2. PENDAHULUAN
Jembatan penyeberangan orang disingkat JPO adalah
fasilitas pejalan kakI untuk menyeberang jalan yang ramai
dan lebar atau menyeberang jalan tol dengan
menggunakan jembatan, sehingga orang dan lalulintas
kendaraan dipisah secara fisik.
Jembatan penyeberangan juga digunakan untuk menuju
tempat pemberhentian bis (seperti
busway BRT di Indonesia), untuk memberikan akses kepada
penderita cacat yang menggunakan kursi roda, tangga
diganti dengan suatu akses dengan kelandaian tertentu.
Langkah lain yang juga dilakukan untuk memberikan
kemudahan akses bagi penderita cacat adalah dengan
menggunakantangga berjalan ataupun dengan
menggunakan lift seperti yang digunakan pada salah satu
akses JPO menuju tempat perhentian bus di Jl. M.H.
Thamrin, Jakarta.
3. Desain JPO
Desain jembatan penyeberangan biasanya menggunakan prinsip
yang sama dengan jembatan untuk kendaraan. Tetapi karena
biasanya lebih ringan dari jembatan kendaraan, dalam desain JPO
biasanya mempertimbangkan getaran dan efek dinamik dari
penggunanya. Di samping itu masalah estetika juga menjadi
pertimbangan penting dalam membangun JPO terutama dijalan-
jalan protokol dimana desain arsitektur menjadi pertimbangan yang
penting.
Variabel-variabel yang memengaruhi penggunaan JPO
Kepadatan lalu lintas
lebar jalur
lokasi
aksesibilitas
pagar di sekitar trotoar
penegakan hukum terhadap pelanggar larangan menyeberang
di jalan kendaraan bila sudah memeiliki JPO
4. Konsep Jembatan
Penyeberangan
Menurut John J. Fruin (1971) dalam perencanaan
fasilitas bagi pejalan kaki, termasuk fasilitas
penyeberangan haruslah memperhatikan tujuh
sasaran utama yaitu:
keselamatan (safety),
keamanan (security),
kemudahan (convenience),
kelancaran(continuity),
kenyamanan (comfort),
keterpaduan sistem (system coherence
dayatarik (attractiveness).
5. Menurut O’Flaherty (1997) faktor -faktor yang
mempengaruhi penggunaan
fasilitas penyeberangan tidak sebidang, diurut
kan berdasarkan yang terpenting menurut peja
lan kaki adalah:
1. Jarak (directness of route)
2. Kemudahan ( ease of negotiation)
3. Estetik (interest of specific features)
4. Pertimbangan lingkungan ( general
environmental appeal )
5. Keselamatan (safety)
6. Di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22
tahun 2009 tentangLalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bagian
Keenam disebutkan mengenai Hak danKewajiban Pejalan
Kaki dalam Berlalu Lintas.
Pasal 131 :
1. Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung
yang berupatrotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas
lain.
2. Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat
menyeberang Jalan ditempat penyeberangan.
3. Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1),Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat
yang dipilih denganmemperhatikan keselamatan
dirinya.Pasal 1321
7. Kombinasi JPO dengan
perbelanjaan
Salah satu pendekatan lain yang digunakan dikawasan
perbelanjaan yang ramai adalah dengan mengkombinasikan
JPO dengan pertokoan/perbelanjaan seperti:
JPO yang menhubungkan Pondok Indah Mall I dengan
Pondok Indah Mall II
JPO di Pasar Tanah Abang
JPO di Pusat Perbelanjaan Mangga Dua Jakarta
JPO di Pasar Baru Jakarta
JPO di Pusat Perbelanjaan Elektronik Glodok
JPO di Pasar Cikunir
JPO di Kings Plaza Bandung
JPO di Bambu Kuning Bandar Lampung
8. PERMASALAHAN
Bertambahnya volume kendaraan
menyebabkan kepadatan dijalan
pejalan kaki kesulitan untuk
menyeberang jalan terutama pada
jam-jam sibuk
9. LOKASI PENELITIAN
Untuk menjawab permasalahan tersebut kami
mencoba mengadakan penelitian, Tempat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jembatan penyeberangan orang di jalan
kartini (Pasar bambu Kuning)
Subjek yang diteliti adalah pejalan kaki yang
menyeberang jalan.
13. Metode Penelitian
Teknik pengumpulan data yang
dilakukan menggunakan: Observasi
dan Wawancara.
Sedangkan alat pengumpulan data
adalah Lembar Observasi dan
Lembar Wawancara. Adapun data
observasi atau pengamatan dihitung
prosentasenya dengan rumus:
Prosentase = A/B x 100%
14. Lanjutan
Keterangan :
A = Jumlah pejalan kaki yang menyeberang
menggunakan
jembatan penyeberangan
B = Jumlah pejalan kaki seluruhnya yang
menyeberang
jalan.
Hasil prosentase ditafsirkan dengan berpedoman
pada klasifikasi :
0 – 20% untuk kategori Sangat tidak efektif
21 – 40% untuk kategori Tidak efektif
41 – 60% untuk kategori Cukup efektif
61 – 80% untuk kategori efektif
81 – 100% untuk kategori Sangat efektif
15. Lanjutan
Wawancara diajukan dua pertanyaan
untuk pejalan kaki yang tidak
menggunakan jembatan penyeberangan
ketika menyeberang jalan yaitu :
Apa alasan Anda tidak menggunakan jembatan
penyeberangan ketika meyeberangan jalan ?
16. Pertanyaan Total Jawaban
Lebih cepat
1
Cepat Capek
4
Ikut – ikutan
3
Tidak ada yang melarang 1
Takut Ketinggian 1
HASIL WAWANCARA :
17. KESIMPULAN
dari hasil survei wawancara kepada pengguna JPO
mereka memilih jembatan penyebrangan karena
lebih aman kalau menyebrang tdk takut ketabrak
kendaraan dijalan
lebih cepat tdk harus menunggu menyetop mobil –
motor yang lewat
ada juga yg tdk mau menggunakan JPO karena
lebar efektif yang berkurang akibat adanya halangan
yang terdapat di sisi kiri kanan sepanjang jalur
pejalan kaki di akibatkan karena banyaknya
pengemis yg sering nongkrong disana, ada juga yg
beralasan takut ketinggian.