ini menggunakan kata kunci "Fatimiyah" dan "Kemajuan
1. DINASTI FATIMIYAH DIMESIR PEMBENTUKAN,
KEMAJUAN DAN KEMUNDURAN
(Revisi)
Dipresentasikan dalam Seminar Matakuliah Sejarah Peradaban Islam
Semester I Tahun Akademik 2013
Oleh
M. Sapari
80100212170
Dosen Pemandu
Prof. Dr. H.Abd Rahim Yunus
Dr. Hj.Syamsudduha Shaleh, M. Ag.
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2013
2. 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejayaan Islam (the golden age of Islam) ditandai dengan penyebaran agama
Islam hingga ke benua Eropa. Pada masa itulah berdiri sejumlah pemerintahan atau
kekha-lifahan Islamiyah. Seperti dinasti Umayyah, Abbasiyah, Fatimiyah, Turki
Utsmani dan Ayyubiyah.
Berakhirnya kekuasaan Daulah Abbasiyah di awal abad kesembilan ditandai
dengan munculnya disintegrasi wilayah. Di berbagai daerah yang selama ini
dikuasai, menyatakan melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah di Baghdad dan
membentuk daulah-daulah kecil yang berdiri sendiri (otonom). Di bagian timur
Baghdad, muncul dinasti Tahiriyah, Saariyah, Samaniyah, Gasaniyah, Buwaihiyah,
dan Bani Saljuk. Sementara ini di bagian barat, muncul dinasti Idrisiyah, Aglabiyah,
Tuluniyah, Fatimiyah, Ikhsidiyah, dan Hamdaniyah.1
Dinasti Fathimiyah merupakan salah satu dinasti Islam yang pernah ada dan
juga memiliki andil dalam memperkaya khazanah sejarah peradaban Islam. Sama
halnya pengutusan Muhammad SAW sebagai Rasulullah telah menoreh sejarah
Islam, yang pada awalnya hanya merupakan bangsa jahiliyah yang tidak mengenal
kasih sayang dan saling menghormati.
1
Philip K Hitty, History of the Arabs (MacMillan:The Macmillan Press Ltd, 1974), hal 450-
483
3. 3
Dinasti Fatimiyah adalah salah satu dari Dinasti Syiah dalam sejarah Islam.
Dinasti ini didirikan di Tunisia pada tahun 909 M. sebagai tandingan bagi penguasa
dunia muslim saat itu yang terpusat di Baghdad, yaitu bani Abbasiyah. Dinasti
Fatimiyah didirikan oleh Sa’id ibn Husain.
Dari uraian tersebut di atas, dapatlah dirumuskan suatu batasan
masalah sebagai titik tolak dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana asal mula pembentukan Dinasti Fatimiyah ?
2. Kemajuan–kemajuan apa yang pernah dicapai oleh Dinasti Fatimiyah?
3. Mengapa dinasti Fatimiyah mengalami kemuduran ?
4. 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal usul dan Pembentukan Dinasti Fatimiyah
Dinasti Fathimiyah pada awalnya hanya merupakan sebuah gerakan
keagamaan yang berkedudukan di Afrika Utara, dan kemudian berpindah ke Mesir.2
Dinasti ini dinisbatkan kepada Fatimah Zahra putri Nabi Muhammad SAW dan
sekaligus istri Ali bin Abi Thalib Radhiallahu anhu. Dan juga dinasti ini mengklaim
dirinya sebagai keturunan garis lurus dari pasangan Ali bin Abi Thalib dengan
Fatimah Zahra binti Rasulullah SAW. Namun masalah nasab keturunan Fathimiyah
ini masih dan terus menjadi perdebatan antara para sejarawan. Dari dulu hingga
sekarang belum ada kata kesepakatan diantara para sejarawan mengenai nasab
keturunan ini, hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya :
Pertama, pergolakan politik dan madzhab yang sangat kuat sejak wafatnya
Rasulullah SAW.
Kedua, ketidakberanian dan keengganan keturunan Fatimiyah ini untuk
mengiklankan nasab mereka, karena takut kepada penguasa, ditambah lagi
2
Ali Mufradi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997) hal
116.
5. 5
penyembunyian nama-nama para pemimpin mereka sejak Muhammad bin Ismail
hingga Ubaidillah al Mahdi.3
Dinasti Fatimiyah ini beraliran syiah Ismailiyah4
dan didirikan oleh Sa’id bin
Husain al Salamiyah yang bergelar Ubaidillah al Mahdi. Ubaidillah al Mahdi
berpindah dari Suria ke Afrika Utara karena propaganda Syiah di daerah ini
mendapat sambutan baik, terutama dari suku Barber Ketama. Dengan dukungan suku
ini, Ubaidillah al Mahdi menumbangkan gurbernur Aglabiyah di Afrika, Rustamiyah
Kharaji di Tahart, dan Idrisiyah Fez dijadikan sebagai bawahan.5
Pada awalnya, Syiah Ismailiyah tidak menampakkan gerakannya secara jelas,
baru pada masa Abdullah bin Maimun yang mentransformasikan ini sebagai sebuah
gerakan politik keagamaan, dengan tujuan menegakkan kekuasaan Fatimiyah. Secara
rahasia ia mengirimkan misionaris ke segala penjuru wilayah muslim untuk
menyebarkan ajaran Syiah Ismailiyah. Kegiatan inilah yang pada akhirnya menjadi
latar belakang berdirinya dinasti Fatimiyah.6
3
Muhammad Sahil Thaqusi, Tarikhul Fathimiyyin fi Syimali Afriqiyah, mishra wa biladis
Syam (Beirut: Darun Nufas Beirut, 2001), h. 53.
4
Gerakan ini merupakan cabang Ismailiyah yang mengakui enam imam pertama Syiah
Imamiyah, namuan berselisih mengenai imam ketujuh. Bagi kaum Imamiyah Musa al Kazim bin
Ja’far Shiddiq adalah imam yang ketujuh, sedangkan kaum Ismailiyah mengakui Ismail bin Ja’far.
Karena Ismail wafat lebih dahulu dari bapaknya maka dinobatkanlah Musa al Kazim. Sementara
menurut pengikut Ismail, hak atas Ismail tidak dapat dipindahkan kepada yang lain walaupun telah
meninggal. Sejak pemimpin ketujuh mereka meninggal pada tahun 260 H/873-874 M, aktifitas aliran
Ismailiyah dimulai. Karena para khalifah Abbasiyah mengadakan penyelidikan, golongan ini
berpindah dari Salamiya (kota kecil di wilayah Hamah, Syiria) menuju Afrika Utara.
5
Jaih Mubarak, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 104.
6
K. Ali, Sejarah Islam(Tarikh Pramodren) (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), h.
325.
6. 6
Pasca kematian Abdullah ibn Maimun, tampuk pimpinan dijabat oleh Abu
Abdullah al-Husain, melalui propagandanya ia mampu menarik simpati suku
Khitamah dari kalangan Berber yang bermukim didaerah Kagbyle untuk menjadi
pengikut setia. Dengan kekuatan ini, mereka menyeberang ke Afrika Utara dan
berhasil mengalahkan pasukan Ziyadat Allah selaku Penguasa Afrika Utara saat itu.7
Syi’ah Islamiyah mulai menampakkan kekuatannya setelah tampuk
Pemerintahan dijabat oleh Sa’id ibn Husain al-Islamiyah yang menggantikan Abu
Abdullah al-Husain. Di bawah kepemimpinannya, Syi’ah Islamiyah berhasil
menaklukkan Tunisia sebagai pusat kekusaan daulah Aglabiyah pada tahun 909 M.8
Said memproklamasikan dirinya sebagai imam dengan gelar Ubaidillah al Mahdi.
Sa’id mengaku dirinya sebagai putera Muhammad al-Habib seorang cucu
imam Islamiyah. Namun kalangan Sunni berpendapat bahwa Sa’id berasal dari
keturunan Yahudi sehingga dinasti yang didirikannya pada awalnya disebut dinasti
Ubaidillah. Sementara Ibn Khaldun, Ibn al-Asir dan Philip K. Hitti berpendapat
bahwa Sa’id memang berasal dari garis keturunan Fatimah puteri Nabi Muhammad
SAW, yang bersambung garis keturunannya hingga Husain bin Ali bin Abi Thalib.9
7
Ibid, h. 326
8
Dinasti Aghlabiyah adalah dinasti kecil yang berkuasa di Tunisia Afrika Utara. Dinasti ini
berdiri pada tahun 800 M. awalnya dinasti ini hanyalah salah satu propinsi dari kerajaan Abbasiah
yang saat itu dipimpin Ibrahim bin Aglab seorang pejabat dalam militer Abbasiah. Namun disebabkan
letak geografisnya yang jauh dari pusat pemerintahan maka mereka juga turun menyatakan pemisahan
diri dari daulah Abbasiah. Hubungan antara Aghlabiyah dengan Abbasiah kala itu hanya sebatas
membayar pajak tahunan sebesar 40.000 Dinar. Dibawah pemerintahan Ziyadatullah mereka berhasil
merebut Sisilia dari kekuasaan Byzantium pada tahun 827 M. kekuasaan mereka baru berakhir pada
penghujung abad kesembilan. Lihat C.K Bosworth, Dinasti-Dinasti islam,
terj Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 1993), hal 46-47
9
Philip K Hitty, op.cit., hal 732
7. 7
Ubaidillah merupakan khalifah pertama daulah Fatimiyah. Ia memerintah
selama lebih kurang 25 tahun (904-934 M). Dalam masa pemerintahannya, al-Mahdi
melakukan perluasan wilayah kekuasaan ke seluruh Afrika, meliputi Maroko, Mesir,
Multa, Alexandria, Sardania, Corsica, dan balerick. Pada 904 M, Kahalifah al-Mahdi
mendirikan kota baru dipantai Tunisia yang diberi nama kota Mahdiyah yang
didirikan sebagai ibukota pemerintahan
Di Afrika Utara kekuasaan mereka segera menjadi besar. Pada tahun 909 mereka
dapat menguasai dinasti Rustamiyah dan Tahert serta menyerang bani Idris di
Maroko. Pekerjaan daulah Fatimiyah yang pertama adalah mengambil kepercayaan
ummat Islam bahwa mereka adalah keturunan Fatimah binti Rasulullah dan istri dari
Ali bin Abu Muthalib.10
B. Kemajuan-Kemajuan Pada Masa Dinasti Fatimiyah
Dinasti Fatimiyah telah memberikan konstribusi besar terhadap
perkembangan dan kemajuan dalam hirarki sejarah Islam. Sumbangsih tersebut
dapat dilihat dari berbagai karya-karyanya yang monumental, baik dalam
bentuk fisik material seperti bangunan-bagunan, ornamen-ornamen, tata kota dan
10
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam),
t.p.t.th.,h. 146
8. 8
lain sebagainya maupun dalam bentuk berbagai bidang yang tertuang dalam
bentuk buku.11
Daulah Fatimiyah memasuki era kejayaan pada masa pemerintahan Abu
Tamin Ma’Abu Daud yang bergelar al-Mu’iz (953-997). Al-Mu’iz behasil
menaklukkan Mesir dan memindahkan pemerintahan ke Mesir. Pada masa ini rakyat
merasakan kehidupan yang makmur dan sejahtera dengan kebijakan-kebijakan untuk
mensejahterakan rakyatnya. Indikatornya adalah banyaknya bangunan fisik seperti
Mesjid, Rumah sakit, Penginapan, jalan utama yang dilengkapi lampu dan pusat
perbelanjaan. Pada masa ini pula berkembang berbagai jenis perusahaan dan
kerajinan seperti tenunan, kermik, perhiasan emas, dan perak, peralatan kaca,
ramuan, obat-obatan.12
Kesuksesan lainnya adalah dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan.
Besarnya minat masyarakat kepada ilmu pengetahuan mendapat dukungan penguasa
dengan membangun Dar al-Hikmah pada tahun 1005 M dan perguruan tinggi al-
Azhar (yang sebelumnya adalah bangunan masjid), yang mengajarkan ilmu
kedokteran, Fiqh, Tauhid, Al-Bayan, Bahasa Arab, Mantiq, dan sebagainya.13
11
lihat Mehfi Nakosten dalam History of Islamic Origins of Western Education A.D. 800-
1350; With an Introduction to Medieval Muslim Education yang diterjemahkan oleh Joko S. Kahar
dan Supriyanto Abdullah dengan judul Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi
Analisis Abad Keemasan Islam (Cet. I; Surabaya : Risalah Gusti, 1996), h.95.
12
Jousef Sou’ib, Sejarah Daulat Abbasiah, (Jakarta : Bulan Bintang, 1977, hal 234
13
Lihat ; Muhammad Jamaluddin Surur, ad Daulah al fatimiyah fil Mashr, (Kairo : Darul
Fikr al Arabiy, 1979), h. 68-71
9. 9
Di bawah ini akan dikemukakan beberapapa kemajuan yang pernah
dicapai pada masa dinasti Fatimiyah terutama ketika dinasti ini menguasai
Mesir dengan ibu kotanya Kairo,14
yaitu :
1. Dibidang filsafat, pada masa dinasti Fatimiyah perhatian pada filsafat
Yunani sangat diperhatikan, terutama yang berhubungan dengan pendapat
Plato dan muridnya Aristoteles. Pengadopsian pendapat filosof Yunani
tersebut dilakukan dalam rangka pengembangan pengetahuan dan
peradaban, disamping untuk memperkuat propaganda Syi’ah.15
2. Dibidang ilmu pengetahuan, masa Fatimiyah ini kurang produktif
dalam mengahsilkan karya tulis dan ulama besar kecuali dalam jumlah
kecil, sekalipun banyak di antara khalifah dan para wazir menaruh
perhatian dan penghormatan terhadap para ilmuan. Ibnu Killis merupakan
salah seorang wazir yang sangat getol dalam memperjuangkan ilmu
pengetahuan dan pengajaran. Ia mendirikan akademi dan memberinya
subsidi besar setiap bulan. Pada masa Ibnu Killis ini terdapat seorang
fisikawan besar yang bernama Muhammad al-Tamimi. Al-Kindi
sejarawan dan tofografer terbesar yang hidup di Fustat dan meninggal di
tahun 961 M.16
14
Kota Kairo dibangun pada tanggal 17 Sya’ban 358 H / 969 M oleh panglima perang
dinasti fatiomiyah, Jawhar al-Siqilli, atas perintah khalifah al-Mu’izz Lidinillah (935-975 M),
sebagai ibu kota kerajaan dinasti tersebut untuk selanjutnya lihat Badri yatim, op,cit., h. 281.
15
Ahmad Amin, Dzhur al-Islam, Jilid I (Cet. III; Mesir; t.p., tt),h.188.
16
K. Ali, Op,cit., h. 341
10. 10
Pada masa pemerintahan al-Hakim (996-1001 M) didirkan Dar al-
Hikmah, terinsipirasi dari lembaga yang sama yang didirikan oleh al-
Mu’mun (Khalifah Abbasiyah) di Bagdad. Di lembaga ini banyak sekali
koleksi buku-buku, tidak kurang dari 100.000 volume, boleh jadi
sebanyak 600.000 jilid buku, termasuk 2.400 buah al-Quran berhiaskan
emas dan perak disimpan di ruang terpisah. Lembaga ini juga merupakan
pusat pengkajian astronomi, kedokteran dan ajaran-ajaran Islam terutama
Syi’ah. Menurut Cyril Elgood :
“Buku-buku lainnya- tentang ilmu-ilmu hukum (fighi), tua bahasa,
retoriuka, sejarah, bigrafi, astronomi dan ilmu kimia tersimpan dalam rak
(peti) buku yang luas di sekitar (sepanjang) dinding, yang terbagi dalam
susunan di atas rak–rak buku, masing-masing memiliki satu pintu dengan
sebuah kunci. Di atas pintu masing-masing bagian, tergantung satu daftar
buku-buku yang ada di dalamnya, demikian pula peringatan
(keterangan) buku–buku yang tidak ada dari masing-masing cabang ilmu
pengetahuan.”17
Kekayaan dan kemakmuran Dinasti Fatimiyah dan besarnya
perhatian para khalifahnya merupakan faktor pendorong para ilmuan
untuk berpindah ke Kairo. Istana al-Hakim dihiasi dengan kehadiran Ali
bin Yunus, pakar terbesar dalam bidang astronomi, dan Ibnu Ali al-
Hasan ibn al-Haytami seorang fisikawan Muslim terbesar dan juga ahli
di bidang optik. selain mereka berdua terdapat sejumlah sastrawan dan
ilmuwan yang berkarya di istana Fatimiyah.
Khalifah Fatimiyah mendirikan sejumlah sekolah dan perguruan,
dan lembaga ilmu pengetahuan. Lembaga ilmu pengetahuan yang sangat
17
Cyril Elgood dalam Mehfi Nakosten, Op.cit., h,. 95.
11. 11
menonjol pada saat itu adalah perguruan tinggi al-Azhar, yang
manfaatnya dirasakan sampai saat sekarang.18
Dar al-Hikmah merupakan prakarsa terbesar untuk pengembangan
ilmu pengetahuan, sekalipun pada awalnya lembaga ini dimaksudkan
sebagai sarana penyebaran ajaran Syi’ah Isma’iliyah. Lembaga ini
didirikan oleh khalifah al-Hakim pada tahun 1005 M. Al-Hakim juga
besar minatnya dalam penelitian astronomi. Untuk itu ia mendirikan
lembaga observatori di Bukit al-Mukattam. Lembaga observatori ini juga
didirikan di tempat lain.
3. Dibidang Arsitektur, kemajuan terpenting pada masa Dinasti Fatimiyah
adalah arsitektur megah. Beberapa kasau yang terbuat dari emas
menyangga langit-langit (plafon), gambar burung dan binatang yang aneh-
aneh menghiasi dinding dan furniture, beberapa pancuran air terjun
yang menyejukkan udara.
4. Dibidang Seni arsitektur publik Fatimiyah, merupakan bentuk
improvisasi dari aspek-aspek seremonial Istana kerajaan. Ibu kota
Fatimiyah al-Qahira (Kairo) , yang dibangun pada tahun 969, dengan
sejumlah istana kebesaran dan masjid-masjid agung, merupakan sebuah
kota kerajaan yang dirancang sebagai wujud bagi kebesaran kerajaan.
Beberapapa masjid seperti al-Azhar dan al-Hikmah dibangun dengan
18
Universitas al-Azhar ini dulunya adalah sebuah Mesjid yang bernama al-Azhar yang
dibangun oleh al-Siqilli pada tanggal 17 Ramadhan 359 H (970 M). Nama al-Azhar diambil dari
al-Zahra, Julukan Fatimah, Putri Nabi Muhammad saw. Dan istri Ali Abi Thalib, Imam Pertama
Syi’ah.
12. 12
sejumlah menara dan kubah yang melambangkan sifat ketinggian para
imam dan mengingatkan terhadap kota suci Makkah dan Madinah sebagai
sebuah cara pemuliaan terhadap khalifah lantara kesungguhannya dalam
berbakti kepada Tuhan dan kedapa Islam.19
5. Di bidang Nahwu dan kesusatraan, di Mesir pada masa Dinasti
Fatimiyah ditemukan juga kemajuan di bidang nahwu dan sastera. Dalam
bidang nahwu diupayaklan suatu gerakan untuk memperkokoh sistem
linguistik Arab sehingga melahirkan teori-teori yang baru dalam bidang
tersebut.
Di antara tokoh yang paling terkenal dalam bidang ini adalah Abu
bakar al-Adfawiy yang sangat cemerlang pengetahuannya tentang al-
Qur’an dan Nahwu, mengarang 120 jilid mengenai masalah ulama al-
Qur’an.20
Tokoh yang lain adalah Ibnu Bansyads, beliau sangat mahir dalam
sastra Arab dan pengungkapan kata yang mengekspresikan jiwa seni.
Beliau mencetuskan koreksi terhadap kesalahan yang terjadi dalam
pengejaan dan pemakaian gramatikal yang tidak ada sebelumnya. Di
antara karangannya adalah syarah kitab Al-Jumal, al-Muhatsib fi al-Nahwi
dan al-Ta’liq fi al-Nahwi yang menghampiri 15 jilid.21
19
Ira M. Lapidus,Op.cit., h. 536-537
20
Ahmad Amin, Op.cit, h. 205
21
Ibid.
13. 13
Sya’ir mengalami kemajuannya pada masa ini dengan ditemukannya
nilai-nilai dasar tentang syair yang mana sebelumnya belum pernah
dikenal oleh orang Mesir. Di antara tokoh yang terkenal dalam bidang
sya’ir adalah Ibnu Haniy.22
Hal yang menarik dari perkembangan sya’ir ini adalah upaya
untuk memasukkannya dalam wilayah politis yang mendukung dakwah
Sya’ir Isma’iliyah. Sehingga sya’ir bukan hanya terpenjara dalam dimensi
indera yang statis, tapi lebih sebagai suatu refleksi kebudayaan yang
memiliki nilai urgensi yang dinamis dalam membentuk peradaban
Fatimiyah.
C. Masa Kemunduran dan Runtuhnya Daulah Fatimiyah.
Dinasti Fatimiyah berkuasa selama 262 tahun, dari tahun 297 H/ 909 M
sampai tahun 567 H/ 1171 M. Selama itu berkuasa 14 orang khalifah, yaitu:
1. Ubaidillah (al-Mahdi) (909-934)
2. al-Qâim (934-946)
3. al-Mansur (946-952)
4. al-Mu’izz (952-975)
5. al-Aziz (975-996)
6. al-Hakim (996-1021)
7. az-Zhahir (1021-1035)
22
Ibid., h. 206
14. 14
8. al-Mustansir (1035-1094)
9. al-Mustâ’li (1094-1101)
10. al-Amir (1101-1130)
11. al-Hafiz (1130-1149)
12. az-Zafir (1149-1154)
13. al-Fâ’iz (1154-1160)
14. al-Adid (1160-1171).23
Gejala-gejala yang menunjukkan kemunduran dinasti Fatimiyah telah terlihat
dipenghujung masa pemerintahan Al-Aziz, namun baru kelihatan wujudnya pada
masa pemerintahan al-Muntasir yang terus berlanjut hingga berakhirnya kekuasaan
pada masa pemerintahan al-Adid 567 H / 1171 M.
Adapun faktor penyebab kemunduran dan runtuhnya daulah Fatimiyah dapat
diklarifikasikan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal :
Faktor Internal
Faktor internal yang paling signifikan dalam menghantarkan kemunduran
daulah Fatimiyah adalah di karenakan lemahnya kekuasaan pemerintah. Menurut
Ibrahim Hasan, para khalifah tidak lagi memiliki semangat juang yang tinggi seperti
yang ditunjukkan para pendahulu mereka ketika mengalahkan tentara Berber di
23
Philip K. Hitti, History of The Arabs, Op. cit., h. 795
15. 15
Qairawan. Kehidupan para khalifah yang bermewah-mewah merupakan penyebab
utama hilangnya semangat untuk melakukan ekspansi.24
Selain itu, para khalifah kurang cakap dalam memerintah sehingga roda
pemerintahan tidak bejalan secara efektif, ketidak efektifan ini dikarenakan khalifah
yang diangkat banyak yang masih berusia relatif muda sehingga kurang cakap dalm
mengambil kebijakan . Tragisnya mereka ibarat boneka ditangan para wazir karena
peranan wazir begitu dominan dalam mengatur pemerintahan.
Fenomena ini muncul pasca wafatnya al-Aziz, setelah al-Aziz wafat ia
digantikan puternya bernama Abu Mansur al-Hakim yang pada saat
pengangkatannya masih berusia 11 tahun. Kebijakan dalam pemerintahannya sangat
tergantung kepada keputusan Gubernur bernama Barjawan yang meskipun pada
akhirnya dihukum al-hakim karena penyalahgunaan kekuasaan.25
Bukti lain ketidak cakapan khalifah adalah munculnya perlawanan orang
Kristen terhadap penguasa. Perlawanan ini muncul dikarenakan orang Kristen tidak
senang dengan maklumat al-Hakim yang dianggap menghilangkan hak-hak mereka
sebagai warga negara. Maklumat tersebut berisikan tiga alternatif pilihan yang berat
bagi orang Kristen. Masuk Islam, atau meninggalkan tanah air, atau berkalung salib
sebagai simbol kehancuran.26
24
Hasan Ibrahim Hasan,Tarikh ad Daulah al Fatimiyah fil Maghrib, Misr, Suriah wa Biladul
Arab (Kairo: Lajnatut Ta’lif wal Tarjamah wan Nasyr, 1958), h. 179
25
K.Ali, Sejarah Islam(Tarikh Pramodren) (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), h.
333.
26
Ibid., h. 334
16. 16
Setelah al-Hakim wafat, ia digantikan puteranya bernama Abu Hasyim Ali
yang bergelar al-Zahir. Pada saat pengangkatannya al-Zahir masih berusia 16 tahun
dan kebijakan pemerintahan berada ditangan bibinya bernama Siti al-Mulk,
sepeninggalan bibinya al-Zahir menjadi raja boneka ditangan para wazirnya.
Pengangkatan khalifah dalam usia relatif muda masih terus berlanjut hingga
masa akhir pemerintahan daulah Fatimiyah, bahkan khalifah ke tiga belas yang
bernam al-Faiz dinobatkan pada saat masih balita nanun keburu meninggal dunia
sebelum berusia dewasa. Sementara khalifah terakhir bernam al-Adid dinobatkan
disaat berusia sembilan tahun.
Faktor lainnya diperparah oleh peristiwa alam. Wabah penyakit dan kemarau
panjang sehingga sungai Nil kering, menjadi sebab perang saudara. Setelah
meninggal Abu Tamim Ma’ad al Muntashir diganti oleh anaknya al Musta’li. Akan
tetapi Nizar, (anak Abu Tamim Ma’ad yang tertua) melarikan diri ke Iskandariyah
dan menyatakan diri sebagai khalifah. Oleh sebab ini fatimiyah terpecah menjadi
dua.27
Selain itu, faktor internal lainnya sebagai penyebab kehancuran daulah
Fatimiyah adalah persaingan dalam memperoleh jabatan dikalangan wazir. Pada
masa al-Adid sebagai khalifah terakhir misalnya, terjadi persaingan antara Abu Sujak
Syawar dan Dargam untuk merebutkan jabatan wazir yang akhirnya dimenangkan
Dargam. Karena sakit hati, Syawar meminta bantuan Nur Al-Din al-Zanki untuk
27
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh ad Daulah al Fatimiyah fil Maghrib, Misr, Suriah wa Biladul
Arab (Kairo: Lajnatut Ta’lif wal Tarjamah wan Nasyr, 1958), h. 272-273.
17. 17
memulihkan kekuasannya di Mesir, jika berhasil ia berjanji untuk menyerahkan
sepertiga hasil penerimaan negara kepadanya.
Tawaran ini diterima Nur al-Din, lalu ia mengutus pasukan dibawah
pimpinan Syirkuh dan keponakannya Salah al-Din al-Ayyubi. Pasukan ini mampu
mengalahkan Dargam sehingga Syawar kembali memangku jabatan wazir dan
memenuhi janjinya kepada Nur al-Din.
Perebutan kekuasaan ditingkat wazir ini merupakan awal munculnya
kekuasaan asing yang pada akhirnya mampu merebut kekuasaan dari tangan daulah
Fatimiyah dan membentuk dinasti baru bernama Ayyubiyah.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal penyebab runruhnya daulah Fatimiyah adalah menguatnya
kekuasaan Nur al-Din al-Zanki di Mesir. Nur al-Zanki adalah Gubernur Syiria yang
masih berada di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah. Popularitas al-Zanki menonjol
pada saat ia mampu mengalahkan pasukan salib atas permohonan khalifah al-Zafir
yang tidak mampu mengalahkan tentara salib.
Dikarenakan rasa cemburunya kepada Syirkuh yang memiliki pengaruh kuat
di istana dianggap sebagai saingan yang akan merebut kekuasaannya sebagai wazir,
syawar melakukan perlawanan. Agar mampu menguat kekuasannya, Syawar
meminta bantuan tentara Salabiyah dan menawarkan janji seperti yang dilakukannya
terhadap Nural-Din.28
28
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh ad Daulah al Fatimiyah fil Maghrib, Misr, Suriah wa Biladul
Arab (Kairo: Lajnatut Ta’lif wal Tarjamah wan Nasyr, 1958), h.180.
18. 18
Tawaran ini diterima King Almeric selaku panglima perang salib dan
melihatnya sebagai suatu kesempatan untuk dapat menaklukkan Mesir. Pertempuran
pun pecah di Pelusium dan pasukan Syirkuh dapat mengalahkan pasukan
salib.Syawar sendiri dapat ditangkap dan dihukum bunuh dengan memenggal
kepalanya atas perintah khalifah Fatimiyah.29
Dengan kemenangan ini, maka Syirkuh dinobatkan menjadi wazir dan pada
tahun 565 H / 1117 M. setelah Syirkuh wafat, jabatan wazir diserahkan kepada Salah
al-Din Ayyubi. Selanjutnya Salah al-Din mengambil kekuasaan sebagai khalifah
setelah al-Adid wafat. Dengan berkuasanya Salah al-Din, maka diumumkan bahwa
kekuasaan daulah Fatimiyah berakhir. Dan membentuk dinasti Ayyubiyah serta
merubah orientasinya dari paham syi’ah ke sunni.30
Khalifah Fatimiyah berakhir pada tahun 567 H / 1117 M. Untuk mengantipasi
perlawanan dari kalangan Fatimiyah, Salah al-Din membangun benteng bukit di
Muqattam dan dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan militer. Yang kini
bangunan benteng tersebut masih berdiri kokoh di kawasan pusat Mishral qadim
(Mesir lama) yang terletak tidak jauh dari Universitas dan juga dekat dengan
perumahan Mahasiswa Asia di Qatamiyah.
BAB III
KESIMPULAN
29
Jaih Mubarak, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hal 104.
30
Ali Ibrahim Hasan, Misr fi al “Ushur al Wustha : Minal Fathil Arabiy ilaa Fathil
Ustmaniy, (Kairo: Maktabahal Nahdah al Mishriyah, 1976), h. 63.
19. 19
Daulah Fatimiyah merupakan salah satu imperium besar sepanjang sejarah
Islam. Pada awalnya, daulah ini hanya berupa dinasti kecil yang melepaskan diri dari
kekuasaan daulah Abbasiyah. Mereka mampu memerintah lebih dua abad sebelum
ditaklukkan oleh dinasti Ayyubiyah dibawah kepemimpinan Salah al-Din al-Ayyubi.
Dalam masa pemerintahannya, daulah Fatimiyah sangat konsern dengan
pengembangan paham Syi’ah Isma’iliyah. Untuk kesuksesannya, mereka
mewajibkan seluruh aparat di jajaran pemerintahan dan warga masyarakat untuk
menganut paham tersebut. Upaya ini cukup berhasil yang ditandai dengan banyaknya
masyarakat yang bersedia menerimanya meskipun berasal dari non muslim.
Kemunduran daulah Fatimiyah dikarenakan tidak efektifnya kekuasaan
pemerintah dikarenakan para khalifah hanya sebagai raja boneka sebab roda
pemerintah didominasi oleh kebijakan para wazir sementara khalifah hanya hidup
menikmati kekuasaannya didalam istana yang megah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Amin, Dzhur al-Islam, Jilid I (Cet. III; Mesir; t.p., tt).
Ali Mufradi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,
1997).
20. 20
Ali Ibrahim Hasan, Misr fi al “Ushur al Wustha : Minal Fathil Arabiy ilaa Fathil
Ustmaniy, (Kairo: Maktabah al Nahdah al Mishriyah, 1976).
Ali K., Sejarah Islam(Tarikh Pramodren) (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
1997).
C.K Bosworth, Dinasti-Dinasti islam,terj Ilyas Hasan (Bandung: Mizan,1993).
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh ad Daulah al Fatimiyah fil Maghrib, Misr, Suriah wa
Biladul Arab (Kairo: Lajnatut Ta’lif wal Tarjamah wan Nasyr, 1958).
Jaih Mubarak, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004).
Jousef Sou’ib, Sejarah Daulat Abbasiah, (Jakarta : Bulan Bintang, 1977).
Muhammad Sahil Thaqusi, Tarikhul Fathimiyyin fi Syimali Afriqiyah, mishra wa
biladis Syam (Beirut: Darun Nufas Beirut, 2001).
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam)
(Jakarta: Kencana, 2003).
Mehfi Nakosten dalam History of Islamic Origins of Western Education A.D. 800-
1350; With an Introduction to Medieval Muslim Education yang
diterjemahkan oleh Joko S. Kahar dan Supriyanto Abdullah dengan judul
Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad
Keemasan Islam (Cet. I; Surabaya : Risalah Gusti, 1996).
Muhammad Jamaluddin Surur, ad Daulah al fatimiyah fil Mashr, (Kairo : Darul Fikr
al Arabiy, 1979).
Philip K Hitty, History of the Arabs (MacMillan:The Macmillan Press Ltd, 1974).