Isu gender dalam studi Islam merupakan topik yang menarik untuk didiskusikan. Terdapat berbagai pengertian dan teori mengenai isu gender, sejarah perkembangan isu gender di dunia Islam, serta tokoh-tokoh feminis dan perspektif Al-Quran mengenai kesetaraan gender."
Isu Gender Dalam Studi Islam Metodologi Studi Islam
1. ISU GENDER DALAM STUDI ISLAM
Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Methodologi Studi Islam
Diampu oleh : Yu‟timaalahuyatazaka, S.Pd.I, M.Pd.I
Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
Luk Luk Ilkhoiriah (1600331007)
Fifi Ariski (1600331012)
Achmad Aan Munkosim (1611331023)
Ni’matul Maula (1600331029)
Arifah Nurita Aviciena (1600331031)
Uswatun Khasanah (1600331032)
FAKULTAS TARBIYAH DAN DIRASAT ISLAMIYAH
PENDIDIKAN AGAM ISLAM
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
TAHUN AJARAN 2016/2017
2. Methodologi Studi Islam/Isu Jender ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, dan
hidyah Nya, serta nikmat sehat, sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata
kuliah Methodologi Studi Islam ini dapat selesai dengan yang diharapkan. Shalawat serta
salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammada SAW dan semoga kita selalu
berpegang teguh pada sunah Nya.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya hambatan selalu mengiringi, namun atas
bantuan, dorongan, serta bimbingan dari dosen pembimbing, dan teman-teman yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu. Akhirnya hambatan dalam penyusunan makalah ini dapat teratasi.
Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk memenuhi tugas dan sebagai informasi serta
untuk menambah wawasan khususnya menegenai isu jender. Dalam penyusunan makalah ini
berdasarkan pengumpulan sumber informasi dan berbagai karya tulis serta kajian dari
internet.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi para pembaca. Dan
tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik
dalam kosa kata ataupun dari keseluruhan makalah ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Dan untuk itu kritik dan saran sangat kami
harapkan demi kebaikan kami ke depan nya.
Yogyakarta, 15 November 2016
Penyusun
3. Methodologi Studi Islam/Isu Jender iii
ABSTRAK
It is recognized that the gender issue is a new issue for the community,
giving rise to various interpretations and disproportionate response on gender. One
of the factors that affect the gender gap in which there are various interpretations
of the notion of gender.
Therefore, in this paper we describe some of the issues related to gender
issues such as gender understanding, theories of gender issues, history and
development of gender issues in the Islamic world, the figures in the Islamic
feminist, gender equality in the perspective of the Qur'an , as well as the analysis
of gender issues in the study of Islam in Indonesia.
Addressing gender issues is a very interesting article of gender is not the
nature or conditions of God. But gender relates to the process of confidence how
should men and women play a role and act according to the values in a structured
social and cultural conditions in places where they are located. So gender is
pembedaaan between men and women in the role, functions, rights, behavior
shaped by local social and cultural conditions.
Sometimes gender is also mistaken for understanding sex, the actual words
in Indonesian sex is defined as sex. So the distinction of both sexes human,
biologically determined.
So in this paper on gender issues and we also provide an understanding of
the difference between what the true meaning of gender and sex so that no
misunderstandings terms between gender and sex.
4. Methodologi Studi Islam/Isu Jender iv
DAFTAR ISI
SAMPUL …………………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………. ii
ABSTRAK ……………………………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah …………………………………………………………... 1
Rumusan Masalah …………………………………………………………………. 1
Tujuan …………………………………………………………………………….... 2
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian dan Terori-Teori Isu Gender …………………………………………….. 3
Sejarah dan Perkembangan Isu Gender di Dunia Islam ..…………………………… 9
Tokoh-tokoh Feminis Dalam Islam ………………………………………………… 15
Kesetaraan Gender Dalam Prespektif Al-Quran …………………………………… 16
BAB III ANALISIS
Analisis …………………………………………………………………………….. 19
BAB IV KESIMPULAN
Kesimpulan ……………………………………………………………………….. 20
Saran ……………………………………………………………………………… 20
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………. 21
5. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini publik dunia gencar menyuarakan tentang gender. Dalam hal
kaitannya dengan gender, Islam dipandang tidak mendukung dan terkesan
mendiskrimanasikan perempuan dalam segala hal
Tidak dapat disangkal bahwa perempuan merupakan kelompok yang seringkali
mengalami ketidakadilan dalam berbagai aspek kehidupan. Menurut asumsi sebagian
feminis, ketidakadilan tersebut berasal anggapan bahwa seluruh pengetahuan dan
pandangan dunia dari pengalaman laki-laki, bahkan dalam kasus-kasus yang terkait
dengan perempuan. Akibat buruk yang ditimbulkan dari anggapan tersebut begitu
besar. Sebagai contoh adalah terhalangnya akses perempuan kepada berbagai aspek
kehidupan publik, seperti agama, ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lain-lain.
Sehingga, bukan sesuatu yang mengherankan jika pada masa lalu jarang terdengar
orang-orang besar dari kaum perempuan. Jika ada, itu pun mungkin tidak terekspos
secara meluas, karena segala informasi dikuasai oleh laki-laki.
Melihat pengaruh buruk dari fakta ini, tentu perlu muncul sebuah upaya
pembongkaran. Salah satu caranya adalah melalui rekonstruksi pemahaman dan kajian
ulang terhadap berbagai isu perempuan dari berbagai perspektif keilmuan. Salah satu
yang dituntut untuk ikut andil tentu saja adalah disiplin keilmuan Islam
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Isu Gender dalam studi islam?
2. Apa teori-teori Isu Gender dalam studi islam?
3. Bagaimana sejarah dan perkembangan Isu Gender di dunia islam?
4. Siapa Tokoh-tokoh feminis dalam islam?
5. Bagaimana kesetaraan Gender dalam prespektif Al-Quran
6. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 2
C. TUJUAN
1. Agar dapat mengerti dan memahami apa arti dari isu gender
2. Agar dapat menjelaskan teori-teori isu gender
3. Agar mengetahui bagaimana sejarah dan perkembangan isu gender di dunia
islam
4. Agar dapat menyebutkan toko-tokoh fminis dalam islam itu siapa saja
5. Agar dapat mengetahui dan memahami kesetaraan gender dalam prespektif Al-
Quran
7. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN TEORI-TEORI ISU JENDER
1. Pengertian Jender
Disadari bahwa isu jender merupakan isu baru bagi masyarakat,
sehingga menimbulkan berbagai penafsiran dan respon yang tidak
proporsional tentang gender. Salah satu faktor yang mempengaruhi adanya
kesenjangan jender adalah bermacam-macamnya tafsiran tentang pengertian
jender.
Kata jender berasal dari bahasa Inggris gender yang berarti jenis
kelamin. Menurut Nasruddin Umar, pengertian ini kurang tepat, sebab dengan
pengertian tersebut jender disamakan dengan sex yang berarti jenis kelamin
pula. Pesoalan ini muncul barangkali adalah karena kata jender termasuk kosa
kata baru, sehingga pengertiannya belum ditemukan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia.1
Dalam Webster‟s New World Dictionary, jender diartikan sebagai
perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dari segi nilai dan
tingkah laku. Dalam Women‟s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa jender
adalah konsep yang bersifat budaya (cultural) yang berupaya membuat
perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional
antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.2
Mansour Fakih menguraikan pengertian jender secara lebih mendetail
beserta contoh-contohnya. Menurutnya, jender adalah sifat yang melekat pada
laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Misalnya, perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan.
Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciri dan
sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada
laki-laki yang emosional, lemah lenut, keibuan, sementara ada juga perempuan
yang rasional, kuat dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut terjadi
dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lain.3
1 Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution. M.A, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta:
ACADEMIA+TAZZAFA, 2009), hlm. 236.
2 Ibid, hlm. 237.
3 Ibid, hlm. 237.
8. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 4
Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia
mengartikan jender adalah merupakan peran-peran sosial yang dikonstruksikan
oleh masyarakat, serta tanggung jawab dan kesempatan laki-laki dan
perempuan yang diharapkan masyarakat agar peran-peran sosial tersebut dapat
dilakukan oleh keduanya( laki-laki dan perempuan).
Jadi yang disebut jender bukan merupakan kodrat ataupun ketentuan
Tuhan. Oleh karena itu jender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana
seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata
nilai yang terstruktur dalam ketentuan sosial dan budaya ditempat dimana
mereka berada. Dengan kata lain, jender adalah pembedaaan antara laki-laki
dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, perilaku yang dibentuk oleh
ketentuan sosial dan budaya setempat.
Untuk membedakan antara jender dan sex, perlu pula diberikan
pengertian sex. Kata sex dalam bahasa indonesia diartikan jenis kelamin.
Namun pembedaan kedua jenis kelamin manusia ini, ditentukan secara
biologis. Maksudnya adalah perbedaan berdasarkan biologis adalah perbedaan
yang didasarkan pada hal yang bersifat permanen (kurdati), tidak dapat
ditukarkan. Misalnya, laki-laki mempunyai penis, sementara perempuan
mempunyai vagina. Perempuan mempunyai payudara yang dapat
memproduksi makanan untuk anak, sementara laki-laki tidak. Pendeknya,
perbedaan di sini lebih bersifat paten, kudrat dan tidak dapat dipertukarkan,
tidak dapat berubah-ubah dari waktu ke watu, tidak dapat berubah-ubah dari
satu tempat ke tempat lain, tidak dapat berubah-ubah dari satu kelas ke kelas
lain. Meskipun dapat dipertukarkan dengan menggunakan teknologi, tetapi
tetap ada perbedaan hormon-hormon yang ada di dalamnya.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa jender
adalah konsep perbedaan laki-laki dan perempuan sebagai hasil bentukan
sosial dan budaya, bukan bersifat biologis atau kudrati.
9. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 5
2. Teori-Teori Jender
a. Teori Struktural-Fungsional
Teori atau pendekatan struktural-fungsional merupakan teori
sosiologi yang diterapkan dalam melihat institusi keluarga. Teori ini
berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas beberapa
bagian yang saling memengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur
mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat,
mengidentifikasi fungsi setiap unsur, dan menerangkan bagaimana
fungsi unsur- unsur tersebut dalam masyarakat. Banyak sosiolog yang
mengembangkan teori ini dalam kehidupan keluarga pada abad ke-20,
di antaranya adalah William F. Ogburn dan Talcott Parsons (Ratna
Megawangi, 1999: 56).
Teori struktural-fungsional mengakui adanya segala keragaman
dalam kehidupan sosial. Keragaman ini merupakan sumber utama dari
adanya struktur masyarakat dan menentukan keragaman fungsi sesuai
dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem. Sebagai contoh,
dalam sebuah organisasi sosial pasti ada anggota yang mampu menjadi
pemimpin, ada yang menjadi sekretaris atau bendahara, dan ada yang
menjadi anggota biasa. Perbedaan fungsi ini bertujuan untuk mencapai
tujuan organisasi, bukan untuk kepentingan individu. Struktur dan
fungsi dalam sebuah organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat
(Ratna Megawangi, 1999: 56).
Terkait dengan peran gender, pengikut teori ini menunjuk
masyarakat pra industri yang terintegrasi di dalam suatu sistem sosial.
Laki-laki berperan sebagai pemburu (hunter) dan perempuan sebagai
peramu (gatherer). Sebagai pemburu, laki-laki lebih banyak berada di
luar rumah dan bertanggung jawab untuk membawa makanan kepada
keluarga. Peran perempuan lebih terbatas di sekitar rumah dalam
urusan reproduksi, seperti mengandung, memelihara, dan menyusui
anak. Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi dengan baik dan
berhasil menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabil. Dalam
10. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 6
masyarakat ini stratifikasi peran gender sangat ditentukan oleh sex
(jenis kelamin).
Menurut para penganutnya, teori struktural-fungsional tetap
relevan diterapkan dalam masyarakat modern. Talcott Parsons dan
Bales menilai bahwa pembagian peran secara seksual adalah suatu yang
wajar (Nasaruddin Umar, 1999: 53). Dengan pembagian kerja yang
seimbang, hubungan suami-isteri bisa berjalan dengan baik. Jika terjadi
penyimpangan atau tumpang tindih antar fungsi, maka sistem keutuhan
keluarga akan mengalami ketidakseimbangan. Keseimbangan akan
terwujud bila tradisi peran gender senantiasa mengacu kepada posisi
semula.
Teori struktural-fungsional ini mendapat kecaman dari kaum
feminis, karena dianggap membenarkan praktik yang selalu mengaitkan
peran sosial dengan jenis kelamin. Laki-laki diposisikan dalam urusan
publik dan perempuan diposisikan dalam urusan domistik, terutama
dalam masalah reproduksi. Menurut Sylvia Walby teori ini akan
ditinggalkan secara total dalam masyarakat modern. Sedang Lindsey
menilai teori ini akan melanggengkan dominasi laki-laki dalam
stratifikasi gender di tengah-tengah masyarakat (Nasaruddin Umar,
1999: 53).
Meskipun teori ini banyak memeroleh kritikan dan kecaman,
teori ini masih tetap bertahan terutama karena didukung oleh
masyarakat industri yang cenderung tetap memertahankan prinsip-
prinsip ekonomi industri yang menekankan aspek produktivitas. Jika
faktor produksi diutamakan, maka nilai manusia akan tampil tidak lebih
dari sekedar alat produksi. Nilai-nilai fundamental kemanusiaan
cenderung diabaikan. Karena itu, tidak heran dalam masyarakat
kapitalis, “industri seks” dapat diterima secara wajar. Yang juga
memerkuat pemberlakuan teori ini adalah karena masyarakat modern-
kapitalis, menurut Michel Foucault dan Heidi Hartman (Nasaruddin
Umar, 1999: 60), cenderung mengakomodasi sistem pembagian kerja
berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Akibatnya, posisi perempuan
11. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 7
akan tetap lebih rendah dan dalam posisi marginal, sedang posisi laki-
laki lebih tinggi dan menduduki posisi sentral.
b. Teori Sosial-Konflik
Menurut Lockwood, suasana konflik akan selalu mewarnai
masyarakat, terutama dalam hal distribusi sumber daya yang terbatas.
Sifat pementingan diri, menurutnya, akan menyebabkan diferensiasi
kekuasaan yang ada menimbulkan sekelompok orang menindas
kelompok lainnya. Perbedaan kepentingan dan pertentangan antar
individu pada akhirnya dapat menimbulkan konflik dalam suatu
organisasi atau masyarakat (Ratna Megawangi, 1999: 76).
Dalam masalah gender, teori sosial-konflik terkadang
diidentikkan dengan teori Marx, karena begitu kuatnya pengaruh Marx
di dalamnya. Marx yang kemudian dilengkapi oleh F. Engels,
mengemukakan suatu gagasan menarik bahwa perbedaan dan
ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan tidak disebabkan
oleh perbedaan biologis, tetapi merupakan bagian dari penindasan kelas
yang berkuasa dalam relasi produksi yang diterapkan dalam konsep
keluarga. Hubungan laki-laki-perempuan (suami-isteri) tidak ubahnya
dengan hubungan ploretar dan borjuis, hamba dan tuan, atau pemeras
dan yang diperas. Dengan kata lain, ketimpangan peran gender dalam
masyarakat bukan karena kodrat dari Tuhan, tetapi karena konstruksi
masyarakat. Teori ini selanjutnya dikembangkan oleh para pengikut
Marx seperti F. Engels, R. Dahrendorf, dan Randall Collins.
Asumsi yang dipakai dalam pengembangan teori sosial-konflik,
atau teori diterminisme ekonomi Marx, bertolak belakang dengan
asumsi yang mendasari teori struktural-fungsional, yaitu:
1) walaupun relasi sosial menggambarkan karakteristik yang
sistemik, pola relasi yang ada sebenarnya penuh dengan
kepentingan-kepentingan pribadi atau sekelompok orang. Hal
ini membuktikan bahwa sistem sosial secara sistematis
menghasilkan konflik
12. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 8
2) maka konflik adalah suatu yang takterhindarkan dalam semua
sistem sosial
3) konflik akan terjadi dalam aspek pendistribusian sumber daya
yang terbatas, terutama kekuasaan
4) konflik adalah sumber utama terjadinya perubahan dalam
masyarakat (Ratna Megawangi, 1999: 81).
Menurut Engels, perkembangan akumulasi harta benda pribadi dan
kontrol laki-laki terhadap produksi merupakan sebab paling mendasar
terjadinya subordinasi perempuan. Seolah-olah Engels mengatakan bahwa
keunggulan laki-laki atas perempuan adalah hasil keunggulan kaum kapitalis
atas kaum pekerja. Penurunan status perempuan mempunyai korelasi dengan
perkembangan produksi perdagangan (Nasaruddin Umar, 1999: 62).
Keluarga, menurut teori ini, bukan sebuah kesatuan yang normatif
(harmonis dan seimbang), melainkan lebih dilihat sebagai sebuah sistem yang
penuh konflik yang menganggap bahwa keragaman biologis dapat dipakai
untuk melegitimasi relasi sosial yang operatif. Keragaman biologis yang
menciptakan peran gender dianggap konstruksi budaya, sosialisasi kapitalisme,
atau patriarkat. Menurut para feminis Marxis dan sosialis institusi yang paling
eksis dalam melanggengkan peran gender adalah keluarga dan agama,
sehingga usaha untuk menciptakan perfect equality (kesetaraan gender 50/50)
adalah dengan menghilangkan peran biologis gender, yaitu dengan usaha
radikal untuk mengubah pola pikir dan struktur keluarga yang menciptakannya
(Ratna Megawangi, 1999: 91)
Teori sosial-konflik ini juga mendapat kritik dari sejumlah pakar,
terutama karena teori ini terlalu menekankan faktor ekonomi sebagai basis
ketidakadilan yang selanjutnya melahirkan konflik. Dahrendorf dan R. Collins,
yang tidak sepenuhnya setuju dengan Marx dan Engels, menganggap konflik
tidak hanya terjadi karena perjuangan kelas dan ketegangan antara pemilik dan
pekerja, tetapi juga disebabkan oleh beberapa faktor lain, termasuk ketegangan
antara orang tua dan anak, suami dan isteri, senior dan yunior, laki-laki dan
perempuan, dan lain sebagainya (Nasaruddin Umar, 1999: 64). Meskipun
demikian, teori ini banyak diikuti oleh para feminis modern yang kemudian
13. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 9
banyak memunculkan teori-teori baru mengenai feminisme, seperti feminisme
liberal, feminisme Marxis-sosialis, dan feminisme radikal.
c. Teori Feminisme Liberal
Teori ini berasumsi bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan antara
laki-laki dan perempuan. Karena itu perempuan harus mempunyai hak yang
sama dengan laki-laki. Meskipun demikian, kelompok feminis liberal menolak
persamaan secara menyeluruh antara laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa
hal masih tetap ada pembedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan.
Bagaimanapun juga, fungsi organ reproduksi bagi perempuan membawa
konsekuensi logis dalam kehidupan bermasyarakat (Ratna Megawangi, 1999:
228).
Teori kelompok ini termasuk paling moderat di antara teori-teori
feminisme. Pengikut teori ini menghendaki agar perempuan diintegrasikan
secara total dalam semua peran, termasuk bekerja di luar rumah. Dengan
demikian, tidak ada lagi suatu kelompok jenis kelamin yang lebih dominan.
Organ reproduksi bukan merupakan penghalang bagi perempuan untuk
memasuki peran-peran di sektor publik.
d. Teori Feminisme Marxis-Sosialis
Feminisme ini bertujuan mengadakan restrukturisasi masyarakat agar
tercapai kesetaraan gender. Ketimpangan gender disebabkan oleh sistem
kapitalisme yang menimbulkan kelas-kelas dan division of labour, termasuk di
dalam keluarga. Gerakan kelompok ini mengadopsi teori praxis Marxisme,
yaitu teori penyadaran pada kelompok tertindas, agar kaum perempuan sadar
bahwa mereka merupakan „kelas‟ yang tidak diuntungkan. Proses penyadaran
ini adalah usaha untuk membangkitkan rasa emosi para perempuan agar
bangkit untuk merubah keadaan (Ratna Megawangi, 1999: 225). Berbeda
dengan teori sosial-konflik, teori ini tidak terlalu menekankan pada faktor
akumulasi modal atau pemilikan harta pribadi sebagai kerangka dasar ideologi.
Teori ini lebih menyoroti faktor seksualitas dan gender dalam kerangka dasar
ideologinya.
Teori ini juga tidak luput dari kritikan, karena terlalu melupakan
pekerjaan domistik. Marx dan Engels sama sekali tidak melihat nilai ekonomi
14. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 10
pekerjaan domistik. Pekerjaan domistik hanya dianggap pekerjaan marjinal dan
tidak produktif. Padahal semua pekerjaan publik yang mempunyai nilai
ekonomi sangat bergantung pada produk-produk yang dihasilkan dari
pekerjaan rumah tangga, misalnya makanan yang siap dimakan, rumah yang
layak ditempati, dan lain-lain yang memengaruhi pekerjaan publik tidak
produktif. Kontribusi ekonomi yang dihasilkan kaum perempuan melalui
pekerjaan domistiknya telah banyak diperhitungkan oleh kaum feminis sendiri.
Kalau dinilai dengan uang, perempuan sebenarnya dapat memiliki penghasilan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki dari sektor domistik yang
dikerjakannya (Ratna Megawangi, 1999: 143).
e. Teori Feminisme Radikal
Teori ini berkembang pesat di Amerika Serikat pada kurun waktu
1960-an dan 1970-an. Meskipun teori ini hampir sama dengan teori feminisme
Marxis-sosialis, teori ini lebih memfokuskan serangannya pada keberadaan
institusi keluarga dan sistem patriarki. Keluarga dianggapnya sebagai institusi
yang melegitimasi dominasi laki-laki (patriarki), sehingga perempuan
tertindas. Feminisme ini cenderung membenci laki-laki sebagai individu dan
mengajak perempuan untuk mandiri, bahkan tanpa perlu keberadaan laki-laki
dalam kehidupan perempuan. Elsa Gidlow mengemukakan teori bahwa
menjadi lesbian adalah telah terbebas dari dominasi laki-laki, baik internal
maupun eksternal. Martha Shelley selanjutnya memperkuat bahwa perempuan
lesbian perlu dijadikan model sebagai perempuan mandiri (Ratna Megawangi,
1999: 226).
Karena keradikalannya, teori ini mendapat kritikan yang tajam, bukan
saja dari kalangan sosiolog, tetapi juga dari kalangan feminis sendiri. Tokoh
feminis liberal tidak setuju sepenuhnya dengan teori ini. Persamaan total antara
laki-laki dan perempuan pada akhirnya akan merugikan perempuan sendiri.
Laki-laki yang tidak terbebani oleh masalah reproduksi akan sulit diimbangi
oleh perempuan yang tidak bisa lepas dari beban ini.
15. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 11
f. Teori Ekofeminisme
Teori ekofeminisme muncul karena ketidakpuasan akan arah
perkembangan ekologi dunia yang semakin bobrok. Teori ini mempunyai
konsep yang bertolak belakang dengan tiga teori feminisme modern seperti di
atas. Teori-teori feminisme modern berasumsi bahwa individu adalah makhluk
otonom yang lepas dari pengaruh lingkungannya dan berhak menentukan jalan
hidupnya sendiri. Sedang teori ekofeminisme melihat individu secara lebih
komprehensif, yaitu sebagai makhluk yang terikat dan berinteraksi dengan
lingkungannya (Ratna Megawangi, 1999: 189).
Menurut teori ini, apa yang terjadi setelah para perempuan masuk ke
dunia maskulin yang tadinya didominasi oleh laki-laki adalah tidak lagi
menonjolkan kualitas femininnya, tetapi justeru menjadi male clone (tiruan
laki-laki) dan masuk dalam perangkap sistem maskulin yang hierarkhis.
Masuknya perempuan ke dunia maskulin (dunia publik umumnya) telah
menyebabkan peradaban modern semakin dominan diwarnai oleh kualitas
maskulin. Akibatnya, yang terlihat adalah kompetisi, self-centered, dominasi,
dan eksploitasi. Contoh nyata dari cerminan memudarnya kualitas feminin
(cinta, pengasuhan, dan pemeliharaan) dalam masyarakat adalah semakin
rusaknya alam, meningkatnya kriminalitas, menurunnya solidaritas sosial, dan
semakin banyaknya perempuan yang menelantarkan anak-anaknya (Ratna
Megawangi, 1999: 183).
g. Teori Psikoanalisa
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939).
Teori ini mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan
perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Freud
menjelaskan kepribadian seseorang tersusun di atas tiga struktur, yaitu id, ego,
dan superego. Tingkah laku seseorang menurut Freud ditentukan oleh interaksi
ketiga struktur itu. Id sebagai pembawaan sifat-sifat fisik biologis sejak lahir.
Id bagaikan sumber energi yang memberikan kekuatan terhadap kedua sumber
lainnya. Ego bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakkan
keinginan agresif dari id. Ego berusaha mengatur hubungan antara keinginan
subjektif individual dan tuntutan objektif realitas sosial. Superego berfungsi
sebagai aspek moral dalam kepribadian dan selalu mengingatkan ego agar
16. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 12
senantiasa menjalankan fungsinya mengontrol id (Nasaruddin Umar, 1999:
46).
Menurut Freud kondisi biologis seseorang adalah masalah takdir yang
tidak dapat dirubah. Pada tahap phallic stage, yaitu tahap seorang anak
memeroleh kesenangan pada saat mulai mengidentifikasi alat kelaminnya,
seorang anak memeroleh kesenangan erotis dari penis bagi anak laki-laki dan
clitoris bagi anak perempuan. Pada tahap ini (usia 3-6 tahun) perkembangan
kepribadian anak laki-laki dan perempuan mulai berbeda. Perbedaan ini
melahirkan pembedaan formasi sosial berdasarkan identitas gender, yakni
bersifat laki-laki dan perempuan (Nasaruddin Umar, 1999: 41).
Pada tahap phallic seorang anak laki-laki berada dalam puncak
kecintaan terhadap ibunya dan sudah mulai mempunyai hasrat seksual. Ia
semula melihat ayahnya sebagai saingan dalam memeroleh kasih sayang ibu.
Tetapi karena takut ancaman dari ayahnya, seperti dikebiri, ia tidak lagi
melawan ayahnya dan menjadikannya sebagai idola (model). Sebaliknya,
ketika anak perempuan melihat dirinya tidak memiliki penis seperti anak laki-
laki, tidak dapat menolak kenyataan dan merasa sudah “terkebiri”. Ia
menjadikan ayahnya sebagai objek cinta dan menjadikan ibunya sebagai objek
irihati.
Pendapat Freud ini mendapat protes keras dari kaum feminis, terutama
karena Freud mengungkapkan kekurangan alat kelamin perempuan tanpa rasa
malu. Teori psikoanalisa Freud sudah banyak yang didramatisasi kalangan
feminis. Freud sendiri menganggap kalau pendapatnya masih tentatif dan
masih terbuka untuk dikritik. Freud tidak sama sekali menyudutkan kaum
perempuan. Teorinya lebih banyak didasarkan pada hasil penelitiannya secara
ilmiah. Untuk itu teori Freud ini justeru dapat dijadikan pijakan dalam
mengembangkan gerakan feminisme dalam rangka mencapai keadilan gender.
Karena itu, penyempurnaan terhadap teori ini sangat diperlukan agar dapat
ditarik kesimpulan yang benar.
17. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 13
Itulah beberapa teori-teori gender yang dapat digunakan untuk memahami
berbagai persoalan gender dalam kehidupan kita. Tentu saja masih banyak lagi teori-
teori atau pendekatan-pendekatan lain yang bisa digunakan untuk memahami
persoalan gender, misalnya pendekatan fenomenologis, pendekatan agama, teori-teori
ekonomi, dan teori-teori sosial lainnya.4
4http://www.academia.edu/13731641/Gender_dan_Pengembangan_Pemikiran_Pendidikan_Is
lam, diakses pada tanggal 29 November 2016
18. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 14
B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ISU JENDER DI DUNIA
ISLAM
Pembahasan tentang sejarah dan perkembangan jender tidak bisa terlepas dari
sejarah pergerakan kaum feminisme di Barat.
Kata feminis pertama kali ditemukan pada awal ke-19 oleh seorang sosialis
berkebangsaan Perancis, yaitu Charles Fourier. Namun terdapat perbedaan pendapat
antara ilmuan tentang sejarah munculnya istilah feminisme.
Pendapat pertama menyatakan bahwa Istilah Feminisme berasal dari bahasa
Latin Femina (perempuan). Hamid Fahmy Zarkasi mengutip pendapat Ruth Tucker
dan Walter l. Liefeld dalam buku mereka Daughter of the Church yang menyatakan
bahwa kata istilah feminis berasal dari kata fe atau fides dan minus yang artinya
kurang iman (less in faith).
Pendapat kedua disampaikan Jane Pilcher dan Imelda Whelehan dalam buku
mereka yang berjudul Fifty Key Concepts in Gender Studies. Mereka menyatakan
bahwa istilah feminism berasal dari bahasa Perancis yang muncul pada abad ke
Sembilan belas. Feminisme merupakan istilah kedokteran yang menggambarkan unsur
kewanitaan dalam tubuh laki-laki atau unsur kelaki-lakian dalam tubuh wanita. Setelah
istilah ini masuk dalam kebendaharaan bahasa Amerika pada awal abad keduapuluh,
istilah ini hanya mengacu pada nama sebuah kolompok pergerakan wanita.
Pendapat ketiga juga memiliki kesamaan dengan pendapat kedua dalam
masalah asal kata. Julia T. Wood seorang professor humanity di Universitas North
Carolina mengatakan bahwa kata feminism ditemukan di Perancis pada akhir tahun
1800. Istilah ini merupakan gabungan antara kata femme yang berarti perempuan dan
suffix ism yang berarti posisi politik. Untuk itu, makna feminism yang asli adalah
sebuah posisi politik tentang perempuan. Dalam perkembangannya, istilah ini
memiliki arti yang lebih luas, yaitu sebuah gerakan yang menuntut persamaan sosial,
politik, dan ekonomi antara laki-laki dan perempuan.
Istilah feminis sebagai nama suatu pergerakan aktivis perempuan dalam
memperjuangkan hak mereka bukanlah yang pertama dalam tatanan bahasa. Sebelum
istilah ini muncul, kata-kata seperti womanism, the woman movement, atau woman
question telah digunakan terlebih dahulu. Seiring berkembangnya gerakan kelompok
feminisme ini, istilah-istilah di atas berubah menjadi feminisme hingga sekarang.
Gerakan feminisme berkembang dengan baik tidak hanya di Barat tetapi juga
di Negara-negara timur. Salah satu faktor yang mendorong cepatnya gerakan
19. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 15
femenisme adalah gerakan ini menjadi gelombang akademik di universitas-universitas,
melalui progam women studies. Bahkan gerakan ini mampu menyentuh bidang politik
dimana gerakan perempuan ini telah mendapat restu dari Perserikatan Bangsa-bangsa
dengan dikeluarkannya CEDAW (Convention on the Eliminating of All Farms of
Discriminating Against Women).
Setelah munculnya rekomendasi dari PBB, gerakan ini berkembang sangat
pesat. Perkembangan gerakan ini bisa dilihat dari kebijakkan PBB yang menunjukkan
keberhasilan mereka. Sejak 1990, UNDP (United Nations Development Program)
melalui laporan berkalanya (Human Development Report) telah menyiapkan indikator
untuk mengukur kemajuan suatu negara. Selain pertumbuhan GDP (Growth Domestic
Product) mereka menambah (Human Development Index) HDI. HDI digunakan untuk
mengukur kemajuan suatu negara dengan melihat usia harapan hidup (life expectancy),
angka kematian bayi (infant mortality rate), dan kecukupan pangan (food security).
Sehingga inti kemajuan suatu negara adalah meningkatnya kualitas sumber daya
manusia. Setelah lima tahun, UNDP menambah konsep HDI dengan kesetaraan
gender (Gender Equality).
Sejak UNDP memasukkan kesetaraan gender dalam HDI, maka faktor
kesetaraan gender harus selalu diikutsertakan dalam mengevaluasi keberhasilkan
pembangunan nasional. Perhitungan yang dipakai adalah GDI (Gender Development
Index) dan GEM (Gender Empowerment Measure). Perhitungan GDI mencakup
kesetaraan antara pria dan wanita dalam usia harapan hidup, pendidikan, dan jumlah
pendapatan. Sedangkan perhitungan GEM mengukur kesetaraan dalam partisipasi
politik dan dalam beberapa sektor yang lainnya. Ukuran ini bertitik tolak pada konsep
kesetaraan sama rata.
Perkembangan gerakan feminisme juga terasa di Indonesia dengan
diratifikasinya isi CEDAW sehingga keluarlah UU no. 7 tahun 1984. Setelah itu,
Pemerintah Indonesia mengeluarkan undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang
PKDRT (Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan undang-undang
perlindungan anak. Selain itu, mereka juga berusaha melakukan legalisasi aborsi
melalui amandemen UU kesehatan. Dalam bidang politik, feminis berada di belakang
keluarnya UU pemilu tahun 2008 tentang kuota caleg perempuan sebanyak 30 persen.
Sejarah muncul dan perkembangannya Feminisme secara umum dibagi
menjadi 3 gelombang yaitu:
1. Gelombang pertama
20. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 16
Gerakan feminisme gelombang pertama secara luas diketahui terjadi
antara tahun 1880 dan 1920. Gerakan ini dipengaruhi oleh pemikiran Mary
Wollstonecraft lewat bukunya yang berjudul „Vindication of the Rights of
Women‟. Buku ini dipublikasikan di Inggris pada tahun 1792. Buku ini
memberi pengaruh sangat besar dalam pergerakan feminisme di dunia, bahkan
Winifred Holtby menganggap buku ini sebagai “Bible-nya gerakan perempuan
di Inggris”. Wollstonecraft seorang pioner feminisme yang berusaha
membongkar batasan-batasan pandangan subjektif tentang gender yang
melebihkan laki-laki dan merendahkan perempuan. Dia pernah menulis artikel
tentang hal itu yang berjudul „the Fictionality of Both Femininity and
Masculinity.‟
Perhatian feminis gelombang pertama adalah memperoleh hak-hak
politik dimana mereka menuntut hak suara dalam pemilihan umum. Selain itu,
mereka juga menuntut akses pendidikan, kesempatan ekonomi yang setara bagi
kaum perempuan, miliki hak pernikahan dan cerai. Feminis berargumentasi
bahwa perempuan memiliki kapasitas rasio yang sama dengan laki-laki.
Aksi politik feminisme yang dimotori oleh kaum feminis liberal telah
membawa perubahan pada kondisi perempuan saat itu. Mereka berhasil
mendapat hak pilihnya dalam pemilu pada tahun 1920, dan mereka juga
berhasil memenangkan hak kepemilikan bagi perempuan, kebebasan
reproduksi dan akses yang lebih dalam bidang pendidikan dan profesionalan.
2. Femenisme Gelombang Kedua.
Gerakan feminisme sempat melemah ketika terjadi perang dunia
pertama dan kedua. Gerakan ini menguat kembali pada akhir tahun 1960an dan
awal tahun 1970an. Meskipun menguat kembali pada akhir tahun 1960an,
gelombang kedua sudah muncul pada tahun 1949, hal ini ditandai dengan
munculnya publikasi Simone de Beauvoir yang berjudul „Second Sex’. Buku
ini dipublikasikan lima tahun setelah wanita Perancis mendapat hak kebebasan
mereka yang pertama kalinya. Buku ini merupakan dokumen yang penting
bagi feminis modern sebagimana buku Betty Friedan yang berjudul „The
Feminine Mistique‟. Beauvoir berargumen bahwa perbedaan antara laki-laki
dan perempuan bukan berakar dari faktor biologis, tetapi sengaja diciptakan
untuk memperkuat penindasan terhadap kaum perempuan.
21. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 17
Pada gelombang kedua, tuntutan kaum feminis tidak hanya pada bidang
politik dan hukum, tetapi mereka menuntut hak mereka yang lebih luas. Pada
gelombang kedua, para feminis mengangkat isu liberation atau kebebasan
ditengah-tengah tekanan masyarakat patriakhy. Para feminis menilai isu
persamaan (equality) tidak dapat dicapai dengan pemberian hak memilih
sehingga mereka merasa gelombang kedua sebagai waktu yang tepat untuk
muncul di ranah publik. Mereka menuntut persamaan dalam lapangan
pekerjaan, baik dalam mendapatkan upah maupun mendapatkan kedudukan
dalam tempat kerja, tuntutan dalam pendidikan, dan masalah pekerjaan rumah
tangga.
3. Feminisme Gelombang Ketiga
Gerakan feminisme berlanjut sampai muncul gelombang ketiga pada
awal tahun 1990an. Pada gelombang ketiga, gerakan ini memfokuskan sesuatu
yang tidak terdapat pada tuntutan gelombang kedua. Gerakan ini masih melihat
adanya perbedaan laki-laki dan perempuan dalam ras, etnik atau bangsa
tertentu. Mereka menuntut keseragaman dalam mendapatkan hak antara orang
kulit putih dan hitam, karena dalam sejarah, perempuan kulit hitam lebih
menderita daripada perempuan kulit putih.
Aktivis feminis pada gelombang ketiga sering mengkritik feminis pada
gelombang kedua yang kurang memperhatikan perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dari segi ras, eknik atau bangsa. Kritik feminis gelombang ketiga
kepada feminis gelombang kedua secara jelas disampaikan Lesley Heywood
dan Jennifer Drake yang mendeklarasikan diri sebagai „post-feminist‟ dan
menyatakan bahwa mereka bersebrangan dan mengkritik feminis gelombang
kedua.5
Kemudian munculnya wacana atau Istilah jender pertama kali diperkenalkan
oleh Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan
pada pendifinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik. Dalam ilmu sosial orang yang
berjasa besar dalam mengembangkan istilah dan pengertian gender ini adalah Ann
Oakley (1972). Sebagai mana Stoller, Oakley mengartikan jender sebagai konstruksi
5 http://thesmartestteacher.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-dan-perkembangan-gender.html.
Diakses pada tanggal 6 November 2016
22. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 18
sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia yang dibangun oleh kebudayaan
manusia.
Namun wacana jender berkembang luas pada 1977 ketika sekelompok feminis
di London tidak lagi memakai isu-isu lama seperti patriarchal atau exist. Mereka
memilih jargo baru bernama gender discourse yang menunjukan bahwa ada
perkembangan yang sangat bagus. Karena sebenarnya masalah ketidak setaraan
gender merupakan hubungan perempuan dan laki-laki sebagian besar dibentuk oleh
pembedaan konstruksi perempuan dan laki-laki secara sosial budaya dan bukan secara
biologis (seks atau kelamin).
Karena itu memindahkan wacana ketidak setaraan jender tersebut dari
panggung biologis kepanggung sosial budaya secara teoritis kiranya lebih efektif.
Namun, wacana gender tidak secara sangat eksplisit dijadikan sebagai ideology
perjuangan perempuan dunia dibawah payung organisasi bangsa-bangsa pada 1975 di
Meksiko yang melahirkan konsep “women‟s in development” atau biasa di sebut
dengan “WID” (perempuan dalam pembangunan). Kemudian dilanjutkan di
Kopenhagen (1985), Nairobi ( 1995) dan Beijing (Cina) yang sempat merumus cetak
biru konvensi penghapusan segala tindak diskriminasi terhadap perempuan
“ Convention For Eliminating Discrimination Against Women” ( CEDAW).
Indonesia mengadopsi konsep jender dalam perjuangan kesetaraan terhadap
perempuan terhadap laki-laki ini sejak Kabinet Pembangunan V dalam bentuk embrio
dan ditingkatkan dalam Kabinet pembangunan VI. Jender mendapat perhatian yang
makin tingi di Kabinet Reformasi. Dimana pemerintah mengeluarkan Inpres No.
9/2000 tentang Pengaruh utama Jender dalam Pembangunan Sosial. Terlebih,
munculnya berbagi kegiatan berbasis jender, termasuk penyusunan statistik dan
indikator jender yang pertama kali dirilis BPS bekerja sama dengan Uniform pada
2000 yang menunjukan antara rendahnya representasi perempuan dalam DPR (8,8%),
MPR (9,1), angota DPA (2,7%), Hakim Agung (13,7%), di ranah kepala desa (2,3%)
dan berkedudukan dalam jabatan struktural kepegawaiaan (15,2%). Padahal, rasio
jumlah penduduk perempuan diatas rasio pendudul laki-laki yaitu 99% yang berarti
dari 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki.
23. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 19
C. TOKOH-TOKOH FEMINIS DALAM ISLAM
Berikut adalah tokoh-tokoh feminisme dari zaman nabi sampai abad 21 :
1. Maryam Binti Imran (Ibunda Nabi Isa AS)
Maryam adalah simbol wanita dalam ibadah dan ketinggian darajat
ketakwaannya kepada Allah serta mampu memelihara kesucian diri dan
kehormatannya ketika mengabdikan dirinya kepada Allah.
2. Asiyah Binti Muza (Istri Firaun)
Asyiah adalah simbol teladan bagi wanita beriman yang tetap
mempertahankan keimanannya kepada Allah, meskipun suaminya
menyiksanya dengan siksaan yang amat berat, asiyah tetap memegang teguh
keimanannya pada Allah SWT.
3. Khadijah binti khuwalid (istri nabi Muhammad SAW)
Khadijah adalah simbol kepada isteri yang setia tanpa mengenal lelah
mendampingi suaminya menegakkan panji-panji kebenaran Islam, berkorban
jiwa raga dan segala harta bendanya serta rela menanggung berbagai risiko dan
cobaan dalam menyebarkan risalah Islam yang diamanahkan pada bahu
Rasulullah. Subhanallah, bahkan wanita ini merelakan seluruh hartanya untuk
kepentingan dakwah, kepentingan seluruh umat.
4. Fatimah binti Muhammad (puteri kesayangan Rasulullah)
Fatimah adalah simbol wanita yang solehah; anak yang soleh dan taat
dihadapan ayahnya; isteri yang setia dan taat di hadapan suaminya serta ibu
yang bijaksana di hadapan putera puterinya. Dialah pemuka segala wanita dan
juga seorang wanita mithali yang setiap detik kehidupan yang dilaluinya,
sewajarnya dijadikan panutan Muslimah.
5. Pegiat Suraya Pakzad
Suraya Pakzad asal Afghanistan menjadi perempuan muslim
berpengaruh sejagat abad 21. Dia pendiri Organisasi Suara Perempuan
bergerak di bidang konsultasi, pelatihan kerja, tempat penampungan para
perempuan tidak diinginkan, tempat berlindung perempyan yang dilecehkan,
bahkan terancam dibunuh, serta mengawal kaum hawa mendapatkan
perlindungan hukum.
Pakzad sadar betul posisinya menjadi pegiat di negeri Islam
konservatif. Saban hari dia mendapat ancaman hendak dihilangkan nyawanya.
Bayang kematian sudah menjadi teman bagi dia. Namun perempuan ini tidak
24. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 20
gentar. Atas jasanya Pakzad mendapat penghargaan dari Konferensi
Perempuan Internasional pada 2008.
6. Soreh Aghdaslo
Soreh Aghdaslo menjadi perempuan Iran pertama masuk dalam
nominasi aktris pendukung terbaik penghargaan film bergengsi sejagat Oscar
pada 2003. Kepiawaiannya berakting di film Pasir dan Kabut (Sand and Fog)
membuatnya sejajar dengan sineas papan atas Amerika Serikat seperti Jodie
Foster, Meryl Streep, dan sebagainya.
Sejumlah film tersohor dibintangi Aghdaslo diantaranya serial televisi
terkenal Ruang Darurat (Emergency Room), dan memenangkan penghargaan
Emmy untuk serial televisi Rumah Saddam pada 2008.
7. Ratu Nur
Ratu Nur dari Yordania janda dari almarhum Raja Hussein. Dia lulusan
Universitas Priceton Amerika Serikat, seorang penulis, diplomat, dan tokoh
Perserikatan Bangsa-Bangsa serta menjadi pakar politik Timur Tengah. Dia
perempuan pertama dan mungkin satu-satunya wanita muslim menjadi
jembatan antara negara-negara Arab terkenal konservatif dan selalu konflik
dengan dunia.
Ratu Nur mempunyai penerus yakni Ratu Rania. Namun mempunyai
gaya diplomatik berbeda. Banyak orang mengatakan Ratu Nur lebih kuat
pengaruhnya ketimbang si penerus, Rania.
8. Azar Nafisi
Penulis perempuan muslim Azar Nafisi mampu mempengaruhi sejagat
lewat aksaranya. Wanita asal Iran inilah yang menulis buku laris Membaca
Lolita di Teheran (Reading Lolita in Tehran) berisi perjuangan perempuan di
banyak negara Islam konservatif untuk mendapat hak-hak mereka. Banyak
negara mayoritas muslim justru menjadi teror menakutkan bagi kaum
hawanya. Nafisi mampu membangkitkan semangat perempuan lewat tulisan
dia.6
6 http://fakorrosyik.blogspot.co.id/2015/05/pendekatan-feminis(dalam-studi-islam.html.
Diakses pada tanggal 6 November 2016
25. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 21
D. KESETARAAN JENDER DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN
Nasaruddin Umar mengemukakan bahwa ada beberapa variabel yang dapat
digunakan sebagai standar dalam menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam
al-Qur‟an. Variabel-variabel tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Laki-laki dan perempuan Sama-sama sebagai Hamba.
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada
Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam QS. al- Zariyat: 56 artinya sebagai
berikut:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”
Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara
laki-laki dan perempuan siapa yang banyak amal ibadahnya, maka itulah
mendapat pahala yang besar tanpa harus melihat dan mempertimbangkan jenis
kelaminnya terlebih dahulu. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang
sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam Al-Qur‟an biasa
diistilahkan dengan orang- orang bertaqwa (muttaqûn), dan untuk mencapai
derajat muttaqûn ini tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku
bangsa atau kelompok etnis tertentu.
2. Laki-laki dan perempuan sebagai Khalifah di Bumi.
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah,
disamping untuk menjadi hamba (âbid) yang tunduk dan patuh serta mengabdi
kepada Allah Swt., juga untuk menjadi khalifah di bumi (khalifah fî al-
ard).Kapasitas manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan di dalam QS. al-
An‟am: 165 artinya sebagai berikut: “Dan Dia lah yang menjadikan kamu
penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas
sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya
dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Kata
khalifah dalam ayat tersebut tidak menunjuk kepada salah satu jenis kelamin
atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi
yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas
kekhalifahannya di bumi, sebagaimana halnya mereka harus bertanggung
jawab sebagai hamba Tuhan.
26. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 22
3. Laki-laki dan perempuan Menerima Perjanjian Primordial
Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan
menerima perjanjian primordial dengan Tuhan. Seperti diketahui, menjelang
seorang anak manusia keluar dari rahim ibunya, ia terlebih dahulu harus
menerima perjanjian dengan Tuhannya, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-
A‟raf: 172 artinya sebagai berikut:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak- anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengata- kan: "Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).
Menurut Fakhr al-Razi tidak ada seorang pun anak manusia lahir di
muka bumi ini yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka
disaksikan oleh para malaikat. Tidak ada seorang pun yang mengatakan
“tidak”. Dalam Islam, tanggung jawab individual dan kemandirian berlangsung
sejak dini, yaitu semenjak dalam kandungan. Sejak awal sejarah manusia.
Dengan demikian dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi jenis
kelamin. Laki- laki dan perempua sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan
yang sama.
Rasa percaya diri seorang perempuan dalam Islam semestinya
terbentuk sejak lahir, karena sejak awal tidak pernah diberikan beban khusus
berupa “dosa warisan” seperti yang dikesankan di dalam Yahudi-Kristen.
Kedua ajaran ini memberikan citra negatif begitu seseorang lahir sebagai
perempuan, karena jenis kelamin perempuan selalu dihubungkan dengan
drama kosmis, yang mana Hawa dianggap terlibat di dalam kasus keluarnya
Adam dari surga, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Kejadian (3) : 12.
“Manusia itu menjawab: “Perempuan yang Kau tempatkan di sisiku,
dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan”.
Sebagai sanksi terhadap kesalahan perempuan itu maka kepadanya
dijatuhkan semacam sanksi sebagaimana disebutkan dalam kitab kejadian (3) :
16
27. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 23
“Firmannya kepada perempuan itu: “Susah payahmu waktu mengandung akan
kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu,
namun engkau akan berahi kepada suamimu dan dia akan berkuasa atasmu.”
Al-Qur‟an menegaskan bahwa Allah memuliakan seluruh anak cucu
Adam sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Isra: 70 artinya sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Kata q[~•••••' dalam ayat ini menunjukkan kepada seluruh anak
cucu Adam, tanpa membedakan jenis kelamin, suku bangsa, dan warna kulit.
Dalam al-Qur‟an tidak pernah ditemukan satu ayat pun yang menunjukkan
keutamaan seseorang karena factor jenis kelamin atau karena keturunan suku
bangsa tertentu. Kemandirian dan otonomi perempuan dalam tradisi Islam
sejak awal terlihat begitu kuat. Perjanjian, bai‟at, sumpah, dan nazar yang
dilakukan oleh perempuan mengikat dengan sendirinya sebagaimana halnya
laki-laki.
28. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 24
BAB III
ANALISIS
Jender merupakan perbedaan antara laki-laki dari segi nilai dan tingkah laku dalam
sosial bukan merupakan ketentuan atau kodrat yang diberikan oleh Tuhan. Jadi mengenai
jender seharusnya tidak terpaku hanya pada laki-laki yang memperoleh kebebasan dalam
berpendapat dan melakukan seuatu. Islam sangat menghormati perempuan dan melarang
kepada kaum laki-laki untuk memaksakan jalan dari kaum wanita seperti yang telah
difirmankan Allah dalam Q.S. An-Nisa : 19 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman,
tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata....”
Namun demikian tidak semua kebebasan itu diberikan kepada kaum wanita. Seperti
halnya dalam sebuah keluarga, wanita atau istri dilarang memimpin dang mengatur suami
melainkan suamilah yang menjadi imam dalam keluarga.
Pada era globalisasi ini, di Indonesia telah mulai muncul kesetaraan jender. Bisa kita
lihat bahwa wanita saat ini tidak semuanya hanya berperan sebagai ibu rumah tangga,
mengurus dalam keluarga. Telah banyak dijumpai wanita berkarir, wanita berpenghasilan
tetap yang merupakan sebuah contoh munculnya kesetaraan jender di Indonesia. Indonesia
tidak lagi membatasi ruang gerak wanita setelah adanya perjuangan yang dilakukan R.A.
Kartini dengan judul habis gelap terbitlah terang. Sampai saat ini bisa dirasakan bersama
bahwa wanita tidak lagi di dapur,sumur,dan kasur melainkan telah ada kebebasan beraspirasi
bagi wanita. Bahkan Indonesia juga pernah dipimpin oleh seorang wanita. Jadi perbedaan
antara laki-laki dengan perempuan sudah bisa dikalangan masyarakat, seperti teori
Equilibrium (keseimbangan), dimana laki-laki dan perempuan itu saling melengkapi satu
sama lain.
29. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 25
BAB IV
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Terkait dengan kajian Islam terhadap isu-isu gender, untuk mengatasi
persoalan ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan, Dari uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa pada masa kini, seorang wanita dapat menjadi seorang
pemimpin. Namun demikian, peraturan-peraturan yang syar‟I harus tetap dijalankan.
Kebebasan bagi seorang wanita bukanlah sebuah kebebasan absolut. Seorang wanita
yang berkecimpung di dunia laki-laki harus tetap menjaga kehormatan dan tidak
melanggar syari‟at Islam.
B. SARAN
Kami menyadari makalah ini banyak kekurangan dan kami mohon maaf
apabila makalah ini masih jauh yang diharapkan. Oleh sebab itu kami membutuhkan
kritik dan saran untuk kemajuan kami dalam membuat makalah dan dalam
menghadapi studi kasus.
30. Methodologi Studi Islam/Isu Jender 26
DAFTAR PUSTAKA
Nasution Khoiruddin. 2009. Pengantar Studi Islam. (Yogyakarta: ACADEMIA+TAZZAFA)
http://www.academia.edu/13731641/Gender_dan_Pengembangan_Pemikiran_Pendidikan_Isl
am
http://thesmartestteacher.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-dan-perkembangan-gender.html.
http://fakorrosyik.blogspot.co.id/2015/05/pendekatan-feminis(dalam-studi-islam.html.