Kearifan lokal Papua mencakup tradisi budidaya sagu, berbagai tarian tradisional, dan adat istiadat perkawinan yang berbeda antara masyarakat pantai dan pegunungan. Kearifan lokal lainnya adalah kerajinan seperti noken, ukiran kayu Suku Asmat, serta penggunaan warna alami dari tanah liat dan tumbuhan untuk riasan diri.
1. KEARIFAN LOKAL PAPUA
Disusun Oleh :
• Lukman Syarifuddin
• Hastari Agnestiananda T
• Aqil Perdana
• Rama Syuhada
• I Wayan Deva Aryana
• Vania Adita
• Rico Adrian
• Millennia Yessy Desviola
TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
2. Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang
terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling
timur West New Guinea (Irian Jaya) Belahan timurnya
merupakan negara Papua Nugini atau East New Guinea.
Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua
bagian barat, sehingga sering disebut sebagai Papua
Barat terutama oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM),
para nasionalis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia
dan membentuk negara sendiri. Pada masa pemerintahan
kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini
Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New
Guinea). Setelah berada di bawah penguasaan Indonesia,
wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak
tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti
menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan
tambang tembaga dan emas Freeport , nama yang tetap
digunakan secara resmi hingga tahun 2002.
PAPUA
3. Kearifan lokal?
Kearifan lokal merupakan bagian dari
budaya suatu masyarakat yang tidak
dapat dipisahkan dari masyarakat itu
sendiri
Suatu pengetahuan yang ditemukan
oleh masyarakat lokal tertentu melalui
kumpulan pengalaman dalam mencoba
dan diintegrasikan dengan pemahaman
terhadap budaya dan keadaan alam
setempat
4. Tradisi Papua
1. Tradisi Sagu
Masyarakat Papua mengenal budidaya sagu secara
turun-temurun. Hal tersebut meliputi pemilihan bibit,
teknik penanaman, dan pengolahan hasil. Meski
budidaya sagu masih bersifat konvensional yang
mengandalkan kondisi alam, termasuk pada
pengolahan hasil yang masih mengutamakan
tenaga manusia. Biasanya yang mencari sagu dan
memasaknya adalah tugas kaum perempuan.
Sebab dipandang tidak membutuhkan tenaga dan
fisik ekstra. Apalagi mencari sagu di Papua tidaklah
sulit. Sedangkan kaum pria bertugas mencari lauk
sagu dengan menangkap hewan atau menombak
dan menjaring ikan di hutan mangrove.
5. 2. Tradisi Tari- Tarian
Masyarakat pantai memilki berbagai macam tradisi
tari-tarian yang biasa mereka sebut dengan istilah
Yosim Pancar (YOSPAN), yang di dalamnya terdapat
berbagai macam bentuk gerak seperti ; (tari gale-gale,
tari balada cendrawasih, tari pacul tiga, tari seka) dan
tarian sajojo dan masih banyak lagi. Lain halnya
dengan tarian yang biasa dibawakan oleh masyarakat
pegunungan yaitu tarian panah dan tarian perang.
Tarian yang dibawakan oleh masyarakat pantai
maupun masyarakat pegunungan pada intinya
dimainkan atau diperankan dalam berbagai
kesempatan yang sama seperti; dalam penyambutan
tamu terhormat, dalam penyambutan para turis asing
6. 3. Tradisi Perkawinan
Dalam pertukaran perkawinan yang ditetapkan
orang tua dari pihak laki-laki berhak membayar mas
kawin sebagai tanda pembelian terhadap perempuan
atau wanita terebut.
Adapun untuk masyarakat pantai berbagai
macam mas kawin yang harus dibayar seperti;
membayar piring gantung atau piring belah, gelang,
kain timur (khusus untuk orang di daerah selatan
Papua) dan masih banyak lagi. Berbeda dengan
permintaan yang diminta oleh masyarakat
pegunungan di antaranya seperti; kulit bia (sejenis
uang yang telah beredar di masyarakat pegunungan
sejak beberapa abad lalu), babi peliharaan, dan lain
sebagainya. Dalam pembayaran mas kawin akan
terjadi kata sepakat apabila orang tua dari pihak laki-
7. Kearifan Lokal Papua
1. Kerajinan Papua
Papua memiliki keragaman keunikan khas daerah,
seperti noken, saly, honay, koteka, ukiran, dan
sebagainya. Meski kemajuan pembangunan dan
informasi telah menempatkan keunikan-keunikan itu
sebagai sesuatu ketertinggalan, tetapi memberi makna
sebagai kearifan bu daya dan tradisi lokal. Noken
terbuat dari tali hutan (kayu) khusus yang tidak mudah
putus, seperti rotan atau pohon lainnya. Noken atau
agiya ini bagi perempuan di pedalaman biasa
digunakan menyimpan anak bayi, babi, umbi-umbian,
sayur, dan pakaian
9. 2. Ukiran Kayu Suku Asmat
Dari segi model, ukiran Suku Asmat sangat beragam,
mulai dari patung manusia, perahu, panel, perisai, tifa, telur
kaswari, sampai ukiran tiang. Suku Asmat biasanya
mengadopsi pengalaman dan lingkungan hidup sehari-hari
sebagai pola ukiran mereka, seperti pohon, perahu,
binatang, orang berperahu, dan lain-lain.
Masyarakat Asmat terdiri dari 12 sub etnis, dan masing-
masing memiliki ciri khas pada karya seninya. Begitu juga
dengan kayu yang digunakan, ada juga perbedaannya. Ada
sub etnis yang menonjol ukiran patungnya, ada yang
menonjol ukiran salawaku atau perisai, ada pula yang
memiliki ukiran untuk hiasan dinding dan peralatan perang.
Yang paling istimewa dan unik adalah bahwa setiap
karya ukir tidak memiliki kesamaan atau duplikatnya karena
mereka tidak memproduksi ukiran berpola sama dalam
skala besar. Jadi, kalau kita memiliki satu ukiran dari Asmat
dengan pola tertentu, itu adalah satu-satunya yang ada
karena orang Asmat tidak membuat pola sama dalam
11. 3. Warna Alami Untuk Merias Di Suku Asmat
Suku Asmat memiliki cara yang sangat
sederhana untuk merias diri mereka. Mereka hanya
membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan
warna merah, untuk menghasilkan warna putih
mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah
dihaluskan, sedangkan warna hitam mereka
hasilkan dari arang kayu yang dihaluskan. Cara
menggunakan pun cukup simpel, hanya dengan
mencampur bahan tersebut dengan sedikit air,
pewarna itu sudah bisa digunakan untuk mewarnai
tubuh.