1. KELOMPOK 6
1. Restu Ramadhani (22011053)
2. Revalina Anggraeni Winanda (22011054)
3. Rika Ariani (22011055)
4. Veda Widyadhana Aji (22011059)
5. Zahrotul Fadilah (22011060)
KONSEP NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN
2. 2
Pengertian Negara
Istilah negara yang menggunakan kata-kata asing yaitu “Staat” (bahasa Belanda dan Jerman), “State” (bahasa
Inggris), “Etat’’ (bahasa Perancis), “lo stato” (Itali) yang kesemuanya memiliki arti adalah “status, kedudukan”
yang secara etimologis tidak ada hubungannya memiliki pengertian “Negara”. kemudian pada abad ke 16 baru
menggunakan kata “negara” atau “kesatuan wilayah yang dikuasai”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh
rakyatnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau
daerah tertentu yang diorganisasi dibawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu
kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Budiardjo (1984) mendefinisikan
negara sebagai suatu organisasi yang dalam suatu wilayah yang dapat memaksakan kekuasaanya secara sah
terhadap semua golongan dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Berdasarkan
pendapat ahli di atas maka definisi umum tentang negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah
oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warganegaranya ketaatan pada peraturan undangannya
melalui kekuasaan yang sah.
3. Asal Mula Terbentuknya Negara
● Teori-teori tentang asal-mula negara dapat dimasukkan ke dalam dua golongan besar, yakni teori yang spekulatif dan
teori yang historis.
A. Teori Spekulatif
1. Teori Kontrak Sosial
Teori kontrak sosial atau teori perjanjian masyarakat beranggapan bahwa Negara dibentuk berdasarkan perjanjian-
perjanjian masyarakat. Teori ini adalah salah satu teori yang terpenting asal usul Negara. Hobbes mengungkapkan bahwa
pada umumnya kehidupan manusia yang terpisah dalam dua zaman, yakni keadaan selama belum ada negara (status
naturalis. State of nature) dan keadaan bernegara. Bagi Hobbes, keadaan alamiah sama sekali bukan keadaan yang aman
sentosa, adil dan makmur. Tetapi sebaliknya, keadaan alamiah itu merupakan suatu keadaan sosial yang kacau, suatu
“inferno” di dunia ini tanpa hukum yang dibuat oleh manusia secara sukarela dan tanpa pemerintah, tanpa ikatan-ikatan
sosial antarindividu itu. Dalam keadaan demikian,” hukum” dibuat oleh mereka yang dibuat oleh mereka yang fisiknya
terkuat. Keadaan ini dilukiskan dalam bahasa Latin “homo homini lupus”. Akan tetapi, perjanjian saja belum cukup,
orang atau sekelompok orang yang ditunjuk itu harus diberikan pula kekuasaan. Negara harus diberikan kekuasaan yang
mutlak sehingga kekuasaan negara tidak dapat ditandingi dan disaingi oleh kekuasaan apapun. Dengan perjanjian seperti
itu tidak mengherankan bahwa Hobbes meletakkan dasar-dasar falsafah dari negara yang mutlak, teristimewa negara
kerajaan yang absolut.
3
4. Lain pula dengan pandangan Locke, keadaan alamiah ditafsirkan sebagai suatu keadaan di mana
manusia hidup bebas dan sederajat, menurut kehendak hatinya sendiri. Keadaan alamiah ini sudah
bersifat sosial, karena manusia hidup rukun dan tentram sesuai dengan hukum akal (law of reason)
yang mengajarkan bahwa manusia tidak boleh mengganggu hidup, kesehatan, kebebasan dan milik
sesamanya. Dalam konsepsi tentang keadaan alamiah ini terletak pada perbedaan pertama antara
Locke dan Hobbes. Bila Hobbes melihat keadaan alamiah sebagai suatu keadaan anarkhi, Locke
sebaliknya melihat keadaan itu sebagai suatu keadaan “of peace, goodwill, mutual assistance and
preservation”. Locke juga merasakan bahwa keadaan itu potensial dapat menimbulkan anarki, karena
manusia hidup tanpa organisasi dan pimpinan yang dapat mengatur kehidupan mereka. Locke
memberi garis peringatan bahwa penguasa tidak pernah mutlak tetapi selalu terbatas. Karena dalam
mengadakan perjanjian dengan seorang atau sekelompok orang, individu-individu tidak menyerahkan
seluruh hak-hak alamiah mereka.
4
5. 5
2. Teori Teokratri (Ketuhanan)
Doktrin Teokratis (ketuhanan) ini memperoleh bentuknya yang sempurna dalam tulisan-tulisan para sarjana Eropa
dalam Abad Pertengahan yang menggunakan teori itu untuk membenarkan kekuasaan raja-raja yang mutlak. Doktrin ini
mengemukakan hak-hak raja yang berasal dari Tuhan, untuk memerintah dan bertahta sebagai raja. Kaum
“monarchomach” (penentang raja) berpendapat bahwa raja yang berkuasa secara tiranik dapat diturunkan dari
mahkotanya, bahkan dapat dibunuh. Mereka beranggapan bahwa sumber kekuasaan adalah rakyat, sedangkan raja-raja
pada waktu itu beranggapan kekuasaan mereka diperoleh dari Tuhan.
3. Teori Kekuatan
Teori kekuatan adalah hasil dominasi dari kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah. Negara terbentuk
dengan penaklukan dan pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari suatu kelompok etnis yang lebih kuat
terhadap kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan negara. Dalam teori kekuatan, faktor
kekuatanlah sebagai suatu faktor tunggal yang menimbulkan suatu negara. Negara dilahirkan karena pertarungan
kekuatan dan yang keluar sebagai pemenang adalah pembentuk negara itu. Doktrin kekuatan merupakan hasil analisa
antropososiologis dari pertumbuhan suku-suku bangsa di masa lampau, terutama suku-suku bangsa yang masih primitif,
tetapi lambat laun penakluk mempertahankan kelompok yang ditaklukkan itu dan itulah menandakan saat lahirnya
Negara.
6. 6
4. Teori Patriarkhal dan Teori Matriarkha
Teori patriarkhal adalah kesatuan sosial yang paling utama dalam masyarakat primitif. Dimulai dari Ayah yang berkuasa dalam
keluarga dan garis keturunan diambil dari pihak ayah. Suku pertama ini masih dikuasai oleh kepala keluarga. Lambat laun
persekutuan suku itu meluas, karena lancarnya hubungan dengan suku-suku tetangga. Dengan kelancaran perhubungan ini timbul
pula masalah-masalah baru yang memperluas fungsi kepala-kepala keluarga. Suku menjadi persekutuan-persekutuan etnis yang
bercorak ragam dan inilah benih-benih pertama dari Negara. Menurut teori matriarkhal, persekutuan primitif yang pertama tidak
mengenal pria sebagai kepala keluarga, tidak ada semacam pater familias dari keluarga-keluarga Romawi atau seorang patriarch
yang menguasai persekutuan itu. Malahan sebaliknya, garis keturunan ditarik dari kaum ibu.
5. Teori Organis
Konsepsi organisasi tentang hakikat dan asal mula negara adalah suatu konsep biologis yang melukiskan negara dengan istilah-
istilah ilmu alam. Doktrin organis dari segi isinya dapat digolongkan ke dalam teori-teori organisme moral (Negara terbentuk karena
kodrat manusia sebagai makhluk moral), organisme psikis (Negara terbentuk dan berkembang dipersamakan seperti perkembangan
intelektual individu), organisme biologis (adanya persamaan Negara dengan makhluk hidup asal mula, perkembangan, organisasi
dan aktivitas negara diselidiki seperti kelahiran, struktur dan fungsi fungsi organisme biologis) dan organisme sosial (Negara
sebagai salah satu bentuk perkelompokan, dan perkumpulan sosial).
6. Teori Daluwarsa
Menurut teori daluwarsa, raja bertahta bukan karena jure divino (kekuasaan berdasarkan hak-hak ketuhanan), tetapi
berdasarkan kebiasaan.Teori daluwarsa juga dikenal sebagai doktrin legitimisme dan dikembangkan di Perancis
dalam abad ke I7. Menurutnya, raja bertahta dengan cara yang berbeda- beda, ada yang bertahta dengan seizin
rakyat dan ada pula yang dengan kekuatan belaka. Tetapi semua raja yang bertahta itu kemudian memperoleh
kedaulatan karena daluwarsa. Dengan perkata lain, raja karena daluwarsa menjadi pemilik kedaulatan.
7. 7
7. Teori Alamiah
Teori alamiah tentang asal-mula negara pertama-tama dikemukakan oleh Aristoteles. Kodrat manusia
membenarkan adanya negara, karena manusia pertama-tama adalah makhluk politik (zoon politicon) dan
baru kemudian makhluk social. . Karena kodrat itu, manusia ditakdirkan untuk hidup bernegara. Oleh
karena itu, Aristoteles melihat tujuan dari negara adalah dalam memberikan dan mempertahankan hidup
yang baik bagi individu yang merupakan kompone-nkomponen dari negara.
8. Teori Idealistis
Teori idealistis dikenal juga dengan nama-nama lain seperti teori mutlak, teori filosofis dan lebih lazim
lagi dengan nama teori metafisis. Teori itu bersifat idealistis karena merupakan pemikiran tentang negara
sebagaimana negara itu “seharusnya ada”, “negara sebagai ide”. Teori ini bersifat mutlak karena melihat
negara sebagai suatu kesatuan. Teori ini bersifat filosofis karena merupakan renungan-renungan tentang
negara dan bagaimana negara itu seharusnya ada; dan teori itu bersifat metafisis karena adanya negara
dianggap terlepas dari individu yang menjadi bagian dari bangsa. Maka dari itu, teori idealistis
memandang negara sebagai kesatuan yang mistis yang bersifat supranatural.
B. Teori Historis
Saripati teori historis atau teori evolusionistis atau gradualistic theory ini ialah bahwa
lembaga-lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-
kebutuhan manusia. Sekalipun teori-teori historis pada umumnya mencapai persesuaian faham mengenai
pertumbuhan evolusionistis dari negara, namun dalam beberapa hal masih juga terdapat pendapat.
8. - Tujuan Negara adalah menciptakan ketertiban, menjaga keamanan, serta menegakkan keadilan.Hal ini sebagaimana pendapat Harold J.
Laski bahwa tujuan negara adalah menciptakan keadaan yang rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara
maksimal.Kaum Marxis berpendapat bahwa tujuan negara adalah melanggengkan ketimpangan kelas, dan itu terjadi karena negara (kelas
berkuasa) memiliki alat-alat pemaksa dan menguasai aparatur-aparatur hukum, sosial dan politik. Hal inilah yang sangat tidak diterima oleh
Negara dan Bangsa Indonesia, karena menghalalkan segala cara untuk merebut dan mempertahankan kekuasaannya, termasuk
mengorbankan ribuan bahkan jutaan nyawa manusia.
- Negara harus memiliki fungsi sebagai berikut:
1. melaksanakan penertiban (law and order).
2. pertahanan, untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar
3. menegakkan keadilan.
-Wewenang Negara
Untuk mencapai tujuan dan fungsi tersebut, maka Negara harus memiliki sifat dan wewenang dalam menjalankan fungsinya. . Secara umum
sifat Negara adalah mempunyai sifat memaksa, sifat monopoli dan sifat mencakup semua.
-Sifat memaksa agar peraturan undang-undangan ditaati dan dengan demikian penertiban dalam masyarakat tercapai serta timbulnya anarki
dicegah, maka negara memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara legal.
-Sifat Monopoli. Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Dalam rangka ini negara dapat
menyatakan bahwa suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang hidup dan disebarluaskan, oleh karena dianggap
bertentangan dengan tujuan masyarakat.
-Sifat Mencakup Semua (all-encompassing, all-embracing). Semua peraturan perundang-undangan (misalnya keharusan membayar pajak)
berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali.
8
9. Did you know?
D. Unsur-Unsur Negara
1. Penduduk sesuatu negara, adalah semua orang yang pada suatu waktu mendiami
wilayah negara. Mereka secara sosiologis lazim disebut “rakyat” dari negara itu.
Rakyat dalam hubungan ini diartikan sebagai sekumpulan manusia yang
dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang bersamasama mendiami suatu
wilayah tertentu.
2. Wilayah Jika penduduk adalah substratum personil sesuatu negara, maka wilayah
adalah landasan materil atau landasan fisik negara. Wilayah yang dimaksudkan
bukan hanya wilayah geografis atau wilayah dalam arti sempit, tetapi terutama
wilayah dalam arti hukum atau wilayah dalam arti yang luas.
3. Pemerintah Pemerintah juga merupakan salah satu diantara tiga unsur konstitutif
negara. Pemerintah menegakkan hukum dan memberantas kekacauan,
mengadakan perdamaian dan menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang
bertentangan. Oleh karena itu, mustahillah adanya masyarakat tanpa pemerintah.
9
10. ● Kajian Islam tentang Negara
Al-Qur’an sebagai kitab yang sempurna dipastikan tidak ada keraguan di dalamnya. Al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk bagi
umat Islam dalam menata hidup dan kehidupannya di muka bumi. umat Islam terbagi menjadi dua kelompok
Pertama, mengakui bahwa Al-Qur’an mencakup segala-galanya. Di dalamnya terdapat penjelasan tentang sistem politik, sistem
ekonomi, system keuangan, sistem kemasyarakatan, sistem pertanian, perindustrian dan sebagainya.
Kelompok kedua berlawanan dengan kelompok pertama di atas. Mereka menyatakan bahwa Al-Qur’an tidaklah mengandung
segala-galanya. Sebagaimana ditemukan oleh Khallaf (1956) dalam kitabnya ‘Ilmu Ushul al-Fiqh, ayat-ayat mengenai
kemasyarakatan terdapat sekitar 228 ayat. Perinciannya adalah sebagai berikut: Menyangkut kekeluargaan, perkawinan, perceraian,
hak waris dan sebagainya (70 ayat); Perdagangan, Gadai, perekonomian, jual beli, sewa-menyewa, pinjam meminjam, perseroan,
kontrak, dan sebagainya (70 ayat); masalah pidana (30); hubungan orang Islam dengan orang bukan Islam (25 ayat); pengadilan (13
ayat); hubungan orang kaya dengan orang miskin (10); dan masalah ketatanegaraan (10 ayat). Hal ini menunjukkan bahwa masih
ada beberapa hal yang tidak disebutkan, yaitu, antara lain, masalah keuangan, perindustrian, dan pertanian.
Hal ini sejalan dengan tulisan Mapuna (2017) dalam Jurnal Al Daulah bahwa tidak ditemukan dalil yang mewajibkan umat Islam
untuk mendirikan sebuah Negara. Akan tetapi, prinsip-prinsip dasar dari Al-Qur’an dapat diterapkan dalam pengelolaan Negara,
baik yang berbentuk republik maupun monarki sebagaimana yang telah dijabarkan di atas bahwa Negara pada dasarnya terbentuk
atas kesepakatan manusia secara bersama-sama dalam satu wilayah, kesepakatan tersebut dilakukan agar dapat terciptanya
persatuan dan kesatuan, perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan. Adapun berkaitan dengan Negara Islam, hemat penulis bahwa
tidak ada perintah Allah atau Nabi sekalipun untuk mendirikan Negara Islam, hanya saja syariat Islam harus terus dilaksanakan
oleh umat Islam tidak terkecuali dibentuk Negara apapun (demokrasi, monarki, dll).
10
11. ● Konsep Kewarganegaraan
1. Asas Kewarganegaraan
ada dua azas yang biasanya dipakai dalam penentuan kewarganegaraan, yaitu asas ius soli dan asas ius sanguinis.
Asas ius soli (law of the soil) menentukan warga negaranya berdasarkan tempat tinggal, dalam arti siapapun yang
bertempat tinggal di suatu negara adalah warganegara tersebut. Misal, Negara Inggris, Amerika menganut asas ini.
Dimana apabila seseorang yang berasal dari Negara lain melahirkan di Inggris, maka secara otomatis anak
tersebut menjadi warganegara Inggris. Sedangkan asas ius sanguinis (law of the blood) menentukan warganegara
berdasarkan pertalian darah, dalam arti siapapun seorang anak kandung (yang sedarah seketurunan) dilahirkan
seorang warganegara tertentu, maka anak tersebut juga dianggap warganegara yang bersangkutan. Negara RRC
misalnya, dimanapun warganegaranya lahir maka anak tersebut adalah warga RRC.
Sebagai tambahan ada pula yang menganut asas perkawinan. Yang terdiri dari pertama, asas persamaan hukum
dimana suami istri merupakan keluarga yang memiliki ikatan kesatuan yang tidak boleh terpecah sebagai
masyaarakat, oleh karena itu, diusahakan status kewarganegaraan suami istri adalah sama. Kedua, asas
persamaan derajat yaitu perkawinan tidak menyebabkan salah satu pihak tunduk secara hukum terhadap yang
lain. Asas ini memiliki pandangan bahwa Keduanya memiliki hak yang sama untuk menentukan status
kewarganegaraan sendiri. Dengan demikian, mereka tetap memiliki kewarganegaraan masing-masing
sebagaimana sebelum terjadi perkawinan.
11
12. Apatride, artinya seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Contohnya, seorang anak lahir di negara RRC yang menganut
asas ius sanguinis, sementara orang tuanya berkewarganegaraan Amerika Serikat yang menganut asas ius soli.Anak tersebut tidak
memperoleh kewarganegaraan dari negara RRC karena bukan keturunan dari orang RRC dan juga tidak berkewarganegaraan AS
karena tidak lahir di wilayah AS. Bipatride, artinya seseorang yang memiliki dua kewarganegaraan (kewarganegaraan ganda).
Contohnya, seorang anak lahir di Amerika Serikat yang menganut asas ius soli, sementara orang tuanya berkewarganegaraan RRC
yang menganut asas ius sanguinis.Anak tersebut memperoleh dua kewarganegaraan sekaligus, yaitu dia menjadi warga negara AS
karena lahir di wilayah AS dan menjadi warga negara RRC karena orang tuanya adalah warga negara RRC.
2. Istilah Penduduk dan Bukan Penduduk
Menurut Soepomo, penduduk adalah orang yang dengan sah bertempat tinggal tetap dalam suatu negara. Disebut sebagai
penduduk bila bertempat tinggal atau mendiami suatu wilayah negara dalam jangka waktu yang cukup lama. Disebut sebagai
bukan penduduk bila bertempat tinggal atau mendiami suatu wilayah negara untuk sementara waktu (dalam jangka yang pendek),
misalnya para wisatawan.
3. Warga Negara dan Bukan Warga Negara
seseorang dapat dikatakan sebagai warga negara dan bukan warga negara karena alasan-alasan berikut:
a) Disebut warga negara, bila seseorang berdasarkan hukum adaian merupakan anggota dari wilayah negara yang bersangkutan
dengan memiliki status kewarganegaraan asli maupun keturunan asing.
b) Disebut bukan warga negara, bila seseorang berdasarkan hukum merupakan anggota dari wilayah negara yang bersangkutan,
tetapi tunduk pada kekuasaan pemerintah negara lain, Contoh duta besar dan konsuler negara lain yang ada di Indonesia.
12
13. 1. Pengertian Warga
Negara Indonesia
warga negara Indonesia adalah orang Indonesia asli, yaitu
orang-orang yang di zaman pemerintahan Belanda
termasuk dalam golongan bumi putra. Adapun bangsa-
bangsa lain menjadi warga negara Indonesia setelah
disahkan dengan undang- undang adalah orang peranakan
Belanda, peranakan Tionghoa, dan peranakan Arab yang
bertempat kedudukan di Indonesia serta mengakui
Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada
Negara Republik Indonesia.
13
14. 2. Cara Memperoleh
Kewarganegaraan
Republik Indonesia
1. Kelahiran
2. Pengangkatan
syarat: anak tersebut diangkat oleh warga negara Indonesia , pada waktu diangkat anak
tersebut masih di bawah umur, yaitu belum berumur 5 tahun, mendapatkan penetapan
pengadilan.
3. Permohonan
syarat : telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, pada waktu
mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh
puluh) tahun tidak berturut-turut, dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar
negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
4. Pemberian kewarganegaraan
Syarat: telah berjasa ikut serta dalam memberikan kemajuan bagi bangsa Indonesia,
seperti kemajuan dalam bidang teknologi, kebudayaan, lingkungan hidup, olahraga,
dan kemanusiaan, alasan kepentingan Negara, telah ikut memberikan sesuatu yang luar
biasa bagi kedaulatan negara dan kemajuan di bidang perekonomian
5. Perkawinan
Syarat: menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang
berwenang , Pernyataan ini tidak berlaku jika dengan itu orang tersebut menjadi
bipatride (memiliki dua kewarganegaraan), sudah bertempat tinggal di Indonesia
selama 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut
14
15. 3.Kehilangan
Kewarganegaraan
Republik Indonesia ● Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan, kehilangan kewarganegaraan Republik
Indonesia dapat terjadi apabila seseorang:
a)memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya
sendiri
b)tidak menolak atau tidak melepaskan
kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu
c)dinyatakan hilang kewarganegaraan oleh presiden atas
permohonannya sendiri, jika yang bersangkutan sudah
berusia18 (delapan belas) tahun, bertempat tinggal di luar
negeri, dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan
Republik Indonesia tidak menjadi tanpa
kewarganegaraan.
15
16. 4. Hak Dan Kewajiban
Warga Negara
Indonesia
● Hak warga negara adalah hak yang ditentukan dalam konstitusi negara
sehingga hanya berlaku pada negara yang bersangkutan.Sedangkan
kewajiban warga negara adalah suatu pembatasan yang timbul dalam
hubungan antara manusia dengan seamanya, manusia dengan
kelompoknya (masyarakat) maupun manusia dengan negara.
● Pengaturan mengenai hak dan kewajiban warga negara secara jelas
diatur dalam UUD Negara RI Tahun 1945:
1. pasal 29 tidak mengalami perubahan setelah amandemen. Pasal ini berisi
hak bagi warga negara untuk memeluk agama dan melakukan ibadah
secara bebas sesuai ajaran agamanya. Bunyi Pasal 29 ayat (2) "Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu".
2. Ada di dalam Pasal 32 ayat (1) yang mengatur tentang "hak bagi
masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai budaya"
3. Pasal 33 mengatur tentang "hak bagi warga negara untuk memperoleh
kemakmuran dari kekayaan yang dimiliki oleh negara" (Pasal 33 ayat (3)
16