Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC) Pada Proses Produksi RF Antenna Switch Module (LTCC) di PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia.ltd
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut merupakan tugas akhir untuk meraih gelar sarjana teknik industri yang membahas peningkatan kualitas dengan metode Six Sigma pada proses produksi RF Antenna Switch Module di PT. Panasonic Electronic Divices Indonesia.
2. Tugas akhir ini menggunakan metode Six Sigma DMAIC untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis penyebab, dan memberikan perbaikan pada proses produksi.
3. F
Similar to Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC) Pada Proses Produksi RF Antenna Switch Module (LTCC) di PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia.ltd
Similar to Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC) Pada Proses Produksi RF Antenna Switch Module (LTCC) di PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia.ltd (20)
Mulyo Puji Hadi - Peningkatan Kualitas Dengan Metode Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC) Pada Proses Produksi RF Antenna Switch Module (LTCC) di PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia.ltd
1. TUGAS AKHIR
PENINGKATAN KUALITAS DENGAN METODE DEFINE-
MEASURE-ANALYZE-IMPROVE-CONTROL (DMAIC) PADA
PROSES PRODUKSI RF ANTENNA SWITCH MODULE (LTCC) DI
PT. PANASONIC ELECTRONIC DIVICES INDONESIA.LTD
Oleh
MULYO PUJI HADI
0160311-038
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA 2006
2. TUGAS AKHIR
PENINGKATAN KUALITAS DENGAN METODE DEFINE-
MEASURE-ANALYZE-IMPROVE-CONTROL (DMAIC) PADA
PROSES PRODUKSI RF ANTENNA SWITCH MODULE (LTCC) DI
PT. PANASONIC ELECTRONIC DIVICES INDONESIA.LTD
Disusun sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Industri
Program Studi Teknik Industri
Nama : MULYO PUJI HADI
NIM : 0160311-038
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA 2006
3. ii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tugas Akhir : Peningkatan Kualitas dengan Metode Define-Measure-Analyze-
Improve-Control (DMAIC) pada Proses Produksi RF Antenna
Switch Module (LTCC) di PT. Panasonic Electronic Divices
Indonesia.ltd
Nama : Mulyo Puji Hadi
NIM : 0160311-038
Fakultas/Jurusan : Teknologi Industri/Teknik Industri
Jakarta, April 2006
Menyetujui dan Mengesahkan
Pembimbing
( Ir. Muhammad Kholil, MT )
Ketua Koordinator Tugas Akhir
( Ir. Muhammad Kholil, MT )
4. iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
LAPORAN TUGAS AKHIR
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul :
PENINGKATAN KUALITAS DENGAN METODE DEFINE-
MEASURE-ANALYZE-IMPROVE-CONTROL (DMAIC) PADA
PROSES PRODUKSI RF ANTENNA SWITCH MODULE (LTCC) DI
PT. PANASONIC ELECTRONIC DIVICES INDONESIA.LTD
yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik
Industri Program studi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri
Universitas Mercu Buana, bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari tugas
akhir yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan
gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Mercu Buana maupun
Perguruan Tinggi atau Instansi manapun kecuali bagian yang sumber
informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 4 April 2006
( Mulyo Puji Hadi )
5. iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang hanya berkat petunjuk,
perkenan dan pertolongan-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan dan
menyajikan tugas akhir ini.
Kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan tugas akhir ini,
penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Ir. Muhammad Kholil, MT selaku pembimbing sekaligus koordinator
tugas akhir, yang telah memberi bimbingan, petunjuk tata cara penulisan tugas
akhir serta memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan
tugas akhir ini.
2. Bapak Solikhin, Manager Produksi PT.Panasonic Electronic Divices
Indonesia, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian ini.
3. Production, QC & Engineering Staff PT.Panasonic Electronic Divices
Indonesia, yang telah membantu memberikan data analisis untuk penelitian
tugas akhir ini.
4. Istri tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan motifasi, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
6. v
Penulis berharap semoga tulisan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, April 2006
Penulis
Mulyo Puji Hadi
7. vi
ABSTRAK
Dalam era globalisasi sekarang ini, konsumen telah mengalami perubahan yang
pesat, baik dalam tuntutan mereka maupun cara mereka memenuhi tuntutan mereka.
Konsumen memegang kendali sehingga produsen harus berusaha memenuhi setiap
harapan konsumen. PT. Panasonic Electronic Divices Indonesia Ltd.adalah suatu
perusahaan komponen yang hampir 70% penjualannya berorientasi ekspor, sehingga
mengalami persaingan yang cukup ketat dalam memperebutkan pangsa pasar. Oleh
karena itu perlu dilakukan peningkatan kualitas diseluruh bagian yang ada di PT.
Panasonic Electronic Divices Indonesia Ltd, sehingga dapat menghasilkan komponen
elektronika yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Dengan demikian,
perusahaan akan mendapatkan berbagai keuntungan baik dari segi laba maupun daya
saing.
Pengolahan data dimulai dengan tahap define dimana dibuat diagram alir proses,
pemilihan proses yang teliti dan pembuatan diagram input output. Pada tahap mesure
ditentukan karakteristik Critical to Quality (CTQ), membuat peta kendali serta
menghitung kapabilitas proses dan level sigma perusahaan pada saat semua data telah
berada dalam keadaan stabil. Selanjutnya pada tahap analyze dibuat diagram tulang ikan
(fishbone), QA Matrik & Failure Tree Analysis (FTA) dimana dilakukan identifikasi dan
analisa terhadap akar penyebab kecacatan yang terjadi. Setelah diketahui akar penyebab
yang sebenarnya, maka pada tahap improve ditetapkan suatu rencana tindakan bagi
perusahaan. Pada tahap ini akan diberikan usulan-usulan perbaikan berdasarkan penyebab
kecacatan yang sebenarnya.
Dari pengolahan data yang dilakukan, didapatkan bahwa proses yang paling
dominan menyebabkan terjadinya kecacatan pada produk antenna switching module
adalah NG Electrical, tapi untuk melakukan perbaikannya akan sangat susah karena
penyebab kerusakan tersebut sangat komplek, sehingga diambil perbaikan NG urutan ke-
dua yaitu NG Sheet Cutting ~ Barrel sebesar 27.07%. NG Sheet Cutting ~ Barrel
diterjemahkan lagi ke dalam pareto diagram dimana di dalamnya yang paling dominan
adalah NG Layer, tetapi setelah NG Layer di terjemahkan lagi secara mendetail, maka di
dapatkan NG yang paling dominan adalah NG Warping (Lengkung) sbesar 24.4%, maka
untuk penelitian yang menjadi fokus penelitian adalah NG Warping (Lengkung). CTQ
pada proses layering item warping ada sebanyak 3 karakteristik , yaitu layer tebal, benar-
benar lengkung dan electrode tebal. Level sigma perusahaan adalah 4.1 sigma.
Dari identifikasi dan analisa yang dilakukan diketahui bahwa banyak hal yang
menyebabkan terjadinya kecacatan tersebut, baik dari factor manusia, metode lingkungan,
manusia, maupun mesin atau peralatan yang digunakan. Untuk itulah ditetapkan suatu
rencana perbaikan berdasarkan factor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecacatan
tersebut. Peningkatan kualitas akan tercapai jika semua factor penyebab tersebut
diperbaiki. Diberikan beberapa usulan yang dapat diterapkan pada perusahaan seperti
Standard Operating Procedure (SOP).
8. vii
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN
LEMBAR JUDUL……………………………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR….. iii
KATA PENGANTAR………………………………………… iv
ABSTRAK……………………………………………………. vi
DAFTAR ISI………………………………………………….. viii
DAFTAR TABEL…………………………………………….. xii
DAFTAR GAMBAR………………………………………….. xiii
I PENDAHULUAN…………………………………………….. 1
1.1. Latar Belakang……………………………………………. 1
1.2. Identifikasi ……………………………………………….. 2
1.3. Tujuan Penulisan.………………………………………... 3
1.4. Batasan Masalah…………………………………………... 4
1.5. Sistematika Penulisan……………………………………... 5
II LANDASAN TEORI…………………………………………... 7
2.1. Kualitas…………………………………………………….. 7
2.2. Sejarah Six Sigma………………………………………….. 10
2.3. Pengertian Six Sigma………………………………………. 11
2.4. Konsep Six Sigma Motorola……………………………….. 13
2.5. Perbedaan True Six Sigma dengan Motorola’s Six Sigma… 14
2.6. Mengapa Six Sigma………………………………………... 15
9. viii
2.7. Persepsi yang Keliru Mengenai Six Sigma………………… 18
2.8. Six Sigma dari Sudut Pandang Statistik……………………. 19
2.8.1. Pengertian Six Sigma…………………………….. 19
2.8.2. Ukuran-Ukuran Kemampuan Proses…………….. 19
2.8.3. Faktor Pergeseran Sigma dalam Six Sigma……… 20
2.9. Strategi Penerapan Six Sigma……………………………… 21
2.10. Tools dalam Six Sigma…………………………………… 22
2.10.1. Diagram Alir Proses…………………………….. 23
2.10.2. Diagram Input-Process-Output (IPO)…………… 24
2.10.3. Peta Kendali (Control Chart)……………………. 25
2.10.4. Kapabilitas Proses (Cp)………………………….. 35
2.10.5. Diagram Pareto…………………………………... 36
2.10.6. Diagram Sebab Akibat (fishbone)……………….. 37
2.10.7. Perhitungan Defect Per Million Opportunities…... 39
2.10.8. FTA (Failure Tree Analysis)……………………... 40
2.10.9. QA-Network……………………………………… 41
2.10.10. Strategi dalam Melakukan Eksperimen…………. 42
III. METODOLOGI PENELITIAN………………………………………. 44
3.1. Penelitian Pendahuluan……………………………………… 45
3.2. Identifikasi Masalah…………………………………………. 45
3.3. Studi Pustaka………………………………………………… 45
3.4. Tujuan Penelitian…………………………………………….. 46
3.5. Pengumpulan Data…………………………………………… 47
10. ix
3.6. Pengolahan Data & Analisa………………………………….. 47
3.7. Kesimpulan dan Saran……………………………………….. 49
IV. PENGUMPULAN DATA……………………………………………. 50
4.1 Data Umum Perusahaan………………………………………. 50
4.1.1. Sejarah Perusahaan dan Perkembangannya………... 50
4.1.2. Gambaran Umum Perusahaan……………………… 52
4.1.3. Struktur Organisasi Perusahaan……………………. 53
4.1.4. Produk-Produk yang Dihasilkan……………………. 53
4.1.5. Tata Letak Pabrik ………………………………….. 55
4.1.6. Proses Produksi Keseluruhan………………………. 55
V. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA…………………………….. 62
5.1. Tahap Definisi (Define)………………………………………. 62
5.1.1. Pembuatan Diagram Alir…………………………… 63
5.1.2. Pemilihan Proses…………………………………… 65
5.1.3. Pembuatan Diagram Input-Output…………………. 67
5.2. Tahap Pengukuran (Measure)……………………………….... 69
5.2.1. Mengidentifikasi Critical to Quality (CTQ)………... 70
5.2.2. Membuat Peta Kendali……………………………... 72
5.2.3. Menghitung Indeks Kapabilitas Proses…………….. 76
5.2.4. Menentukan Level Sigma Perusahaan……………... 77
5.3. Tahap Analisis (Analyze)…………………………………….. 79
5.3.1. Mengidentifikasi Sumber dan Akar Masalah………. 80
5.3.2. Pengujian Akar Penyebab Cacat Dominan…………. 84
11. x
5.4. Tahap Perbaikan (Improve)…………………………………. 95
5.4.1. Evaluasi Hasil Sebelum dan Sesudah Perbaikan….. 100
VI. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………. 104
6.1. Kesimpulan…………………………………………………... 104
6.2. Saran…………………………………………………………. 106
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….. 107
LAMPIRAN
Lampiran 1 (Bagan Struktur Organisasi Perusahaan)
Lampiran 2 (Produk-Produk yang Dihasilkan)
Lampiran 3 (Tata Letak Pabrik)
Lampiran 4 (Tabel Konversi Sigma)
12. xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbedaan True Six Sigma dengan Motorola’s Six Sigma…………….........15
Tabel 2.2. Pergeseran 1,5 sigma………………………………………………………...21
Tabel 2.3. Penyebab Khusus dan Penyebab Umum…………………………………….27
Tabel 2.4. Contoh Data Kesalahan Pengisian Formulir Baru…………………………...31
Tabel 2.5. Perhitungan Proporsi Cacat………………………………………………….32
Tabel 4.1. Data Kerusakan Clean Room Bulan Maret~Mei 2005………..……………..60
Tabel 4.2. Data Kerusakan Outer (Assembly) Bulan Maret~Mei 2005…………………61
Tabel 5.1. Data Kerusakan Outer (Assembly) Bulan Maret~Mei 2005…………………65
Tabel 5.2. Data Kerusakan Clean Room Bulan Maret~Mei 2005……………………….65
Tabel 5.3. Proporsi Cacat Warping pada Proses Sheet Cutting~Binder…………………73
Tabel 5.4. Rangkuman Wawancara dengan Supervisor Produksi……………………….81
Tabel 5.5. Rangkuman Wawancara dengan Engineering Staff………………………….81
Tabel 5.6. Rangkuman Wawancara dengan Engineering Staff………………………….82
Tabel 5.7. Rangkuman Wawancara dengan QC Staff…………………………………...82
Tabel 5.8. Hubungan Antara Analisa dengan NG Warping……………………………..96
13. xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Definisi Kualitas dari Berbagai Dimensi……………………………………8
Gambar 2.2. Distribusi Normal dengan USL dan LSL…………………………………..20
Gambar 2.3. Contoh Symbol dalam Diagram Alir………………………………………24
Gambar 2.4. Contoh Diagram IPO………………………………………………………24
Gambar 2.5. Tampilan Shortcut Stat Works……………………………………………..33
Gambar 2.6. Tampilan Work Sheet Stat Works…………………………………………34
Gambar 2.7. Tampilan Peta p……………………………………………………………35
Gambar 2.8. Contoh Failure Tree Analysis Diagram……………………………………41
Gambar 2.9. Tampilan Quality Assurance Network……………………………………..42
Gambar 3.1. Metodologi Penelitian (Lanjutan)………………………………………….44
Gambar 5.1. Diagram Alir Proses Produksi Antenna Switching Module……………….64
Gambar 5.2. Diagram Pareto Proses Produksi yang Bermasalah………………………..66
Gambar 5.3. Diagram Input Output Proses Sheet Cutting ~ Binder……………………..68
Gambar 5.4. Kondisi Multilayer NG Warping yang Sudah di Drop Test……………….71
Gambar 5.5. Kondisi NG Warping Sudah Electrical Test……………………………….71
Gambar 5.6. Kondisi NG Warping yang Sudah Melewati Twister Test………………...72
Gambar 5.7. Peta Kendali p (NG Warping proses sheet cutting~binder)………………..74
Gambar 5.8. Peta Kendali p Revisi Proses Sheet Cutting~Binder)……………………...75
Gambar 5.9 Distribusi Kerusakan Warping (proses sheet cutting~binder)……………...76
Gambar 5.10. Diagram Tulang Ikan Item NG Warping…………………………………83
Gambar 5.11. Penggunaan QA Matrix…………………………………………………..84
14. xiii
Gambar 5.12. FTA Diagram (Failure Tree analysis)…………………………………….85
Gambar 5.13. Scatter Diagram Hubungan ρt dan Warping……………………………..86
Gambar 5.14. Grafik Hubungan rt, Gap Press (tetap) dan Warping…………………….86
Gambar 5.15. Profil Temperatur Mesin Drying…………………………………………87
Gambar 5.16. Ide Perbaikan Mesin Drying……………………………………………...88
Gambar 5.17. Grafik Histogram Nilai Warping di Proses Main Press…………………..89
Gambar 5.18. Hasil Analisa Level Warping di Proses Via Printing……………………..90
Gambar 5.19. Gambar Pallet Lama dan Pallet Baru……………………………………..91
Gambar 5.20. Gambar Hasil Perbandingan Nilai Warping Pallet Lama dan Baru………91
Gambar 5.21. Penempatan Material di Dalam Mesin Binder……………………………92
Gambar 5.22. Cara Setting Jig Pengecekan NG Warping……………………………….93
Gambar 5.23. Hasil Pengujian Pengecekan Oleh Operator……………………………...93
Gambar 5.24. Format Analisa dengan MSA Anova Methode (R&R Test)……………...94
Gambar 5.25. Hasil MSA dan Anova Test………………………………………………95
Gambar 5.26. Diagram Pareto Proses Outer Sebelum dan Sesudah Perbaikan………...100
Gambar 5.27. Diagram Pareto Proses Clean Room Sebelum & Sesudah Perbaikan…..101
15. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Balakang Permasalahan
Belakangan ini sangat gencar muncul produk handphone berbasis teknologi
digital dengan berbagai merk, type , model dan features yang dimiliki. Hal ini tentu saja
harus didukung oleh perangkat komponen RF yang handal, serbaguna dan size yang kecil.
Proses teknologi LTCC ( Low Temperature Co-Fired Ceramic ) menjawab
tantangan tersebut diatas. Dengan teknologi LTCC tercipta RF yang serbaguna dengan
size yang kecil. LTCC adalah ceramic teknologi yang digunakan untuk membuat elemen
rangkaian pasif seperti inductor , capasitor dan resistor dalam satu modul. Sehingga
apabila diaplikasikan menjadi satu produk dapat menghemat biaya, tempat ( size kecil )
dan berat dari produk jadi tersebut. Proses produksi komponen dengan size yang kecil
tentunya memerlukan keandalan teknologi dan ketepatan dalam pengerjaannya. Dengan
tingkat kesulitan proses produksi yang tinggi mengharuskan pengendalian kualitas yang
bagus. Dari analisa FY 2004 ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengendalian
kualitas di PT. Panasonic Electronic Divices Indonesia.LTD
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian kualitas tersebut adalah :
1) Kurangnya pengawasan proses dan pengendalian mesin ( 30% dari total faktor ).
2) Kurangnya kepekaan dalam pendeteksian masalah ( 30% dari total faktor ).
3) Karena banyaknya order, maka prioritas utama adalah kwantitas produksi, sehingga
mengabaikan kualitas pada sebagian dari proses pemeriksaan akhir (Inspeksi).
16. 2
4) Isi dari beberapa instruksi operasi kerja kurang praktis sehingga kurang dimengerti
oleh operator.Standarisasi antar proses kurang dilakukan.
5) Para manajer masih kurang bisa menjelaskan bagaimana cara meyakinkan kepercayaan
pelanggan dalam hal mutu dan kapasitas produksi yang sanggup iberikan.
Dengan peningkatan kualitas menggunakan metode define- measure-analyze-
improve-control (DMAIC) pada proses produksi RF Antenna Switch Module (LTCC) di
PT. Panasonic Electronic Divices Indonesia.LTD dapat membantu meningkatkan kualitas
produk secara terus menerus demi kepuasan pelanggan dalam hal mutu.
1.2. Identifikasi
Dalam penulisan ini, penulis mengidentifikasikan masalah yang ada bahwa
banyak hal yang menyebabkan terjadinya terjadinya kecacatan tersebut, baik dari faktor
manusia, mesin, metode , material, lingkungan. Untuk itulah ditetapkan suatu rencana
perbaikan berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecacatan tersebut.
Peningkatan kualitas akan tercapai jika semua faktor penyebab tersebut diperbaiki.
Diberikan beberapa usulan yang dapat diterapkan pada perusahaan seperti Standard
Operating Procedure (SOP) .
17. 3
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah:
a) Mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang timbul sehubungan dengan
ketidakpuasan konsumen akan kecacatan yang timbul pada produk Antenna Switch
Module (LTCC)
b) Mengukur kestabilan dan kapabilitas dari proses yang telah dipilih sebagai proses
yang bermasalah
c) Mengidentifikasi dan menganalisa penyebab terjadinya cacat yang dominan pada
produk
d) Memberikan usulan perbaikan berdasarkan konsep Six Sigma di PT. Panasonic
Electronic Divices Indonesia.Ltd
1.4 Batasan Masalah.
18. 4
Pembatasan masalah dilakukan agar pembahasan masalah lebih terarah dan tidak
menyimpang dari tujuannya, disebabkan adanya keterbatasan biaya, waktu, tenaga dan
informasi. Pembatasan yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup hal-hal sebagai
berikut :
1. Produk yang diteliti adalah Antenna Switch Module (LTCC).
2. Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2005 sampai Agustus 2005
3. Penelitian tidak menggunakan data biaya dan data dari gudang secara lengkap
karena keterbatasan data dari perusahaan
4. Siklus DMAIC dilakukan hanya sampai tahap Improve.
1.5 Sistematika penulisan
19. 5
Guna mepermudah dalam pembuatan skripsi ini, pembahasan dalam skripsi ini
disusun sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN, pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang,
pokok permasalahan, tujuan penelitian, pembatasan masalah dan
sistematika penulisan
BAB II : LANDASAN TEORI; Bab ini berisi semua teori-teori yang relevan
dan mendukung pemecahan masalah yang sedang dibahas. Teori-teori
yang ada diambil dari buku-buku referensi sesuai yang tercantum
pada daftar pustaka.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN; bab ini berisi tentang kerangka
tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian serta penjelasannya dalam
melakukan pemecahan masalah yang dibahas sehingga penelitian
dapat dilakukan dengan lebih terarah
BAB IV : PENGUMPULAN DATA; bab ini berisi data-data yang telah
dikumpulkan dalam penelitian
BAB V PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA; bab ini berisi tentang
pengolahan data yang dilakukan sesuai dengan data yang telah
dikumpulkan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode atau tolls sesuai dengan metodologi six sigma.
Selain itu dipaparkan juga analisa terhadap hasil pengolahan data
yang telah dilakukan
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN; bab ini berisi tentang kesimpulan
20. 6
yang diperoleh dari analisa hasil pengolahan data pada bab
sebelumnya dan saran-saran yang mungkin bermanfaat bagi
perusahaan sehubungan dengan pembahasan yang dilakukan
21. 7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. KUALITAS
Menurut Deming, kualitas memiliki banyak kriteria dan kriteria ini akan terus-
menerus berubah. Hal ini menjadi semakin rumit dengan adanya banyak penilaian yang
berbeda terhadap berbagai kriteria tersebut. Oleh karena itu keinginan konsumen sangat
penting diukur secara terus-menerus. (David L. Goetsch dan Stanley Davis, “
Introduction of Total Quality”. 1994, hal 2)
Gasperz juga mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang memuaskan
pelanggan atau sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan.
Menurut The Six Sigma Breaktrough Strategy definisi tentang kualitas dapat
diperluas yaitu mencakup nilai ekonomi dan kegunaannya baik untuk perusahaan maupun
untuk konsumen. Kualitas adalah suatu keadaan dimana pemberian nilai disadari untuk
konsumen dan distributor dalam setiap aspek dari hubungan bisnis.
Agar suatu perusahaan dapat meningkatkan kualitasnya, ada 3 elemen penting
yang harus diperhatikan. Ketiga elemen tersebut adalah konsumen, proses, dan pekerjaan.
Kepuasan konsumen merupakan hal yang sangat penting. Banyak hal yang
mempengaruhi pandangan konsumen terhadap kualitas suatu produk. Konsumen sangat
mengharapkan penampilan yang baik, harga yang bersaing, service yang memuaskan,
transaksi yang tidak berbelit-belit, dan banyak hal lainnya disaat mereka membeli suatu
produk. Untuk mewujudkan harapan-harapan konsumen, maka proses yang dilakukan
untuk membuat produk tersebut harus diperhatikan dan ditingkatkan. Dan untuk
22. 8
mewujudkan semua itu, maka yang paling berperan adalah pekerja yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan atau memproduksi produk tersebut. Semua pekerja harus
bekerja keras, bersemangat dan berpengetahuan luas jika mengharapkan semuanya
sukses.
Kualitas dapat didefinisikan dalam berbagai sudut pandang atau dimensi.
Dimensi-dimensi dari kualitas tersebut dapat dilihat dari gambar dibawah ini.
Gambar 2.1 Definisi kualitas dari berbagai dimensi
Menurut Gregory b. Hutchins, kualitas dapat didefinisikan dengan berbagai cara, yaitu :
1. Penyesuaian terhadap spesifikasi dan standarad yang bisa diterapkan. Setiap
organisasi, baik profit, non profit, manufaktur, pelayanan, swasta atau publik
memiliki spesifikasi dan standard. Organisasi-organisasi mengingatkan spesifikasi
dan standard ini untuk memperbaiki deviasi-deviasi dari tingkat kinerja yang
23. 9
diharapkan. Biasanya dalam perusahaan manufaktur, yang menjadi standard
adalah datil spesifikasi batas-batas dimensi atau atribut fisik dari suatu
karakteristik kualitas dari suatu part. Sedangkan dalam perusahaan jasa, standard
ditentukan berdasarkan metode-metode atau pelayanan yang sudah biasa
dilakukan dan disetujui.
2. Kesesuaian untuk digunakan Joseph Juran menjelaskan kualitas sebagai
“kesesuaian untuk digunakan”. Ini merupakan definisi yang berdasarkan pasar
dan konsumen. Sebuah produk atau pelayanan sesuai untuk digunakan apabila
dapat memenuhi kebutuhan dan persyaratan konsumen.
3. Pemenuhan keinginan, kebutuhan dan harapan konsumen dengan biaya yang
kompetitif.
Kualitas suatu produk atau pelayanan adalah kemapuan produsen untuk
memenuhi kebutuhan konsumen dan pada saat yang sama masih tetap
menghasilkan profit. Definisi ini mempunyai orientasi baik untuk konsumen
maupun perusahaan. Selain untuk mendapatkan kepercayaan konsumen,
perusahaan juga dapat mendapatkan keuntungan.
Peningkatan kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen dan melalui
keduanya kita mengukur karakteristik kualitas dari produk ( barang dan atau jasa ),
kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang
diinginkan pelanggan serta mengambil tindakan peningkatan yang
tepat apabila ditemukan perbedaan antara kinerja aktual dan standar.
24. 10
2.2. SEJARAH SIX SIGMA
Cikal bakal munculnya Six Sigma di Motorola dimulai pada tahun 1979. Dalam
sebuah rapat manajemen, eksekutif Motorola pada saat itu, Art Sundry, mengatakan
bahwa “ The Reel Problem at Motorola is that our quality stink !“ atau dalam bahasa
Indonesia “ Masalah Motorola yang sebenarnya adalah buruknya kualitas!” ( Harry dan
Schoeder, 2000,h.9 ). Pada saat itu Motorola kalah bersaing dengan perusahaan-
perusahaan lain terutama dari jepang, yang dapat menghasilkan produk dengan kualitas
yang lebih baik tapi dengan harga yang lebih murah.
Sejak saat itu, para pakar di Motorola mulai memikirkan cara untuk
menghasilkan produk dengan kulaitas yang lebih tinggi tetapi dengan biaya yang rendah.
Hal inilah yang membawa Motorola pada Six Sigma, suatu inisiatif yang pada awalnya
berfokus pada perbaikan kualitas melalui pemakaian ukuran-ukuran yang eksak( exact
measurment ) untuk mengantisipsi masalah, bukan untuk bereaksi terhadap masalah.
Dengan kata lain Six Sigma mengharuskan perusahaan menjadi proaktif bukannya reaktif
terhadap masalah kualitas ( Harry dan Schroeder, 2000, h.10 ).
Puncak dari awal kesuksesan Motorola adalah dengan keluarnya produk
penyentara ( pager ) yang diberi nama “Bandit” yang dibuat dengan menerapkan Six
Sigma. Penyentara ini memiliki waktu siklus yang sangat singkat, sangat handal ( reliable
) dan mempunyai rata-rata umur pakai yang diperkirakan sampai 150 tahun. Selain itu,
karena prosesnya sudah didesain untuk memproduksi produk secara hampir tanpa cacat (
Virtually defect free ), Motorola tidak melakukan pengujian terhadap produk penyeranta
25. 11
ini. Akan lebih ekonomis untuk mengganti produk yang gagal, namun ini hampir tidak
terjadi sama sekali, dibandingkan untuk menghabiskan waktu dan uang untuk melakukan
pengujian pada masing-masing produk ini. Setelah 4 tahun menerapkan Six Sigma,
penghematan yang diterima perusahaan mencapai $ 2,2 juta. Untuk kesuksesannya
menerapkan Six Sigma, Motorola mendapatkan Malcolm Baldridge National Quality
Award pada tahun 1998 ( Bergman dan Klefsjo, 1994 ). Pada tahun 1993, kebanyakan
proses yang ada di Motorola sudah mencapai tingkat hampir 6 sigma.
2. 3. PENGERTIAN SIX SIGMA
Ada banyak pengertian mengenai SixSigma. Six Sigma diartikan sebagai metode
berteknologi canggih yang digunakan oleh para insinyur dan statistikawan dalam
memperbaiki/ mengembangkan proses atau produk. Six Sigma diartikan demikian karena
kunci utama perbaikan Six Sigma menggunakan metode-metode statistik, meskipun tidak
secara keseluruhan membicarakan tentang statistik.
Pengertian Six Sigma yang lain adalah “tujuan yang mendekati kesempurnaan
dalam mencapai kebutuhan pelanggan”. Ada juga yang mengartikan Six Sigma sebagai
usaha mengubah budaya perusahaan untuk mencapai kepuasaan pelanggan, keuntungan
dan persaingan yang jauh lebih baik. Kunci utama pengertian di atas adalah pengukuran,
tujuan atau perubahan budaya perusahaan.
Definisi secara lengkap dan lebih jelas Six Sigma adalah suatu system yang
komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, memberi dukungan dan memaksimalkan
proses usaha, yang berfokus pada pemahaman akan kebutuhan pelanggan dengan
26. 12
menggunakan fakta, data dan analisis statistik serta terus-menerus memperhatikan
pengaturan, perbaikan dan mengkaji ulang proses usaha (Miranda dan Amin, 2002,h.1).
Six Sigma adalah sebuah proses bisnis yang membuat perusahaan dapat
meningkatkan keuntungan mereka dalam jumlah besar dengan cara merancang dan
mengawasi kegiatan bisnis setiap harinya dalam rangka mengurangi cacat dan sumber
daya yang digunakan sambil meningkatkan kepuasan konsumen.
Six Sigma adalah suatu target yang ditujukan untuk penerapan pada karakteristik
yang kritis terhadap kualitas, bukan terhadap produk secara keseluruhan. Jika sebuah
automobil yang digambarkan sebagai “Six Sigma”, hal ini tidak berarti hanya 3, 4
automobil yang rusak dari 1 juta automobil. Six Sigma berarti dengan sebuah automobil,
rata-rata kesempatan untuk terjadinya cacat atas karakteristik yang kritis terhadap kualitas
adalah hanya 3, 4 cacat per satu juta kesempatan.dapat dinyatakan bahwa Six Sigma
adalah rata-rata kesempatan terjadinya cacat pada sebuah produk bukan produknya
(Harry dan Schroeder, 2000,h.13).
Menurut Prof. Dr. Vincent Gasperz, Six Sigma adalah :
• Upaya mengejar keunggulan dalam kepuasan pelanggan melalui peningkatan kualitas
terus-menerus.
• Sasaran kualitas dramatik yang memiliki kapabilitas produk dan proses 3, 4 DPMO
(Defect Per Million Opportunities) atau 99,99966 persen bebas cacat.
• Ukuran yang mengindikasikan bagaimana baiknya suatu proses produksi industri
(semakin banyak sigma, semakin baik : 6 sigma lebih baik dari 3 sigma, dst).
• Strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar
biasa ditingkat bawah (Bottom Line) melalui proyek-proyek Six Sigma.
27. 13
• Suatu pendekatan menuju tingkat kegagalan nol (zero defects oriented)
• Pengendalian proses berfokus pada kapabilitas industri
Keuntungan dari penerapan Six Sigma ini berbeda untuk tiap perusahaan yang
bersangkutan, tergantung pada usaha yang dijalankannya, biasanya ada perbaikan pada
hal-hal berikut :
• Pengurangan biaya
• Perbaikan produktivitas
• Pertumbuhan pangsa pasar
• Pengurangan waktu siklus
• Retensi pelanggan
• Pengurangan cacat
• Perubahan budaya kerja
• Pengembangan produk/jasa
Six Sigma sama halnya dengan “Prinsip-prinsip dari tools kualitas yang diajarkan
oleh W.Edwards Deming dan Joseph Juran. Perusahaan GE dan Motorola menerapkan
“kualitas” ini dan “Six Sigma” secara bersamaan.
2.4. KONSEP SIX SIGMA MOTOROLA
Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka akan menerima nilai
sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk (barang dan/atau jasa) diproses
28. 14
pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3, 4 kegagalan per
sejuta kesempatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang
diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six Sigma dapat
dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses
transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target
Six Sigma yang dicapai, kinerja system industri akan semakin baik. Six Sigma dapat
dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan melalui
penekanan pada kemampuan proses (process capability).
Program peningkatan kualitas Six Sigma berorientasi pada peningkatan
kemampuan proses menuju tingkat kegagalan nol atau menuju nilai spesifikasi target
kualitas (T) yang diinginkan oleh pelanggan.
2.5. PERBEDAAN TRUE SIX SIGMA DENGAN MOTOROLA’S SIX SIGMA
Perlu dicatat sejak awal bahwa konsep Six Sigma Motorola dengan pergeseran
nilai rata-rata (mean) dari proses yang diijinkan sebesar 1,5 sigma (1.5 x standar deviasi
maksimum) adalah berbeda dari konsep Six Sigma dalam distribusi normal yang umum
dipahami selama ini yang tidak mengijinkan pergeseran dan nilai rata-rata (mean) dalam
proses. Perbedaan ini dapat dilihat pada table di bawah ini.
29. 15
Tabel 2.1. Perbedaan True six sigma dengan Motorola’s six sigma
True 6-Sigma Process Motorola's 6-Sigma process
(Normal Distribution Centered) (Normal Distribution Shifted 1.5-sigma)
Batas
spesifikasi
(LSL-USL)
Persentase yang
memenuhi spesifikai
(LSL-USL)
DPMO
(Kegagalan/cacat
persejuta
kesempatan)
Batas
spesifikasi
(LSL-USL)
Persentase yang
memenuhi spesifikai
(LSL-USL)
DPMO
(Kegagalan/cacat
persejuta
kesempatan)
+ 1-sigma 68.27% 317.300 + 1-sigma 30.8538% 691.462
+ 2-sigma 95.45% 45.500 + 2-sigma 69.1462% 308.538
+ 3-sigma 99.73% 2.700 + 3-sigma 93.3193% 66.807
+ 4-sigma 99.9937% 63 + 4-sigma 99.3790% 6.21
+ 5-sigma 99.999943% 0.57 + 5-sigma 99.9767% 233
+ 6-sigma 99.9999998% 0.002 + 6-sigma 99.99966% 3.4
Pendekatan pengendalian proses six sigma Motorola mengijinkan adanya
pergeseran nilai rata-rata(mean) setiap CTQ individual dari proses industri terhadap nilai
spesifikasi target (T) sebesar + 1,5 sigma, sehingga akan menghasilkan 3,4 DPMO
(defect per million opportunities).
Apabila konsep six sigma diterapkan dalam bidang manufacturing, salah satu
aspek yang harus diperhatikan adalah mengidentifikasi karakteristik produk yang akan
memuaskan pelanggan (sesuai kebutuhan dan akspektasi pelanggan).
2.6. MENGAPA SIX SIGMA
30. 16
Perbedaan antara pendekatan terhadap total kualitas yang ada sebelumnya dengan
konsep Six Sigma adalah masalah focus/perhatian. Manajemen kualitas total (total
quality management) berfokus pada peningkatan kegiatan individual dengan proses yang
tidak berhubungan. Konsekuensinya adalah bahwa dengan banyaknya program kualitas,
tanpa memperhatikan banyak hal yang diliputi, memerlukan waktu bertahun-tahun
sebelum seluruh kegiatan dari proses yang diberikan ditingkatkan.
Apa yang membuat suatu perusahaan menerapkan six sigma? Tujuan dari six
sigma adalah bukan untuk mencapai tingkat enam sigma dari kualitas. Six sigma
sebenarnya adalah peningkatan keuntungan, walaupun peningkatan kualitas dan efesiensi
juga merupakan produk dari six sigma. Suatu perusahaan yang telah dapat menerapkan
six sigma dalam perusahaannya tentu akan dapat merasakan peningkatan keuntungan
dalam usahanya.
Harapan untuk meningkatkan keuntungan bagi perusahaan, tentu saja harus
dimulai dari kualitas yang dihasilkan. Perusahaan akan berhasil menerapkan six sigma
jika perusahaan dapat memenuhi harapan konsumen akan produk yang dihasilkan.
Dengan adanya peningkatan kualitas maka kepuasan pelanggan juga akan dapat
ditingkatkan sehingga keuntungan pun dapat ditingkatkan pula.
Six sigma adalah sesuatu yang bersifat jangka panjang, inisiatif berpikir yang
lebih maju untuk merubah cara-cara yang dilakukan perusahaan dalam bisnis. Hal ini
pertama kali dirancang dan ditujukan untuk meningkatkan keuntungan.
Perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan Six sigma :
• General Electric
31. 17
“Six Sigma mengubah GE selamanya dan segala hal mulai dari pengikut setia Six
Sigma yakni Black Belt, teknisi, auditor, ilmuwan sampai pemimpin senior yang akan
membawa perusahaan ke milenium baru yang mempercayai Six sigma sebagai
pendekatan perusahaan untuk beroperasi.” (GE Chairman John. F. Welch).
• Motorola
Pemimpin bidang elektronik yang berhasil dari exist adalah Motorola ayang terkait
dengan penerapan Six Sigma. Motorola merupakan perusahaan yang menemukan
konsep yang telah diterapkan pada keseluruhan system manajemen ini. GE
menggunakan Six Sigma untuk memperkuat kemajuan perusahaan yang telah ada,
tapi bagi Motorola, Six Sigma digunakan untuk menjawab pertanyaan: “Bagaimana
agar kita bertahan dalam bidang usaha?”
Baru 2 tahun menjalankan Six Sigma, Motorola mendapatkan penghargaan Malcolm
Baldridge National Quality Award. Tenaga kerja meningkat dari 71.000 karyawan
menjadi 130.000 karyawan sampai saat sekarang.
• Allied Signal / Honeywell
Allied Signal nama barunya “Honeywell” mengawali keberhasilan Six Sigma dengan
menghubungi Motorola dan GE. CEO Larry Bossidy-Executive GE mengawali Six
Sigma tahun 1991 di Allied yang menyakinkan Jack Welch bahwa Six Sigma adalah
pendekatan yang patut dipertimbangkan. Welch pada saat itu merupakan salah satu
manajer puncak yang tidak tertarik dengan TQM (sekitar tahun 1980-1990). Allied
memulai aktivitas perbaikan kualitasnya sekitar awal tahun 1990 dan tahun 1999
telah menghemat biaya lebih dari $ 600 juta pertahun. Pemimpin Allied memandang
32. 18
Six Sigma tidak hanya sekedar angka-angka tetapi merupakan pernyataan tujuan
untuk mengejar standard keberhasilan.
2. 7. PERSEPSI YANG KELIRU MENGENAI SIX SIGMA
Terhadap beberapa persepsi yang keliru mengenai Six Sigma, antara lain :
• Six Sigma bukan ramuan ajaib, Six Sigma bukan sebuah program perbaikan yang
cepat, Proses tidak akan improve secara ajaib dalam satu malam. Sebuah
pendekatan yang sistematis digunakan untuk memperbaiki proses secara terus-
menerus, dari waktu ke waktu.
• Six Sigma bukan perbaikan untuk proses manufacturing saja. Memang pada
awalnya Six Sigma didesain untuk memperbaiki proses manufacturing, tapi saat
ini Six Sigma sudah terbukti dapat diterapkan di semua proses dalam organisasi.
• Tidak membutuhkan satu juta untuk menghitung sigma, perhitungan sigma
memang membandingkan defect yang terjadi dengan per satu juta unit per
opportunities. Tetapi perhitungan itu sendiri dapat dilakukan dengan minimal 50
data.
• Six Sigma bukan sebuah standar yang harus dipenuhi. Standar cenderung
merangsang respons yang reaktif. Tidak akan ada action yang dilakukan sampai
performance proses turun hingga di bawah standar minimum.
33. 19
• Six Sigma bukan gossip tetapi merupakan sebuah visi untuk memperbaiki cara
kita melakukan bisnis dalam jangka panjang, bukan seperti gossip hari ini dan
hilang besok.
• Six Sigma bukan sesuatu yang sulit. Orang tidak perlu ahli di bidang statistic
untuk mengerti dan menerapkan konsep Six Sigma, karena fokusnya adalah
bagaimana mengurangi defect, sebuah subyek yang familiar bagi semua orang.
• Six Sigma bukan sesuatu yang baru. Karena konsep Six Sigma sudah ada sejak
lebih dari satu decade yang lalu.
• Six Sigma bukan sebuah program zero defect. Six Sigma berjuang untuk
mengurangi defect sebanyak mungkin, tapi dalam beberapa kasus tidak terdapat
cukup sumber daya atau waktu untuk menghilangkan semua defect.
2.8. SIX SIGMA DARI SUDUT PANDANG STATISTIK
2.8.1. Pengertian Six Sigma
Kata Sigma, σ merupakan sebuah huruf dalam bahasa Yunani yang digunakan
oleh statistic untuk mengukur standar deviasi atau variabilitas dalam suatu proses (Levin
dan Rubin, 1998). Tujuan mendasar dari Six Sigma adalah menjaga jarak antara rata-rata
proses dengan batas spesifikasi terdekat sebesar minimal 6σ sedangkan sebagian besar
perusahaan di dunia pada umumnya sekarang perusahaan beroperasi pada tingkat 3-4
sigma.
2.8.2. Ukuran-Ukuran Kemampuan Proses
Gambar 2.2 menunjukkan suatu distribusi normal dari sebuah produk beserta
batas bawah dan atas. Semua produk yang berada dalam batas spesifikasi diklarifikasikan
34. 20
sebagai “acceptable” sedangkan produk yang berada diluar spesifikasi disebut sebagai
“defect”. Ukuran untuk menentukan apakah prosesnya dikategorikan baik atau tidak
adalah defect per million (DPM) atau defect per million opportunities (DPMO), Cp dan
Cpk.
Gambar 2.2. Distribusi Normal dengan USL dan LSL
Ukuran yang pertama yaitu DPM merupakan wilayah yang berada di luar batas
spesifikasi. Contohnya bila 3,5% dari area berada di luar batas spesifikasi, maka berarti
akan terjadi 35000 DPM. Nilai DPMO didapat dengan membagi DPM dengan jumlah
karakter yang critical to quality (CTQ). Jumlah karakter CTQ adalah sama dengan
jumlah cacat (defect) yang mungkin terjadi untuk satu produk.
Definisi Sig Sigma secara statistic menurut Schmidt et al (1999) adalah Cp = 2,
Cpk = 1.5 dan DPMO = 3.4
2.8.3. Faktor Pergeseran Sigma dalam Six Sigma
Dengan mengimbangi distribusi normal sebesar 1.5 sigma pada setiap sisinya,
penyesuaian ini dilakukan untuk menghitung apa saja yang terjadi pada setiap proses
35. 21
setelah melalui banyak siklus dalam manufacturing. Apa yang diketahui adalah sangat
jarang sesuatu terjadi tepat sama seperti intinya. Sebagai contoh adalah dalam garasi,
tidak mungkin kita membuat garasi sama luasnya dengan mobil tetapi perlu toleransi.
Sangat jarang dalam memasukkan mobil kita dapat tepat memposisikan titik tengah
garasi. Demikian juga dalam toleransi 1.5 sigma, hal ini dibuat untuk mengatasi error
atau kesalahan yang diharapkan.
Menggunakan 1.5 sigma sebagai standar deviasi memberikan kita keuntungan
besar dalam meningkatkan kualitas tidak hanya pada proses industri dan perancangan
tetapi juga dalam proses perdagangan. Tabel di bawah ini menunjukkan apa arti dari
pergeseran sigma dalam hal jumlah yang tak sesuai atau cacat per sejuta kesempatan.
Tabel 2.2. Pergeseran 1,5 sigma
SIGMA (σ) QUALITY LEVELS BEFORE AND AFTER A SHIFT IN THE
AVERAGE
SIGMA (σ) LEVELS
DEFECT PER MILLION OPPORTUNITIES
WITHOUT SHIFT WITH SHIFT
1 317400 697700
2 45400 308537
3 2700 66807
4 63 6210
5 0,57 233
6 0,002 3,4
To compensate for the inevitable consequences associated with process centering
errors, the distribution mean is offset by 1.5 standard deviations. This adjustments
provides a more realistic idea of what the process capability will be over repeated
cycles
(Sumber : Harry dan Schroeder, 2000, h.145)
2.9. STRATEGI PENERAPAN SIX SIGMA
Strategi penerapan Six Sigma yang diciptakan oleh DR. Mikel Harry dan Richard
Schroeder disebut sebagai The Six Sigma Breakthrough Strategy. Strategi ini merupakan
36. 22
metode sistematis yang menggunakan pengumpulan data dan analisis statistik untuk
menentukan sumber-sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya (Harry dan
Schroeder, 2000, h.23).
Ada delapan tahap atau langkah dasar dalam menerapkan strategi Six Sigma ini,
yaitu Identifikasi (recognize), Definisi (Define), Pengukuran (Measure), Analisis
(Analyze), Perbaikan (Improve), Kontrol (control) dan Standard (Standardize) dan
Integrasi (Integrated). (Harry dan Schroeder, 2000, h.112). Yang menjadi inti dari
strategi ini adalah tahap Pengukuran-Analisis-Perbaikan-Kontrol. Namun
seringkalidalam proyek-proyek Six Sigma tahap Definisi dimasukkan dalam inti strategi
Six Sigma sehingga tahapannya menjadi Definisi-Pengukuran-Perbaikan-Kontrol atau
dalam bahasa Inggris disebut Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC).
Tahapan ini merupakan tahapan yang berulang atau membentuk siklus peningkatan
kualitas dengan Six Sigma.
Penjelasan singkat dari masing-masing tahap:
Define merupakan tahap pendefinisian dan pemetaan proses serta menentukan input
dan output dari prose.
Measure merupakan tahap pengukuran kapabilitas proses untuk menentukan langkah
perbaikan yang akan dilakukan.
Analyze merupakan tahap menganalisa dan menentukan penyebab dari kecacatan.
Improve merupakan tahap untuk meningkatkan proses dengan mengurangi
kecacatan.
Control merupakan tahap pengendalian variabel proses yang berubah-ubah.
37. 23
2.10. TOOLS DALAM SIX SIGMA
Tool yang digunakan dalam program peningkatan kualitas Six Sigma pada
dasarnya merupakan gabungan dari berbagai tool yang sudah dikenal sejak lama terutama
Statistical Process Control (SPC). Berapa tool yang digunakan dalam Six Sigma
dijelaskan sebagai berikut :
2.10.1. Diagram Alir Proses
Diagram alir proses merupakan suatu representasi visual dari semua langkah-
langkah utama dalam sebuah proses (Schmidt et al, 1999).
Pembuatan diagram alir seringkali merupakan salah satu langkah pertama yang
dilakukan dalam usaha meningkatkan proses, karena keuntungan berikut :
Memberikan penjelasan yang baik dari proses.
Membantu mengetahui operasi yang tidak berguna (non value added)
Membantu memperlancar kerja sama dan komunikasi.
Mempertahankan semua orang pada pandangan yang sama.
Diagram alir dipergunakan untuk :
※ Membantu semua orang yang bersangkutan untuk memahami proses dengan lebih
baik dan jelas.
※ Membantu untuk mengidentifikasi area kritis atau bermasalah serta perbaikan yang
dapat dilakukan.
※ Memberikan persepsi yang sama mengenai proses kepada semua orang yang
bersangkutan.
38. 24
Dalam membuat diagram alir, yang harus diingat adalah mulailah dengan membuat aliran
kegiatan-kegiatan utama, kemudian buatlah aliran yang mendetail dari kegiatan-kegiatan
utama, kemudian buatlah aliran yang mendetail dari kegiatan-kegiatan utama tersebut.
Mulai / Stop
Keputusan
Kegiatan atau proses
Penghubung ke
Gambar 2.3. Contoh symbol dalam diagram alir
2.10.2. Diagram Input-Process-Output (IPO)
Diagram IPO merupakan suatu representasi visual dari sebuah proses atau
kegiatan. Diagram ini memuat semua daftar karakteristik input dan output. Menurut
Schmidt diagram ini sangat bermanfaat dalam menjelaskan suatu proses dan mengenali
hubungan antara variable input dan respons.
39. 25
Gambar 2.4. Contoh diagram IPO
Dalam membuat suatu diagram IPO, pertama-tama pilih suatu proses. Lalu,
tentukan outputnya. Output ini biasanya disebut sebagai karakteristik kualitas suatu
proses. Biasanya output tersebut didefinisikan dari sudut pandang konsumen. Pertanyaan-
pertanyaan seperti “Karakteristik apa yang dapat membuat proses ini berharga bagi
konsumen?” atau “Hasil apa yang akan menentukan bahwa proses ini baik atau buruk
dari sisi konsumen?” dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan output yang
diharapkan.
Setelah memasukkan factor-faktor yang diinginkan dari proses (output) baru
dapat ditentukan faktor input-nya. Biasanya jumlah faktor input lebih banyak dari output
(Schmidt et al, 1999).
2.10.3. Peta Kendali (Control Chart)
Peta control pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari
Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk
40. 26
menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh
penyebab khusus (special-cause variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab
umum (common-cause variation). Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi,
namun manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara menghilangkan
variasi penyebab khusus dari prose situ, sehingga variasi yang melekat pada proses hanya
disebabkan oleh variasi penyebab umum. Gasperz (1998) menjelaskan lebih lanjut
tentang kedua jenis variasi tersebut sebagai berikut :
Variasi penyebab-khusus (special-cause variation)
Adalah kejadian-kejadian di luar system yang mempengaruhi variasi dalam system.
Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor : manusia, peralatan, material,
lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola non acak
(non random patterns) sehingga dapat diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak
selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses
sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistical
menggunakan peta-peta kendali atau kontrol (control charts), jenis ini sering ditandai
dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas
pengendalian yang didefinisikan (defined control limits).
Variasi penyebab-umum (common-cause variation)
Adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang
menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem atau yang melekat pada proses yang
menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum
sering disebut juga sebagai penyebab acak (random cause) atau penyebab sistem
41. 27
(system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk
menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya
pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak manajemenlah yang
mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistical dengan
menggunakan peta-peta kendali atau control (control chart), jenis variasi ini sering
ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian
yang didefinisikan (defined control limits).
Dale, B.G. (1994) menjelaskan beberapa hal yang termasuk dalam penyebab
khusus dan penyebab umum dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 2.3. Penyebab Khusus dan Penyebab Umum
Special Causes Common Causes
Change in raw material
Change in machine setting
Broken tool or die or pattern
Failure to clean equipment
Equipment malfunction
Keying in incorrect data
Badly maintained machines
Poor lighting
Poor workstation layout
Poor instruction
Poor Supervision
Materials and equipment not suited
to the requerements
Sedangkan Ernet (1997) mendefinisikan penyebab khusus sebagai kesalahan yang
bersifat lokal dimana biasanya dapat diperbaiki pada proses oleh operator dan atau
supervisor dan merupakan 15% dari masalah. Sedangkan penyebab umum didefinisikan
sebagai kesalahan sistem yang membutuhkan perhatian dan campur tangan pihak
42. 28
manajemen (operator tidak berdaya dalam menyelesaikan penyebab umum) dan
merupakan 85% dari masalah.
Pada dasarnya peta-peta control dipergunakan untuk :
Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistical? Dengan
demikian peta-peta control digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali
secara statistical, dimana semua nilai rata-rata dan range dari sub-sub kelompok
(subgroups) contoh berada dalam batas-batas pengendalian (control limits), oleh
karena itu variasi penyebab khusus menjadi tidak ada lagi dalam proses.
Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara
statistical dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses berada dalam
pengendalian statistical, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan.
Pada dasarnya setiap peta control memiliki :
① Garis tengah (central line), yang biasa dinotasikan sebagai CL
② Sepasang batas control (control limits), dimana satu batas control ditempatkan di atas
garis tengah yang dikenal sebagai batas control atas (upper control limits), biasa
dinotasikan sebagai UCL, dan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang
dikenal sebagai batas control bawah (lower control limit), biasa dinotasikan sebagai
LCL.
③ Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses.
Jika semua nilai-nilai yang ditebarkan (diplot) pada peta itu berada di dalam batas-
batas control tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses yang
43. 29
berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan terkontrol atau terkendali secara
statistikal, atau dikatakan berada dalam pengendalian statistical. Namun, jika nilai-
nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh atau berada di luar batas-batas control atau
memperlihatkan kecenderungan tertentu atau memiliki bentuk yang aneh, maka
proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan di luar control
(tidak terkontrol) atau tidak berada dalam pengembangan statistical sehingga perlu
diambil tindakan korektif untuk memperbaiki proses yang ada.
2.10.3.1. Jenis-Jenis Peta Kendali
Pengelompokan jenis-jenis peta kendali tergantung pada tipe datanya. Gaspersz
(1998,h.43) menjelaskan bahwa dalam konteks pengendalian proses statistical dikenal
dua jenis data :
※ Data Variabel (variables data), merupakan data kuantitatif yang diukur untuk
keperluan analisis. Contoh dari data variable karakteristik kualitas adalah : diameter
pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, dll. Ukuran-ukuran
berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data variabel
※ Data Atribut (Atributes Data), merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk
pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah :
ketiada-an label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi, banyaknya
jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dll.
Data atribut biasanya diperoleh dalm bentuk unit-unit nonconforms atau
ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.
44. 30
Berdasakan kedua tipe data tersebut, maka jenis-jenis peta kendali terbagi atas
peta kendali untuk data variabel dan peta kendali untuk data atribut. Beberapa peta
kendali yang termasuk dalam peta kendali untuk data variabel adalah peta kendali X dan
R, serta peta kendali X dan MR. Sedangkan peta kendali yang termasuk dalam peta
kendali untuk atribut adalah peta kendali p, peta kendali np, peta kendali c, dan peta
kendali u.
2.10.3.1.1. Peta Kendali Atribut
Peta –peta control untuk data atribut adalah peta p, np, c dan u. Pada umumnya
data atribut hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan ya atau tidak, seperti : sesuai
atau tidak sesuai, berhasil atau gagal, lulus atau tidak lulus, hadir atau tidak hadir, bagus
atau jelek, terlambat atau tidak terlambat, dll. Data ini dapat dihitung untuk keperluan
pencatatan dan analisis.
Peta Kendali P
Peta kendali p digunakan untuk mengendalikan proporsi ketidaksesuaian
(penyimpangan atau sering disebut cacat) dari item-item dalam kelompok yang sedang
diinspeksi. Dengan demikian peta kontrol p digunakan untuk mengendalikan proporsi
dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk
cacat yang dihasilkan dalam suatu proses.
Adapun langkah-langkah pembuatan peta kendali p (proporsi unit yang cacat)
adalah sebagai berikut :
① Tentukan ukuran contoh atau subgroup yang cukup besar (n>30)
45. 31
② Kumpulkan banyaknya subgroup (k), yaitu 20-25 subgrup.
③ Hitung untuk setiap subgroup nilai proporsi unit yang cacat, yaitu :
④ Hitung rata-rata dari p, yaitu p-bar atau dapat dihitung melalui rumus :
⑤ Hitung batas kendali untuk peta kendali p:
⑥ Plot data proporsi (presentase) unit cacat dan amati apakah data itu berada dalam
pengendalian atau tidak berada dalam pengendalian.
Penggunaan JUSE-Package Software (JUSE-StatWorks/V3.0) :
Contoh kasus :
PT.ABC bermaksud untuk memantau banyaknya kesalahan yang dibuat ketika
melakukan proses pengisian formulir baru untuk suatu keperluan administratif yang baru
diperkenalkan. Ukuran contoh ditetapkan sebesar 50 (n=50) dengan jalan memeriksa 50
formulir yang diisi setiap hari, kemudian dicatat banyaknya g formulir isian yang tidak
memenuhi persyaratan yang diinginkan. Pengamatan dilakukan selama 20 hari.
p =
Jumlah unit cacat
Ukuran subgrup
p =
Total Cacat
Ukuran subgrup
UCL = p + 3
√p(1- )p
n
LCL = p - 3
√p(1- )p
n
47. 33
JUSE-Package Software (JUSE-StatWorks/V3.0) bisa diaplikasikan untuk komputer
yang berbasis Windows Xp/Me/2000/95/98/NT4.0, Software ini bisa didownload secara
gratis di website Institute of JUSE dengan alamat http://www.i-
juse.co.jp/statistics/product_e/
Langkah memasukkan data :
☛ Pilih shortcut StatWorks pada menu desktop
Gambar 2.5 Tampilan shortcut StatWorks
☛ Setelah keluar worksheet, masukkan data yang akan dibuat, pilih menu methods, tekan
QC seven tools, pilih control chart, kemudian klik pn chart.
CL = = 0.202p
UCL = p + 3
√p(1- )p
n
= 0.202 + 3
√0.202( 1- 0.202 )
50
= 0.372
LCL = p - 3
√p(1- )p
n
= 0.202 - 3
√0.202( 1- 0.202 )
50
= 0.032
49. 35
Gambar 2.7. Tampilan Peta p
Bila pengamatan dilakukan dengan ukuran contoh yang tidak selalu sama karena
berbagai alasan tertentu, maka pembuatan peta p masih mengikuti langkah-langkah
seperti yang telah dikemukakan, kecuali mengalami sedikit modifikasi. Modifikasi
tersebut adalah dalam hal perhitungan UCL dan LCL yang harus dihitung untuk masing-
masing sample karena n yang berbeda-beda.
2.10.4. Kapabilitas Proses (Cp)
Kapabilitas adalah kemampuan dari proses dalam menghasilkan produk yang
memenuhi spesifikasi. Jika proses memiliki kapabilitas baik, prose situ akan
menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi (diantara batas bawah
dan batas atas spesifikasi). Sebaliknya, apabila proses memiliki kapabilitas yang jelek,
pn = Proportion Nonconforming
Control Chart : PROSES
50. 36
proses itu akan menghasilkan banyak produk yang berada di luar batas spesifikasi,
sehingga menimbulkan kerugian karena banyak produk yang akan ditolak.
Jika indeks kapabilitas proses lebih besar atau sama dengan satu, hal itu
menunjukkan bahwa proses memiliki kapabilitas yang baik, yang berarti bahwa proses
mampu menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi. Sebaliknya, jika
indeks nilai kapabilitas proses lebih kecil dari pada satu, hal itu menunjukkan bahwa
proses memiliki kapabilitas yang jelek, berarti proses tidak mampu menghasilkan produk
yang sesuai dengan batas-batas spesifikasi. (Gasperz,1998,h,79)
Dalam mendiskusikan kapabilitas proses perlu dipertimbangkan dua konsep yang
berbeda sebagai berikut :
✍ Kapabilitas proses ditentukan oleh variasi yang bersumber dari variasi penyebab.
Secara umum kapabilitas proses menggambarkan performansi terbaik (misalnya
renge minimum) dari prose situ sendiri. Dengan demikian kapabilitas proses
berkaitan dengan variasi proses tanpa memperdulikan dimana spesifikasi
(didefinisikan sebagai kebutuhan pelanggan) itu berada berkaitan dengan lokasi
dan/atau range dari proses.
✍ Pelanggan (Internal atau Eksternal ) biasanya lebih memperhatikan output secara
keseluruhan dari proses dan bagaimana output itu memenuhi kebutuhsn mereka
(diidentifikasi sebagai spesifikasi) tanpa mempedulikan variasi dari proses.
2.10.5. Diagram Pareto
Diagram Pareto adalah diagram batang yang disusun secara menurun atau dari
besar ke kecil (descending). Biasanya digunakan untuk melihat atau mengidentifikasi
51. 37
masalah, tipe, cacat, atau penyebab yang paling dominan sehingga kita dapat
memprioritaskan penyelesaian masalah. Oleh karena itu, sebelum membuat diagram
pareto, perlu diketahui terlebih dahulu lembar periksanya.
Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan
urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik
batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya
sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang
terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
Pada dasarnya diagram pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk :
✡ Menentukan frekuensi relative dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada
✡ Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan rangking
terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu dalam bentuk
yang signifikan.
Langkah-langkah dalam pembuatan diagram pareto adalah :
1. Tentukan metode klasifikasi data untuk sumbu horizontal : tipe cacat, sebab,
masalah,dll
2. Putuskan mana yang terbaik untuk sumbu vertikal : dalam frekuensi atau dalam
jumlah mata uang (rupiah atau dollar)
3. Kumpulkan data untuk interval waktu yang sesuai
4. Ringkasan data dan rangkingan dari yang terbesar ke terkecil
5. Buat diagram dan tentukan beberapa hal penting yang perlu diprioritaskan
52. 38
2.10.6. Diagram Sebab Akibat (fishbone)
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara
sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab akibat
dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik
kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab akibat
ini sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone) karena bentuknya seperti
kerangka ikan, atau diagram ishikawa (ishikawa’s diagram) karena pertama kali
diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1953.
Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-
kebutuhan berikut :
❆ Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah
❆ Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah
❆ Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut
Langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab akibat dikemukakan sebagai
berikut :
1. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan mendesak untuk
diselesaikan.
2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada “kepala ikan”, yang merupakan akibat (effect).
Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala ikan), kemudian gambarkan
“tulang belakang” dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam
kotak
53. 39
3. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi kualitas
sebagai “tulang besar”, juga ditempatkan dalam kotak. Faktor-faktor penyebab atau
kategori-kategori utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam
pengelompokan dari faktor-faktor : manusia, mesin, peralatan, material, metode
kerja, lingkungan kerja, pengukuran, dll, atau stratifikasi melalui langkah-langkah
aktual dalam proses. Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori dapat
dikembangkan melalui brainstorming
4. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab-penyebab
utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan
sebagai “tulang-tulang berukuran sedang”
5. Tuliskan penyebab-penyebab yang mempengaruhi penyebab-penyebab sekunder
(tulang-tulang berukuran sedang), serta penyebab-penyebab tersier itu dinyatakan
sebagai “tulang-tulang berukuran kecil”
6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-faktor
penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik
kualitas
Catatlah informasi yang perlu di dalam diagram sebab akibat itu, seperti judul, nama
produk, proses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dll
2.10.7. Perhitungan Defect Per million Opportunities (DPMO)
❈ Unit (U)
Merupakan jumlah produk yang diperiksa dalam inspeksi
❈ Opportunities (OP)
54. 40
Merupakan karakteristik yang diperiksa atau diukur. Karakteristik yang diperiksa atau
diukur tersebut adalah karakteristik yang kritis bagi kualitas.
❈ Defect (D)
Jumlah kecacatan yang terjadi dalam produksi
❈ Defect Per Unit (DPU)
❈ Total Opportunities (TOP)
❈ Defect Per Opportunities (DPO)
❈ Defect Per Million opportunities (DPMO)
❈ Tingkat Sigma
Konversikan nilai DPMO dengan menggunakan tabel konversi six sigma untuk
mengetahui proses berada pada tingkat sigma berapa.
2.10.8. FTA (Failure Tree Analysis)
FTA merupakan New QC Seven Tools yang dasarnya diambil dari konsep 5 Why
Methode. Untuk membuat FTA diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
Temukan fenomena utama masalah yang akan dianalisis
Temukan beberapa penyebab dari fenomena utama
DPU
D
U
=
TOP = U x OP
DPO =
TOP
D
DPMO= DPO x 1000000
55. 41
Temukan sub fenomena baru dari beberapa penyebab fenomena utama yang
langsung dianalisa masing-masing penyebabnya dengan 5 Why Methode.
5 Why Methode digunakan untuk menemukan akar dari suatu permasalahan sebagai alat
untuk melakukan perbaikan dengan melakukan peninjauan ulang terhadap analisa
masalah.
.
Gambar 2.8.Contoh Failure Tree Analysis Diagram
2.10.9. QA-Network
QA Network (Quality Assurance Network) digunakan untuk menjamin mutu
produk melalui perbaikan-perbaikan disetiap jaringan proses produksi dimana isinya
merupakan aktivitas perbaikan dengan menggunakan tabel aktivitas berupa peta proses
lengkap dengan schedule & PIC sehingga mudah untuk follow-up.
QA Network merupakan aktivitas berkelanjutan karena menggunakan poin
judgement & target yang jelas ,tepat digunakan untuk menekan kerusakan berulang atau
56. 42
claim yang terjadi secara berulang. Metode ini harus dilengkapi dengan teknik-teknik
khusus untuk melakukan analisa & perbaikan masalah, harus paham benar tentang QC
Seven Tools. Di dalam tahap pelaksanaannya metode QA Network diawali dengan
diagram blok penyebab kegagalan proses & Tabel Q-Matrix (Quality Matrix).
Gambar 2.9. Tampilan “Quality Assurance Network”
2.10.10. Strategi dalam Melakukan Eksperimen
57. 43
Salah satu strategi dalam melakukan eksperimen yang sering digunakan adalah
pendekatan “satu faktor dalam satu waktu”(one factor at a time). Metode ini dimulai
dengan memilih titik awal dari masing-masing faktor kemudian secara berturut-turut
memvariasikan faktor yang lain dengan jarak yang konstan dengan tingkat titik awal atau
garis dasar. Setelah semua pengujian dilakukan, biasanya diperlihatkan sejumlah grafik
untuk mengetahui bagaimana sebuah variabel dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang
bervariasi dengan kondisi semua faktor konstan.
Kerugian paling besar dari strategi satu faktor dalam satu waktu adalah
kegagalannya dalam mempertimbangkan beberapa interaksi yang mungkin antara faktor-
faktor yang ada. Sebuah interaksi adalah kegagalan satu faktor untuk memproduksi efek
yang sama pada suatu tanggapan pada tingkat yang berbeda dari faktor yang lain.
58. 44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan tahap-tahap penelitian yang harus ditetapkan
dahulu sebelum melakukan pemecahan masalah yang sedang dibahas, sehingga penelitian
dapat dilakukan dengan terarah dan mempermudah penganalisaan permasalahan yang
ada. Adapun tahap-tahap metodologi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Metodologi Penelitian (lanjutan)
Mengidentifikasi Sumber &
Akar Penyebab Cacat
Dominan
Pengujian & Pembuktian Akar
Penyebab Cacat Dominan
Rencana Tindakan
Usulan Perbaikan
Kesimpulan dan saran
Selesai
Menentukan Cacat Dominan
ANALYSE
IMPROVE
1
59. 45
3.1. PENELITIAN PENDAHULUAN
Penelitian pendahuluan ini merupakan langkah awal yang dilakukan sebelum
penelitian. Penelitian pendahuluan ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
informasi-informasi mengenai perusahaan itu sendiri dan masalah-masalah yang dihadapi
perusahaan tersebut. Penelitian pendahuluan ini dilakukan dengan 2 macam cara yaitu
dengan mewawancarai pihak perusahaan dan dengan melakukan pengamatan langsung di
lapangan. Dari hasil penelitian pendahuluan inilah dapat didefinisikan masalah yang
sedang dihadapi perusahaan.
3.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Dari hasil penelitian pendahuluan, baik dari hasil pengamatan maupun
wawancara, didapatkan bahwa pihak perusahaan belum bisa memaksimalkan kualitas
dari produk yang dihasilkannya. Akibatnya perusahaan menderita kerugian karena harus
memproses ulang atau memperbaiki produk yang tidak memnuhi spesifikasi akibat
adanya cacat pada produk tersebut.
Oleh karena itu banyak hal yang perlu dilakukan di PT.Panasonic Electronic
Devices Indonesia sehubungan dengan upaya untuk mencapai kepuasan perusahaan dan
terutama kepuasan konsumen akan kualitas produk yang dihasilkannya.
3.3. STUDI PUSTAKA
Studi pustaka diperlukan sebagai landasan berpikir sehingga dapat diperoleh
informasi yang lengkap dan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam memecahkan
permasalahan yang ada. Untuk membantu proses penelitian dan pemecahan masalah
60. 46
maka dilakukan studi pustaka dengan mempelajari buku-buku referensi yang berkaitan
dengan peningkatan kualitas. Dari buku-buku referensi yang telah dibaca dapat diketahui
bahwa peningkatan kualitas dengan menggunakan konsep six sigma memiliki kelebihan
sebagai berikut :
➣ Peningkatan produktivitas
➣ Peningkatan keuntungan
➣ Eliminasi kegagalan dalam proses
➣ Penghematan biaya manufacturing
➣ Penghematan tenaga kerja
3.4. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi dari menganalisa permasalahan yang timbul sehubungan dengan
ketidakpuasan konsumen akan kecacatan yang timbul pada produk RF Antenna
Switch Module (LTCC).
2. Mengukur kestabilan dan kapabilitas dari proses yang telah dipilih sebagai proses
yang bermasalah.
3. Mengidentifikasi dan menganalisa penyebab terjadinya cacat dominant pada produk .
4. Memberikan usulan perbaikan berdasarkan konsep Six Sigma di PT. Panasonic
Electronic Divices Indonesia.Ltd.
61. 47
3.5. PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi-informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan berbagai cara, yaitu
dengan mengumpulkan data historis perusahaan, pengamatan secara langsung pada PT.
Panasonic Electronic Divices Indonesia.Ltd dan wawancara dengan pihak perusahaan.
Data-data yang diambil meliputi :
1. Data Umum Perusahaan
Sejarah perusahaan dan perkembangannya
Gambaran umum Perusahaan
Struktur organisasi perusahaan
Tata letak pabrik
Proses produksi keseluruhan
2. Data Aktual
Proses produksi RF Antenna Switch Module (LTCC)
Data jumlah produksi dan jumlah cacat RF Antenna Switch Module (LTCC)
Data kecacatan masing-masing bagian produksi
Data frekuensi kecacatan
3.6. PENGOLAHAN DATA & ANALISA
Data-data yang telah dikumpulkan kemudian diolah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data adalah sebagai
berikut :
62. 48
1. Define
Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas six
sigma. Pada tahap ini akan ditetapkan pada proses mana proyek six sigma akan
diterapkan. Proyek six sigma akan diterapkan pada proses yang paling berpengaruh
terhadap adanya ketidak puasan konsumen akan PT. Panasonic Electronic Divices
Indonesia.Ltd. Setelah itu dibuat diagram input output untuk menentukan input apa
yang dibutuhkan untuk mendapatkan output yang dibutuhkan.
2. Measure
Pada tahap ini dilakukan pengukuran terhadap kondisi perusahaan atau tingkat
performansi perusahaan saat ini berdasarkan proses yang telah ditetapkan. Hal ini
pertama yang dilakukan adalah menetapkan karakteristik kualitas (Crtical to Quality).
Pengukuran selanjutnya mencakup pengukuran tingkat kemampuan proses dan level
sigma perusahaan saat ini.
3. Analyze
Pada tahap ini dilakukan penganalisaan terhadap faktor-faktor utama penyebab
variansi. Oleh karena itu dilakukan analisa terhadap penyebab kecacatan yang
mungkin terjadi akibat proses yang telah ditentukan. Pertana-tama ditentukan cacat
yang dominant terjadi karena kesalahan proses tersebut berdasarkan diagram pareto
jenis cacat kemudian dilakukan identifikasi terhadap sumber-sumber dan akar
penyebab dari cacat yang dominant tersebut. Identifikasi terhadap sumber-sumber dan
akar penyebab dari cacat yang dominan tersebut dilakukan dengan cara mengadakan
wawancara dengan orang-orang yang berpengalaman dan mengerti tentang segala hal
yang berhubungan dengan proses produksi. Setelah didapatkan penyebab kecacatan
63. 49
berdasarkan hasil brainstorming, maka dibuat diagram tulang ikan (fish bone) untuk
mengetahui akar penyebab yang sesungguhnya. Dan untuk menguatkan hasil
brainstorming, maka dilakukan percobaan-percobaan kecil untuk membuktikan
apakah benar hal-hal tersebut yang menyebabkan terjadinya cacat.
4. Improve
Setelah diketahui penyebab yang sebenarnya berdasarkan pembuktian-pembuktian
yang dilakukan, maka ditetapkan suatu rencana tindakan bagi perusahaan. Pada tahap
ini akan diberikan usulan-usulan perbaikan berdasarkan penyebab kecacatan yang
sebenarnya.
3.7. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil pengolahan data dan analisa yang telah dilakukan, maka diperoleh
kesimpulan sebagai hasil dari penelitian untuk tugas akhir ini.
Beberapa saran perbaikan diberikan berdasarkan kesimpulan yang mungkin
bermanfaat bagi perusahaan sebagai bahan pertimbangan ataupun ide baru.
64. 50
BAB IV
PENGUMPULAN DATA
4.1. DATA UMUM PERUSAHAAN
4.1.1. Sejarah Perusahaan dan Perkembangannya
PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia Ltd. mempunyai prinsip perusahaan
sebagai berikut :
Untuk menetapkan suatu dasar produksi yang kompetitif dan fleksibel terhadap
aspek-aspek internal maupun eksternal melalui pemanfaatan alam dan sumber daya
manusia Indonesia.
Untuk berperan dalam peningkatan " pendukung industri" di Indonesia, dengan
mengambil bagian di sektor komponen elektronika di lingkup kelompok Panasonic
Group.
Menjadi sensitif akan kebutuhan pelanggan dengan disertai pengembangan dan
pembaruan teknologi secara terus-menerus.
Membangun perusahaan dengan budaya “Cheerful, Pleasant, Energetic”
PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia Ltd. bermula dari sebuah perusahaan
yang memproduksi radio dengan merk NATIONAL Cawang yang kemudian membuat
komponen speaker dan potensiometer. Sejarah perkembangan PT. Panasonic Electronic
Devices Indonesia Ltd. adalah sebagai berikut :
1. Tahun 1973, memulai memproduksi speaker & potensiometer di lingkungan
PT.National Gobel.
2. Tahun 1978, memulai memproduksi tansformer komponen
65. 51
3. Tahun 1979, memulai memproduksi TV Tuner.
4. Tahun 1982, memulai memproduksi produk inductive
5. Tahun 1992, memulai memproduksi ceramic komponen.
6. Tahun 1993, bulan Juli berganti nama menjadi sebuah perusahaan baru yang bernama
PT.PG COM (Panasonic Gobel Electronic Components), mulai beroperasi di awal
bulan Agustus 1993.
7. Tahun 1994, pindah ke area perusahaan baru ke Jl. Teuku Umar km 44 Cibitung
Bekasi dengan memperluas bisnisnya di bidang ceramic filter dan transformer
komponen.
8. Tahun 1995, membangun gedung 2 dengan perluasan bisnis di bidang ceramic
resonator.
9. Tahun 1996, membangun gedung 3 dengan pembukaan line filter & trimmer
capacitor
10. Tahun 1997, persetujuan penggunaan Gudang Berikat dan memulai pengoperasian
Kit & Service Centre.
11. Tahun 1998, akreditasi sertifikasi ISO 9002.
12. Tahun 1999, akreditasi sertifikasi ISO 14001, dan pembanguan kantin makan beserta
aula serba guna.
13. Tahun 2000, membangun gedung 4 dengan perluasan bisnis produk transformer dan
perluasan Kit & Service Centre.
14. Tahun 2001, membangun masjid baru
15. Tahun 2002, akreditasi sertifikasi QS 9000 di Speaker Factory
66. 52
16. Tahun 2005, pergantian nama perusahaan dari PT.PG COM ke PT.PEDIDA
(Panasonic Electronic Divices Indonesia).
PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia Ltd. mempunyai modal sebesar US$
25,000,000 dimana pemegang saham dan komposisinya adalah :
1. Panasonic Holding Netherlands (86%)
2. PT. National Gobel ( 9%)
3. PT. Gobel International Corporation ( 5%)
4.1.2. Gambaran Umum Perusahaan
PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia Ltd. memiliki karyawan sebayak
2800.orang. Kebijakan-kebijakan yang diberlakukan oleh PT. Panasonic Electronic
Devices Indonesia Ltd. adalah sebagai berikut :
☃ Kegiatan kerja terdiri dari 5 hari kerja dalam satu minggu, dimulai hari Senin hingga
Jumat dengan pembagian jam kerja :
Senin-Kamis Jumat
Jam Kerja
Shift I 07.00-16.00 07.00-15.45
Shift II 16.00-24.00 15.45-23.45
Jam Istirahat
Shift I 12.00-12.45 11.45-13.00
Shift II 18.00-19.00 18.00-19.00
☃ Hari libur yang diberlakukan di PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia Ltd.
adalah hari Sabtu, Minggu dan hari libur nasional.
67. 53
☃ Upah yang diberikan kepada pekerja berdasarkan dengan UMR (Upah Minimum
Regional).
☃ Setiap karyawan mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek).
☃ Pesangon yang diberikan pada tenaga kerja berdasarkan dengan peraturan pemerintah.
4.1.3. Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi yang baik sangat diperlukan agar suatu perusahaan dapat
berjalan dengan baik. Dengan adanya struktur organisasi yang ada dalam suatu
perusahaan maka setiap orang yang bekerja dan terlibat di dalamnya akan mengetahui
tugas, wewenang serta tanggung jawab yang dimilikinya dengan baik dan jelas serta
dapat diketahui hubungan antara bagian yang satu dengan lainnya sehingga dapat tercipta
suasana kerja yang efektif dan terkoordinasi dengan baik.
PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia Ltd. memiliki struktur organisasi
dalam bentuk fungsional, yaitu struktur organisasi yang kekuasaannya dilimpahkan
melalui para ahli dalam fungsi tertentu sesuai dengan bidangnya.
Bagan struktur organisasi PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia Ltd. dapat
dilihat pada lampiran 1-1 dan lampiran 1-2.
4.1.4. Produk-Produk yang Dihasilkan
Produk-produk yang dihasilkan oleh PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia
Ltd. adalah sebagai berikut :
1. Speaker , terdiri dari :
General Audio Speaker
68. 54
TV Speaker
Hi-Fi Audio Speaker
Car Speaker
2. Ceramic Components, terdiri dari :
Piezo Electric Filter
Piezo Electric Resonator
Piezo Electric Acoustic Transducer
Piezo Electric Ignitor
Trimmer Capacitor
Dielectric Filter for Mobile Phone
Multi-Layer Antenna Switching Filter (LTCC)
3. Inductive Product,terdiri dari :
Switching Transformer
Power Transformer
Choke Coil
Line Filter
Input & Output Filter
Untuk lebih lengkap dan jelasnya, produk-produk tersebut dapat dilihat gambarnya pada
lampiran 2.
69. 55
4.1.5. Tata Letak Pabrik PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia Ltd.
PT. Panasonic Electronic Devices Indonesia Ltd. terletak di Jalan Teuku Umar
Km 44 (Gobel Industrial Complex) Cibitung Bekasi Jawa Barat. Untuk lebih Jelasnya
tata letak pabrik dapat dilihat di lampiran 3.
4.1.6. Proses Produksi Keseluruhan Antenna Switching Module di PT. Panasonic
Electronic Devices Indonesia Ltd.
Dalam memproduksi Antenna Switching Module , terjadi perbedaan proses
produksi dari proses layering, assembly & packing dengan bahan baku dan tempat
produksi yang berbeda.
4.1.6.1. Proses Clean Room (Layering)
Proses Layering dilakukan di dalam ruangan bebas debu yang disebut Clean
Room. Ruangan ini dijaga temperature & humuditynya dengan menggunakan alat
khusus, dan dikontrol kadar debunya setiap 1 bulan sekali. Baju dan peralatan yang
digunakan harus anti ESD (Electro Static Discharge). Setiap akan memasuki ruangan ini
harus melawati pintu khusus yang didalamya ada shower udara untuk membebaskan diri
dari debu yang tidak terlihat oleh mata. Adapun proses yang dilakukan di dalam clean
room adalah :
1. Sheet Cutting
Sheet Cutting merupakan proses pemotongan ceramic sheet berdasarkan modelnya.
Dalam satu Set ceramic sheet terdiri dari 14 sheet ( dari p0 – p14 ), p0 : bagian bottom
berfungsi sebagai ground pattern, p1~p13 merupakan pattern couple penghubung antara
pattern sheet yang satu dengan pattern sheet yang lain dimana di dalamnya juga
70. 56
terdapat chip capacitor dan chip inductor. Chip-chip tersebut berbentuk strip line yang
dibentuk berdasarkan tebal tipisnya silver yang dibuat dengan cara di printing. Ceramic
sheet terbuat dari AMSG.
2. Punching
Punching merupakan proses pembuatan lubang atau hole di dalam ceramic sheet.
Tujuan dari proses ini adalah untuk membuat jalur ketika dilakukan penggabungan
antar sheet menjadi satu Set setelah dilakukan printing via hole menggunakan silver
cair. Proses punching dilakukan dengan menggunakan mesin auto yang dalam setiap
gerakannya bisa menghasilkan 12 lubang sekaligus dengan tingkat presisi gesernya
mencapai kurang dari 4μk. Hasil punching harus dilakukan pemeriksaan secara
periodic dengan menggunakan dummy sample diproses appearance via punching.
Tidak diperbolehkan ada lubang via hole yang tertutup oleh kotoran ceramic sheet, jika
ada lubang yang tertutup harus langsung di repair dengan menempelkan scoth-tape ke
lubang yang tertutup untuk menarik kotoran yang menutup lubang.
3. Via Hole Printing
Via Hole Printing adalah proses penutupan lubang hasil proses punching dengan
menggunakan silver cair. Proses ini dilakukan dengan menggunakan mesin printing.
Hasil printing silver ini bertujuan untuk menghubungkan hole-hole sheet yang satu
dengan yang lain. Ceramic Sheet yang sudah di printing pada lubang-lubang holenya
kemudian di drying dengan menggunakan drying conveyor. Hasil yang sudah di drying
di check dengan menggunakan lampu sorot untuk melihat apakah masih ada lubang
yang belum tertutup silver, kalau ada segera dilakukan repair dengan cara manual
menambal lubang yang belum tertutup silver.
71. 57
4. Inner Printing
Inner Printing adalah proses pembuatan pattern chip kapasitor & chip inductor yang
dilakukan dengan melakukan proses printing dengan menggunakan silver paste yang
diprinting ke ceramic sheet yang sudah melalui proses via hole printing dilakukan dengan
mesin printing automatis. Nilai kapasitas kapasitornya ditentukan berdasarkan lebar
pattern silver paste yang diprinting. Sesudah dilakukan proses printing maka untuk
pengeringannya dilakukan dengan melakukan drying conveyor.
5. Heating laminating
Heating Laminating adalah proses pengepresan ceramic sheet yang sudah di printing
dengan silver paste menjadi 1 SET (dari P0~P13). Proses Heating Laminating dilakukan
dengan menggunakan mesin pengepres auto yang mempunyai beban press 100 kgf
dengan temperatur 70o
C , pengepresan masing-masing sheet dilakukan dengan urutan
dari P0 ~ P13, setiap kali pengepresan masing-masing sheet ceramic dilapisi dengan Film
Sheet .
6.Main Press
Main Press adalah proses pengepresan akhir yang bertujuan untuk memadatkan kerataan
SET yang sudah digabung dip roses Heating Laminating. Pengepresan di Main Press
dilakukan selama 3 kali, masing-masing di press selama 20 detik. Mesin yang digunakan
adalah mesin press auto dengan beban 1 ton dengan temperatur 120o
C .
7.Piece Cutting
Piece Cutting adalah proses pemotongan SET ceramic sheet menjadi 340 pieces.
Pemotongan dilakukan dengan blade yang terpasang di mesin piece cutting. Koordinat
potong SET menjadi 340 pieces di dapat dengan pembacaan strip line garis potong di
72. 58
ceramic sheet yang bisa dibaca oleh kamera mesin piece cutting untuk proses potong
secara vertikal dan horizontal. Untuk menghindari pergeseran potong saat table berputar
dari arah vertikal ke horizontal, table pada mesin piece cutting dilengkapi dengan
vacume.
8.Bindering
Bindering adalah proses pembakaran ceramic sheet selama 24 jam dengan temperature
ruangan mesin binder 900o
C. Dalam proses bindering ceramic sheet yang sudah dalam
bentuk pieces berubah warna dari coklat menjadi biru laut. Ceramic sheet yang sudah
melewati proses bindering dinamakan Layer. Proses bindering mempengaruhi tingkat
kekerasan ceramic sheet & dimensinya. Layer hasil proses Bindering dilakukan
pengecekan dimensi : tebal, panjang & lebarnya . Pengecekan ini dilakukan untuk
menentukan setting Jig cek warping layer.
4.1.6.2. Proses Outer (Assembly)
Proses Assembly dilakukan di luar clean room area, proses assembly meliputi proses cek
appearance, monting & electrical.
1. Proses Apperance
Proses appearance adalah pengecekan visual menggunakan microscope yang dilakukan
secara manual. Point pengecekan yang dilakukan adalah ; electrode, kotor, pecah,
gompal, chip mounting (short, hilang, miring, cover geser, cover angkat).
2. Mounting Proses
Proses Mounting adalah pemasangan chip capacitor & chip inductor pada layer yang
sudah di printing dengan menggunakan solder cream. Proses mounting dilakukan dengan
menggunakan mesin SMT (Surface Mounting Technology). Prinsip kerja mesin SMT
73. 59
adalah mengambil chip yang sudah dipasang difeeder sesuai dengan nilainya untuk
diambil dengan noozle dengan kecepatan & kepresisian tinggi di tempatkan ke pattern
layer yang sudah di printing dengan silver paste. Untuk merekatkan pattern layer, silver
paste, chips dilakukan proses reflow dengan menggunakan mesin reflow auto yang
disetting temperaturenya menjadi 3 zone sebagai berikut ; zone 1: temperature 110o
C,
Zone 2 : temperature 200o
C, Zone 3: temperature 250o
C. Sesudah reflow dilakukan
proses cleaning untuk menghilangkan kotoran & flux yang menemple pada layer & chip.
3. Electrical Proses
Proses electrical adalah pengecekan karakteristik electrical layer yang sudah di mounting.
Pengecekan karakteristik ini dimulai dengan pengecekan GSM kemudian dilanjutkan
pengecekan DCS. Hasil pengecekan ditentukan dengan nilai spec yang disetting dalam
program computer, jadi operator tinggal melihat di monitor untuk menentukan OK atau
NG nya layer yang sudah di mounting dengan chip beserta covernya. Hasil pengecekan
electrical di cek appearancenya secara manual dengan menggunakan mikroskop untuk
melihat apakah setelah melewati proses electrical ada kemungkinan layer retak,pecah
atau gompal. Setelah dilakukan appearance kemudian di stamping berdasarkan date code
pengerjaan kemudian dilakukan tapping (pengepakkan dalam embossed reel dipress
dengan top tape).
4. Proses Pengepakan (Packing)
Setelah proses perakitan selesai, maka proses selanjutnya adalah proses pengepakan
(packing). Layer lengkap yang sudah di tapping dalam embossed reel dimasukkan ke
dalam kardus yang di lengkapi sponge busa untuk melindungi dari goncangan & gesekan
dalam proses pengiriman. Dalam reel diberi barcode label yang disebut inner label, di
74. 60
luar kardus diberi barcode label yang disebut outer label. Barcode label dibuat
berdasarkan spec customer. Setelah selesai di packing lalu dilakukan pengecekan oleh
QC Out-Going yang jika hasilnya OK maka akan diteruskan oleh bagaian Finish Good
untuk dilakukan pengiriman melalui kurir (biasa memakai EXEL Shipping).
4.2. DATA AKTUAL
4.2.1. Data Kerusakan Clean Room (Layering)
Data kerusakan clean room (layering) & outer (Assembly) diambil berdasarkan
laporan monthly report yang dibuat setiap bulannya oleh QC Staff PT. Panasonic
Electronic Divices Indonesia berdasarkan urutan proses. Data kerusakan clean room
dikategorikan di dalam beberapa item NG (Cacat), masing-masing item NG (Cacat)
dihitung persentase dari total NG untuk dijadikan Diagram Pareto agar lebih
memudahkan dalam menganalisa masalah.
Tabel 4.1. Data Kerusakan Clean Room Bulan Maret ~ Mei 2005
Produksi Item NG (Cacat)
Jumlah NG
(Cacat) Pcs
% NG
(Cacat)
Pareto
N =
4,093,460
Pcs
Layer NG 137,620 58.20%
Lengkung 57,696 24.40%
Punching Inner 28,375 12.00%
Heating Laminating-Main
Press
7,094 3.00%
Ceramic Sheet Cutting 2,010 0.85%
Cutting NG 1,301 0.55%
Pecah 946 0.40%
Dempet 0 0.00%
Printing NG 0 0.00%
Lain-lain 1,419 0.60%
TOTAL 236,461 100.00%
75. 61
4.2.2. Data Kerusakan Outer ( Assembly )
Data kerusakan outer dibagi dalam beberapa item NG (Cacat).
Tabel 4.2. Data Kerusakan Outer (Assembly) Bulan Maret ~ Mei 2005
Produksi Item NG (Cacat)
Jumlah NG
(Cacat) Pcs
% NG
(Cacat)
Pareto
N =
4,075,917
Pcs
Electrical 368,255 42.16%
Sheet
Cutting~Barrel
236,448 27.07%
Appearance I 233,391 26.72%
Appearance II 35,375 4.05%
TOTAL 873,469 100.00%
76. 62
BAB V
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA
5.1. TAHAP DEFINISI (DEFINE)
Peningkatan kualitas sebaiknya dilakukan di seluruh lingkup organisasi dan
dilakukan secara terus-menerus. Tetapi peningkatan kualitas dengan six sigma hanya
dapat dilakukan untuk proses-proses inti dalam organisasi yang ingin ditingkatkan
kinerjanya serta pelaksanaanya tergantung dari kebutuhan organisasi tersebut. Proses-
proses dalam bidang yang lain dapat ditingkatkan kualitasnya dengan six sigma jika
proses-proses inti ini telah mencapai peningkatan kualitas yang diinginkan.
Tahap definisi (DEFINE) merupakan langkah operasional pertama dalam program
peningkatan kualitas six sigma. Pada tahap ini akan di tetapkan pada proses mana proyek
six sigma akan diterapkan. Proyek six sigma akan diterapkan pada proses yang paling
berpengaruh terhadap adanya ketidak puasan konsumen akan PT. Panasonic Electronic
Devices Indonesia.
Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dibahas, dari sekian banyak masalah
kualitas yang ada, konsumen maupun pihak perusahaan sering mengeluh tentang ketidak
puasan mereka akan kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
produk yang menumpuk yang menunggu proses perbaikan serta banyaknya produk yang
dikembalikan oleh pelanggan karena banyaknya cacat yang terdapat pada produk.
Berdasarkan hal tersebut, maka proses produksi menjadi fokus utama peningkatan
kualitas di PT. Panasonic Electronic Devicses Indonesia.
77. 63
5.1.1. Pembuatan Diagram Alir
Banyak proses yang harus dilalui untuk menghasilkan Antenna Switch Module
(LTCC). Oleh karena itu dibuat diagram alir yang memetakan proses produksi secara
keseluruhan yang ada di PT.Panasonic Electronic Devices Indonesia. Diharapkan dengan
adanya diagram alir ini, pemahaman terhadap aliran proses produksi akan lebih jelas
karena memuat urutan –urutan produksi yang dilalui untuk menghasilkan Antenna Switch
Module (LTCC).
Dalam penelitian ini akan dibuat diagram alir yang menjelaskan atau
menggambarkan proses produksi Antenna Switch Module (LTCC) sesuai dengan subjek
pengendalian kualitas yang telah ditetapkan sebelumnya.
Diagram alir untuk proses produksi Antenna Switch Module (LTCC) adalah
sebagai berikut :
78. 64
Gambar 5.1. Diagram Alir Proses Produksi Antenna Switching Module
Dari diagram alir tersebut , dapat dijelaskan proses produksi pembuatan antenna
switching module yang terjadi di PT. Panasonic Electronic Divices Indonesia.
Flow Process
Assembly& Inspection
process
Taping
Appearance 2
Mounting
Reflow soldering
Cleaning &
drying
Electrical
Inspection
Stamping
Packing
Inner printing
Heating
laminating
Punching
Layer sheet process
Sheet cutting
Via hole printing
Drying
Drying
Appearance 1
Binder removal
& baking
Piece cutting
Plasticizer
Barrel grinding
Outer electrode process
Main pressing
Bottom
Electrode
Printing
Pre-Press
OCG Printing
Drying
Resist Coating
Appearance 3
1
1 2
2
79. 65
5.1.2. Pemilihan Proses
Dari banyaknya proses yang dilalui dalam pembuatan antenna switching module,
maka dalam penelitian ini akan difokuskan pada satu proses saja. Penentuan proses apa
yang menjadi fokus penelitian di dasarkan pada proses yang mempunyai jumlah
kecacatan terbesar. Untuk itu akan dibuat diagram pareto yang menggambarkan jumlah
kecacatan masing-masing proses produksi berdasarkan data bulan Maret-Mei 2005.
Tabel 5.1. Data Kerusakan Outer (Assembly) Bulan Maret ~ Mei 2005
Produksi Item NG (Cacat)
Jumlah NG
(Cacat) Pcs
% NG
(Cacat)
Pareto
N =
4,075,917
Pcs
Electrical 368,255 42.16%
Sheet
Cutting~Barrel
236,448 27.07%
Appearance I 233,391 26.72%
Appearance II 35,375 4.05%
TOTAL 873,469 100.00%
Tabel 5.2. Data Kerusakan Clean Room Bulan Maret ~ Mei 2005
Produksi Item NG (Cacat)
Jumlah NG
(Cacat) Pcs
% NG
(Cacat)
Pareto
N =
4,093,460
Pcs
Layer NG 137,620 58.20%
Lengkung 57,696 24.40%
Punching Inner 28,375 12.00%
Heating Laminating-Main
Press
7,094 3.00%
Ceramic Sheet Cutting 2,010 0.85%
Cutting NG 1,301 0.55%
Pecah 946 0.40%
Dempet 0 0.00%
Printing NG 0 0.00%
Lain-lain 1,419 0.60%
TOTAL 236,461 100.00%
80. 66
60
Layer NG
2.48% 7.17% 12.65% 13.35% 22.34%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
P.Short Open Hole P.Kurang Lain- lain P.Putus
It em Defect
DefectPercentage
368,255 236,448 233,391 35,375
42.16%
69.23%
95.95%
100.00%
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
900,000
Electrical Sheet Cutting~Barrel Appearance I Appearance II
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
Diagram Pareto Proses Outer (Assembly)
Count
Percent
Item NG
N = 4.075.917
R = 873.469
P = 21,4%
27.07%
137,620 57,696 28,375 7,094 2,010 1,301 946 0 0 1,419
58%
83%
95%
98% 98% 99% 99% 99% 99% 100%
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
Layer NG Lengkung Punching
Inner
Heating
Laminating-
Main Press
Ceramic
Sheet
Cutting
Cutting NG Pecah Dempet Printing NG Lain-lain
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Diagram Pareto Proses Clean Room
Count
Percent
Item NG
N = 4.093.460
R = 236.461
P = 5,8%
24,40%
81. 67
Gambar 5.2. Diagram Pareto Proses Produksi yang Bermasalah
Dari diagram pareto diatas terlihat bahwa proses produksi yang paling dominan
menyebabkan terjadinya kecacatan pada produk antenna switching module adalah NG
Electrical, tapi untuk melakukan perbaikannya akan sangat susah karena penyebab
kerusakan tersebut sangat komplek dan berhubungan dengan desain produk, sehingga
diambil perbaikan NG urutan ke-dua yaitu NG Sheet Cutting ~ Barrel sebesar 27.07%.
NG Sheet Cutting ~ Barrel diterjemahkan lagi ke dalam pareto diagram dimana di
dalamnya yang paling dominan adalah NG Layer, tetapi setelah NG Layer di terjemahkan
lagi secara mendetail, maka di dapatkan NG yang paling dominan adalah NG Warping
(Lengkung) sbesar 24.4%, maka untuk penelitian selanjutnya yang menjadi fokus
penelitian adalah NG Warping (Lengkung).
5.1.3. Pembuatan Diagram Input-Output
Setelah diketahui bahwa proses produksi yang akan menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah proses Sheet Cutting ~ Barrel denganitem NG Warping (Lengkung),
maka dibuat diagram input output untuk masing-masing proses tersebut.
Pada diagram input-output ini ditentukan karakteristik output apa yang diinginkan
konsumen sehingga produk dapat memenuhi keinginan mereka sehubungan dengan
proses yang dilalui. Kemudian ditentukan input apa yang dibutuhkan untuk menghasilkan
output seperti keinginan konsumen tersebut.
82. 68
5.1.3.1. Diagram Input Output Proses Sheet Cutting ~ Binder
Gambar 5.3. Diagram Input Output Proses Sheet Cutting ~ Binder
Dari diagram Input Output, dapat dilihat bahwa untuk menghasilkan multilayer
switching module yang tidak warping / lengkung , dibutuhkan Input dan output sebagai
berikut :
Material yang baik
Kualitas material yang baik merupakan faktor yang sangat penting untuk
menghasilkan output yang baik. Dalam hal ini berhubungan dengan kestabilan level
ρt ceramic sheet ; level viscosity silver paste; kondisi pallet saat di binder.
Kondisi mesin yang baik
Kondisi mesin yang baik & stabil diperlukan untuk menjaga level warping /
lengkung yang muncul. Diharapkan dengan kondisi profile temperature mesin drying
yang sesuai spec; kestabilan gap press mesin main press; ketepatan mesin via hole
83. 69
printing; dan kestabilan temperature ruang mesin binder dapat meminimalkan
kemungkinan terjadinya warping/lengkung.
Metode pengecekan NG warping yang baik
Cara pengecekan NG warping dilakukan dengan cara setting jig warping. Perlu
dilakukan pengujian terhadap cara setting yang sudah ada terhadap spesifikasi level
warping. Standarisasi cara setting jig warping akan mempengaruhi penentuan
multilayer dapat dikategorikan NG warping.
Manusia
Manusia yang dalam hal ini adalah operator menjadi faktor yang dominant dalam
menentukan apakah multilayer dikatakan NG warping atau OK. Pengetahuan
terhadap operator tentang limit sample merupakan kunci kelolosan pengecekan NG
warping. Level pengecekan operator dapat diuji melalui MSA Anova test.
5.2 TAHAP PENGUKURAN (MEASURE)
Measure merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan
kualitas six sigma. Tahap pengukuran (Measure) adalah tahapan untuk mengukur tingkat
performansi dari proses produksi yang telah dipilih. Pada tahap ini dilakukan pengukuran
terhadap kondisi perusahaan saat ini. Pengukuran yang dilakukan mencakup pengukuran
tingkat kemampuan proses pada perusahaan dan level sigma perusahaan saat ini.
Hal yang pertama kali dilakukan adalah mengidentifikasi karakteristik yang
berpengaruh pada kualitas atau critical to quality (CTQ), kemudian membuat peta
84. 70
kendali, menghitung kapabilitas proses dan akhirnya menentukan level sigma perusahaan
saat ini.
5.2.1. Mengidentifikasi Critical to Quality (CTQ)
Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (Critical to Quality) merupakan
salah satu hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap measure. Karakteristik kualitas
CTQ adalah atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan
langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Dalam hal ini yang menjadi critical
to quality adalah elemen dari produk multilayer switching module yang berdampak
langsung pada kepuasan pelanggan.
Elemen dari produk multilayer yang berdampak langsung pada kepuasan
pelanggan yang akan dijadikan critical to quality pada penelitian ini adalah jenis
kecacatan yang mungkin timbul pada produk. Dalam mengidentifikasi critical to quality
kali ini yang menjadi karakteristik adalah jenis cacat yang timbul akibat kelolosan NG
Warping/Lengkung ke pelanggan. Kerugian yang diderita oleh pelanggan akibat NG
warping adalah :
1. Drop Test NG
Ketika dilakukan pengujian dengan menggunakan metode Drop Test ( Pengujian
dimana multilayer switching module akan dijatuhkan dalam ketinggian beberapa
meter dengan tekanan yang tinggi) maka multilayer switching module akan
mengalami pecah.
85. 71
Gambar 5.4 Kondisi multilayer NG warping yang sudah di Drop Test
2. Electrical Test
Kondisi NG Warping multilayer switching module yang sudah melalui pengecekan
Electrical Test akan mengalami keretakan pada sisi electrodanya yang diakibatkan
penekanan jig electrical. Disamping itu akibat kelengkungan multilayer switching
module akan mengakibatkan pin jig kontak dengan pattern tidak terhubung (PCB
tidak terhubung).
Gambar 5.5 Kondisi NG Warping sudah Electrical Test
3. Twister Test
Twister Test adalah pengujian yang dilakukan dengan cara memutar arah kiri dan
kanan dengan derajad yang telah ditentukan. Tujuannya adalah mengetahui tingkat
Crack Item
86. 72
kekuatan multilayer switching module terhadap pergerakan PCB Hand Phone.
Multilayer yang NG warping jika melalui test ini akan mengalami retak / pecah.
Gambar 5.6 Kondisi NG Warping yang sudah melewati Twister Test
5.2.2 Membuat Peta Kendali
Pembuatan peta kendali disini bertujuan untuk melihat apakah proses yang
berjalan di PT. Panasonic Electronic Divices Indonesia telah berada pada batas
kendali statistikal atau tidak.
Peta kendali yang dibuat pada tahap ini adalah peta kendali p karena data yang
dikumpulkan adalah data atribut. Peta kendali p ini dibuat berdasarkan data jumlah
produksi dan jumlah kecacatan dari bulan Maret ~ Mei tahun 2005 dengan
menggunakan Juse Stat Work software.
x
y
z
x
y
z
PWB was
Twist from this
Point of twist
Twisted with 14
Twister Test
87. 73
5.2.2.1. Peta Kendali NG Warping pada proses Sheet Cutting ~ Binder
Data yang dipergunakan untuk membuat peta kendali p adalah data proporsi
kecacatan. Proporsi kecacatan tersebut didapat dari data produksi dan data jumlah cacat.
Data yang digunakan untuk membuat peta kendali p tersebut adalah :
Tabel 5.3. Proporsi Cacat Warping pada proses sheet Cutting ~Binder
No. Tanggal Produksi
NG
Warping
%
Warping
1 6 Maret 12800 120 0.94
2 15 Maret 12800 108 0.84
3 27 Maret 12800 100 0.78
4 28 Maret 12160 80 0.66
5 29 Maret 10240 100 0.98
6 30 Maret 12800 70 0.55
7 31 Maret 12160 102 0.84
8 5-Apr 12800 120 0.94
9 6-Apr 12160 75 0.62
10 11-Apr 11840 110 0.93
11 12-Apr 12800 90 0.70
12 13-Apr 12160 130 1.07
13 14-Apr 12800 60 0.47
14 15-Apr 12160 123 1.01
15 17-Apr 12800 80 0.63
16 19-Apr 12480 130 1.04
17 20-Apr 12800 70 0.55
18 21-Apr 11520 155 1.35
19 24-Apr 12800 89 0.70
20 26-Apr 12160 135 1.11
21 3 Mei 12800 90 0.70
22 4 Mei 9600 67 0.70
23 9 Mei 10880 65 0.60
24 10 Mei 12800 100 0.78
25 11 Mei 13120 80 0.61
26 12 Mei 12800 100 0.78
27 13 Mei 12480 100 0.80
28 15 Mei 7680 71 0.92
29 20 Mei 12800 80 0.63
30 29 Mei 12160 100 0.82