1. UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN<br />IDENTIFIKASI SENYAWA KATEKIN HASIL ISOLASI<br />DARI DAUN TEH (Camellia sinensis L. var. Assamica)<br />ABSTRAK<br />Keanekaragaman tumbuhan yang dimiliki Indonesia merupakan salah satu nikmat yang diberikan oleh Allah swt kepada kita, sehingga kita patut bersyukur dan memanfaatkanya dengan baik. Tanaman teh (Camellia sinensis, L. var. Assamica) mempunyai kandungan senyawa aktif pada daun yang berpotensi sebagai antibakteri. Pada daun teh mengandung senyawa substansi fenol (katekin, flavanol),. Senyawa-senyawa tersebut yang diduga sebagai senyawa antibakteri.<br />Pengujian secara in vitro pada bakteri Pseudomonas fluorescens (P. fluorescens) dan Micrococcus luteus (M. luteus) menunjukkan potensi yang aktif sebagai antibakteri. Adanya potensi antibakteri yang terdapat dalam daun teh, menjadikan peluang untuk dikembangkan penelitian-penelitian lebih lanjut sebagai obat diare atau pengawet alami pengganti formalin.<br />Kata Kunci: daun teh, antibakteri, senyawa aktif<br />Indonesia yang beriklim tropis memiliki aneka ragam tumbuhan, dan beberapa tumbuhan dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional. Senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan selain sebagai obat tradisional juga dapat digunakan sebagai antibakteri yang bisa dibuat sebagai pengawet alami. Penggunaan antibakteri sintetik atau pengawet sintetik pada makanan seperti penambahan formalin jika dikonsumsi secara terus menerus akan menyebabkan penyakit. Adanya fenomena di atas mendorong manusia untuk mencari solusi yang terbaik bagi kesehatan. Solusi yang dilakukan adalah mencari alternatif pengganti antibakteri sintetis dengan menggunakan antibakteri alami yang dapat diperoleh dari tanaman disekitar.<br />Keanekaragaman tumbuhan yang dimiliki Indonesia merupakan salah satu nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita, sehingga kita patut bersyukur dan memanfaatkanya dengan baik, didalam firmannya Allah telah menjelaskan dalam surat Al-an’am ayat 99:<br /> <br />” Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.”<br />Ayat diatas menjelaskan bagaimana buah diciptakan dan berkembang pada fase yang berbeda-beda sehingga sampai pada fase kematangan secara sempurna, dan berbagai unsur yang beraneka ragam didalamnya yang salah satunya dapat kita manfaatkan sebagai obat tradisional dan senyawa antibakteri, dalam QS Asyu’ara ayat 7 Allah berfirman:<br /> <br />“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? <br />Shihab (2002) menjelaskan bahwa Allah menembuhkan dari berbagai macam tumbuhan yang baik, yaitu subur dan bermanfaat. Ayat diatas juga menjelaskan bahwasanya Allah menciptakan berbagai jenis tumbuhan dibumi ini, dan semua itu tiada yang sia-sia, oleh sebab itu manusia yang telah dibekali akal oleh Allah mempunyai kewajiban untuk memikirkan, mengkaji serta meneliti apa-apa yang telah Allah berikan untuk kita. <br />Konsumen membutuhkan makanan yang segar, murah dan mudah disajikan sebagai tuntutan zaman yang makin praktis. Tuntutan kepentingan ekonomi dan semakin kompleksnya permasalahan pangan diikuti dengan pertumbuhan bahan-bahan kimia sebagai pengawet. <br />Makan yang baik tidak berarti harus memakan makanan seimbang yang mencakup seluruh zat dan unsur penting untuk membentuk, aktivitas, serta melindungi tubuh saja, tetapi kita juga harus mengkonsumsi makanan yang aman, bersih, yang bebas kuman dan bakteri, yang bisa membahayakan atau merusak makanan dan menurunkan nilai makanan itu sendiri, serta mengundang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan. Memusnahkan bakteri dan jamur serta membatasi perkembangbiakan dan penyebarannya bisa mengurangi terjadinya keracunan pada makanan. Sebagaimana hal itu bisa menurunkan prosentase hilangnya zat-zat yang diperlukan oleh tubuh dari makanan. <br />Makanan bisa terawetkan karena terdapat bahan-bahan pengawet yang bisa membunuh bakteri. Bahan pengawet dapat mencegah aktivitas bakteri dan perkembangbiakannya. Dengan kata lain, zat pengawet memiliki pengaruh langsung terhadap makanan yang diawetkan. Sebagian para ahli berpandangan bahwa zat ini tidak berbahaya selama tidak melebihi batas. Sementara yang lain, berpendapat bahwa hal itu tetap dianggap sebagai pemicu tumbuhnya kanker. Bahan-bahan pengawet seperti asam benzoat, dan garamnya yang paling berbahaya adalah sodium benzoat, asam metanol dan garamnya, asam sulfat dan garamnya. Sekalipun bahan-bahan ini dianggap racun bagi makhluk-makhluk kecil seperti bakteri, tetapi bisa dianggap juga sebagai racun bagi manusia, apabila dikonsumsi secara berlebihan.<br />Makanan yang diawetkan dengan bahan kimia seperti boraks dan formalin dalam berbagai bahan makanan yang beredar di pasaran seperti bakso, tahu serta bermacam produk ikan kering telah meresahkan masyarakat sejak beberapa waktu yang lalu hingga saat ini. Penambahan Bahan pengawet pada makanan tersebut dengan tujuan supaya produk lebih kenyal dan tahan lama.<br />Banyak hasil penelitian yang menyebutkan potensi suatu tanaman dalam mengobati penyakit tertentu ataupun sebagai antibakteri. Antibakteri adalah bahan pengawet yang berfungsi untuk menghambat kerusakan pangan akibat aktivitas mikroba bahkan dapat membunuh bakteri. Penggunaan pengawet bertujuan untuk menjaga agar makanan tidak mudah rusak, tahan lama tidak merubah struktur atau tekstur makanan tersebut. Penggunaan pengawet sintesis yang cenderung membawa dampak negatif misalnya formalin menjadi masalah tersendiri.<br />Adanya fenomena di atas mendorong manusia untuk mencari solusi yang terbaik dan tidak memberi mudhorot bagi kesehatan. Solusi yang dilakukan adalah gerakan back to nature atau kembali ke alam untuk mencari alternatif pengganti antibakteri sintetis. Salah satu sumber antibakteri alami adalah tanaman teh.<br />Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan bahan alam sebagai antibakteri alami. Penelitian ini ingin mengetahui bahwa daun teh dapat menghambat bakteri Pseudomonas fluorescens dan Micrococcus luteus serta mengidentifikasi senyawa katekin yang terdapat dalam daun teh (Camellia sinensis L. var assamica) yang efektif sebagai antibakteri alami.<br />Tanaman teh berdasarkan hasil penelitian memiliki banyak manfaat diantaranya sebagai antikanker, antioksidan, antimikroba, antibakteri, pencegah aterosklerosis. Selain itu, teh juga bermanfaat untuk kesehatan jantung, penyakit jantung, antidiabetes, untuk meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah Parkinson, menurunkan kolesterol, mencegah karies gigi, mencegah nafas tidak sedap, dan melancarkan air seni.<br />Daun teh mengandung beberapa zat kimia yang dapat digolongkan menjadi empat. Keempat golongan itu adalah: substansi fenol (katekin, flavanol), bukan fenol (karbohidrat, pektin, alkaloid, protein, asam amino, klorofil, asam organik), senyawa aromatis, dan enzim (Nazarudin, 1993). Secara umum teh hijau, teh hitam, dan teh olong berasal dari jenis tanaman teh yang sama yakni Camellia sinensis, namun ada perbedaan yang cukup berarti dalam kandungan polifenolnya karena perbedaan cara pengolahan.<br />Katekin teh bersifat antimikroba (bakteri dan virus), antioksidan, antiradiasi, memperkuat pembuluh darah, melancarkan sekresi air seni, dan menghambat pertumbuhan sel kanker (Alamsyah, 2006). Teh menunjukkan kemampuan merusak sel dari sebagian mikroorganisme dan menunjukkan sifatsifat antibakterial, melalui katekin dan theaflavin dan bentuk-bentuk gallatnya. Teh memiliki aktivitas bakterisidal terhadap Stpyloccoci, Yersinia enterocolitica, Eschericia coli, Pseudomonas fluorescens, dan Salmonella sp (Jambang, 2004).<br />Pengaplikasian katekin teh hijau sebagai antibakteri dapat menghambat mikroorganisme, dengan membandingkan antibiotik sebagai pengontrol. Dalam membandingkan, digunakan antibiotik-antibiotik seperti penisilin, eritromycin, dan tetrasiclin disertai dengan kemampuan yang menyebabkan efek samping. Ekstrak teh hijau telah dikenal sebagai makanan yang aman dan bahan makanan yang tahan lama (Naidu, 2000).<br />Katekin pada daun teh dapat didapatkan melalui ekstraksi maserasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam sampel dalam pelarut organik. Pemilihan metode maserasi dikarenakan senyawa katekin rentan terhadap panas sehingga tidak bagus menggunakan metode soxhlet karena jika menggunakan metode soxhlet konsentrasi senyawa katekin akan mengalami penurunan (Cheong, et.al, 2005 dalam Hukmah, 2007).<br />Sedangkan untuk pemisahan senyawa katekin selanjutnya menggunakan kromatografi lapis tipis. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu kromatografi yang berdasarkan proses adsorpsi. Lapisan yang memisahkan terdiri atas fase diam dan fase gerak. Fase diam yang dapat digunakan adalah silika atau alumina yang dilapiskan pada lempeng kaca atau aluminium. Jika fase diam berupa silika gel maka bersifat asam, jika fase diam alumina maka bersifat basa. Fase gerak atau larutan pengembang biasanya digunakan pelarut organik atau bisa juga campuran pelarut organik anorganik (Gritter, 1991)<br />Untuk uji antibakteri dapat dilakukan untuk mengetahui sejauh mana aktivitas suatu bakteri terhadap antibakteri Menurut Brock and Madigan (1991) terdapat 3 metode yang umum digunakan dalam uji antibakteri, yaitu metode dilusi kaldu, metode dilusi agar, dan metode difusi cakram.<br />Penelitian Zulaekah (2005) tentang pengaruh konsentrasi ekstrak daun teh terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas sp. menunjukkan bahwa pada penyimpanan telur asin rebus lebih dari dua minggu masih memenuhi standar yang diperbolehkan untuk dikonsumsi adalah telur asin dengan konsentrasi ekstrak daun teh 3 %. Hal ini disebabkan karena jumlah bakteri masih kurang dari 25.000/gram. Sedangkan pada perlakuan ekstrak daun teh 2 % dan 1 % jumlah bakterinya tidak memenuhi standar yang diperbolehkan, hal ini kemungkinan disebabkan karena konsentrasi ekstrak tersebut belum sesuai untuk mempercepat fase kematian bakteri dan untuk menghambat pertumbuhan serta aktivitas bakteri, sehingga bakteri golongan Pseudomonas masih dapat tumbuh.<br />Antibakteri adalah agen kimia yang mampu menginaktivasi bakteri. Inaktivasi bakteri dapat berupa penghambatan pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) atau bahkan membunuh bakteri (bakterisidal). Aktivitas penghambatan pertumbuhan atau pembunuhan bakteri dilakukan dengan cara merusak DNA, denaturasi protein, merusak dinding sel atau menghalangi sintesis dinding sel, pemindahan kelompok sulfihidril bebas, serta antagonisme kimiawi (gangguan pada reaksi antara enzim spesifik dengan substratnya) (Brooks, dkk, 2001 dalam Widiastuti, 2005). <br />Flavonoid bekerja dengan cara merusak membran sitoplasma sehingga sel bakteri akan rusak dan mati. Sedangkan mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri<br />menurut Naim (2004) berhubungan dengan kemampuan tanin dalam menginaktivasi adhesin sel mikroba (molekul yang menempel pada sel inang) yang terdapat pada permukaan sel, enzim yang terikat pada membran sel dan polipeptida dinding sel. Tanin yang mempunyai target pada polipeptida dinding sel akan menyebabkan kerusakan pada dinding sel, karena tanin merupakan senyawa fenol. Terjadinya kerusakan pada dinding sel bakteri menyebabkan sel bakteri tanpa dinding yang disebut protoplasma (Jawetz, 2001 dalam Hayati, 2006). Kerusakan pada dinding sel bakteri akan menyebabkan kerusakan membran sel yaitu hilangnya sifat permeabilitas membran sel, sehingga keluar masuknya zat-zat antara lain air, nutrisi, enzim-enzim tidak terseleksi. Apabila enzim keluar dari dalam sel, maka akan terjadi hambatan metabolisme sel dan selanjutnya akan mengakibatkan terhambatnya pembentukan ATP yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan sel. Bila hal ini terjadi, maka akan terjadi hambatan pertumbuhan bahkan kematian sel.<br />Pada perusakan membran sel, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran sel, akibatnya membran sel akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan atau bahkan kematian (Gilman, dkk, 1991 dalam Noviana, 2004).<br />Kepekaan bakteri terhadap senyawa yang berfungsi sebagai antibiotik bervariasi. Bakteri gram positif biasanya lebih peka dibandingkan bakteri gram negatif, meskipun beberapa antibiotik dapat bereaksi atau mempengaruhi hanya pada bakteri gram negatif. Tetapi tidak menutup kemungkinan bakteri gram negatif lebih peka dibanding dengan bakteri gram positif pada beberapa antibiotik tertentu. Zat antibiotik yang dapat bereaksi dengan bakteri gram positif dan gram negatif disebut dengan antibiotik Broad Spectrum atau antibiotik berspektrum luas (Brock dan Madigan, 1991 dalam Widiastuti, 2005).<br />Allah menciptakan tumbuhan dengan segala keanekaragamannya sebagai salah satu nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita, sehingga kita patut bersyukur dan memanfaatkanya dengan baik. Daun teh yang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah dataran tinggi indonesia belum termanfaatkan secara optimal. Daun teh mempunyai kandungan senyawa aktif katekin yang berpotensi sebagai antibakteri. Senyawa ini yang diduga sebagai senyawa antibakteri. Adanya potensi antibakteri yang terdapat dalam daun teh menjadikan peluang untuk dikembangkan penelitian-penelitian lebih lanjut sebagai obat diare atau pengawet alami pengganti formalin.<br />DAFTAR RUJUKAN<br />Alamsyah, N. A. 2006. Taklukkan Penyakit dengan Teh Hijau. Jakarta: Penerbit Agrimedia Pustaka<br />Hayati, N. 2006. Uji Daya Antibakteri Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Kemangi Terhadap Penghambatan Pertumbuhan Bakteri E. Coli. Malang: Skripsi Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang<br />Hukmah, S. Aktivitas Antioksidan Katekin dari Teh Hijau (Camellia Sinensis O.K. Var. Assamica (mast)) Hasil Ekstraksi Dengan Variasi Pelarut dan Suhu. Malang: Skripsi Mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,UIN Malang <br />Jambang, N. 2004. Studi Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Pada Beberapa Merk Teh Hitam yang Beredar Di Pasaran Kota Malang. Malang: Skripsi Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya <br />Naidu, A.S. 2000. Natural Food Antimicrobial Systems. California: CRC Press LLC, California State Polytechnic University, Pomana<br />Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi, edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB<br />Nazaruddin farry B. Paimin. 1993. Pembudidayaan dan Pengolahan Teh. Jakarta: Penebar Swadaya<br />Noviana, L. 2004. Identifikasi Senyawa Flavonoid Hasil Isolasi dari Proporlis Lebah Madu (Apis Mellifera) dan Uji Aktivitasnya Sebagai Antibakteri (Staphylococcus Aureus). Malang: Skripsi Mahasiswa Jurusan Kimia Universitas Brawijaya Malang.<br />Shihab, Q. 2002. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an Vol. 10. Jakarta: Penerbit Lentera Hati <br />Widiastuti, D. 2005. Sintesis Senyawa 2-(4-metilsikloheks-3-enil) propan-2-ol dari -pinena dan Uji Aktivitasnya Sebagai Antibakteri. Malang: Skripsi Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya.<br />Zulaekah, S. 2005. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Teh Pada Pembuatan Telur Asin Rebus Terhadap Jumlah Bakteri dan Daya Terimanya. Surakarta: Jurnal Penelitian Sains Dan Teknologi, vol. 6, no. 1, Program Study Gizi Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.<br />