1. BAB I
LATAR BELAKANG (BURNING PLATOFRM)
a. Kendali Mutu dan Kendali Biaya
Pelayanan kesehatan yang diberikan pada program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) harus melakukan pengendalian mutu dan pengendalian biaya. Amanat untuk
memberikan layanan dengan kendali mutu dan kendali biaya terdapat dalam UU
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 24
Ayat (3) bahwasanya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan
sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem
pembayaran pelayanan, kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Penjelasan Pasal 24 Ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyebutkan bahwa dalam pengembangan
pelayanan kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menerapkan sistem
kendali mutu dan kendali biaya termasuk menerapkan iuran biaya untuk
mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan.
Keharusan pemberi layanan kesehatan (provider) menjalankan prinsip kendali mutu
dan kendali biaya juga terdapat pada Pasal 42 Ayat (1) Perpres Nomor 12
Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang mengamanatkan bahwa pelayanan
kesehatan kepada Peserta Jaminan Kesehatan harus memperhatikan mutu
pelayanan, berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektifitas tindakan,
kesesuaian dengan kebutuhan pasien serta efisiensi biaya.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan)
mengembangkan teknis operasionalisasi sistem pelayanan kesehatan, sistem
kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas Jaminan Kesehatan (Pasal 43A Ayat (1)
Perpres Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 12
Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan). Kendali mutu dan kendali biaya pada
2. tingkat Fasilitas Kesehatan dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan
(Pasal 36 Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan
pada Program Jaminan Kesehatan Nasional).
Pada Pasal 37 huruf d Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan pada Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga telah mengatur
bahwa penyelenggaraan kendali mutu dan biaya oleh Fasilitas Kesehatan dilakukan
melalui pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala yang dilaksanakan
melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan.
Pengaturan teknis lebih lanjut sebagaimana terdapat pada Permenkes Nomor 28
Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) pada BAB IV huruf A angka 4 menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan
dalam program JKN diberikan secara berjenjang, efektif dan efisien dengan
menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya.
Aspek kendali mutu terdiri dari aspek keamanan pasien (patient safety), efektifitas
tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien serta efisiensi biaya. Penerapan
sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan secara menyeluruh
meliputi pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan, memastikan proses
pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar yang ditetapkan, serta pemantauan
terhadap luaran kesehatan peserta. Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya salah
satu aspek kendali mutu adalah proses pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan.
Kewajiban tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan memberikan pelayanan sesuai
dengan standar pelayanan terdapat pada Undang-Undang Praktik Kedokteran
Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 44 Ayat (1) yang menyatakan bahwa dokter atau
dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar
pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
3. Rumah sakit sebagai faslitias kesehatan rujukan tingkat lanjut memiliki fungsi
penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit (UU Rumah Sakit Nomor 44 Tahun 2009 Pasal
5). Kewajiban rumah sakit memberikan layanan sesuai dengan standar juga
terdapat pada Pasal 29 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Rumah Sakit Nomor 44
Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa rumah sakit wajib memberi pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.
Dalam aturan turunan yang mengatur lebih detail terkait dengan standar pelayanan
rumah sakit adalah sebagaimana tercantum dalam Permenkes Nomor 1438
Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran Pasal 10 Ayat (4) yang
memberikan penjelasan bahwa Standar Pelayanan Operasional (SPO) disusun
dalam bentuk Panduan Praktik Klinis (Clinical Practice Guidelines) yang
dapat dilengkapi dengan alur klinis (Clinical Pathway), algoritme, protokol,
prosedur atau standing order. Standar Pelayanan Operasional (SPO) disusun oleh
staf medis pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dikoordinasi oleh Komite Medis
dan ditetapkan oleh Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes Nomor
1438 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran Pasal 11).
Terkait dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Permenkes
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN pada pasal 2
huruf b disebutkan bahwa penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional mengacu
pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yaitu Menyeluruh
(komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan
rasional.
Permenkes Nomor 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (FRAUD)
dalam Program JKN dalam Pasal 15 ayat (1) menegaskan bahwa pengembangan
pelayanan kesehatan yang berorientasi kendali mutu dan kendali biaya
sebagaimana dimaksud Permenkes Nomor 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan
Kecurangan (FRAUD) dalam Program JKN dilakukan melalui penggunaan konsep
4. manajemen yang efektif dan efisien, penggunaan teknologi informasi berbasis bukti
dan pembentukan tim pencegahan Kecurangan JKN di Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjut (FKRTL). Teknologi informasi berbasis bukti sebagaimana dimaksud
harus mampu memonitor dan mengevaluasi semua kegiatan di FKRTL secara efisien
dan terukur.
Dari paparan-paparan landasan yuridis dan teoritis pelaksanaan program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) diatas dapat disimpulkan adanya keterkaitan yang erat
antara kendali mutu dan kendali biaya melalui pelaksanaan pemberian pelayanan
sesuai dengan standar pelayanan yang salah satu komplemen nya adalah clinical
pathway (CP).
b. Kondisi Ideal yang akan dicapai (expecting condition)
Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis
yang baik sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Rumah Sakit Nomor 44
Tahun 2009 :
1. Pelayanan yang diberikan sesuai dengan Standar Pelayanan Kedokteran (SPK)
yang telah ditetapkan oleh rumah sakit dalam bentuk Panduan Praktik Klinis
(PPK) yang dilengkapi dengan konsep perencanaan pelayanan terpadu (Clinical
Pathway) sehingga menjamin keselamatan pasien (Patient Safety) dan
menjamin mutu (Quality Insurance) yang pada akhirnya akan memberikan
kepuasan kepada pasien (Patient Satisfaction).
2. Pelayanan yang diberikan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Rumah Sakit.
3. Pelayanan yang diberikan sesuai dengan Standar Pelayanan Kedokteran (SPK)
dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan tetap melakukan pengendalian
dan efisiensi biaya (Cost Containment) sehingga tugas pokok dan fungsi rumah
sakit menyelenggarakan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis yang baik
akan tercapai dalam rangka good and clean government yang transparan,
akuntabel dan memuaskan pelayanan publik.
5. c. Kondisi yang dihadapi saat ini (existing condition)
1. Hasil audit kinerja yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah
(BPKP) pada Tahun 2015 menunjukkan bahwa bahwa rata-rata lama dirawat
atau Average Lange Of Stay (AvLOS) pasien rawat inap Tahun 2015 adalah
sebesar 3,91 hari sedangkan angka ideal untuk AvLOS yang ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan adalah 6 - 9 hari sehingga ada kemungkinan terdapat
pelayanan yang sub-standar.
2. Angka kematian di IGD (kurang dari 8 jam pelayanan) atau yang disebut dengan
Gross Death rate (GDR) pada tahun 2015 berdasarkan hasil audit kinerja
BPKP adalah 81 kasus kematian per 1000 (permil) kasus kunjungan, sedangkan
angka GDR yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan maksimal adalah
25 kasus kematian per 1000 (permil) kasus kunjungan.
3. Angka kematian di rawat inap (lebih dari 8 jam pelayanan) atau yang disebut
dengan Nett Death Rate (NDR) pada tahun 2015 berdasarkan hasil audit
kinerja BPKP adalah 228 kasus kematian per 1000 kasus kunjungan. Angka
jauh melampaui angka ideal yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan
yaitu maksimal 45 kasus kematian per 1000 (permil) kasus kunjungan.
4. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit yang telah
ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit bahwa rata-rata waktu
tunggu untuk operasi elektif adalah maksimal 2 hari, namun di RSUD Bayu
Asih Kabupaten Purwakarta berdasarkan hasil audit kinerja oleh BPKP pada
Tahun 2015 mendapatkan data bahwa rata-rata waktu tunggu operasi elektif
adalah 28 hari. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap mutu pelayanan
kesehatan.
5. Hasil audit kinerja BPKP Tahun 2015 diperoleh data bahwa rata-rata waktu
tunggu pasien rawat jalan adalah 90 menit sedangkan waktu tunggu rata-rata
yang telah ditetapkan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah
Sakit yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
6. 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit adalah
maksimal 60 menit.
6. Pertolongan persalinan melalui Sectio Cesaria (SC) berdasarkan SPM adalah
maksimal 20 % dari seluruh kasus persalinan di rumah sakit dalam 1 tahun,
namun di RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta diperoleh data bahwa
pertolongan persalinan melalui Sectio Cesaria (SC) adalah sebesar 45,97 %.
7. Dari aspek keuangan terdapat data subsidi rumah sakit yang sangat besar untuk
pasien-pasien yang mendapatkan jaminan melalui program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). Subsidi rumah sakit terjadi ketika total tagihan (billing)
berdasarkan tarif pelayanan kesehatan RS yang ditetapkan melaui Peraturan
Daeran dan Peraturan Bupati Purwakarta LEBIH TINGGI dibandingkan dengan
nilai pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan berdasarkan perhitungan paket
tarif menggunakan Prospectif Payment Package yaitu Case Mix-INA CBGs.
REKAPITULASI PASIEN JKN RAWAT INAP SUBSIDI
BULAN JANUARI S.D AGUSTUS 2015
No Bulan
Jml
Pasien
Pendapatan Penerimaan Dijamin Subsidi
1 Januari 81 Rp 565.938.358 Rp 1.198.200 Rp 383.085.502 Rp 181.654.656
2 Februari 84 Rp 523.449.261 Rp 1.367.800 Rp 357.602.226 Rp 164.485.236
3 Maret 90 Rp 585.341.258 Rp 1.723.300 Rp 394.288.600 Rp 188.520.258
4 April 175 Rp 1.248.370.098 Rp 70.528.820 Rp 816.266.471 Rp 389.497.786
5 Mei 134 Rp 841.354.539 Rp 6.493.300 Rp 551.688.871 Rp 283.630.552
6 Juni 140 Rp 885.373.705 Rp 7.389.695 Rp 606.049.462 Rp 273.100.047
7 Juli 121 Rp 32.538.139 Rp - Rp 17.875.689 Rp 14.662.450
8 Agustus 124 Rp 762.152.197 Rp 4.547.900 Rp 530.682.184 Rp 226.922.113
JUMLAH 949 Rp 5.444.517.556 Rp93.249.015 Rp 3.657.539.004 Rp 1.722.473.098
Dari tabel diatas terlihat bahwa selama kurun waktu 8 bulan, rumah sakit harus
memberikan subsidi sebesar Rp 1.722.473.098,00 terhadap pasien JKN
dikarenakan adanya perbedaan antara pendapatan rumah sakit yang dihitung
berdasarkan tarif pelayanan kesehatan RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta
7. dengan penerimaan berdasarkan pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan yang
menggunakan perhitunan paket tarif layanan Case Mix-INA CBGs.
Berikut ini ditampilkan beberapa screenshot contoh pasien yang mendapatkan
subsidi RS diambil dari aplikasi Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) RSUD Bayu
Asih Kabupaten Purwakarta.
a. Pasien tanpa tindakan operasi
9. Berdasarkan data-data diatas dapat dismpulkan bahwa pelayanan yang diberikan
oleh RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta BELUM sesuai dengan Standar
10. Pelayanan Kedokteran (SPK) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan BELUM
melakukan pengendalian dan efisiensi biaya (cost containment). Secara umum
dapat diambil kesimpulan bahwa rumah sakit BELUM melaksanakan tugas pokok
dan fungsinya yaitu menyelenggarakan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis
yang baik dalam rangka good and clean government yang transparan, akuntabel
dan memuaskan pelayanan publik.
d. Deviasi (Gap)
Berdasarkan kondisi yang diharapkan atau kondisi ideal (expecting conditon) dan
kondisi yang dihadapi (existing condition) diatas maka menimbulkan deviasi (gap)
sehingga timbul permasalahan yang harus diselesaikan dengan sebuah solusi.
Gagasan atau rencana proyek perubahan dimulai dari tujuan mencari sebuah solusi
atas permasalahan yang timbul berdasarkan area serta disesuiakan dengan tugas
pokok dan fungsi.
1. Adanya perbedaan standar AvLOS, GDR, NDR, Waktu tunggu operasi elektif,
waktu tunggu rawat jalan, jumlah persalinan melaui Sectio Cesaria (SC) serta
indikator-indikator mutu layanan lainnya dengan data yang diperoleh
berdasarkan hasil audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP)
terhadap kinerja RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta pada Tahun 2015
sehingga dapat disimpulkan bahwa rumah sakit BELUM melaksanakan
pengendalian terhadap mutu layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.
2. Adanya data bahwa RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta memberikan subsidi
yang sangat besar terhadap pasien JKN pada tahun 2015 membuktikan bahwa
rumah sakit BELUM melakukan pengendalian biaya yang efektif dan berdasarkan
kebutuhan pasien.
e. Identifikasi Masalah-Masalah Yang Dihadapi
1. Belum adanya konsep perencanaan pelayanan terpadu (clinical pathway)
sebagai pelengkap Standar Pelayanan Kedokteran dalam bentuk Panduan
11. Praktik Klinis (PPK) yang telah ada di rumah sakit sehingga tidak dapat dilakukan
pengendalian, evaluasi dan analisis atas asuhan pelayanan yang diberikan.
2. Kinerja SDM rumah sakit yang masih belum sesuai dengan standar kompetensi
dan standar profesi.
3. Belum adanya survey kepuasan pasien dalam kurun waktu 2 tahun terakhir
sehingga tidak dapat dinilai berapakah tingkat kepuasan pasien terhadap
layanan yang diberikan.
4. Keterbatasan sarana prasarana penunjang pelayanan sehingga berdampak
terhadap mutu layanan yang diberikan karena tidak sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan.
5. Belum adanya evaluasi dan revisi terhadap tarif pelayanan kesehatan rumah
sakit berdasarkan Perda dan Perbup Kabupaten Purwakarta apakah sesuai
dengan biaya satuan (unit cost) per unit layanan atau tidak.
f. Permasalahan Yang Paling Penting
Permasalahan-permasalah yang diperoleh dari hasil identifikasi dan inventarisasi
permasalahan di RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta kemudian dilakukan
skoring guna menentukan skala prioritas dan menetapkan permasalahan utama
yang paling penting dan harus dilakukan pemecahan secepatnya.
Skoring permasalahan menggunakan instrumen Urgency, Seriousness, Growth
atau USG. Metode USG adalah salah satu alat untuk menyusun urutan prioritas isu
yang harus diselesaikan. Caranya dengan menentukan tingkat urgensi, keseriusan,
dan perkembangan isu dengan menentukan skala nilai 1 – 5 atau 1 – 10. Isu yang
memiliki total skor tertinggi merupakan isu prioritas :
1. Urgency (U) adalah seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan
dengan waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk
memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
2. Seriousness (S) adalah seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan
dengan akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang
12. menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-masalah lain
kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan. Dalam keadaan yang sama, suatu
masalah yang dapat menimbulkan masalah lain adalah lebih serius bila
dibandingkan dengan suatu masalah lain yang berdiri sendiri.
3. Growth (G) adalah seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut
menjadi berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin
memburuk kalau dibiarkan.
Metode USG merupakan salah satu cara menetapkan urutan prioritas masalah
dengan metode teknik scoring. Proses untuk metode USG dilaksanakan dengan
memperhatikan urgensi dari masalah, keseriusan masalah yang dihadapi, serta
kemungkinan bekembangnya masalah tersebut semakin besar. Hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Urgency atau urgensi, yaitu dilihat dari tersedianya waktu, mendesak atau tidak
masalah tersebut diselesaikan.
2. Seriousness atau tingkat keseriusan dari masalah, yakni dengan melihat
dampak masalah tersebut terhadap produktifitas kerja, pengaruh terhadap
keberhasilan, membahayakan system atau tidak.
3. Growth atau tingkat perkembangan masalah yakni apakah masalah tersebut
berkembang sedemikian rupa sehingga sulit untuk dicegah.
Berdasarkan metode USG dengan perhitungan score menggunakan skala 1 - 5
terhadap permasalah-permasalahan yang timbul di RSUD Bayu Asih terkait dengan
aspek mutu layanan kesehatan dan aspek keuangan atau pembiayaan, diperoleh
hasil seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel Hasil Skoring Masalah Menggunakan Metode USG
NO MASALAH U S G SKOR URUTA N
1. Belum adanya konsep perencanaan pelayanan
terpadu (clinical pathway) sebagai pelengkap Standar
Pelayanan Kedokteran dalam bentuk Panduan Praktik
Klinis (PPK) yang telah ada.
5 5 5 15 1
13. 2. Kinerja SDM rumah sakit yang masih belum sesuai
dengan standar kompetensi dan standar profesi.
3 5 3 11 3
3. Belum adanya survey kepuasan pasien dalam kurun
waktu 2 tahun terakhir.
4 3 2 9 4
4. Keterbatasan sarana prasarana penunjang pelayanan. 5 4 3 12 2
5. Belum adanya evaluasi dan revisi terhadap tarif
pelayanan kesehatan rumah sakit.
3 2 1 6 5
Berdasarkan hasil skoring menggunakan metode USG diatas maka dapat
disimpulkan permasalahan utama yang dihadapi oleh RSUD Bayu Asih Kabupaten
Purwakarta terkait dengan pengendalian mutu dan biaya adalah belum adanya
konsep perencanaan pelayanan terpadu (clinical pathway) sebagai pelengkap
Standar Pelayanan Kedokteran dalam bentuk Panduan Praktik Klinis (PPK) yang
telah ada di rumah sakit.
Permasalahan ini akan menimbulkan dampak yang sangat serius karena kegiatan
pengendalian, evaluasi dan analisis terhadap asuhan pelayanan yang diberikan
belum dapat dilaksanakan sehingga belum dapat dinilai apakah pelayanan yag
diberikan sesuai dengan standar pelayanan kedokteran, standar profesi dan standar
kompetensi dari aspek kualitas (mutu) pelayanan.
Dari aspek biaya (cost) belum dapat dilakukan pengendalian, evaluasi dan analisis
apakah sudah menerapkan prinsip biaya yang efektif dan efisien sesuai dengan
kebutuhan pasien serta tidak memberikan pelayanan dibawah standar (sub-
standar). Pada akhirnya pelayanan yang diberikan menjadi tidak transparan dari
mulai rencana asuhan, proses pelaksanaan sampai prediksi keluaran (outcome) atas
pelayanan tersebut.