Dinasti-dinasti kecil di Timur Baghdad seperti Tha>hiriyyah, Sama>niyyah dan Ukailiyyah berdiri pada masa kemunduran Dinasti Abbasiyah untuk melepaskan diri dari kendali pemerintah pusat. Tha>hiriyyah didirikan oleh Tha>hir Ibn Husein pada tahun 821 M di Naisabur, Sama>niyyah didirikan oleh keturunan Samankhudat pada tahun 864 M di Samarkand,
1. DINASTI-DINASTI KECIL DI TIMUR
BAGHDAD
(Thahiriyah,Samaniyah dan Ukailiyah)
Dipresentasikan dalam Seminar Kelas Semester I Program Magister
UIN Alauddin Makassar pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Oleh
SY. JAPAR SADIQ
N I M 80100212177
Dosen Pemandu:
Prof. Dr. Abd. Rahim Yunus, MA.
Dr. Hj. Syamsudduha Shaleh, M.Ag.
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2013
2. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa kekhalifahan dinasti Abbasiyah (Bani Abbas) adalah merupakan
simbol kemajuan peradaban Islam dan kemajuan perkembangan ilmu
pengetahuan didunia Islam. Kekhalifahan dinasti Abbasiyah ini berlangsung
cukup lama yakni tahun 750 – 1258 M, dinasti ini di samping mengalami
kemajuan yang cukup pesat juga mengalami kemunduran dan bahkan kehancuran.
Masa kekhalifahan dinasti Abbasiyah dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu;
a. Periode keemasan ( 750 – 950 M),
b. Periode disintegrasi (950 – 1050 M)
c. Periode kemunduran dan kehancuran ( 1050 – 1258 M).
Adapun yang menjadi pokok bahasan pada makalah ini adalah periode
pertengahan atau masa disintegrasi yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut
a. Munculnya dinasti-dinasti kecil di barat maupun di timur Baghdad yang
berusaha melepaskan diri atau meminta otonomi
b. Perebutan kekuasaan oleh dinasti Buwaih dari Persia dan dinasti Seljuk dari
Turki di pusat pemerintahan Bani Abbas di Baghdad sehingga mengakibatkan
fungsi khalifah seperti boneka,
c. Lahirnya perang salib antara pasukan Islam dan pasukan salib dari Eropa.
d. Lebih spesifik lagi makalah ini akan membahas tentang munculnya dinasti-
dinasti kecil di timur Baghdad yang berusaha melepaskan diri atau meminta
otonomi terhadap pemerintahan pusat, dinasti tersebut adalah dinasti
Tha>hiriyyah, dinasti Sama>niyyah dan dinasti Ukailiyyah.
3. 2
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, agar pembahasan terarah maka
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Sejarah berdirinya dinasti Tha>hiriyyah, dinasti Sama>niyyah dan dinasti
Ukailiyyah ?
2. Bagaimana perkembangan (kemajuan dan kemunduran) dinasti Tha>hiriyyah,
dinasti Sama>niyyah dan dinasti Ukailiyyah ?
4. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. DINASTI THA>HIRIYYAH (205 – 259 H. / 821 – 873 M.)
1. Sejarah berdinya
Tha>hiriyah adalah merupakan salah satu dinasti yang muncul pada masa
Daulah Abbasiyah di seebelah timur Baghdad, berpusat di Khura>san dengan ibu
kota Naisabur. Dinasti ini didirikan oleh Tha>hir ibn Husein pada 205H/821 M di
Khura>san,dinasti ini bertahan hingga tahun 259 H/873 M.1[1] Tha>hir muncul
pada sa’at pemerintahan Abba>siyah terjadi peerselisihan antara kedua pewaris
tahta kekhalifahan antara Muhammad al-Amin ( memerintah 194-198 H/809-813
M ), anak Harun ar-Rasyid dari istrinya yang keturunan Arab ( Zubaidah) sebagai
pemegang kekuasaan di Baghdad dan Abdullah al-Makmun anak Ha>run ar-
Rasyid dari istrinya yang keturunan Persia, sebagai pemegang kekuasaan di
wlayah sebelah timur Baghdad.2
Tha>hir ibn Husein merupakan seorang jenderal pada masa khalifah
Dinasti Abba>siyah yang lahir di desa Musanj dekat Marw dan dia berasal dari
seorang keturunan wali Abba>siyah di Marw dan Harrah, Khura>san, Persia
bernama Mash’ab ibn Zuraiq. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan
antara pemerintah Abba>siyah di Baghdad dengan keluarga Tha>hir sudah
terjalin sejak lama. Karena itu cukup beralasan bila pemerintah Baghdad
memberikan kepercayan kepada generasi keluarga Mash’ab ibn Zuraiq untuk
melanjutkan estafeta kepemimpinan lokal. Tujuannya tetap sama, menjaga
keutuhan wilayah kekuasaan Islam Abba>siyah di wilayah Timur kota Baghdad
dan menjadi pelindung dari berbagai kemungkinan serangan negara-negara
tetangga di Timur.
Sebenarnya, latar belakang kemunculan dinasti ini diawali oleh peristiwa
perebutan kekuasaan antara al-Makmun dengan al-Amin. Perseteruan tersebut
1
Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedi Islam,(Jakarta;Ichtiar Baru Van Hoeve,
2002), h.33.
2
ibid, h.33.
5. 4
terjadi setelah khalifah Ha>run al-Rasyid meninggal dunia pada 809 M.
Perseteruan tersebut akhirnya dimenangkan al-Makmun, dan Tha>hir berada pada
pihak yang menang. Peran Tha>hir yang cukup besar dalam pertarungan itu
dengan mengalahkan pasukan al-Amin melalui kehebatan dan kelihaiannya
bermain pedang membuat al-Makmun terpesona. Sebagai bentuk penghargaan
atas jasanya itu, al-Makmun memberinya gelar abu al-Yamain atau Zu al-
Yaminain ( trampil ), bahkan diberi gelar si mata tunggal, dengan kekuatan tangan
yang hebat (minus one eye, plus an extra right arm). Selain itu, Tha>hir juga
diberi kepercayaan untuk menjadi gubernur di Khura>san pada tahun 205 H,
jabatan ini diberikan oleh Al-Makmun sebagai balasan atas jerih payahnya dalam
medan perang.3
Jabatan ini merupakan peluang bagus baginya untuk meniti karir politik
pemerintahan pada masa itu. Jabatan dan prestasi yang diraihnya ternyata belum
memuaskan baginya, karena ia mesti tunduk berada di bawah kekuasaan Baghdad.
Untuk itu, ia menyusun strategi untuk segara melepaskan diri dari pemerintahan
Baghdad. Di antaranya dengan tidak lagi menyebut nama khalifah dalam setiap
kesempatan dan mata uang yang dibuatnya. Ambisinya untuk menjadi penguasa
lokal yang independen dari pemerintahan Baghdad tidak terealisir, karena ia
keburu meninggal pada 207 H, setelah lebih kurang 2 (dua) tahun menjadi
gubernur (205-207 H). Meskipun begitu, khalifah Bani Abbas masih memberikan
kepercayaan kepada keluarga Tha>hir untuk memegang jabatan gubernur di
wilayah tersebut. Terbukti setelah Tha>hir meninggal, jabatan gubernur
diserahkan kepada putranya bernama Thalhah ibn Tha>hir.
2. Kemajuan-kemajuan yang dicapai
Dinasti Tha>hiriyyah mengalami masa kamajuan ketika pemerintahan
dipegang oleh Abdullah ibn Tha>hir, saudara Thalhah. Abdullah memiliki
kekuasaan dan pengaruh yang cukup besar, belum pernah hal ini dimiliki oleh
para Wali sebelumnya.4
Ia terus menjalin komunikasi dan kerjasama dengan
3
Ahmad Al-usairy, at-Tarikhul Islami ,( H.Samson Rahman ; ____, Terj. 2003),
h.262
4
Ibid; h. 87
6. 5
Baghdad sebagai bagian dari bentuk pengakuannya terhadap peran dan
keberadaan khalifah Abba>siyah. Perjanjian dengan pemerintah Bagdad yang
pernah dirintis ayahnya, Tha>hir ibn Husein, terus ditingkatkan. Peningkatan
keamanaan di wilayah perbatasan terus dilakukan guna menghalau pemberontak
dan kaum perusuh yang mengacaukan pemerintahan Abba>siyah. Setelah itu, ia
berusaha melakukan perbaikan ekonomi dan keamanan. Selain itu, ia juga
memberikan ruang yang cukup luas bagi upaya pengembangan ilmu pengetahuan
dan perbaikan moral atau akhlak di lingkungan masyarakatnya di wilayah Timur
Baghdad. Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dunia islam,
kebudayaan dan memajukan ekonomi, dinansti ini menjadikan kota Naisabur
sebagai pusatnya, sehingga pada masa itu, negeri Khurasan dalam keadaan
makmur dengan pertumbuhan ekonomi yang baik.5
Adanya pertumbuhan
ekonomi yang baik inilah yang sangat mendukung terhadap kegiatan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan pada umumnya.
3. Masa-masa kemunduran
Dalam perjalanan selanjutnya, dinasti ini justru tidak mengalami perkembangan
ketika pemerintahan dipegang oleh Ahmad ibn Tha>hir (248-259 H), saudara
kandung Abdullah ibn Tha>hir, bahkan mengalami masa kemerosotan. Faktornya
antara lain;
a. Pemerintahan ini dianggap sudah tidak loyal terhadap pemerintah Baghdad,
karenanya Baghdad memanfaatkan kelemahan ini sebagai alasan untuk
menggusur dinasti Tha>hiriyah dan jabatan strategis diserahkan kepada
pemerintah baru, yaitu dinasti Saffa>riyah.
b. Pola dan gaya hidup berlebihan yang dilakukan para penguasa dinasti ini.
Gaya hidup seperti itu menimbulkan dampak pada tidak terurusnya
pemerintahan dan kurangnya perhatian terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam.
c. Keamanan dan keberlangsungan pemerintahan tidak terpikirkan secara serius,
sehingga keadaan ini benar-benar dimanfaatkan oleh kelompok lain yang
5
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaba Islam, h.147.
7. 6
memang sejak lama mengincar posisi strategis di pemerintahan lokal, seperti
kelompok Saffa>riyah. Kelompok baru ini mendapat kepercayaan dari
pemerintah Bagdad untuk menumpas sisa-sisa tentara dinasti Tha>hiriyah
yang berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Baghdad dan melakukan
makar. Dengan demikian, berakhirlah masa jabatan dinasti Tha>hiriyah yang
pernah menjadi kaki tangan penguasa Abba>siyah di wilayah Timur kota
Baghdad.
B. DINASTI SAMA><><<<NIYAH (261 – 389 H. / 874 – 999 M.)
1. Sejarah berdirinya.
Pendiri dinasti ini adalah Ahmad bin Asad bin Samankhudat. Nama
Sama>niyah dinisbahkan kepada leluhur pendirinya yaitu Samankhudat, seorang
pemimpin suku dan tuan tanah keturunan bangsawan terkenal di Balkh, sebuah
daerah di sebelah utara Afghanistan. Dalam sejarah Sama>niyah terdapat dua
belas khalifah yang memerintah secara berurutan,yaitu;
1. Ahmad I ibn Asad ibn Sama>n (Gubernur Farghana) 204
H/819 M
2. Na>sh I ibn Ahmad, (semula Gubernur Samarkand) 250 H/864 M
3. Isma>il I ibn Ahmad 279 H/892 M
4. Ahmad II ibn Isma>il 295 H/907 M
5. Al-Amir as-Sa’id Na>shr II 301 H/914 M
6. Al-Amir al-Hamid Nuh I 331 H/943 M
7. Al-Amir al-Mu’ayyad Abdul Malik I 343 H/954 M
8. Al-amir as-Sadid Manshur I 350 H/961 M
9. Al-Amir ar-Ridha> Nuh II 365 H/976 M
10. Mansur II 387 H/997 M
11. Abdul Malik II 389 H/999 M
12. Isma>il II Al-Muntashir 390-395H/1000-1005 M
Dinasti ini berbeda dengan dinasti kecil lain yang berada di sebelah barat
8. 7
Baghdad, dinasti ini tetap tunduk kepada kepemimpinan khalifah Abba>siyyah.6
Dalam sejarah Islam tercatat bahwa dinasti ini bermula dari masuknya
Samankhudat menjadi penganut Islam pada masa khalifah Hisyam bin Abdul
Malik (khalifah Bani Umayyah), sejak itu Samankhudat dan keturunannya
mengabdikan diri kepada penguasa Islam. Pada masa kekuasaan al-Ma’mun (198-
218 H/813-833 M) dari dinasti Bani Abba>siyyah, empat cucu Samankhudat
memegang jabatan penting sebagai gubernur dalam wilayah kekuasaan
Abbas>iyah yaitu Nuh di Samarkand, Ahmad bin Asad di Farghana (Turkistan)
dan Transoksania, Yahya> bin Asad di Shash serta Asyrusanah (daerah di utara
Samarkand), dan Ilya>s di Heart, Afgha>nistan.7
Seorang cucu Samankhudat yang bernama Ahmad bin Asad, dalam
perkembangannya mulai merintis berdirinya Dinasti Sama>niyah didaerah
kekuasaannya, Fargha>na. Ahmad mempunyai dua putra, Na>sr dan Isma’il, yang
juga menjadi orang kepercayaan khalifah Abba>siyah. Nasr I bin Ahmad
dipercayakan menjadi gubernur di Transoksania dan Isma>’il I bin Ahmad di
Bukhara. Selanjutnya Na>sr I bin Ahmad mendapat kepercayaan dari khalifah al-
Mu’tamid untuk memerintah seluruh wilayah Khura>san dan Transoksania, dan
daerah ini menjadi basis perkembangan dinasti Sama>niyyah. Karenanya Nasr I
bin Ahmad dianggap sebagai pendiri hakiki dinasti ini. Antara Nasr dan
saudaranya, Isma’il selalu terlibat konflik yang mengakibatkan terjadinya
peperangan, dalam peperangan yang terjadi Nasr mengalami kekalahan yang
kemudian ia ditawan, sehingga kepemimpinan Dinasti Sama>niyyah beralih ke
tangan Isma’il I bin Ahmad. Adanya peralihan kepemimpinan ini menyebabkan
berpindahnya pusat pemerintahan yang semula di Khurasan dipindahkan ke
Bukhara.
Pada sa’at pemerintahan dipimpin Isma’il I bin Ahmad, ia selalu merusaha
6
Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedi Islam, (Jakarta ; Ichtiar Baru van Hoeve, 2005),
h.159.
7
Ahmad Al-usairy, at-Tarikhul Islami,( H.Samson Rahman ; ____, Terj. 2003),
h.266
9. 8
untuk;
1. Memperkukuh kekuatan dan mengamankan batas wilayahnya dari ancaman
suku liar Turki.
2. Membenahi administrasi pemerintahan.
3. Memperluas wilayah kekuasaan ke Tabaristan (Irak utara) dan Rayy (Iran).
Isma’il I bin Ahmad adalah orang yang sangat mencintai dan
memuliakan para ilmuwan serta bertindak adil terhadap rakyatnya, setelah ia
wafat pemerintahan diteruskan putranya Ahmad bin Isma’il. Setelah Ahmad bin
Isma’il, pemerintahan diteruskan putranya Nasr II bin Ahmad yang berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya hingga Sijistan, Karman, Jurjan di samping
Rayy, Tabaristan, Khura>san, dan transoksania. Setelah Nasr II bin Ahmad, para
khalifah berikutnya tidak mampu lagi melakukan perluasan wilayah, bahkan pada
khalifah terakhir Isma’il II al-Muntasir, tidak dapat mempertahankan wilayahnya
dari serbuan tentara dinasti Qarakhan dan dinasti Ghazna>wiyah dari Turki.
Akhirnya wilayah Sama>niyah dipecah menjadi dua, daerah Transoksania direbut
oleh Qarakhan dan wilayah Khura>san menjadi pemilik penguasa Ghazna>wiyah.
2. Kemajuan-kemajuan yang dicapai
Dinasti Sama>niyah telah memberikan sumbangan yang sangat berharga
bagi kemajuan Islam, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, filasafat, budaya,
politik, dan lain-lain. Tokoh atau pelopor yang sangat berpengaruh dibidang
filsafat dan ilmu pengetahuan pada dinasti ini adalah Ibn Sina, selain beliau juga
muncul para pujangga dan ilmuwan dibidang kedokteran, astronomi dan filsafat
yang sangat terkenal, seperti Al-Firdausi, Ummar Kayam, Al-Bairuni dan
Zakariya Ar- Razi.8
Dinasti ini telah berhasil menciptakan kota Bukhara dan
Samarkan sebagai kota budaya dan kota ilmu pengetahuan yang sangat terkenal di
seluruh dunia, sehingga kota ini dapat menyaingi kota-kota lain, seperti Baghdad
dan Cordova. Dinasti ini juga telah berhasil mengembangkan perekonomian
dengan baik, sehingga kehidupan masyarakatnya sangat tentram, hal terjadi
karena dinasti ini tidak pernah lepas hubungan dengan pemerintah pusat di
8
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.151
10. 9
Baghdad.
3.Masa-masa kemunduran
Pada sa’at dinasti mencapai kejayaannya, banyak imigran Turki yang
menduduki posisi penting dalam pemerintahan, namun bersebab dari tingginya
fanatic kesukuan pada dinasti ini, akhirnya mereka para imigran Turki yang
menduduki jabatan penting dalam pemerintahan tersebut banyak yang dicopot,
langkah-langkah inilah yang menyebabkan kehancuran dinasti ini, karena mereka
tidak terima dengan perlakuan tersebut, sehingga mereka mengadakan
penyerangan sampai mereka berhasil melumpuhkan dinasti ini.
C.DINASTI UKAILIYYAH (386 – 489 H / 996 – 1095 M)
Ukailiyyah berasal dari kelompok suku badui besar Amir ibn Sha’sha’a,
yang juga mencakup Khafaja> dan Muntafiq di Irak bawah. Dengan runtuhnya
penguasa terakhir Hamda>niyyah di Mosul, kota itu beralih ketangan Abu
Dzawa>d Muhammad Ibnul Musayyib al-Aqili9
dari Ukailiyyah. Setelah Abu
Dzawa>d Muhammad Ibnul Musayyib al-Aqili meninggal, terjadi upaya untuk
merebut kekuasaan di antara putra-putranya, suatu upaya yang menghancurkan
semua pihak. Namun penguasaan atas Mosul dan kota-kota lain Ukailiyah dan
benteng-bentengnya di Al- Jazirah akhirnya berada ditangan Mu’tamid Daulah
Qarawisy ibn Al-Muqallid. Problem utama Mu’tamid Daulah Qarawisy ibn Al-
Muqallid10
adalah menjaga keutuhan wilayah kekuasaannya agar tidak diinvasi
Oghuz dari Persia barat dan Irak. Upaya menjaga keutuhan ini mengharuskan
membuat persekutuan dengan penguasa lain di Irak yang sama-sama terancam
yaitu Mazya>diyyah Hilla.11
Kemudian, di bawah Syara>fud Daulah Muslim ibn Qara>wisy wilayah
kekuasaan Ukailiyah terbentang hampir dari Baghdad sampai ke Aleppo.
Ukailiyah bukanlah dinasti Badui yang haus perang, tetapi telah memperkenalkan
beberapa hal penting dari pola baku pemerintahan Abba>siyyah ke wilayah
9
Ahmad Al-usairy, at-Tarikhul Islami,( H.Samson Rahman ; Terj. 2003),h.277.
10
ibid,h.278.
11
C.E.Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, (Manchester ; ____, Terj. 1980), h.81
11. 10
mereka. Pemerintahan ini terus berlangsung hingga akhirnya dihancurkan oleh
orang-orang Saljuk pada tahun 489 H/1095 M.12
BAB III
12
Ahmad Al-usairy, at-Tarikhul Islami,( H.Samson Rahman ; Terj. 2003),h.278
12. 11
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pada masa kekhalifahan dinasti Abbasiyyah, setelah khalifah al-Ma’mun
khalifahnya lemah-lemah (di Baghdad) sehingga memberikan otonomi kepada
daerah-daerah, khususnya di timur Baghdad ada dinasti Thahiriyyah,
Samaniyyah dan Ukailiyah.
2. Keberadaan dinasti-dinasti tersebut pada satu sisi membawa kamajuan
khususnya perluasan wilayah kekuasaan, dan juga perkembangan ilmu
pengetahuan. Pada sisi yang lain dinasti-dinasti tersebut mengalami konflik
internal sehingga tidak mengalami kelanggengan, hal ini mengakibatkan
kehancuran dinasti tersebut pada khususnya dan pemerintahan bani Abbasiyah
pada umumnya.
3. Upaya yang dilakukan oleh dinasti Tha>hiriyah adalah;
a. Perbaikan ekonomi dan keamanan.
b. Pengembangan ilmu pengetahuan.
4. Adapun penyebab dari kehancuran dinasti ini adalah :
a. Dinasti ini tidak lagi loyal terhadap pemerintah pusat.
b. Pola dan gaya hidup pemimpinnya yang berlebih-lebihan.
c. Bidang keamanan dan pemerintahan sering diabaikan.
5. Upaya yang dilakukan oleh dinasti Samma>niyah adalah :
a. Mengamankan batas wilayahnya dari ancaman suku Turki.
b. Membenahi administrasi pemerintahan.
c. Memperluas wilayah hingga ke Asia.
d. Menjadikan Bukhara> sebagai pusat ilmu pengetahuan.
6. Adapun penyebab dari kehancuran dinasti ini adalah :
a. Tidak mampu mempertahankan wilayahnya dari serbuan tentara dinasti
Qorakhan dan Ghazna>wiyah.
7. Upaya yang dilakukan oleh dinasti Ukailiyah adalah :
13. 12
a. Menjaga keutuhan wilayah kekuasaannya.
b. Menjalin persekutuan dengan penguasa Mazyadiyah Hilla> di Irak.
DAFTAR PUSTAKA
14. 13
Al-usairy, Ahmad. at-Tarikhul Islami,( H.Samson Rahman ; ____, Terj. 2003),
Ansary, Tamin. Dari Puncak Bagdad, Sejarah Dunia Versi Islam.Jakarta :
Zaman, 2009.
Bosworth,C.E. Dinasti-Dinasti Islam. Terj. Manchester : _________, 1980.
Bosworth,C.E. The Islamic Dynasties. Terj. Bandung : Mizan, 1993.
Dedi Supriyadi, Sejarah peradaban Islam,Bandung. CV,Pustaka Setia 2008
Lubis, Amany. Sistem Pemerintahan Oligarki dalam Sejarah Islam. Jakarta : UIN
Jakarta Press, 2005.
Mufrodi, Ali. Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta : Logos Wacana
Ilmu, 1997.
Nurhakim, Moh. Sejarah dan Peradaban Islam. Malang : UMM Press, 2004.
Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedi Islam,(Jakarta;Ichtiar Baru Van Hoeve,
2002).
Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedi Islam. Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve,
2005.
Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Abbasiah II. Jakarta : Bulan Bintang, 1977.
Watt, W.Montgomery. Kejayaan Islam : Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis.
Terj.:Hartono Hadikusumo. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1990.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004.