SlideShare a Scribd company logo
1 of 167
Download to read offline
i
BAHAN AJAR
MK PENDALAMAN 1
TEKNIK ENERGI HIDRO
Program Pendidikan Profesi Guru (PPG)
Tim Penyusun:
Drs. Iman Permana, M.Pd.
Elih Mulyana, Dr. M.Si
Usep Surahman, Dr.Eng., M.T.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
KEMENTERIANPENDIDIKAN DANKEBUDAYAAN
JAKARTA, 2017
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga Buku
Bahan Ajar Mata kegiatan Pendalaman Teknik Energi Surya Hidro dan Angin (2) tahun 2017
telah dapat diselesaikan. Buku bahan ajar ini merupakan bagian dari Bahan Ajar Program Studi
Teknik Energi Terbarukan Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang terdiri dari 4 Bahan Ajar,
sebagai bekal pengetahuan bagi para guru Program Studi Teknik Energi Terbarukan di Sekolah
Menengah Kejuruan serta memberikan petunjuk praktis agar para guru mendapatkan gambaran
secara jelas dalam menjelaskan tentang berbagai macam Teknik Energi Terbarukan.
Terimakasih disampaikan kepada Prof. Dr. Muhammad Syaom Barliana (Dekan Fakultas
Teknik dan Kejuruan UPI), Prof. Dr. Ir. Ivan Hanafi (UNJ), Dr. eng. Agus Setiawan (UPI) dan
Prof. Dr. Udin S. W, M.A. (UT) selaku pengarah dan narasumber atas kontribusi dalam
penyempurnaanbuku ini. Terimakasih kepada Dr. Elih Mulyana dan Dr. Iman Permana yang
telah berkontribusi dalam memperkaya materi pendalaman ini serta seluruh staf kemendikbud
dan semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian bahan ajar ini.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini untuk itu kritik dan saran
terhadap penyempurnaan buku ini sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi
maanfaat bagi para guru yang sedang melakukan kegiatan Pelatihan Profesi guru (PPG) baik
dalam jabatan atau keahlian ganda khususnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Jakarta, Oktober 2017
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
PENDAHULUAN v
A Deskripsi v
B Rencana Pembelajaran vi
C Petunjuk Penggunaan Bahan Ajar vii
D Capaian Pembelajaran Lulusan viii
BAB I PERENCANAAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH
1
1.1 Analisis Hasil Studi Kelayakan PLTMH. 1
1.1.1 Daur Ulang Proyek 1
1.1.2 Tujuan Studi Kelayakan 2
1.1.3 Tahapan Studi Kelayakan 3
1.1.4 Langkah Pelaksanaan Studi Kelayakan Teknis 4
1.1.5 Latihan
1.2 Analisis Perencanaan Awal PLTMH 8
1.2.1 Pemasangan Alat-alat Observasi 8
1.2.2 Survey Data Debit Banjir yang Pernah Terjadi 11
1.2.3 Survei Curah Hujan 13
1.2.4 Perhitungan Debi Banjir Rencana 14
1.2.5 Latihan 14
1.3 Studi Kelayakan Topografi – Pengukuran Beda Tinggi 15
1.3.1 Pengertian Sipat Datar 15
1.3.2 Penentuan Beda Tinggi – Meode Barometris 15
1.3.3 Penentuan Beda Tinggi – Metode Trigoniometris 20
1.3.4 Penentuan Beda Tinggi – Metode Sipat Datar 21
1.4 Evaluasi 22
BAB II PERANCANGAN KONSTRUKSI SIPIL DAN STRUKTUR
HIDROLIK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO
26
2.1 Analisis Aliran Dalam Pipa dan Saluran Terbuka 26
Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017
RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007
PPPPTK BMTI Bandung
iv
2.1.1 Menentukan Kehilangan Energi 26
2.1.2 Menentukan Aliran Air dalam Pipa 26
2.1.3 Kerugian Head Lokal 27
2.1.4 Menentukan Head Bersih Turbin 27
2.1.5 Pemilihan Diameter Penstock Ekonomis 28
2.1.6 Rumus Manning-Strickler 29
2.2 Rancangan Saluran Pembawa 30
2.2.1 Saluran Terbuka 30
2.2.2 Desain Saluran Dengan Pelapisan 38
2.2.3 Desain Struktur Pembawa 39
2.2.4 Bilangan Froud 41
2.2.5 Aliran Permukaan Bebas Terowongan Ir dan Aqueduct 46
2.3 Rancangan Struktur Intake 23
2.3.1 Desain Intake dengan Level Air Bebas (Free Water Level) 50
2.3.2 Desain Intake Sisi dengan Bendung Melintang 52
2.3.3 Desain Bendung Tyrolean/ Intake dasar Aliran 54
2.4 Rancangan Bak Pengendap 55
2.5 Rancangan Bak Penenang (Forbay) 59
2.6 Lay Out Rumah Pembangkit 60
2.7 Evaluasi 61
2.7.1 Asesmen CPMK 61
2.7.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut 61
2.7.3 Rujukan 61
BAB III PERANCANGAN SISTEM MEKANIK PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA MIKRO HIDRO
64
3.1 Perancangan Turbin Air 64
3.1.1 Pemilihan Turbin 64
3.1.2 Batasan dan Penggunaan Turbin 66
3.1.3 Karakteristik Turbin Air 68
3.1.4 Rumus dan Persamaan Daya Turbin 71
3.2 Perancangan Tata Letak Turbin Air 76
3.2.1 Pengertian Umum 76
3.2.2 Turbin yang Dihubungkan Secara Langsung 77
Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017
RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007
PPPPTK BMTI Bandung
v
3.2.3 Turbin yang Dihubungkan secara Tidak Langsung 78
3.3 Evaluasi 79
3.3.1 Asesmen CPMK 80
3.1.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut 80
3.1.3 Rujukan 80
BAB IV PERANCANGAN SISTEM KELISTRIKAN PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO
81
4.1 Pemilihan Generator 81
4.1.1 Komponen-komponen Utama Sistem Kelistrikan PLTMH 81
4.1.2 Generator AC 81
4.2 Perencanaan Sistem Kontrol Kelistrikan 88
4.2.1 Flow Control 88
4.2.2 Load Control 89
4.3 Sistem Transmisi dan Distribusi 91
4.3.1 Umum 91
4.3.2 Jaringan Underground atau Overhead 91
4.3.3 Tegangan Tinggi atau Tegangan Rendah 91
4.3.4 Pemilihan Rute Transmisi dan Distribusi 91
4.3.5 Konduktor 92
4.4 Evaluasi 93
4.4.1 Asesmen CPMK 93
4.4.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut 94
4.4.3 Rujukan 94
BAB V PEMASANGAN KOMPONEN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
MIKRO HIDRO
95
5.1 Instalasi Pipa Pesat/ Penstock 95
5.1.1 Fungsi dan Tipe Pipa Pesat 95
5.1.2 Pertimbangan dalam Perencanaan Penstock 96
5.1.3 Jalur Pipa Pesat 97
5.1.4 Pemasangan Pipa Pesat 97
5.1.5 Pipa Pesat 98
5.1.6 Sambungan Penstock 99
5.2 Trashrack/ Saringan 102
Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017
RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007
PPPPTK BMTI Bandung
vi
5.3 Rumah Pembangkit dan Saluran Buang/ Tailrace 105
5.3.1 Fungsi Rumah Pembangkit 105
5.3.2 Persyaratan Rumah Pembangkit 105
5.4 Instalasi Turbin dan Generator 109
5.5 Pemasangan Panel Kontrol 113
5.5.1 Petunuk Pengkabelan 114
5.52 Pentanahan (Grounding) 118
5.6 Pemasangan Jaringan Transmisi Listrik 119
5.7 Sambungan Rumah Konsumen 121
5.7.1 Cara Pemasangan 123
5.7.2 Titik Beban 123
5.7.3 Pembumian 123
5.7.4 Sambungan Rumah 124
5.8 Evaluasi 127
5.8.1 Asesmen CPMK 127
5.8.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut 127
5.8.3 Rujukan 127
BAB VI PENGOPERASIAN PLTMH 128
6.1 Operasi Pembangkit 128
6.1.1 Operasi Biasa 128
6.1.2 Operasi Darurat 133
6.2 Perawatan 134
6.2.1 Bangunan Sipil PLTMH 134
6.2.2 Turbin dan Kelengkapannya pada PLTMH 137
6.2.3 Sistem Kelistrikan dan Kontrol PLTMH 137
6.2.4 Jaringan Transmisi dan Distribusi 139
6.3 Pengenalan dan Penanggulangan Gangguan 140
6.3.1 Analisis Gangguan Peralatan Mekanik 140
6.3.2 Analsis Gangguan Peralatan Elektrikal 141
6.3.3 Jadwal Pemeliharaan dan Inspeksi 142
6.4 Inspeksi Komponen-komponen PLTMH 143
6.4.1 Inspeksi Turbin dan Kelengkapannya 143
6.4.2 Inspeksi Mingguan Bangunan Sipil 144
Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017
RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007
PPPPTK BMTI Bandung
vii
6.4.3 Inspeski Komponen Elektrikal 146
6.5 Buku Catatan (Log Book) 147
6.6 Evaluasi 148
6.6.1 Asesmen CPMK 148
6.6.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut 149
6.6.3 Rujukan 149
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR TABEL
Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017
RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007
PPPPTK BMTI Bandung
x
PENDAHULUAN
1.1 DESKRIPSI
Modul ini menggunakan system pelatihan berdasarkan pendekatan kompetensi, yakni salah
satu cara untuk menyampaikan atau mengajarkan pengetahuan, penyelesaian soal-soal dan
melakukan percobaan yang dibutuhkan dalam pengembangan sumber daya air dan yang
lainnya. Nmodul ini terdiri dari 6 Bab
xi
1.2 RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
Mata Kegiatan : Pendalaman Teknik Energi Hidro Semester : ___ Kode Mata Kegiatan : ____________ SKS: 2 (dua)
- Jurusan/ Program Studi : Teknik Energi Terbarukan Dosen Pengampu :
________________________________
Minggu
Ke
Kemampuan Akhir
yang Diharapkan
(CPMK)
Bahan Kajian
(Materi Ajar)
Metode
Pembelajaran
Waktu Pengalaman
Belajar
Mahasiswa
Kriateria Penilaian dan
Indikator
Bobot
Nilai
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
2 1.1 Menganalisis
perencanaan awal
pembangkit listrik
tenaga hidro
- Pra studi kelayakan
- Penilaian awal lokasi
pembangkit
- Studi kasus
- Pembelajaran
kooperatif
6x50’ - Tugas
- Studi
lapangan
- Ketepatan analisis data
desk study dan pra
survey
6%
1.2 Menganalisis data
hasil studi kelayakan
pembangkit listrik
tenaga hidro.
- Topografi dan Pemetaan
- Hidrologi
- Studi kasus
- Pembelajaran
kolaboratif
8x50’ - Tugas
- Studi
lapangan
- Keakuratan pengukuran
head dan debit
9%
2.1 Menganalisis aliran
fluida dalam pipa
- Prinsip aliran fluida
- Aliran fluida dalam pipa
pesat
- Diskusi
kelompok
2x50’ - Tugas - Ketepatan analisis
karakteristik aliran
fluida sesuai rumusan
2%
2.2 Merancang saluran
pembawa
- Saluran dengan
Pelapisan
- Terowongan dan
aquaduct
- Aliran sepanjang
bendung
- Pembelajaran
berbasis masalah
- Studi kasus
3x50’ - Tugas - Keakuratan
perhitungan dimensi
saluran pembawa
sesuai rumus baku
3%
xii
Minggu
Ke
Kemampuan Akhir
yang Diharapkan
(CPMK)
Bahan Kajian
(Materi Ajar)
Metode
Pembelajaran
Waktu Pengalaman
Belajar
Mahasiswa
Kriateria Penilaian dan
Indikator
Bobot
Nilai
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
2.3 Merancang struktur
intake
- Disain intake bebas atau
intake tepi
- Disain intake sisi dengan
bendung melintang
- Disain Bendung
Tyrolean / Intake Dasar
Aliran
- Pembelajaran
berbasis masalah
- Studi kasus
3x50’ - Tugas - Ketepatan perhitungan
dimensi struktur intake
sesuai rumus baku
3%
2.4 Merancang bak
pengendap
- Sistem hidrolik bak
penenang
- Pembelajaran
berbasis masalah
3x50’ - Tugas - Ketepatan perhitungan
dimensi bak pengendap
sesuai rumus baku
3%
2.5 Merancang forebay - Desain forebay secara
umum
- Pembelajaran
berbasis masalah
3x50’ - Tugas - Ketepatan perhitungan
dimensi forebay sesuai
rumus baku
3%
2.6 Merancang rumah
pembangkit
- Lay out rumah
pembangkit
- Diskusi
kelompok
2x50’ - Tugas - Ketepatan lay out
rumah pembangkit
sesuai hasil survey
2%
3.1 Merancang turbin
air
- Membaca gambar teknik
- Identifikasi turbin air
- Batasan aplikasi tipe-tipe
turbin air
- Pembelajaran
berbasisi proyek
- Studi kasus
3x50’ - Tugas - Ketepatan pemilihan
turbin air sesuai
karakteristiknya
3%
xiii
Minggu
Ke
Kemampuan Akhir
yang Diharapkan
(CPMK)
Bahan Kajian
(Materi Ajar)
Metode
Pembelajaran
Waktu Pengalaman
Belajar
Mahasiswa
Kriateria Penilaian dan
Indikator
Bobot
Nilai
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
- Karakteristik turbin air
- Perhitungan turbin air
- Ketepatan perhitungan
dimensi turbin air
sesuai hasil survey.
3.2 Merancang tata
letak turbin di lokasi
- Turbin dihubungkan
secara langsung
- Turbin dihubungkan
secara tidak langsung
- Komponen-komponen
mekanik
- Pembelajaran
berbasis masalah
3x50’ - Tugas - Ketepatan penentuan
posisi turbine sesuai
hasil survey
3%
4.1 Memilih generator - Generator sinkron
- Generator asinkron
- Jenis generator dan
power output.
- Pembelajaran
kooperatif
3x50’ - Tugas - Ketepatan pemilihan
spesifikasi generator
sesuai karakteristik
pembangkit.
3%
4.2 Merencanakan
sistem kontrol
kelistrikan
- Flow control
- Load control
- Pembelajaran
berbasis masalah
3x50’ - Tugas - Ketepatan pemilihan
jenis dan spesifikasi
kontrol kelistrikan
sesuai karakteristik
pembangkit
3%
4.3 Merencanakan
sistem transmisi dan
distribusi
- Transmisi dan distribusi
- Konduktor
- Pembelajaran
kolaboratif
2x50’ - Tugas - Ketepatan gambar
layout sistem transmisi/
2%
xiv
Minggu
Ke
Kemampuan Akhir
yang Diharapkan
(CPMK)
Bahan Kajian
(Materi Ajar)
Metode
Pembelajaran
Waktu Pengalaman
Belajar
Mahasiswa
Kriateria Penilaian dan
Indikator
Bobot
Nilai
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
- Tiang listrik distribusi sesuai titik
beban.
3 4.4 Memilih
transformator
- Kapasitas dan pemilihan
transformator
- Pembelajaran
kolaboratif
2x50’ - Tugas - Ketepatan pemilihan
jJenis, kapasitas dan
spesifikasi
transformator sesuai
kapasitas pembangkit.
2%
4.5 Merancang
instalasi konsumen
- Service connection
- Instalasi rumah
- Pembelajaran
berbasis masalah
2x50’ - Tugas - Keakuratan gambar
instalasi konsumen
sesuai daya pada setiap
rumah dan titik beban.
2%
5.1 Memasang
komponen-komponen
sipil
- Instlasi pipa pesat
(penstock)
- Saringan (trash rack)
- Rumah pembangkit dan
saluran buang (tail race)
- Simulasi 4x50’ - Simulasi - Kejelasan deskripsi
jobsheet langkah
pemasangan
komponen-komponen
sipil.
4%
5.2 Memasang turbin
dan generator
- Pemasangan turbin
- Pemasangan generator
- Penyetelan
persambungan
- Pembelajaran
berbasis masalah
10x50’ - Praktek - Kebenaran deskripsi
jobshet langkah-
langkah pemasangan
turbin dan generator
- Ketepatan penyetelan
persambungan turbin
11%
xv
Minggu
Ke
Kemampuan Akhir
yang Diharapkan
(CPMK)
Bahan Kajian
(Materi Ajar)
Metode
Pembelajaran
Waktu Pengalaman
Belajar
Mahasiswa
Kriateria Penilaian dan
Indikator
Bobot
Nilai
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
dan generator sesuai
dengan toleransi yang
ditetapkan
5.3 Memasang panel
kontrol
- Pengkabelan
- Pentanahan
- Jaringan distribusi
- Pembelajaran
berbasis proyek
8x50’ - Praktek - Ketepatan pemasangan
kabel panel kontrol
sesuai gambar diagram
9%
5.4 Memasang
sambungan rumah
konsumen
- Service kable ke
konsumen
- Titik beban
- Pembumian
- Sambungan rumah
- Simulasi 4x50’ - Praktek - Ketepatan pemasangan
instalasi sambungan
rumah konsumen sesuai
prosedur dan gambar
yang telah ditetapkan.
4%
6.1 Mengoperasikan
pembangkit dalam
berbagai kondisi
- Pengoperasian biasa
- Pengoperasian darurat
- Pembelajaran
berbasis masalah
4x50’ - Praktek - Kebenaran
pengoperasian
pembangkit off grid
dan on grid pada
kondisi normal sesuai
SOP
- Kebenaran pengaturan
operasi pembangkit off
grid dan on grid ketika
5%
xvi
Minggu
Ke
Kemampuan Akhir
yang Diharapkan
(CPMK)
Bahan Kajian
(Materi Ajar)
Metode
Pembelajaran
Waktu Pengalaman
Belajar
Mahasiswa
Kriateria Penilaian dan
Indikator
Bobot
Nilai
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
debit kurang sesuai
SOP
6.2 Mengukur daya
pembangkit
- Pengukuran tegangan
- Pengukuran kuat arus
- Penghitungan energi
- Pembelajaran
berbasis masalah
- Simulasi
4x50’ - Praktek - Ketepatan pengukuran
daya dan energi
optimal pembangkit
menggunakan alat ukur
portable
4%
6.3 Menghitung
efisiensi pembangkit
- Mengukur karakteristik
pembangkit
- Menentukan efisiensi
pembangkit
- Pembelajaran
berbasis masalah
- Simulasi
10x50’ - Praktek - Kebenaran gambar hill
chart pembangkit
sesuai karaktersiktik
turbin
- Ketepatan penentuan
efisiensi turbin
berdasarkan hillchart.
11%
6.4 Membuat laporan
kinerja pembangkit
listrik tenaga hidro
- Menyusun laporan
kinerja pembangkit
- Pembelajaran
kooperatif
2x50’ - Tugas - Kerapian sistimatika
laporan pemasangan
dan kinerja pembangkit
sesuai format yang
ditentukan
2%
4 - Mempresentasikan
laporan kinerja
pembangkit
- Pembelajaran
kooperatif
1x50’ - Tugas - Kejelasan presentasi
laporan yang disajikan
di depan kelas.
1%
1
1.3 PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
1. Baca semua isi dan petunjuk pembelajaran modul mulai halaman judul hingga akhir
modul ini. Ikuti semua petunjuk pembelajaran yang harus diikuti pada setiap Kegiatan
Belajar
2. Belajar dan bekerjalah dengan penuh tanggung jawab dan sepenuh hati, baik secara
kelompok maupun individual sesuai dengan tugas yang diberikan.
3. Kerjakan semua tugas yang diberikan dan kumpulkan sebanyak mungkin informasi
yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman Anda terhadap modul ini.
4. Jagalah keselamatan dan keamanan kerja dan peralatan baik di kelas, laboratorium
maupun di lapangan.
5. Laporkan semua pengelaman belajar yang Ana peroleh baik tertulis maupun lisan
sesuai dengan tugas setiap modul.
1.4 CAPAIAN PEMBELAJARAN
1 Program Studi : TEKNIK ENERGI TERBARUKAN
2 Nama Kegiatan : Teknik Energi Hidro
3 Beban Belajar : 2 SKS
2x170’x14 tatap muka=4760’= 95,2 jampel a’50’
= 9,52 hari a’10 jampel
No CP CPMK
1 Merencanakan pembangkit listrik
tenaga hidro
1.1 Menganalisis data hasil studi kelayakan
pembangkit listrik tenaga hidro.
1.2 Menganalisis perencanaan awal pembangkit
listrik tenaga hidro
2 Merancang konstruksi sipil dan
struktur hidrolik pembangkit
listrik tenaga hidro
2.1 Menganalisis aliran fluida dalam pipa
2.2 Merancang saluran pembawa
2.3 Merancang struktur intake
2.4 Merancang bak pengendap
2.5 Merancang forebay
2.6 Merancang rumah pembangkit
3 Merancang sistem mekanik
pembangkit listrik tenaga hidro
3.1 Merancang turbin air
3.2 Merancang tata letak turbin di lokasi
4 Merancang sistem kelistrikan
pembangkit listrik tenaga hidro
4.1 Memilih generator
4.2 Merencanakan sistem kontrol kelistrikan
2
4.3 Merencanakan sistem transmisi dan distribusi
4.4 Memilih transformator
4.5 Merancang instalasi konsumen
5 Memasang komponen
pembangkit listrik tenaga hidro
5.1 Memasang komponen-komponen sipil
5.2 Memasang turbin dan generator
5.3 Memasang panel kontrol
5.4 Memasang sambungan rumah konsumen
6 Mengoperasikan pembangkit
listrik tenaga hidro
6.1 Mengoperasikan pembangkit dalam berbagai
kondisi
6.2 Mengukur daya pembangkit
6.3 Menghitung efisiensi pembamgkit
6.4 Membuat laporan kinerja pembangkit listrik
tenaga hidro
1.5
1
BAB I
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH)
1.1 Analisis Hasil Studi Kelayakan PLTMH.
1.1.1. Daur Hidup Proyek (Project Life Cycle).
Menurut Project Management Body of Knowledge (PMBOK 2000, p.4) definisi dari
proyek adalah suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas,
dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang
sasarannya telah ditentukan dengan jelas.
Project Management Insitute (PMI) yang juga mengacu kepada PMBOK (1996, p11)
menyatakan: “…karena proyek adalah unik dan mengandung suatu tingkat resiko
tertentu, maka perusahaan sebaiknya membagi proyek mereka dalam beberapa tahap
untuk memudahkan dalam melakukan pengendalaian. Tahap-tahap ini disebut dengan
Daur Hidup Proyek (project life cycle)”. Tahapan ini dapat dilihat pada gambar 1.
Concept Design Construction Comm.
Expenditure
Concept
Design
Construction
Commission
Gambar 1.1-1 Tahapan dalam Project Life Cycle
Berdasarkan gambar tersebut ada 4 (empat) tahapan pada daur hidup proyek, yaitu:
1) Tahap Konseptual (Concept Phase);
2) Tahap Definisi/Tahap PP (Perencanaan dan Pemantapan)/Tahap Peren-canaan
(Design Phase);
3) Tahap Implementasi/Pelaksanaan (Construction Phase)
4) Tahap Operasi/Pemakaian (Commission Phase atau Start-Up Phase)
2
Masing-masing tahapan mempunyai langkah-langkah sebagai berikut :
1) Tahap Konseptual
Tahapan ini adalah tahapan dimana proyek direalisasikan secara konseptual berupa
ide atau gagasan. Dengan demikian sebenarnya proyek sudah dimulai sejak adanya
ide atau gagasan ini. Pada tahap ini hal penting yang dilakukan adalah Studi
Kelayakan proyek (feasibility study).
2) Tahap Definisi (Pp/Definisi)/Tahap Perencanaan
Pada tahap ini langkah-langkah yang dilakukan adalah mengem-bangkan hasil
studi kelayakan pada tahap konsep dan menuangkannya ke dalam perencanaan
yang lebih matang lagi, seperti menetapkan konsultan perencana, melakukan
design engineering atau menetapkan produk yang akan dihasilkan, menetapkan
jadwal dan biaya, serta SDM yang akan bertanggung jawab terhadap terlaksananya
proyek, melakukan pemilihan kontraktor dan menetapkan jenis kontrak, dan
sebagainya.
3) Tahap Implementasi/Construction
Tahap ini adalah tahap dimana dilakukan realisasi terhadap hasil perancanaan,
yaitu melaksanakan proyek itu sendiri.
4) Tahap Start–Up (Commissioning) :
Tahap ini adalah tahap dimana terhadap semua yang telah dihasilkan pada tahap
implementasi dilakukan pengujian (commissioning). Apabila poduk yang telah
dihasilkan telah memenuhi ketentuan/spesifikasi yang telah ditetapkan, maka
commisioning selesai, dan proyek dapat ditutup.
1.1.2. Tujuan Studi Kelayakan (Feasibility Study)
Pelaksanaan Studi Kelayakan dimaksudkan untuk melakukan pengkajian secara
menyeluruh terhadap kelayakan proyek yang akan dibangun. Dengan demikian studi
kelayakan harus dapat menyuguhkan hasil analisa secara kuantitatif sehingga hasil
tersebut dapat dibandingkan dengan semua sumber daya yang ada maupun yang
diperlukan.
Tujuan dari studi kelayakan adalah untuk menetapkan keputusan apakah suatu proyek
layak atau tidak untuk dibangun/dilaksanakan.
3
Dengan demikian studi kelayakan adalah salah satu langkah yang sangat penting
dilakukan dalam suatu pembangunan proyek, karena keputusan proyek tersebut dapat
dilaksanakan atau tidak tergantung pada tahap ini.
Pada studi kelayakan, kelayakan ditinjau terhadap aspek-aspek :
1) Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)
2) Teknis
3) Sosial budaya
4) Ekonomi dan Finansial
5) Keamanan, dan lain-lain.
Umumnya bila salah satu dari aspek tersebut tidak layak maka proyek akan ditunda
pelaksanaannya.. Topik di dalam modul ini hanya membahas aspek teknis
1.1.3. Tahapan Studi Kelayakan.
Ada 4 jenis tahapan dalam studi kelayakan yang mungkin dilakukan, dan kadang-
kadang tahapan-tahapan ini merupakan satu kesatuan atau berdiri sendiri, artinya hanya
sebagian saja yang dilakukan. Tahapan-tahapan tersebut adalah :
1) Desk Study
Kadang–kadang disebut sebagai masterplan. Tujuannya adalah untuk mempelajari
dan mengenal kondisi fisik, hidrologi, dan keadaan sosio-ekonomik wilayah proyek
tanpa harus mengunjungi lokasi, tetapi menggunakan peta, data hidrologi dan data
statistik lain yang telah tersedia (demografi, dll). Dalam banyak kasus lokasi yang
berpotensi sudah dapat diidentifikasi dengan segera, sehingga membuat kunjungan
untuk penelitian berikutnya lebih efisien dan efektif. Bahkan dalam beberapa kasus,
desk study sudah dapat mengungkapkan ketiadaan sumber tenaga air yang dianggap
berpotensi untuk dikembangkan, hal ini bisa menghemat waktu dan biaya perjalanan
menuju lokasi yang diajukan. Keakuratan perkiraan biaya dalam tahap persiapan
biasanya berkisar ±30%.
2) Kunjungan singkat
Tahap ini biasanya berupa kunjungan singkat ke lokasi yang di usulkan untuk
membuktikan temuan yang didapat dalam tahap desk study. Sebagian besar berupa
peninjauan potensi tenaga air dan perkiraan beban.
4
3) Pre-Feasibility Study
Pre-feasibility study atau pra studi kelayakan atau disebut juga dengan studi
pendahuluan biasanya dilaksanakan untuk menentukan lokasi yang cocok dan paling
memenuhi syarat (teknis dan non teknis) dari beberapa lokasi yang diusulkan, yang
nantinya akan dibutuhkan pengembangan dan investigasi lebih lanjut. Oleh karena itu
hasil penilaian pada tahap awal akan di tinjau ulang dan dikerjakan dengan lebih detail.
Beberapa pilihan diberikan, kemudian mengadakan peninjauan dan rekomendasi
pilihan yang mana yang harus ditindaklanjuti lebih jauh ke tingkat Feasibility Study.
Keakuratan perkiraan biaya dalam tahap ini biasanya berkisar antara 20 – 25%. Dalam
beberapa kasus, jika dari beberapa pilihan hanya ada satu pilihan yang muncul dan
dianggap sudah cukup jelas berpotensi, tahap ini dapat dihilangkan.
4) Feasibility Study
Dalam feasibility study akan dinilai apakah implementasi MHP dari lokasi yang
diajukan dikehendaki atau tidak. Berdasarkan FS inilah keputusan final untuk
melanjutkan proyek atau tidak dari pihak pengembang/pemilik diambil, dokumen FS
ini dapat digunakan untuk presentasi proyek kepada pihak penyandang dana dengan
analisis dan pertimbangan yang detail. Keakuratan perkiraan biaya dalam FS ini
biasanya berkisar antara 10 – 15%.
1.1.4. Langkah-Langkah Pelaksanaan Studi Kelayakan Teknis
Persamaan utama dalam proyek Mikro Hidro adalah persamaan yang menghasilkan
daya listrik dalam satuan watt, yaitu :
Phydr = n
dimana :
Phydr = daya hidrolik dalam Watt [W], tanpa mempertimbangkan
pengurangan akibat efisiensi peralatan (turbin, generator, dll.)
Q = debit dalam m3
/detik
ρ = kekentalan air = kira-kira 1000 kg/m3
g = percepatan gravitasi = 9.81 m/m2
Hnett = tinggi jatuh bersih dalam meter [m]
5
Tugas utama teknik sipil dalam proyek mikro hidro adalah menentukan faktor debit Q
yang dapat dihasilkan oleh bangunan sipil yang akan dibangun, di samping tentunya
bergantung pada ketersediaan air yang ada di lapangan. Faktor debit Q merupakan salah
satu faktor utama yang menentukan layak tidaknya suatu proyek mikro hidro. Untuk itu
suatu studi kelayakan yang benar-benar komprehensif perlu dilakukan agar faktor
penentu tersebut dapat dihandalkan keberadaannya terutama segi kontinuitasnya.
Studi kelayakan teknis yang perlu dilakukan pada PLTMH adalah terhadap :
1) Studi kelayakan meteorologi dan hidrologi;
2) Studi kelayakan geologi;
3) Studi kelayakan topografi;
4) Studi kelayakan bahan bangunan (tidak dibahas).
1) Persiapan Studi Kelayakan
Sebelum melaksanakan studi kelayakan perlu dilakukan persiapan yang meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
 pengumpulan data-data yang sudah tersedia, yang ada hubungannya dengan
rencana pembangunan PLTMH tersebut.
 pengumpulan informasi dan keterangan baik tertulis maupun lisan di sekitar
daerah calon PLTMH, maupun di daerah-daerah dimana pengaruh existensi
PLTMH diperkirakan akan terasa (baik yang bersifat menguntungkan maupun
yang bersifat merugikan).
 Pengumpulan data-data dan informasi supaya diusahakan sebanyak mungkin.
Dari hasil analisa data-data dan informasi yang telah diperoleh, barulah dapat
melangkah kepada kegiatan penyusunan schedule survai dan investigasi selanjutnya
yang akan dipergunakan sebagai dasar perancangan PLTMH tersebut. Adalah sangat
penting untuk mengetahui tempat-tempat penyim-panan data-data yang diperlukan,
seperti misalnya data-data geologi yang tersimpan pada instansi-instansi atau
perusahaan-perusahaan tertentu dan data-data ini biasanya tidak dipublisir. Semakin
banyak data-data yang terkumpul, berarti akan semakin menghemat biaya dan waktu,
sehingga kegiatan survai dapat berjalan lebih cepat.
Pada dasarnya kegiatan survai dan investigasi pendahuluan, terdiri dari dua bagian
yaitu:
 pengumpulan data dasar.
 pengujian data yang sudah terkumpul.
6
2) Pengumpulan data-data dasar
Walaupun data-data dasar yang diperoleh biasanya dalam skala yang kecil, sehingga
tak dapat memberikan gambaran yang selengkap-lengkapnya pada PLTMH yang akan
direncanakan-nya, akan tetapi data-data tersebut akan sangat menentukan jalannya
kegiatan survai dan investigasi selanjutnya.
Data-data yang dapat diperoleh dalam survai pendahuluan ini adalah data-data
sebagai berikut:
a. Peta-peta topografi.
Biasanya oleh instansi-instansi tertentu baik di tingkat pusat maupun di tingkat
propinsi diterbitkan peta-peta topografi dengan skala 1 : 50.000. atau 1 :
25.000. Peta-peta ini merupakan data yang paling fundamental, sebelum
kegiatan-kegiatan survai dan investigasi selanjutnya dapat direncanakan.
b. Peta-peta Geologi
Biasanya peta-peta geologi dalam skala-skala yang kecil juga diterbitkan oleh
instansi-instansi tertentu, baik di tingkat pusat maupun di tingkat propinsi.
Berdasarkan peta-peta tersebut beberapa kondisi geologi dari suatu daerah
tertentu sudah dapat diketahui secara kasar, misalnya mengenai formasi
batuan, proses pembentukannya, umur geologi suatu lapisan, struktur
geologinya, dan lain-lain.
c. Foto Udara
Dengan foto udara akan sangatlah mudah untuk mempelajari dan menganalisa
tempat kedudukan calon PLTMH dan daerah sekitarnya, dimana kesukaran--
kesukaran pengamat-an setempat terhadap struktur geologinya, dengan mudah
dapat diatasi dengan penggunaan foto udara, misalnya untuk mengetahui
adanya daerah-daerah yang mudah longsor (sliding zones), daerah-daerah
patahan, lipatanlipatan dan lain-lain.
Dengan memperhatikan warna dan bayangan pada foto udara, secara kasar
dapat diketahui tingkat kelembaban tanah, formasi permukaan air tanah dan
keadaan drainagenya, misalnya akan dapat dibedakan antara daerah lempung
kedap air dan daerah formasi pasiran yang kering.
Dan pengamatan-pengamatan terhadap jenis jenis vegetasi, penyebaran serta
tingkat kesuburannya pada foto tersebut, maka dapat diperkirakan formasi
batuan dasar suatu daerah, kelembabannya dan lain-lain.
7
d. Data-data lainnya yang tidak kurang pentingnya adalah peta-peta land-use dan
catatan-catatan kegiatan pemba-ngunan di waktu-waktu yang lampau.
3) Pengujian (kalibrasi) data-data yang terkumpul.
Pada hakekatnya tidak semua data-data yang terkumpul itu dapat dipercaya adanya,
diperlukan juga suatu pengujian-pengujian (kalibrasi) dengan metode tertentu, antara
lain sebagai berikut:
 memperbandingkan data-data yang sejenis yang telah diperoleh dan
mengusahakan agar dipilih data-data yang paling logis.
 mengadakan pemeriksaan-pemeriksaan setempat terhadap kebenaran data-
data tersebut.
 memperbandingkan dan mencari persamaan yang logis antara dua jenis data
yang berbeda, umpamanya dengan membandingkan data-data topografi
dengan data-data geologi, data-data meteorologi dengan data-data hidrologi
dan lain-lain.
Sesudah tempat kedudukan PLTMH ditetapkan secara kasar berdasarkan analysa
dari data-data yang berhasil dikumpulkan, maka survai dan investigasi daerah
kedudukan calon PLTMH perlu dilaksanakan untuk mengetahui dengan saksama
keadaan yang sebenarnya, guna penyusunan rencana-rencana kegiatan survai dan
investigasi yang lebih mendalam.
Kegiatan survai dan investigasi ini selain daerah tempat kedudukan calon PLTMH,
akan mencakup pula daerah di sekitar tempat kedudukan calon PLTMH tersebut,
yang diperkirakan akan mendapatkan pengaruh langsung baik pada saat-saat pelak-
sanaan survai dan investigasinya, maupun pada waktu pelaksanaan
pembangunannya.
4) Perlengkapan/ peralatan survai dan investigasi lapangan
Guna melaksanakan pekerjaan-pekerjaan survai dan investigasi lapangan, diperlu-
kan perlengkapan-perlengkapan/peralatan se-bagai berikut :
 Ringkasan dan kesimpulan-kesimpulan dari hasil-hasil survai dan pengum-
pulan data-data terdahulu.
 Palu untuk survai geologi, clinometer, kaca pembesar, dan lain-lain.
 Pita ukur, waterpas tangan, meteran, dan lain-lain.
 Kantong-kantong plastik.
8
 Buku catatan dan pensil.
 Tustel dan teropong.
 Lampu baterai.
1.1.5. LATIHAN
Untuk lebih memahami sis modul ini cobalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
di bawah ini.
(1) Sebutkanlah tahapan-tahapan dalam daur kehidupan proyek yang anda ketahui.
(2) Sebutkanlah aspek-aspek dalam studi kelayakan yang harus dilakukan.
(3) Tindakan apa yang harus anda ambil jika salah satu aspek tidak memenuhi syarat.
(4) Sebutkan tahapan-tahapan dalam studi kelayakan dan jelaskan!
(5) Sebutkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melaksana-kan studi
kelayakan.
1.2 STUDI KELAYAKAN METEOROLOGI DAN HIDROLOGI
1.2.1. Pemasangan Alat-alat Observasi
Kegiatan survai meteorologi dan hidrologi hanya dapat dimulai apabila sudah dipasang dan
disediakan peralatan sebagai berikut:
 alat pengukur temperatur.
 alat pengukur debit aliran air sungai.
 alat pengukur temperatur air.
Realisasi dan pemasangan peralatan tersebut sebaiknya dilaksana-kan pada permulaan dari
kegiatan survai & investigasi rencana pembangunan sebuah PLTMH. Data-data yang
diperoleh dari pencatatan-pencatatan dan pengukuran-pengukuran tersebut akan
merupakan data-data yang sangat penting sebagai bahan analisa dan perhitungan-
perhitungan guna menentukan kapasitas calon PLTMH dan penetapan debit banjir-
rencana untuk menentukan kapasitas bangunan pelimpah atau saluran banjir lainnya.
Perincian kegiatan survai dan investigasi yang diperlukan adalah sebagai berikut:
 Observasi meteorologi di sekitar tempat kedudukan calon PLTMH, yang terdiri dari
pengukuran dan pencatatan tempe-ratur, curah hujan dan intensitasnya, dan lain-lain.
 Pengukuran dan pencatatan temperatur air sungai dan pengamatan kwalitasnya pada
beberapa lokasi tertentu di sebelah hilir calon PLTMH.
 Pengukuran dan pencatatan debit air sungai pada tempat kedudukan calon PLTMH.
9
Data-data curah hujan dan debit sungai merupakan data-data yang paling fundamental
dalam merencanakan pembangunan suatu PLTMH. Dan ketepatan dalam pemilihan-
pemilihan lokasi serta pemilihan type peralatannya (baik untuk curah hujan maupun
untuk debit sungai) adalah merupakan faktor-faktor yang menentukan pada kwalitas
data yang kelak akan diperoleh. Khususnya dalam penempatan stasiun pencatat debit
disarankan agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Supaya diusahakan lokasi yang berdekatan dengan calon kedudukan PLTMH,
tetapi diperhatikan agar dapat. dihindarkan fluktuasi debit yang dipengaruhi oleh
adanya kegiatan pelaksanaan pembangunan PLTMH yang bersangkutan.
 Supaya diusahakan lokasi pada bagian sungai yang lurus dengan luas penampang
lintang yang hampir seragam dan dengan kemiringan yang konstan.
Pada prinsipnya pengukuran-pengukuran yang dilaksanakan umum-nya dengan metode
current meter (current meter method) dan Salt Dullition Method. Walaupun demikian
dalam kondisi-kondisi tertentu dipergunakan pula metode pelampung (floating method)
dan metode pengukuran dengan ambang pelimpah (weir method).
1) Methode Current Meter
Pada hakekatnya cara ini termasuk cara yang sudah agak kuno, walaupun
demikian mengingat pelaksanaannya yang tidak terlalu sukar, sedang hasilnyapun
cukup dapat diandalkan sehingga metode current meter pada saat ini masih sangat
luas pemakaiannya. Prinsip pelaksanaannya adalah dengan urutan sebagai berikut:
(a) Menentukan suatu penampang sungai untuk lokasi pelaksanaan pengukuran
debit.
(b) Mengukur kecepatan aliran air yang melintasi penampang sungai tersebut di
atas dengan current meter yang didasarkan pada prosedur-prosedur tertentu.
Apabila kecepatan rata-rata tersebut dikalikan dengan luas penampang
basahnya, maka debit sungai tersebut dapat dihitung dengan mudah. Fluktuasi
permukaan air sungai dicatat oleh suatu alat pencatat dan secara otomatis
tergambar sebuah grafik yang disebut hydrograf-elevasi permukaan air.
(c) Dengan melaksanakan pengukuran-pengukuran debit seperti pada ad. (b) di
atas secara berulang kali, pada elevasi permukaan air yang berbeda-beda
maka didapatlah angka debit sungai yang berbeda-beda pula dan dari hasil-
hasilnya maka dapat dibuatkan kurva elevasi versus debit yang disebut kurva
debit (rating curve).
10
(d) Dengan menggunakan rating curve ini, maka setiap elevasi permukaan air
sungai yang tercatat pada hydrograf-elevasi dapat diketahui debitnya.
2) Metode Pelampung
Terdiri dari 2 type, yaitu
 metode pelampung permukaan (surface float method).
 metode pelampung tongkat (bar float method).
Prinsip pengukurannya adalah dengan mengetahui kecepatan rata-rata aliran
permukaan air sungai yang kemudian dikalikan dengan luas penampang sungai
dan dengan memasukkan beberapa koeffisien ke dalam perkalian tersebut. Akan
tetapi karena adanya aliran-aliran permukaan yang menyilang, ombak serta tiupan
angin di atas permukaan air sungai, maka kecepatan aliran permukaan yang
sesungguhnya tidak selalu sesuai dengan kecepatan hanyutnya pelampung,
sehingga akan memberikan hasil dengan angka-angka yang kurang tepat.
Methode pelampung biasanya digunakan pada waktu banjir atau pada saat metode
lain tidak dapat dilaksanakan, karena kelangkaan peralatannya.
3) Metode Salt Dillution
Metoda ini merupakan metoda yang relatif baru. Dengan menggunakan garam yang
di taburkan di bagian hulu, makapada bagian hilir dilakukan pengukuran debit dengan
menggunakan alat pengukur elektroda, yang merupakan sensor alat ukur tersebut.
Alat ukur ini mempunyai tingkat ketelitian yang relatif cukup tinggi Berbeda dengan
metoda Current Meter yang harus dilakukan pada aliran yang tidak mempunyai
turbulensi sama sekali, maka dengan metoda salt dillution tipe aliran air tidak
mempunyai pengaruh sama sekali.
4) Metode Ambang Pelimpah (weir method)
Metode ini sangat cocok untuk pengukuran sungai-sungai yang kecil dengan hasil
yang tinggi ketelitiannya. Beberapa problema yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam kegiatan pengukuran dan pencatatan debit sungai, yaitu:
(a) Mengingat bahwa alur sungai sepanjang existensinya senantiasa bergerak
dengan intensitas-intensitas tertentu, maka bagian sungai dimana sebuah
stasiun pengukur/ pencatat debit akan turut bergerak dengan intensitas
tertentu pula yang mengakibatkan konfigurasi penampang lintang sungai di
11
tempat tersebut akan berubah-ubah dan dengan demikian bentuk penampang
basah sungainyapun dari waktu ke waktu akan berubah-ubah.
(b) Baik pada sungai-sungai yang besar, maupun pada sungai-sungai yang kecil
perubahan penampang basahnya senantiasa terjadi, karenanya hubungan
antara elevasi permukaan dan debitnya senantiasa berubah-ubah pula dan
dengan demikian kurva debit (rating curve) suatu penampang sungai akan
senantiasa turut berubah-ubah.
Untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang fatal, maka disarankan
agar dalam periode-periode tertentu supaya luas penampang sungai pada
tempat-tempat pengukuran/ pencatatan debit diukur kembali dan jika diper-
lukan maka kurva debit dapat diganti untuk disesuaikan.
(c) Pada pembuatan kurva debit, agar pengukuran-pengukuran dilaksanakan baik
pada debit kecil dan debit normal maupun pada saat terjadinya banjir-banjir
besar dengan pelaksanaan yang berulang kali.
(d) Hasil-hasil yang diperoleh dari pengukuran-pengukuran debit tersebut di-
gunakan untuk menganalisa hubungan antara debit air yang mengalir dari
suatu daerah pengaliran dan intensitas curah hujan yang jatuh di daerah
pengaliran tersebut.
1.2.2. Survai Data-data Debit Banjir Yang Pernah Terjadi
Guna pembuatan rencana-teknis bangunan pelimpah sebuah PLTMH, maka diperlukan
suatu debit banjir-rencana yang realistis. Untuk ini, angka-angka hasil perhitungan
hidrologi perlu diuji dengan menggunakan data-data banjir-banjir besar dari pencatatan-
pencatatan/pengamatan-pengamatan setempat.
Data-data debit banjir besar yang pernah terjadi, dapat diperoleh dari tanda-tanda adanya
genangan-genangan tertinggi yang pernah terjadi, yang terdapat antara lain pada jembatan
jembatan, pada bangunan-bangunan di tepi sungai yang biasanya ditandai oleh petugas-
petugas penjagaan banjir setempat. Survai data-data banjir besar ini disarankan pula untuk
dilakukan di sungai-sungai yang berdekatan. Beberapa contoh konkrit dalam usaha
mendapatkan data-data banjir besar yang pernah terjadi adalah:
1) Memperbandingkan Kondisi Meteorologi
Apabila data-data hidrologi dan meteorologi daerah pengaliran calon PLTMH
sangat terbatas, sedang data-data di daerah pengaliran sungai di sekitarnya cukup
12
banyak, maka dengan memperbandingkan kondisi-kondisi geologi dan
topografinya, akan dapat diperkirakan tingkat persamaan debit banjir yang
mungkin terjadi pada daerah-daerah pengaliran tersebut.
Biasanya daerah yang diperbandingkan diambil dalam radius 30 s/d 50km dari
kedudukan calon PLTMH. Walaupun demikian, pada suatu kasus yang istimewa,
pernah dilakukan perkiraan-perkiraan debit banjir suatu sungai yang
memperbandingkan dengan daerah pengaliran sungai lain sejauh ~ 100km dari
tempat kedudukan calon PLTMH, dimana setelah diselidiki dengan saksama,
ternyata kondisi-kondisi topografi, geologi, maupun meteorologinya pada kedua
daerah tersebut memang hampir sama. Akan tetapi harus disadari bahwa selain
ketiga faktor tersebut, masih banyak faktor-faktor lain yang kondisinya mungkin
tidak sama, sehingga akan menghasilkan estimasi yang kurang teliti, karenanya
hasil-hasil perhitungan yang bagaimanapun kasarnya, sangat diperlukan sebagai
bahan pertimbangan.
2) Daerah Pengaliran Sungai Yang Tidak Mempunyai Stasiun Pencatat
Biasanya pada sungai-sungai yang kecil atau anak-anak sungai jarang sekali
dilakukan pengukuran dan pencatatan-pencatatan data, baik untuk memperoleh
data meteorologi maupun untuk memperoleh data-data hidrologi. Dalam kondisi
yang demikian maka satu-satunya cara untuk menetapkan debit banjir-rencana
biasanya dengan menggunakan tanda-tanda banjir yang pernah terjadi seperti yang
telah diuraikan terdahulu.
Dengan didapatkannya elevasi tertinggi dari permukaan air sungai pada saatsaat
terjadinya banjir yang paling besar dan dengan metode hidrolika maka akan
dihitung debit banjir-rencana yang diinginkan. Dan titik-titik pengamatan yang
paling ideal adalah di atas mercu sebuah bendung atau di bagian atas sebuah
terjunan, karena perhitungan-perhitungan hydrolika pada tempat-tempat tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus yang sederhana dan ketelitian
hasilnya cukup memadai.
3) Kalibrasi Data
Data-data yang sepintas lalu kelihatannya kurang dapat dipercaya, seyogyanya
tidak segera dinyatakan gugur dan disisihkan.
Kebenaran dari data-data tersebut harus terlebih dahulu dianalisa, baik dengan cara
membanding-bandingkan dengan data-data lainnya, ataupun dengan mengadakan
13
analisa-analisa perhitungan empiris (kalau memang rumusnya ada) dan jika perlu
dengan peninjauan setempat.
Jadi data-data yang sempat terkumpul harus dikalibrasi dengan saksama sebelum
data-data tersebut dinyatakan gugur, karena kadang-kadang terjadi hal-hal yang
bahkan sebaliknya, dimana data-data yang kelihatannya kurang logis, ternyata jauh
lebih fit dibandingkan dengan data-data lainnya. Hal tersebut, mungkin disebabkan
keistimewaan-keistimewaan kondisi setempat yang hanya dengan sepintas lalu saja
tidak sempat teradoptir, pada saat survai lapangan dilaksanakan.
1.2.3. Survai Curah Hujan
Pada rencana pembangunan sebuah PLTMH, data-data curah hujan ini diperlukan untuk
penganalisaan 2 (dua) aspek utama yaitu:
 Penganalisaan kapasitas persediaan air yang terdapat di daerah pengaliran yang
mengalir melalui tempat kedudukan calon PLTMH serta fluktuasi debitnya, dalam
periode-periode harian, bulanan dan tahunan atau periode jangka yang panjang
(multi-years period).
 Penganalisaan karakteristik debit banjir, antara lain mengenai kapasitas debit
banjir, durasi banjir, musim terjadinya banjir dan periode-periode perulangannya.
Data curah hujan tersebut biasanya merupakan data-data hujan jam jaman, hujan harian,
distribusi curah hujan pada saat terjadi hujan yang lebat, dan lain-lain.
Data-data ini dapat dikumpulkan dari hasil pencatatan stasiun penakar hujan ataupun
stasiun-stasiun meteorologi yang biasanya dipasang baik untuk kebutuhankebutuhan yang
bersifat umum, maupun yang bersifat khusus dan sementara. Semua data-data dari daerah
pengaliran maupun dari daerah sekitarnya yang pernah dicatat supaya dicari dan
dikumpulkan, yang kelak akan sangat berguna untuk analisa-analisa yang lebih mendalam.
Dalam menetapkan daerah survai curah hujan yang diperlukan, supaya didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan topografis dan pada radius pengamatan dari titik tempat
kedudukan calon PLTMH. Guna penentuan daerah survai kiranya beberapa karakteristik
dari pada curah hujan perlu mendapat perhatian, antara lain:
 Pada dataran rendah pantai yang datar maka curah hujan biasanya menunjukkan
tendensi penurunan secara proporsionil sesuai dengan semakin jauhnya suatu
tempat dengan garis pantai.
 Makin tinggi elevasi suatu daerah biasanya angka curah hujannya semakin tinggi.
14
Data-data curah hujan yang pernah dicatat oleh masing-masing alat penakar hujan supaya
dikumpulkan semuanya. Semakin panjang periode pencatatan yang berhasil dikumpulkan
berarti semakin baik, karena dengan data-data yang panjang periode pencatatannya, berarti
akan mendapatkan hasil-hasil perhitungan probabilitas yang memadai.
Data-data dengan periode pencatatan yang sekurang-kurangnya 30 tahun, merupakan data-
data diinginkan, karena dari data-data tersebut akan diperoleh angka-angka probabilitas
yang dapat diandalkan.
1.2.4. Perhitungan Debit Banjir Rencana
Pada prinsipnya debit-debit rencana diperoleh dari hasil-hasil perhitungan curah hujan-
rencana dengan memasukkan beberapa faktor kondisi daerah pengaliran, sedang debit
banjir rencana didapat dari perhitungan curah hujan maximum rata-rata yang jatuh di
daerah pengaliran dan jangka waktu sejak terkumpulnya air hujan tersebut sampai pada
saat terjadinya debit besar pada tempat kedudukan calon PLTMH. Besarnya jangka waktu
tersebut tergantung dari kondisi topografi dan geologi daerah pengaliran.
Hanya sesudah diketahui angka-angka hubungan antara curah hujan dan debit banjir, maka
debit banjir-rencana dapat dihitung dengan metode unit hydrograf.
Dengan semakin berkembangnya ilmu di bidang hidrologi maka sangat banyaklah metode
perhitungan yang sudah diperkenalkan serta dikembangkan.
Untuk lebih memahami materi yang diberikan para peserta diharapkan membaca buku:
 Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Oleh Ir. Imam Subarkah.
 Hidrologi Untuk Pengairan, oleh Ir. Suyono Sosrodarsono.
 Hidrollika Untuk Saluran Terbuka, Ven Te Chow.
1.2.5. Latihan
1. Lembar Kerja Peserta
Peserta dibagi dalam beberapa kelompok untuk melakukan pengukuran debit
sungai dengan metoda Salt Dillution.
2. Evaluasi
Untuk lebih memahami isi modul ini cobalah untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan di bawah ini.
1) Sebutkan alat-alat observasi yang digunakan pada survai meteorologi dan
hidrologi, dan sebutkan juga kegunaannya.
15
2) Sebutkan rincian kegiatan survai dan investigasi yang diperlukan dalam
melakukan survai meteorologi dan hidrologi.
3) Sebutkan metoda-metoda pengukuran debit pengaliran yang anda ketahui.
4) Jelaskan meengapa kita perlu melakukan survai terhadap debit banjir yang
pernah terjadi.
5) Sebutkan karakteristik curah hujan pada daerah survai yang anda ketahui.
1.3 STUDI KELAYAKAN TOPOGRAFI - PENGUKURAN BEDA TINGGI
1.4.1. Pengertian Sipat Datar
Yang dimaksud dengan sipat datar adalah: cara pengukuran (proses) yang menentukan
tinggi titik/evaluasi atau menentukan beda tinggi antara titik yang satu dengan titik-titik
lainnya. Tinggi titik-titik itu ditentukan terhadap suatu bidang persamaan, yang umumnya
disebut bidang nivo pada permukaan air laut pukul rata atau geoid (gambar 1).
Gambar 1.3-1 Sipat Dasar
1.4.2. Penentuan beda tinggi metode barometris.
Metode penentuan beda tinggi dengan cara barometris adalah semua cara penentuan beda
tinggi yang berdasarkan terhadap tekanan udara seperti: penentuan beda tinggi dengan cara
slang plastik, altimeter , pressure gauge, dan tabung gelas.
Metode ini sangat tidak teliti dibanding dengan metode trigoniometris dan sipat datar,
karena pengukurannya berdasarkan tekanan udara. Sedang tekanan udara disetiap tempat
tidak sama.
1. Penentuan Beda Tinggi Dengan Cara Slang Plastic.
Alat ukur sipat datar yang paling sederhana, murah dan mudah di dapat adalah slang
plastik. Waktu dulu sebelum ada slang plastik, untuk membuat bidang datar orang
mempergunakan slang karet yang ada pada kedua ujung tabung gelas ini terbuka
sehingga apabila slang karet diisi dengan air, maka kedua permukaan air pada tabung
Bidang Geoid
Permukaan
Bumi
16
gelas akan terlihat dan dalam keadaan setimbang. Ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi dalam menggunakan alat ini, adalah :
 Di dalam slang tidak boleh ada gelembung-gelembung udara.
 Tidak boleh ada kebocoran
 Slang jangan sampai terpuntir atau terlipat
 Jangan sampai ada kotoran yang menyumbat di dalam slang.
Pada saat sekarang ini dengan telah diketemukannya slang plastik bening, maka orang
lebih suka menggunakan slang plastik. Keuntungan mempergunakan slang plastik ini
adalah:
 Kedua permukaan zat cair pada slang plastik bening telah dapat terlihat sehingga
tidak perlu lagi mempergunakan tabung gelas.
 Keadaan di dalam slang plastik dapat terlihat dengan jelas sehingga adanya
gelembung udara atau kotoran secara cepat dapat diketahui dan dihilangkan.
 Penggunaannya lebih mudah, ringan dan harganya relatif lebih murah
dibandingkan slang karet.
Cara Pengukuran Beda Tinggi Dengan Slang Plastik
Untuk mengukur beda tinggi antara dua titik dengan slang plastik dapat dilakukan
sebagai berikut .
Gambar 1.3-2 Pengukuran beda tinggi dengan slang plastik
(1) Pekerjaan ini dapat dilakukan oleh dua orang
(2) Siapkan slang plastik diameter 10 mm dengan panjang secukupnya (antara 25 m
sampai 100 m), kemudian di isi dengan air yang bersih.
(3) Pasang tongkat ukur atau rambu ukur pada kedua titik A dan B yang akan di ukur
beda tingginya, kemudian tempelkan ujung-ujung plastik pada kedua tongkat atau
rambu di A dan di B.
(4) Pastikan bahwa tongkat atau rambu dalam keadaan tegak lurus dan slang bebas
dari gelembung atau terpuntir.
17
(5) Setelah kedua permukaan dalam keadaan tenang, kemudian baca dan catat hasil
bacaannya. Atau dapat dengan cara mengukur tinggi permukaan air sampai ke
titik A maupun titik B.
(6) Jika hasil bacaan di titik A adalah h1 dan bacaan di titik b h2, maka beda tinggi
titik A dan B adalah :
h = h1 – h2
2. Penentuan beda tinggi dengan cara altimeter.
Penentuan beda tinggi dengan menggunakan altimeter sangat tidak teliti karena
dipengaruhi tekanan atmosfir. Akurasi pengukurannya berkisar antara ± 5 m sampai
20 m.
Untuk keperluan studi kelayakan pada suatu lokasi PLTMH maka altimeter dapat
digunakan untuk mendapatkan beda tinggi kotor.
Penentuan beda tinggi dengan cara altimeter dapat dilakukan dengan menggunakan
altimeter tunggal atau dua altimeter.
a. Penentuan beda tinggi dengan altimeter tunggal.
Langkah pengukuran:
(1) Baca altimeter pada titik awal.
(2) Pindahkan altimeter pada titik yang lain (titik 2) kemudian baca.
(3) Lakukan pembacaan kembali di titik awal dan bandingkan dengan
pembacaan awal.
(4) Hitung beda tinggi dengan mengurangai pembacaan altimeter di titik 2 dan
di titik 1.
(5) Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik Ulangi langkah-langkah diatas
untuk mendapatkan nilai rata-rata beda tinggi.
b. Penentuan beda tinggi dengan dua altimeter.
(1) Seting kedua altimeter
(2) Tempatkan altimeter Ipada titik awal P dengan melakukan pembacaan secara
kontimu dengan interval waktu 5 sampai 10 menit.
(3) Tempatkan altimeter ke II pada titik yang lain Q kemudian baca dan catat
waktunya.
(4) Hasil bacaan altimeter I pada waktu t misalnya h1, dan hasil bacaan altimeter
II pada waktu t misalnya h2 , maka beda tinggi antara titik P dan Q = h2 – h1.
(5) Ulangi langkah-langkah diatas untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti.
18
3. Penentuan Beda Tinggi Dengan Cara Pressure Gauge.
Alat ini dihubungkan slang plastik sehingga cara bekerjanyapun hampir sama dengan
pengukuran beda tinggi menggunakan slang plastik. Oleh karena itu persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi juga sama dengan persyaratan pada pengukuran beda
tinggi cara slang plastik, yakni:
 Didalam slang tidak boleh ada gelembung udara.
 Tidak boleh ada kebocoran.
 Slang jangan sampai terpuntir atau terlipat.
 Tidak boleh ada kotoran yang menyumbat didalam slang.
Langkah kerja :
(1) Masukkan slang pada nevelnya dan kunci dengan klem yang telah disediakan.
(2) Pastikan valve-2 dalam posisi tertutup sedang valve-1 dan valve-3 dalam posisi
terbuka sebelum slang diisi dengan air.
(3) Isi slang dengan air dengan menggunakan jeregen.(pressure gauge diletakkan
pada titik awal/titik 1 dan ujung slang yang lain diletakkan di titik 2)
(4) Jika semua persyaratan diatas sudah terpenuhi (tidak ada gelembung udara dalam
slang, slang tidak bocor dan terpuntir ) maka maka bukalah valve-2, sehingga
jarum pada pressure gauge akan berputar.
(5) Baca/catat bacaan pada pressure gauge yang merupakan beda tinggi antara kedua
titik tersebut.
Gambar 1.3-3
Pressure Gauge sebagai Alat Pengukur Beda Tinggi
19
4. Penentuan Beda Tinggi Dengan Cara Tabung Gelas.
Alat ukur ini sangat sederhana sekali terdiri dari dua tabung gelas yang dihubungkan
dengan pipa logam yang diletakkan di atas kaki tiga (statif). Tabung gelas dan pipa
logam diisi dengan zat cair yang berwarna.
Pengisian zat cair pada tabung gelas jangan terlalu penuh sehingga dapat dilihat
permukaan zat cair pada kedua tabung gelas tersebut.
Gambar 1.3-4 Alat Sipat Datar Tabung Gelas
Alat sipat datar tabung gelas pada saat sekarang ini sudah jarang digunakan karena
disamping ketelitian membidik sangat terbatas, juga penggunaan alat ini harus ekstra
hati-hati karena tabung gelasnya mudah pecah. Cara penggunaan alat ini adalah
sebagai berikut .
Gambar 1.3-5
Pengukuran sipat datar dengan tabung gelas
(1) Tempatkan sipat datar tabung gelas yang sudah diisi dengan air berwarna di antara
dua titik A dan B yang akan di ukur beda tingginya.
(2) Pasang patok pada titik A dan tempatkan tongkat ukur atau rambu ukur di atas
patok A tegak lurus.
(3) Bidik tongkat ukur atau rambu ukur di A melalui kedua permukaan zat cair pada
tabung gelas dan catat bacaan belakang.
(4) Pasang patok pada titik B dan tempatkan tongkat ukur atau rambu ukur di atas
patok B tegak lurus.
20
(5) Bidik tongkat ukur atau rambu di B melalui kedua permukaan zat cair pada tabung
gelas dan catat bacaannya sebagai hasil bacaan muka.
(6) Misalkan bacaan rambu belakang sama dengan b dan bacaan rambu muka adalah
m, maka beda tinggi antara A dan B adalah:
h = b - m
Jika ketinggian titik A telah diketahui, maka tinggi titik B dapat dihitung, yaitu :
TB = TA + h
1.4.3. Penentuan beda tinggi metode trigoniometris.
Metode penentuan beda tinggi dengan metode trigoniometris adalah semua cara penentuan
beda tinggi yang berdasarkan terhadap rumus-rumus segitiga seperti: clinometer dan
theodolit.
Metode ini lebih teliti dibandingkan metode barometris, dan lebih praktis digunakan untuk
daerah yang terjal seperti pada lokasi suatu pembangunan micro hydro power.
1. Penentuan Beda Tinggi Dengan Clinometer.
Gambar 1.3-6 Penentuan Beda Tinggi Dengan Clinometer.
Oleh karena alat ini termasuk alat-alat ukur yang sederhana maka penggunaannyapun
juga terbatas disebabkan jarak bidiknya yang terbatas. Untuk penentuan beda tinggi
yang jaraknya jauh maka pengukurannya dilakukan dengan membagi beberapa seksi.
Pada metode ini yang diukur adalah jarak dan sudut, sedangkan tinggi alat diusahakan
sama dengan tinggi target.
Langkah kerja :
(1) Tancapkan yalon I lengkap dengan clinometer pada titik A (seperti gambar).
(2) Ukur tinggi clinometer misalnya h.
(3) Letakkan yalon II diatas titik B dengan posisi tegak dan ukur tinggi h dan tandai.
21
(4) Orang pertama membidik dengan menggunakan clinometer di titik A kearah yalon
titik B yang diberi tanda.(gelembung nivo didalam clinometer sisetel sehingga
berada ditengah-tengah).
(5) Orang ke tiga membaca sudut kemiringan α pada clinometer.
(6) Ukur jarak miring dari A ke B misalnya d.
Maka jarak datar A – B = d . cos α
Dan beda tinggi A – B = ∆ h = d . sin α
2. Penentuan Beda Tinggi Dengan Theodolit.
Penentuan beda tinggi dengan menggunakan theodolit lebih praktis serta jarak
jangkauannya lebih jauh. Oleh karena itu orang lebih banyak menggunakan cara ini.
Prinsip dasar penentuan beda tinggi dengan cara ini sama dengan prinsip dasar
penentuan beda tinggi menggunakan clinometer yakni hanya mengukur sudut dan
jarak.
Gambar 1.3-7 Penentuan Beda Tinggi Dengan Theodolit
Langkah kerja :
(1) Tempatkan theodolit diatas statip pada titik awal A dan stel sehingga siap untuk
digunakan.
(2) Tempatkan rambu secara tegak pada titik B.
(3) Ukur tinggi alat theodolit ( h).
(4) Bidik rambu di titik B dan baca benang atas BA, benang tengah BT dan benang
bawah BB.
22
(5) Baca sudut vertical theodolit misalnya m.
Maka jarak datar A – B = (BA – BB) . 100 . cos² m.
Dan beda tinggi :
TA + Ddtr . Sin m = ∆H + BT
∆HA-B = (TA - BT) + Ddtr . Sin m
1.4.4. Penentuan Beda Tinggi Metode Sipat Datar.
Cara penentuan tinggi titik ataupun beda tinggi, yang paling teliti adalah dengan alat sipat
datar optik. Ada beberapa jenis instrumen sipat datar yang sering dipergunakan untuk
pengukuran, diantaranya adalah sebagai berikut:
(1) Instrumen Sipat Datar Jenis Y (wye)
(2) Instrumen Sipat Datar Semua Tetap (Sumpy Levels)
(3) Instrumen Sipat Datar Semua Tetap Dengan Pengungkit (Tilting Levels).
(4) Instrumen Sipat Datar Otomatik
Penentuan beda tinggi metode sipat datar perlu dipelajari lebih lanjut pada prgram keahlian
Survey dan Pemetaan
Catatan: Untuk pendalaman dan perluasan materi pelatihan ini sebaiknya peserta
pelatihan membaca referensi :
(1) Ilmu Ukur Tanah Seri A, Umaryono U. Purworaharjo
(2) Ilmu Ukur Tanah Soetomo Wongsotjitro
(3) Dasar-dasar Pengukuran Tanah Russell C. Brinker, Paul R.Wolf.
1.4 LATIHAN
1) Tugas Pembelajaran
a) Sebutkan jenis-jenis Instrumen sipat datar yang Anda ketahui
b) Sebutkan syarat-syarat pesawat sipat datar
c) Sebutkan bagian-bagian dan fungsinya dari instrumen sipat datar Otomatic.
d) Sebutkan fungsi benang silang/benang diafragma pada pesawat sipat datar.
e) Pada pengukuran sipat datar keliling atau sipat datar dengan jalur tertutup, maka
pengukuran akan benar jika beda tinggi yang sebenarnya yaitu t = 0. Tetapi di
dalam praktek hal ini jarang terjadi, kecuali secara kebetulan.
f) Bagaimana caranya supaya beda tingginya t = 0
23
2) Lembar Kerja Peserta: Pengukuran Beda tinggi dengan cara Trigoniometris.
a. Tujuan
Peserta dapat melakukan pengukuran beda tinggi.
b. Petunjuk Umum.
1) Bacalah materi diatas dengan baik.
2) Bekerjalah sesuai dengan Iangkah kerja yang diberikan.
3) Gunakan alat dengan hati-hati.
c. Perlengkapan Alat.
1) Theodolit, statip dan rambu
2) Patok-patok palu dan paku.
3) Daftar ukur dan data board
d. Keselamatan kerja.
1) Hati-hati pada waktu membawa/memindahkan alat.
2) Setiap memindahkan alat sebaiknya dimasukkan kedalam tempatnya untuk
keselamatan alat.
3) Lindungi pesawat dari panas dan hujan.
4) Hati-hati dalam melakukan pengukuran karena kemungkinan tanahnya licin
atau curam.
e. Langkah Kerja.
1) Pengukuran :
(a) Tempatkan alat theodolit di atas titik A dan stel hingga siap untuk
digunakan.
(b) Tempatkan rambu diatas titik B secara tegak.
(c) Bidik rambu di B dengan menggunakan theodolit dan baca benang atas
(BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB) serta sudut vertical
(m).
(d) Ukur tinggi alat ( theodolit) misalnya TA.
2) Perhitungan :
Hitung beda tinggi antara A dan B = AHAAs = (TA - BT) + D~ . Sin m Dimana
Ddtr-(BA — BB) . 100 . cos2
m.
3) Evaluasi.
Berilah tanda silang pada lembar jawaban a,b,c, atau d pilihan yang anda anggap paling
benar.
24
1. Sebuah permukaan melengkung dimana arah gaya berat pada setiap titik padanya
selalu tegak lurus disebut:
a. bidang mendatar
b. bidang vertikal
c. bidang nivo
d. bidang miring
2. Dibawah ini adalah cara-cara penentuan tinggi titik, kecuali :
a. barometris
b. trigonometris
c. sipat datar
d. polar
3. Instrumen sipat datar yang teropongnya dapat diungkit sedikit,termasuk jenis
a. dumpy level
b. tilting level
c. automatic level
d. cowley level
4. Pada waktu mengukur beda tinggi dengan pesawat penyipat datar maka
kedudukan garis bidik:
a. tidak harus sejajar dengan permukaan tanah
b. harus sejajar dengan permukaan tanah
c. harus benar-benar mendatar
d. tidak perlu mendatar
5. Jika BA = bacaan benang atas
BT = bacaan benang tengah
BB = bacaan benang tengah, maka pembacaan pada pesawat penyipat datar
akan sempurna jika terpenuhi persamaan :
a. 2 BT = ( BA – BB )
b. 2 BT = ( BB – BA )
c. 2 BT = ( BA + BB )
d. 2 BT = ( BT – BA)
6. Jika menyipat datar memanjang, kecuali kontrol pembacaan rambu ,maka perlu
diadakan kontrol perhitungan beda tinggi, yaitu :
25
a. selisih jumlah beda tinggi positif dan negatif sama dengan selisih tinggi titik
akhir dan titik awal.
b. jumlah beda tinggi positif sama dengan jumlah beda tinggi negatif
c. jumlah bacaan bak belakang sama dengan jumlah bacaan beda tinggi positif
d. jumlah bacaan bak muka sama dengan jumlah bacaan bak belakang
7. Pada pengukuran menyipat datar memanjang yang diketahui ketinggian titik awal
dan titik akhir, maka hasil pengukuran perlu diberikan koreksi apabila :
a. jumlah bacaan bak belakang tidak sama dengan jumlah bacaan bak muka
b. Jumlah beda tinggi positif tidak sama dengan jumlah beda tinggi negatif
c. Selisih jumlah pembacaan bak muka dan bak belakang tidak sama dengan
selisih beda tinggi positif dan negatif .
d. beda tinggi hasil ukuran tidak sama dengan beda tinggi yang sudah diketahui
8. Jika bacaan rambu muka 0,205m dan bacaan rabu belakang 2,246m maka beda
tingginya adalah:
a. – 2,041m
b. + 2,041 m
c. + 2,451 m
d. – 2,451 m
9. Jika ketinggian titik B –1,256m dari titik A, sedang ketinggian titik A = 742,620m
dan bacaan rambu di titik B = 1,726m maka tinggi garis bidik ialah:
If point B is – 1,256m higher than point A while point A = 742,620m and reading
pole at the point B = 1,726m, find the high line of sight :
a. 743,876 m
b. 744,346 m
c. 743,090 m
d. 745,602 m
10. Jika ketinggian titik A = 978,371 m dan bacaan rambu diatas titik A = 1,426 m,
maka tinggi garis bidik (Tgb) adalah:
a. 979,979
b. 979,797
c. 976,954
d. 976,945
26
BAB II
PERANCANGAN KONSTRUKSI SIPIL DAN STRUKTUR HIDROLIK
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO
2.1 Analisis Aliran Fluida Dalam Pipa dan Saluran Terbuka
2.1.1. Menentukan Kehilangan Energi
Jika pada suatu saluran ditinjau dua penampang, misal penampang 1 dan 2, maka
berdasarkan hukum atau prinsip kekekalan energi jumlah energi pada penampang 1 yang
berada di hulu akan sama dengan jumlah energi pada penampang 2 yang berada di hilir,
yang secara singkat dinyatakan dengan rumus Bernoulli berikut,

p1
 g
 z1 
v1
2
2 g

p2
 g
 z2 
v2
2
2 g
 HL
Dimana:

p1
 g
= tekanan head, dimana
p = tekanan dalam N/m2
ρ = kekentalan fluida dalam kg/m3
,
z1 = elevasi atau potensial head dalam m

v1
2
2 g
= Velosity atau kinetik head, dimana
v = kecepatan dalam m/dtk
g = gaya gravitasi = 9.81 m/dtk2
HL = kehilangan energi akibat gesekan dan terbentuknya pusaran air
dan ditunjukkan dalam m fluid
2.1.2. Menentukan Aliran Air dalam Pipa
Bilangan Reynolds,

Re 
v  d

dimana v = kecepatan aliran rata-rata (m/s)
d = diameter dalam pipa (m)
 = kecepatan kinematik dalam m2/detik
untuk air pada saat 10° C:  = 1.31 * 10-6 m2
/detik
untuk air pada saat 20° C:  = 1.0 * 10-6 m2
/detik
27
Apabila Re < 2000, maka disebut Aliran Laminar dan Re = 2500 sampai 4000 disebut
Aliran Turbulen, Batasan diantaranya dinamakan zona kritis tak terdefinisi dimana kedua
bentuk aliran tersebut ada dengan bilangan Reynold yang sama.
Rugi gesekan (friction loses) untuk aliran turbulen:

Hfriction 
 L
d
v2
2g
(rugi-rugi head akibat gesekan dalam meter fluid column)
dimana  = faktor gesekan menurut diagram Moody (lihat dibawah)
L = panjang penampang pipa dengan diameter konstan dalam meter
d = diameter pipa dalam meter
v = kecepatan rata-rata dalam m/s
Diagram 1.1. Diagram Moody (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH)
Tabel: Kekasaran mutlak (k) untuk pipa-pipa komersial (lihat Modul Rekayasa
Hidrolika PLTMH)
2.1.3. Kerugian Head Lokal
Kerugian lokal dinyatakan sebagai perkalian head kinetik (seperti friction losses, lihat
rumus Darcy-Weisbach di atas):

Hl  l
v2
2 g
Head losses lokal dinyatakan dalam satuan meter water column, dimana  (zeta) adalah
koefisien kerugian.
Tabel: Koefisien-koefisien losses () untuk losses lokal (lihat Modul Rekayasa
Hidrolika PLTMH)
2.1.4. Menentukan Head Bersih Turbin
Head bersih turbin = head kotor dikurangi rugi gesekan dalam penstock dan draft tube.
28
Gambar 2.1-1.
Head kotor dan head bersih ditampilkan dengan gambar untuk skema PLTMH dengan
menggunakan pompa sebagai turbin (pump as turbine/ PAT).
2.1.5. Pemilihan Diameter Penstock Ekonomis
Gambar 2.1-2
Diagram Diameter Pipa Pesat (Penstock)
Diameter optimum penstock adalah salah satu faktor yang akan menghasilkan biaya
tahunan minimum, terdiri dari pembangunan penstock dan biaya pemeliharaan dan nilai
moneter akibat kehilangan energi.
Untuk skema PLTMH disarankan untuk menggunakan rumus berikut ini:

Dopt  0.5 H1 7 Phydr
H






3 7
dimana Dopt = diameter pipa optimum dalam meter
H = head bersih (nilai perkiraan) dalam m
Phydr = daya hidrolis =  g Q H dalam Kw
29
Gambar 2.1-3
Diagram Diameter Ekonomis Pipa sebagai Sebuah Fungsi Aliran
2.1.6. Rumus Manning-Strickler
Meskipun persamaan Darcy-Weisbach dan Colebrook-White diperkenalkan untuk aliran
pada pipa, tetapi dapat juga digunakan untuk aliran pada saluran terbuka, hal ini
bagaimanapun, biasanya digunakan persamaan Manning-Strickler sebagai gantinya.
Rumus Manning-Strickler berdasarkan pada percobaan-percobaan, berikut adalah
rumusannya:

v  Ks R2 3
I
30
dimana v = kecepatan rata-rata dalam m/dtk
Ks = koefisien kekasaran menurut Strickler dalam m1/3
dtk-1
R = radius hidrolik (dalam m) = A/p dimana A adalah luas penampang (m2
)
dan p = garis keliling basah (m)
I = kemiringan permukaan air = kemiringan saluran atau dasar sungai untuk
aliran seragam = Js
Tabel 1: Koefisien kekasaran (Ks) menurut Strickler (lihat Modul Rekayasa
Hidrolika PLTMH)
Gambar 2.1-4 Koefisien Umum Kekasaran untuk Sungai:
a) Ks = 42 m1/3s-1; c) Ks = 20 m1/3s-1;
b) Ks = 31 m1/3s-1; d) Ks = 13 m1/3s-1;
2.2 Rancangan Saluran Pembawa
2.2.1. Saluran Terbuka
Saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan yang bebas disebut dengan saluran
terbuka. Berdasarkan keberadaannya, saluran dapat dibagi menjadi dua yaitu saluran alam
(natural) dan saluran buatan (artificial).
31
Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di bumi, mulai dari anak
selokan kecil di pegunungan, selokan kecil, kali, sungai kecil dan sungai air sampai ke
muara sungai. Aliran air di bawah tanah dengan permukaan bebas dianggap sebagai saluran
terbuka alamiah.
Sifat-sifat hidrolik saluran alam biasanya sangat tidak menentu. Dalam beberapa hal dapat
dibuat anggapan pendekatan yang cukup sesuai dengan pengamatan dan pengalaman
sesungguhnya sedemikian rupa, sehingga persyaratan aliran pada saluran ini dapat diterima
untuk penyelesaian analisa hidrolika teoretis.
Saluran buatan dibentuk oleh manusia, seperti saluran pelayaran, saluran pembangkit
listrik, saluran irigasi saluran pembuang, pelimpah tekanan, saluran banjir, dan sebagainya.
Sifat-sifat hidrolik saluran semacam ini dapat diatur menurut keinginan atau dirancang
untuk memenuhi persyaratan tertentu. Oleh karena itu, penerapan teori hidrolika untuk
saluran buatan dapat membuahkan hasil yang cukup sesuai dengan kondisi sesungguhnya,
dan dengan demikian cukup teliti untuk keperluan perancangan praktis.
Saluran (channel), biasanya panjang dan merupakan selokan landai yang dibuat di tanah,
dapat dilapisi pasangan batu maupun tidak, atau beton, semen, kayu maupun aspal. Got
miring (chute), adalah selokan yang curam. Terjunan (drop), hampir sama dengan got
miring, namun perubahan tinggi air terjadi dalam jarak pendek. Gorong-gorong (culvert),
merupakan selokan tertutup yang pendek, dipakai untuk mengalirkan air melalui tanggul
jalan kereta api maupun jalan raya. Terowongan air terbuka (open-flow tunnel), adalah
selokan tertutup yang cukup panjang, dipakai untuk mengalirkan air menembus bukit atau
gundukan tanah.
1) Geometri Saluran.
Suatu saluran yang penampang melintangnya dibuat tidak berubah-ubah dan
kemiringan dasarnya tetap, disebut saluran prismatik (prismatic channel). Bila
sebaliknya, disebut saluran tak prismatik (non-prismatic channel). Contohnya adalah
pelimpah tekanan yang memiliki lebar berubah-ubah dengan trase melengkung.
Penampang saluran alam umumnya sangat tidak beraturan, biasanya bervariasi dari bentuk
seperti parabola sampai trapesium. Untuk saluran pengatur banjir, dapat terdiri dari satu
penampang saluran utama yang mengalirkan debit normal dan satu atau lebih penampang
saluran tepi untuk menampung kelebihan air.
Penampang saluran buatan biasanya dirancang berdasarkan bentuk geometris yang umum.
Bentuk yang paling umum dipakai untuk saluran berdinding tanah yang tidak dilapisi
32
adalah bentuk trapesium, sebab stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan.
Bentuk persegi panjang dan segitiga merupakan bentuk khusus selain trapesium.
Berhubung bentuk persegi panjang mempunyai sisi tegak, biasanya dipakai untuk saluran
yang dibangun dengan bahan yang stabil, seperti pasangan batu, padas, logam atau kayu.
Penampang lingkaran banyak dipakai untuk saluran pembuangan air kotor dan gorong-
gorong berukuran sedang maupun kecil. Penampang persegi panjang yang ujung-ujung
bawahnya dibundarkan merupakan modifikasi bentuk persegi panjang. Bentuk saluran
pembuangan air kotor yang banyak digunakan adalah penampang lingkaran, persegi
panjang dan bujur sangkar. Selain itu, penampang geometris yang kadang-kadang dipakai
untuk pembuangan air kotor berukuran besar agar orang dapat memasukinya, adalah bulat
telur, elips, setengah elips, bentuk U, ladam kuda dan lain-lain.
2) Unsur-unsur Geometrik Penampang Saluran
Unsur-unsur geometrik adalah sifat-sifat suatu penampang saluran yang dapat
diuraikan seluruhnya berdasarkan geometri penampang dan kedalaman aliran. Unsur-unsur
ini sangat penting dan banyak sekali dipakai dalam perhitungan aliran.
Untuk penampang biasa yang sederhana, unsur geometrik dapat dinyatakan secara
matematik menurut kedalaman aliran dan dimensi lainnya dari penampang tersebut.
Namun untuk penampang yang rumit dan penampang saluran alam, belum ada rumus
tertentu untuk menyatakan unsur-unsur tersebut, selain kurva-kurva yang menyatakan
hubungan unsur-unsur ini dengan kedalaman aliran yang disiapkan untuk perhitungan
hidrolik.
a) Definisi Geometrik Dasar
Definisi beberapa unsur geometrik dasar yang penting diberikan di bawah ini.
- Kedalaman aliran y (depth of flow) adalah jarak vertikal titik terendah pada suatu
penampang saluran sampai ke permukaan bebas. Istilah ini sering dicampuradukkan
dengan kedalaman penampang aliran d (depth of flow section). Tepatnya, kedalaman
penampang aliran; tegak lurus arah aliran, atau tinggi penampang saluran yang diliputi
air.
- Taraf (stage) adalah elevasi atau jarak vertikal dari permukaan bebas di atas suatu
bidang persamaan. Bila titik terendah dari penampang saluran dipilih sebagai bidang
persamaan, taraf ini sama dengan kedalaman aliran.
- Lebar puncak (top width) T adalah lebar penampang saluran pada permuka: babas.
33
- Luas basah (water area) A adalah luas penampang melintang aliran yang teg hrrus arah
aliran.
- Keliling basah (wetted perimeter) P adalah panjang garis perpotongan dari permukaan
basah saluran dengan bidang penampang melintang yang tegak lurus arah aliran
- Jari-jari hidrolik (hydraulic radius) R adalah rasio luas basah dengan keliling basah, atau:
P
A
R 
- Kedalaman hidrolik (hidraulic depth) D adalah rasio luas basah dengan luas puncak,
atau
T
A
D 
- Faktor penampang (section factor) untuk perhitungan aliran kritis Z adalah hasil
perkalian luas basah dan akar kedalaman hidrolik, atau
T
A
ADAZ 
- Faktor penampang untuk perhitungan aliran seragam AR2/3
adalah hasil perkalian luas
basah dan akar pangkat dua pertiga dari jari-jari hidrolis.
b) Langkah-Langkah Mendisain Saluran Tanah
(1) Menentukan Debit Disain Saluran
Rumus Moritz (US Bureau of Reclamation) dapat digunakan untuk
memperkirakan losses akibat rembesan pada saluran tanah:

S  0.035 C
Q
v
Dimana
S`= kerugian akibat rembesan dalam m3/dtk per km panjang saluran
C = koefisien rembesan tanah (menurut Tabel 4 di bawah)
Q = debit dalam m3/dtk (gunakan debit disain turbin sebagai perkiraan awal)
V`= kecepatan rata-rata saluran dalam m/dtk (gunakan nilai kira-kira 0.3 m/s)
Tabel : Koefisien rembesan tanah (ihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH)
(2) Menentukan Kemiringan Memanjang Saluran Sesuai dengan Topografi
Kemiringan maksimum tertentu yang diijinkan tidak boleh dilewati untuk
mencegah kecepatan aliran yang tinggi dan erosi tanah yang diakibatkan olehnya
34
(lihat kecepatan maksimum yang diijinkan di bawah). Kemiringan saluran untuk
skema-skema PLTMH pada umumnya berkisar antara 0.05% sampai 0.4%. Jika
topografi membutuhkan kemiringan yang lebih besar, struktur jatuhan harus
dipertimbangkan.
(3) Menentukan Geometri dan Dimensi Saluran.
Bentuk geometri terbaik saluran adalah semi lingkaran karena lingkaran (untuk
aliran pipa) dan bentuk-bentuk semi lingkaran (untuk aliran permukaan bebas)
memberikan luasan terbesar dengan garis keliling basah terkecil (karena gesekan akan
memperlambat aliran). Bagaimanapun, dalam kenyataannya bentuk semi lingkaran
jarang dipilih karena penggalian dan pembentukan lingkaran sulit dilakukan. Bagian
trapezoidal merupakan bentuk umum yang digunakan untuk saluran tanah. Untuk
debit disain yang kecil (Q < 500 l/s), bentuk trapezoidal harus sedekat mungkin
dengan bentuk semi lingkaran (lihat Gambar 1.1). Untuk aliran yang lebih besar
bentuknya dibuat agak lebih lebar tetapi saluran dangkal harus dipilih untuk
menghindari penggalian yang dalam.
Kemiringan sisi saluran (m) sebaiknya securam mungkin sebagai upaya untuk
membatasi penggalian dan kebutuhan lahan untuk saluran. Kecuraman maksimum
kemiringan sisi yang stabil ditentukan oleh material tanah yang ada.
Gambar 2.2-1 Saluran trapezoidal dan petunjuknya
Tabel berikut ini akan memberikan perkiraan nilai-nilai untuk besarnya m (lihat
gambar di atas untuk penggunaan nilai m yang benar).
35
Tabel 2-1 Perkiraan nilai-nilai untuk besarnya m
Material tanah kemiringan sisi 1 : m
batu m < 0.25
tanah liat keras, lempung m = 1 to 2
tanah liat berpasir m = 1.5 to 2.5
pasir berlumpur m = 2 to 3
(4) Measumsikan Koefisien Kekasaran (Ks) menurut Strickler.
Koefisien kekasaran (Ks) untuk saluran pembawa kecil sampai kedalaman air
kira-kira 1 m dapat diasumsikan di antara Ks = 25 dan 30 m1/3
dtk-1
. Grafik ini juga
dapat digunakan sebagai langkah pendugaan pertama ketika parameter-parameter m
dan Ks sedikit berbeda dari m = 1 dan Ks = 30.
(5) Memeriksa Kecepatan Maksimum yang Dibolehkan (vmax)
vmax adalah kecepatan rata-rata saluran yang tidak akan menyebabkan erosi di
dasar saluran dan sisi miring. Sebagai contoh, kecepatan maksimum yang dibolehkan
untuk pasir halus adalah 0.4 m/s. Umumnya, kecepatan maksimum 0,5 m/s sebaiknya
tidak boleh terlewati untuk saluran tanah kecil dan dangkal (< 0.5 m/s).
(6) Memeriksa Kecepatan Minimum yang Dibolehkan
Jika air dalam saluran mengalir terlalu lambat, sedimen mulai mengendap di
saluran dan akhirnya akan menyumbat saluran. Oleh karena itu kecepatan aliran disain
harus cukup tinggi untuk menghindari sedimentasi di dalam saluran. Dengan begitu,
hanya butir-butir yang lebih kecil dari 0.2 mm yang umumnya akan mengalir bersama
air memasuki saluran pembawa. Partikel kecil seperti ini hanya akan mengendap jika
kecepatannya di bawah 0.2 m/s sehingga harus diambil sebagai kecepatan minimum
yang dibolehkan di dalam saluran.
Diagram1.3 Grafik disain untuk saluran tanah kecil trapezoidal dengan
kemiringan sisi 45° dan koefisien kekasaran (Ks) 30 m1/3
s-1
(lebar dasar (b) =
kedalaman air) (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH).
36
(7) Menentukan Freeboard yang Diperlukan
Gambar 2.2-2
Diagram Perhitungan Kecepatan Maksimum yang Dibolehkan
pada Saluran Tanah (vmax)
Freeboard adalah jarak antara tinggi air disain dengan puncak tanggul. Freeboard
diperlukan untuk mencegah pelimpahan tanggul akibat naiknya level air normal.
Kenaikan ini dapat disebabkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba (hentakan
gelombang), inflow air drainase atau akumulasi sedimen. Freeboard juga diperlukan
sebagai toleransi apabila terjadi perusakan tanggul. Freeboard minimum untuk
PLTMH dengan saluran tanah harus diambil sbb:
37
- saluran tanah kecil dengan Q < 200 l/s minimal freeboard f = 0.30 m
- saluran tanah dengan 200 < Q < 500 l/s minimal freeboard f = 0.40 m
- saluran tanah dengan 500 < Q < 1500 l/s minimal freeboard f = 0.50 m
Perhatikan bahwa lebar tepi sebaiknya tidak kurang dari 1.00 m (lihat Gambar di
bawah)
Rumus kecepatan maksimum yang dibolehkan pada saluran tanah (vmax) (menurut US
Soil Conservation Service, Technical Release No.25, 1977)
vmax = vb * A * B * C
dimana vb = kecepatan dasar dalam m/dtk dan
A, B dan C = faktor-faktor koreksi untuk rasio kekosongan tanah,
tikungan-tikungan saluran dan kedalaman air.
(8) Menentukan Lengkungan Saluran yang Dibolehkan.
Erosi dan pengikisan sisi-sisi saluran dapat terjadi pada tikungan tajam dari
saluran tanah. Untuk mencegah hal ini, radius minimum lengkungan yang diukur dari
garis tengah saluran sebaiknya paling sedikit 8 kali disain lebar permukaan air (lihat
Gambar 8).
Gambar 2.2-3
Radius Minimum Lengkungan Untuk Saluran Tanah Kecil
Jika radius ini terlalu besar untuk bisa sesuai dengan topografi lokal, pelapisan saluran
pada tikungan harus dipertimbangkan pelapisan sebaiknya diperluas setidaknya empat
kali kedalaman air melewati tikungan di arah menuju ke hilir.
38
2.2.2. Desain Saluran dengan Pelapisan
Jika kondisi untuk pelapisan dirasakan menguntungkan, kriteria disain berikut ini berlaku:
1) Geometri Saluran dengan Lapisan
Kemiringan sisi untuk saluran dengan lapisan di ambil 1:1 dalam material tanah
seperti apapun sampai dengan kedalaman air setinggi 0.75 m. Untuk saluran-saluran yang
lebih dalam h > 0.75 m, kemiringan sisi harus dikurangi untuk menjaga stabilitas lapisan
terhadap geseran dan gaya guling.
Dua nilai freeboard (dinding yang tidak tenggelam) untuk saluran dengan pelapisan harus
dibedakan: freeboard dari pelapisan (protected freeboard) dan freeboard sampai puncak
tanggul yang mana sama seperti saluran-saluran tanpa pelapisan (lihat di atas). Protected
Freeboard harus minimal 0.20 m untuk debit disain sampai 1.5 m3
/s.
Radius minimum lengkungan saluran untuk saluran dengan pelapisan dapat diambil
sebesar tiga kali lebar permukaan air. Makin tajam tikungan tidak dianjurkan karena
kerugian head tambahan yang terjadi.
Gambar 2.2-4 Saluran-saluran dengan lapisan dan saluran air
Nilai ketebalan minimum pelapisan adalah sebagai berikut:
- Lapisan pasangan batu: 0.20 m (gunakan batu dengan diameter ± 0.15 m)
- Saluran air pasangan batu: 0.25 – 0.30 m
- lapisan beton: 0.07 m (dengan tulangan);
0.08 sampai 0.10 m (lapisan beton datar)
- lapisan tanah dipadatkan: 0.60 m di dasar saluran, 0.75 m di sisi lereng
39
2) Disain Hidrolis
Kecepatan maksimum untuk saluran dengan lapisan kecil yang digunakan dalam
skema PLTMH dapat diambil sebagai berikut:
- lapisan pasangan batu: 2 m/s
- lapisan beton: 3 m/s
- lapisan tanah dipadatkan kecepatan maksimum yang dibolehkan menurut bagian
(saluran tanah tanpa lapisan) di atas
Koefisien kekasaran untuk saluran dengan lapisan dapat diambil dari Tabel 13 di atas;
nilai-nilai Ks yang dianjurkan untuk saluran-saluran kecil untuk skema PLTMH sbb:
- pasangan batu (tanpa plesteran) Ks = 50 m1/3s-1
-
pasangan beton dan saluran air Ks = 70 m1/3
s-1
2.2.3. Disain Struktur Pembawa (Terowongan dan Aqueduct)
Energi total = energi potensial + energi tekanan + energi kinetik. Untuk aliran permukaan
bebas akan lebih sesuai menggunakan dasar saluran / level balikan sebagai datum. Bagian
dari energi total ini disebut dengan Energi Spesifik (Hs) yang dinyatakan dalam satuan
meter water column.

Hs  h 
v2
2g
Gambar 2.2-5
Definisi energi spesifik (Hs)
Pertanyaannya sekarang adalah berapa kecepatan aliran yang dapat dicapai untuk spesifik
energi head (Hs) yang ditentukan. Kita memiliki dua persamaan yang tersedia:
(1) Hs = h + v2/(2g)
(2) Q = v A
Menyelesaikan persamaan (1) untuk v dan menggunakan rumus yang diperoleh dalam
persamaan (2) akan menghasilkan persamaan untuk Q:
40

Q  A 2g(Hs  h)
Jika memplot kedalaman (h) versus debit (Q) akan memberikan grafik yang
mengejutkan: untuk setiap nilai Q terdapat dua kedalaman (h) kecuali untuk debit
maksimum (Q) yang hanya memberikan satu kedalaman air. Untuk level energi yang
diberikan dalam kolam, rupanya tergantung pada kemiringan saluran yang satu dari dua
alternatif kedalaman (h) akan terjadi.
Gambar: Kurva debit (Q) ke dalam saluran pada head konstan (Hs) dan
kedalaman aliran yang berhubungan dengannya (lihat Modul Rekayasa Hidrolika
PLTMH)
Kedalaman (h) yang sesuai dengan debit maksimum (Qmax) disebut kedalaman kritis (hc)
dan kecepatan yang sesuai dengannya adalah kecepatan kritis (vc). Pada kedalaman di
bawah nilai kritis, alirannya disebut superkritis dan pada kedalaman di atas nilai kritis,
alirannya disebut subkritis atau aliran tenang.
Kedalaman kritis (hc) suatu saluran dengan potongan melintang tertentu dan kemiringan
tertentu adalah kedalaman dimana:
i) spesifik energi adalah minimum untuk debit tertentu, atau
ii) debitnya maksimum untuk energi spesifik tertentu.
Gambar 2.2-6
Diagram Kedalaman Kritis (hc) dan Energi Spesifiknya (Hc) untuk Potongan Melintang
Trapezoidal
Gambar: Arah perhitungan ketinggian permukaan air pada aliran subkritis dan
superkritis (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH)
41
Dalam saluran persegi, kedalaman aliran pada aliran kritis adalah 2/3 dari energi spesifik
(Hs):

hc 
2
3
Hs untuk luasan potongan saluran persegi

hc 
Q2
g b2






1 3
Penting untuk diketahui dalam perhitungan aliran permukaan bebas apakah aliran dalam
bagian saluran atau struktur adalah subkritis atau superkritis. Empat alasan utama untuk
hal ini adalah sebagai berikut:
a) Aliran superkritis berhubungan dengan kecepatan tinggi yang tidak cocok pada
saluran tanah atau saluran dengan pelapisan yang materialnya selain dari beton
bertulang sehubungan dengan masalah erosi.
b) Aliran saluran yang mendekati aliran kritis disertai dengan ombak tegak pada
permukaan air dan perhitungan yang baik untuk ketinggian air dan freeboard menjadi
tidak mungkin. Aliran yang mendekati aliran kritis oleh karena itu harus dihindari.
c) Aliran pada drop structure dan luncuran (tetapi juga pada saluran pengukur debit)
adalah superkritis dan pengetahuan akan lokasi yang tepat dimana perubahan aliran
terjadi dan pengetahuan sampai yang mana aliran merupakan superkritis adalah hal
penting untuk disain struktur-struktur seperti ini.
d) Dalam aliran superkritis kecepatan hentakan atau ombak gravitasi pada permukaan air
kurang dari kecepatan aliran dan oleh karena itu gangguan tidak akan berdampak
apapun (air yang tertahan, dll) dihulu dari gangguan tersebut. Fenomena ini dapat
digunakan ketika menghitung ketinggian permukaan air di dalam saluran atau jalur
sungai alami dengan merubah kemiringan dasar atau geometri saluran:
- dalam aliran subkritis, perhitungan permukaan air harus dilakukan ke arah hulu
- dalam aliran superkritis, perhitungan permukaan air harus dimulai ke arah hilir.
2.2.4. Bilangan Froude
Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran-saluran-terbuka (open channel flow)
maupun aliran-pipa (pipe-flow). Kedua jenis aliran tersebut mempunyai persamaan dalam
banyak hal, akan tetapi berlainan dalam satu hal yang sangat prinsipal. Perbedaan tersebut
adalah aliran-saluran-terbuka harus memiliki permukaan bebas (free surface), sedangkan
aliran-pipa boleh dikatakan tidak mempunyai ruang bebas, hal ini disebabkan air harus
42
mengisi seluruh penampang. Pada prinsipnya permukaan bebas dipengaruhi oleh tekanan
udara, sedangkan aliran-pipa, yang terkurung dalam saluran tertutup, tidak terpengaruh
langsung oleh tekanan udara, kecuali oleh tekanan hidrolik.
Walaupun kedua jenis aliran itu dapat dikatakan hampir sama, penyelesaian masalah aliran
dalam saluran terbuka jauh lebih sulit dibandingkan dengan aliran dalam pipa tekan.
Kesulitan kondisi aliran dalam saluran terbuka yang rumit didasarkan pada kenyataan
bahwa posisi permukaan bebas selalu berubah sesuai dengan waktu dan ruang, dan juga
bahwa kedalaman aliran, debit, kemiringan dasar saluran dan permukaan bebas adalah
tergantung satu sama lain. Biasanya sulit diperoleh data percobaan yang dapat dipercaya
mengenai aliran dalam saluran terbuka. Lagi pula kondisi fisik saluran terbuka jauh lebih
bervariasi dibandingkan dengan pipa.
Penampang melintang aliran dalam pipa sudah tertentu, karena dapat dinyatakan
berdasarkan bentuk saluran. Penampang melintang suatu pipa biasanya lingkaran, namun
pada saluran terbuka dapat beraneka macam, dari bentuk lingkaran sampai bentuk tak
teratur seperti sungai. Kekasaran permukaan bagian dalam dari pipa umumnya terbuat dari
bahan logam yang baru dan halus, atau mungkin terbuat dari bahan kayu, bahkan mungkin
pipa besi yang sudah berkarat.
Pada saluran terbuka, permukaannya sangat bervariasi baik bentuk maupun bahannya.
Kekasaran permukaan sangat tergantung kepada bahan yang digunakan untuk membuat
saluran. Oleh karena itu pemilihan koefisien gesekan untuk saluran terbuka lebih bersifat
tidak pasti bila dibandingkan dengan pipa. Umumnya, persamaan-persamaan untuk aliran
saluran-terbuka diperoleh dari hasil pengamatan atau empiris jika dibandingkan dengan
persamaan-persamaan yang digunakan untuk aliran pipa. Metode empiris ini merupakan
metode terbaik yang ada pada saat ini, dan bila diterapkan secara tepat dan benar dapat
menghasilkan nilai yang sesuai dengan kenyataan.
Aliran dalam suatu saluran tertutup tidak selalu bersifat aliran-pipa. Bila terdapat suatu
permukaan bebas, harus digolongkan sebagai aliran saluran-terbuka. Misalnya saluran
pembuang air banjir yang merupakan saluran tertutup, biasanya dirancang untuk aliran
saluran-terbuka sebab aliran dalam saluran pembuang diperkirakan hampir setiap saat
memiliki permukaan bebas.
43
1) Jenis Aliran
Menurut Ven Te Chow, aliran saluran-terbuka dapat digolongkan menjadi berbagai
jenis dan diuraikan dengan berbagai cara. Penggolongan aliran ini dibuat berdasarkan
perubahan kedalaman aliran sesuai dengan waktu dan ruang.
a) Aliran Tunak (Steady Flow) dan Aliran Taktunak (Unsteady Flow):
Aliran ini menggunakan waktu sebagai kriteria. Aliran dalam saluran terbuka
dikatakan tunak (steady) bila kedalaman alir tidak berubah atau dapat dianggap
konstan selama suatu selang waktu tertentu. Aliran dikatakan taktunak (unsteady)
bila kedalamannya berubah sesuai dengan waktu. Sebagian besar persoalan tentang
saluran terbuka umumnya hanya memerlukan penelitian mengenai perilaku aliran
dalam keadaan tunak. Namun bila perubahan keadaan aliran sesuai dengan waktu
ini, merupakan masalah yang harus diperhatikan, maka aliran harus dianggap
bersifat taktunak. Misal banjir dan gelombang yang merupakan contoh yang khas
untuk aliran taktunak, taraf aliran berubah segera setelah gelombang berlaku, dan
unsur waktu menjadi hal yang sangat penting dalam perancangan bangunan
pengendali. Debit Q pada suatu penampang saluran untuk sembarang aliran
dinyatakan dengan :
a) Q = VA
di mana V merupakan kecepatan rata-rata dan A adalah luas penampang melintang
tegak lurus terhadap arah aliran, karena kecepatan rata-rata dinyatakan sebagai debit
dibagi luas penampang-melintang.
Dalam sebagian besar persoalan aliran tunak, berdasarkan suatu pertimbangan, maka
debit dianggap tetap di sepanjang bagian saluran yang lurus; dengan kata lain aliran
bersifat kontinu. Oleh sebab itu, berdasarkan persamaan a) di atas
b) Q = V1A1 = V2A2 = V3A3 = ....
dimana indeks menunjukkan penampang saluran yang berlainan. Ini merupakan per
samaan kontinuitas untuk aliran tunak kontinu (continuous steady flow).
Namun persamaan b) di atas tidak dapat dipakai bila debit aliran tunak, takseragam
(nonuniform) di sepanjang saluran, yakni bila air mengalir keluar atau masuk di
sepanjang arah aliran. Jenis aliran ini dikenal sebagai aliran berubah beraturan
(spatially varied flow) atau, aliran diskontinu (discontinuous flow) terdapat di saluran
jalan, pelimpah luapan samping, air pembilas melalui saringan, cabang saluran di
sekitar tangki pangolah air buangan, saluran pembuang utama dan saluran pembawa
dalam sistem irigasi.
44
b) Aliran Seragam (Uniform Flow) dan Aliran Berubah (Varied Flow)
Aliran ini menggunakan ruang sebagai kriteria. Aliran saluran-terbuka dikatakan
seragam bila kedalaman aliran sama pada setiap penampang saluran. Suatu aliran
seragam dapat bersifat tunak atau tidak tunak, tergantung apakah kedalamannya
berubah sesuai dengan perubahan waktu.
Aliran seragam yang tunak (Steady uniform flow) merupakan jenis pokok aliran yang
dibahas dalam hidrolika saluran terbuka. Kedalaman aliran tidak berubah selama suatu
waktu tertentu yang telah diperhitungkan. Penetapan bahwa suatu aliran bersifat
seragam yang taktunak (unsteady uniform flow) harus dengan syarat bahwa
permukaan air berfluktuasi sepanjang waktu dan tetap sejajar dasar saluran. Jelas
bahwa ini merupakan suatu keadaan yang praktis tidak mungkin terjadi. Sebab itu
istilah "aliran seragam"
di sini selanjutnya hanya dipakai untuk menyatakan aliran
seragam tunak.
Aliran disebut berubah (varied), bila kedalaman aliran berubah di sepanjang salurann.
Aliran berubah dapat bersifat tunak maupun taktunak. Karena aliran seragam yang
taktunak jarang terjadi, istilah "aliran taktunak di sini selanjutnya khusus dipakai
untuk aliran taktunak yang berubah.
Aliran berubah dapat dibagi-bagi lagi menjadi berubah tiba-tiba (rapidly varied) dan
berubah lambat-laun (gradually varied). Aliran disebut berubah tiba-tiba bila
kedalamannya mendadak berubah pada jarak yang cukup pendek; sebaliknya, disebut
berubah lambat-laun. Aliran berubah tiba-tiba juga disebut sebagai gejala setempat
(local phenomenon), contohnya adalah loncatan hidrolik dan penurunan hidrolik.
Agar lebih jelas, penggolongan aliran saluran-terbuka diringkas sebagai berikut:
- Aliran tunak
o Aliran seragam
o Aliran berubah
 Aliran berubah lambat-laun
 Aliran berubah tiba-tiba
- Aliran taktunak
o Aliran seragam taktunak (jarang)
o Aliran taktunak (yaitu aliran berubah taktunak)
 Aliran berubah lambat-laun
 Aliran berubah tiba-tiba
45
2) Keadaan Aliran
Keadaan atau perilaku aliran saluran-terbuka pada dasarnya ditentukan oleh pengaruh
kekentalan dan gravitasi sehubungan dengan gaya-gaya inersia aliran. Tegangan
permukaan air dalam keadaan tertentu dapat pula mempengaruhi perilaku aliran, tetapi
pengaruh ini tidak terlalu besar dalam masalah saluran terbuka pada umumnya yang
ditemui dalam dunia perekayasaan.
Pengaruh Kekentalan Aliran (Viscosity) dapat bersifat laminer, turbulen atau peralihan,
tergantung pada pengaruh kekentalan sehubungan dengan kelembamannya (inertia).
Aliran adalah laminer bila gaya kekentalan relatif sangat besar dibandingkan dengan gaya
inesia sehingga kekentalan berpengaruh besar terhadap perilaku aliran. Dalam aliran
laminer, butir-butir air seolah-olah bergerak menurut lintasan tertentu yang teratur atau
lurus, dan selapis cairan yang sangat tipis seperti menggelincir di atas lapisan di
sebelahnya.
Aliran adalah turbulen bila gaya kekentalan relatif lemah dibandingkan dengan gaya
kelembamannya. Pada aliran turbulen, butir-butir air bergerak menurut lintasan yang tidak
teratur, tidak lancar maupun tidak tetap, walaupun butir-butir tersebut tetap menunjukkan
gerak maju dalam aliran secara keseluruhan.
Diantara keadaan laminer dan turbulen terdapat suatu campuran, atau keadaan peralihan.
Akibat gaya tarik bumi terhadap keadaan aliran dinyatakan dengan rasio gaya inersia
dengan gaya tarik bumi. Rasio ini ditetapkan sebagai bilangan Froude.
Bilangan Froude (Fr) merupakan metode yang sesuai untuk menentukan karakteristik
aliran permukaan bebas terutama apakah alirannya adalah subkritis atau superkritis atau
mendekati kritis (yang dapat menjadi tidak stabil). Rumus bilangan Froude sbb:

Fr 
v
g A/w
dimanav = kecepatan aliran dalam m/s
g = percepatan gravitasi (9.81 m/s2
)
A = luas penampang aliran
w = lebar permukaan air terbuka dalam m
(Catat bahwa dalam saluran persegi (A/w) menjadi kedalaman air (h))
Tiga perbedaan karakteristik aliran dapat ditentukan:
a) aliran kritis Fr = 1
b) aliran subkritis Fr < 1
c) aliran superkritis Fr > 1
Aplikasi dalam praktek dari bilangan Froude diberikan di bawah ini.
46
2.2.5. Aliran Permukaan Bebas Terowongan Air dan Aqueduct
Aliran di dalam struktur sebaiknya tidak menjadi superkritis Fr > 1 atau mendekati
superkritis Fr > 0.5 dimana ombak yang tegak dan kecepatan tinggi dapat menyebabkan
kerusakan. Pengalaman telah menunjukkan bahwa kecepatan disain (va) sebesar 1.5 m/s
akan menghasilkan saluran yang masuk akal.
1) Kriterian Desain
Kriteria desain seperti berikut ini sebaiknya diterapkan:
Untuk terowongan atau aqueduct penampang persegi dengan beton dan tembok, yaitu
saluran air flumes, akan lebih disukai; rasio antara lebar (b) terhadap kedalaman air harus
dipilih dengan cakupan sebagai berikut:
b / h = 1 sampai 3
Lebar (b) dari saluran sering dipilih sedemikian sehingga kedalaman air (h) di struktur
relatif dekat dengan kedalaman air saluran di hulu. Gunakan persamaan kontinuitas untuk
menghitung lebar (b) yang diperlukan untuk saluran :

breq 
Q
va h
Seperti dijelaskan di atas, kecepatan di dalam struktur mungkin lebih tinggi daripada aliran
disebelahnya tetapi jangan memasuki range aliran yang mendekati superkritis (F > 0.5).
Jika kemiringan di bawah 0.2% dalam kombinasi dengan nilai b/h seperti di atas
digunakan, tidak akan terjadi aliran superkritis.
Aliran air dalam saluran akan menjadi seragam dan kemiringan dasar yang diperlukan (Js)
flume (untuk mendapatkan kecepatan asumsi va) dapat dihitung menggunakan rumus
Manning-Strickler yang diselesaikan untuk Js

Js 
va
Ks R2 3






2
hanya untuk penampang persegi
Jika penampang melingkar (pipa) digunakan sebagai aliran permukaan bebas terowongan
atau aqueduct, rumus Manning-Strickler tidak lagi digunakan karena udara di atas air
berdampak pada aliran. Berdasarkan pada penelitian, W. Hager mengusulkan rumus
sebagai berikut (Constructions Hydrauliques, EPFL, 1989):
47

Js 
Q
Ks D8 3
0.75y2
(1 0.5833y2
)






2
Berlaku untuk y < 0.95 dimana y = h / D
Kerugian head pada peralihan masukan dan keluaran saluran air harus diperhitungkan, hal
ini dapat dihitung dengan rumus sbb. (menurut Borda):

Hin  in
va  v1 
2
2g

Hout  out
va  v2 
2
2g
Dimana:
va = kecepatan aliran seragam dalam saluran dalam m/s
v1 dan v2 adalah kecepatan aliran saluran di hulu & hilir dalam m/s
in dan out adalah faktor kerugian head yang tergantung pada bentuk dari
peralihannya.
Faktor kerugian head untuk dua peralihan umum diberikan dalam gambar 2.5-1
Gambar: Koefisien kerugian head untuk peralihan dari bentuk trapezoidal ke persegi
(dan kebalikannya) untuk aliran permukaan bebas (lihat Modul Rekayasa Hidrolika
PLTMH)
Gambar: Koefisien kerugian head untuk peralihan standar dari saluran trapezoidal
ke pipa yang mengalir penuh dan kebalikannya (lihat Modul Rekayasa Hidrolika
PLTMH)
Beberapa tambahan kriteria disain untuk terowongan air dan aqueduct mengalir penuh
berlaku:
a) Kondisi dimana aliran melalui struktur tidak boleh super kritis F > 0.5, sehingga tidak
berlaku bagi pipa yang mengalir penuh (tidak terdapat permukaan air bebas dan
bilangan Froude tidak terdefinisi). Kecepatan disain sampai 3 m/dtk (jika
pertimbangan kehilangan head mengijinkan) mungkin dapat digunakan.
48
b) Seal air pada pintu masuk
Gambar: Jarak tenggelam minimum pada jalan masuk pipa ke inverted siphons atau
saluran pipa yang mengalir penuh (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH)
Jarak tenggelam minimum seharusnya seperti berikut ini (menurut Knauss: Swirling
flow problems at intakes, IAHR, 1987):
jarak tenggelam min.

s  d 1 2.3
v
g d






dengan d = diameter pipa
v = kecepatan aliran di dalam pipa
g = percepatan gravitasi
c) Trashracks dan saluran pelimpah samping
Trashrack dan saluran pelimpah dipasang untuk terowongan air dan aqueduct panjang
dan mengalir penuh, selain itu juga untuk inverted siphons. Trashracks dipasang pada
pintu masuk menuju struktur untuk menghindari penutupan oleh sampah sepanjang
struktur pembawa. Besi-besi miring lebih diutamakan dibandingkan dengan yang
vertikal dimana akan sulit untuk membersihkan trashracks dengan penggaruk.
2) Aliran Sepanjang Bendung
a) Bentuk Bendung
Pada umumnya, bendung yang kokoh di sungai harus memenuhi tiga kondisi:
(1) aliran banjir harus dikeluarkan dari bendung tanpa menyebabkan balikan air yang
berlebihan dan membanjiri daerah hulu bendung;
(2) permukaan bendung harus didisain sedemikian rupa sehingga tidak terdapat
tekanan negatif berlebihan / kavitasi lokal terjadi yang akan merusak struktur
(material pada permukaan bendung akan rusak);
(3) energi berlebihan dari air yang mengalir melewati bendung harus dihilangkan di
dalam kolam air yang tenang dan harus tidak membahayakan stabilitas bendung
atau dasar sungai dan tanggul di hilir.
b) Debit Sepanjang Bendungan
Debit bendungan untuk bentuk muka yang berbeda dan untuk aliran bebas atau kondisi
tenggelam dapat ditentukan dengan rumus bendungan yang terkenal berikut ini
(menurut Poleni):

Q 
2
3
c  b 2g H1 5
49
Dimana Q = debit dalam m3
/s
c = faktor koreksi untuk kondisi tenggelam (lihat Gambar 26)
 = koefisien bendung (lihat Gambar 27)
b = lebar muka bendungan (crest) dalam m
g = percepatan gravitasi (9.81 m/s2
)
H = head bendungan dalam m
Gambar 2.2-7
Dimensi Bendung
Gambar 2.2-8
Faktor Koreksi (c) untuk Kondisi Tenggelam
50
Tabel 2.2-9
Koefisien Bendung () untuk Berbagai Bentuk Muka Bendung (Crest)
2.3 Rancangan Struktur Intake
Secara umum ada tiga kategori struktur intake yaitu:
a) Intake dengan level air bebas (Free water level)
b) Intake sisi dengan bendungan melintang
c) Intake dengan Bendung Tyrolean / Intake Dasar Aliran
2.3.1. Desain Intake Dengan Level Air Bebas (Free Water Level)
Intake bebas/ intake tepi (yaitu intake tanpa struktur yang mengatur level air di sungai)
hanya boleh dipertimbangkan jika kondisi-kondisi berikut ini terpenuhi:
- hanya sebagian kecil ketergantungan aliran sungai (Qo) yang dipisahkan (Qa < 0.5 Qo);
- selalu tersedia kedalaman air dan head yang cukup di sungai untuk pengalihan;
- fluktuasi tinggi air sungai tidak terlalu besar;
- dasar saluran dan tepi sungai stabil dan tidak ada bahaya yang berarti dari kenaikan
atau penurunan dasar sungai yang akan meninggalkan intake sendirian (rintangan
alami dan bagian kontrol seperti singkapan batu atau batu-batu besar akan
menstabilkan dasar sungai sampai beberapa jauh ke hulu dan lokasi-lokasi seperti ini
akan lebih lebih disukai);
- beban dasar sungai dan pengangkutan sedimen yang terendap tidak terlalu berat.
51
Gambar 2.3-1 Desain Intake Dengan Level Air Bebas

Q   a b 2g z dimana:
Q = debit disain pintu masuk (gunakan 120% dari debit disain pembangkit untuk
menambah fleksibilitas terhadap skema operasi)
 = koefisien debit (menggunakan 0.8 untuk kondisi tenggelam)
a = tinggi pembukaan pintu
b = lebar pembukaan pintu
z = kerugian head sepanjang pembukaan pintu
Prosedur Perencanaan
Prosedur dalam merencanakan saluran
(1) Hitung debit minimum sungai
(2) Hitung debit maksimum sungai / debit banjir (Q100), yaitu banjir dengan periode 100
tahun sekali (lihat Annex 2)
(3) Hitung level air sungai untuk debit maksimum dan minimum menggunakan rumus
Manning-Strickler sesuai dengan bagian 3.3 (asumsikan kemiringan dasar sungai rata-
rata dan luas penampang rata-rata pada lokasi intake yang direncanakan)
(4) Jika kedalaman air minimum pada lokasi intake yang direncanakan mengizinkan,
disain lubang intake tenggelam yang mengalihkan debit disain PLTMH:
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro
MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro

More Related Content

What's hot

Presentasi plta
Presentasi pltaPresentasi plta
Presentasi pltaIman Rosi
 
Bab 2 (motor bakar)
Bab 2 (motor bakar)Bab 2 (motor bakar)
Bab 2 (motor bakar)Dwi Ratna
 
Soal latihan instalasi listrik kunci
Soal latihan instalasi listrik kunciSoal latihan instalasi listrik kunci
Soal latihan instalasi listrik kunciAgus Tri
 
Rumus menghitung kecepatan sinkron pada kelistrikkan
Rumus menghitung kecepatan sinkron pada kelistrikkanRumus menghitung kecepatan sinkron pada kelistrikkan
Rumus menghitung kecepatan sinkron pada kelistrikkanHerry SR
 
Teknisi pemeliharaan otomasi elektronika industri (otomasi industry 4.0)
Teknisi pemeliharaan otomasi elektronika industri (otomasi industry 4.0)Teknisi pemeliharaan otomasi elektronika industri (otomasi industry 4.0)
Teknisi pemeliharaan otomasi elektronika industri (otomasi industry 4.0)Mulyo Puji Hadi
 
SILABUS DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA SEMESTER GANJIL.docx
SILABUS DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA SEMESTER GANJIL.docxSILABUS DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA SEMESTER GANJIL.docx
SILABUS DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA SEMESTER GANJIL.docxAnwarSupriyandi
 
Job sheet memperbaiki sistem pendingin 1
Job sheet memperbaiki sistem pendingin 1Job sheet memperbaiki sistem pendingin 1
Job sheet memperbaiki sistem pendingin 1joko andi
 
Jobsheet Pemeriksaan Sistem Pengapian Pada Kendaraan
Jobsheet Pemeriksaan Sistem Pengapian Pada KendaraanJobsheet Pemeriksaan Sistem Pengapian Pada Kendaraan
Jobsheet Pemeriksaan Sistem Pengapian Pada KendaraanCharis Muhammad
 
Modul pemeliharaan komponen engine
Modul pemeliharaan komponen engineModul pemeliharaan komponen engine
Modul pemeliharaan komponen engineAhmad Faozi
 
Jobsheet instalasi penerangan listrik
Jobsheet instalasi penerangan listrikJobsheet instalasi penerangan listrik
Jobsheet instalasi penerangan listrikArtechArisTechnologi
 
Transmisi Daya Listrik
Transmisi Daya ListrikTransmisi Daya Listrik
Transmisi Daya ListrikMulia Damanik
 
Pertemuan 1 Sistem Pengendali Elektronik
Pertemuan 1   Sistem Pengendali ElektronikPertemuan 1   Sistem Pengendali Elektronik
Pertemuan 1 Sistem Pengendali ElektronikAhmad Nawawi, S.Kom
 
Soal latihan elektronika dasar 1
Soal latihan elektronika dasar 1Soal latihan elektronika dasar 1
Soal latihan elektronika dasar 1Agus Tri
 

What's hot (20)

Presentasi plta
Presentasi pltaPresentasi plta
Presentasi plta
 
Pelatihan dasar plc
Pelatihan dasar plcPelatihan dasar plc
Pelatihan dasar plc
 
Bab 2 (motor bakar)
Bab 2 (motor bakar)Bab 2 (motor bakar)
Bab 2 (motor bakar)
 
Lift 3 lantai plc
Lift 3 lantai plcLift 3 lantai plc
Lift 3 lantai plc
 
Soal latihan instalasi listrik kunci
Soal latihan instalasi listrik kunciSoal latihan instalasi listrik kunci
Soal latihan instalasi listrik kunci
 
Rumus menghitung kecepatan sinkron pada kelistrikkan
Rumus menghitung kecepatan sinkron pada kelistrikkanRumus menghitung kecepatan sinkron pada kelistrikkan
Rumus menghitung kecepatan sinkron pada kelistrikkan
 
Teknisi pemeliharaan otomasi elektronika industri (otomasi industry 4.0)
Teknisi pemeliharaan otomasi elektronika industri (otomasi industry 4.0)Teknisi pemeliharaan otomasi elektronika industri (otomasi industry 4.0)
Teknisi pemeliharaan otomasi elektronika industri (otomasi industry 4.0)
 
SILABUS DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA SEMESTER GANJIL.docx
SILABUS DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA SEMESTER GANJIL.docxSILABUS DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA SEMESTER GANJIL.docx
SILABUS DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA SEMESTER GANJIL.docx
 
Job sheet memperbaiki sistem pendingin 1
Job sheet memperbaiki sistem pendingin 1Job sheet memperbaiki sistem pendingin 1
Job sheet memperbaiki sistem pendingin 1
 
9 Sistem Pentanahan
9 Sistem Pentanahan9 Sistem Pentanahan
9 Sistem Pentanahan
 
Jobsheet Pemeriksaan Sistem Pengapian Pada Kendaraan
Jobsheet Pemeriksaan Sistem Pengapian Pada KendaraanJobsheet Pemeriksaan Sistem Pengapian Pada Kendaraan
Jobsheet Pemeriksaan Sistem Pengapian Pada Kendaraan
 
Modul pemeliharaan komponen engine
Modul pemeliharaan komponen engineModul pemeliharaan komponen engine
Modul pemeliharaan komponen engine
 
makalah Prime mover
makalah Prime mover makalah Prime mover
makalah Prime mover
 
Perencanaan ptlmh
Perencanaan ptlmhPerencanaan ptlmh
Perencanaan ptlmh
 
Jobsheet instalasi penerangan listrik
Jobsheet instalasi penerangan listrikJobsheet instalasi penerangan listrik
Jobsheet instalasi penerangan listrik
 
Transmisi Daya Listrik
Transmisi Daya ListrikTransmisi Daya Listrik
Transmisi Daya Listrik
 
Pertemuan 1 Sistem Pengendali Elektronik
Pertemuan 1   Sistem Pengendali ElektronikPertemuan 1   Sistem Pengendali Elektronik
Pertemuan 1 Sistem Pengendali Elektronik
 
TRANSFORMATOR DAYA
TRANSFORMATOR DAYA TRANSFORMATOR DAYA
TRANSFORMATOR DAYA
 
Jaringan distribusi tenaga listrik
Jaringan distribusi tenaga listrikJaringan distribusi tenaga listrik
Jaringan distribusi tenaga listrik
 
Soal latihan elektronika dasar 1
Soal latihan elektronika dasar 1Soal latihan elektronika dasar 1
Soal latihan elektronika dasar 1
 

Similar to MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro

Modul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidro
Modul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidroModul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidro
Modul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidroDede Heryadi
 
PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN ALAT UKUR.pdf
PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN ALAT UKUR.pdfPENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN ALAT UKUR.pdf
PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN ALAT UKUR.pdfssuserc213ed
 
Elektronika digital dasar
Elektronika digital dasarElektronika digital dasar
Elektronika digital dasarKhairul Jakfar
 
Teknik dasar teknik pendingin
Teknik dasar teknik pendinginTeknik dasar teknik pendingin
Teknik dasar teknik pendinginSandi Jenicipta
 
Teknik dasar ac
Teknik dasar acTeknik dasar ac
Teknik dasar acSufa Akbar
 
Elektronika digital lanjut
Elektronika digital lanjutElektronika digital lanjut
Elektronika digital lanjutEko Supriyadi
 
Persyaratan instalasi listrik
Persyaratan instalasi listrikPersyaratan instalasi listrik
Persyaratan instalasi listrikKhairul Jakfar
 
48547671 teknik-dasar-generator
48547671 teknik-dasar-generator48547671 teknik-dasar-generator
48547671 teknik-dasar-generatorAsyer Agri
 
SILABUS PKKR XI.docx
SILABUS PKKR XI.docxSILABUS PKKR XI.docx
SILABUS PKKR XI.docxRatnaSarum
 
Persyaratan instalasi listrik
Persyaratan instalasi listrikPersyaratan instalasi listrik
Persyaratan instalasi listrikssuser5f0b59
 
Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...
Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...
Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...Mulyo Puji Hadi
 
Perencanaan kontruksi panel_listrik
Perencanaan kontruksi panel_listrikPerencanaan kontruksi panel_listrik
Perencanaan kontruksi panel_listrikEko Supriyadi
 
Pengenalan solar di Malaysia
Pengenalan solar di MalaysiaPengenalan solar di Malaysia
Pengenalan solar di MalaysiaShahri77
 
Elektronika digital dasar
Elektronika digital dasarElektronika digital dasar
Elektronika digital dasarEko Supriyadi
 

Similar to MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro (20)

Modul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidro
Modul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidroModul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidro
Modul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidro
 
Osiloskop
OsiloskopOsiloskop
Osiloskop
 
PPT_Sidang_Tesis
PPT_Sidang_TesisPPT_Sidang_Tesis
PPT_Sidang_Tesis
 
Laporan Green Home Model
Laporan Green Home ModelLaporan Green Home Model
Laporan Green Home Model
 
PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN ALAT UKUR.pdf
PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN ALAT UKUR.pdfPENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN ALAT UKUR.pdf
PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN ALAT UKUR.pdf
 
Elektronika digital dasar
Elektronika digital dasarElektronika digital dasar
Elektronika digital dasar
 
Teknik dasar teknik pendingin
Teknik dasar teknik pendinginTeknik dasar teknik pendingin
Teknik dasar teknik pendingin
 
Teknik dasar ac
Teknik dasar acTeknik dasar ac
Teknik dasar ac
 
Teknik dasar ac
Teknik dasar acTeknik dasar ac
Teknik dasar ac
 
Elektronika digital lanjut
Elektronika digital lanjutElektronika digital lanjut
Elektronika digital lanjut
 
Kontrol magnetik
Kontrol magnetikKontrol magnetik
Kontrol magnetik
 
Presentasi ulu belu unila
Presentasi ulu belu unilaPresentasi ulu belu unila
Presentasi ulu belu unila
 
Persyaratan instalasi listrik
Persyaratan instalasi listrikPersyaratan instalasi listrik
Persyaratan instalasi listrik
 
48547671 teknik-dasar-generator
48547671 teknik-dasar-generator48547671 teknik-dasar-generator
48547671 teknik-dasar-generator
 
SILABUS PKKR XI.docx
SILABUS PKKR XI.docxSILABUS PKKR XI.docx
SILABUS PKKR XI.docx
 
Persyaratan instalasi listrik
Persyaratan instalasi listrikPersyaratan instalasi listrik
Persyaratan instalasi listrik
 
Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...
Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...
Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-I...
 
Perencanaan kontruksi panel_listrik
Perencanaan kontruksi panel_listrikPerencanaan kontruksi panel_listrik
Perencanaan kontruksi panel_listrik
 
Pengenalan solar di Malaysia
Pengenalan solar di MalaysiaPengenalan solar di Malaysia
Pengenalan solar di Malaysia
 
Elektronika digital dasar
Elektronika digital dasarElektronika digital dasar
Elektronika digital dasar
 

Recently uploaded

tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 

Recently uploaded (20)

tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 

MK Pendalaman 1 Teknik Energi Hidro

  • 1. i BAHAN AJAR MK PENDALAMAN 1 TEKNIK ENERGI HIDRO Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Tim Penyusun: Drs. Iman Permana, M.Pd. Elih Mulyana, Dr. M.Si Usep Surahman, Dr.Eng., M.T. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIANPENDIDIKAN DANKEBUDAYAAN JAKARTA, 2017
  • 2. ii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga Buku Bahan Ajar Mata kegiatan Pendalaman Teknik Energi Surya Hidro dan Angin (2) tahun 2017 telah dapat diselesaikan. Buku bahan ajar ini merupakan bagian dari Bahan Ajar Program Studi Teknik Energi Terbarukan Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang terdiri dari 4 Bahan Ajar, sebagai bekal pengetahuan bagi para guru Program Studi Teknik Energi Terbarukan di Sekolah Menengah Kejuruan serta memberikan petunjuk praktis agar para guru mendapatkan gambaran secara jelas dalam menjelaskan tentang berbagai macam Teknik Energi Terbarukan. Terimakasih disampaikan kepada Prof. Dr. Muhammad Syaom Barliana (Dekan Fakultas Teknik dan Kejuruan UPI), Prof. Dr. Ir. Ivan Hanafi (UNJ), Dr. eng. Agus Setiawan (UPI) dan Prof. Dr. Udin S. W, M.A. (UT) selaku pengarah dan narasumber atas kontribusi dalam penyempurnaanbuku ini. Terimakasih kepada Dr. Elih Mulyana dan Dr. Iman Permana yang telah berkontribusi dalam memperkaya materi pendalaman ini serta seluruh staf kemendikbud dan semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian bahan ajar ini. Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi maanfaat bagi para guru yang sedang melakukan kegiatan Pelatihan Profesi guru (PPG) baik dalam jabatan atau keahlian ganda khususnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan. Jakarta, Oktober 2017 Penyusun
  • 3. iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR GAMBAR iii DAFTAR TABEL iv PENDAHULUAN v A Deskripsi v B Rencana Pembelajaran vi C Petunjuk Penggunaan Bahan Ajar vii D Capaian Pembelajaran Lulusan viii BAB I PERENCANAAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH 1 1.1 Analisis Hasil Studi Kelayakan PLTMH. 1 1.1.1 Daur Ulang Proyek 1 1.1.2 Tujuan Studi Kelayakan 2 1.1.3 Tahapan Studi Kelayakan 3 1.1.4 Langkah Pelaksanaan Studi Kelayakan Teknis 4 1.1.5 Latihan 1.2 Analisis Perencanaan Awal PLTMH 8 1.2.1 Pemasangan Alat-alat Observasi 8 1.2.2 Survey Data Debit Banjir yang Pernah Terjadi 11 1.2.3 Survei Curah Hujan 13 1.2.4 Perhitungan Debi Banjir Rencana 14 1.2.5 Latihan 14 1.3 Studi Kelayakan Topografi – Pengukuran Beda Tinggi 15 1.3.1 Pengertian Sipat Datar 15 1.3.2 Penentuan Beda Tinggi – Meode Barometris 15 1.3.3 Penentuan Beda Tinggi – Metode Trigoniometris 20 1.3.4 Penentuan Beda Tinggi – Metode Sipat Datar 21 1.4 Evaluasi 22 BAB II PERANCANGAN KONSTRUKSI SIPIL DAN STRUKTUR HIDROLIK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO 26 2.1 Analisis Aliran Dalam Pipa dan Saluran Terbuka 26
  • 4. Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017 RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007 PPPPTK BMTI Bandung iv 2.1.1 Menentukan Kehilangan Energi 26 2.1.2 Menentukan Aliran Air dalam Pipa 26 2.1.3 Kerugian Head Lokal 27 2.1.4 Menentukan Head Bersih Turbin 27 2.1.5 Pemilihan Diameter Penstock Ekonomis 28 2.1.6 Rumus Manning-Strickler 29 2.2 Rancangan Saluran Pembawa 30 2.2.1 Saluran Terbuka 30 2.2.2 Desain Saluran Dengan Pelapisan 38 2.2.3 Desain Struktur Pembawa 39 2.2.4 Bilangan Froud 41 2.2.5 Aliran Permukaan Bebas Terowongan Ir dan Aqueduct 46 2.3 Rancangan Struktur Intake 23 2.3.1 Desain Intake dengan Level Air Bebas (Free Water Level) 50 2.3.2 Desain Intake Sisi dengan Bendung Melintang 52 2.3.3 Desain Bendung Tyrolean/ Intake dasar Aliran 54 2.4 Rancangan Bak Pengendap 55 2.5 Rancangan Bak Penenang (Forbay) 59 2.6 Lay Out Rumah Pembangkit 60 2.7 Evaluasi 61 2.7.1 Asesmen CPMK 61 2.7.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut 61 2.7.3 Rujukan 61 BAB III PERANCANGAN SISTEM MEKANIK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO 64 3.1 Perancangan Turbin Air 64 3.1.1 Pemilihan Turbin 64 3.1.2 Batasan dan Penggunaan Turbin 66 3.1.3 Karakteristik Turbin Air 68 3.1.4 Rumus dan Persamaan Daya Turbin 71 3.2 Perancangan Tata Letak Turbin Air 76 3.2.1 Pengertian Umum 76 3.2.2 Turbin yang Dihubungkan Secara Langsung 77
  • 5. Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017 RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007 PPPPTK BMTI Bandung v 3.2.3 Turbin yang Dihubungkan secara Tidak Langsung 78 3.3 Evaluasi 79 3.3.1 Asesmen CPMK 80 3.1.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut 80 3.1.3 Rujukan 80 BAB IV PERANCANGAN SISTEM KELISTRIKAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO 81 4.1 Pemilihan Generator 81 4.1.1 Komponen-komponen Utama Sistem Kelistrikan PLTMH 81 4.1.2 Generator AC 81 4.2 Perencanaan Sistem Kontrol Kelistrikan 88 4.2.1 Flow Control 88 4.2.2 Load Control 89 4.3 Sistem Transmisi dan Distribusi 91 4.3.1 Umum 91 4.3.2 Jaringan Underground atau Overhead 91 4.3.3 Tegangan Tinggi atau Tegangan Rendah 91 4.3.4 Pemilihan Rute Transmisi dan Distribusi 91 4.3.5 Konduktor 92 4.4 Evaluasi 93 4.4.1 Asesmen CPMK 93 4.4.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut 94 4.4.3 Rujukan 94 BAB V PEMASANGAN KOMPONEN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO 95 5.1 Instalasi Pipa Pesat/ Penstock 95 5.1.1 Fungsi dan Tipe Pipa Pesat 95 5.1.2 Pertimbangan dalam Perencanaan Penstock 96 5.1.3 Jalur Pipa Pesat 97 5.1.4 Pemasangan Pipa Pesat 97 5.1.5 Pipa Pesat 98 5.1.6 Sambungan Penstock 99 5.2 Trashrack/ Saringan 102
  • 6. Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017 RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007 PPPPTK BMTI Bandung vi 5.3 Rumah Pembangkit dan Saluran Buang/ Tailrace 105 5.3.1 Fungsi Rumah Pembangkit 105 5.3.2 Persyaratan Rumah Pembangkit 105 5.4 Instalasi Turbin dan Generator 109 5.5 Pemasangan Panel Kontrol 113 5.5.1 Petunuk Pengkabelan 114 5.52 Pentanahan (Grounding) 118 5.6 Pemasangan Jaringan Transmisi Listrik 119 5.7 Sambungan Rumah Konsumen 121 5.7.1 Cara Pemasangan 123 5.7.2 Titik Beban 123 5.7.3 Pembumian 123 5.7.4 Sambungan Rumah 124 5.8 Evaluasi 127 5.8.1 Asesmen CPMK 127 5.8.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut 127 5.8.3 Rujukan 127 BAB VI PENGOPERASIAN PLTMH 128 6.1 Operasi Pembangkit 128 6.1.1 Operasi Biasa 128 6.1.2 Operasi Darurat 133 6.2 Perawatan 134 6.2.1 Bangunan Sipil PLTMH 134 6.2.2 Turbin dan Kelengkapannya pada PLTMH 137 6.2.3 Sistem Kelistrikan dan Kontrol PLTMH 137 6.2.4 Jaringan Transmisi dan Distribusi 139 6.3 Pengenalan dan Penanggulangan Gangguan 140 6.3.1 Analisis Gangguan Peralatan Mekanik 140 6.3.2 Analsis Gangguan Peralatan Elektrikal 141 6.3.3 Jadwal Pemeliharaan dan Inspeksi 142 6.4 Inspeksi Komponen-komponen PLTMH 143 6.4.1 Inspeksi Turbin dan Kelengkapannya 143 6.4.2 Inspeksi Mingguan Bangunan Sipil 144
  • 7. Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017 RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007 PPPPTK BMTI Bandung vii 6.4.3 Inspeski Komponen Elektrikal 146 6.5 Buku Catatan (Log Book) 147 6.6 Evaluasi 148 6.6.1 Asesmen CPMK 148 6.6.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut 149 6.6.3 Rujukan 149
  • 10. Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017 RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007 PPPPTK BMTI Bandung x PENDAHULUAN 1.1 DESKRIPSI Modul ini menggunakan system pelatihan berdasarkan pendekatan kompetensi, yakni salah satu cara untuk menyampaikan atau mengajarkan pengetahuan, penyelesaian soal-soal dan melakukan percobaan yang dibutuhkan dalam pengembangan sumber daya air dan yang lainnya. Nmodul ini terdiri dari 6 Bab
  • 11. xi 1.2 RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Mata Kegiatan : Pendalaman Teknik Energi Hidro Semester : ___ Kode Mata Kegiatan : ____________ SKS: 2 (dua) - Jurusan/ Program Studi : Teknik Energi Terbarukan Dosen Pengampu : ________________________________ Minggu Ke Kemampuan Akhir yang Diharapkan (CPMK) Bahan Kajian (Materi Ajar) Metode Pembelajaran Waktu Pengalaman Belajar Mahasiswa Kriateria Penilaian dan Indikator Bobot Nilai (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 2 1.1 Menganalisis perencanaan awal pembangkit listrik tenaga hidro - Pra studi kelayakan - Penilaian awal lokasi pembangkit - Studi kasus - Pembelajaran kooperatif 6x50’ - Tugas - Studi lapangan - Ketepatan analisis data desk study dan pra survey 6% 1.2 Menganalisis data hasil studi kelayakan pembangkit listrik tenaga hidro. - Topografi dan Pemetaan - Hidrologi - Studi kasus - Pembelajaran kolaboratif 8x50’ - Tugas - Studi lapangan - Keakuratan pengukuran head dan debit 9% 2.1 Menganalisis aliran fluida dalam pipa - Prinsip aliran fluida - Aliran fluida dalam pipa pesat - Diskusi kelompok 2x50’ - Tugas - Ketepatan analisis karakteristik aliran fluida sesuai rumusan 2% 2.2 Merancang saluran pembawa - Saluran dengan Pelapisan - Terowongan dan aquaduct - Aliran sepanjang bendung - Pembelajaran berbasis masalah - Studi kasus 3x50’ - Tugas - Keakuratan perhitungan dimensi saluran pembawa sesuai rumus baku 3%
  • 12. xii Minggu Ke Kemampuan Akhir yang Diharapkan (CPMK) Bahan Kajian (Materi Ajar) Metode Pembelajaran Waktu Pengalaman Belajar Mahasiswa Kriateria Penilaian dan Indikator Bobot Nilai (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 2.3 Merancang struktur intake - Disain intake bebas atau intake tepi - Disain intake sisi dengan bendung melintang - Disain Bendung Tyrolean / Intake Dasar Aliran - Pembelajaran berbasis masalah - Studi kasus 3x50’ - Tugas - Ketepatan perhitungan dimensi struktur intake sesuai rumus baku 3% 2.4 Merancang bak pengendap - Sistem hidrolik bak penenang - Pembelajaran berbasis masalah 3x50’ - Tugas - Ketepatan perhitungan dimensi bak pengendap sesuai rumus baku 3% 2.5 Merancang forebay - Desain forebay secara umum - Pembelajaran berbasis masalah 3x50’ - Tugas - Ketepatan perhitungan dimensi forebay sesuai rumus baku 3% 2.6 Merancang rumah pembangkit - Lay out rumah pembangkit - Diskusi kelompok 2x50’ - Tugas - Ketepatan lay out rumah pembangkit sesuai hasil survey 2% 3.1 Merancang turbin air - Membaca gambar teknik - Identifikasi turbin air - Batasan aplikasi tipe-tipe turbin air - Pembelajaran berbasisi proyek - Studi kasus 3x50’ - Tugas - Ketepatan pemilihan turbin air sesuai karakteristiknya 3%
  • 13. xiii Minggu Ke Kemampuan Akhir yang Diharapkan (CPMK) Bahan Kajian (Materi Ajar) Metode Pembelajaran Waktu Pengalaman Belajar Mahasiswa Kriateria Penilaian dan Indikator Bobot Nilai (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) - Karakteristik turbin air - Perhitungan turbin air - Ketepatan perhitungan dimensi turbin air sesuai hasil survey. 3.2 Merancang tata letak turbin di lokasi - Turbin dihubungkan secara langsung - Turbin dihubungkan secara tidak langsung - Komponen-komponen mekanik - Pembelajaran berbasis masalah 3x50’ - Tugas - Ketepatan penentuan posisi turbine sesuai hasil survey 3% 4.1 Memilih generator - Generator sinkron - Generator asinkron - Jenis generator dan power output. - Pembelajaran kooperatif 3x50’ - Tugas - Ketepatan pemilihan spesifikasi generator sesuai karakteristik pembangkit. 3% 4.2 Merencanakan sistem kontrol kelistrikan - Flow control - Load control - Pembelajaran berbasis masalah 3x50’ - Tugas - Ketepatan pemilihan jenis dan spesifikasi kontrol kelistrikan sesuai karakteristik pembangkit 3% 4.3 Merencanakan sistem transmisi dan distribusi - Transmisi dan distribusi - Konduktor - Pembelajaran kolaboratif 2x50’ - Tugas - Ketepatan gambar layout sistem transmisi/ 2%
  • 14. xiv Minggu Ke Kemampuan Akhir yang Diharapkan (CPMK) Bahan Kajian (Materi Ajar) Metode Pembelajaran Waktu Pengalaman Belajar Mahasiswa Kriateria Penilaian dan Indikator Bobot Nilai (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) - Tiang listrik distribusi sesuai titik beban. 3 4.4 Memilih transformator - Kapasitas dan pemilihan transformator - Pembelajaran kolaboratif 2x50’ - Tugas - Ketepatan pemilihan jJenis, kapasitas dan spesifikasi transformator sesuai kapasitas pembangkit. 2% 4.5 Merancang instalasi konsumen - Service connection - Instalasi rumah - Pembelajaran berbasis masalah 2x50’ - Tugas - Keakuratan gambar instalasi konsumen sesuai daya pada setiap rumah dan titik beban. 2% 5.1 Memasang komponen-komponen sipil - Instlasi pipa pesat (penstock) - Saringan (trash rack) - Rumah pembangkit dan saluran buang (tail race) - Simulasi 4x50’ - Simulasi - Kejelasan deskripsi jobsheet langkah pemasangan komponen-komponen sipil. 4% 5.2 Memasang turbin dan generator - Pemasangan turbin - Pemasangan generator - Penyetelan persambungan - Pembelajaran berbasis masalah 10x50’ - Praktek - Kebenaran deskripsi jobshet langkah- langkah pemasangan turbin dan generator - Ketepatan penyetelan persambungan turbin 11%
  • 15. xv Minggu Ke Kemampuan Akhir yang Diharapkan (CPMK) Bahan Kajian (Materi Ajar) Metode Pembelajaran Waktu Pengalaman Belajar Mahasiswa Kriateria Penilaian dan Indikator Bobot Nilai (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) dan generator sesuai dengan toleransi yang ditetapkan 5.3 Memasang panel kontrol - Pengkabelan - Pentanahan - Jaringan distribusi - Pembelajaran berbasis proyek 8x50’ - Praktek - Ketepatan pemasangan kabel panel kontrol sesuai gambar diagram 9% 5.4 Memasang sambungan rumah konsumen - Service kable ke konsumen - Titik beban - Pembumian - Sambungan rumah - Simulasi 4x50’ - Praktek - Ketepatan pemasangan instalasi sambungan rumah konsumen sesuai prosedur dan gambar yang telah ditetapkan. 4% 6.1 Mengoperasikan pembangkit dalam berbagai kondisi - Pengoperasian biasa - Pengoperasian darurat - Pembelajaran berbasis masalah 4x50’ - Praktek - Kebenaran pengoperasian pembangkit off grid dan on grid pada kondisi normal sesuai SOP - Kebenaran pengaturan operasi pembangkit off grid dan on grid ketika 5%
  • 16. xvi Minggu Ke Kemampuan Akhir yang Diharapkan (CPMK) Bahan Kajian (Materi Ajar) Metode Pembelajaran Waktu Pengalaman Belajar Mahasiswa Kriateria Penilaian dan Indikator Bobot Nilai (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) debit kurang sesuai SOP 6.2 Mengukur daya pembangkit - Pengukuran tegangan - Pengukuran kuat arus - Penghitungan energi - Pembelajaran berbasis masalah - Simulasi 4x50’ - Praktek - Ketepatan pengukuran daya dan energi optimal pembangkit menggunakan alat ukur portable 4% 6.3 Menghitung efisiensi pembangkit - Mengukur karakteristik pembangkit - Menentukan efisiensi pembangkit - Pembelajaran berbasis masalah - Simulasi 10x50’ - Praktek - Kebenaran gambar hill chart pembangkit sesuai karaktersiktik turbin - Ketepatan penentuan efisiensi turbin berdasarkan hillchart. 11% 6.4 Membuat laporan kinerja pembangkit listrik tenaga hidro - Menyusun laporan kinerja pembangkit - Pembelajaran kooperatif 2x50’ - Tugas - Kerapian sistimatika laporan pemasangan dan kinerja pembangkit sesuai format yang ditentukan 2% 4 - Mempresentasikan laporan kinerja pembangkit - Pembelajaran kooperatif 1x50’ - Tugas - Kejelasan presentasi laporan yang disajikan di depan kelas. 1%
  • 17. 1 1.3 PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL 1. Baca semua isi dan petunjuk pembelajaran modul mulai halaman judul hingga akhir modul ini. Ikuti semua petunjuk pembelajaran yang harus diikuti pada setiap Kegiatan Belajar 2. Belajar dan bekerjalah dengan penuh tanggung jawab dan sepenuh hati, baik secara kelompok maupun individual sesuai dengan tugas yang diberikan. 3. Kerjakan semua tugas yang diberikan dan kumpulkan sebanyak mungkin informasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman Anda terhadap modul ini. 4. Jagalah keselamatan dan keamanan kerja dan peralatan baik di kelas, laboratorium maupun di lapangan. 5. Laporkan semua pengelaman belajar yang Ana peroleh baik tertulis maupun lisan sesuai dengan tugas setiap modul. 1.4 CAPAIAN PEMBELAJARAN 1 Program Studi : TEKNIK ENERGI TERBARUKAN 2 Nama Kegiatan : Teknik Energi Hidro 3 Beban Belajar : 2 SKS 2x170’x14 tatap muka=4760’= 95,2 jampel a’50’ = 9,52 hari a’10 jampel No CP CPMK 1 Merencanakan pembangkit listrik tenaga hidro 1.1 Menganalisis data hasil studi kelayakan pembangkit listrik tenaga hidro. 1.2 Menganalisis perencanaan awal pembangkit listrik tenaga hidro 2 Merancang konstruksi sipil dan struktur hidrolik pembangkit listrik tenaga hidro 2.1 Menganalisis aliran fluida dalam pipa 2.2 Merancang saluran pembawa 2.3 Merancang struktur intake 2.4 Merancang bak pengendap 2.5 Merancang forebay 2.6 Merancang rumah pembangkit 3 Merancang sistem mekanik pembangkit listrik tenaga hidro 3.1 Merancang turbin air 3.2 Merancang tata letak turbin di lokasi 4 Merancang sistem kelistrikan pembangkit listrik tenaga hidro 4.1 Memilih generator 4.2 Merencanakan sistem kontrol kelistrikan
  • 18. 2 4.3 Merencanakan sistem transmisi dan distribusi 4.4 Memilih transformator 4.5 Merancang instalasi konsumen 5 Memasang komponen pembangkit listrik tenaga hidro 5.1 Memasang komponen-komponen sipil 5.2 Memasang turbin dan generator 5.3 Memasang panel kontrol 5.4 Memasang sambungan rumah konsumen 6 Mengoperasikan pembangkit listrik tenaga hidro 6.1 Mengoperasikan pembangkit dalam berbagai kondisi 6.2 Mengukur daya pembangkit 6.3 Menghitung efisiensi pembamgkit 6.4 Membuat laporan kinerja pembangkit listrik tenaga hidro 1.5
  • 19. 1 BAB I PERENCANAAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) 1.1 Analisis Hasil Studi Kelayakan PLTMH. 1.1.1. Daur Hidup Proyek (Project Life Cycle). Menurut Project Management Body of Knowledge (PMBOK 2000, p.4) definisi dari proyek adalah suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah ditentukan dengan jelas. Project Management Insitute (PMI) yang juga mengacu kepada PMBOK (1996, p11) menyatakan: “…karena proyek adalah unik dan mengandung suatu tingkat resiko tertentu, maka perusahaan sebaiknya membagi proyek mereka dalam beberapa tahap untuk memudahkan dalam melakukan pengendalaian. Tahap-tahap ini disebut dengan Daur Hidup Proyek (project life cycle)”. Tahapan ini dapat dilihat pada gambar 1. Concept Design Construction Comm. Expenditure Concept Design Construction Commission Gambar 1.1-1 Tahapan dalam Project Life Cycle Berdasarkan gambar tersebut ada 4 (empat) tahapan pada daur hidup proyek, yaitu: 1) Tahap Konseptual (Concept Phase); 2) Tahap Definisi/Tahap PP (Perencanaan dan Pemantapan)/Tahap Peren-canaan (Design Phase); 3) Tahap Implementasi/Pelaksanaan (Construction Phase) 4) Tahap Operasi/Pemakaian (Commission Phase atau Start-Up Phase)
  • 20. 2 Masing-masing tahapan mempunyai langkah-langkah sebagai berikut : 1) Tahap Konseptual Tahapan ini adalah tahapan dimana proyek direalisasikan secara konseptual berupa ide atau gagasan. Dengan demikian sebenarnya proyek sudah dimulai sejak adanya ide atau gagasan ini. Pada tahap ini hal penting yang dilakukan adalah Studi Kelayakan proyek (feasibility study). 2) Tahap Definisi (Pp/Definisi)/Tahap Perencanaan Pada tahap ini langkah-langkah yang dilakukan adalah mengem-bangkan hasil studi kelayakan pada tahap konsep dan menuangkannya ke dalam perencanaan yang lebih matang lagi, seperti menetapkan konsultan perencana, melakukan design engineering atau menetapkan produk yang akan dihasilkan, menetapkan jadwal dan biaya, serta SDM yang akan bertanggung jawab terhadap terlaksananya proyek, melakukan pemilihan kontraktor dan menetapkan jenis kontrak, dan sebagainya. 3) Tahap Implementasi/Construction Tahap ini adalah tahap dimana dilakukan realisasi terhadap hasil perancanaan, yaitu melaksanakan proyek itu sendiri. 4) Tahap Start–Up (Commissioning) : Tahap ini adalah tahap dimana terhadap semua yang telah dihasilkan pada tahap implementasi dilakukan pengujian (commissioning). Apabila poduk yang telah dihasilkan telah memenuhi ketentuan/spesifikasi yang telah ditetapkan, maka commisioning selesai, dan proyek dapat ditutup. 1.1.2. Tujuan Studi Kelayakan (Feasibility Study) Pelaksanaan Studi Kelayakan dimaksudkan untuk melakukan pengkajian secara menyeluruh terhadap kelayakan proyek yang akan dibangun. Dengan demikian studi kelayakan harus dapat menyuguhkan hasil analisa secara kuantitatif sehingga hasil tersebut dapat dibandingkan dengan semua sumber daya yang ada maupun yang diperlukan. Tujuan dari studi kelayakan adalah untuk menetapkan keputusan apakah suatu proyek layak atau tidak untuk dibangun/dilaksanakan.
  • 21. 3 Dengan demikian studi kelayakan adalah salah satu langkah yang sangat penting dilakukan dalam suatu pembangunan proyek, karena keputusan proyek tersebut dapat dilaksanakan atau tidak tergantung pada tahap ini. Pada studi kelayakan, kelayakan ditinjau terhadap aspek-aspek : 1) Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) 2) Teknis 3) Sosial budaya 4) Ekonomi dan Finansial 5) Keamanan, dan lain-lain. Umumnya bila salah satu dari aspek tersebut tidak layak maka proyek akan ditunda pelaksanaannya.. Topik di dalam modul ini hanya membahas aspek teknis 1.1.3. Tahapan Studi Kelayakan. Ada 4 jenis tahapan dalam studi kelayakan yang mungkin dilakukan, dan kadang- kadang tahapan-tahapan ini merupakan satu kesatuan atau berdiri sendiri, artinya hanya sebagian saja yang dilakukan. Tahapan-tahapan tersebut adalah : 1) Desk Study Kadang–kadang disebut sebagai masterplan. Tujuannya adalah untuk mempelajari dan mengenal kondisi fisik, hidrologi, dan keadaan sosio-ekonomik wilayah proyek tanpa harus mengunjungi lokasi, tetapi menggunakan peta, data hidrologi dan data statistik lain yang telah tersedia (demografi, dll). Dalam banyak kasus lokasi yang berpotensi sudah dapat diidentifikasi dengan segera, sehingga membuat kunjungan untuk penelitian berikutnya lebih efisien dan efektif. Bahkan dalam beberapa kasus, desk study sudah dapat mengungkapkan ketiadaan sumber tenaga air yang dianggap berpotensi untuk dikembangkan, hal ini bisa menghemat waktu dan biaya perjalanan menuju lokasi yang diajukan. Keakuratan perkiraan biaya dalam tahap persiapan biasanya berkisar ±30%. 2) Kunjungan singkat Tahap ini biasanya berupa kunjungan singkat ke lokasi yang di usulkan untuk membuktikan temuan yang didapat dalam tahap desk study. Sebagian besar berupa peninjauan potensi tenaga air dan perkiraan beban.
  • 22. 4 3) Pre-Feasibility Study Pre-feasibility study atau pra studi kelayakan atau disebut juga dengan studi pendahuluan biasanya dilaksanakan untuk menentukan lokasi yang cocok dan paling memenuhi syarat (teknis dan non teknis) dari beberapa lokasi yang diusulkan, yang nantinya akan dibutuhkan pengembangan dan investigasi lebih lanjut. Oleh karena itu hasil penilaian pada tahap awal akan di tinjau ulang dan dikerjakan dengan lebih detail. Beberapa pilihan diberikan, kemudian mengadakan peninjauan dan rekomendasi pilihan yang mana yang harus ditindaklanjuti lebih jauh ke tingkat Feasibility Study. Keakuratan perkiraan biaya dalam tahap ini biasanya berkisar antara 20 – 25%. Dalam beberapa kasus, jika dari beberapa pilihan hanya ada satu pilihan yang muncul dan dianggap sudah cukup jelas berpotensi, tahap ini dapat dihilangkan. 4) Feasibility Study Dalam feasibility study akan dinilai apakah implementasi MHP dari lokasi yang diajukan dikehendaki atau tidak. Berdasarkan FS inilah keputusan final untuk melanjutkan proyek atau tidak dari pihak pengembang/pemilik diambil, dokumen FS ini dapat digunakan untuk presentasi proyek kepada pihak penyandang dana dengan analisis dan pertimbangan yang detail. Keakuratan perkiraan biaya dalam FS ini biasanya berkisar antara 10 – 15%. 1.1.4. Langkah-Langkah Pelaksanaan Studi Kelayakan Teknis Persamaan utama dalam proyek Mikro Hidro adalah persamaan yang menghasilkan daya listrik dalam satuan watt, yaitu : Phydr = n dimana : Phydr = daya hidrolik dalam Watt [W], tanpa mempertimbangkan pengurangan akibat efisiensi peralatan (turbin, generator, dll.) Q = debit dalam m3 /detik ρ = kekentalan air = kira-kira 1000 kg/m3 g = percepatan gravitasi = 9.81 m/m2 Hnett = tinggi jatuh bersih dalam meter [m]
  • 23. 5 Tugas utama teknik sipil dalam proyek mikro hidro adalah menentukan faktor debit Q yang dapat dihasilkan oleh bangunan sipil yang akan dibangun, di samping tentunya bergantung pada ketersediaan air yang ada di lapangan. Faktor debit Q merupakan salah satu faktor utama yang menentukan layak tidaknya suatu proyek mikro hidro. Untuk itu suatu studi kelayakan yang benar-benar komprehensif perlu dilakukan agar faktor penentu tersebut dapat dihandalkan keberadaannya terutama segi kontinuitasnya. Studi kelayakan teknis yang perlu dilakukan pada PLTMH adalah terhadap : 1) Studi kelayakan meteorologi dan hidrologi; 2) Studi kelayakan geologi; 3) Studi kelayakan topografi; 4) Studi kelayakan bahan bangunan (tidak dibahas). 1) Persiapan Studi Kelayakan Sebelum melaksanakan studi kelayakan perlu dilakukan persiapan yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :  pengumpulan data-data yang sudah tersedia, yang ada hubungannya dengan rencana pembangunan PLTMH tersebut.  pengumpulan informasi dan keterangan baik tertulis maupun lisan di sekitar daerah calon PLTMH, maupun di daerah-daerah dimana pengaruh existensi PLTMH diperkirakan akan terasa (baik yang bersifat menguntungkan maupun yang bersifat merugikan).  Pengumpulan data-data dan informasi supaya diusahakan sebanyak mungkin. Dari hasil analisa data-data dan informasi yang telah diperoleh, barulah dapat melangkah kepada kegiatan penyusunan schedule survai dan investigasi selanjutnya yang akan dipergunakan sebagai dasar perancangan PLTMH tersebut. Adalah sangat penting untuk mengetahui tempat-tempat penyim-panan data-data yang diperlukan, seperti misalnya data-data geologi yang tersimpan pada instansi-instansi atau perusahaan-perusahaan tertentu dan data-data ini biasanya tidak dipublisir. Semakin banyak data-data yang terkumpul, berarti akan semakin menghemat biaya dan waktu, sehingga kegiatan survai dapat berjalan lebih cepat. Pada dasarnya kegiatan survai dan investigasi pendahuluan, terdiri dari dua bagian yaitu:  pengumpulan data dasar.  pengujian data yang sudah terkumpul.
  • 24. 6 2) Pengumpulan data-data dasar Walaupun data-data dasar yang diperoleh biasanya dalam skala yang kecil, sehingga tak dapat memberikan gambaran yang selengkap-lengkapnya pada PLTMH yang akan direncanakan-nya, akan tetapi data-data tersebut akan sangat menentukan jalannya kegiatan survai dan investigasi selanjutnya. Data-data yang dapat diperoleh dalam survai pendahuluan ini adalah data-data sebagai berikut: a. Peta-peta topografi. Biasanya oleh instansi-instansi tertentu baik di tingkat pusat maupun di tingkat propinsi diterbitkan peta-peta topografi dengan skala 1 : 50.000. atau 1 : 25.000. Peta-peta ini merupakan data yang paling fundamental, sebelum kegiatan-kegiatan survai dan investigasi selanjutnya dapat direncanakan. b. Peta-peta Geologi Biasanya peta-peta geologi dalam skala-skala yang kecil juga diterbitkan oleh instansi-instansi tertentu, baik di tingkat pusat maupun di tingkat propinsi. Berdasarkan peta-peta tersebut beberapa kondisi geologi dari suatu daerah tertentu sudah dapat diketahui secara kasar, misalnya mengenai formasi batuan, proses pembentukannya, umur geologi suatu lapisan, struktur geologinya, dan lain-lain. c. Foto Udara Dengan foto udara akan sangatlah mudah untuk mempelajari dan menganalisa tempat kedudukan calon PLTMH dan daerah sekitarnya, dimana kesukaran-- kesukaran pengamat-an setempat terhadap struktur geologinya, dengan mudah dapat diatasi dengan penggunaan foto udara, misalnya untuk mengetahui adanya daerah-daerah yang mudah longsor (sliding zones), daerah-daerah patahan, lipatanlipatan dan lain-lain. Dengan memperhatikan warna dan bayangan pada foto udara, secara kasar dapat diketahui tingkat kelembaban tanah, formasi permukaan air tanah dan keadaan drainagenya, misalnya akan dapat dibedakan antara daerah lempung kedap air dan daerah formasi pasiran yang kering. Dan pengamatan-pengamatan terhadap jenis jenis vegetasi, penyebaran serta tingkat kesuburannya pada foto tersebut, maka dapat diperkirakan formasi batuan dasar suatu daerah, kelembabannya dan lain-lain.
  • 25. 7 d. Data-data lainnya yang tidak kurang pentingnya adalah peta-peta land-use dan catatan-catatan kegiatan pemba-ngunan di waktu-waktu yang lampau. 3) Pengujian (kalibrasi) data-data yang terkumpul. Pada hakekatnya tidak semua data-data yang terkumpul itu dapat dipercaya adanya, diperlukan juga suatu pengujian-pengujian (kalibrasi) dengan metode tertentu, antara lain sebagai berikut:  memperbandingkan data-data yang sejenis yang telah diperoleh dan mengusahakan agar dipilih data-data yang paling logis.  mengadakan pemeriksaan-pemeriksaan setempat terhadap kebenaran data- data tersebut.  memperbandingkan dan mencari persamaan yang logis antara dua jenis data yang berbeda, umpamanya dengan membandingkan data-data topografi dengan data-data geologi, data-data meteorologi dengan data-data hidrologi dan lain-lain. Sesudah tempat kedudukan PLTMH ditetapkan secara kasar berdasarkan analysa dari data-data yang berhasil dikumpulkan, maka survai dan investigasi daerah kedudukan calon PLTMH perlu dilaksanakan untuk mengetahui dengan saksama keadaan yang sebenarnya, guna penyusunan rencana-rencana kegiatan survai dan investigasi yang lebih mendalam. Kegiatan survai dan investigasi ini selain daerah tempat kedudukan calon PLTMH, akan mencakup pula daerah di sekitar tempat kedudukan calon PLTMH tersebut, yang diperkirakan akan mendapatkan pengaruh langsung baik pada saat-saat pelak- sanaan survai dan investigasinya, maupun pada waktu pelaksanaan pembangunannya. 4) Perlengkapan/ peralatan survai dan investigasi lapangan Guna melaksanakan pekerjaan-pekerjaan survai dan investigasi lapangan, diperlu- kan perlengkapan-perlengkapan/peralatan se-bagai berikut :  Ringkasan dan kesimpulan-kesimpulan dari hasil-hasil survai dan pengum- pulan data-data terdahulu.  Palu untuk survai geologi, clinometer, kaca pembesar, dan lain-lain.  Pita ukur, waterpas tangan, meteran, dan lain-lain.  Kantong-kantong plastik.
  • 26. 8  Buku catatan dan pensil.  Tustel dan teropong.  Lampu baterai. 1.1.5. LATIHAN Untuk lebih memahami sis modul ini cobalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. (1) Sebutkanlah tahapan-tahapan dalam daur kehidupan proyek yang anda ketahui. (2) Sebutkanlah aspek-aspek dalam studi kelayakan yang harus dilakukan. (3) Tindakan apa yang harus anda ambil jika salah satu aspek tidak memenuhi syarat. (4) Sebutkan tahapan-tahapan dalam studi kelayakan dan jelaskan! (5) Sebutkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melaksana-kan studi kelayakan. 1.2 STUDI KELAYAKAN METEOROLOGI DAN HIDROLOGI 1.2.1. Pemasangan Alat-alat Observasi Kegiatan survai meteorologi dan hidrologi hanya dapat dimulai apabila sudah dipasang dan disediakan peralatan sebagai berikut:  alat pengukur temperatur.  alat pengukur debit aliran air sungai.  alat pengukur temperatur air. Realisasi dan pemasangan peralatan tersebut sebaiknya dilaksana-kan pada permulaan dari kegiatan survai & investigasi rencana pembangunan sebuah PLTMH. Data-data yang diperoleh dari pencatatan-pencatatan dan pengukuran-pengukuran tersebut akan merupakan data-data yang sangat penting sebagai bahan analisa dan perhitungan- perhitungan guna menentukan kapasitas calon PLTMH dan penetapan debit banjir- rencana untuk menentukan kapasitas bangunan pelimpah atau saluran banjir lainnya. Perincian kegiatan survai dan investigasi yang diperlukan adalah sebagai berikut:  Observasi meteorologi di sekitar tempat kedudukan calon PLTMH, yang terdiri dari pengukuran dan pencatatan tempe-ratur, curah hujan dan intensitasnya, dan lain-lain.  Pengukuran dan pencatatan temperatur air sungai dan pengamatan kwalitasnya pada beberapa lokasi tertentu di sebelah hilir calon PLTMH.  Pengukuran dan pencatatan debit air sungai pada tempat kedudukan calon PLTMH.
  • 27. 9 Data-data curah hujan dan debit sungai merupakan data-data yang paling fundamental dalam merencanakan pembangunan suatu PLTMH. Dan ketepatan dalam pemilihan- pemilihan lokasi serta pemilihan type peralatannya (baik untuk curah hujan maupun untuk debit sungai) adalah merupakan faktor-faktor yang menentukan pada kwalitas data yang kelak akan diperoleh. Khususnya dalam penempatan stasiun pencatat debit disarankan agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut:  Supaya diusahakan lokasi yang berdekatan dengan calon kedudukan PLTMH, tetapi diperhatikan agar dapat. dihindarkan fluktuasi debit yang dipengaruhi oleh adanya kegiatan pelaksanaan pembangunan PLTMH yang bersangkutan.  Supaya diusahakan lokasi pada bagian sungai yang lurus dengan luas penampang lintang yang hampir seragam dan dengan kemiringan yang konstan. Pada prinsipnya pengukuran-pengukuran yang dilaksanakan umum-nya dengan metode current meter (current meter method) dan Salt Dullition Method. Walaupun demikian dalam kondisi-kondisi tertentu dipergunakan pula metode pelampung (floating method) dan metode pengukuran dengan ambang pelimpah (weir method). 1) Methode Current Meter Pada hakekatnya cara ini termasuk cara yang sudah agak kuno, walaupun demikian mengingat pelaksanaannya yang tidak terlalu sukar, sedang hasilnyapun cukup dapat diandalkan sehingga metode current meter pada saat ini masih sangat luas pemakaiannya. Prinsip pelaksanaannya adalah dengan urutan sebagai berikut: (a) Menentukan suatu penampang sungai untuk lokasi pelaksanaan pengukuran debit. (b) Mengukur kecepatan aliran air yang melintasi penampang sungai tersebut di atas dengan current meter yang didasarkan pada prosedur-prosedur tertentu. Apabila kecepatan rata-rata tersebut dikalikan dengan luas penampang basahnya, maka debit sungai tersebut dapat dihitung dengan mudah. Fluktuasi permukaan air sungai dicatat oleh suatu alat pencatat dan secara otomatis tergambar sebuah grafik yang disebut hydrograf-elevasi permukaan air. (c) Dengan melaksanakan pengukuran-pengukuran debit seperti pada ad. (b) di atas secara berulang kali, pada elevasi permukaan air yang berbeda-beda maka didapatlah angka debit sungai yang berbeda-beda pula dan dari hasil- hasilnya maka dapat dibuatkan kurva elevasi versus debit yang disebut kurva debit (rating curve).
  • 28. 10 (d) Dengan menggunakan rating curve ini, maka setiap elevasi permukaan air sungai yang tercatat pada hydrograf-elevasi dapat diketahui debitnya. 2) Metode Pelampung Terdiri dari 2 type, yaitu  metode pelampung permukaan (surface float method).  metode pelampung tongkat (bar float method). Prinsip pengukurannya adalah dengan mengetahui kecepatan rata-rata aliran permukaan air sungai yang kemudian dikalikan dengan luas penampang sungai dan dengan memasukkan beberapa koeffisien ke dalam perkalian tersebut. Akan tetapi karena adanya aliran-aliran permukaan yang menyilang, ombak serta tiupan angin di atas permukaan air sungai, maka kecepatan aliran permukaan yang sesungguhnya tidak selalu sesuai dengan kecepatan hanyutnya pelampung, sehingga akan memberikan hasil dengan angka-angka yang kurang tepat. Methode pelampung biasanya digunakan pada waktu banjir atau pada saat metode lain tidak dapat dilaksanakan, karena kelangkaan peralatannya. 3) Metode Salt Dillution Metoda ini merupakan metoda yang relatif baru. Dengan menggunakan garam yang di taburkan di bagian hulu, makapada bagian hilir dilakukan pengukuran debit dengan menggunakan alat pengukur elektroda, yang merupakan sensor alat ukur tersebut. Alat ukur ini mempunyai tingkat ketelitian yang relatif cukup tinggi Berbeda dengan metoda Current Meter yang harus dilakukan pada aliran yang tidak mempunyai turbulensi sama sekali, maka dengan metoda salt dillution tipe aliran air tidak mempunyai pengaruh sama sekali. 4) Metode Ambang Pelimpah (weir method) Metode ini sangat cocok untuk pengukuran sungai-sungai yang kecil dengan hasil yang tinggi ketelitiannya. Beberapa problema yang perlu mendapat perhatian khusus dalam kegiatan pengukuran dan pencatatan debit sungai, yaitu: (a) Mengingat bahwa alur sungai sepanjang existensinya senantiasa bergerak dengan intensitas-intensitas tertentu, maka bagian sungai dimana sebuah stasiun pengukur/ pencatat debit akan turut bergerak dengan intensitas tertentu pula yang mengakibatkan konfigurasi penampang lintang sungai di
  • 29. 11 tempat tersebut akan berubah-ubah dan dengan demikian bentuk penampang basah sungainyapun dari waktu ke waktu akan berubah-ubah. (b) Baik pada sungai-sungai yang besar, maupun pada sungai-sungai yang kecil perubahan penampang basahnya senantiasa terjadi, karenanya hubungan antara elevasi permukaan dan debitnya senantiasa berubah-ubah pula dan dengan demikian kurva debit (rating curve) suatu penampang sungai akan senantiasa turut berubah-ubah. Untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang fatal, maka disarankan agar dalam periode-periode tertentu supaya luas penampang sungai pada tempat-tempat pengukuran/ pencatatan debit diukur kembali dan jika diper- lukan maka kurva debit dapat diganti untuk disesuaikan. (c) Pada pembuatan kurva debit, agar pengukuran-pengukuran dilaksanakan baik pada debit kecil dan debit normal maupun pada saat terjadinya banjir-banjir besar dengan pelaksanaan yang berulang kali. (d) Hasil-hasil yang diperoleh dari pengukuran-pengukuran debit tersebut di- gunakan untuk menganalisa hubungan antara debit air yang mengalir dari suatu daerah pengaliran dan intensitas curah hujan yang jatuh di daerah pengaliran tersebut. 1.2.2. Survai Data-data Debit Banjir Yang Pernah Terjadi Guna pembuatan rencana-teknis bangunan pelimpah sebuah PLTMH, maka diperlukan suatu debit banjir-rencana yang realistis. Untuk ini, angka-angka hasil perhitungan hidrologi perlu diuji dengan menggunakan data-data banjir-banjir besar dari pencatatan- pencatatan/pengamatan-pengamatan setempat. Data-data debit banjir besar yang pernah terjadi, dapat diperoleh dari tanda-tanda adanya genangan-genangan tertinggi yang pernah terjadi, yang terdapat antara lain pada jembatan jembatan, pada bangunan-bangunan di tepi sungai yang biasanya ditandai oleh petugas- petugas penjagaan banjir setempat. Survai data-data banjir besar ini disarankan pula untuk dilakukan di sungai-sungai yang berdekatan. Beberapa contoh konkrit dalam usaha mendapatkan data-data banjir besar yang pernah terjadi adalah: 1) Memperbandingkan Kondisi Meteorologi Apabila data-data hidrologi dan meteorologi daerah pengaliran calon PLTMH sangat terbatas, sedang data-data di daerah pengaliran sungai di sekitarnya cukup
  • 30. 12 banyak, maka dengan memperbandingkan kondisi-kondisi geologi dan topografinya, akan dapat diperkirakan tingkat persamaan debit banjir yang mungkin terjadi pada daerah-daerah pengaliran tersebut. Biasanya daerah yang diperbandingkan diambil dalam radius 30 s/d 50km dari kedudukan calon PLTMH. Walaupun demikian, pada suatu kasus yang istimewa, pernah dilakukan perkiraan-perkiraan debit banjir suatu sungai yang memperbandingkan dengan daerah pengaliran sungai lain sejauh ~ 100km dari tempat kedudukan calon PLTMH, dimana setelah diselidiki dengan saksama, ternyata kondisi-kondisi topografi, geologi, maupun meteorologinya pada kedua daerah tersebut memang hampir sama. Akan tetapi harus disadari bahwa selain ketiga faktor tersebut, masih banyak faktor-faktor lain yang kondisinya mungkin tidak sama, sehingga akan menghasilkan estimasi yang kurang teliti, karenanya hasil-hasil perhitungan yang bagaimanapun kasarnya, sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan. 2) Daerah Pengaliran Sungai Yang Tidak Mempunyai Stasiun Pencatat Biasanya pada sungai-sungai yang kecil atau anak-anak sungai jarang sekali dilakukan pengukuran dan pencatatan-pencatatan data, baik untuk memperoleh data meteorologi maupun untuk memperoleh data-data hidrologi. Dalam kondisi yang demikian maka satu-satunya cara untuk menetapkan debit banjir-rencana biasanya dengan menggunakan tanda-tanda banjir yang pernah terjadi seperti yang telah diuraikan terdahulu. Dengan didapatkannya elevasi tertinggi dari permukaan air sungai pada saatsaat terjadinya banjir yang paling besar dan dengan metode hidrolika maka akan dihitung debit banjir-rencana yang diinginkan. Dan titik-titik pengamatan yang paling ideal adalah di atas mercu sebuah bendung atau di bagian atas sebuah terjunan, karena perhitungan-perhitungan hydrolika pada tempat-tempat tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus yang sederhana dan ketelitian hasilnya cukup memadai. 3) Kalibrasi Data Data-data yang sepintas lalu kelihatannya kurang dapat dipercaya, seyogyanya tidak segera dinyatakan gugur dan disisihkan. Kebenaran dari data-data tersebut harus terlebih dahulu dianalisa, baik dengan cara membanding-bandingkan dengan data-data lainnya, ataupun dengan mengadakan
  • 31. 13 analisa-analisa perhitungan empiris (kalau memang rumusnya ada) dan jika perlu dengan peninjauan setempat. Jadi data-data yang sempat terkumpul harus dikalibrasi dengan saksama sebelum data-data tersebut dinyatakan gugur, karena kadang-kadang terjadi hal-hal yang bahkan sebaliknya, dimana data-data yang kelihatannya kurang logis, ternyata jauh lebih fit dibandingkan dengan data-data lainnya. Hal tersebut, mungkin disebabkan keistimewaan-keistimewaan kondisi setempat yang hanya dengan sepintas lalu saja tidak sempat teradoptir, pada saat survai lapangan dilaksanakan. 1.2.3. Survai Curah Hujan Pada rencana pembangunan sebuah PLTMH, data-data curah hujan ini diperlukan untuk penganalisaan 2 (dua) aspek utama yaitu:  Penganalisaan kapasitas persediaan air yang terdapat di daerah pengaliran yang mengalir melalui tempat kedudukan calon PLTMH serta fluktuasi debitnya, dalam periode-periode harian, bulanan dan tahunan atau periode jangka yang panjang (multi-years period).  Penganalisaan karakteristik debit banjir, antara lain mengenai kapasitas debit banjir, durasi banjir, musim terjadinya banjir dan periode-periode perulangannya. Data curah hujan tersebut biasanya merupakan data-data hujan jam jaman, hujan harian, distribusi curah hujan pada saat terjadi hujan yang lebat, dan lain-lain. Data-data ini dapat dikumpulkan dari hasil pencatatan stasiun penakar hujan ataupun stasiun-stasiun meteorologi yang biasanya dipasang baik untuk kebutuhankebutuhan yang bersifat umum, maupun yang bersifat khusus dan sementara. Semua data-data dari daerah pengaliran maupun dari daerah sekitarnya yang pernah dicatat supaya dicari dan dikumpulkan, yang kelak akan sangat berguna untuk analisa-analisa yang lebih mendalam. Dalam menetapkan daerah survai curah hujan yang diperlukan, supaya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan topografis dan pada radius pengamatan dari titik tempat kedudukan calon PLTMH. Guna penentuan daerah survai kiranya beberapa karakteristik dari pada curah hujan perlu mendapat perhatian, antara lain:  Pada dataran rendah pantai yang datar maka curah hujan biasanya menunjukkan tendensi penurunan secara proporsionil sesuai dengan semakin jauhnya suatu tempat dengan garis pantai.  Makin tinggi elevasi suatu daerah biasanya angka curah hujannya semakin tinggi.
  • 32. 14 Data-data curah hujan yang pernah dicatat oleh masing-masing alat penakar hujan supaya dikumpulkan semuanya. Semakin panjang periode pencatatan yang berhasil dikumpulkan berarti semakin baik, karena dengan data-data yang panjang periode pencatatannya, berarti akan mendapatkan hasil-hasil perhitungan probabilitas yang memadai. Data-data dengan periode pencatatan yang sekurang-kurangnya 30 tahun, merupakan data- data diinginkan, karena dari data-data tersebut akan diperoleh angka-angka probabilitas yang dapat diandalkan. 1.2.4. Perhitungan Debit Banjir Rencana Pada prinsipnya debit-debit rencana diperoleh dari hasil-hasil perhitungan curah hujan- rencana dengan memasukkan beberapa faktor kondisi daerah pengaliran, sedang debit banjir rencana didapat dari perhitungan curah hujan maximum rata-rata yang jatuh di daerah pengaliran dan jangka waktu sejak terkumpulnya air hujan tersebut sampai pada saat terjadinya debit besar pada tempat kedudukan calon PLTMH. Besarnya jangka waktu tersebut tergantung dari kondisi topografi dan geologi daerah pengaliran. Hanya sesudah diketahui angka-angka hubungan antara curah hujan dan debit banjir, maka debit banjir-rencana dapat dihitung dengan metode unit hydrograf. Dengan semakin berkembangnya ilmu di bidang hidrologi maka sangat banyaklah metode perhitungan yang sudah diperkenalkan serta dikembangkan. Untuk lebih memahami materi yang diberikan para peserta diharapkan membaca buku:  Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Oleh Ir. Imam Subarkah.  Hidrologi Untuk Pengairan, oleh Ir. Suyono Sosrodarsono.  Hidrollika Untuk Saluran Terbuka, Ven Te Chow. 1.2.5. Latihan 1. Lembar Kerja Peserta Peserta dibagi dalam beberapa kelompok untuk melakukan pengukuran debit sungai dengan metoda Salt Dillution. 2. Evaluasi Untuk lebih memahami isi modul ini cobalah untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan di bawah ini. 1) Sebutkan alat-alat observasi yang digunakan pada survai meteorologi dan hidrologi, dan sebutkan juga kegunaannya.
  • 33. 15 2) Sebutkan rincian kegiatan survai dan investigasi yang diperlukan dalam melakukan survai meteorologi dan hidrologi. 3) Sebutkan metoda-metoda pengukuran debit pengaliran yang anda ketahui. 4) Jelaskan meengapa kita perlu melakukan survai terhadap debit banjir yang pernah terjadi. 5) Sebutkan karakteristik curah hujan pada daerah survai yang anda ketahui. 1.3 STUDI KELAYAKAN TOPOGRAFI - PENGUKURAN BEDA TINGGI 1.4.1. Pengertian Sipat Datar Yang dimaksud dengan sipat datar adalah: cara pengukuran (proses) yang menentukan tinggi titik/evaluasi atau menentukan beda tinggi antara titik yang satu dengan titik-titik lainnya. Tinggi titik-titik itu ditentukan terhadap suatu bidang persamaan, yang umumnya disebut bidang nivo pada permukaan air laut pukul rata atau geoid (gambar 1). Gambar 1.3-1 Sipat Dasar 1.4.2. Penentuan beda tinggi metode barometris. Metode penentuan beda tinggi dengan cara barometris adalah semua cara penentuan beda tinggi yang berdasarkan terhadap tekanan udara seperti: penentuan beda tinggi dengan cara slang plastik, altimeter , pressure gauge, dan tabung gelas. Metode ini sangat tidak teliti dibanding dengan metode trigoniometris dan sipat datar, karena pengukurannya berdasarkan tekanan udara. Sedang tekanan udara disetiap tempat tidak sama. 1. Penentuan Beda Tinggi Dengan Cara Slang Plastic. Alat ukur sipat datar yang paling sederhana, murah dan mudah di dapat adalah slang plastik. Waktu dulu sebelum ada slang plastik, untuk membuat bidang datar orang mempergunakan slang karet yang ada pada kedua ujung tabung gelas ini terbuka sehingga apabila slang karet diisi dengan air, maka kedua permukaan air pada tabung Bidang Geoid Permukaan Bumi
  • 34. 16 gelas akan terlihat dan dalam keadaan setimbang. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam menggunakan alat ini, adalah :  Di dalam slang tidak boleh ada gelembung-gelembung udara.  Tidak boleh ada kebocoran  Slang jangan sampai terpuntir atau terlipat  Jangan sampai ada kotoran yang menyumbat di dalam slang. Pada saat sekarang ini dengan telah diketemukannya slang plastik bening, maka orang lebih suka menggunakan slang plastik. Keuntungan mempergunakan slang plastik ini adalah:  Kedua permukaan zat cair pada slang plastik bening telah dapat terlihat sehingga tidak perlu lagi mempergunakan tabung gelas.  Keadaan di dalam slang plastik dapat terlihat dengan jelas sehingga adanya gelembung udara atau kotoran secara cepat dapat diketahui dan dihilangkan.  Penggunaannya lebih mudah, ringan dan harganya relatif lebih murah dibandingkan slang karet. Cara Pengukuran Beda Tinggi Dengan Slang Plastik Untuk mengukur beda tinggi antara dua titik dengan slang plastik dapat dilakukan sebagai berikut . Gambar 1.3-2 Pengukuran beda tinggi dengan slang plastik (1) Pekerjaan ini dapat dilakukan oleh dua orang (2) Siapkan slang plastik diameter 10 mm dengan panjang secukupnya (antara 25 m sampai 100 m), kemudian di isi dengan air yang bersih. (3) Pasang tongkat ukur atau rambu ukur pada kedua titik A dan B yang akan di ukur beda tingginya, kemudian tempelkan ujung-ujung plastik pada kedua tongkat atau rambu di A dan di B. (4) Pastikan bahwa tongkat atau rambu dalam keadaan tegak lurus dan slang bebas dari gelembung atau terpuntir.
  • 35. 17 (5) Setelah kedua permukaan dalam keadaan tenang, kemudian baca dan catat hasil bacaannya. Atau dapat dengan cara mengukur tinggi permukaan air sampai ke titik A maupun titik B. (6) Jika hasil bacaan di titik A adalah h1 dan bacaan di titik b h2, maka beda tinggi titik A dan B adalah : h = h1 – h2 2. Penentuan beda tinggi dengan cara altimeter. Penentuan beda tinggi dengan menggunakan altimeter sangat tidak teliti karena dipengaruhi tekanan atmosfir. Akurasi pengukurannya berkisar antara ± 5 m sampai 20 m. Untuk keperluan studi kelayakan pada suatu lokasi PLTMH maka altimeter dapat digunakan untuk mendapatkan beda tinggi kotor. Penentuan beda tinggi dengan cara altimeter dapat dilakukan dengan menggunakan altimeter tunggal atau dua altimeter. a. Penentuan beda tinggi dengan altimeter tunggal. Langkah pengukuran: (1) Baca altimeter pada titik awal. (2) Pindahkan altimeter pada titik yang lain (titik 2) kemudian baca. (3) Lakukan pembacaan kembali di titik awal dan bandingkan dengan pembacaan awal. (4) Hitung beda tinggi dengan mengurangai pembacaan altimeter di titik 2 dan di titik 1. (5) Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik Ulangi langkah-langkah diatas untuk mendapatkan nilai rata-rata beda tinggi. b. Penentuan beda tinggi dengan dua altimeter. (1) Seting kedua altimeter (2) Tempatkan altimeter Ipada titik awal P dengan melakukan pembacaan secara kontimu dengan interval waktu 5 sampai 10 menit. (3) Tempatkan altimeter ke II pada titik yang lain Q kemudian baca dan catat waktunya. (4) Hasil bacaan altimeter I pada waktu t misalnya h1, dan hasil bacaan altimeter II pada waktu t misalnya h2 , maka beda tinggi antara titik P dan Q = h2 – h1. (5) Ulangi langkah-langkah diatas untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti.
  • 36. 18 3. Penentuan Beda Tinggi Dengan Cara Pressure Gauge. Alat ini dihubungkan slang plastik sehingga cara bekerjanyapun hampir sama dengan pengukuran beda tinggi menggunakan slang plastik. Oleh karena itu persyaratan- persyaratan yang harus dipenuhi juga sama dengan persyaratan pada pengukuran beda tinggi cara slang plastik, yakni:  Didalam slang tidak boleh ada gelembung udara.  Tidak boleh ada kebocoran.  Slang jangan sampai terpuntir atau terlipat.  Tidak boleh ada kotoran yang menyumbat didalam slang. Langkah kerja : (1) Masukkan slang pada nevelnya dan kunci dengan klem yang telah disediakan. (2) Pastikan valve-2 dalam posisi tertutup sedang valve-1 dan valve-3 dalam posisi terbuka sebelum slang diisi dengan air. (3) Isi slang dengan air dengan menggunakan jeregen.(pressure gauge diletakkan pada titik awal/titik 1 dan ujung slang yang lain diletakkan di titik 2) (4) Jika semua persyaratan diatas sudah terpenuhi (tidak ada gelembung udara dalam slang, slang tidak bocor dan terpuntir ) maka maka bukalah valve-2, sehingga jarum pada pressure gauge akan berputar. (5) Baca/catat bacaan pada pressure gauge yang merupakan beda tinggi antara kedua titik tersebut. Gambar 1.3-3 Pressure Gauge sebagai Alat Pengukur Beda Tinggi
  • 37. 19 4. Penentuan Beda Tinggi Dengan Cara Tabung Gelas. Alat ukur ini sangat sederhana sekali terdiri dari dua tabung gelas yang dihubungkan dengan pipa logam yang diletakkan di atas kaki tiga (statif). Tabung gelas dan pipa logam diisi dengan zat cair yang berwarna. Pengisian zat cair pada tabung gelas jangan terlalu penuh sehingga dapat dilihat permukaan zat cair pada kedua tabung gelas tersebut. Gambar 1.3-4 Alat Sipat Datar Tabung Gelas Alat sipat datar tabung gelas pada saat sekarang ini sudah jarang digunakan karena disamping ketelitian membidik sangat terbatas, juga penggunaan alat ini harus ekstra hati-hati karena tabung gelasnya mudah pecah. Cara penggunaan alat ini adalah sebagai berikut . Gambar 1.3-5 Pengukuran sipat datar dengan tabung gelas (1) Tempatkan sipat datar tabung gelas yang sudah diisi dengan air berwarna di antara dua titik A dan B yang akan di ukur beda tingginya. (2) Pasang patok pada titik A dan tempatkan tongkat ukur atau rambu ukur di atas patok A tegak lurus. (3) Bidik tongkat ukur atau rambu ukur di A melalui kedua permukaan zat cair pada tabung gelas dan catat bacaan belakang. (4) Pasang patok pada titik B dan tempatkan tongkat ukur atau rambu ukur di atas patok B tegak lurus.
  • 38. 20 (5) Bidik tongkat ukur atau rambu di B melalui kedua permukaan zat cair pada tabung gelas dan catat bacaannya sebagai hasil bacaan muka. (6) Misalkan bacaan rambu belakang sama dengan b dan bacaan rambu muka adalah m, maka beda tinggi antara A dan B adalah: h = b - m Jika ketinggian titik A telah diketahui, maka tinggi titik B dapat dihitung, yaitu : TB = TA + h 1.4.3. Penentuan beda tinggi metode trigoniometris. Metode penentuan beda tinggi dengan metode trigoniometris adalah semua cara penentuan beda tinggi yang berdasarkan terhadap rumus-rumus segitiga seperti: clinometer dan theodolit. Metode ini lebih teliti dibandingkan metode barometris, dan lebih praktis digunakan untuk daerah yang terjal seperti pada lokasi suatu pembangunan micro hydro power. 1. Penentuan Beda Tinggi Dengan Clinometer. Gambar 1.3-6 Penentuan Beda Tinggi Dengan Clinometer. Oleh karena alat ini termasuk alat-alat ukur yang sederhana maka penggunaannyapun juga terbatas disebabkan jarak bidiknya yang terbatas. Untuk penentuan beda tinggi yang jaraknya jauh maka pengukurannya dilakukan dengan membagi beberapa seksi. Pada metode ini yang diukur adalah jarak dan sudut, sedangkan tinggi alat diusahakan sama dengan tinggi target. Langkah kerja : (1) Tancapkan yalon I lengkap dengan clinometer pada titik A (seperti gambar). (2) Ukur tinggi clinometer misalnya h. (3) Letakkan yalon II diatas titik B dengan posisi tegak dan ukur tinggi h dan tandai.
  • 39. 21 (4) Orang pertama membidik dengan menggunakan clinometer di titik A kearah yalon titik B yang diberi tanda.(gelembung nivo didalam clinometer sisetel sehingga berada ditengah-tengah). (5) Orang ke tiga membaca sudut kemiringan α pada clinometer. (6) Ukur jarak miring dari A ke B misalnya d. Maka jarak datar A – B = d . cos α Dan beda tinggi A – B = ∆ h = d . sin α 2. Penentuan Beda Tinggi Dengan Theodolit. Penentuan beda tinggi dengan menggunakan theodolit lebih praktis serta jarak jangkauannya lebih jauh. Oleh karena itu orang lebih banyak menggunakan cara ini. Prinsip dasar penentuan beda tinggi dengan cara ini sama dengan prinsip dasar penentuan beda tinggi menggunakan clinometer yakni hanya mengukur sudut dan jarak. Gambar 1.3-7 Penentuan Beda Tinggi Dengan Theodolit Langkah kerja : (1) Tempatkan theodolit diatas statip pada titik awal A dan stel sehingga siap untuk digunakan. (2) Tempatkan rambu secara tegak pada titik B. (3) Ukur tinggi alat theodolit ( h). (4) Bidik rambu di titik B dan baca benang atas BA, benang tengah BT dan benang bawah BB.
  • 40. 22 (5) Baca sudut vertical theodolit misalnya m. Maka jarak datar A – B = (BA – BB) . 100 . cos² m. Dan beda tinggi : TA + Ddtr . Sin m = ∆H + BT ∆HA-B = (TA - BT) + Ddtr . Sin m 1.4.4. Penentuan Beda Tinggi Metode Sipat Datar. Cara penentuan tinggi titik ataupun beda tinggi, yang paling teliti adalah dengan alat sipat datar optik. Ada beberapa jenis instrumen sipat datar yang sering dipergunakan untuk pengukuran, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Instrumen Sipat Datar Jenis Y (wye) (2) Instrumen Sipat Datar Semua Tetap (Sumpy Levels) (3) Instrumen Sipat Datar Semua Tetap Dengan Pengungkit (Tilting Levels). (4) Instrumen Sipat Datar Otomatik Penentuan beda tinggi metode sipat datar perlu dipelajari lebih lanjut pada prgram keahlian Survey dan Pemetaan Catatan: Untuk pendalaman dan perluasan materi pelatihan ini sebaiknya peserta pelatihan membaca referensi : (1) Ilmu Ukur Tanah Seri A, Umaryono U. Purworaharjo (2) Ilmu Ukur Tanah Soetomo Wongsotjitro (3) Dasar-dasar Pengukuran Tanah Russell C. Brinker, Paul R.Wolf. 1.4 LATIHAN 1) Tugas Pembelajaran a) Sebutkan jenis-jenis Instrumen sipat datar yang Anda ketahui b) Sebutkan syarat-syarat pesawat sipat datar c) Sebutkan bagian-bagian dan fungsinya dari instrumen sipat datar Otomatic. d) Sebutkan fungsi benang silang/benang diafragma pada pesawat sipat datar. e) Pada pengukuran sipat datar keliling atau sipat datar dengan jalur tertutup, maka pengukuran akan benar jika beda tinggi yang sebenarnya yaitu t = 0. Tetapi di dalam praktek hal ini jarang terjadi, kecuali secara kebetulan. f) Bagaimana caranya supaya beda tingginya t = 0
  • 41. 23 2) Lembar Kerja Peserta: Pengukuran Beda tinggi dengan cara Trigoniometris. a. Tujuan Peserta dapat melakukan pengukuran beda tinggi. b. Petunjuk Umum. 1) Bacalah materi diatas dengan baik. 2) Bekerjalah sesuai dengan Iangkah kerja yang diberikan. 3) Gunakan alat dengan hati-hati. c. Perlengkapan Alat. 1) Theodolit, statip dan rambu 2) Patok-patok palu dan paku. 3) Daftar ukur dan data board d. Keselamatan kerja. 1) Hati-hati pada waktu membawa/memindahkan alat. 2) Setiap memindahkan alat sebaiknya dimasukkan kedalam tempatnya untuk keselamatan alat. 3) Lindungi pesawat dari panas dan hujan. 4) Hati-hati dalam melakukan pengukuran karena kemungkinan tanahnya licin atau curam. e. Langkah Kerja. 1) Pengukuran : (a) Tempatkan alat theodolit di atas titik A dan stel hingga siap untuk digunakan. (b) Tempatkan rambu diatas titik B secara tegak. (c) Bidik rambu di B dengan menggunakan theodolit dan baca benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB) serta sudut vertical (m). (d) Ukur tinggi alat ( theodolit) misalnya TA. 2) Perhitungan : Hitung beda tinggi antara A dan B = AHAAs = (TA - BT) + D~ . Sin m Dimana Ddtr-(BA — BB) . 100 . cos2 m. 3) Evaluasi. Berilah tanda silang pada lembar jawaban a,b,c, atau d pilihan yang anda anggap paling benar.
  • 42. 24 1. Sebuah permukaan melengkung dimana arah gaya berat pada setiap titik padanya selalu tegak lurus disebut: a. bidang mendatar b. bidang vertikal c. bidang nivo d. bidang miring 2. Dibawah ini adalah cara-cara penentuan tinggi titik, kecuali : a. barometris b. trigonometris c. sipat datar d. polar 3. Instrumen sipat datar yang teropongnya dapat diungkit sedikit,termasuk jenis a. dumpy level b. tilting level c. automatic level d. cowley level 4. Pada waktu mengukur beda tinggi dengan pesawat penyipat datar maka kedudukan garis bidik: a. tidak harus sejajar dengan permukaan tanah b. harus sejajar dengan permukaan tanah c. harus benar-benar mendatar d. tidak perlu mendatar 5. Jika BA = bacaan benang atas BT = bacaan benang tengah BB = bacaan benang tengah, maka pembacaan pada pesawat penyipat datar akan sempurna jika terpenuhi persamaan : a. 2 BT = ( BA – BB ) b. 2 BT = ( BB – BA ) c. 2 BT = ( BA + BB ) d. 2 BT = ( BT – BA) 6. Jika menyipat datar memanjang, kecuali kontrol pembacaan rambu ,maka perlu diadakan kontrol perhitungan beda tinggi, yaitu :
  • 43. 25 a. selisih jumlah beda tinggi positif dan negatif sama dengan selisih tinggi titik akhir dan titik awal. b. jumlah beda tinggi positif sama dengan jumlah beda tinggi negatif c. jumlah bacaan bak belakang sama dengan jumlah bacaan beda tinggi positif d. jumlah bacaan bak muka sama dengan jumlah bacaan bak belakang 7. Pada pengukuran menyipat datar memanjang yang diketahui ketinggian titik awal dan titik akhir, maka hasil pengukuran perlu diberikan koreksi apabila : a. jumlah bacaan bak belakang tidak sama dengan jumlah bacaan bak muka b. Jumlah beda tinggi positif tidak sama dengan jumlah beda tinggi negatif c. Selisih jumlah pembacaan bak muka dan bak belakang tidak sama dengan selisih beda tinggi positif dan negatif . d. beda tinggi hasil ukuran tidak sama dengan beda tinggi yang sudah diketahui 8. Jika bacaan rambu muka 0,205m dan bacaan rabu belakang 2,246m maka beda tingginya adalah: a. – 2,041m b. + 2,041 m c. + 2,451 m d. – 2,451 m 9. Jika ketinggian titik B –1,256m dari titik A, sedang ketinggian titik A = 742,620m dan bacaan rambu di titik B = 1,726m maka tinggi garis bidik ialah: If point B is – 1,256m higher than point A while point A = 742,620m and reading pole at the point B = 1,726m, find the high line of sight : a. 743,876 m b. 744,346 m c. 743,090 m d. 745,602 m 10. Jika ketinggian titik A = 978,371 m dan bacaan rambu diatas titik A = 1,426 m, maka tinggi garis bidik (Tgb) adalah: a. 979,979 b. 979,797 c. 976,954 d. 976,945
  • 44. 26 BAB II PERANCANGAN KONSTRUKSI SIPIL DAN STRUKTUR HIDROLIK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO 2.1 Analisis Aliran Fluida Dalam Pipa dan Saluran Terbuka 2.1.1. Menentukan Kehilangan Energi Jika pada suatu saluran ditinjau dua penampang, misal penampang 1 dan 2, maka berdasarkan hukum atau prinsip kekekalan energi jumlah energi pada penampang 1 yang berada di hulu akan sama dengan jumlah energi pada penampang 2 yang berada di hilir, yang secara singkat dinyatakan dengan rumus Bernoulli berikut,  p1  g  z1  v1 2 2 g  p2  g  z2  v2 2 2 g  HL Dimana:  p1  g = tekanan head, dimana p = tekanan dalam N/m2 ρ = kekentalan fluida dalam kg/m3 , z1 = elevasi atau potensial head dalam m  v1 2 2 g = Velosity atau kinetik head, dimana v = kecepatan dalam m/dtk g = gaya gravitasi = 9.81 m/dtk2 HL = kehilangan energi akibat gesekan dan terbentuknya pusaran air dan ditunjukkan dalam m fluid 2.1.2. Menentukan Aliran Air dalam Pipa Bilangan Reynolds,  Re  v  d  dimana v = kecepatan aliran rata-rata (m/s) d = diameter dalam pipa (m)  = kecepatan kinematik dalam m2/detik untuk air pada saat 10° C:  = 1.31 * 10-6 m2 /detik untuk air pada saat 20° C:  = 1.0 * 10-6 m2 /detik
  • 45. 27 Apabila Re < 2000, maka disebut Aliran Laminar dan Re = 2500 sampai 4000 disebut Aliran Turbulen, Batasan diantaranya dinamakan zona kritis tak terdefinisi dimana kedua bentuk aliran tersebut ada dengan bilangan Reynold yang sama. Rugi gesekan (friction loses) untuk aliran turbulen:  Hfriction   L d v2 2g (rugi-rugi head akibat gesekan dalam meter fluid column) dimana  = faktor gesekan menurut diagram Moody (lihat dibawah) L = panjang penampang pipa dengan diameter konstan dalam meter d = diameter pipa dalam meter v = kecepatan rata-rata dalam m/s Diagram 1.1. Diagram Moody (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) Tabel: Kekasaran mutlak (k) untuk pipa-pipa komersial (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) 2.1.3. Kerugian Head Lokal Kerugian lokal dinyatakan sebagai perkalian head kinetik (seperti friction losses, lihat rumus Darcy-Weisbach di atas):  Hl  l v2 2 g Head losses lokal dinyatakan dalam satuan meter water column, dimana  (zeta) adalah koefisien kerugian. Tabel: Koefisien-koefisien losses () untuk losses lokal (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) 2.1.4. Menentukan Head Bersih Turbin Head bersih turbin = head kotor dikurangi rugi gesekan dalam penstock dan draft tube.
  • 46. 28 Gambar 2.1-1. Head kotor dan head bersih ditampilkan dengan gambar untuk skema PLTMH dengan menggunakan pompa sebagai turbin (pump as turbine/ PAT). 2.1.5. Pemilihan Diameter Penstock Ekonomis Gambar 2.1-2 Diagram Diameter Pipa Pesat (Penstock) Diameter optimum penstock adalah salah satu faktor yang akan menghasilkan biaya tahunan minimum, terdiri dari pembangunan penstock dan biaya pemeliharaan dan nilai moneter akibat kehilangan energi. Untuk skema PLTMH disarankan untuk menggunakan rumus berikut ini:  Dopt  0.5 H1 7 Phydr H       3 7 dimana Dopt = diameter pipa optimum dalam meter H = head bersih (nilai perkiraan) dalam m Phydr = daya hidrolis =  g Q H dalam Kw
  • 47. 29 Gambar 2.1-3 Diagram Diameter Ekonomis Pipa sebagai Sebuah Fungsi Aliran 2.1.6. Rumus Manning-Strickler Meskipun persamaan Darcy-Weisbach dan Colebrook-White diperkenalkan untuk aliran pada pipa, tetapi dapat juga digunakan untuk aliran pada saluran terbuka, hal ini bagaimanapun, biasanya digunakan persamaan Manning-Strickler sebagai gantinya. Rumus Manning-Strickler berdasarkan pada percobaan-percobaan, berikut adalah rumusannya:  v  Ks R2 3 I
  • 48. 30 dimana v = kecepatan rata-rata dalam m/dtk Ks = koefisien kekasaran menurut Strickler dalam m1/3 dtk-1 R = radius hidrolik (dalam m) = A/p dimana A adalah luas penampang (m2 ) dan p = garis keliling basah (m) I = kemiringan permukaan air = kemiringan saluran atau dasar sungai untuk aliran seragam = Js Tabel 1: Koefisien kekasaran (Ks) menurut Strickler (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) Gambar 2.1-4 Koefisien Umum Kekasaran untuk Sungai: a) Ks = 42 m1/3s-1; c) Ks = 20 m1/3s-1; b) Ks = 31 m1/3s-1; d) Ks = 13 m1/3s-1; 2.2 Rancangan Saluran Pembawa 2.2.1. Saluran Terbuka Saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan yang bebas disebut dengan saluran terbuka. Berdasarkan keberadaannya, saluran dapat dibagi menjadi dua yaitu saluran alam (natural) dan saluran buatan (artificial).
  • 49. 31 Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di bumi, mulai dari anak selokan kecil di pegunungan, selokan kecil, kali, sungai kecil dan sungai air sampai ke muara sungai. Aliran air di bawah tanah dengan permukaan bebas dianggap sebagai saluran terbuka alamiah. Sifat-sifat hidrolik saluran alam biasanya sangat tidak menentu. Dalam beberapa hal dapat dibuat anggapan pendekatan yang cukup sesuai dengan pengamatan dan pengalaman sesungguhnya sedemikian rupa, sehingga persyaratan aliran pada saluran ini dapat diterima untuk penyelesaian analisa hidrolika teoretis. Saluran buatan dibentuk oleh manusia, seperti saluran pelayaran, saluran pembangkit listrik, saluran irigasi saluran pembuang, pelimpah tekanan, saluran banjir, dan sebagainya. Sifat-sifat hidrolik saluran semacam ini dapat diatur menurut keinginan atau dirancang untuk memenuhi persyaratan tertentu. Oleh karena itu, penerapan teori hidrolika untuk saluran buatan dapat membuahkan hasil yang cukup sesuai dengan kondisi sesungguhnya, dan dengan demikian cukup teliti untuk keperluan perancangan praktis. Saluran (channel), biasanya panjang dan merupakan selokan landai yang dibuat di tanah, dapat dilapisi pasangan batu maupun tidak, atau beton, semen, kayu maupun aspal. Got miring (chute), adalah selokan yang curam. Terjunan (drop), hampir sama dengan got miring, namun perubahan tinggi air terjadi dalam jarak pendek. Gorong-gorong (culvert), merupakan selokan tertutup yang pendek, dipakai untuk mengalirkan air melalui tanggul jalan kereta api maupun jalan raya. Terowongan air terbuka (open-flow tunnel), adalah selokan tertutup yang cukup panjang, dipakai untuk mengalirkan air menembus bukit atau gundukan tanah. 1) Geometri Saluran. Suatu saluran yang penampang melintangnya dibuat tidak berubah-ubah dan kemiringan dasarnya tetap, disebut saluran prismatik (prismatic channel). Bila sebaliknya, disebut saluran tak prismatik (non-prismatic channel). Contohnya adalah pelimpah tekanan yang memiliki lebar berubah-ubah dengan trase melengkung. Penampang saluran alam umumnya sangat tidak beraturan, biasanya bervariasi dari bentuk seperti parabola sampai trapesium. Untuk saluran pengatur banjir, dapat terdiri dari satu penampang saluran utama yang mengalirkan debit normal dan satu atau lebih penampang saluran tepi untuk menampung kelebihan air. Penampang saluran buatan biasanya dirancang berdasarkan bentuk geometris yang umum. Bentuk yang paling umum dipakai untuk saluran berdinding tanah yang tidak dilapisi
  • 50. 32 adalah bentuk trapesium, sebab stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan. Bentuk persegi panjang dan segitiga merupakan bentuk khusus selain trapesium. Berhubung bentuk persegi panjang mempunyai sisi tegak, biasanya dipakai untuk saluran yang dibangun dengan bahan yang stabil, seperti pasangan batu, padas, logam atau kayu. Penampang lingkaran banyak dipakai untuk saluran pembuangan air kotor dan gorong- gorong berukuran sedang maupun kecil. Penampang persegi panjang yang ujung-ujung bawahnya dibundarkan merupakan modifikasi bentuk persegi panjang. Bentuk saluran pembuangan air kotor yang banyak digunakan adalah penampang lingkaran, persegi panjang dan bujur sangkar. Selain itu, penampang geometris yang kadang-kadang dipakai untuk pembuangan air kotor berukuran besar agar orang dapat memasukinya, adalah bulat telur, elips, setengah elips, bentuk U, ladam kuda dan lain-lain. 2) Unsur-unsur Geometrik Penampang Saluran Unsur-unsur geometrik adalah sifat-sifat suatu penampang saluran yang dapat diuraikan seluruhnya berdasarkan geometri penampang dan kedalaman aliran. Unsur-unsur ini sangat penting dan banyak sekali dipakai dalam perhitungan aliran. Untuk penampang biasa yang sederhana, unsur geometrik dapat dinyatakan secara matematik menurut kedalaman aliran dan dimensi lainnya dari penampang tersebut. Namun untuk penampang yang rumit dan penampang saluran alam, belum ada rumus tertentu untuk menyatakan unsur-unsur tersebut, selain kurva-kurva yang menyatakan hubungan unsur-unsur ini dengan kedalaman aliran yang disiapkan untuk perhitungan hidrolik. a) Definisi Geometrik Dasar Definisi beberapa unsur geometrik dasar yang penting diberikan di bawah ini. - Kedalaman aliran y (depth of flow) adalah jarak vertikal titik terendah pada suatu penampang saluran sampai ke permukaan bebas. Istilah ini sering dicampuradukkan dengan kedalaman penampang aliran d (depth of flow section). Tepatnya, kedalaman penampang aliran; tegak lurus arah aliran, atau tinggi penampang saluran yang diliputi air. - Taraf (stage) adalah elevasi atau jarak vertikal dari permukaan bebas di atas suatu bidang persamaan. Bila titik terendah dari penampang saluran dipilih sebagai bidang persamaan, taraf ini sama dengan kedalaman aliran. - Lebar puncak (top width) T adalah lebar penampang saluran pada permuka: babas.
  • 51. 33 - Luas basah (water area) A adalah luas penampang melintang aliran yang teg hrrus arah aliran. - Keliling basah (wetted perimeter) P adalah panjang garis perpotongan dari permukaan basah saluran dengan bidang penampang melintang yang tegak lurus arah aliran - Jari-jari hidrolik (hydraulic radius) R adalah rasio luas basah dengan keliling basah, atau: P A R  - Kedalaman hidrolik (hidraulic depth) D adalah rasio luas basah dengan luas puncak, atau T A D  - Faktor penampang (section factor) untuk perhitungan aliran kritis Z adalah hasil perkalian luas basah dan akar kedalaman hidrolik, atau T A ADAZ  - Faktor penampang untuk perhitungan aliran seragam AR2/3 adalah hasil perkalian luas basah dan akar pangkat dua pertiga dari jari-jari hidrolis. b) Langkah-Langkah Mendisain Saluran Tanah (1) Menentukan Debit Disain Saluran Rumus Moritz (US Bureau of Reclamation) dapat digunakan untuk memperkirakan losses akibat rembesan pada saluran tanah:  S  0.035 C Q v Dimana S`= kerugian akibat rembesan dalam m3/dtk per km panjang saluran C = koefisien rembesan tanah (menurut Tabel 4 di bawah) Q = debit dalam m3/dtk (gunakan debit disain turbin sebagai perkiraan awal) V`= kecepatan rata-rata saluran dalam m/dtk (gunakan nilai kira-kira 0.3 m/s) Tabel : Koefisien rembesan tanah (ihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) (2) Menentukan Kemiringan Memanjang Saluran Sesuai dengan Topografi Kemiringan maksimum tertentu yang diijinkan tidak boleh dilewati untuk mencegah kecepatan aliran yang tinggi dan erosi tanah yang diakibatkan olehnya
  • 52. 34 (lihat kecepatan maksimum yang diijinkan di bawah). Kemiringan saluran untuk skema-skema PLTMH pada umumnya berkisar antara 0.05% sampai 0.4%. Jika topografi membutuhkan kemiringan yang lebih besar, struktur jatuhan harus dipertimbangkan. (3) Menentukan Geometri dan Dimensi Saluran. Bentuk geometri terbaik saluran adalah semi lingkaran karena lingkaran (untuk aliran pipa) dan bentuk-bentuk semi lingkaran (untuk aliran permukaan bebas) memberikan luasan terbesar dengan garis keliling basah terkecil (karena gesekan akan memperlambat aliran). Bagaimanapun, dalam kenyataannya bentuk semi lingkaran jarang dipilih karena penggalian dan pembentukan lingkaran sulit dilakukan. Bagian trapezoidal merupakan bentuk umum yang digunakan untuk saluran tanah. Untuk debit disain yang kecil (Q < 500 l/s), bentuk trapezoidal harus sedekat mungkin dengan bentuk semi lingkaran (lihat Gambar 1.1). Untuk aliran yang lebih besar bentuknya dibuat agak lebih lebar tetapi saluran dangkal harus dipilih untuk menghindari penggalian yang dalam. Kemiringan sisi saluran (m) sebaiknya securam mungkin sebagai upaya untuk membatasi penggalian dan kebutuhan lahan untuk saluran. Kecuraman maksimum kemiringan sisi yang stabil ditentukan oleh material tanah yang ada. Gambar 2.2-1 Saluran trapezoidal dan petunjuknya Tabel berikut ini akan memberikan perkiraan nilai-nilai untuk besarnya m (lihat gambar di atas untuk penggunaan nilai m yang benar).
  • 53. 35 Tabel 2-1 Perkiraan nilai-nilai untuk besarnya m Material tanah kemiringan sisi 1 : m batu m < 0.25 tanah liat keras, lempung m = 1 to 2 tanah liat berpasir m = 1.5 to 2.5 pasir berlumpur m = 2 to 3 (4) Measumsikan Koefisien Kekasaran (Ks) menurut Strickler. Koefisien kekasaran (Ks) untuk saluran pembawa kecil sampai kedalaman air kira-kira 1 m dapat diasumsikan di antara Ks = 25 dan 30 m1/3 dtk-1 . Grafik ini juga dapat digunakan sebagai langkah pendugaan pertama ketika parameter-parameter m dan Ks sedikit berbeda dari m = 1 dan Ks = 30. (5) Memeriksa Kecepatan Maksimum yang Dibolehkan (vmax) vmax adalah kecepatan rata-rata saluran yang tidak akan menyebabkan erosi di dasar saluran dan sisi miring. Sebagai contoh, kecepatan maksimum yang dibolehkan untuk pasir halus adalah 0.4 m/s. Umumnya, kecepatan maksimum 0,5 m/s sebaiknya tidak boleh terlewati untuk saluran tanah kecil dan dangkal (< 0.5 m/s). (6) Memeriksa Kecepatan Minimum yang Dibolehkan Jika air dalam saluran mengalir terlalu lambat, sedimen mulai mengendap di saluran dan akhirnya akan menyumbat saluran. Oleh karena itu kecepatan aliran disain harus cukup tinggi untuk menghindari sedimentasi di dalam saluran. Dengan begitu, hanya butir-butir yang lebih kecil dari 0.2 mm yang umumnya akan mengalir bersama air memasuki saluran pembawa. Partikel kecil seperti ini hanya akan mengendap jika kecepatannya di bawah 0.2 m/s sehingga harus diambil sebagai kecepatan minimum yang dibolehkan di dalam saluran. Diagram1.3 Grafik disain untuk saluran tanah kecil trapezoidal dengan kemiringan sisi 45° dan koefisien kekasaran (Ks) 30 m1/3 s-1 (lebar dasar (b) = kedalaman air) (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH).
  • 54. 36 (7) Menentukan Freeboard yang Diperlukan Gambar 2.2-2 Diagram Perhitungan Kecepatan Maksimum yang Dibolehkan pada Saluran Tanah (vmax) Freeboard adalah jarak antara tinggi air disain dengan puncak tanggul. Freeboard diperlukan untuk mencegah pelimpahan tanggul akibat naiknya level air normal. Kenaikan ini dapat disebabkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba (hentakan gelombang), inflow air drainase atau akumulasi sedimen. Freeboard juga diperlukan sebagai toleransi apabila terjadi perusakan tanggul. Freeboard minimum untuk PLTMH dengan saluran tanah harus diambil sbb:
  • 55. 37 - saluran tanah kecil dengan Q < 200 l/s minimal freeboard f = 0.30 m - saluran tanah dengan 200 < Q < 500 l/s minimal freeboard f = 0.40 m - saluran tanah dengan 500 < Q < 1500 l/s minimal freeboard f = 0.50 m Perhatikan bahwa lebar tepi sebaiknya tidak kurang dari 1.00 m (lihat Gambar di bawah) Rumus kecepatan maksimum yang dibolehkan pada saluran tanah (vmax) (menurut US Soil Conservation Service, Technical Release No.25, 1977) vmax = vb * A * B * C dimana vb = kecepatan dasar dalam m/dtk dan A, B dan C = faktor-faktor koreksi untuk rasio kekosongan tanah, tikungan-tikungan saluran dan kedalaman air. (8) Menentukan Lengkungan Saluran yang Dibolehkan. Erosi dan pengikisan sisi-sisi saluran dapat terjadi pada tikungan tajam dari saluran tanah. Untuk mencegah hal ini, radius minimum lengkungan yang diukur dari garis tengah saluran sebaiknya paling sedikit 8 kali disain lebar permukaan air (lihat Gambar 8). Gambar 2.2-3 Radius Minimum Lengkungan Untuk Saluran Tanah Kecil Jika radius ini terlalu besar untuk bisa sesuai dengan topografi lokal, pelapisan saluran pada tikungan harus dipertimbangkan pelapisan sebaiknya diperluas setidaknya empat kali kedalaman air melewati tikungan di arah menuju ke hilir.
  • 56. 38 2.2.2. Desain Saluran dengan Pelapisan Jika kondisi untuk pelapisan dirasakan menguntungkan, kriteria disain berikut ini berlaku: 1) Geometri Saluran dengan Lapisan Kemiringan sisi untuk saluran dengan lapisan di ambil 1:1 dalam material tanah seperti apapun sampai dengan kedalaman air setinggi 0.75 m. Untuk saluran-saluran yang lebih dalam h > 0.75 m, kemiringan sisi harus dikurangi untuk menjaga stabilitas lapisan terhadap geseran dan gaya guling. Dua nilai freeboard (dinding yang tidak tenggelam) untuk saluran dengan pelapisan harus dibedakan: freeboard dari pelapisan (protected freeboard) dan freeboard sampai puncak tanggul yang mana sama seperti saluran-saluran tanpa pelapisan (lihat di atas). Protected Freeboard harus minimal 0.20 m untuk debit disain sampai 1.5 m3 /s. Radius minimum lengkungan saluran untuk saluran dengan pelapisan dapat diambil sebesar tiga kali lebar permukaan air. Makin tajam tikungan tidak dianjurkan karena kerugian head tambahan yang terjadi. Gambar 2.2-4 Saluran-saluran dengan lapisan dan saluran air Nilai ketebalan minimum pelapisan adalah sebagai berikut: - Lapisan pasangan batu: 0.20 m (gunakan batu dengan diameter ± 0.15 m) - Saluran air pasangan batu: 0.25 – 0.30 m - lapisan beton: 0.07 m (dengan tulangan); 0.08 sampai 0.10 m (lapisan beton datar) - lapisan tanah dipadatkan: 0.60 m di dasar saluran, 0.75 m di sisi lereng
  • 57. 39 2) Disain Hidrolis Kecepatan maksimum untuk saluran dengan lapisan kecil yang digunakan dalam skema PLTMH dapat diambil sebagai berikut: - lapisan pasangan batu: 2 m/s - lapisan beton: 3 m/s - lapisan tanah dipadatkan kecepatan maksimum yang dibolehkan menurut bagian (saluran tanah tanpa lapisan) di atas Koefisien kekasaran untuk saluran dengan lapisan dapat diambil dari Tabel 13 di atas; nilai-nilai Ks yang dianjurkan untuk saluran-saluran kecil untuk skema PLTMH sbb: - pasangan batu (tanpa plesteran) Ks = 50 m1/3s-1 - pasangan beton dan saluran air Ks = 70 m1/3 s-1 2.2.3. Disain Struktur Pembawa (Terowongan dan Aqueduct) Energi total = energi potensial + energi tekanan + energi kinetik. Untuk aliran permukaan bebas akan lebih sesuai menggunakan dasar saluran / level balikan sebagai datum. Bagian dari energi total ini disebut dengan Energi Spesifik (Hs) yang dinyatakan dalam satuan meter water column.  Hs  h  v2 2g Gambar 2.2-5 Definisi energi spesifik (Hs) Pertanyaannya sekarang adalah berapa kecepatan aliran yang dapat dicapai untuk spesifik energi head (Hs) yang ditentukan. Kita memiliki dua persamaan yang tersedia: (1) Hs = h + v2/(2g) (2) Q = v A Menyelesaikan persamaan (1) untuk v dan menggunakan rumus yang diperoleh dalam persamaan (2) akan menghasilkan persamaan untuk Q:
  • 58. 40  Q  A 2g(Hs  h) Jika memplot kedalaman (h) versus debit (Q) akan memberikan grafik yang mengejutkan: untuk setiap nilai Q terdapat dua kedalaman (h) kecuali untuk debit maksimum (Q) yang hanya memberikan satu kedalaman air. Untuk level energi yang diberikan dalam kolam, rupanya tergantung pada kemiringan saluran yang satu dari dua alternatif kedalaman (h) akan terjadi. Gambar: Kurva debit (Q) ke dalam saluran pada head konstan (Hs) dan kedalaman aliran yang berhubungan dengannya (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) Kedalaman (h) yang sesuai dengan debit maksimum (Qmax) disebut kedalaman kritis (hc) dan kecepatan yang sesuai dengannya adalah kecepatan kritis (vc). Pada kedalaman di bawah nilai kritis, alirannya disebut superkritis dan pada kedalaman di atas nilai kritis, alirannya disebut subkritis atau aliran tenang. Kedalaman kritis (hc) suatu saluran dengan potongan melintang tertentu dan kemiringan tertentu adalah kedalaman dimana: i) spesifik energi adalah minimum untuk debit tertentu, atau ii) debitnya maksimum untuk energi spesifik tertentu. Gambar 2.2-6 Diagram Kedalaman Kritis (hc) dan Energi Spesifiknya (Hc) untuk Potongan Melintang Trapezoidal Gambar: Arah perhitungan ketinggian permukaan air pada aliran subkritis dan superkritis (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH)
  • 59. 41 Dalam saluran persegi, kedalaman aliran pada aliran kritis adalah 2/3 dari energi spesifik (Hs):  hc  2 3 Hs untuk luasan potongan saluran persegi  hc  Q2 g b2       1 3 Penting untuk diketahui dalam perhitungan aliran permukaan bebas apakah aliran dalam bagian saluran atau struktur adalah subkritis atau superkritis. Empat alasan utama untuk hal ini adalah sebagai berikut: a) Aliran superkritis berhubungan dengan kecepatan tinggi yang tidak cocok pada saluran tanah atau saluran dengan pelapisan yang materialnya selain dari beton bertulang sehubungan dengan masalah erosi. b) Aliran saluran yang mendekati aliran kritis disertai dengan ombak tegak pada permukaan air dan perhitungan yang baik untuk ketinggian air dan freeboard menjadi tidak mungkin. Aliran yang mendekati aliran kritis oleh karena itu harus dihindari. c) Aliran pada drop structure dan luncuran (tetapi juga pada saluran pengukur debit) adalah superkritis dan pengetahuan akan lokasi yang tepat dimana perubahan aliran terjadi dan pengetahuan sampai yang mana aliran merupakan superkritis adalah hal penting untuk disain struktur-struktur seperti ini. d) Dalam aliran superkritis kecepatan hentakan atau ombak gravitasi pada permukaan air kurang dari kecepatan aliran dan oleh karena itu gangguan tidak akan berdampak apapun (air yang tertahan, dll) dihulu dari gangguan tersebut. Fenomena ini dapat digunakan ketika menghitung ketinggian permukaan air di dalam saluran atau jalur sungai alami dengan merubah kemiringan dasar atau geometri saluran: - dalam aliran subkritis, perhitungan permukaan air harus dilakukan ke arah hulu - dalam aliran superkritis, perhitungan permukaan air harus dimulai ke arah hilir. 2.2.4. Bilangan Froude Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran-saluran-terbuka (open channel flow) maupun aliran-pipa (pipe-flow). Kedua jenis aliran tersebut mempunyai persamaan dalam banyak hal, akan tetapi berlainan dalam satu hal yang sangat prinsipal. Perbedaan tersebut adalah aliran-saluran-terbuka harus memiliki permukaan bebas (free surface), sedangkan aliran-pipa boleh dikatakan tidak mempunyai ruang bebas, hal ini disebabkan air harus
  • 60. 42 mengisi seluruh penampang. Pada prinsipnya permukaan bebas dipengaruhi oleh tekanan udara, sedangkan aliran-pipa, yang terkurung dalam saluran tertutup, tidak terpengaruh langsung oleh tekanan udara, kecuali oleh tekanan hidrolik. Walaupun kedua jenis aliran itu dapat dikatakan hampir sama, penyelesaian masalah aliran dalam saluran terbuka jauh lebih sulit dibandingkan dengan aliran dalam pipa tekan. Kesulitan kondisi aliran dalam saluran terbuka yang rumit didasarkan pada kenyataan bahwa posisi permukaan bebas selalu berubah sesuai dengan waktu dan ruang, dan juga bahwa kedalaman aliran, debit, kemiringan dasar saluran dan permukaan bebas adalah tergantung satu sama lain. Biasanya sulit diperoleh data percobaan yang dapat dipercaya mengenai aliran dalam saluran terbuka. Lagi pula kondisi fisik saluran terbuka jauh lebih bervariasi dibandingkan dengan pipa. Penampang melintang aliran dalam pipa sudah tertentu, karena dapat dinyatakan berdasarkan bentuk saluran. Penampang melintang suatu pipa biasanya lingkaran, namun pada saluran terbuka dapat beraneka macam, dari bentuk lingkaran sampai bentuk tak teratur seperti sungai. Kekasaran permukaan bagian dalam dari pipa umumnya terbuat dari bahan logam yang baru dan halus, atau mungkin terbuat dari bahan kayu, bahkan mungkin pipa besi yang sudah berkarat. Pada saluran terbuka, permukaannya sangat bervariasi baik bentuk maupun bahannya. Kekasaran permukaan sangat tergantung kepada bahan yang digunakan untuk membuat saluran. Oleh karena itu pemilihan koefisien gesekan untuk saluran terbuka lebih bersifat tidak pasti bila dibandingkan dengan pipa. Umumnya, persamaan-persamaan untuk aliran saluran-terbuka diperoleh dari hasil pengamatan atau empiris jika dibandingkan dengan persamaan-persamaan yang digunakan untuk aliran pipa. Metode empiris ini merupakan metode terbaik yang ada pada saat ini, dan bila diterapkan secara tepat dan benar dapat menghasilkan nilai yang sesuai dengan kenyataan. Aliran dalam suatu saluran tertutup tidak selalu bersifat aliran-pipa. Bila terdapat suatu permukaan bebas, harus digolongkan sebagai aliran saluran-terbuka. Misalnya saluran pembuang air banjir yang merupakan saluran tertutup, biasanya dirancang untuk aliran saluran-terbuka sebab aliran dalam saluran pembuang diperkirakan hampir setiap saat memiliki permukaan bebas.
  • 61. 43 1) Jenis Aliran Menurut Ven Te Chow, aliran saluran-terbuka dapat digolongkan menjadi berbagai jenis dan diuraikan dengan berbagai cara. Penggolongan aliran ini dibuat berdasarkan perubahan kedalaman aliran sesuai dengan waktu dan ruang. a) Aliran Tunak (Steady Flow) dan Aliran Taktunak (Unsteady Flow): Aliran ini menggunakan waktu sebagai kriteria. Aliran dalam saluran terbuka dikatakan tunak (steady) bila kedalaman alir tidak berubah atau dapat dianggap konstan selama suatu selang waktu tertentu. Aliran dikatakan taktunak (unsteady) bila kedalamannya berubah sesuai dengan waktu. Sebagian besar persoalan tentang saluran terbuka umumnya hanya memerlukan penelitian mengenai perilaku aliran dalam keadaan tunak. Namun bila perubahan keadaan aliran sesuai dengan waktu ini, merupakan masalah yang harus diperhatikan, maka aliran harus dianggap bersifat taktunak. Misal banjir dan gelombang yang merupakan contoh yang khas untuk aliran taktunak, taraf aliran berubah segera setelah gelombang berlaku, dan unsur waktu menjadi hal yang sangat penting dalam perancangan bangunan pengendali. Debit Q pada suatu penampang saluran untuk sembarang aliran dinyatakan dengan : a) Q = VA di mana V merupakan kecepatan rata-rata dan A adalah luas penampang melintang tegak lurus terhadap arah aliran, karena kecepatan rata-rata dinyatakan sebagai debit dibagi luas penampang-melintang. Dalam sebagian besar persoalan aliran tunak, berdasarkan suatu pertimbangan, maka debit dianggap tetap di sepanjang bagian saluran yang lurus; dengan kata lain aliran bersifat kontinu. Oleh sebab itu, berdasarkan persamaan a) di atas b) Q = V1A1 = V2A2 = V3A3 = .... dimana indeks menunjukkan penampang saluran yang berlainan. Ini merupakan per samaan kontinuitas untuk aliran tunak kontinu (continuous steady flow). Namun persamaan b) di atas tidak dapat dipakai bila debit aliran tunak, takseragam (nonuniform) di sepanjang saluran, yakni bila air mengalir keluar atau masuk di sepanjang arah aliran. Jenis aliran ini dikenal sebagai aliran berubah beraturan (spatially varied flow) atau, aliran diskontinu (discontinuous flow) terdapat di saluran jalan, pelimpah luapan samping, air pembilas melalui saringan, cabang saluran di sekitar tangki pangolah air buangan, saluran pembuang utama dan saluran pembawa dalam sistem irigasi.
  • 62. 44 b) Aliran Seragam (Uniform Flow) dan Aliran Berubah (Varied Flow) Aliran ini menggunakan ruang sebagai kriteria. Aliran saluran-terbuka dikatakan seragam bila kedalaman aliran sama pada setiap penampang saluran. Suatu aliran seragam dapat bersifat tunak atau tidak tunak, tergantung apakah kedalamannya berubah sesuai dengan perubahan waktu. Aliran seragam yang tunak (Steady uniform flow) merupakan jenis pokok aliran yang dibahas dalam hidrolika saluran terbuka. Kedalaman aliran tidak berubah selama suatu waktu tertentu yang telah diperhitungkan. Penetapan bahwa suatu aliran bersifat seragam yang taktunak (unsteady uniform flow) harus dengan syarat bahwa permukaan air berfluktuasi sepanjang waktu dan tetap sejajar dasar saluran. Jelas bahwa ini merupakan suatu keadaan yang praktis tidak mungkin terjadi. Sebab itu istilah "aliran seragam" di sini selanjutnya hanya dipakai untuk menyatakan aliran seragam tunak. Aliran disebut berubah (varied), bila kedalaman aliran berubah di sepanjang salurann. Aliran berubah dapat bersifat tunak maupun taktunak. Karena aliran seragam yang taktunak jarang terjadi, istilah "aliran taktunak di sini selanjutnya khusus dipakai untuk aliran taktunak yang berubah. Aliran berubah dapat dibagi-bagi lagi menjadi berubah tiba-tiba (rapidly varied) dan berubah lambat-laun (gradually varied). Aliran disebut berubah tiba-tiba bila kedalamannya mendadak berubah pada jarak yang cukup pendek; sebaliknya, disebut berubah lambat-laun. Aliran berubah tiba-tiba juga disebut sebagai gejala setempat (local phenomenon), contohnya adalah loncatan hidrolik dan penurunan hidrolik. Agar lebih jelas, penggolongan aliran saluran-terbuka diringkas sebagai berikut: - Aliran tunak o Aliran seragam o Aliran berubah  Aliran berubah lambat-laun  Aliran berubah tiba-tiba - Aliran taktunak o Aliran seragam taktunak (jarang) o Aliran taktunak (yaitu aliran berubah taktunak)  Aliran berubah lambat-laun  Aliran berubah tiba-tiba
  • 63. 45 2) Keadaan Aliran Keadaan atau perilaku aliran saluran-terbuka pada dasarnya ditentukan oleh pengaruh kekentalan dan gravitasi sehubungan dengan gaya-gaya inersia aliran. Tegangan permukaan air dalam keadaan tertentu dapat pula mempengaruhi perilaku aliran, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar dalam masalah saluran terbuka pada umumnya yang ditemui dalam dunia perekayasaan. Pengaruh Kekentalan Aliran (Viscosity) dapat bersifat laminer, turbulen atau peralihan, tergantung pada pengaruh kekentalan sehubungan dengan kelembamannya (inertia). Aliran adalah laminer bila gaya kekentalan relatif sangat besar dibandingkan dengan gaya inesia sehingga kekentalan berpengaruh besar terhadap perilaku aliran. Dalam aliran laminer, butir-butir air seolah-olah bergerak menurut lintasan tertentu yang teratur atau lurus, dan selapis cairan yang sangat tipis seperti menggelincir di atas lapisan di sebelahnya. Aliran adalah turbulen bila gaya kekentalan relatif lemah dibandingkan dengan gaya kelembamannya. Pada aliran turbulen, butir-butir air bergerak menurut lintasan yang tidak teratur, tidak lancar maupun tidak tetap, walaupun butir-butir tersebut tetap menunjukkan gerak maju dalam aliran secara keseluruhan. Diantara keadaan laminer dan turbulen terdapat suatu campuran, atau keadaan peralihan. Akibat gaya tarik bumi terhadap keadaan aliran dinyatakan dengan rasio gaya inersia dengan gaya tarik bumi. Rasio ini ditetapkan sebagai bilangan Froude. Bilangan Froude (Fr) merupakan metode yang sesuai untuk menentukan karakteristik aliran permukaan bebas terutama apakah alirannya adalah subkritis atau superkritis atau mendekati kritis (yang dapat menjadi tidak stabil). Rumus bilangan Froude sbb:  Fr  v g A/w dimanav = kecepatan aliran dalam m/s g = percepatan gravitasi (9.81 m/s2 ) A = luas penampang aliran w = lebar permukaan air terbuka dalam m (Catat bahwa dalam saluran persegi (A/w) menjadi kedalaman air (h)) Tiga perbedaan karakteristik aliran dapat ditentukan: a) aliran kritis Fr = 1 b) aliran subkritis Fr < 1 c) aliran superkritis Fr > 1 Aplikasi dalam praktek dari bilangan Froude diberikan di bawah ini.
  • 64. 46 2.2.5. Aliran Permukaan Bebas Terowongan Air dan Aqueduct Aliran di dalam struktur sebaiknya tidak menjadi superkritis Fr > 1 atau mendekati superkritis Fr > 0.5 dimana ombak yang tegak dan kecepatan tinggi dapat menyebabkan kerusakan. Pengalaman telah menunjukkan bahwa kecepatan disain (va) sebesar 1.5 m/s akan menghasilkan saluran yang masuk akal. 1) Kriterian Desain Kriteria desain seperti berikut ini sebaiknya diterapkan: Untuk terowongan atau aqueduct penampang persegi dengan beton dan tembok, yaitu saluran air flumes, akan lebih disukai; rasio antara lebar (b) terhadap kedalaman air harus dipilih dengan cakupan sebagai berikut: b / h = 1 sampai 3 Lebar (b) dari saluran sering dipilih sedemikian sehingga kedalaman air (h) di struktur relatif dekat dengan kedalaman air saluran di hulu. Gunakan persamaan kontinuitas untuk menghitung lebar (b) yang diperlukan untuk saluran :  breq  Q va h Seperti dijelaskan di atas, kecepatan di dalam struktur mungkin lebih tinggi daripada aliran disebelahnya tetapi jangan memasuki range aliran yang mendekati superkritis (F > 0.5). Jika kemiringan di bawah 0.2% dalam kombinasi dengan nilai b/h seperti di atas digunakan, tidak akan terjadi aliran superkritis. Aliran air dalam saluran akan menjadi seragam dan kemiringan dasar yang diperlukan (Js) flume (untuk mendapatkan kecepatan asumsi va) dapat dihitung menggunakan rumus Manning-Strickler yang diselesaikan untuk Js  Js  va Ks R2 3       2 hanya untuk penampang persegi Jika penampang melingkar (pipa) digunakan sebagai aliran permukaan bebas terowongan atau aqueduct, rumus Manning-Strickler tidak lagi digunakan karena udara di atas air berdampak pada aliran. Berdasarkan pada penelitian, W. Hager mengusulkan rumus sebagai berikut (Constructions Hydrauliques, EPFL, 1989):
  • 65. 47  Js  Q Ks D8 3 0.75y2 (1 0.5833y2 )       2 Berlaku untuk y < 0.95 dimana y = h / D Kerugian head pada peralihan masukan dan keluaran saluran air harus diperhitungkan, hal ini dapat dihitung dengan rumus sbb. (menurut Borda):  Hin  in va  v1  2 2g  Hout  out va  v2  2 2g Dimana: va = kecepatan aliran seragam dalam saluran dalam m/s v1 dan v2 adalah kecepatan aliran saluran di hulu & hilir dalam m/s in dan out adalah faktor kerugian head yang tergantung pada bentuk dari peralihannya. Faktor kerugian head untuk dua peralihan umum diberikan dalam gambar 2.5-1 Gambar: Koefisien kerugian head untuk peralihan dari bentuk trapezoidal ke persegi (dan kebalikannya) untuk aliran permukaan bebas (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) Gambar: Koefisien kerugian head untuk peralihan standar dari saluran trapezoidal ke pipa yang mengalir penuh dan kebalikannya (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) Beberapa tambahan kriteria disain untuk terowongan air dan aqueduct mengalir penuh berlaku: a) Kondisi dimana aliran melalui struktur tidak boleh super kritis F > 0.5, sehingga tidak berlaku bagi pipa yang mengalir penuh (tidak terdapat permukaan air bebas dan bilangan Froude tidak terdefinisi). Kecepatan disain sampai 3 m/dtk (jika pertimbangan kehilangan head mengijinkan) mungkin dapat digunakan.
  • 66. 48 b) Seal air pada pintu masuk Gambar: Jarak tenggelam minimum pada jalan masuk pipa ke inverted siphons atau saluran pipa yang mengalir penuh (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) Jarak tenggelam minimum seharusnya seperti berikut ini (menurut Knauss: Swirling flow problems at intakes, IAHR, 1987): jarak tenggelam min.  s  d 1 2.3 v g d       dengan d = diameter pipa v = kecepatan aliran di dalam pipa g = percepatan gravitasi c) Trashracks dan saluran pelimpah samping Trashrack dan saluran pelimpah dipasang untuk terowongan air dan aqueduct panjang dan mengalir penuh, selain itu juga untuk inverted siphons. Trashracks dipasang pada pintu masuk menuju struktur untuk menghindari penutupan oleh sampah sepanjang struktur pembawa. Besi-besi miring lebih diutamakan dibandingkan dengan yang vertikal dimana akan sulit untuk membersihkan trashracks dengan penggaruk. 2) Aliran Sepanjang Bendung a) Bentuk Bendung Pada umumnya, bendung yang kokoh di sungai harus memenuhi tiga kondisi: (1) aliran banjir harus dikeluarkan dari bendung tanpa menyebabkan balikan air yang berlebihan dan membanjiri daerah hulu bendung; (2) permukaan bendung harus didisain sedemikian rupa sehingga tidak terdapat tekanan negatif berlebihan / kavitasi lokal terjadi yang akan merusak struktur (material pada permukaan bendung akan rusak); (3) energi berlebihan dari air yang mengalir melewati bendung harus dihilangkan di dalam kolam air yang tenang dan harus tidak membahayakan stabilitas bendung atau dasar sungai dan tanggul di hilir. b) Debit Sepanjang Bendungan Debit bendungan untuk bentuk muka yang berbeda dan untuk aliran bebas atau kondisi tenggelam dapat ditentukan dengan rumus bendungan yang terkenal berikut ini (menurut Poleni):  Q  2 3 c  b 2g H1 5
  • 67. 49 Dimana Q = debit dalam m3 /s c = faktor koreksi untuk kondisi tenggelam (lihat Gambar 26)  = koefisien bendung (lihat Gambar 27) b = lebar muka bendungan (crest) dalam m g = percepatan gravitasi (9.81 m/s2 ) H = head bendungan dalam m Gambar 2.2-7 Dimensi Bendung Gambar 2.2-8 Faktor Koreksi (c) untuk Kondisi Tenggelam
  • 68. 50 Tabel 2.2-9 Koefisien Bendung () untuk Berbagai Bentuk Muka Bendung (Crest) 2.3 Rancangan Struktur Intake Secara umum ada tiga kategori struktur intake yaitu: a) Intake dengan level air bebas (Free water level) b) Intake sisi dengan bendungan melintang c) Intake dengan Bendung Tyrolean / Intake Dasar Aliran 2.3.1. Desain Intake Dengan Level Air Bebas (Free Water Level) Intake bebas/ intake tepi (yaitu intake tanpa struktur yang mengatur level air di sungai) hanya boleh dipertimbangkan jika kondisi-kondisi berikut ini terpenuhi: - hanya sebagian kecil ketergantungan aliran sungai (Qo) yang dipisahkan (Qa < 0.5 Qo); - selalu tersedia kedalaman air dan head yang cukup di sungai untuk pengalihan; - fluktuasi tinggi air sungai tidak terlalu besar; - dasar saluran dan tepi sungai stabil dan tidak ada bahaya yang berarti dari kenaikan atau penurunan dasar sungai yang akan meninggalkan intake sendirian (rintangan alami dan bagian kontrol seperti singkapan batu atau batu-batu besar akan menstabilkan dasar sungai sampai beberapa jauh ke hulu dan lokasi-lokasi seperti ini akan lebih lebih disukai); - beban dasar sungai dan pengangkutan sedimen yang terendap tidak terlalu berat.
  • 69. 51 Gambar 2.3-1 Desain Intake Dengan Level Air Bebas  Q   a b 2g z dimana: Q = debit disain pintu masuk (gunakan 120% dari debit disain pembangkit untuk menambah fleksibilitas terhadap skema operasi)  = koefisien debit (menggunakan 0.8 untuk kondisi tenggelam) a = tinggi pembukaan pintu b = lebar pembukaan pintu z = kerugian head sepanjang pembukaan pintu Prosedur Perencanaan Prosedur dalam merencanakan saluran (1) Hitung debit minimum sungai (2) Hitung debit maksimum sungai / debit banjir (Q100), yaitu banjir dengan periode 100 tahun sekali (lihat Annex 2) (3) Hitung level air sungai untuk debit maksimum dan minimum menggunakan rumus Manning-Strickler sesuai dengan bagian 3.3 (asumsikan kemiringan dasar sungai rata- rata dan luas penampang rata-rata pada lokasi intake yang direncanakan) (4) Jika kedalaman air minimum pada lokasi intake yang direncanakan mengizinkan, disain lubang intake tenggelam yang mengalihkan debit disain PLTMH: