Dokumen tersebut memberikan informasi singkat tentang delapan Wali Songo yaitu Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, dan Sunan Muria yang berperan besar dalam menyebarkan agama Islam di Jawa.
3. SUNAN GRESIK
Nama aslinya Maulana Malik Ibrahim. Berasal dari Persia. Ia menyebarkan
agama Islam di Gresik dan sekitarnya. Setelah mendedikasikan dirinya di Gresik, Jawa
Timur, beliau mendapat gelar Maulana Magribi, Syekh Magribi, dan Sunan Gresik. Maulana
Magribi datang ke Jawa tahun 1404 M. Kedatangan beliau jauh sesudah agama islam masuk
di Jawa Timur. Hal ini dapat diketahui dari batu nisan seorang wanita muslim bernama
Fatimah binti Maimun yang wafat pada tahun 476 H atau 1087 M. Sejak beliau berada di
Gresik, hasil pertanian rakyat Gresik meningkat tajam. Kepribadiannya yang baik menarik
hati penduduk setempat sehingga mereka berbondong-bondong untuk masuk agama Islam
dengan suka rela dan menjadi pengikut beliau yang setia. Malik Ibrahim menetap di Gresik
dengan mendirikan masjid dan pesantren untuk mengajarkan agama Islam kepada mereka
sampai ia wafat.
5. SUNAN AMPEL
Nama kecilnya Raden Rahmat putra dari Raja Campa. Berasal
dari Campa. Sunan Ampel lahir pada tahun 1401. Sunan Ampel
merupakan pelanjut perjuangan Maulana Malik Ibrahim yang sangat
handal. Sunan Ampel juga yang pertama kali menciptakan Huruf Pegon
atau tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa. Hingga sekarang huruf pegon
masih dipakai sebagai bahan pelajaran agama Islam di kalangan pesantren.
Hasil didikan Sunan Ampel yang terkenal adalah falsafah Mo Limo yaitu
Moh Main, Moh Ngombe, Moh Maling, Moh Madat, dan Moh Madon.
Sunan Ampel wafat pada tahun 1481 M.
7. SUNAN BONANG
Nama aslinya adalah Raden Makdum Ibrahim. Berasal dari Tuban
Jawa Timur. Sunan Bonang merupakan putra dari Sunan Ampel. Ia terkenal
sebagai ahli ilmu kalam dan tauhid. Beliau juga dianggap sebagai pencipta
gending pertama dalam rangka mengembangkan ajaran Islam di pesisir utara Jawa
Timur. Sunan Bonang dan para wali lainnya dalam menyebarkan agama islam
selalu menyesuaikan diri dengan corak kehidupan masyarakat Jawa yang sangat
menggemari wayang serta musik gamelan. Mereka memanfaatkan pertunjukkan
tradisional itu sebagai media dakwah Islam, dengan menyisipkan napas Islam ke
dalamnya. Sunan Bonang menciptakan lagu yang dikenal dengan tembang
Durma. Sunan Bonang wafat di Pulau Bawean pada tahun 1525 M.
9. SUNAN DRAJAT
Nama aslinya adalah Raden Maunat Syarifudin/Raden Qasim. Beliau
merupakan putra dari Sunan Ampel dan Dewi Candrawati. Raden Qasim diberi tugas
untuk berdakwah di daerah sebelah barat Gresik. Di Desa Jalang beliau mendirikan
pesantren. Di sana beliau membangun surau/mushola yang juga dimanfaatkan untuk
tempat berdakwah. Ia juga menciptakan gending Jawa, Pangkur. Di tempat baru itu beliau
berdakwah dengan menggunakan kesenian rakyat, yaitu dengan menabuh seperangkat
gamelan untuk mengumpulkan orang, setelah itu diberi ceramah agama. Demikianlah
kecerdikan Raden Qasim dalam mengadakan pendekatan kepada rakyat dengan
menggunakan kesenian rakyat sebagai media dakwahnya. Sampai sekarang seperangkat
gamelan itu masih tersimpan dengan baik di museum dekat makamnya. Beliau wafat pada
pertengahan abad ke 16.
11. SUNAN KALIJAGA
Nama aslinya adalah Raden Sahid. Raden Sahid sebenarnya anak muda yang
patuh dan kuat kepada agama dan orang tua, tapi tidak bisa menerima keadaan
sekelilingnya yang terjadi banyak ketimpangan, hingga dia mencari makanan dari gudang
kadipaten dan dibagikan kepada rakyatnya. Tapi ketahuan ayahnya, hingga dihukum yaitu
tangannya dicampuk 100 kali sampai banyak darahnya dan diusir. Raden Sahid diangkat
menjadi murid oleh Sunan Bonang lalu disuruh menunggui tongkatnya di depan kali
sampai berbulan-bulan sampai seluruh tubuhnya berlumut. Maka Raden Sahid disebut
Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam,
antara lain wayang, sastra dan berbagai kesenian lainnya. Ia juga mengenalkan tradisi
Maulid atau tradisi Sekaten. Sunan Kalijaga wafat pada pertengahan abad ke 15 dan
dimakamkan di Desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah.
13. SUNAN GIRI
Sunan Giri atau Raden Paku adalah wali yang secara aktif ikut
merencanakan berdirinya negara serta terlibat dalam penyerangan ke
Majapahit sebagai penasihat militer dan merupakan salah seorang santri
Sunan Ampel. Ia berasal dari Blambangan yang sekarang dikenal
Banyuwangi. Sunan Giri dikenal sangat dermawan. Sunan Giri berperan
dalam penyebaran Islam. Beliau juga menciptakan tembang-tembang
dolanan anak kecil yang bernapas Islami, seperti jemufan. Ia juga dikenal
sebagai seniman yang menciptakan gending Jawa, Asmaradana dan
Pucung. Dimakamkan di Gresik, Surabaya.
15. SUNAN KUDUS
Sunan Kudus berasal dari Blora Jawa Tengah dengan nama asli Jafar
Sodiq putra dari RM Usman Haji atau Sunan Ngundung. Ia mendapat julukan wali
al-‘im. Beliau pernah berjasa memberantas penyakit yang menelan banyak korban di
Palestina. Sekembalinya ke Jawa ia mendirikan masjid di daerah Loran tahun 1549,
masjid itu diberi nama Masjid Al-Aqsa atau Al Manar ( Masjid Menara Kudus ) dan
daerahnya diberi nama Kudus. Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga,
dalam berdakwah juga meniru pendekatan Sunan Kalijaga yaitu toleran pada budaya
setempat dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu-Buddha (akulturasi). Beliau
menciptakan berbagai cerita keagamaan. Yang paling terkenal adalah Gending
Maskumambang dan Mijil. Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M dan dimakamkan
di Kudus.
17. SUNAN MURIA
Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga dengan nama aslinya
adalah Raden Prawata. Beliau lebih dikenal dengan nama Sunan Muria
karena pusat kegiatan dakwahnya dan makamnya terletak di Gunung
Muria. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan, dan rakyat
jelata. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu “Sinom” dan
“Kinanti”. Beliau juga banyak mengisi tradisi Jawa dengan nuansa Islami
seperti nelung dino, mitung dino, ngatus dino dan sebagainya. Sunan
Muria wafat pada abad ke 16.
19. SUNAN GUNUNG JATI
Nama aslinya Syarif Hidayatulloh attau Falatehan. Dialah pendiri dinasti
raja-raja Cirebon dan Banten. Syarif Hidayatulloh berangkat ke tanah Jawa untuk
mengamalkan ilmunya. Di sana beliau bersama ibunya disambut gembira oleh
pangeran Cakra Buana. Sunan Gunung Jati dinikahkan dengan putri Cakra Buana
Nyi Pakung Wati kemudian ia diangkat menjadi pangeran Cakra Buana. Setelah
Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang bebas dari kekuasaan
Padjadjaran. Sultan mengangkatnya menjadi panglima angkatan perang yang bertugas
menguasai Sunda Kelapa dan Cirebon. Dari Cirebon, ia mengembangkan agama
Islam ke daerah-daerah lainnya di Jawa Barat.