Suku Asmat di Papua Barat memiliki asal usul yang berkaitan dengan mitologi tentang dewa pencipta bernama Fumeripits. Suku Asmat terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan tempat tinggal, yaitu di pedalaman sebagai pemburu dan petani, serta di pesisir sebagai nelayan, meskipun memiliki ciri fisik yang sama. Mereka dikenal akan kesenian ukiran dan tradisi penting rumah adat bernama 'jew'.
1. Etnografi SUKU ASMAT
Suku Asmat dipercaya berasal dari Fumeripits (Dewa Sang Pencipta). Asal usul Suku
Asmat terkait ini dengan cerita mitologi yang berkembang di daerah tersebut.
Diceritakan, Fumeripits terdampar di pantai dalam keadaan sekarat dan tidak sadarkan
diri. Nyawanya diselamatkan sekelompok burung. Akhirnya, dia kembali pulih dan
hidup sendiri di sebuah daerah baru.
Karena kesepian, ia membangun sebuah rumah panjang yang diisi dengan patung
hasil karya ukirannya. Namun, dia masih kesepian. Kemudian, dia membuat tifa yang
ditabuhnya setiap hari.
Tiba-tiba, patung kayu yang dibuatnya bergerak mengikuti irama tifa yang
dimainkannya, sungguh ajaib.
Kemudian, patung-patung itu berubah wujud menjadi manusia yang hidup.
Mereka menari-nari mengikuti irama tabuhan tifa dengan kaku dan kedua lutut
bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan.
Semenjak itu, Fumeripits terus mengembara. Di setiap daerah yang disinggahinya, dia
membangun rumah panjang dan menciptakan manusia - manusia baru yang kemudian
menjadi orang-orang Asmat seperti ini.
2. Suku Asmat Terbagi Dua: Persamaan dan Perbedaan
Dikutip dari penghubung.papua.go.id, Suku Asmat terbagi menjadi dua, yaitu suku
yang tinggal di pesisir pantai dan suku yang tinggal di wilayah pedalaman.
Mereka memiliki pola hidup, cara berpikir, struktur sosial dan keseharian yang
berbeda. Perbedaan terlihat dari mata pencaharian.
Suku Asmat di pedalaman memiliki pekerjaan sebagai pemburu dan petani kebun.
Sedangkan, suku Asmat yang tinggal di pesisir memilih menjadi nelayan.
Kesamaannya adalah ciri fisik. Suku Asmat rata-rata memiliki tinggi sekitar 172 cm
untuk pria dan 162 cm untuk perempuan. Kulit mereka umumnya hitam dengan
rambut keriting.
Kesamaan ini karena mereka masih satu keturunan dengan warga Polynesia
3. Tempat Tinggal Suku Asmat
Suku Asmat tersebar mulai dari pesisir pantai Laut Arafuru hingga pegunungan
Jayawijaya.
Secara keseluruhan, mereka menempati Kabupaten Asmat yang membawahi 7
kecamatan.
Kabupaten Asmat yang memiliki wilayah yang sangat luas membuat jarak satu
kampung dengan kampung lainnya atau kecamatan menjadi sangat jauh.
Terlebih, kontur tanahnya rawa-rawa sehingga perjalanan satu kampung ke kampung
lainnya memakan waktu 1 sampai 2 jam dengan berjalan kaki.
4. Suku Asmat Terkenal Dengan Tradisi dan Keseniannya
Suku Asmat dikenal sebagai pengukir handal dan diakui secara internasional. Ukiran
suku Asmat sangat banyak jenis dan ragamnya.
Biasanya, ukiran yang dihasilkan menceritakan leluhur, kehidupan sehari-hari, dan
rasa cinta mereka terhadap alam.
Suku Asmat juga menyenangi tarian dan nyanyian yang bisa ditampilkan ketika
menyambut para tetamu, menghadapi masa panen, atau ritual penghormatan kepada
roh leluhur.
5. Tradisi dan Adat Istiadat Suku Asmat
Suku Asmat sangat menghormati leluhur mereka. Hal ini terlihat dari tradisi yang
dimilikinya.
Meskipun, kebudayaan moderen sudah banyak berpengaruh pada kehidupan mereka,
tapi tradisi dan adat istiadat susah dihilangkan.
Suku Asmat memiliki tradisi yang dikenal 'Rumah Bujang' atau biasa disebut 'jew'.
Rumah ini merupakan bagian terpenting yang tidak terpisahkan dari kehidupan suku
Asmat.
'Jew' merupakan rumah utama, tempat segala aktivitas dilakukan.
Mengingat pentingnya rumah tersebut, saat jew didirikan harus dimulai
dengan upacara terlebih dahulu.
Namuan hanya, pria yang belum menikah yang boleh tinggal di jew, kecuali ada acara
besar. Sedangkan, perempuan sesekali boleh masuk ke dalam 'jew'.