1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
nasional yang ditujukan bisa mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, produktif, sejahtera
lahir dan batin. Keberhasilan pembangunan kesehatan Indonesia masih belum memuaskan
terbukti masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia yaitu sekitar 18.000 wanita yang
meninggal akibat komplikasi obstetri (10%) dan Perdarahan (30,77 Pre eklamsia/ eklamsia
(25,8%), infeksi (22,5%) lain-lain (11,5%).
(Soefoewan, 2003).
Plasenta previa adalah salah satu komplikasi yang terjadi pada masa kehamilan dimana
plasenta terlepas sebelum waktunya. Keterlambatan dalam penanganan dan pendeteksian
dapat menyebakan terjadinya masalah, yang paling fatal adalah dapat menyebabkan
terjadinya kematian pada ibu maupun janin yang dikandungnya, saat ini kasus plasenta
previa meningkat. Ini dapat disebabkan karena kurangnya pengawasan atau ketidaktahuan
ibu maupun pemberi pelayanan.
http://adila-itsme.blogspot.com.
Penyebab kematian ibu sejak dahulu tidak banyak berubah, yaitu Perdarahan, eklamsia,
komplikasi aborsi partus pervaginam dan sepsis. Perdarahan menyebabkan kematian ibu
sekitar (28%) sering tidak dapat diperkirakan dan terjadi tiba-tiba. Eklamsia penyebab No.2
(13%) dan tahun 2002 – 2003 menunjukkan adanya 7,2 % kematian yang tidak diinginkan
(Saifudin, 2006).
Penyebab kematian ibu akibat perdarahan antara lain karena plasenta previa, karena secara
klinis perdarahan tanpa disertai rasa sakit dan bentuknya dapat sedikit atau banyak serta
dapat berulang.Plasenta previa merupakan ketidaksesuaian implantasi plasenta yakni,
disegmen bawah rahim sehingga menutupi kanalis servikalis dan mengganggu proses
persalinan dengan terjadinya perdarahan (Manuaba,1998).
Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4 - 0,6 dari keseluruhan persalinan. Dengan
penatalaksanaan dan perawatan yang baik, angka kematian perinatal adalah 50/1000
kelahiran hidup (Saifudin AB,dkk, 2006 hal 66). Sekitar 60 % perdarahan plasenta previa
2. pertama terjadi sesudah usia kehamilan 36 minggu. Sebanyak 30 % terjadi sebelum 32
minggu (Dr. oni SpOG dalam http://www.gaya hidup sehatonline. Com)
Di Amerika Serikat, plasenta previa terjadi sekitar 0,3-0,5 % dari semua persalinan.
Sedangkan jumlah kematian perinatal yang diakibatkan oleh plasenta previa sekitar 0,03 %.
(Joy, 2005).
Berdasarkan data pada masyarakat Dallas, Amerika, diagnosis, plasenta previa ditemukan
pada satu di antara setiap 260 persalinan (0,01 %). Insiden plasenta previa dalam kehamilan
sebesar 0,6 % atau 1 per 167 kehamilan (Suradji, 2003).
Sebagian besar Negara berkembang kematian ibu memegang porsi terbesar dari kematian
wanita reproduktif. Indonesia merupakan Negara ASEAN dengan angka kematian tertinggi
pada kasus –kasus plasenta previa yaitu berkisar antara (2,2 % sampai 11,5). Sedangkan di
Negara maju lebih rendah, berkisar antara (0,29 % sampai 1,5). Demikianlah pula dengan
kematian perinatal pada kasus-kasus plasenta previa di rumah sakit besar Indonesia, misalnya
saja di rumah sakit Dr.Hasan sadikin yakni berkisar antara (24,7 % sampai 4,8 %) lebih
tinggi dibanding dengan Negara maju, yakni antara (11 % sampai 21 %). (Sabarudin, 2003).
Di Negara yang sedang berkembang, perdarahan yang salah satunya disebabkan oleh
plasenta previa, hampir selalu merupakan malapetaka besar bagi penderita maupun
penolongnya karena dapat menyebabkan kesakitan ataupun kematian baik pada ibu maupun
janinnya.
Pada umumnya insiden plasenta previa 1 dari 250 kehamilan.Frekuensinya
bervariasi,namun pada nulipara kejadiannya hanya I dari 1000 sampai 1500
kehamilan,dimana kejadiannya pada multipara sebesar 1 kejadian dari 29 kehamilan. Faktor
resiko yang juga penting dalam terjadinya plasenta previa adalah kehamilan setelah
menjalani seksio sebelumnya, kejadian plasenta previa meningkat 1 % pada kehamilan
dengan riwayat seksio. Kematian ibu disebabkan karena perdarahan uterus atau karena DIC
(Disseminated Intravascular Coagulopathy). Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu dapat
disebabkan karena komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran kencing,
pneumonia post operatif dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi cairan amnion.
Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan insiden kelainan kongenital dan pertumbuhan
janin terganggu sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat yang kurang dibandingkan
dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita plasenta previa. Resiko kematian
3. neonatal juga meningkat pada bayi dengan plasenta previa. Oleh karena itu, meskipun
perdarahan yang pertama jarang, bahkan bisa dibilang tidak berbahaya, namun bila tidak
dilakukan penanganan yang tepat dan segera, maka akan dapat terjadi perdarahan yang
berulang yang akan mengancam keselamatan ibu dan janinnya.
Di banyak daerah di Indonesia, karena keadaan yang serba kurang akan memaksa
penolong menangani setiap kasus secara individual, tergantung pada keadaan ibu, keadaan
janin, dan keadaan fasilitas pertolongan dan penolong pada waktu itu. Darah sebagai obat
utama untuk mengatasi perdarahan belum selalu ada atau cukup tersedia di rumah
sakit.Kurangnya kesadaran akan bahaya perdarahan baik oleh penderita maupun
penolong,atau sukarnya pengangkutan cepat ke rumah sakit mengakibatka terlambatnya
penderita mendapatkan pertolongan yang layak. Semua keadaan tesebut diatas, ditambah
dengan fasilitas pertolongan dan tenaga penolong yang kurang, akan sangat melipatgandakan
beban pekerjaan para penolongnya, sehingga penanggulanganya sering tidak berhasil dengan
baik.
(http://yienmail.wordpress.com/2008/11/19/epidemiologi-plasenta-previa/)
Pada multigravida atau grandemultipara, endometricra belum tumbuh karena persalinan
yang lalu sehingga pada fundus uteri belum siap menerima implantasi plasenta. Pada
primigravida tua, kejadian plasenta previa meningkat dikarenakan tumbuh endometrium yang
kurang subur seiring menurunnya fungsi organ tubuh sedangkan pada riwayat persalinan dan
seksio sesarea dan bekas aborsi, endometrium mengalami kecacatan (Manuaba, 1998 hal
254).
Menurut Kloosterman (1973), frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur
lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur
kurang dari 25 tahun, pada grande multipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4
kali lebih sering dibandingkan dengan grande multipara yang berumur kurang dari 25 tahun
(Sarwono, 2007, hal 367).
Multiparitas, usia lanjut dan riwayat persalinan sesarea akan meningkatkan resiko
terjadinya plasenta previa yaitu (3,9 %) lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka (1,9 %)
untuk keseluruhan populasi obstetrik (Cunningham, 1995).
Plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 di antara 200 persalinan. Di Indonesia tercatat
dari laporan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, antara tahun 1971-1975, terjadi 37
4. kasus plasenta previa diantara 4781 persalinan terdaftar, atau kira-kira 1 diantara 125
persalinan terdaftar.(Sarwono Prawirohardjo, 2007, hal 367 ).
Diharapkan dengan pengawasan antenatal care yang lebih baik kiranya petugas kesehatan
dapat mendeteksi secara dini adanya plasenta previa dan dapat mengurangi kesulitan yang
mungkin dapat terjadi.
Berdasarkan latar belakang pemikiran diatas sehingga peneliti tertarik untuk melakukan
suatu penelitian tentang “Gambaran Kasus Plasenta Previa di RSUP. H. Adam Malik Medan
Tahun 2010”
1.2. Perumusan Masalah
Bagaimana Gambaran Kasus Plasenta Previa di RSUP.H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Kasus Plasenta Previa di RSUP.H. Adam Malik Medan
Tahun 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi kasus plasenta previa berdasarkan setatus gizi di RSUP. H.
Adam Malik Medan Tahun 2010.
2. Untuk mengetahui distribusi kasus plasenta previa berdasarkan usia ibu di RSUP. H.
Adam Malik Medan Tahun 2010.
3. Untuk mengetahui distribusi kasus plasenta previa berdasarkan paritas di RSUP. H.
Adam Malik Medan Tahun 2010.
4. Untuk mengetahui distribusi kasus plasenta previa berdasarkan persalinan yang lalu di
RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian sebagai berikut
a. Bagi Peneliti
Berguna untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam
penerapan ilmu yang didapat selama pendidikan dan penelitian khususnya masalah
plasenta previa.
5. b. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan untuk melakukan pengawasan terhadap kasus plasenta previa
dan diharapkan dapat menjadi masukan untuk meningkatkan mutu dalam penanganan
kasus Plasenta Previa.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan dalam kegiatan proses belajar mengajar di Akademi Kebidanan
Pemkab. Karo Kabajahe dan juga dapat menjadi bahan refrensi di perpustakaan.
d. Bagi Rumah Sakit Umum Pusat. H. Adam Malik Medan Sebagai masukan untuk
menambah wawasan bagi tenaga kesehatan dalam menangani kasus plasenta previa
serta pelaksanaan asuhan kebidanan.
6. BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1.Defenisi
a. Plasenta previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. (Sarwono
Prawirohardjo, 2007, hal 365).
b. Plasenta previa adalah Plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim,
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum. (Manuaba, 1998,
hal 253).
c.Plasenta previa adalah suatu kehamilan dimana plasenta berimplantasi abnormal pada
segmen bawah rahim, menutupi atau tidak menutupi ostium uteri internum , sedangkan
kehamilan tersebut sudah viable atau mampu hidup diluar rahim (usia kehamilan 22
minggu atau berat janin >500 gram ( Achadiat, 2004, hal 66).
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
a. Plasenta previa totalis apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
b.Plasenta previa parsialis apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
c.Plasenta previa marginalis apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
d.Plasen letak rendah plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, akan tetapi
belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.
(Sarwono prawirohardjo, 2007, hal 365).
7. 2.3. Etiologi
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum
jelas, bermacam-macam teori dan factor-faktor dikemukakan sebagai etiologinya.
1. Endometrium yang inferior
2. Chorion leave yang persisten
3. Korpus luteum yang bereaksi lambat.
Strassmann mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang pada
desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan browne menekankan
bahwa faktor terpenting ialah vili khorialis persisten pada desidua kapsularis.
Faktor-faktor etiologi
a. Umur dan Paritas
- Pada primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur dibawah 25 tahun
- Lebih sering daripada paritas tinggi daripada paritas rendah.
b. Di Indonesia, menurut Toha, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan
paritas kecil, hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda
dimana endometrium masih belum matang (inferior).
c. Hipoplasia endometrium, bila kawin dan hamil pada umur muda.
d. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase, dan
manual plasenta.
e. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap meneerima hasil
konsepsi.
f. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
g. Kadang-kaadang pada malnutrisi (Mochtar R, 1998, hal 272).