1. Indonesia menghadapi berbagai hambatan non-tarif dalam mengekspor produk perikanan dan pertanian ke negara-negara tujuan utama seperti Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat. Hambatan tersebut berupa standar mutu, sanitasi, dan residu yang ketat.
2. Standarisasi produk yang ketat di negara-negara tersebut menyebabkan biaya ekspor Indonesia meningkat dan kesulitan bersaing di pasar internasional.
3. Jargon mendukung
2. Latar Belakang Adanya Hambatan Non Tarif
Adanya kesepakatan WTO (World Trade Organization) yang tertuang dalam GATT
(General Agreement on Tariff and Trade), yang ditandatangani di Marrakesh, Maroko,
pada tanggal 15 April 1994, negara anggota WTO menyetujui dilaksanakannya
perdagangan bebas untuk negara maju dimulai pada tahun 2010 dan negara
berkembang tahun 2020. Perdagangan bebas merupakan bentuk perdagangan
antar negara tanpa adanya hambatan dalam bentuk tarif.
Walaupun negara-negara di dunia yang menjadi anggota WTO mulai menurunkan
hambatan dalam bentuk tarif secara bertahap, akan tetapi di luar tarif, berbagai
hambatan non-tarif masih sering muncul menjadi kendala perdagangan antar
negara.
3. Hambatan non-tarif (non-tarif barrier) adalah berbagai kebijakan
perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi,
sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional
(Dr. Hamdy Hady).
4. A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts
Pembatasan spesifik
• Larangan impor secara
mutlak
• Pembatasan impor (quota
system) meliputi Absolute
atau Unilateral Quota,
Negotiated atau Bilateral
Quota, dan Tariff Quota.
• Peraturan atau ketentuan
teknis untuk impor produk
tertentu
• Peraturan kesehatan /
karantina
• Peraturan pertahanan dan
keamanan negara
• Peraturan kebudayaan
• Perizinan impor (import
licence)
• Embargo
• Hambatan pemasaran /
marketing
Peraturan bea cukai (customs
administration rules)
• Tatalaksana impor tertentu
(procedure)
• Penetapan harga pabean
• Penetapan forex rate (kurs
valas) dan pengawasan
devisa (forex control)
• Consular formalities
• Packaging / labelling
regulations
• Documentation needed
• Quality and testing standard
• Pungutan administasi (fees)
• Tariff classification
Partisipasi
pemerintah (government
participation)
• Kebijakan pengadaan
pemerintah
• Subsidi dan insentif ekspor
• Countervaling duties
(pungutan anti-subsidi)
• Domestic assistance
programs (bantuan domestik)
• Trade-diverting (pengalihan
Perdagangan)
Import charges
• Import deposits
• Supplementary duties
(pungutan tambahan)
• Variable levies (retribusi
barang impor)
5. Berbagai Hambatan Non Tarif
Selain berbagai hambatan non-tarif yang dikemukakan oleh A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts, ada
beberapa hambatan non-taif lainnya yang dilakukan oleh berbagai negara di dunia :
1. Dumping
Dumping adalah ekspor dari suatu komoditi dengan harga jauh di bawah pasaran, atau penjualan komoditi
ke luar negeri dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan harga penjualan domestiknya. Dumping
merupakan hambatan non-tarif bagi pesaing dari dalam maupun luar negeri.
Dumping diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Dumping terus-menerus atau international price discrimination.
b. Dumping harga yang bersifat predator atau predatory dumping.
c. Dumping sporadis atau sporadic dumping
2. Anti Dumping
Anti dumping adalah tindakan yang dilakukan oleh suatu negara, misalnya pengenaan bea masuk atau
pembatasan, terhadap barang yang diimpor dari negara lain yang dianggap melakukan dumping. Anti
dumping merupakan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan yang ingin melakukan dumping di negara
tujuannya.
6. Berbagai Hambatan Non Tarif
3. Keamanan Pangan (Food Safety)
Produk pangan yang dikonsumsi masyarakat dan diperdagangkan harus bebas dari zat-
zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
4. Peraturan Karantina
Peraturan karantina merupakan upaya untuk mencegah masuk dan tersebarnya
organisme pengganggu tumbuhan (OPT) serta hama dan penyakit manusia atau hewan
baru dari luar negeri ke dalam negeri.
5. Ketentuan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Flora and Fauna)
CITES merupakan perjanjian internasional yang mengatur perdagangan spesies langka,
baik flora maupun fauna.
7. Berbagai Hambatan Non Tarif
6. VER (Voluntary Export Restaint)
VER merupakan instrumen pembatasan yang dikenakan pemerintah negara eksportir
terhadap jumlah (kuantitas) barang yang diekspor dalam jangka waktu tertentu. VER
muncul sebagai reaksi setelah negara importir, umumnya yang mempunyai pasar yang
besar dan strategis, mendapatkan serbuan barang impor.
Guna menghindari pemberlakuan kebijakan impor lanjutan yang lebih ketat, negara
eksportir dimaksud ”mengambil hati” negara importir dengan mengenakan VER pada
ekspor mereka.
7. OMA (Orderly Marketing Agreement)
OMA adalah pembatasan pemasaran produk tertentu atas permintaan negara importir.
8. Government Procurement Policy
kebijakan yang mensyaratkan lembaga-lembaga pemerintah untuk membeli barang atau
jasa dari perusahaan dalam negeri.
8. Berbagai Hambatan Non Tarif
9. Prosedur Birokrasi (Red Tape Barriers)
Prosedur yang pada awalnya ditempuh demi penyelenggaraan tertib administrasi negara
bisa menjadi proses yang berbelit, tidak transparan, dan rentan terhadap praktek
pungutan tidak resmi, yang pada akhirnya mengganggu kegiatan ekspor dan impor.
10. Generalized System of Preference (GSP)
GSP atau sistem preferensi umum merupakan suatu bentuk bantuan fasilitas dari negara-
negara industri maju kepada negara-negara sedang berkembang.
Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan devisa, mempercepat industrialisasi dan
pertumbuhan negara-negara sedang berkembang dengan memberikan dan membuka
peluang untuk memasarkan barang-barang yang dihasilkannya, sehingga barang-barang
tersebut dapat bersaing di pasaran negara-negara maju.
11. Jargon Kecintaan Terhadap Produk Buatan Dalam Negeri
10. Tujuan Diberlakukannya Kebijakan Non Tarif
a. Memaksimalkan produksi dalam negeri.
b. Mendorong perkembangan industri baru.
c. Mengatasi masalah deflasi dan pengangguran.
d. Menghindari kemerosotan industri-industri tertentu.
e. Menghindari dumping
f. Memperluas lapangan kerja.
g. Memelihara tradisional.
h. Menghindari resiko yang mungkin timbul jika hanya menggantungkan diri pada satu komoditi
andalan.
i. Menjaga stabilitas nasional, dan tidak menggantungkan diri pada negara lain.
12. Ekspor Indonesia Terhambat
Ekspor Hasil Laut
Tujuan utama pemasaran ikan tuna Indonesia ke luar negeri terdiri dari Amerika Serikat,
Jepang, dan Uni Eropa dimana ketiga negara tersebut sangat berpengaruh terhadap
kinerja ekspor tuna Indonesia. Pada tahun 2004, urutan pertama tujuan ekspor tuna
Indonesia adalah Jepang sebesar 36,84 % dari volume ekspor tuna Indonesia, disusul
Amerika Serikat sebesar 20,45 % dari volume ekspor tuna Indonesia dan Uni Eropa
sebesar 12,69 % dari volume ekspor tuna Indonesia.
Hambatan non-tarif yang dialami Indonesia berkaitan dengan masalah mutu produk,
spesifikasi, standar serta isu lingkungan. Masalah mutu dan keamanan
pangan menjadi sangat penting dengan meningkatnya teknologi, proses
pengolahan pangan, pemakaian bahan tambahan makanan, pemakaian bahan pengawet
serta terbukanya perdagangan makanan dari luar negeri.
Pemberian notifikasi terhadap ikan tuna Indonesia sudah sering dilakukan Uni Eropa.
Sebagai contoh Belgia memberikan nota notifikasi terhadap produk tuna Indonesia
karena disinyalir terdapat kandungan histamine dan mercury.
13. Ekspor Indonesia Terhambat
Dengan demikian, produk-produk perikanan Indonesia yang masuk ke Uni Eropa
terpaksa harus dilakukan uji laboratorium yang biayanya cukup tinggi, antara 3.000
hingga 4.000 euro. Guna memajukan ekspor Indonesia perlu didukung dengan upaya
peningkatan mutu komoditi ekspor tuna yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Terjadi pula pada pasar Jepang. Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)
perlu direvisi ulang. Sebab, dalam implementasinya, banyak hal yang dinilai masih
merugikan Indonesia. Misalnya, untuk urusan hambatan non-tarif, seperti standardisasi.
Meskipun ada penurunan tarif bea masuk ke Jepang dalam IJEPA, namun produk
Indonesia belum leluasa menembus pasar Jepang, akibat tak mampu memenuhi standar.
"Dengan IJEPA ini diharapkan ada peningkatan ekspor untuk produk pertanian, perikanan
dan perkebunan. Tetapi IJEPA tidak membuat kualifikasi standar yang menjadi hambatan
nontarif di Jepang melemah," ungkap penulis buku "Dalam Bayangan Matahari Terbit",
Shanti Darmastuti, Jumat (24/10/2014).
14. Ekspor Indonesia Terhambat
Dalam buku yang ditulis bersama Syamsul Hadi itu, dicontohkan standardisasi produk perkebunan yang
menyulitkan adalah sistem pengenalan residu pestisida. Sistem ini diberlakukan pemerintah Jepang sejak
Mei 2006. Dalam sistem ini, ditetapkan ambang batas yang ketat untuk sekitar 50.000 residu kimia dalam
734 jenis pestisida.
Cinta produk dalam negeri
Jargon cinta produk dalam negeri bukan hanya milik Indonesia. Masyarakat Jepang malah lebih memegang
dan mengimplementasikan jargon ini. Shanti, dalam bukunya menyebut, kesulitan menembus pasar Jepang
disebabkan juga oleh karakter masyarakat Jepang, yang lebih menyukai produk nasional mereka.
"Istilah koku-san daichi, yang artinya produk dalam negeri adalah nomor satu, telah menjadi semacam
ideologi dalam masyarakat Jepang," kata dia.
Namun demikian, Shanti juga memandang, masih susahnya produk Indonesia menembus pasar Jepang
sedikit banyak disebabkan PR domestik yang belum rampung. Misalnya, sebenarnya kata dia, permintaan
sayuran segar (hortikultura) dari Jepang sangat tinggi. Produsen petani di Indonesia tidak mampu
memenuhi permintaan.
"Kita tidak bisa memenuhi permintaan itu karena domestik kita masih berhadapan dengan masalah
infrastruktur, suku bunga, dan sebagainya. Sehingga produktivitas petani rendah," jelas Shanti.
15. Kesimpulan
1. Hambatan non-tarif yang diberlakukan untuk barang impor dari Indonesia merupakan kebijakan untuk
melindungi warga negaranya dari konsumsi barang yang tidak baik untuk dikonsumsi.
2. Hambatan standarisasi produk yang dilakukan Uni-Eropa dan Jepang membuat Indonesia merasa
kesulitan untuk dapat memasuki pasar di negara tersebut. Maka biaya menjadi lebih tinggi dan harga
juga sudah pasti akan meningkat, akhirnya terdapat kekhawatiran produk impor dari Indonesia tidak
mampu bersaing di negara tersebut.
3. Jargon kecintaan produk lokal negara Jepang membuat Indonesia juga kesulitan mendapatkan tempat
di hati masyarakat Jepang. Konsumen akan lebih memilih produk lokal dibanding produk impor.
4. Pengusaha Indonesia harus punya cara untuk dapat mempertahankan produk ekspornya di negara lain
dengan melakukan peningkatan mutu dan inovasi produk sehingga produknya dapat tempat di hati
konsumen negara tujuan.
5. Bantuan pemerintah terhadap petani dan nelayan Indonesia harus lebih ditingkatkan dan diperhatikan
mengingat tingginya permintaan dari negara lain. Pemerintah harus dapat juga memberikan fasilitas
yang baik bagi petani dan nelayan Indonesia. Para pengusaha juga harus bisa turut berperan dalam
meningkatkan kualitas ekspor Indonesia.