Gerakan kepanduan Hizbul Wathan didirikan pada tahun 1918 di Yogyakarta oleh KH. Ahmad Dahlan dan merupakan salah satu pelopor kepanduan di Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, Hizbul Wathan dan organisasi kepanduan lain dibubarkan, namun berkontribusi mengasuh para pemuda untuk memperjuangkan kemerdekaan. Setelah kemerdekaan, Hizbul Wathan dan organisasi kepanduan lain dilebur menjadi Gerakan Pramuka
2. “ Muhammadiyah dan Jepang
dalam Lintasan Sejarah “
Muhammadiyah dan Jepang punya relasi yang turun-naik. Yang dimaksud dengan Jepang di sini adalah segala
representasi yang berkaitan dengan Jepang sebagai sebuah konsep—negara, pasukan pendudukan, kaum
Muslim, hingga kalangan akademisinya. Kami akan secara ringkas mengetengahkan tentang bagaimana
hubungan antara Muhammadiyah dan Jepang dalam beberapa dekade pada sekitar pertengahan abad ke-20.
Interaksi awal Muhammadiyah dan Jepang terjadi pada masa pendudukan Jepang (1942- 1945). Jepang berada
di Hindia Belanda dalam usahanya mendapatkan sumber daya untuk mendukung perang mereka di Asia dan
Pasifik.
3. Mulanya kedatangan Jepang disambut penduduk Indonesia, namun dengan segera tampak
bahwa Jepang adalah penguasa yang kejam. Jepang melarang pergerakan politik, menutup
media, dan memaksa petani menyerahkan padi pada mereka.
Majalah resmi Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah, sempat berhenti terbit pada masa
pendudukan Jepang. Barulah setelah beberapa tahun, ketika Jepang kian intensif
mendekati umat Islam guna mendapatkan dukungan, majalah Suara Muhammadiyah dapat
terbit kembali.
4. Di samping itu, ada bentuk lain relasi Muhammadiyah dengan Jepang di masa ini, yakni dimasukkannya
tokoh Muhammadiyah dalam usaha propaganda Jepang. Pada tahun 1943
Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera), lembaga yang dipimpin para pemimpin
Indonesia dengan tujuan untuk membantu Jepang dalam melawan Sekutu. Pimpinan badan ini
dikenal sebagai Empat Serangkai, dan mencerminkan kombinasi antara kalangan nasionalis dan
Islam.
Dari kalangan nasionalis ada Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Hajar Dewantoro, sementara
kalangan Islam diwakili K.H. Mas Mansur. Mas Mansur adalah Ketua Pengurus Besar
Muhammadiyah dari tahun 1937-1942 dan dikenal pula sebagai aktivis pergerakan nasional
dengan keterlibatannya di Sarekat Islam pada masa kolonial.
6. Hizbul Wathan adalah gerakan kepanduan yang berciri khas islam yang mendorong dan
mewadahi semangat pemuda untuk dididik kedisplinan, ketrampilan, kecerdasan dan
membentuk jiwa akhlaqul karimah yang berorientasi pada 3 prinsip “Educative, Recreatif, dan
religion”.
Secara bahasa, “Hizbul Wathan” berarti “Cinta Tanah Air” dengan maksud sebagai landasan
dan pedoman untuk memperjuangkan bangsa dan tanah air.
Menurut sejarah, Hizbul Wathan adalah gerakan kepanduan yang didirikan oleh KH. Ahmad
Dahlan di Yogyakarta pada tahun 1918 yang mulanya bernama padventer Muhammadiyah.
Sejarah menunjukkan bahwa Hizbul Wathan termasuk pelopor kepanduan di Indonesia
sebelum PRAMUKA didirikan.
7. Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan didirikan di Yogyakarta pada tahun 1336 H/1918 M. Namun pada
tahun 1943 M. bersama dengan organisasi kepanduan lainnya, Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan
dibubarkan oleh pemerintah penjajahan Jepang.
Pada tanggal 29 Januari 1950 M. Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan bangkit kembali dengan berbagai
perubahan. Namun berdasarkan surat keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 238/61 tanggal 9
meret 1961 M. bersama dengan organisasi kepanduan lainnya, Gerkan Kepanduan Hizbul Wathan
dilebur menjadi Pramuka, sebagai satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia.
Dan pada tanggal 10 Sya’ban 1420 H. bertepatan dengan tanggal 18 November 1999
M. oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan dibangkitkan kembali
untuk kedua kalinya, dengan surat keputusan nomor 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999 dan dipertegas dengan
surat keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 10/Kep/I.O/B/2003.
8. “ Tokoh Hizbul Wathan
pada Masa Penjajahan Jepang “
Susunan pengurus dan personalianya yang pertama adalah: Ketua H. Mukhtar Bukhari, Wakil Ketua H. Hadjid,
Sekretaris Sumodirjo, Keuangan Abdul Hamid, Organisasi Siraj Dahlan, Komando Sarbini dan Damiri. Untuk
memajukan Padvinder Muhammadiyah ini, para pengurus mengambil pedoman pelajaran dari JPO Surakarta.
Setelah tahun 1924 Hizbul Wathan berkembang di Jawa, bahkan telah dapat melebarkan sayapnya ke luar
Jawa. Cabang-cabang baru Hizbul Wathan kian banyak berdiri. Cabang pertama yang berdiri di luar Jawa
ialah di Sumatra Barat, yang dibawa oleh wakil- wakil yang menghadiri Kongres Muhammadiyah ke-17 di
Yogyakarta pada tahun 1928. Dalam kesempatan itu wakil-wakil tadi tinggal beberapa lama di Yogyakarta
setelah Kongres usai guna mempelajari dan ikut latihan kepanduan; dengan modal itu mereka
mengembangkan kepanduan di daerah yang mengutusnya.
9. Peranan Hizbul Wathan banyak terlihat pada sektor penanaman semangat cinta
tanah air kepada para pemuda. Dari benih-benih itu menjelmalah kekuatan yang
bertekad ikut serta dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Di
samping itu, latihan-latihan kepanduan mempunyai andil yang besar dalam
melatih kader-kader bangsa dalam menghadapi kaum kolonial yang sedang
mencengkeramkan kukunya di Indonesia. Latihan-latihan itu ternyata
membuahkan hasil yang baik di kalangan pemuda. Dari barisan Hizbul Wathan
ini muncul sederetan tokoh yang cukup handal, seperti Jendral Sudirman, KH.
Dimyati, Surono, Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Kahar Muzakkir, Kasman
Singodimedjo, Adam Malik, Suharto, Sunandar Priyosudarmo. (Ensiklopedi
Islam, I.B. Van HOEVE, Jilid II, hal. 119- 120).
10. Setelah Kemerdekaan Indonesia, para pemuda banyak diarahkan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan
bangsa. Segala perkumpulan pandu yang ada sebelumnya dilebur dan disatukan dalam satu wadah kepanduan yaitu
Kesatuan Kepanduan Indonesia. Dalam rapat yang diadakan di Surakarta pada tgl. 27-30 Desember 1945
diputuskan pembentukan Pandu Rakyat Indonesia yang menyatukan segenap pandu yang ada di Indonesia dalam
satu naungan guna mempererat tali persatuan dan kesatuan dalam rangka mempertahankan kemerdekaan yang
masih amat muda pada saat itu.
Beberapa tahun kemudian situasi politik mulai berubah dan Pandu Rakyat Indonesia yang dibentuk pada tahun
1945 dirasakan tidak begitu efektif lagi. Oleh karena itu, pada
tahun 1950 Hizbul Wathan mulai diaktifkan lagi. Sejak itu Hizbul Wathan mulai merata kembali anggota-
anggotanya dan organisasinya secara umum di samping mengembangkannya ke seluruh tanah air di mana
Muhammadiyah ada. Kegiatan tersebut berjalan terus sampai terbitnya Keputusan Presiden no.238 tahun 1961
tentang Gerakan Pramuka yang mengharapkan agar segenap organisasi kepanduan yang ada di Indonesia
meleburkan diri dalam perkumpulan Pramuka.
11. Dalam rangka memenuhi seruan tersebut, maka gerakan kepanduan Hizbul
Wathan dalam suratnya tgl. 8 Juni 1961 kepada Panitia Pembentukan Gerakan
Pramuka menyatakan bersedia meleburkan diri dalam perkumpulan Gerakan
Pramuka. Surat tersebut ditandatangani oleh HM. Mawardi dan H. Amin Luthfi,
masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Majlis Hizbul Wathan Yogyakarta.
Sebagai anak dari organisasi Muhammadiyah, Hizbul Wathan terkait erat dengan
cita- cita Muhammadiyah. Hal ini tercermin dari Keputusan Kongres tahun 1938
yang menyatakan bahwa sebagai pemuda Muhammadiyah, anak-anak Hizbul
Wathan harus membiasakan diri mengamalkan pekerjaan dalam Muhammadiyah,
mereka harus siap menolong dan berjasa untuk keperluan Muhammadiyah
khususnya dan agama Islam umumnya.