yang terjadi di
Indonesia pada umumnya dan Provinsi Banten pada khususnya. Untuk
membuat suatu kebijakan dalam rangka pengentasan kemiskinan diperlukan
data kemiskinan yang menyeluruh. Dalam penyusunan kebijakan data
kemiskinan makro sangat dibutuhkan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten sejak tahun 2007 telah
melakukan rilis tingkat kemiskinan makro provinsi keadaan bulan Maret
tahun yang bersangkutan. Sejak Tahun 2011, BPS Provinsi Banten merilis
tingkat kemiskinan sebanyak 2 kali yaitu keadaan Bulan Maret dan Bulan
September. Pada tahun 2014, untuk melengkapi ulasan yang disajikan pada
Berita Resmi Statistik (BRS), BPS Provinsi Banten menyusun laporan
eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September
2013”.
Diharapkan laporan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih
jelas tentang tingkat kemiskinan di Provinsi Banten. Akhir kata, semoga
laporan eksekutif ini dapat bermanfaat, terima kasih.
BPS PROVINSI BANTEN
Kepala
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
4. ii
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar …………………………………………………… i
Daftar Isi …………………………………………………………. ii
Daftar Gambar ……………………………………………………. iii
Daftar Lampiran Tabel …………………………………………… iv
I. Pendahuluan ………………………………………………... 1
II. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten ……… 2
III. Perubahan Garis Kemiskinan ……………………………… 6
IV. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan
Kemiskinan ………………………………………………….
9
V. Penutup ……………………………………………………... 12
Lampiran ………………………………………………………….. 13
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
5. iii
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tingkat Kemiskinan Per Provinsi September 2013 3
Gambar 2 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi
Banten Maret 2007-September 2013 …………….. 4
Gambar 3 Perkembangan Angka Kemiskinan Banten
Menurut Klasifikasi Daerah, Maret 2007-
September 2013 ………………………………….. 5
Gambar 4 Perkembangan Garis Kemiskinan Banten, Maret
2007-September 2013 (Rp/Kapita/bulan) ……….. 7
Gambar 5 Ilustrasi Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) …………….. 10
Gambar 6 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Banten,
Maret 2007-September 2013 ……………………. 11
Gambar7 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Banten, Maret
2007-September 2013 …………………………… 12
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
6. iv
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Banten,
Maret 2007-September 2013 ……………………… 14
Lampiran 2 Garis Kemiskinan Daerah Perkotaan Banten, Maret
2007-September 2013 ……………………………... 15
Lampiran 3 Garis Kemiskinan Daerah Perdesaan Banten, Maret
2007-September 2013 ……………………………... 16
Lampiran 4 Garis Kemiskinan Banten, Maret 2007-September
2013 ……………………………………………….. 17
Lampiran 5 Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar
pada Kenaikan Garis Kemiskinan ………………… 18
Lampiran 6 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Klasifisikasi
Daerah, Banten, Maret 2007-September 2013 19
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
7. 1
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
I. Pendahuluan
Sebagai permasalahan global, kemiskinan
menjadi perhatian seluruh bangsa di dunia. Salah satu
kesepakatan bangsa-bangsa di dunia tentang
kemiskinan tercantum dalam Millennium Development
Goals (MDGs) poin pertama yaitu mengurangi angka
kemiskinan menjadi setengahnya pada tahun 2015.
Pencapaian MDGs dapat dipantau dari angka
kemiskinan yang dihitung di setiap Negara. Untuk
mengukur tingkat kemiskinan, diperlukan suatu konsep
kemiskinan yang jelas. Bank Dunia menyatakan bahwa
kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk
mendapatkan standar kehidupan minimum. Konsep
yang dipakai Badan Pusat Statistik (BPS) adalah
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs
approach). Kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang
diukur dari sisi pengeluaran. Angka kemiskinan
dihitung dengan menggunakan metode Garis
Kemiskinan (GK). Komponen dari GK adalah Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non
Makanan (GKNM). GKM setara dengan pemenuhan
kebutuhan kalori 2100 kkal per kapita per hari.
Pemenuhan kebutuhan kalori 2100 kkal per kapita
perhari dihitung berdasarkan 1 basket komoditi yang
terdiri dari 52 jenis komoditi. GKM setara dengan
Kemiskinan
dipandang sebagai
ketidakmampuan
secara ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan
bukan makanan yang
diukur dari sisi
pengeluaran.
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
8. 2
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Sumber data
menghitung
kemiskinan adalah
SUSENAS DAN SPKKD
kebutuhan dasar bukan makanan seperti perumahan,
sandang, pendidikan dan kesehatan. Untuk mengukur
kebutuhan dasar bukan makanan diwakili oleh 51 jenis
komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di
perdesaan. Dengan kata lain, GK adalah sejumlah uang
untuk membeli makanan yang mengandung 2.100 kkal.
per hari dan keperluan mendasar bukan makanan. Dan
penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-
rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan (GK).
Sumber data yang digunakan dalam menghitung
GK adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
ditambah dengan Survei Paket Komoditi Kebutuhan
Dasar (SPKKD). Penghitungan yang didasarkan pada
hasil survei menyebabkan angka kemiskinan yang
dihitung dengan GK hanya bersifat estimasi atau
disebut sebagai data makro. Data kemiskinan makro
tidak dapat memberikan informasi siapa dan dimana
penduduk miskin itu berada. Data kemiskinan makro
digunakan untuk : (1) mengevaluasi kebijakan
pemerintah terhadap kemiskinan, (2) membandingkan
kemiskinan antar waktu, antar daerah, dan (3)
menentukan target penduduk miskin dengan tujuan
untuk memperbaiki posisi mereka.
Angka kemiskinan sangat rentan terhadap
kebijakan-kebijakan yang tidak pro poor. Sehingga
angka kemiskinan sangat tergantung dari kebijakan
yang ditetapkan oleh pemerintah baik tingkat pusat
maupun lokal. Peningkatan anggaran untuk program
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
9. 3
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
pengentasan di daerah adakalanya tidak dapat
menurunkan angka kemiskinan ketika Pemerintah Pusat
meluncurkan program tidak pro poor seperti
peningkatan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Peningkatan harga BBM akan memicu inflasi dan pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap daya beli
masyarkat. Kondisi seperti ini terjadi pula di Provinsi
Banten.
II. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Banten Maret 2007-
September 2013
Tingkat kemiskinan Banten cukup rendah apabila
dibandingkan dengan provinsi lainnya. Pada September
2013, tingkat kemiskinan di Provinsi Banten tercatat
sebesar 5,89 persen dengan jumlah penduduk
sebanyak 682,71 ribu jiwa. Secara nasional, tingkat
kemiskinan Banten berada pada posisi terendah kelima
setelah DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Selatan dan
Kepulauan Bangka Belitung. Rendahnya tingkat
kemiskinan di Banten bukan berarti masalah kemiskinan
tidak menjadi prioritas utama. Pengentasan kemiskinan
tetap menjadi program prioritas, karena hidup yang
layak menjadi hak semua orang dan hal ini yang ingin
diwujudkan oleh Pemerintah Provinsi Banten.
Angka kemiskinan
Banten berapa pada
posisi terendah ke-5
se Indonesia
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
10. 4
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
.
Perkembangannya, tingkat kemiskinan Provinsi Banten
memperlihatkan pola yang menurun. Gambar 2
menyajikan perkembangan tingkat kemiskinan selama
kurun waktu Maret 2007-September 2013. Pada Maret
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
11. 5
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
2007, angka kemiskinan Banten tercatat sebesar 9,07
persen dengan jumlah penduduk 886,1 ribu jiwa.
Tingkat kemiskinan terus mengalami penurunan baik
secara persentase maupun absolut. Namun pada Maret
2013, tingkat kemiskinan mulai menunjukkan
kecenderungan yang meningkat. Angka kemiskinan
naik dari 5,71 persen pada September 2012 menjadi
5,74 persen. Sementara itu jumlah penduduk miskin
meningkat dari 648,25 ribu jiwa menjadi 656,24 ribu
jiwa pada periode yang sama. Pada September 2013,
Pada September 2013,
angka kemiskinan
Banten sebesar 5,89 %
dengan jumlah
penduduk miskin
sebesar 682,71 ribu
jiwa. Angka ini
meningkat dari
keadaan Maret 2013
angka kemiskinan meningkat kembali. Kondisi ini dapat
dimaklumi karena kemiskinan adalah suatu kondisi
yang dinamis dan sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Hal utama yang memicu naiknya tingkat
kemiskinan di Banten adalah terjadinya inflasi dan tidak
didukung oleh peningkatan daya beli masyarakat. Pada
periode September 2012-Maret 2013, tingkat inflasi di
Banten sebesar 3,80 persen. Sedangkan pada periode
Maret 2013- September 2013, tingkat inflasi sebesar
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
12. 6
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
5,76 persen. Inflasi yang cukup tinggi pada periode
Maret-September 2013 dikarenakan adanya kenaikan
harga BBM pada bulan Juni 2013. Periode Maret-
September 2013, infasi pada bahan makanan cukup
tinggi yaitu 6,06 persen. Harga bahan makan melonjak
sehingga menyulitkan masyarakat untuk dapat
memenuhi kebutuhan kalori sebanyak 2.100 kcal per
hari. Di sisi lain, laju pertumbuhan ekonomi yang relatif
stabil pada kisaran 5,7 persen tidak dapat mendorong
peningkatan daya beli masyarakat.
Apabila dilihat berdasarkan daerah, tingkat
kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dibandingkan
dengan yang di perkotaan. Diduga infrastruktur dan
Perbedaan angka
kemiskinan di
perkotaan dan yang di
perdesaan, jaraknya
semakin menyempit
fasilitas yang kurang memadai di daerah perdesaan
menjadi salah satu penyebab hal tersebut. Di samping
itu, kualitas sumber daya manusia di perdesaan masih
lebih rendah dibandingkan dengan yang di perkotaan.
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
13. 7
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Namun demikian, pada periode Maret 2007-September
2013, perbedaan atau gap tingkat kemiskinan di
perdesaan dan di perkotaan semakin mengecil. Suatu hal
yang sangat menarik adalah ketika tingkat kemiskinan di
Banten secara umum naik, tingkat kemiskinan di
perdesaan mengalami penurunan.
Hal ini menandakan bahwa masyarakat di
perdesaan lebih resisten terhadap kebijakan-kebijakan
pemerintah yang tidak pro poor sepeti kenaikan harga
BBM. Sebaliknya di perkotaan, masyarakat sangat rentan
terhadap hal tersebut. Bahan bakar minyak sangat
berpengaruh terhadap kehidupan di perkotaan.
Pada September 2013, angka kemiskinan di
perdesaan turun menjadi 7,22 persen dibandingkan
dengan keadaan Maret 2013 sebesar 7,72 persen. Pada
periode yang sama, angka kemiskinan di perkotaan
meningkat dari 4,76 persen menjadi 5,27 persen.
Penurunan tingkat kemiskinan di perdesaan didukung
karena adanya sedikit peningkatan dari Nilai Tukar Petani
(NTP). Pada Maret 2013, NTP sebesar 109,38 meningkat
menjadi 109,71 pada September 2013. NTP dapat
menunjukkan daya tukar dari produk pertanian yang
dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang
dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi
NTP berarti semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya
beli petani. Di samping NTP, upah riil buruh pertanian
juga meningkat dari Rp 22.340,- menjadi Rp 22.609,-
pada periode Maret-September 2013.
Kenaikan harga
BBM sangat
berpengaruh
terhadap kenaikan
angka kemiskinan di
perkotaan.
Penurunan angka
kemiskinan di
perdesaan diduga
karena NTP yang
cukup tinggi dan
kenaikan upah riil
buruh pertanian.
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
14. 8
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Dengan gambaran ini, Pemerintah Provinsi
Banten dapat membuat kebijakan pengentasan
kemiskinan yang sesuai dengan klasifikasi daerah.
Kemiskinan di perkotaan memerlukan perhatian yang
lebih intensif dari Pemerintah karena dikhawatirkan
tingkat kemiskinan di perkotaan akan terus meningkat.
Pemerintah harus mampu menjaga kemampuan daya
beli dari masyarakat yang hampir miskin khususnya di
perkotaan, karena kelompok masyakat ini sangat
rentan dan mudah jatuh ke bawah garis kemiskinan.
Untuk daerah perdesaan perlu ditunjang dengan sarana
dan prasana yang memadai sehingga tingkat
kemiskinan di perdesaan dapat semakin ditekan.
III. Perubahan Garis Kemiskinan
Seiring dengan peningkatan harga, Garis
kemiskinan terus mengalami peningkatan. Pada Maret
2007, Garis Kemiskinan Banten sebesar Rp 155.809,-
per kapita per bulan. Angka ini meningkat menjadi Rp
288.733,- per kapita per bulan pada bulan September
2013. Di Provinsi Banten, rata-rata besaran rumah
tangga adalah 4 orang, mengacu kepada angka tersebut
maka rumah tangga dengan besaran 4 orang minimal
harus mengeluarkan uang untuk kebutuhan makanan
dan non makanan selama sebulan sebesar
Rp.1.154.934,-. Jika dilihat per hari, seseorang yang
mengeluarkan uang di bawah Rp 9.624,- per hari untuk
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
15. 9
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
kebutuhan makanan dan non makanan dikatakan
penduduk miskin. Untuk membandingkan angka
kemiskinan antar negara, Bank Dunia menghitung garis
kemiskinan dengan menggunakan estimasi konsumsi
yang di konversi kedalam US$ PPP (Purchasing Power
Parity/ paritas daya beli), bukan nilai tukar US$ resmi.
Angka konversi PPP menunjukkan banyaknya rupiah
yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah kebutuhan
barang dan jasa di mana jumlah yang sama tersebut
dapat dibeli seharga US$1 di Amerika. Ukuran Bank
Dunia memilah 2 batasan penduduk miskin yaitu di
bawah US$ 1 PPP (Purchasing Power Parity) per kapita
per hari dan di bawah US$ 2 PPP per kapita per hari.
Berdasarkan keterangan Deputi Neraca dan Analisis BPS
RI pada workshop pengembangan Susenas 2013, US$ 1
PPP diperkirakan setara dengan Rp 7.000,-. Jika
dikonversikan ke dalam PPP, GK Banten sekitar US$
1,38 PPP per hari.
Apabila nilai US$ 1
PPP setara dengan
Rp. 7.000,-, maka
garis kemiskinan
Banten September
2013 adalah US$ 1,38
PPP per hari
Garis kemiskinan
Banten terus
meningkat seiiring
dengan kenaikan
harga
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
16. 10
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Garis Kemiskinan
Banten September
2013 sebesar Rp.
288.733 per kapita
per bulan dengan
sumbangan Garis
Kemiskinan Makanan
hampir sebesar 71
persen
Garis Kemiskinan di perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan yang di perdesaan. Perbedaan ini
disebabkan biaya hidup di perkotaan jauh lebih tinggi
jika dibandingkan dengan yang di perdesaan. Pada
September 2013, GK di perkotaan sebesar Rp.
300.109,- per kapita per bulan dan yang di perdesaan
sebesar Rp. 264.632,- per kapita per bulan. Hal ini juga
memberikan gambaran tentang perbedaan kualitas
kemiskinan di perkotaan dan perdesaan. Seseorang
yang dianggap miskin di perkotaan akan menjadi tidak
miskin ketika dia berada di perdesaan. Perbedaan GK di
perkotaan dan di perdesaan dapat dilihat pada
lampiran.
Seperti yang telah dikemukan di bagian terdahulu
bahwa GK terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Pada
September 2013, GKM di Banten sebesar Rp 204.811,-
per kapita per bulan Rp 288.733,- per kapita per bulan.
Sedangkan GKNM sebesar Rp 83.923,- per kapita per
bulan. Sumbangan GKM terhadap GK sebesar 70,93
persen, hal ini menandakan bahwa pemenuhan
kebutuhan pangan merupakan hal yang utama bagi
masyarakat miskin. Selama periode Maret 2007-
September 2013, sumbangan GKM terhadap GK selalu
pada kisaran 71 persen. Berdasarkan klasifikasi daerah,
sumbangan GKM terhadap GK perdesaan cukup tinggi
yaitu sekitar 76 persen, sedangkan sumbangannya di
GK perkotaan hanya sebesar 69 persen (Lampiran).
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
17. 11
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Komoditi makanan yang memberikan
sumbangan paling besar dalam pengukuran Garis
Kemiskinan adalah Beras karena beras adalah
makanan pokok penduduk Indonesia. Pada
September 2013, sumbangan besar terhadap garis
kemiskinan adalah sebesar 21,75 persen di
perkotaan dan 37,31 persen di perdesaan.
Pengendalian harga beras dapat menjadi salah
satu upaya agar kondisi penduduk miskin tetap
stabil. Komoditas makanan lainnya yang
mempunyai sumbangan yang besar adalah rokok
kretek. Rokok kretek adalah komoditas yang tidak
menghasilkan kalori tapi dikonsumsi sangat banyak
oleh penduduk miskin, sehingga rokok kretek tetap
dimasukkan dalam penghitungan Garis
Kemiskinan. Di perkotaan sumbangan rokok kretek
adalah 14,82 persen sedangkan di perdesaan
sebesar 7,05 persen. Komiditi lainnya yang
memberikan sumbangan besar pada Garis
Kemiskinan baik di perkotaan maupun di
perdesaan adalah telur ayam ras, mie instan,
tempe dan tahu (lampiran)
Ada sedikit perbedaan jenis komoditi non
makanan yang mempengaruhi GK di perkotaan
dan di perdesaan. Namun demikian, biaya untuk
perumahan merupakan komiditi utama non
makanan yang mempunyai sumbangan terbesar
baik di perkotaan maupun di perdesaan. Di per-
Beras dan rokok
kretek adalah 2
komoditi makanan
utama yang
memberikan
sumbangan paling
besar terhadap Garis
Kemiskinan
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
18. 12
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Untuk komoditi non
makanan, biaya
perumahan
memberikan
sumbangan paling
besar terhadap garis
kemiskinan.
kotaan, biaya perumahan menyumbang 9,21 persen,
dan di perdesaan sebesar 7,10 persen. Komoditi
lainnya yang memberikan sumbangan besar di
perkotaan adalah listik, pendidikan, bensin, dan
angkutan. Merujuk pada jenis komoditas tersebut,
dapat dipahami apabila kenaikan BBM sangat
berpengaruh terhadap penduduk miskin di
perkotaan. Di perdesaan, komoditi lainnya yang
berpengaruh terhadap GK adalah pendidikan,
pakaian jadi anak, pakaian jadi perempuan dewasa,
dan listrik.
Jenis komoditi makanan yang memberikan
sumbangan besar pada GK hampir sama dengan
keadaan Maret 2013 baik di perkotaan maupun di
perdesaan. Begitu pula halnya dengan jenis komoditi
non makanan di perkotaan. Namun di perdesaan,
jenis komoditi non makanan yang memberikan
sumbangan besar pada GK mengalami pergeseran.
Pada Maret 2013, jenis komoditi non makanan
penyumbang terbesar selain perumahan adalah
angkutan, listrik dan kayu bakar. Perbedaan ini dapat
dimaklumi karena pencacahan Susenas September
2013 dilaksanakan setelah hari Raya Idul Fitri.
Penduduk miskin banyak yang memaksakan diri
untuk membeli pakaian baru karena hal tersebut
sudah menjadi tradisi.
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
19. 13
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
P1 tinggi
P1
GK
Nilai P2 rendah
Gambar 5. Ilustrasi Indeks Kedalaman Kemiskinan
(P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Rp/Kapita/bulan
Pengeluaran penduduk miskin (Rp/bulan)
IV. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan
Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar
berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.
Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat
kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya
memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan
penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan
bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan
keparahan kemiskinan.
Indeks Kedalaman
Kemiskinan dan
Indeks Keparahan
Kemiskinan
memberikan
gambaran tentang
kualitas penduduk
miskin.
Indeks Kedalaman Kemiskinan/ Poverty Gap
Index (P1): merupakan ukuran rata- rata
kesenjangan [defisit] pengeluaran penduduk miskin
terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai
indeks, semakin besar defisit. Indeks Keparahan
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
20. 14
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Apabila P1 sangat
tinggi dapat diduga
sebagian besar
penduduk miskin
masuk dalam
katagori sangat
miskin
Kemiskinan/Poverty Severity Index (P2)
menunjukkan sebaran pengeluaran antara
penduduk miskin. semakin tinggi nilai indeks,
semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara
penduduk miskin.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks
Keparahan Kemiskinan dapat menunjukkan kualitas
dari kemiskinan di suatu daerah. Tingkatan
kemiskinan penduduk dapat dipilah menjadi sangat
miskin (SM), miskin (M), hampir miskin (HM) dan
rentan miskin lainnya (RML). Pengelompokkan ini
dikaitkan dengan Garis Kemiskinan (GK), dengan
pemilahan sebagai berikut :
a. SM : Sangat Miskin (pendapatan
perkapita/bulan <= 0.8GK)
b. M : Miskin (0.8GK < pendapatan
perkapita/bulan <= GK)
c. HM : Hampir Miskin (GK < pendapatan
perkapita/bulan <= 1.2GK)
d. RML : Rentan Miskin Lainnya (1.2GK <
pendapatan perkapita/bulan <= 1.6GK)
Terkait dengan P1, Indeks ini dapat digunakan
pemerintah dalam merencanakan program
pengentasan kemiskinan. P1 tinggi menunjukkan
bahwa rata-rata jarak antara pengeluaran per
kapita per bulan penduduk miskin dengan GK cukup
jauh. Dapat dikatakan bahwa mereka termasuk
dalam katagori sangat miskin. Program yang harus
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
21. 15
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
diberikan adalah program yang bersifat
perlindungan/bantuan langsung. Mereka tidak punya
daya sehingga tidak cocok jika diberikan bantuan
kredit usaha. Bantuan-bantuan pada penduduk yang
sangat miskin, umumnya hanya dapat menaikan
taraf kemiskinan mereka dari sangat miskin menjadi
miskin.
Pada umumnya nilai
P1 di perkotaan
lebih kecil dari yang
di perdesaan,
kecuali pada
September 2013. P1
di perkotaan
sebesar 1,14
sedangkan di
perdesaan 0,77
Pada Gambar 6 dapat dilihat P1 mengalami
fluktuasi selama kurun waktu Maret 2007-
September 2013. Ini memberikan gambaran bahwa
kemiskinan adalah suatu kondisi yang sangat
dinamis. Jika dilihat berdasarkan klasifikasi daerah,
P1 di perkotaan pada umumnya lebih rendah
dibandingkan dengan P1 di perdesaan. Kondisi
kemiskinan di perdesaan lebih buruk dibandingkan
dengan yang di perkotaan. Di perdesaan, rata-rata
jarak pengeluaran per bulan penduduk miskin
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
22. 16
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
dengan GK cukup lebar. Keadaan yang bertolak
belakang terjadi pada keadaan September 2013.
Indeks Kedalaman Kemiskinan di perdesaan jauh
lebih rendah dibandingkan dengan yang di
perkotaan yaitu 0,77 berbanding dengan 1,14. Ini
memberikan gambaran bahwa penduduk miskin di
perkotaan pada September 2013, selain meningkat
jumlahnya juga semakin terpuruk. Rata-rata
pengeluaran mereka per bulan semakin menjauhi
GK. Di perdesaan, kondisi kemiskinan semakin
membaik, dilihat dari persentase kemiskinannya
yang menurun juga rata-rata jarak pengeluaran per
bulannya semakin mendekati GK.
Pada umumnya
nilai P12di
perkotaan lebih
kecil dari yang di
perdesaan, kecuali
pada September
2013. P2 di
perkotaan sebesar
0,37 sedangkan di
perdesaan 0,12
Seperti halnya dengan P1, P2 juga
memperlihatkan pola yang berfluktuasi pada periode
Maret 2007-September 2013. Pada umumnya nilai
P2 di perkotaan lebih rendah dibandingkan dengan
P2 di perdesaan. Hal ini memberikan arti bahwa
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
23. 17
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di
perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan yang di
perkotaan. Namun pada September 2013,
ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di
perkotaan lebih parah dibandingkan dengan yang di
perdesaan dengan nilai P2 sebesar 0,37 sementara
di perdesaan hanya 0,12.
V. Penutup
Perkembangan tingkat kemiskinan di Banten
menunjukkan pola yang menurun. Namun sejak
Maret 2013, tingkat kemiskinan Banten sedikit
mengalami peningkatan. Peningkatan ini tidak
mempengaruhi posisi Banten sebagai 5 provinsi
dengan tingkat kemiskinan terendah. Pada
September 2013, angka kemiskinan Banten sebesar
5,89 persen dengan jumlah penduduk 682,71 ribu
jiwa. Salah satu pemicu peningkatan adalah inflasi
yang cukup tinggi.
Kenaikan harga sangat dirasakan oleh
penduduk di perkotaan, sehingga angka kemiskinan
di perkotaan naik menjadi 5,27 persen pada
September 2013. Sementara itu, angka kemiskinan
di perdesaan turun menjadi 7,22 persen. Penurunan
ini diduga disebabkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP)
yang cukup besar dan peningkatan upah riil buruh
pertanian. Peningkatan angka kemiskinan di
perkotaan dan penurunan yang di perdesaan,
menyebabkan gap angka kemiskinan di perkotaan
Kenaikan BBM telah
memicu inflasi yang
pada gilirannya
meningkatkan angka
kemiskinan di Banten
menjadi 5,89 persen
dengan jumlah
penduduk miskin
682,71
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
24. 18
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Kondisi kemiskinan di
perkotaan semakin
terpuruk baik dilihat
dari angka
kemiskinannya maupun
nilai P1 dan P2
dan perdesaan semakin mengecil. Selama ini angka
kemiskinan di perdesaan selalu lebih tinggi
dibandingkan dengan yang di perkotaan.
Kualitas kemiskinan di perkotaan pada
September 2013 semakin terpuruk hal ini dapat
dilihat dari meningkatnya nilai Indeks Kedalaman
Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan.
Bahkan nilai kedua indeks tersebut lebih tinggi dari
yang di perdesaan.
.
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
25. 19
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Lampiran 1. Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Banten, Maret
2007-September 2013
Bulan/
Tahun
Kota Desa Total
Persen
tase
Jumlah
(000 jiwa)
Persentase
Jumlah
(000 jiwa)
Persen
tase
Jumlah
(000 jiwa)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Mar-07 6,79 399,34 12,52 486,82 9,07 886,20
Mar-08 6,15 371,04 11,18 445,71 8,15 816,70
Mar-09 5,62 348,74 10,70 439,33 7,64 788,10
Mar-10 4,99 318,29 10,44 439,87 7,16 758,20
Mar-11 4,61 335,53 9,75 354,96 6,32 690,50
Sep-11 4,54 330,17 9,74 350,49 6,26 680,66
Mar-12 4,46 333,00 8,65 319,80 5,85 652,80
Sep-12 4,41 333,45 8,31 314,80 5,71 648,25
Mar-13 4,76 363,80 7,72 292,45 5,74 656,24
Sep-13 5,27 414,46 7,22 268,25 5,89 682,71
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
26. 20
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Lampiran 2. Garis Kemiskinan Daerah Perkotaan Banten, Maret 2007-
September 2013
Bulan/Tahun
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/bulan)
Makanan Non Makanan Total
(1) (2) (3) (4)
Mar-07 128.838 59.554 188.392
Mar-08 197.328
Mar-09 146.471 65.839 212.310
Mar-10 151.992 68.779 220.771
Mar-11 163.006 73.666 236.672
Sep-11 171.209 76.366 247.575
Mar-12 172.372 77.669 250.041
Sep-12 181.304 81.067 262.371
Mar-13 188.322 85.506 273.828
Sep-13 206.828 93.281 300.109
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
27. 21
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Lampiran 3. Garis Kemiskinan Daerah Perdesaan Banten, Maret 2007-
September 2013
Bulan/Tahun
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/bulan)
Makanan Non Makanan Total
(1) (2) (3) (4)
Mar-07 109.245 31.641 140.885
Mar-08 156.494
Mar-09 134.944 43.294 178.238
Mar-10 142.745 45.996 188.741
Mar-11 156.993 49.647 206.639
Sep-11 161.567 52.612 214.179
Mar-12 165.552 53.474 219.026
Sep-12 172.833 55.960 228.794
Mar-13 183.370 58.961 242.331
Sep-13 200.536 64.096 264.632
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
28. 22
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Lampiran 4. Garis Kemiskinan Banten, Maret 2007-September 2013
Bulan/Tahun
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/bulan)
Makanan Non Makanan Total
(1) (2) (3) (4)
Mar-07 112.199 43.610 155.809
Mar-08 181.076
Mar-09 141.883 56.866 198.750
Mar-10 148.312 59.712 208.023
Mar-11 161.002 65.660 226.662
Sep-11 168.018 68.503 236.521
Mar-12 170.113 69.654 239.767
Sep-12 178.476 72.685 251.161
Mar-13 186.682 76.715 263.398
Sep-13 204.811 83.923 288.733
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
29. 23
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Lampiran 5. Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada
Kenaikan Garis Kemiskinan
Komoditi Kota Komoditi Desa
(1) (2) (3) (4)
Makanan
Beras 21,75 Beras 37,31
Rokok kretek filter 14,82 Rokok kretek filter 7,05
Telur ayam ras 3,86 Mie instan 2,99
Mie instan 2,69 Tempe 2,51
Daging ayam ras 2,48 Telur ayam ras 2,47
Kopi 2,20 Kopi 2,46
Tempe 1,97 Gula Pasir 2,32
Tahu 1,88 Bawang merah 1,99
Bukan Makanan
Perumahan 9,21 Perumahan 7,10
Listrik 2,86 Pendidikan 1,92
Pendidikan 2,72 Pakaian jadi anak-anak 1,88
Bensin 2,67
Pakaian jadi perempuan
Dewasa 1,52
Angkutan 2,14 Listrik 1,48
Pakaian jadi laki-laki
dewasa
2,00
Pakaian jadi laki-laki
dewasa 1,36
Pakaian jadi perempuan
dewasa
1,96 Bensin
1,35
Pakaian jadi anak-anak 1,66 Angkutan 1,19
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d
30. 24
Laporan Eksekutif “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2013”
Lampiran 6. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) Menurut Klasifisikasi Daerah, Banten,
Maret 2007-September 2013
Bulan/Tahun
Kota Desa Total
(P1) (P2) (P1) (P2) (P1) (P2)
(1) (7) (8) (7) (8) (7) (8)
Mar-07 1,13 0,29 1,87 0,44 1,42 0,35
Mar-08 1,04 0,31 1,25 0,23 1,12 0,28
Mar-09 0,93 0,21 1,91 0,50 1,32 0,33
Mar-10 0,79 0,22 1,30 0,28 0,99 0,24
Mar-11 0,68 0,14 1,36 0,33 0,90 0,20
Sep-11 0,82 0,24 1,82 0,48 1,14 0,32
Mar-12 0,57 0,11 1,07 0,23 0,74 0,15
Sep-12 0,77 0,24 1,30 0,36 0,95 0,28
Mar-13 0,66 0,17 0,76 0,13 0,70 0,16
Sep-13 1,14 0,37 0,77 0,12 1,02 0,29
h
t
t
p
:
/
/
b
a
n
t
e
n
.
b
p
s
.
g
o
.
i
d