1. ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS PATOLOGIS
TERHADAP By. Ny T DENGAN HIPERTENSI
DI RSUD KOTA BEKASI
TAHUN 2017
Disusun Oleh :
RATNA IMAS INDRIYANI
NIM. 1409010
AKADEMI KEBIDANAN GEMA NUSANTARA
BEKASI
2017
2. LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS PATOLOGIS
TERHADAP Ny. T DENGAN HIPERTENSI
DI RSUD KOTA BEKASI
TAHUN 2017
Disusun Oleh:
RATNA IMAS INDRIYANI
NIM. 1409010
Di setujui dan disahkan oleh :
Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan
Anjani Khairunnisa, S.ST Febriana Ruslianti, Am.Keb
NIK : 0424108830 NIP: 1982 0215 200701 2 004
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut laporan Dinas Kesehatan Jawa Barat di tahun 2015
disampaikan bahwa jumlah kasus kematian Ibu melahirkan karena kehamilan,
persalinan, dan nifas meningkat cukup tajam dari 748 kasus di tahun 2014
menjadi 823 kasus di tahun 2015. (Pikiran Rakyat. 2016)
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama.
Maka dari itu, pelayanan masa nifas sangat diperlukan karena masa nifas
merupakan masa kritis bagi ibu dan bayinya.
Masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaaan sebelum hamil.
Masa nifas ini berlagsung selama kira-kira 6 minggu (Prawirohardjo,
Sarwono. 2002).
Berdasarkan data Riskedas 2013 bahwa Salah satu penyeyab utama
kematian ibu nifas adalah pendarahan dan hipertensi. Selain itu, terdapat pula
kasus akibat penanganan yang tidak melibatkan tenaga medis dan sampai saat
ini, hipertensi merupakan tantangan terbesar di Indonesia, hipertensi pada
masa nifas merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan
kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang
tinggi, yaitu sebesar 25,8%. (Riskedas, 2013)
Tekanan darah tinggi pada ibu nifas yang terus menerus tanpa adanya
penanganan dapat menyebabkan jantung seseorang bekerja extra keras,
akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah
jantung, ginjal, otak dan mata. Hipertensi pada masa nifas merupakan
penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung hingga terjadi
kematian pada ibu nifas. (Masrifah, Siti. 2016)
4. Salah satu strategi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan untuk
menurunkan Angka Kematian Ibu adalah peningkatan kualitas pelayanan
kebidanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, termasuk bidan (Direktorat
Bina Kesehatan Ibu, 2013).
Bidan berperan penting dalam pemberian pelayanan pada masa nifas
untuk mendeteksi dini masalah yang mungkin terjadi sehingga dapat
mencegah komplikasi yang mungkin terjadi, seperti perdarahan, infeksi dan
hipertensi masa nifas (Sulistyawati, 2009).
Sehubungan dengan hal diatas dan karena salah satu penyebab angka
kematian ibu adalah hipertensi serta didukung dengan banyaknya kasus
hipertensi post partum yang terjadi di lahan praktek, maka penulis bermaksud
untuk mempelajari lebih lanjut kasus hipertensi pada ibu nifas.
Maka dari itu penulis tertarik untuk mengkaji Asuhan Kebidanan
Patologis Pada Ibu Nifas Terhadap Ny. T dengan Hipertensi di RSUD Kota
Bekasi Tahun 2017.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan kebidanan dengan menggunakan manajemen
kebidanan SOAP dengan pola fikir Varney yang tepat pada Ibu Nifas
Patologis dengan hipertensi dan sesuai standar pelayanan kebidanan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengidentifikasi konsep dasar dan asuhan kebidanan pada ibu
nifas patologis dengan hipertensi.
b. Mampu menginterprestasi masalah dan melakukan analisa dari data
yang terkumpul pada ibu nifas patologis dengan hipertensi.
c. Mampu menginterprestasikan data yang terkumpul baik dalam bentuk
diagnosa serta masalah dan kebutuhan pada ibu nifas patologis dengan
hipertensi.
5. d. Mampu mengidentifikasi diagnosa serta masalah potensial pada ibu
nifas patologis dengan hipertensi.
e. Mampu mengidentifikasikan tindakan mandiri dan kalaborasi pada ibu
nifas patologis dengan hipertensi.
f. Mampu mengidentifikasi planning atau perencanaan terhadap ibu nifas
dengan hipertensi.
g. Mampu mengimplementasikan rencana tindakan yang dibuat pada ibu
nifas patologis dengan hipertensi.
h. Mampu mengevaluasi sejauh mana tingkat keberhasilan rencana
manajement yang telah dicapai pada ibu nifas patologis dengan
hipertensi.
B. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Menambah pengalaman dan keterampilan dalam melaksanakan asuhan
kebidanan pada ibu nifas patologis dengan hipertensi baik secara mandiri,
kolaborasi dengan petugas kesehatan yang lain serta mampu
mendokumentasikan hasil asuhan kebidanan dengan SOAP.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Mendapatkan gambaran tentang sejauh mana para mahasiswa memahami
ilmu yang diperoleh serta keterampilan tentang Asuhan Kebidanan Ibu
nifas Patologis dengan hipertensi yang telah diberikan oleh Institusi
Pendidikan selama dibangku kuliah, Selama proses pembelajaran serta
menambah bahan bacaan dan ilmu pengetahuan.
3. Bagi Lahan Praktek RSUD Kota Bekasi
Memberi masukan sebagai aplikasi antara teori dan praktek serta
menciptakan kerja sama yang bermanfaat bagi Institusi. Tempat praktek
6. dan mahasiswa yang melakukan kegiatan asuhan kebidanan pada ibu nifas
patologis dengan hipertensi.
4. Bagi Klien di RSUD Kota Bekasi
Menambah wawasan dan dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang
cara menghindari dan penangan secara dini pada Ibu Nifas Patologis
dengan hipertensi.
7. BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Masa Nifas
Puerperium berasal adari bahasa latin yaitu puer artinya bayi, dan parous
artinya melahirkan atau masa sesudah melahirkan, yang berlangsung kurang
lebih 6 minggu. (Saleha, Siti. 2009 2)
Masa nifas ( puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu (42 hari). (Nanny, Vivian. 2011 : 1)
Masa nifas adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin
(menandakan akhir periode inpartu) sehingga kembalinya reproduksi wanita
pada kondisi tidak hamil. (Varney, 2007)
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah persalinan yang diperlukan
untuk pemulihan alat kandungan yang lamanya 6 minggu.
(Obstetri dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Padjadjaran Bandung)
B. Pengertian Hipertensi masa nifas
Hipertensi masa nifas adalah peningkatan tekanan darah dalam 24 jam
pertama dari nifas pada wanita yang tadinya normotensi dan hipertensi akan
berangsur – angsur hilang dalam waktu 10 hari. (Mansjoer, Arif. 2001)
Hiperytensi masa nifas disebut juga dengan transient hypertension
dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg.
C. Macam-macam Hipertensi Masa Nifas
1. Hipertensi Essentialis ( Hipertensi Primer )
8. Adalah penyakit hipertensi yang kronis dan disebabkan oleh
arteriosclerosis.
Penyakit hipertensi essentialis pada post partum merupakan kelanjutan
dari hipertensi yang terjadi pada kehamilan minggu ke 20 dan hipertensi
tetap pada sebuah persalinan. Hipertensi ini sering menimbulkan dan
menyebabkan kelainan pada jantung ( membesar ), pada ginjal, otak dan
retina.
Untuk mendiagnosa hipertensi essentialis, yaitu:
Tensi ≥ 140/90 mmHg
Terjadi dalam 24 jam post partum
Gejala hipertensi essentialis post partum, yaitu:
Tensi yang naik, yaitu dengan sistolis 30 mmHg dan diastolis 15
mmHg.
Proteinuria yang hebat
Timbulnya odema
Tanda – tanda hipertensi essentialis post partum , adalah ;
Pembesaran jantung
Faal yang kurang
Kelainan pada retina ( haemorhagi atau exudat )
Tensi pemulaan 200 sistolik dan 120 diastolik
Jika pada kehamilan yang lampau pernah diberati dengan eklamsi,
maka akan berpengaruh pada hipertensi post partum
2. Hipertensi chronic / renal ( hipertensi sekunder )
Adalah suatu kondisi dimana diperlukan penurunan tekanan darah
segera ( tidak selalu diturunkan dalam batas normal ) untuk mencegah dan
membatasi kerusakan pada organ.
9. Yang menyebabkan hipertensi renal pada post partum ini, juga ibu post
partum mempunyai riwayat yang berhubungan dengan kehamilannya,
misalnya; Pre eklamsi atau eklamsi. Dalam hal ini hipertensi pada ibu post
partum juga bisa disebabkan karena adanya penyakit ginjal pada ibu hamil
yang disertai dengan hipertensi.
D. Penyebab Hipertensi Masa Nifas
Karena tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume
sekuncup, dan TPR, peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak
dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan denyut jantung
dapat terjadi akibat rangsangan saraf simpatis atau hormonal yang abnormal
pada nodus SA. Peningkatan denyut jantung yang kronis seringkali menyertai
kondisi hipertirodisme. Akan tetapi, peningkatan denyut jantung biasanya di
kompensasi dengan penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak
mengakibatkan hipertensi. Peningkatan volume sekuncup yang kronis dapat
terjadi jika volume plasma meningkat dalam waktu lama, karena peningkatan
volume plasma direfleksikan dengan peningkatan volume diastolik akhir
sehingga volume sekuncup dan tekanan darah meningkat. Peningkatan volume
diastolik akhir dihubungkan dengan peningkatan preload jantung. Peningkatan
preload biasanya berhubungan dengan peningkatan hasil pengukuran tekanan
darah sistolik.
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi akibat
gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau komsumsi garam yang
berlebihan. Penelitian epdemiologis, migrasi, dan genetik pada manusia dan
hewan memperlihatkan bukti yang kuat hubungan antara asupan tinggi garam
dan peningkatan tekanan darah. Dari perspektif evolusi, manusia beradaptasi
dengan ingesti dan ekskresi kurang dari 1 gram garam per hari, yang
setidaknya kurang dari sepuluh kali dari rata-rata konsumsi garam di negara-
negara industri. Selain peningkatan asupan diet garam, peningkatan abnormal
kadar renin dan aldosteron atau penurunan aliran darah ke ginjal juga dapat
mengganggu pengendalian garam dan air.
10. Peningkatan TPR yang kronis dapat terjadi pada peningkatan rangsangan
saraf simpatis atau hormn pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan
dari arteriol terhadap rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan
menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan TPR, jantung
harus memompa lebih kuat, dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang
lebih besar, untuk mendorong darah melintasi pembuluh-pembuluh yang
menyempit. Hal ini disebut peningkatan pada afterload jantung. Dan biasanya
berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan
afterload berlangsung lama, ventrikel kiri mungkin mulai mengalami
hipertrofi (pembesaran). Dengan hipertrofi, kebutuhan oksigen ventrikel
semakin meningkat sehingga harus memompa darah lebih keras lagi untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
Setiap kemungkinan penyebab hipertensi yang disebutkan di atas dapat
terjadi akibat peningkatan aktivitas susunan saraf simpatis. Bagi banyak
individu, peningkatan rangsangan saraf simpatis, atau mungkin responsivitas
yang berlebihan dari tubuh terhadap rangsangan simpatis normal, dapat ikut
berperan menyebabkan hipertensi. Hal ini dapat terjadi akibat respons stres
yang berkepanjangan, yang diketahui melibatkan pengaktifan sistem simpatis,
atau mungkin akibat kelebihan genetik reseptor norepinefirin di jantung atau
otot polos vaskuler. (Buku Saku Patofisiologis. 2009:485-486).
Kondisi stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, karena saat
seseorang dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran beberapa hormon
yang akan menyebabkan penyempitan dari pembuluh darah, dan
pengeluaran cairan lambung yang berlebihan, akibatnya seseorang akan
mengalami mual, muntah, mudah kenyang, nyeri lambung yang berulang, dan
nyeri kepala. Kondisi stress yang terus menerus dapat menyebabkan
komplikasi hipertensi pula.
Pola hidup yang tidak seimbang, merupakan sikap hidup yang tidak tepat
komposisi antara asupan makanan, olahraga dan istirahat, sehingga
menimbulkan gejala awal seperti obesitas yang selanjutnya dapat
menyebabkan gangguan lain seperti kencing manis, dan gangguan jantung.
11. Konsumsi garam berlebihan, dapat menimbulkan darah tinggi diakibatkan
oleh peningkatan kekentalan dari darah, sehingga jantung membutuhkan
tenaga yang lebih untuk mendorong darah sampai ke jaringan paling kecil.
Kebiasaan konsumsi alkohol, kafein, merokok dapat menyebabkan
kekakuan dari pembuluh darah sehingga kemampuan elastisitas pada saat
mengalami tekanan yang tinggi menjadi hilang.
Kadang-kadang, tekanan darah mungkin jauh lebih tinggi dalam periode
pasca-melahirkan dibandingkan antepartum atau intrapartum. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kombinasi faktor, termasuk pemberian larutan garam pada
wanita yang memiliki kelahiran sesar, hilangnya vasodilatasi kehamilan terkait
setelah melahirkan, mobilisasi cairan ekstraselular setelah melahirkan, dan
administrasi non-steroid anti-inflamasi agen untuk postdelivery analgesia .
Aldosteronisme primer merupakan penyebab yang jarang hipertensi
postpartum. Wanita dengan gangguan ini mungkin memiliki tekanan darah
lebih rendah selama kehamilan karena efek natriuretik dari progesteron, dan
mungkin hadir dengan hipertensi postpartum signifikan dengan atau tanpa
hipokalemia.
E. Gambaran Klinis Hipertensi Masa Nifas
Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi
bertahun-tahun, dan berupa:
1. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
3. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
4. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus.
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
(Rahayu, YP. dkk. 2012)
F. Etiologi Hipertensi Masa Nifas
12. Kondisi stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, karena saat
seseorang dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran beberapa hormon
yang akan menyebabkan penyempitan dari pembuluh darah, dan pengeluaran
cairan lambung yang berlebihan, akibatnya seseorang akan mengalami mual,
muntah, mudah kenyang, nyeri lambung yang berulang, dan nyeri kepala.
Kondisi stress yang terus menerus dapat menyebabkan komplikasi hipertensi
pula.
Pola hidup yang tidak seimbang, merupakan sikap hidup yang tidak tepat
komposisi antara asupan makanan, olahraga dan istirahat, sehingga
menimbulkan gejala awal seperti obesitas yang selanjutnya dapat
menyebabkan gangguan lain seperti kencing manis, dan gangguan jantung.
Konsumsi garam berlebihan, dapat menimbulkan darah tinggi diakibatkan
oleh peningkatan kekentalan dari darah, sehingga jantung membutuhkan
tenaga yang lebih untuk mendorong darah sampai ke jaringan paling kecil.
(Maryunani, Anik. 2015)
G. Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran,
hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada
kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-
gejala klinis, Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien
duduk bersandar, setelah beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran
pembungkus lengan yang sesuai (menutupi 80% lengan). Tensier dengan air
raksa masih tetap dianggap alat pengukur yang baik.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala penyakit-penyakit yang berkaitan seperti
penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskular, dan
lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang
berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktivitas/kebiasaan (seperti
merokok), konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, hasil dan efek
13. samping terapi anti hipertensi sebelumnya bila ada, dan factor pisikisosial
lingkungan (keluarga, pekerjaan dan sebagainya).
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali
atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian di periksa ulang pada lengan
kontralateral. Dikaji perbandingan berat badan dan tinggi pasien. Kemudian
dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya retinopati
hipertensif, pemeriksaan leher untuk mencari bising carotid, pembesaran
vena, atau kelenjar tyroid. Dicari tanda-tanda gangguan irama dan denyut
jantung, pembesaran ukuran bising, derap, dan bunyi jantung ketiga atau
empat. Paru diperiksa untuk mencari ronchi dan bronkospasme. Pemeriksaan
abdomen dilakukan untuk mencari adanya massa, pembesaran ginjal, dan
pulsasi aorta yang abnormal. Pada ekstremitas dapat ditemukan pulsasi arteri
perifer yang menghilang, edema, dan bising. Dilakukan juga pemeriksaan
neurologi.
Tabel 2. 1 Klasifikasi hipertensi post partum sesuai WHO/ISH
Klasifikasi Sistolik (mmHG) Diastolik (mmHG)
Normotensi < 140 < 90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan berat >140 >105
Hipertensi sistolik terisolasi >140 >90
Hipertensi sistolik
perbatasan
140-160 >90
Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik
sama atau lebih dari 160 mmHg, tetapi tekanan diastolic kurang dari 90
mmHg. Keadaan ini berbahaya dan memiliki peranan sama dengan hipertensi
diastolic sehingga harus diterapi ( Mansjoer, Arif. 2001 )
Hipertensi Kronis : Hipertensi terjadi pada kehamilan tetapi tidak
kunjung menurun hingga pasca partum. Gejala dan tanda usia umumnya > 30
tahun, multipara. Umumnya disertai masalah medis lain : DM atau penyakit
ginjal. Berhubungan dengan ras dan bersifat familial. Tidak disertai dengan
proteinuria. Diagnosa ditegakkan dengan adanya riwayat HT sebelum
14. kehamilan atau sebelum kehamilan < 20 minggu. Dan menetap sampai 6
minggu pasca persalinan.
H. Patofisiologi Hipetensi Masa Nifas
Menurut Corwin (2001): Peningkatan Denyut Jantung, peningkatan
volume sekuncup/curah jantung yang bermasalah lama, peningkatan tekanan
perifer (TPR) yang berlangsung lama.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. (Joni. 2011)
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi dalam masa nifas antara lain
adalah
1. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran
darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang
mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
15. 2. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik
tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardum atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah.
3. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Dengann rusaknya glomerulus, aliran
darah ke unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran
glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik
koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang seringt dijumpai
pada hipertensi kronis.
4. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi
maligna ( hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang
sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler
dan mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat.
Neuron-neurn di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
5. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang
tidak adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu
mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan. (Buku Saku
Patofisilogis. 2009)
J. Penanganan Hipertensi Masa Nifas
1. Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan ( IMT ≥ 27 )
2. Mengurangi asupan natrium (< 100 mmol Na / 2,4 gr, Na / 6 gr Nacl /
hari)
3. Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat
4. Berhenti merokok ( apabila ibu post partum selama dan sebelum hamil
ketergantungan rokok ) dan mengurangi asupan lemak jenuh dan
kolesterol dalam makanan
5. Dianjurkan untuk memakai kontrasepsi bila jumlah anak belum cukup
selama beberapa tahun
16. 6. Bila jumlah anak sudah cukup, dianjurakan untuk segera melakukan
tubektomi
7. Terapi sedative misal fenoarbital 30 mg ( dapat diberikan jika dianggap
perlu ) obat – obatan anti hipertensi seperti reserpin dan metal dopa untuk
mengendalikan hipertensi.
8. Istirahat cukup pada tidur malam , sekurang – kurangnya 8 jam dan tidur
siang kurang lebih 2 jam.Pekerjaan rumah tangga dikurangi.
9. Obat penenag ( solution charcot , diazepam ( valium ) ,prometazin / obat
tidur dalam dosis rendah.
10. Pendekatan secara psikologis
11. Diet tinggi protein , rendah hidrat arang , rendah lemak dan rendah garam
K. Pengobatan Farmasi
Pegobatan pada penderita hipertensi masa nifas dapat dilakukan dengan :
diberikan obat anti hipertensi (metildopa, dopamet) atau bila perlu bisa
diberikan MgSO4 lewat infus atau suntikan pada bokong, agen anti hipertensi
mungkin diperlukan sementara masa nifas jika hipertensi parah.
Obat-obatan oral serupa dengan yang digunakan dalam populasi tidak
hamil dapat digunakan. Singkat furosemide terapi (20 mg oral sekali atau dua
kali per hari selama lima hari) dapat memfasilitasi kembali ke normotension
pada wanita dengan berat, tetapi tidak ringan, preeklampsia, terutama mereka
dengan edema yang signifikan, tekanan darah harus dipantau secara ketat.
(Joni. 2011)
17. L. Skema penatalaksanaan hipertensi
Mengontrol tekanan darah dengan baik minimal setelah 1 tahun, dapat
dicoba menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara perlahan
dan progresif.
Mulai atau lanjutan perubahan kebiasaan hidup
Tekana darah > 140/90 mmHG tidak tercapai untuk pasien dengan diabetes atau gangguan ginjal
terdapat perbedaan nilai
Pilihan obat
-Hipertensi tanpa komplikasi
Diuretik, Beta bloker
-Indikasi tertentu
Inhibitor ACE, penghambat reseptor
Angiotensin II, alfa bloker, alfa-beta-bloker, beta
Bloker, antagonis Ca, diuretik
- Indikasi yang sesuai
*Diabetes mellitus tipe 1 dengan proteinuria
inhibitor ACE
*Gagal jantung
inhibitor ACE, diuret
*Hipertensisistolok terisolasi
Diuretik, Antagonis Ca dihidropiripin kerja lama
*Infrk miokard
Beta bloker(non ISA), Inhibitor ACE(dengan disfungsi sistolik)
Tekanan darah yang dituju tidak tercapai
Tidak ada respon atau efek samping Respon tidak adekuat tapi toleransi baik
Ganti dengan obat dari golongan lain Tambahkan obat keduua dari golongan yang
berbeda(diuretik, bila belum diberikann
Tekanan darah yang di tuju tidak tercapai
Tambahkan obat dari golongan lain pertimbangkan untuk dirujuk pada dokterspesialis hipertensi
18. Pada beberapa pasien mungkin dapat di mulai terapi dengan lebih dari
satu obat secara langsung. Pasien dengan tekanan darah ≥200/≥120 mmHg
harus diberikan terapi dengan segera dan jika terdapat gejala kerusakan organ
harus dirawat di rumah sakit.( Mansjoer,Arif. 2001 )
19. BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS
DENGAN KASUS : Hipertensi
DI : RSUD Kota Bekasi
PADA : Tanggal : 11 Bulan 01 Tahun 2017
Waktu : 01.30 WIB
I. DATA SUBJEKTIF
A. Identitas / Biodata
Nama Ibu : Ny.T Nama Ayah : Tn. M
Umur : 21 tahun Umur : 24 thn
Agama : Islam Agama : Islam
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Sepanjang Jaya Alamat : Sepanjang Jaya
B. Keluhan Utama
Anamnesa pada tanggal 11-01-2017, pukul : 09.00, Pasca Persalinan 24 Jam
C. Riwayat Kehamilan
Trimester I : ANC I kali
Keluhan : Mual muntah
Anjuran : Makan dengan porsi sedikit tapi sering
Theraphy : Pemebrian Vit B6 dan Tablet Fe
Trimester II : ANC II kali
Keluhan : Tidak ada
Theraphy : Mengurangi aktivitas berat dan makan-makanan gizi
seimbang
Trimester III : ANC III kali
20. Keluhan : Nyeri pada bagian pinggang dan sering BAK
dimalam hari
Anjuran : Melakukan senam hamil dan mengurangi minum
dimalam hari
Theraphy : Pemberian tablet Fe
D. Riwayat Persalinan
Waktu Persalinan : 11-01-17 , Pukul : 08:30, Jenis Kelamin : perempuan
Berat Badan : 2.600 gram, Panjang Badan : 47 cm, Apgarscore : 8/9
Jenis Persalinan : SC, Tempat Persalinan : RSUD, Plasenta: Lengkap
Lama Persalinan : 1 1
/2 jam dimeja operasi Jumlah Perdarahan : ± 80 cc
Kala I : dimeja operasi Kala I : −
Kala II : dimeja operasi Kala II : −
Kala III : dimeja operasi Kala III : −
Keadaan Air Ketuban : Jernih Waktu Pecah : 06.00 WIB
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mobilisasi :
Ibu mengatakan sudah bisa miring kanan dan kiri dengan dibantu oleh
keluarganya.
F. Pola Kebutuhan Dasar
Eliminasi : BAB : Negatif
BAK : Terpasang douwer cateter, jumlah urine 450 cc
Nutrisi : Ibu masih puasa karena belum flatus
Istirahat : Ibu kurang istirahat karena luka bekas SC masih nyeri
Aktifitas : Ibu belum bisa melakukan aktivitas sehari-hari
Personal Hygiene : Ibu hanya di lap dan diganti baju bersih
21. Keadaan Psikologis : Ibu sangat bahagia atas kelahiran bayinya
Riwayat Kesehatan Kekuarga :
Ibu mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki penyakit menahun,
menular dan menurun.
II. DATA OBJEKTIF
Suhu : 36,2 0
C, Rr : 21 X
/M, N : 82 X
/M, TD : 160/90 mmHg,
keadaan umum : lemah
Mata : Simetris, Konjungtiva : An Anemis, Sklera : An Ikterik
Muka : Pucat
Hidung : Normal, bersih tidak ada secret
Mulut : Bersih dan tidak ada caries, stomatitis, gingivitis, ada kal
kulus
Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid dan vena jugul
aris
Dada : Simetris, putting susu menonjol, ASI : Ada
Abdomen : Luka SC masih basah, TFU : 2 Jari dibawah pusat
Kontraksi : Baik
Genetalia : Pengeluaran Lochea Rubra
Punggung : Normal, tidak ada nyeri ketuk
Ektremitas Atas : Terpasang infus RL, tidak ada oedema dan cavilarirevil
Ekstremitas Bawah : Tidak ada oedema, varices dan cavilarirevil
III.ANALISA DATA
Diagnosa : Ibu P2A0 Post Partum 24 Jam dengan hipertensi
Masalah : − Gangguan aktivitas dan nyeri pada luka SC
− Tekanan darah tinggi
22. Kebutuhan : − Konseling tentang cara perawatan bekas luka SC
− Pemberian obat dan terapi dengan kolaborasi dokter
obgyn
Diagnosa potensial : Pre-eklamsi ringan
IV. PERENCANAAN (PLANING)
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan saat ini yaitu TD : 160/90 mmHg, N :
82 x
/m, Rr : 21 x
/m, S : 36,20
C, TFU : 2 jari dibawah pusat. Ibu mengerti
tentang hasil pemeriksaan.
2. Menjelaskan kepada ibu tentang penyebab nyeri pada luka SC bahwa itu
adalah hal yang biasa terjadi karena adanya perlengketan bekas luka
dengan organ lain, dimana serabut-serabut jaringan luka menempel dan
menarik organ-organ lain sehingga menimbulkan rasa nyeri ketika terjadi
regangan pada jaringan luka. Ibu mengerti tentang pennyebab nyeri.
3. Memberitahu ibu bahwa ibu belum boleh makan dan minum apabila ibu
belum kentut. Ibu mengerti dan bersedia untuk belum makan dan minum
apabila ibu belum kentut.
4. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang alasan dilarang makan dan
minum sebelum kentut terhadap ibu post operasi SC karena pada saat
dioperasi pasien diberikan pembiusan total maka seluruh organ tubuhh
pasien akan “Tidur” berhenti bekerja, termasuk juga seluruh “Jeroan” di
dalam perut, kecuali jantung yang selalu berdetak dan ketika operasi telah
selesai dan efek dari obat bius ini mulai mereda, tetapi proses pemulihan
kinerja organ tubuh lainnya belum pulih secara normal untuk melakukan
aktivitas, meski pasien telah sadarkan diri. Maka dari itu ketika pasien
telah bisa kentut artinya usus telah pulih dan normal untuk beraktivitas
seperti sediakala. Ibu mengerti tentang penjelasan bidan.
5. Menganjurkan ibu mobilisasi dini miring kanan dan kiri secara perlahan-
lahan dan bertahap. Ibu bersedia untuk melakukan mobilisasi dini.
23. 6. Mengganti pakaian operasi ibu dengan pakaian bersih. Ibu sudah memakai
pakaian bersih dan ibu sudah terlihat rapi.
7. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup. Ibu bersedia untuk istirahat.
8. Memberitahu ibu untuk tidak melakukan aktivitas yang berat terlebih
dahulu. Ibu mengerti tentang penjelasan bidan.
9. Memberikan terapi hypobach 2X1, lactore 2x1, asmet 3x500 mg,
nefidipine 1x1 dengan anjuran dokter SPOG. Terapi obat telah diberikan.
10. Menganjurkan ibu untuk menjaga payudara agar tetap bersih dan kering
terutama bagian putting susu, apabila putting payudara lecet dapat
dioleskan dengan kolostrum atau ASI yang keluar disekitar putting susu
yang lecet. Ibu mengerti dan bersedia melakukan hal yang sudah
dianjurkan.
V. CATATAN PERKEMBANGAN
TANGGAL
DATA
SUBJEKTIF
DATA
OBJEKTIF
ANALISA
DATA
PERENCANAAN
12/01/2017
Jam 09.20
WIB
Ibu
mengatakan
masih nyeri
pada luka
bekas SC
Keadaan
Umum : Baik
Baik
Kesadaran :
Composmentis
TD : 130/80
mmHg
N : 84 x
/m
S : 37,1 0
C
Rr : 21 x
/m
Ibu P2A0
post partum
2 hari
dengan
hipertensi
1. Memberitahu ibu
tentang hasil
pemeriksaan3TD :
120/80 mmHg, N : 84
x
/m S : 37,1 0
c, Rr : 21
x
/m, TFU : 3 jari
dibawah pusat,luka SC
masih basah. Ibu
mengerti tentang hasil
pemeriksaan.
24. TFU : 3 jari
dibawah pusat
Perdarahan : ±
80 cc
Pengeluaran
lochea : Rubra
Luka bekas
operasi SC :
masih basah
Kontraksi :
Baik
2. Mengingatkan kembali
kepada ibu untuk
istirahat yang cukup.
Ibu bersedia untuk
istirahat yang cukup.
3. Mengingatkan kembali
kepada ibu untuk tidak
beraktivitas berat
terlebih dahulu. Ibu
mengerti tenteng
penjelasan bidan.
4. Mengingatkan kembali
kepada ibu untuk tetap
mobilisasi miring
kanan dan kiri lalu
terkadang duduk. Ibu
mengerti dan bersedia
mengikuti anjuran yang
telah diberikan.
5. Menganjurkan ibu
untuk menyusui
bayinya setiap 2 jam
sekali atau setiap bayi
berkeinginan untuk
menyusu. Ibu mengerti
dan bayi sudah
diberikan ASInya.
Lanjutan perencanaan catatan perkembangan
25. 6. Mengajarkan ibu cara menyusui yang baik dan benar yaitu duduk bersandar
atau berbaring dengan santai, sebelum menekan payudara, tangan dan buah
dada serta putting susu harus dibersihkan dahulu, kemudian tekan daerah
areola diantara telunjuk dan ibu jari sehingga ASI keluar 2-3 tetes kemudian
oleskan ke putting hingga areola, lalu pegang bayi pada bahu belakangnya
dengan tangan satu, kepala bayi diletakkan pada lengkung siku ibu,
kemudian masukkan putting susu kedalam mulut bayi sampai areola
mammae tidak terlihat dan setelah menyuui oleskan kembali ASI ke putting
susu hingga areola. Ibu mengerti tentang cara menyusui yang baik dan benar,
ibu bersedia untuk melaksanakannya.
7. Menganjurkan ibu untuk menyendawakan bayinya dengan menggendong
kemudian menepuk-nepuk punggung atau tinggikan kepala dan badan bayi
lalu ditepuk-tepuk agar bayi tidak muntah setelah disusui. Ibu mengerti dan
sudah menyendawakan bayinya.
8. Menganjurkan ibu untuk makan-makanan yang bergizi seperti nasi, sayur-
sayuran hijau, buah0buahan dan ikan agar keadaan ibu cepat pulih dan ASI
lancer. Ibu bersedia untuk makan-makanan yang bergizi.
9. Mengingatkan kembali kepada ibu tentang tanda bahaya masa nifas yaitu
penglihatan kabur, bengkak wajah dan tangan, pusing yang berlebihan, nyeri
pada perut yang berlebihan, suhu tbuh > 38 0
C, perdarahan hebat. Jika ibu
menngalami tanda-tanda tersebut diharapkan ibu untuk mewaspadainya. Ibu
mengerti tentang tanda-tanda bahaya masa nifas.
10. Menjelaskan kembali kepada ibu tentang penyebab nyeri pada luka SC
bahwa itu adalah hal yang fisiologis terjadi karena adanya perlengketan
bekas luka dengan organ lain, dimana serabut-serabut jaringan luka
menempel dan menarik organ-organ lain sehingga menimbulkan rasa nyeri
ketika terjadi regangan pada jaringan luka. Ibu mengerti tentang pennyebab
nyeri pada luka SC.
11. Membersihkan badan ibu dengan ar hangat menggunakan waslap. Dan ibu
sudah rapi, bersih.
26. 12. Melakukan perawatan luka SC dengan menekan luka yang masih ditutup
kassa menggunakan ujung pinset anatomi steril, tidak ada pengeluaran darah
pada luka SC. Buka kassa yang menutupi luka dengan cara menggulung dari
bagian luar ke dalam menggunakan pinset anatomi steril. Kemudian ambil
kassa steril lalu celupkan dilarutan Nacl. Setelah itu pasangkan kassa tersebut
dengan cara membuka kassa menjadi persegi panjang di bagian luka SC
kemudian tekan-tekan lagi menggunakan pinset anatomi steril dengan
gerakan menggulung adri bagian luar ke dalam kemudian ambil kassa lagi
celupkan di cairan Nacl kemudian pasangkan kassa tersebut dengan
membuka panjang di luka bekas SC. Kemudian pasang Dermafix-T plester
transparent pada bagian luka bekas SC. Perawatan bekas luka SC sudah
dilakukan.
13. Kolaborasi dengan dokter obgyn dalam pemberian terapi seperti cairan infus
RL 20 x tetes/menit, hypobach 3x1 perbolus, cefotaxime 3x500 ml, asmet
3x1, nefidipine 1x1. Terapi pbat telah diberikan.
27. BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam asuhan kebidanan pada ibu nifas patologis dengan Hipertensi
terhadap Ny. T asuhan yang diberikan sesuai dengan asuhan pada Ibu nifas
dengan Hipertensi. Asuhan kebidanan pada ibu nifas patologis terhadap Ny.
T dengan hipertensi dilakukan pengambilan data subjektif seperti anamnesa
yaitu keluhan utama, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu,
riwayat kontrasepsi, riwayat penyakit sekarang.
Pengambilan data objektif pada ibu nifas adalah pemeriksaan tanda-
tanda vital yang didapatkan TD : 160/90 mmHg, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan Hb.
Maka dengan ini, sesuai dengan materi di atas dapat disimpulkan bahwa
diagnosis kebidanan yang didapatkan yaitu Ibu P2A0 post SC 24 jam dengan
Hipertensi.
Didapatkan masalahnya gangguan aktivitas nyeri pada luka operasi dan
tekanan darah tinggi, diagnosis potensial pereklamsi, kebutuhan tindakan
segera berdasarkan kondisi klien secara kolaborasi dengan dokter SpOg yaitu
memberikan cairan infuse, pemberian obat dan tindakan medis lainnya sesuai
instruksi dokter.
28. Rencana asuhan yang diberikan kepada ibu nifas patologis dengan
hipertensi yaitu beritahu hasil pemeriksaan, kolaborasi dengan dokter SpOg
dalam pemberian obat dan tindakan medis, beritahu ibu tentang penyebab
nyeri luka SC, anjurkan ibu untuk makan dengan rendah garam, berikan obat
sesuai intruksi, lakukan perawatan luka SC, beritahu untuk istirahat yang
cukup.
Implementasi (pelaksanaan) dari rencana asuhan kepada Ibu nifas
patologis dengan hipertensi yaitu memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan
bahwa tekanan darah ibu 160/90 mmHg, melakukan kolaborasi dengan
dokter SpOg dalam pemberian obat dan melakukan tindakan medis,
memberikan terapi obat dan terapi seperti cairan infus RL 20 x tetes/menit,
hypobach 3x1 perbolus, cefotaxime 3x500 ml, asmet 3x1, nefidipine 1x1,
mennganjurkan ibu untuk makan rendah garam seperti gandum, penyebab
nyeri pada luka SC bahwa itu adalah hal yang fisiologis terjadi karena
adanya perlengketan bekas luka dengan organ lain, dimana serabut-serabut
jaringan luka menempel dan menarik organ-organ lain sehingga
menimbulkan rasa nyeri ketika terjadi regangan pada jaringan luka,
memberitahu ibu untuk istirahat yang cukup.
Evaluasi dari asuhan kebidanan pada ibu nifas patologis dengan
hipertensi yang telah dilakukan terhadap Ny.T, kolaborasi dengan dokter
SpOg telah dilakukan, terapi obat telah diberikan, ibu bersedia untuk makan
rendah garam, ibu mengerti tentang penyebab nyeri luka SC, ibu bersedia
untuk istirahat yang cukup.
Dalam praktek pemeriksaan ibu nifas patologis dengan hipertensi tidak
ada kesenjangan praktek dan teori terhadap Ny. T dengan Hipertensi.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
a. Diharapkan mampu meningkatkan
sarana dan prasarana yang dapat membantu mahasiswa dalam
29. meningkatkan keterampilan dibidang teori dan praktek terhadap ibu
nifas patologis dengan hipertensi..
b. Diharapkan mampu memperhatikan
kualitas pendidikan dengan tetap membimbing dan mengarahkan
mahasiswa dengan membekali keterampilan yang cukup dan juga
ditunjang sarana yang memadai dari lahan praktek yang sudah
menerapkan asuhan kebidanan nifas patologis dengan hipertensi.
c. Diharapkan dapat dijadikan sebagai
dokumentasi dan bahan perbandingan untuk penilaian selanjutnya.
2. Bagi Lahan Praktek
Diharapkan dapat meningkatkan penanganan terhadap komplikasi
yang mungkin terjadi sehingga angka kejadian terhadap masalah ibu
nifas patologis dengan hipertensi dapat ditangani.
3. Bagi Ibu Nifas
Diharapkan bagi ibu nifas untuk melakukan kunjungan masa nifas
yaitu 6 hari post partum, 2 minggu post partum dan 6 minggu post
partum atau bila ada tanda-tanda bahaya masa nifas untuk mendeteksi
komplikasi masa nifas secara dini.
4. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa sebagai calon bidan diharapka ndapat mengantisipasi
kemungkinan masalah yang akan timbul dalam melakukan asuhan
kebidanan pada ibu nifas patologis dengan hipertensi.
30. DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2015. Angka Kematian Ibu. http://storage.jak-
stik.ac.id/ProdukHukum/MenPAN/index.phpoption=com_docman&task=doc_
download&gid=290&Itemid=111.pdf, diakses pada tanggal 17 Maret 2017
Joni. 2011. Masa Nifas. http://jsuyono.blogspot.co.id/2011/06/masa-nifas.html,
diakses pada tanggal 15 Maret 2017
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Salekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Manuaba, Chandranita. 2008. Gawat Darurat Obstetric Ginekologi & Obstetric
Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan.Jakarta : EGC
Maryunani, Anik. 2015. Asuhan Ibu Nifas & Asuhan Ibu Menyusui. Bogor : IN
MEDIA
Nanny, Vivian. 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta : Salemba
Medika
31. PKBI. 2015. Kematian Ibu Melahirkan Terus Meningkat.
http://pkbi.or.id/kematian-ibu-melahirkan-terus-meningkat/, diakses pada
tanggal 17 Maret 2017
Prawirihardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Rahayu, YP. dkk. 2012. Buku Ajar Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta : Mitra
Wacana Medika