Teks tersebut membahas tentang konteks masyarakat nelayan dan budaya pesisir. Masyarakat nelayan hidup dan berkembang di wilayah pesisir yang bergantung pada sumber daya perikanan. Mereka memiliki karakteristik sosial tersendiri seperti sistem nilai dan simbol kebudayaan yang berbeda dengan kelompok masyarakat lain. Teks juga membahas mengenai kearifan lokal dan pendidikan informal yang dimiliki masyarakat n
1. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konteks Masyarakat Nelayan
Secara geografis, masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup,
tumbuh, dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara
wilayah darat dan wilayah laut. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri
atas kategori-kategori sosial yang membentuk kekuatan sosial. Mereka juga
memiliki sistem nilai dan simbol-simbol kebudayaan sebagai referensi perilaku
mereka sehari-hari. Faktor budaya ini menjadi pembeda masyarakat nelayan dari
kelompok masyarakat lainnya. Sebagian besar masyarakat pesisir, baik langsung
maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan hidupnya dari mengelola
potensi sumberdaya perikanan. Mereka menjadi komponen utama konstruksi
masyarakat maritim Indonesia (Michel, 2010).
Menurut Kusnadi (dalam Michel, 2010) ada dua sebab yang menyebabkan
kemiskinan nelayan, yaitu sebab yang bersifat internal dan bersifat eksternal.
Kedua sebab tersebut saling berinteraksi dan melengkapi. Sebab kemiskinan yang
bersifat internal berkaitan erat dengan kondisi internal sumber daya manusia
nelayan dan aktivitas kerja mereka. Sebab-sebab internal ini mencakup masalah :
(1) keterbatasan kualitas sumber daya manusia nelayan, (2) keterbatasan
kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan, (3) hubungan kerja
(pemilik perahunelayan buruh) dalam organisasi penangkapan yang dianggap
kurang menguntungkan nelayan buruh, (4) kesulitan melakukan diversifikasi
usaha penangkapan, (5) ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut, dan
1 11
2. 12
(6) gaya hidup yang dipandang boros sehingga kurang berorientasi ke masa
depan.
Sebagai suatu masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir, masyarakat
nelayan mempunyai karakteristik sosial tersendiri yang berbeda dengan
masyarakat yang tinggal di daratan. Di beberapa kawasan pesisir yang relatif
berkembang pesat, struktur masyarakatnya bersifat heterogen, memiliki etos kerja
tinggi, solidaritas sosial yang kuat, serta terbuka terhadap perubahan dan interaksi
sosial. Sekalipun demikian, masalah kemiskinan masih mendera sebagaian
masyarakat pesisir, sehingga fakta sosial ini terkesan ironi di tengah-tengah
kekayaan sumber daya pesisir dan lautan.
Seperti juga masyarakat yang lain, masyarakat nelayan menghadapi
sejumlah masalah politik, sosial dan ekonomi yang kompleks. Masalah-masalah
tersebut diantaranya adalah sebagai beikut: (1) kemiskinan, kesenjangan sosial,
dan tekanan-tekanan ekonomi yang datang setiap saat, (2) keterbatasan akses
modal, teknologi dan pasar, sehingga mempengaruhi dinamika usaha, (3)
kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi yang ada, (4) kualitas SDM yang
rendah sebagai akibat keterbatasan akses pendidikan, kesehatan,dan pelayanan
publik, (5) degradasi sumberdaya lingkungan, baik di kawasan pesisir, laut
maupun pulau-pulau kecil, dan (6) belum kuatnya kebijakan yang berorientasi
pada kemaritiman sebagai pilar utama pembangunan nasional (Michel, 2010).
2.1.1 Pengertian dan Penggolongan Nelayan
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung
langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi
3. 13
daya. Mereka pada umumnya tinggal dipantai, sebuah lingkungan pemukiman
yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Mulyadi, 2007).
Nelayan identik dengan keterbatasan aset, lemahnya kemampuan modal,
posisi tawar dan akses pasar. Sesungguhnya, nelayan bukanlah suatu entitas
tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat
tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh,
nelayan juragan, dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang
bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya, nelayan juragan adalah
nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun
nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan
dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain (Mulyadi 2007).
Nelayan dapat didefinisikan pula sebagai orang atau komunitas orang yang
secara keseluruhan atau sebagian dari hidupnya tergantung dari kegiatan
menangkap ikan. Beberapa kelompok nelayan memiliki beberapa perbedaan
dalam karakteristik sosial dan kependudukan. Perbedaan tersebut dapat dilihat
pada kelompok umur, pendidikan status sosial, dan kepercayaan. Dalam satu
kelompok nelayan juga sering ditemukan perbedaan kohesi internal, dalam
pengertian hubungan diantara sesama nelayan maupun di dalam hubungan
bermasyarakat (Widodo dan Suadi, 2006).
Menurut Charles (dalam Michel (2010)), kelompok nelayan dapat dibagi
empat kelompok yaitu: (1) nelayan subsisten (subsistence fishers), yaitu nelayan
yang menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, (2) nelayan asli
(native/indigenous/aboriginal fishers), yaitu nelayan yang sedikit banyak
memiliki karakter yang sama dengan kelompok pertama, namun memiliki juga
4. 14
hak untuk melakukan aktivitas secara komersial walaupun dalam skala yang
sangat kecil, (3) nelayan rekreasi (recreational/sport fishers), yaitu orang-orang
yang secara prinsip melakukan kegiatan penangkapan hanya sekadar untuk
kesenangan atau berolah raga, dan (4) nelayan komersial (commercial fishers),
yaitu mereka yang menangkap ikan untuk tujuan komersial atau dipasarkan baik
untuk pasar domestik maupun pasar ekspor (Michel, 2010).
Disamping pengelompokan tersebut, terdapat beberapa terminologi yang
sering digunakan untuk menggambarkan kelompok nelayan, seperti nelayan
penuh untuk mereka yang menggantungkan keseluruhan hidupnya dari
menangkap ikan; nelayan sambilan untuk mereka yang hanya sebagian dari
hidupnya tergantung dari menangkap ikan; juragan untuk mereka yang memiliki
sumberdaya ekonomi untuk usaha perikanan seperti kapal dan alat tangkap; dan
anak buah kapal untuk mereka yang mengalokasikan waktunya dan memperoleh
pendapatan dari hasil mengoperasikan alat tangkap ikan, seperti kapal milik
juragan (Widodo dan Suadi, 2008).
2.1.2 Budaya Pesisir
Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan
berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai. Dalam konstruksi sosial
masyarakat di kawasan pesisir, masyarakat nelayan merupakan bagian dari
konstruksi sosial tersebut, meskipun disadari bahwa tidak semua desa-desa di
kawasan pesisir memiliki penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan
Walaupun demikian, di desa-desa pesisir yang sebagian besar penduduknya
bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak, atau pembudidaya perairan,
kebudayaan nelayan berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas
5. 15
kebudayaan masyarakat pesisir secara keseluruhan Ginkel, (dalam Facrurrazi,
2013). Baik nelayan, petambak, maupun pembudidaya perairan merupakan
kelompok-kelompok sosial yang langsung berhubungan dengan pengelolaan
sumber daya pesisir dan kelautan (Fachrurazzi, 2013).
Wilayah pesisir dan lautan merupakan potensi ekonomi Indonesia yang
perlu dikembangkan. Hal ini disebabkan wilayah pesisir dan laut merupakan 63%
dari wilayah teritorial indonesia. Didalamnya terkandung kekayaan sumberdaya
alam dan jasa lingkungan yang sangat kaya dan beragam, seperti perikanan,
terumbu karang, hutan mangrove, minyak dan gas, bahan tambang dan mineral,
dan kawasan pariwisata. Perilaku masyarakat sebagai sebuah kearifan lokal dalam
pelestarian lingkungan diproyeksikan dengan cara cara yang sesuai dengan pola
pikir dan tradisi setempat, diharapkan mampu memunculkan konsep dan cara
menja- ga keseimbangan pelestarian lingkungan. Berbagai macam bantuk
pantangan, larangan, tabu, pepatah-petitih dan berbagai tradisi lainnya dapat
mengungkapkan beberapa pesan yang memiliki makna sangat besar bagi
pelestarian lingkungan khususnya sumberdaya pesisir.
Masyarakat nelayan mengacu pada konteks pemikiran di atas, yaitu suatu
konstruksi masyarakat yang kehidupan sosial budayanya dipengaruhi secara
signifikan oleh eksistensi kelompok-kelompok sosial yang kelangsungan
hidupnya bergantung pada usaha pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir.
Dengan memperhatikan struktur sumber daya ekonomi lingkungan yang menjadi
basis kelangsungan hidup dan sebagai satuan sosial, masyarakat nelayan memiliki
identitas kebudayaan yang berbeda dengan satuan-satuan sosial lainnya, seperti
petani di dataran rendah, peladang di lahan kering dan dataran tinggi, kelompok
6. 16
masyarakat di sekitar hutan, dan satuan sosial lainnya yang hidup di daerah
perkotaan (Fachrurazzi, 2013).
Bagi masyarakat nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan atau
system kognitif yang berfungsi sebagai ”pedoman kehidupan”, referensi pola-pola
kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai
berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Setiap gagasan dan praktik
kebudayaan harus bersifat fungsional dalam kehidupan masyarakat. Jika tidak,
kebudayaan itu akan hilang dalam waktu yang tidak lama. Kebudayaan haruslah
membantu kemampuan survival masyarakat atau penyesuaian diri individu
terhadap lingkungan kehidupannya. Sebagai suatu pedoman untuk bertindak bagi
warga masyarakat, isi kebudayaan adalah rumusan dari tujuan-tujuan dan cara-
cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu, yang disepakati secara sosial
(Fachrurazzi, 2013).
2.2 Kearifan Lokal
Interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya menjadi bagian
penting kebudayaan manusia yang mengandung nilai-nilai tertentu. Dengan
demikian pengelolaan lingkungan merupakan pula bagian kebudayaan manusia.
Keserasian merupakan unsur pokok dalam kebudayaan kita. Kita diajar untuk
hidup serasi dengan alam sekitar kita.
Manusia adalah bagian dari lingkungan tempat hidupnya. Dalam pandangan
ini manusia merupakan bagiandari ekosistem tempat hidupnya dan bukannya
hidup diluarnya. Karena manusia bagian tak terpisahkan ekosistemnya,
keselamatan dan kesejahteraannya tergantung dari keutuhan ekosistem temat
hidupnya. Pola hidup yang konsumtip didukung pula oleh ajaran tradisional
7. 17
bahwa orang harus hidup sesuai dengan kedudukannya dan pangkatnya
(Soemarwoto, 2004).
Dibeberapa daerah Indonesia juga terdapat praktik pengelolaan sumber daya
secara tradisional yang murni dari masyarakat, dan sudah berlangsung secara
turun temurun seperti Sassi di Maluku, Mane’e di talaud, serta Labuang di Talise,
Minahasa. Pengelolaan tradisional ini berisi aturan dan sanksi yang diterapkan
oleh sekelompok masyarakat yang sudah berjalan dalam suatu periode waktu yang
lama secara turun-temurun dan diterima oleh anggota masyarakatnya. Kegiatan ini
disebut “tradisi” karena biasanya praktek-praktek seperti ini tidak mendapatkan
sanksi dan legimitasihukum dari pemerintahan atau pengelolaan dan hukum
modern. Namun demikian, kegiatan-kegiatan treadisi ini diterima, diikuti, dan
diakui oleh anggota masyarakat tesebut (Fredinan, 2010).
Praktek tradisional umumnya merupakan sistem pengaturan yang
diberlakukan kepada kelompok atau anggota kelompok tertentu mengenai hak
penggunaan laut dan pesisir. Dalam undang-undang no 27 tahun 2007 pasal 61
ayat 1 dan 2 pemerintah mengakui, menghormati, dan melindungihak-hak
masyarakat adat, masyarakat tradisional, dan kearifan lokal atas wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil yang telah dimanfaatkan secara turun-temurun serta
menjadikannya sebagai acuan dalam pengelolaanwilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil yang berkelanjutan (Fredinan, 2010).
8. 18
2.3 Pendidikan Informal (Pendidikan Luas Sekolah)
2.3.1 Pengertian Pendidikan Luar sekolah
Pendidikan luar sekolah merupakan salah satu dari sekian banyak istilah
yang muncul dalam studi kependidikan pada akhir tahun tujuh puluhan. Istilah-
istilah pendidikan yang berkembang di tingkat internasional juga mulai
bermunculan dari mulai pendidikan sepanjang hayat (life long education).
Pendidikan informal (informal education), pendidikan masyarakat
(communication education) sampai pendidikan berkelanjutan (continuing
education).
Pengaruh pendidikan informal dalam pendidikan luar sekolah sangatlah erat
kaitannya hal ini diliihat pada waktu pemulaan kehadirannya, pendidikan luar
sekolah dipengaruhi oleh pendidikan Informal, yaitu kegiatan yang terutama
berlangsung dalam keluarga. Didalam kehidupan keluarga ini terjadi interaksi
antara orang tua, antara orang tua dengan anak, dan antara anak dengan anak.
Pola-pola transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai dan kebiasaan yang
dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya pada umumnya terjadi melalui asuhan,
suruhan, larangan, dan bimbbingan. Pada dasarnyakegiatan tersebut menjadi akar
untuk tumbuhnya perbuatan mendidik yang dikenal dewasa ini (Sudjana, 2013).
Namun, untuk orang yang melakukan kegiatan mendidik didalam rumah
tidak disebut dengan guru, dosen, atau pelatih. Orang yang mendidik didalam
rumah adalah orang tua, karena secara moral dan teologis merekalah yang diserahi
tanggung jawab mendidik anak-anaknya. Berkaitan dengan hal tersebut, Ahmad
Tafsir (dalam Amirulloh syarbini 2014) mengatakan bahwa dalam keluarga orang
9. 19
yang paling betanggung jawab terhadap pendidikan anak adalah orang tua.
Tanggung jawab itu lah yang disebabkan sekurang-kurangnya karena dua alasan.
Pertama, karena secara kodrati orang tua ditakdirkan bertanggung jawab
dalam mendidik anak-anaknya. Kedua, karenaa kepentingan orang tua yaitu,
orang tua berkepentingan terhadap kepentingan kemajuan perkembangan
anaknya, sukses anaknya adalah sukses orang tua juga. Hal tersebut senada
dengan yang dikemukaakan oleh Moh. Haitami Salim (dalam Amirulloh 2014)
yaitu pendidikan untuk lembaga pendidikan Informal (di rumah) atau dalam
keluarga adalah orang tua (Ibu/Bapak) yang bekualitas sebagai pendidik kodrati,
yaitu pendidikan yang melaksanakan tugas dan fungsi kependidikannya karena
kodratnya sebagaiorang tua (Amirulloh, 2014).
Dalam perkembangan selanjutnya, keluarga-keluarga itu membentuk satu
pengelompokkan atas dasar wilayah tempat tinggal atau keturunan. Kelompok-
kelompok itu mengadopsi pola-pola transmisi yang dilaakukan dalam keluarga ke
dalam kehidupan kelompok. Sebagai contoh, keterampilan bercocok tanam atau
membuat alat. Diperoleh anak-anak dari orang tuanya melalui kegiatan belajar
sambil bekerja atau magang. Cara tersebut digunakan pula oleh kepala suku atau
kepala ada terhadap warganya (Sudjana, 2013).
Kegiatan belajar membelajarkan dilakukan untuk melestarikan dan
mewariskan kebudayaan secara turun temurun. Pelestarian dan pewarisan
kebudayaan ini dilangsungkan baik secara sederhana oleh seseorang kepada orang
lain maupun melalui kegiatan yang lebih kompleks seperti upacara tradisional
atau upacara adat yang dilakukan secara berkala. Tujuan kegiatan tersebut adalah
untuk memenuhi kebutuhan praktis di masyarakat dan untuk meneruskan warisan
10. 20
budayan yang meliputi kemampuan, cara kerja, dan teknologi yang dimiliki oleh
masyarakat dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Kegiatan belajar-
membelajarkan yang asli (Indigenous) inilah yang termasukke dalam katagori
pendidikan tradisional yang kemudian menjadi akar pertumbuhan pendidikan luar
sekolah. Dengan demikian, sejak awal kehadirannya didunia ini, pendidikan luar
sekolah telah berakar pada tradisi yang dianut oleh masyarakat (Sudjana, 2013).
2.3.2 Peran Pendidikan Luar Sekolah
Melalui kegiatan belajar mengajar yang berkaitan dengan berbagai fungsi
sebagaimana dikemukakan bahwa, menurut Sudjana (2013) pendidikan luar
sekolaah dapat berperan dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Pendidikan luar sekolah memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap
sumber-sumberyang tersedia dimasyaraakat dan menggunakan secara
optimal dalam gerakaan pembangunan masyarakat. Sumber-sumber itu
terdiri dari kebijakan yang ada, pranata sosial, sumber daya alam, dan
sumber daya manusia.
b. Pendidikan luar sekolah menghormati nilai-nilai agama, keyakinan, radisi,
dan budaya masyarakat. Demikian pula pendidikan luar sekolaah
menghargai jati diri dan latar belaaknag kehidupan warga masyarakat yang
mengikuti program pendidikan dan menempatkan mereka sebagai subjek
penting dalam pembangunan masyarakat.
c. Lembaga pendidikan luar sekolah bekerja sama dengan lembbaga-lembaga
yangberkaitannya dengan pembangunan masyarakatdan pimpinan
masyarakat, sera memanfaatkan sebaik-baiknya kerjasama terseut untuk
pembelajaran masyarakat.
11. 21
d. Pendidikan luar sekolah mengutamakan program yang berkaitan dengan
upaya pemenuhan kebutuhan yang dirasakan dan dinyatakan oleh
masyarakt. Dalam hal ini pendidikan luar sekolah perlu dilakukan secara
terpadu dan dititik beratkan pada pengadaan dan peningkatan jumlah dam
mutu akder pembangunan masyarakat.
e. Pendidikan luar sekolah memperkenalkan kekuatan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan humaniora melalui komunikasi terorganisasi dalam
masyarakat sehingga masyaratkatterdorong untuk mempelajaridan
menerapkan ilmupngetahuan, teknologi, dan humaniora dalam memenuhi
kebutuhan yang makin meningkat dalam setiap aspek kehidupan (Sudjana,
2013).
2.4. Pendidikan Karakter
2.4.1 Pengertian Pendidikan Karakter
Secara etimologis, kata karakter berasal dari bahasa latin Kharakter atau
bahasa YunaniKharassein yang berartipemberi tanda, dan menurut kamus bahasa
Indonesia Karakter diartikan sebagai tabiat, watak, atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari pada yang lain. Sedangkan secara terminologis
karakter adalahciri khas yang dimiliki suatu benda atau individu (manusia).
Dimana ciri khas tersebut adalah aslidan mengakar pada kepribadian benda atau
individu tersebut dan bagaimana seseorang tersebut dapat bertindak, bersikap,
serta merspon sesuatu (Amirulloh, 2014).
Di indonesia sendiri pendidikan karakter mulai diperkenalkan sekitar tahun
2000-an. Hal ini ditegaskan dalam Rancangan Pmebangunan Jangka Pnjang
Nasional (RJPN) tahun 2005-2025, yang menempatkan pendidikan karakter
12. 22
sebagai landasan mewujudkan visi pembangunan nasional yang, yaitu
“mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral beretika, nernudaya,
dan beradab berdassarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Reoublik
Indonesia Tahun 1945.
Pendidikan karater disebut juga sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikn moral, dan pendidikan watak yang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan peserat didik untuk memeberikan keputusan baik
buruknya, memelihara apa yang baik dan mewujudkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan
mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter lebih menanamkan kebiasaan
tentang hal baik sehingga peserta didik lebih paham (kognitif) dan bisa merasakan
hal yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor) (Amirulloh, 2014).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school
life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu
13. 23
perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus
berkarakter (Retno, 2011).
Fungsi dan tujuan pendidikan di setiap jenjang berkaitan dengan
pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika,
bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil penelitian di Harvard University Amerika Serikat Ali
Ibrahim Akbar, (dalam Retno, 2011) ternyata kesuksesan seseorang tidak
ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar
20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-
orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung
kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu
pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat (Retno, 2011).
2.4.2 Tujuan Pendidikan Karakter
Menurut Said Hamida (dalam Zubaedi, 2011) pendidikan karakter trdiri dari
lima tujuan yaitu:
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia
dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa.
14. 24
2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai
generasi penerus bangsa.
4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri,
kreatif, dan berwawasan kebangsaan.
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar
yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, dan dengan rasa
kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
Takdir Ilahi (dalam Mulyaningsih, 2015) ) menyatakan bahwa pendidikan
karakter bertujuan untuk menanamkan niai-nilai pendidikan yang berdasarkan
pada etika dan moral sehingga kepribadian anak didik dapat berpengaruh terhadap
tingkah lakunya sehari-hari, baik di lingkungan pendidikan, maupun di luar
lingkungan pendidikan (Mulyaningsih, 2015).
Sementara itu, menurut Pupuh Fathurrohman (2013) pendidikan karakter
secara khusus bertujuan untuk:
a. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi karakter bangsa yang religius.
b. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia
dan warganegara yang memiliki nilai-nilai karakter dan karakter bangsa.
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai
generasi penerus bangsa.
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri,
kreatif, berwawasan kebangsaan.
15. 25
e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar
yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa
kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity) (Faturrohman, 2013).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah untuk
membentuk karaketer peserta didik yang beradab sehingga nilai-nilai karakter
tersebut diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendidikan karakter,
seorang peserta didk tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas
secara emosi dan spiritual.
2.4.3 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pendidikan Karakter
Zubaedi (2011) berpendapat bahwa terdapat beberapa faktor yang berasal
dari dalam diri seseorang yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan karakter
sebagai berikut.
a. Insting (Naluri) Aneka corak refleksi sikap, tindakan, dan perbuatan manusia
dimotivasi oleh potensi kehendak yang dimotori oleh insting seseorang.
Insting merupakan seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir.
Insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya
tingkah laku. Dengan potensi naluri itulah manusia dapat memproduk aneka
corak perilaku sesuai pola dengan corak instingnya.
b. Adat/Kebiasaan Adat/kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan
seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama
sehingga 31 menjadi kebiasaan, seperti berpakaian, makan, tidur, dan
olahraga. Pada perkembangan selanjutnya suatu perbuatan yang dilakukan
berulangulang dan telah menjadi kebiasaan, akan dikerjakan dalam waktu
singkat, dengan sedikit waktu dan perhatian.
16. 26
c. Keturunan Secara langsung atau tidak langsung keturunan sangat
memengaruhi pembentukan karakter atau sikap seseorang. Sifat-sifat asasi
anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tuanya. Peranan keturunan,
sekalipun tidak mutlak, dikenal pada setiap suku, bangsa dan daerah.
d. Lingkungan Salah satu aspek yang turut memberikan saham dalam
terbentuknya corak sikap dan tingkah laku seseorang adalah faktor
lingkungan di mana seseorang berada. Lingkungan terdiari dari dua macam,
yaitu lingkungan alam dan lingkungan pergaulan. Lingkungan alam dapat
mematahkan atau mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa oleh
seseorang. Lingkungan pergaulan akan saling memengaruhi dalam pikiran,
sifat, dan tingkah laku.
2.5. Kearifan Lokal Sebagai Pendidikan Karakter
Kearifan lokal itu tentu tidak muncul sertamerta, tapi berproses panjang
sehingga akhirnya terbukti, hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka.
Keterujiannya dalam sisi ini membuat kearifan lokal menjadi budaya yang
mentradisi, melekat kuat pada kehidupan masyarakat. Artinya, sampai batas
tertentu ada nilai-nilai perenial yang berakar kuat pada setiap aspek lokalitas
budaya ini. Semua, terlepas dari perbedaan intensitasnya, mengeram visi
terciptanya kehidupan bermartabat, sejahtera dan damai. Dalam bingkai kearifan
lokal ini, masyarakat bereksistensi, dan berkoeksistensi satu dengan yang lain.
Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasikan kearifan lokal untuk
membangun pendidikan karakter di sekolah? Oleh karena itu, perlu ada
revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal) yang relevan untuk membangun
pendidikan karakter. Hal ini dikarenakan kearifan lokal di daerah pada gilirannya
17. 27
akan mampu mengantarkan siswa untuk mencintai daerahnya. Kecintaan siswa
pada daerahnya akan mewujudkan ketahanan daerah. Ketahanan daerah adalah
kemampuan suatu daerah yang ditunjukkan 10 oleh kemampuan warganya untuk
menata diri sesuai dengan konsep yang diyakini kebenarannya dengan jiwa yang
tangguh, semangat yang tinggi, serta dengan cara memanfaatkan alam secara
bijaksana (Retno, 2011).
Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan
peserta didik untuk selalu dekat dengan situasi konkrit yang mereka hadapi sehari-
hari. Model pendidikan berbasis kearifan lokal merupakan sebuah contoh
pendidikan yang mempunyai relevansi tinggi bagi kecakapan pengembangan
hidup, dengan berpijak pada pemberdayaan ketrampilan serta potensi lokal pada
tiap-tiap daerah (Retno, 2011).
2.6 Ekosistem
2.6.1 Pengertian Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antar makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem merupakan
penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik
antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada
suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan
anorganisme. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, dan
mempengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Khususnya
mikroorganisme, bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu
sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan. Ekosistem
terbentuk oleh komponen hidup dan tak hidup yang terinteraksi membentuk suatu
18. 28
kesatuan teratur. Selama setiap komponen tetap melakukan fungsinya dan
bekerjasama dengan baik, keteraturan ekosistem akan tetap terjaga. Gangguan
terhadap salah satu komponen akan mempengaruhi keseluruhan komponen
tersebut.
2.6.2 Komponen Ekosistem
2.6.2.1 Komponen Abiotik
Komponen abiotik adalah komponen yang terdiri atas bahan-bahan tidak
hidup (non hayati), yang meliputi komponen fisik dan kimia, seperti tanah, air,
matahari, udara, dan energi. Contoh komponen abiotik diantaranya adalah
intensitas cahaya, suhu, air, tipe tanah, atau batuan, ketersediaan mineral dan gas,
seperti oksigen, karbondioksida, dan nitrogen. Kemampuan organisme untuk
hidup dan berkembangbiak bergantung pada beberapa faktor abiotik.
2.6.2.2 Komponen Biotik
Komponen ini terdiri atas bahan-bahan yang bersifat hidup yang meliputi
organisme autotrof dan heterorof. Contoh komponen biotok itu tumbuhan, hewan
dan manusia selain itu cacing, jamur dan bakteri yang hidup didalam tanah pun
juga merupakan komponen biotik.
2.6.3 Ekosistem Air Laut
Ekosistem air laut merupakan ekosistem yang paling luas di bumi ini. Luas
ekosistem air laut hampir lebih dari dua per tiga dari permukaan bumi ( + 70 % ),
Ekosistem air laut memiliki salinitas (kadar garam) tinggi, NaCl mendominasi
mineral ekosistem laut hingga mencapai 75%, dan ekosistem air laut tidak
dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.
19. 29
2.6.3.1 Zonasi Ekosistem Air Laut
1) Zona Intertidal atau Zona pasang surut, merupakan area pasang dan surut air
laut di sepanjang garis pantai. Pada saat pasang, akan tertutupi oleh air laut
sedangkan pada saat surut, akan kering dan terpapar oleh udara terbuka.
Cahaya matahari bisa masuk hingga kedasar perairan sehingga produktivitas
organisme fotosintetik didalamnya juga tinggi. Organisme yang ada di zona ini
antara lain rumput laut, anemon, kepiting, dan bintang laut.
2) Zona neritik atau zona laut dangkal, zona ini berada di antar zona intertidal dan
zona pelagik. Kedalamn rata-rata zona ini adalah sekitar 200 m. Proses
fotosintesis berlangsung di zona neritik karena cahaya matahari dapat
menembus hingga ke dasar laut. Di wilayah tropis, zona neritik biasanya dihuni
oleh terumbu karang, yang menjadi rumah berbagai ikan tropis, dan lebih dari
4000 spesies ikan menghuni terumbu karang, seperti parrotfish, angelfish, dan
penghuini karang lainnya seperti spons, Cnidaria, cacing, moluska, bintang
laut, dan ular laut.
3) Zona pelagik atau zona laut terbuka, memiliki rata-rata kedalaman 4000 m dan
sekitar 75% air laut terdapat pada zona ini. Zona ini paling tidak produktif
dibandingkan zona intertidal dan fotik. Organisme di zona ini hidup dengan
cara menyaring makanan, memakai bangkai, atau memangsa organisme
lainnya. Ikan yang hidup di laut yang lebih dalam beradaptasi dengan baik
akan ketiadaan cahaya dan jarangnya makanan. Ikan d ilaut dalam akan makan
sebanyak mungkin ketika makanan banyak tersedia.
20. 30
Berdasarkan ada atau tidak adanya penetrasi cahaya, ekosistem laut dapat
dibagi menjadi beberapa zona, yaitu:
1) Zona fotik, yaitu area permukaan laut yang masih menerima cahaya matahari
dalam jumlah yang cukup untuk proses fotosintesis organisme.
2) Zona bentik yaitu area dasar laut
3) Zona afotik yaitu zona pertengahan antara permukaan dengan dasar laut
(gambar 2.1) yang tidak menerima masukan cahaya matahari yang cukup
untuk fotosintesis organisme.
Gambar 2.1 Zona horisontal dan vertical dilaut. Penampakkan geologi dasar
samudra tertentu, seperti palung (dapat menurun sampai di bawah 6000 meter),
ngarai, bukit, dataran abyssal, dan gunung-gunung ditengah samudra yang muncul
seperti puncak gunung besar juga diperhatikan dalam transek melintas atlantik
barat.
21. 31
2.6.3.2 Macam-Macam Ekosistem Air Laut
Ekosistem air laut dibedakan atas lautan/laut, pantai, estuari, dan terumbu
karang.
1. Lautan / laut
Laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang
menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. Pada hewan dan
tumbuhan tingkat rendah tekanan osmosisnya kurang lebih sama dengan tekanan
osmosis air laut sehingga tidak terlalu mengalami kesulitan untuk beradaptasi.
Tetapi hewan tingat tinggi, seperti ikan beradaptasi dengan kondisi seperti itu
adalah banyak minum, air masuk ke jaringan secara osmosis melalui usu, sedikit
mengeluarkan urine, pengeluaran air terjadi secara osmosis, garam-garam
dikeluarkan secara aktif melalui insang.
2. Pantai
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan
daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut
laut. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat
melekat erat di substrat keras. Adapun pembagian daerah pantai terbagi atas 3,
yaitu :
1) Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah
ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi
konsumsi bagi kepiting dan burung pantai.
2) Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah.
Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, siput, kepiting,
landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil.
22. 32
3) Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Dihuni oleh
beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.
3. Estuari
Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuari
sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam.
Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam,
ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing,
kerang, kepiting, dan ikan.
4. Terumbu Karang
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis
dengan sejenis tumbuhan alga. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai
spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum
diketahui. Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik
beserta ekosistem yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen
kalsium karbonat akibat aktivitas biologi (biogenik) yang berlangsung di bawah
permukaan laut. Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem
yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat
sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas,
sedimentasi. Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu
karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu
hangat sekitar di atas 20oC. Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan
perairan yang jernih dan tidak berpolusi.
23. 33
2.6.3.3 Faktor Fisik-kimiawi Perairan
Sifat fisik-kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Faktor fisika
kimia perairan yang mempengaruhi produktivitas primer antara lain:
1. Suhu
Cahaya matahari merembes sampai pada kedalaman tertentu pada semua
perairan, sehingga permukaan air hangat (agak panas). Lapisan air yang dingin
disebut epilimnion dan lapisan air yang hangat disebut hipolimnion. Pemisah dari
kedua lapisan tersebut dinamakan metalimnion dan diantara kedua lapisan
tersebut terjadi peningkatan suhu yang tajam yang disebut termoklin. Dalam
ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Kenaikan suhu sebesar
10oC akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme
sebesar 2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara
sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari
pepohonan yang tumbuh ditepi.
2. Penetrasi Cahaya
Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman
berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan.
Penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi organisme fotosintetik
(fitoplankton), yang mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat pula
mengakibatkan kematian pada organisme tertentu. Kedalaman penetrasi cahaya di
dalam laut, yang merupakan kedalaman dimana produksi fitoplankton masih dapat
berlangsung, bergantung pada beberapa faktor, antara lain absorbs cahaya oleh air,
24. 34
panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan
laut, lintang geografik, dan musim.
3. Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter perairan yang berpengaruh pada
fitoplankton. Variasi salinitas mempengaruhi laju fotosintesis, terutama di daerah
estuari khususnya pada fitoplankton yang hanya bisa bertahan pada batas-batas
salinitas yang kecil atau stenohalin. Meskipun salinitas mempengaruhi
produktivitas individu fitoplankton namun peranannya tidak begitu besar, tetapi di
perairan pantai peranan salinitas mungkin lebih menentukan terjadinya suksesi
jenis pada produktivitas secara keseluruhan. Karena salinitas bersama-sama
dengan suhu menentukan densitas air, maka salinitas ikut pula mempengaruhi
pengambangan dan penenggelaman fitoplankton.
4. pH
pH yang ideal bagi kehidupan organisma akuatik pada umumnya berkisar
antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat
basa membahayakan kelangsungan hidup organisma karena menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. pH yang sangat rendah
menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik
semakin tinggi yang tentunya mengancam kelangsungan organisma akuatik.
Sementara pH yang tinggi menyebabkan keseimbangan antara amonium dan
amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH di atas netral meningkatkan
konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme. Nilai pH air
yang normal adalah netral yaitu antara 6 sampai 8.
25. 35
5. Oksigen Terlarut (DO = Disolved Oxygen)
Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu
perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi
sebagian besar organisme-organisme air. Kelarutan maksimum oksigen di dalam
air terdapat pada suhu 0oC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Oksigen merupakan
salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Difusi oksigen kedalam air dapat
terjadi secara langsung pada kondisi air diam/ stagnan;
6. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur
pada temperatur 20oC. BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan
oksigen yang dibutuhkan oleh organisma dalam lingkungan air untuk
menguraikan senyawa organik. Proses penguraian bahan buangan organik melalui
proses oksidasi oleh mikroorganisma di dalam lingkungan air merupakan proses
alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang
cukup.
7. Kandungan Nitrat dan Fosfat
Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika
tersedia bahan nutrisi yang paling penting adalah nitrat dan fosfat. Keberadaan
nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang berasal dari industri,
bahan peledak, piroteknik dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya
rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah
yang diberi pupuk yang diberi nitrat/nitrogen.
26. 36
Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas pertukaran energi dari
organisme yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sehingga fosfat berperan
sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme. Peningkatan konsentrasi
fosfat dalam suatu ekosistem perairan akan meningkatkan pertumbuhan algae dan
tumbuhan air lainnya secara cepat. Kelimpahan komunitas fitoplankton di laut
sangat berhubungan dengan kandungan nutrien seperti fosfat, nitrat, silikat, dan
hara lainnya. Kandungan nutrien dapat mempengaruhi kelimpahan fitoplankton
dan sebaliknya fitoplankton yang padat dapat menurunkan kandungan nutrien
dalam air.
2.7 Kerangka Berfikir
Pendidikan luar sekolah merupakan bagian dari pendidikan Informal
dimana pendidikan tersebut dapat terjadi diluar sekolah, keluarga bahkan
lingkungan masyarakat. Yang mana proses terjadinya pendidikan yang dilakukan
tanpa disadari. sebagai contoh, orang tua mengajarkan mengenai tradisi-tradisi
lokal yang dapat melestarikan ekosistem laut kepada anaknya yang mana ilmu
yang didapat anak dari orang tuanya dapat dipakai setelah mereka langsung terjun
kelapangan atau setelah mereka dewasa.
Dalam hal ini selama proses pembelajaran secara tidak langsung orang tua
telah memberikan pendidikan pembentukkan karakter anak. Yang mana setelah
didapat pembelajaran maka akan timbul karakter dalam diri untuk menjaga
kelestarian ekosistem laut. Dimana pendidikan karakter merupakan pendidikan
budi pekerti, pendidikan watak dan pendidikan moral.
27. 37
Jika seseorang telah dipahami dengan pemahaman mana yang benar dan
mana yang salah dan ditanamkan dengan hal-hal yang baik maka sesorang
tersebut tanpa disadari telah secara perlahan telah membentuk karakter didalam
dirinya sendiri. Selain itu fungsi dari tiap pendidikan yaitu pembentukkan
karakter.
Sebagai masyarakat yang tinggal didaerah pesisir dan bermata pencarian
sebagai seorang nelayan maka kelestarian ekosistem laut sangatlah prioritas bagi
masyarakat tersebut baik seisinya atau pun sekitarnya. Seperti diketahui bahwa
dilaut juga ditemukan makhluk hidup seperti ikan dan udang, yang biasanya
dijadikan masyarakat sebagai sumber penghidupan, dan terumbu karang
merupakan habitat ikan-ikan kecil. Itu sebabnya kelestarian ekosistem laut sangat
lah penting melalui pembelajaran yang diberikan orang tua kepada anaknya
mengenai pentingnya menjaga tradisi yang sudah ada gunaa untuk melestarikan
ekosistem laut.