SlideShare a Scribd company logo
1 of 335
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
1 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
Karya 
Hermawan 
2 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Novel ini aku persembahkan untuk kedua 
orang tuaku sebagai tanda baktiku dan 
untuk adikku tercinta semoga kalian tetap 
sehat dan berada bersama Allah SWT 
3 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
1. AWAL BARATAYUDA ( Janji Wiratha ).........................................8 
2. GUGURNYA SANG PUTRA GANGGA..........................................31 
3. MAJUNYA SANG PROFESOR.......................................................44 
4 
DAFTAR ISI 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
4. GUGURNYA CALON RAJA MUDA HASTINA..............................58 
5. KEMARAHAN SANG ADIPATI.....................................................78 
6. KEGELISAHAN DURYUDANA.....................................................87 
7. SUMPAH ARJUNA.......................................................................113 
8. MAJUNYA BURISRAWA.............................................................137 
9. TEGAKNYA HARGA DIRI SANG PROFESOR.............................151 
10. GUGURNYA SANG PROFESOR..................................................166 
11. GUGURNYA PRAMUGARI PRINGGODANI................................182 
12. DURSASANA GUGUR.................................................................193 
13. GUGURNYA SANG PUTRA SURYA...........................................221 
14. SIASAT ASWATAMA.................................................................244 
15. PENGAKUAN KEMBAR.............................................................271 
16. MENGENAL MASA LALU.........................................................296 
17. SALYA GUGUR.........................................................................308 
18. AKHIR BARATAYUDA..............................................................322 
PRAKATA 
Sebuah sejarah yang panjang yang mengisahkan darah yang bergejolak 
dari sebuah negara yang harus di perebutan oleh dua orang yang masih keturunan 
sama. Yaitu keturunan Prabu Barata. Terselip suatu peristiwa yang mengilhami 
5 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
bahwa suatu peperangan dapat membuat negera tersebut menderita dan membawa 
bencana tapi apakah suatu kekekuasan harus di peroleh dengan tindakan 
kekerasan?. Dan mengapa agar suatu kekuasaan yang bukan miliknya harus 
dipertahanan dengan menempuh perang ?. 
Sebenarnya apa yang ada di pikiran manusia. Mengapa kekuasan dan 
kewibawan yang berarti harus ada kemewahan dan keindahan dalam 
pemerintahan ..??. Apa yang sebenarnya itu ?”. 
Dari kisah yang saya tulis yang mengkisah dua keturunan yang berseteru. 
Yaitu kurawa dan Pandawa. Kisah ini mengilhami kisah perang Baratayauda. 
Dalam kisah ini pasti ada dua kubu. Yang satu baik dan jahat. Pandawa yang 
merupakan kubu baik dan merupakan trah raja yang sah sebagai penerus kerajaan 
Hastina. Tapi apa yang terjadi ..?”. Setelah Pandawa dewasa ia malah mendapat 
perlakuan kasar dari para saudara Kurawa. Tapi mereka tetap diam selama masih 
dalam Kebenaran. Saat mengumumkan Puntadewa sebagai pewaris tahta kerajaan 
Hastina. Kurawa mulai menggunakan rencana licik agar kekuasan jatuh padanya. 
Bahwa Kebenaran pasti Menang. Selama Pandawa masih dalam 
Kebenaran maka kemenanagan akan datang. Sesuai janji yang tertulis dalam buku 
yang pernah ditulis oleh eyang mereka tentang nasib kerajaan yang ditentukan 
lewat perang jika hubungan damai tidak berhasil. 
Dalam buku ini kisah patriot seorang anak Pandawa yang rela mati demi 
kemenangan para junjungan. Walaupun sekarang banyak generasi muda yang 
telah hilang semangat patriot tanah air bahkan rela negara dijajah. 
6 
Tapi apa yang didapatkan .../?” 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Tapi itu semua belum cukup. Bagaimana bahwa kebenaran itu harus 
ditegakkan. Sesuai dengan agama yang kita anut. 
Buku ini saya tulis hanya untuk sebagai contoh sikap hidup yang selalu 
memegang teguh sikap Kebenaran sesuai dengan agama yang dianut. Dan untuk 
memberikan gambaran bahwa Kebenaran akan selalu menang walaupun tidak 
Demikian kata – kata yang dapat saya tulis dan ungkapkan. Bila dalam 
penulisan kata atau kalimat tidak berkenan. Saya mohon maaf. Dan saya 
menunggu saran dan kritik dari Anda untuk kemajuan buku yang saya tulis ini. 
AWAL BARATAYUDA ( Janji Wirata ) 
Dan ketika pagi merekah, berangkatlah dengan suara gemuruh lasykar 
besar dari Negara Wirata. Merah menyala busana barisan terdepan bagaikan 
7 
begitu cepat. 
Sekian terima kasih 
PENULIS 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
semburat sinar matahari fajar yang membias mega dari puncak gunung 
gemunung ketika hendak menerangi jagat. 
Susul menyusul warna warni barisan yang lain bergerak bersama, yang 
berwarna kuning kumpul sesama kuning terlihat seperti sekumpulan burung 
podang yang menguasai pucuk ranting-ranting pohon besar. Barisan yang 
berwarna putih berkumpul sesama putih, sehingga kelihatan bagaikan kumpulan 
burung kuntul menyebar memenuhi rawa rawa. Demikian juga barisan dengan 
seragam berwarna hijau, biru, hitam, ungu dan sebagainya terkumpul sesamanya. 
Terlihat dari kejauhan, bebarisan prajurit dengan seragam berwarna warni 
elok bagaikan kelompok kembang setaman. Suara gemerincing kendali dan 
kerepyak ladam kuda membentur bebatuan jalan, bercampur dengan irama tidak 
beraturan tangkai tombak yang saling beradu menambah hingar bingarnya suara 
barisan. Kemeriahan barisan ditingkah dengan suara tetabuhan tambur, suling, 
kendang dan bende serta kelebatnya bendera bersimbol warna warni, bagai hiasan 
pesta, indah dipandang mata ! Debu akhir kemarau membubung tinggi dibelakang 
barisan menambah dramatis dalam pandangan siapapun yang melihat. 
Diatas awan para dewa, dewi, hapsara, hapsari menyebar bunga mewangi, 
memuji, hendaknya barisan Pandawa dan sekutunya akan unggul dalam perang. 
Pada barisan terdepan adalah lasykar setia dari Jodipati berbendera hitam 
dengan gambar gajah. Terlihat sang Werkudara yang selamanya tidak pernah 
berkendara, tetap dengan jalan kaki menggenggam gada super besar ditangannya. 
Dibelakangnya Patih Gagakbongkol mengiring langkah gustinya dengan tegap. 
8 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Berikutnya nampak Arjuna dengan kereta kencananya yang berhias 
sesotya gemerlap, lasykarnya berbendera merah keemasan dengan gambar kera 
ditengahnya. Disampingnya duduk istrinya, Wara Srikandi, anak Prabu Drupada, 
Susul menyusul dibelakangnya sesama barisan saudara Pandawa yang 
lain, Prabu Punta dengan memangku surat Jamus Kalimasadda, duduk diatas 
kereta. Disampingnya duduk Wara Drupadi dengan rambut terurai melambai 
ditiup angin. Dalam benak Sang Dewi terpikir, inilah saat yang ditunggu untuk 
keramas dengan darah Dursasana, seorang yang coba mempermalukannya pada 
pesta permainan dadu dahulu. Atas perlindungan dewa, kain kemben yang coba 
dilepas sang Dursasana menjadi tak berujung. Saat itulah Draupadi bersumpah 
untuk tidak bergelung sebelum keramas dengan darah Dursasana. 
Susul menyusul dibelakangnya, kembar bungsu Pandawa Nakula dan 
Sadewa, dengan berbendera ungu bergambar dewa kembar, Batara Aswin-Aswan. 
Pada barisan sekutu, barisan Dwarawati dipimpin Prabu Kresna beserta 
sang adik ipar Arya Setyaki, disambung barisan dari Wirata dengan pengawak 
Prabu Matswapati diiring kedua Putranya Utara dan Wiratsangka. Resi Seta, putra 
Sulung baginda Matswapati yang sedang dalam semedi di Selaperwata atau 
Sukarini-pun segera disusul utusan untuk memintanya turun gunung, diberi warta 
Dibelakangnya, lasykar Pancalareja/Pancalaradya prabu Drupada 
didampingi Pangeran Pati Arya Drestajumna, atau Trustajumena. Dibelakangnya 
9 
seorang wanita berwatak prajurit. 
bahwa Baratayuda segera terjadi. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
kembali menyusul raja raja sekutu yang lain yang mengharap kemukten dengan 
Tak ketinggalan barisan yang dipimpin anak-anak muda Pandawa, 
Gatutkaca dengan pasukan raksasa dan manusia biasa dari Pringgandani, 
kemudian putra sang Arjuna, Abimanyu, putra sang Punta, Pancawala dan saudara 
Sampailah barisan di tepi lapangan yang maha luas, tegal Kurukasetra. 
Barisan yang mengumpul menjadi satu bagaikan pasangnya air samudra yang 
meleber ke daratan. Beberapa pesanggrahan dibangun untuk menjadi base camp 
dibeberapa tepi strategis. Prabu Puntadewa beserta para sesepuh menamai 
pesanggrahan utama sebagai Pesanggrahan Randuwatangan. Dengan penguat 
batang kayu pohon randu, dipadu patut dengan segala hiasan hingga menyerupai 
Pesanggrahan untuk para senapati dengan nama pasanggrahan 
Randugumbala, pesanggrahan dengan bahan kayu semak randu, sedang 
pesanggrahan untuk prajurit garda depan dengan nama Glagahtinunu, 
pasanggrahan dengan lahan rumput glagah yang dibakar terlebih dahulu. 
Begitupun juga di pihak Kurawa, mereka membuat pesanggrahan yang 
dihias bagaikan istana yang sesungguhnya, dinamakan Pesanggrahan Bulupitu, 
pesanggrahan utama dimana para calon senapati dihimpun dalam satu naungan, 
sementara para prajurit melingkup disekitar pesanggrahan. 
Ditempat lain Adipati Karna menempati pesanggrahan Ngurnting, Prabu 
10 
ikut serta dalam perang suci ini. 
muda yang lain. 
istana. 
Salya mesanggrah di Karangpandan. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Persiapan di pihak Pandawa dimatangkan, Dewi Kunti sudah datang 
diantar kembali iparnya Arya Yamawidura beserta putra sang Yamawidura, Arya 
“Kanjeng Ibu, putra putra paduka mengharap restumu untuk mengemban 
tugas suci ini”. Puntadewa memulai pokok pembicaraan setelah haru biru berlalu, 
menyesali mengapa perang harus terjadi. Tetapi pada dasarnya mereka adalah 
kesatria waskita, yang dianugrahi hati penuh kebijaksanaan. 
Kunti dengan penuh wibawa menguatkan batin anak anaknya,“Anak 
anakku, watak satria adalah mempunyai hati yang teguh. Tidak pernah merasa 
ragu dalam bertindak. Bila sudah dikatakan dahulu bahwa negara akan 
dikembalikan setelah masa perjanjian lewat, maka janji itu adalah hutang yang 
harus dibayar, dan kalian pantas untuk mendapatkan apa yang dijanjikan”. 
“Sedangkan kamu semua adalah kesatria yang diidamkan oleh ayahmu 
dahulu, semua anak Pandu adalah anak anak yang teguh memegang janji. 
Sekarang ini adalah saat yang tepat untuk kalian semua berbakti kepada 
mendiang ayahmu, menjaga kebanggaan akan sikap yang ditanamkan sejak kamu 
Sementara kebulatan tekad terlahirkan, Yamawidura , paman para 
Pandawa dan Kurawa, tidak tega ikut dalam perang, dalam pikirannya masih 
berkecamuk rasa sesal, kedua pihak adalah bagian dari darah dagingnya. Dan 
minta pamitlah Arya Yamawidura kembali ke Panggombakan, kadipaten dalam 
11 
Sanjaya ke Randuwatangan. 
masih kecil” 
lingkungan kerajaan Astina. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Pesanggrahan Bulupitu. Prabu Duryudana dalam sidang darurat penetapan 
Hadir didalamnya Prabu Salya dari Mandaraka sudah diundang datang. 
Demikian juga Resi Bisma dan Begawan Durna. 
“ Para sesepuh semua dan saudaraku, tidak sabar rasaku ini hendak mulai 
menumpas Pandawa yang tidak tahu tata”. Duryudana mengambil inisiatif awal 
“Eyang Bisma, dengan segala hormat, kami para Kurawa meminta 
kanjeng Eyang menjadi senapati pertama”. Strategi Duryudana menunjuk. Dalam 
pikirnya, Baratayuda akan dibuat sesingkat mungkin. 
Ia berkesimpulan, siapapun dari pihak Pandawa tidak akan mampu 
menanggulangi krida Sang Bisma Jahnawisuta, satria dengan nama muda 
Dewabrata, sarat dengan ilmu kaprawiran dilambari kesaktian hasil dari mesu raga 
olah batin pada sepinya pertapan Talkanda menjadikannya seolah tanpa tanding. 
Sebenarnyalah Resi Bisma ada dalam situasi batin yang bertentangan 
dengan pihak yang ia bela. Dalam hatinya, kesatria Pandawa-lah yang terkasih ini 
Tetapi intuisi seorang Pandita waskita mengatakan, “inilah saatnya bagiku 
untuk mengunduh segala pakrti yang aku pernah perbuat dimasa lalu”. 
Dalam benaknya terbayang, ketika ia pernah muda dan salah langkah, 
membunuh putri Kasi bernama Dewi Amba tanpa sengaja, untuk menghindari 
batalnya sumpah kepada sang ibu sambung, dewi Durgandini, bahwa ia akan 
12 
senapati. 
dengan menunjuk seorang senapati. 
tersimpan dalam relungnya. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
menjalani hidup sebagai brahmacarya, seorang yang tak kan pernah menyentuh 
Terngiang dalam telinganya akan ajakan sang Dewi Amba ketika 
menjelang ajalnya menjemput, bahwa ia akan menggandeng tangan sang 
Dewabrata saat ia akan bertarung dengan prajurit wanita entah kapan. Dan dalam 
pengamatannya prajurit wanita yang pantas menjadi sarana kemuliaan adalah 
prajurit Pandawa. Kelompok satria utama yang pantas mengantarnya kembali ke 
Satu hal lagi, Bisma akan kembali bertarung dengan Seta, seorang putra 
sulung raja Wirata yang sama sama gemar bertapa. Ketika itu mereka sepakat 
akan kembali bertarung mengadu kesaktian akibat dipisahkan Hyang Naradda, 
karena pertempuran mereka oleh suatu sebab menimbulkan panas hingga sampai 
ke Kahyangan Jonggring Salaka. Dan momen ini tak dapat ia tinggalkan melihat 
Ketika itu kedua adiknya Citragada dan Wicitrawirya, diserahi putri 
penengah dan terakhir sehingga dewi Amba tetap mengharap untuk dinikahi 
Dewabrata. Namun sumpah Dewabrata kepada ibu tiri, Dewi Durgandini, yang 
khawatir tahta akan jatuh kepada Dewabrata atau anak turunnya, menyebabkan 
Dewabrata bersumpah untuk tetap melajang seumur hidupnya. 
Demikianlah, Senapati utama telah ditunjuk, dengan senapati pendamping 
Prabu Salya dan Pandita Durna. Formasi serangan mematikan telah disusun sesuai 
dengan ambisi sang Prabu Duryudana yang tidak mau mengulur waktu segera 
mengeluarkan jurus maut berisi orang orang sakti andalan. 
13 
perempuan. 
alam tepet suci. 
Wirata ada di pihak Pandawa. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Kata sepakat telah bulat, strategi telah disusun, pilihan jatuh pada gelar 
Wukir Jaladri, gunung karang ditepi laut dengan deburan ombaknya. Kokohnya 
pertahan karang laut dengan gerakan ombak laut yang dahsyat siap melumat 
barisan prajurit Pandawa. Gemuruh langkah cepat prajurit yang bergerak maju 
bagaikan membelah langit. Jumlah besar prajurit dari ujung hingga ke ujung 
lainnya hampir tak kelihatan, ditambahkan dengan pandangan yang tertutup debu 
yang mengepul. Kembali bebunyian penyemangat ditalu, tambur, suling, kendang, 
gong beri ditabuh membahana memekakkan telinga. 
Randuwatangan. Segala kemungkinan sedang dirembug, Baginda 
Matswapati memberikan usul, “ Anak anak dan cucu cuku, negaraku, bahkan 
jiwaku beserta anak- anakku sudah aku pertaruhkan untuk kejayaan Pandawa. 
Sumpahku telah terucap, ketika cucu Pandawa sudah menyelamatkan keselamatan 
keluarga dan negara Wirata dari musuh dari dalam, Kencakarupa, Rupakenca dan 
Rajamala, dan musuh dari luar Para Kurawa lan sraya prajurit dari Trikarta Prabu 
Susarman”. Demikian Matswapati membuka usulannya. 
“Dari itu, perkenankan sebagai senapati, angkatlah anak anakku. 
Ketiganya sekalian aku serahkan segala strategi gelar peperangan kepadamu 
“Sebagai pengayom dan pengarah laku, segala tindak yang akan dilakukan 
untuk aku serahkan kepada Kanda Prabu Kresna” Puntadewa meminta Kresna 
untuk mengambil alih segala kebijakan dan strategi. 
“Baiklah Eyang dan adikku para pandawa, aku terima usul eyang Baginda 
Matswapati. Uuntuk maju pertama kali sebagai senapati adalah eyang Seta 
14 
sekalian”. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
sebagai senapati pertama dan utama, sedangkan sebagai pendamping adalah eyang 
Utara dan eyang Wirasangka”. Kresna memberikan ketetapan. 
Gegap gempita penyambutan para prajurit. Siapa yang tak tahu Resi Seta? 
Putra pertama Baginda Matswapati, guru sang Gatutkaca yang memiliki ajian 
Narantaka. Ajian yang bisa disejajarkan dengan ajian Lebur Seketi kepunyaan 
ayah Duryudana, Adipati Drestarastra. Bahkan bila Lebur seketi dapat meleburkan 
benda apapun yang diraba, maka Narantaka lebih dari itu, perbawa 
sekelilingnyapun menjadi panas terbakar bila aji ini dirapal. 
Kesaktian Resi Seta bila dibandingkan, jauh diatas dari kesaktian adik 
adiknya, Utara, apalagi Wratsangka yang agak penakut. 
Walaupun para Pendawa menyebut ketiga putra Wirata sebagai eyang, 
namun itu hanya sebatas sebutan menurut garis keturunan. Karena sesungguhnya 
Utara dan Wiratsangka adalah orang orang yang masih sebaya dengan para 
Pandawa, bahkan saking panjangnya umur Baginda Matswapati, putra pertama 
Resi Seta adalah sebaya Bisma sedangkan putri terakhir, Dewi Utari, malah 
Ketika strategi perang belum dibicarakan, Wara Srikandi yang bertugas 
mengamati garda depan di Glagahtinunu dengan tergesa menghadap sidang. 
Lapornya “Semua yang hadir, sekarang para Kurawa sudah mendatangi palagan 
dengan menggelar strategi perang Wukir Jaladri. Kami di garda depan sudah 
sempat berhadapan dengan barisan depan mereka, tetapi kami sendiri dan Setyaki 
serta kakang Udawa berkesimpulan untuk kembali terlebih dulu sebagai wujud 
15 
sebaya dengan anak anak Pandawa. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
kita semua menggelar peperangan ini bukanlah perang ampyak, melainkan 
Braja Tiksna Lungid. Gelar serupa seberkas bola api meteor dirancang Sri 
Kresna untuk menghadapi gelar lawan, meteor panas dan tajam yang mampu 
meremukkan karang laut sekalipun. Gelar frontal yang dirancang langsung 
berhadapan antar kedua senapati utama, untuk menghindari kelemahan para 
pendamping, Utara dan Wratsangka. Namun sewaktu waktu gelar dapat dirubah 
menjadi Garuda Nglayang dengan kedua sayap diisi senapati pendamping, dengan 
back up Werkudara terhadap Arya Utara dan Arjuna terhadap Arya Wratsangka 
Diceritakan, kedua pihak barisan telah berhadapan. Gemetar sang Arjuna 
melihat suasana yang tergelar didepan mata. Keraguan hati Arjuna disikapi Sri 
Kresna. Didekatinya Arjuna yang berdiri termangu. 
“Kanda Kresna, apalah artinya peperangan ini. Perang yang terjadi sesama 
saudara. Mereka yang saling berhadapan adalah kakaknya, adiknya, keponakan, 
paman dan seterusnya. Bahkan guru dan murid juga terlibat” demikian sang 
Lanjutnya “Apakah masih ada gunanya saya meneruskan suasana 
seperti ini, apakah tidak sebaiknya apa yang terlihat didepan mata disudahi 
“Iparku, bukankan sudah menjadi ketetapan dalam sidang bahwa inti dari 
peperangan ini bukan lagi berkisar pada kembalinya Astina sebagai hal yang 
16 
perang dengan memakai aturan “. 
disisi kiri dan kanan. 
Arjuna tersentuh rasa kemanusiaannya. 
saja?”. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
utama, walaupun demikianlah kenyataannya” Kresna mulai mencoba 
menghilangkan keraguan yang kembali meliputi batin Arjuna”. 
“Tetapi darma dari satria yang tersandang dalam jiwa adalah menegakkan 
aturan yang sudah ditetapkan. Dan lagi, perang ini bukan sekedar perang 
memperrebutkan negara, tetapi dibalik itu, perang ini adalah sarana memetik hasil 
pakarti para manusia didalamnya dan juga alat untuk meluwar janji yang telah 
terucap, perang idaman para brahmana, jangka para dewa. . . . . . . .. . . .” Banyak 
banyak nasihat yang dikatakan Kresna untuk menguatkan hati Arjuna. 
“Tetapi apakah aku dapat tega melepas anak panah, bila dihadapanku 
adalah orang yang aku agungkan?” Tanya Arjuna. 
“Dalam perang bukanlah tempat untuk murid membalas jasa kepada guru, 
bukan membalas kebaikan antara yang memberi dan menerima kebaikan, tetapi 
dalam peperangan itu adalah berhadapannya kebaikan dan angkara murka. Lagi 
pula banyak satria yang akan membantu menghadapi orang yang kau agungkan, 
jadi tidak perlulah kamu sendiri yang menghadapinya. Tapi bila memang harus 
bertanding juga, sembahlah terlebih dulu para junjunganmu sebelum kamu 
bertempur, niscaya beliaupun akan menghormati kamu, Arjuna” Kresna 
Demikianlah, maka perang campuh berlangsung sengit. Suara dentang 
pedang beradu memekakkan telinga. Gesekannya memancarkan bunga api bagai 
keredap kilat, mengerikan. Saling bunuh terjadi, siapa yang terlena akan terkena 
senjata lawan. Teriakan kesakitan para prajurit dan hewan tunggangan yang 
terkena senjata membuat giris prajurit yang berhati lemah. Dilain pihak, prajurit 
17 
menjelaskan. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
yang haus darah terus merangsek penuh nafsu membunuh. Sementara di angkasa 
hujan anak panah bagai ditumpahkan dari langit. 
Pertempuran antara kedua senapati utama Seta dan Bisma juga 
berlangsung seru, keduanya pernah beradu kesaktian kala itu, kembali bertempur 
dengan peningkatan ilmu kanuragan yang tak pernah mereka tinggalkan 
pengasahannya, sehingga tingkat kemampuan bertempur mereka berdua semakin 
tinggi. Arena pertarungan seakan menjadi kepunyaan mereka, karena lingkaran 
hawa panas keluar dari lingkaran peperangan, sebab tak ada prajurit yang berani 
mendekati arena pertarungan antar keduanya. 
Ditempat lain, pertempuran senapati pendamping juga berlangsung seru. 
Senapati Kurawa, walaupun keduanya sudah tua, namun mereka dengan 
kesaktiannya yang mapan dan matang mampu mengatasi kekuatan dua anak muda 
Wirata. Tidak heran, karena semasa muda keduanya adalah satria pilih tanding. 
Bahkan Durna dengan kekurangan fisik, walau hanya bertangan tunggal, tetapi 
posisinya selalu diatas angin. Sehingga terus merangsek dan mendesak 
Wratsangka. Ketika matahari sudah tergelincir kearah barat, Durna menyudahi 
pertempuran. Wratsangka terkena pusaka Cundamanik, gugur sebagai tawur 
“Wratsangka tewas . . . , Wratsangka tewas . . . . .!!” Teriakan para 
prajurit Kurawa memberikan kipasan angin segar kepada kawan kawannya. 
Motivasi prajurit Kurawa yang sudah mengendor kelelahan, berkobar 
kembali ketika mendengar tewasnya Wiratsangka. 
18 
perang. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Dilain pihak, gugurnya Wiratsangka membuat kedua kakaknya menjadi 
makin liwung, beringas. Seta dengan ajiannya, Narantaka, kobaran api dari kedua 
tapak tangannya meluluh lantaklah prajurit kecil yang menghalanginya. Hewan 
tunggangan para senapati seperti kuda, gajah bahkan kereta perang banyak remuk 
redam dan gosong terkena amuk Resi Seta. Demikian juga kroda sang Utara, yang 
tak lama kemudian mampu merobohkan pertahanan Prabu Salya. Kereta yang 
ditumpanginya Salya terkena sabetan gada Utara, pecah berantakan. Prabu Salya 
selamat namun si kusir, patih Mandaraka Tuhayata, ikut tewas tertebas. 
Putra Salya, Arya Rukmarata yang mencoba melidungi ayahnya akhirnya 
tewas terkena panah Resi Seta yang sementara menghindari peperangan dengan 
Bisma ketika mendengar adiknya terkasih tewas ditangan Durna. 
Dendam membara menguasai hati Sang Seta. Dicarinya Durna yang segera 
dilindungi rapat oleh para pengikut setianya. Bisma tak tinggal diam, 
dibayanginya Seta hingga tidak dengan leluasa melampiaskan dendamnya kepada 
Sementara itu, Prabu Salya sangat terpukul. Anak lelaki tampan kekasih 
hatinya tewas melindunginya. Tewas dengan dada tertembus panah. “Jagad dewa 
batara..!, anakku …., kau yang aku harapkan menjadi penggantiku kelak, ternyata 
malah mendahului aku. Seperti apa derasnya air mata yang tertumpah, bila ibumu 
Setyawati mendengar kabar tentang kematianmu ngger….. “. Bagai kehilangan 
seluruh kekuatannya, Prabu Salya membelai jasad anak tercintanya. 
Tiba tiba Prabu Salya berdiri. Disapunya pandangan dengan nanar, 
mencari dimana Utara berada. Kemarahannya menggelegak dengan hebatnya. 
19 
Durna. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Sementara Utara yang sedang ganti berhadapan dengan Kartamarma dan Durjaya 
“Berikan lawanmu Kartamarma, Durjaya, orang ini pantas menjadi 
Kembali pertempuran yang terputus berlangsung. Kemarahannya 
memaksa mengeluarkan raksasa bajang dari dalam tubuhnya. Tertebas gada sang 
Utara, raksasa bajang bukannya mati, malah membelah diri menjadi dua. Dua dua 
tertebas, raksasa bajang bertambah banyak dengan jumlah ganda. Itulah ajian 
Candabirawa. Aji pemberian mertuanya, Resi Bagaspati. 
Kerepotan Utara melayani lawan yang semakin banyak. Terlena sang 
Utara, panah Prabu Salya, Kyai Candrapati yang dari tadi tertuju kepadanya 
segera dilepaskan, mengena tubuh Utara, gugur pula ia sebagai kusuma bangsa 
Senja telah datang di hari pertama itu. Dan hari pertama pertempuran telah 
ditetapkan berakhir ketika sangkakala ditiupkan. Bangkai kuda, gajah kendaraan 
para prajurit terkapar bersama ribuan sekalian prajurit. 
Hari pertama itu mengawali delapan belas hari pertempuran yang akan 
berlangsung penuh hingga selesai, dan empatbelas hari diantaranya berlangsung 
Malam telah larut. Api pancaka sudah hampir padam. Api suci yang 
membakar kedua putra Wirata, Arya Utara dan Wratsangka, yang gugur sebagai 
prajurit gagah berani. Kesunyian malam mulai mencekam, bintang dilangit 
berkelipan menyebar, sebagian berkelompok membuat rasi. Menjadi pedoman 
20 
segera diterjang. 
korbanku hari ini!!!” 
dalam peperangan pada ujung hari. 
ketika Bisma madeg senapati. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
bagi manusia atas arah mata angin diwaktu malam mati bulan, serta menjadi titi 
waktu kegiatan manusia sepanjang tahun, yang akan berulang dan terus berulang 
entah sampai kapan. Angin semilir menyebarkan bau harum bunga liar. Lebah 
malam terbang dengan dengung khasnya mencari bunga dan menghisap sari 
Para prajurit yang letih dalam perang seharian memanfaatkan malam itu 
sebagai pemulihan tenaga yang esok hari peperangan pasti dilakoninya kembali. 
Dalam pikiran mereka berkecamuk pertanyaan, apakah besok masih dapat 
menikmati kembali terbenamnya matahari? Bagi para prajurit pihak Pandawa, 
kalah menang adalah darma. Kebajikan dalam membela kebenaran akan memberi 
kemukten dialam kelanggengan bila tewas, atau mendapatkan kedua duanya, 
dialam fana juga dialam baka nanti, bila nyawa masih belum terpisahkan dari 
Malam itu Resi Seta duduk gelisah. Rasa sasar sebelum mampu 
membalaskan dendam kematian adik adiknya masih terus berkecamuk. Sesal 
kenapa perang cepat berlalu hingga tak sempat dendam itu terlampiaskan saat itu 
“Belum lega rasaku sebelum aku dapat membekuk kedua manusia yang 
telah menyebabkan kematian kedua adikku”. Sayang, aturan perang tidak 
mengijinkan perang diwaktu malam terus berlangsung. 
Resi Seta terus terjaga, hingga ayam hutan berkokok untuk pertama kali 
barulah mata terpejam. Didalam mimpinya yang hanya sekejap, terlihat kedua 
21 
kembang. 
raga. 
juga. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
adiknya tersenyum melambaikan tangannya. Mereka sangat bahagia, mengharap, 
bila saatnya ketiganya akan berkumpul kembali. 
Hari baru telah menjelang. Kembali hingar bingar membangunkan Seta 
dari tidur. Hari itu gelar perang masih memakai formasi sehari lalu.Belum 
matahari naik sejengkal campuh pertempuran berlangsung kembali. Kali ini Salya 
dan Durna disimpan agak kebelakang. Sebagai gantinya, Gardapati dan Wersaya , 
dua raja sekutu Kurawa di masukkan dalam barisan depan sebagai pengganti 
tombak kembar penggedor pertahanan lawan. 
Dari pihak Randuwatangan, Werkudara dan Arjuna menjadi pengganti 
posisi Utara dan Wratsangka untuk mengimbangi laju serang dua sayap Kurawa. 
Dari jauh hujan panah sudah berlangsung. Seta dengan amukannya mencari biang 
kematian kedua adiknya. Direntangnya busur dan anak panah ditujukan kepada 
Salya, sayang luput dan hanya mengenai kereta perangnya yang kembali remuk. 
Kartamarma dengan gagah berani menghadang, tetapi bukan tandingan 
Seta. Kembali nasib baik masih menaungi Kartamarma, hanya kendaraannya yang 
Bisma mencoba membantu, dilepas anak panah kearah Seta, terkena di 
dadanya, tetapi tidak tedas, bahkan anak panah patah berkeping. Bukan main 
marah Seta, kembali ia mengamuk semakin liwung. Kali ini Durna sebagai 
sasaran anak panahnya, namun Duryudana membayangi, yang kemudian terkena 
anak panah Seta. Walau tidak terluka, Duryudana mundur kesakitan dengan 
menggandeng Durna menyingkir mencari selamat. 
22 
remuk, sementara Kartamarma selamat. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Sebagai Senapati utama dari kedua pihak, Bisma dan Seta kembali 
bertarung. Saling serang dengan gerakan yang semakin lama makin cepat. Seta 
yang sebenarnya memiliki kesaktian lebih tinggi dari Bisma tidak bisa lekas 
menyudahi pertempuran. Perhatiannya masih terpecah dengan rasa penasaran 
untuk membela kematian adik adiknya. Dengan sengaja Seta menggeser arena 
pertandingan mendekati Durna. Namun kesempatan itu tidak dapat ditemukannya. 
Durna sangat dilindungi, demikian juga dengan Salya, keduanya seakan dijauhkan 
Hari berganti, pertempuran seakan tak hendak padam. Sudah berjuta 
prajurit tewas, tak terhitung lagi remuknya kereta perang dan bangkai kuda serta 
gajah kendaraan para prajurit petinggi. Bau anyir darah dan jasad yang mulai 
membusuk, mengundang burung burung pemakan bangkai terbang berkeliaran 
diatas arena pertempuran. Pertarungan kedua senapati linuwih hanya dapat 
dipisahkan oleh tenggelamnya matahari. 
Hingga suatu hari, keseimbangan kekuatan keduanya mulai goyah, 
kelihatan Seta lebih unggul dari Bisma, secara fisik maupun kesaktian. Mulai 
merasa diatas angin Seta sesumbar“Hayo Bisma, keluarkan semua kesaktianmu, 
setidaknya aku akan mundur walaupun setapak”. 
“Jangan merasa jadi lelaki sendirian dimuka bumi ini, lawan aku, hingga 
tetes darah penghabisan pun aku tak akan menyerah”. Bisma tidak mau kalah 
Tetapi apa daya, tenaga Seta yang sedikit lebih muda mampu terus 
mendesak pertahanan Bisma. Merasa terus terdesak, tak terasa posisi Bisma 
23 
dari dendam membara Seta. 
menyahut. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
sampai hingga ketepi bengawan Gangga. Terjatuh ia dari tepi jurang bengawan 
Tertegun Seta dibibir jurang, ditungguinya timbul Bisma ke permukaan air 
beberapa saat, namun hingga sekian lama jasad Bisma tak kunjung muncul. 
Diceritakan, Bisma yang terjerumus kedalam palung bengawan, ternyata 
tidak tewas. Samar terdengar ditelinganya sapaan seorang perempuan, 
“Dewabrata, inilah saat yang aku tunggu, kemarilah ngger. . . !” 
Dicarinya suara itu yang ternyata keluar dari mulut seorang wanita cantik 
“Siapakah paduka sang dewi, yang mengerti nama kecil hamba. Pastilah 
paduka bukan manusia biasa. Malah dugaanku padukalah yang hendak 
menjemput hamba dari alam fana ini….” Dewabrata menjawab dengan seribu 
Wanita itu menggeleng “ Bukan . . . , akulah Gangga ibumu” 
“Benarkan itu, selamanya aku belum pernah melihatnya. Dan seumur 
hidup ini aku selalu merindukan wajah itu.” 
“Ya, akulah ibumu ini”, sang dewi mendekat membelai anaknya. Ibu yang 
dahulu adalah seorang bidadari yang dipersunting Prabu Sentanu. 
“Pantaslah kamu tidak mengenal wajah ibumu ini, karena aku telah 
meninggalkan kamu sewaktu masih bayi”. Sambung Sang Batari. 
Beginilah cerita singkatnya ngger anakku ,“Pada suatu hari ayah Prabu 
Sentanu, ayahmu, yaitu Prabu Pratipa sedang bertapa. Saat sudah mencapai hari 
24 
yang kelewat luas dan dalam. 
dengan dandanan serba putih. 
tanya.” 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
matangnya semadi, aku duduk dipangkuan sang Prabu Pratipta, nyata kalau aku 
terpesona oleh aura sang prabu yang bersinar kemilau dan juga ketampanannya. 
Dari kencantikan yang aku punya, sebenarnya Prabu Pratipa juga sangat 
terpesona denganku, namun tujuan utamanya bukanlah jodoh yang sang 
Prabu dikehendaki. Maka Prabu Pratipa berjanji, bila dia mempunyai anak lelaki 
kelak, maka ia akan menjodohkannya dengan diriku, disaksikanlah janji itu oleh 
Benar, takdir mempertemukan kembali aku dengan anak Prabu Pratipa, 
Raja Muda Sentanu, ketika Sang Prabu sedang cengkeraman berburu. 
Demikianlah, aku dan ayahmu saling jatuh cinta, dan kembali ke Astina 
Sayang seribu kali sayang, ada satu permintaan ku yang diasa kelewat 
berat ketika diutarakan kepada ayahmu. Setiap aku melahirkan, maka anak itu 
harus dihanyutkan di bengawan Gangga. 
Sekian lama ayahmu, Sentanu tidak dapat memutuskan persoalan yang 
Asmara akhirnya mengalahkan logika. Kecantikanku yang selalu belalu 
dihadapannya setiap waktu, memancing gairah kelelakian Prabu Sentanu hingga 
Hari berganti, bulan berlalu dan tahun tahunpun susul menyusul 
menjelang. Lahir satu demi satu anak anakku. Belum sampai menyusu, bayi 
merah dihanyutkan di Bengawan Gangga. Hingga akhirnya lahir anakku yang ke 
25 
alam semesta. 
bersama sama. 
maha berat baginya. 
disanggupinya permitaan yang satu itu. 
sembilan. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Anak yang lahir ini sangat mempesona Prabu Sentanu, dengan aura cahaya 
cemerlang, senyum cerah dan tingkah lucu meluluhkan cinta sang Sentanu 
terhadapku. Anak itu adalah kamu Dewabrata! Tambahan lagi kesadaran 
ayahmu terhadap rasa kemanusiaan, mengalahkan cinta berlandas birahi terhadap 
Pertengkaran sebab dari perbedaan pendapat berlangsung setelah itu dari 
hari kehari, hingga terucap kata kataku, bahwa aku harus meninggalkan Astina 
Demikan Sang Batari Gangga mengakhiri cerita masa lalunya. 
Memang demikaian adanya. Prabu Sentanu saat ditinggal istrinya, sangat 
kesulitan mencarikan susuan untuk anaknya. Ratusan wanita tewas ketika 
mengharap dapat dipersunting Sang Prabu, sebagai ganti atas air susu yang 
dilahap putera kerajaan, Raden Dewabrata, atau Jahnawisuta alias Raden 
Ganggaya . Kelak Sang Sentanu dapat menemukan kembali pengganti ibu 
Dewabrata sekaligus istrinya, yaitu Dewi Durgandini, kakak Raden Durgandana 
yang ketika bertahta menggantikan ayahndanya bergelar Sang Baginda 
Durgandini sendiri mengalami cerita asmara rumit antara Palasara kakek 
moyang Pandawa, dan Sentanu.Itulah kenapa Bisma Jahnawisuta, Sang Putra 
Bengawan, tidak pernah bertemu ibunya hingga saat Baratayuda tiba. 
“Nah sekarang katakan, ada apa denganmu, kenapa kamu ada disini, 
anakku..?” Sang Batari menyelidik atas peristiwa yang tak terduga ini. 
26 
diriku. 
kembali ke alam kawidodaren”. 
Matswapati. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Lalu Dewabrata menceritakan dari awal hingga ia terjerumus kedalam 
“Pertolongan ibu sangat aku harapkan, agar aku tidak mendapat seribu 
malu atas tanggung jawab Negara yang telah dibebankan diatas pundak ini, ibu!” 
“Baiklah, sekarang kembalilah ke medan pertempura, Aku bekali dengan 
senjata panah sakti bernama Cucuk Dandang, lepaskan kearah lawanmu”. Kasih 
ibu sekali ini memberikan tunjangan terhadap anak yang sedang dalam kesulitan. 
Gembira sang Bisma menerima pusaka itu. Niat untuk berlama- lama 
melepas kangen dengan sang ibu diurungkan. Segera ia memohon pamit. 
Seta kembali mengamuk di palagan setelah yang ditunggu tidak juga 
timbul. Tandangnya membuat giris siapapun yang ada didekatnya. Namun tidak 
sampai separuh hari, kembali ia dikagetkan dengan kemunculan Bisma. 
“ Seta, jangan kaget, aku telah kembali. Waspadalah, apa yang kau lihat?” 
Bisma datang dengan senyum lebar. Menggenggam busur serta anak panah 
ditangan, kali ini ia yakin dapat mengatasi kroda sang Seta. 
“ Hmm . . . , Bisma, apakah kamu baru berguru kembali? Atau kamu 
kembali datang hendak menyerahkan nyawa?” Seta menyahut dengan masih 
Segera tanpa membuang waktu, Bisma merentang busur dengan terpasang 
anak panah Kyai Cucuk Dandang. Panah dengan bagian tajam berbentuk paruh 
burung gagak hitam, melesat dengan suara membahana dari busurnya, tembus 
dada hingga kejantung. Menggelegar tubuh sang resi terkena panah , jatuh kebumi 
seiring muncratnya darah dari dada sang satria. 
27 
lautan. 
menyimpan percaya diri yang besar. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Sorak sorai para Kurawa membelah langit senja. Dursasana terbahak 
kegirangan. Durmagati berceloteh riang. Kartamarma dan adipati Sindureja 
Jayadrata menari bersama, Srutayuda, Sudirga, Sudira dan saudara lainnya 
memainkan senjatanya seakan perang telah berakhir dengan kemenangan didepan 
Sementara itu, para Pendawa dan anak anaknya mendekati Resi Seta yang 
berjuang melawan maut. Dengan lembut Arjuna memangku Seta dengan kasih. 
Perlahan Seta membuka mata, “Cucuku Pendawa . . . . . Sudah tuntas … 
Perjuanganku sudah berakhir, tetaplah berjuang… kebenaran ada pada pihakmu . . 
Kresna sangat marah dengan kematian Resi Seta, dihunusnya panah 
Cakrabaswara hendak ditujukan kepada Resi Bisma. 
Waspada sang Resi Bisma, didatanginya Kresna sambil mengingatkan 
“Duh Pukulun Sang Wisnu yang aku hormati, apakah paduka Sang Kesawa 
hendak mengubah jalannya sejarah yang sudah ditetapkan. Bukankan sumpah 
dewi Amba, yang akan menjemput titah paduka 
Tersadar Kresna dengan perkataan itu, segera Kresna mundur dari 
peperangan. Begitu pula Werkudara, melihat junjungannya tewas Werkudara 
mengamuk hebat, dicabutnya pohon randu besar dan disapunya para prajurit 
lawan didepannya hingga terpental bergelimpangan. Jadilah mereka korban yang 
tak sempat menghindar. Yang masih sempat berkelit melarikan diri kocar kacir 
28 
mata. 
. . . “ 
Adalah prajurit wanita” 
mencari selamat. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Senja hari menyelamatkan barisan Kurawa hingga korban yang lebih besar 
Kembali Matswapati kehilangan putranya. Bahkan sekarang ketiga tiganya 
telah sirna. Kesedihannya sangat mendalam, hilang semua putra yang diharapkan 
menjadi penggantinya kelak. Pupus sudah harapan akan kejayaan penerus 
keluarga Matswa. Tetapi dasarnya ia adalah raja besar yang menggenggam sabda 
brahmana raja. Tak ada kata sesal yang terucap. 
“Cucu-cucuku, jangan kamu semua merasa bersalah atas putusnya darah 
Matswa, aku masih punya satu harapan besar atas darah keturunanku. Lihatlah di 
Wirata, eyangmu Utari sudah mengandung jalan delapan bulan, anak dari 
Abimanyu, anakmu itu Arjuna !” Matswapati memberikan pijar sinar kepada 
Pandawa, agar rasa bersalah atas terlibatnya dengan dalam Wirata dalam perang. 
“Bukankah keturunanku dan keturunanmu nanti sudah dijangka, akan 
menjadi raja besar setelah keduanya, Abimanyu dan Utari, mendapat anugrah 
menyatunya Batara Cakraningrat dan Batari Maninten?” Relakan eyang-eyangmu 
Seta, Utara dan Wratsangka menjalani darma sehingga dapat meraih surga. Aku 
puas dengan labuh mereka, yang nyata gagah berani menjalani perannya sebagai 
prajurit utama, yang gugur sebagai kusuma negara.” 
Malam itu Matswapati memberikan nasihat pembekalan kepada pemuka 
pihak Pandawa yang hadir dalam sidang di pesanggrahan Randuwatangan, setelah 
upacara pembakaran jenasah Seta selesai dilakukan. 
29 
terhindarkan. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Barata 
GUGURNYA SANG PUTRA GANGGA 
Segala bentuk kegembiraan terpancar pada setiap wajah yang hadir pada 
sidang yang digelar di pesanggrahan Bulupitu. Malam setelah tewasnya senapati 
Pendawa, Resi Seta. Prabu Duryudana dengan senyum sumringah duduk pada 
kursi dampar kebesaran yang direka persis bagaikan dampar yang ada di balairung 
“Eyang Resi, kemenangan lasykar Kurawa sudah diambang pintu! “ Dada 
Prabu Duryudana membuncah penuh dengan rasa pengharapan besar bahwa saat 
30 
istana Astina. 
kemenangan akan segera datang. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Lanjutnya “ Tidak percuma perang yang melelahkan selama tigabelas hari 
telah berlangsung. Ditangan senapati seperti Eyang Bisma, tiada satupun prajurit 
Pendawa yang akan dapat menandingi kesaktian paduka, Eyang!” 
“Tidaklah berlaku, wangsit Dewata yang sebelumnya mengatakan, bahwa 
siapapun yang mendapat perlindungan dari Prabu Kresna akan jaya dalam perang. 
Pada kenyataannya siapa yang dapat menandingi tokoh sepuh sakti 
mandraguna seperti Eyang Bisma?!!” Berkata lantang Prabu Duryudana, dengan 
mulut penuh dalam jamuan yang diselenggarakan malam itu menyambut 
Demikan pula raja seberang sekutu Kurawa seperti Prabu Gardapati dari 
Negeri Kasapta dan Wersaya dari Negara Windya yang sudah datang saat perang 
dimulai serta, Prabu Bogadenta yang juga datang menyusul dari Turilaya serta 
semua yang hadir sepakat, bahwa perang segera berakhir dengan kemenangan 
Setelah menghela nafas panjang, dengan sareh Sang Jahnawi Suta 
“Ngger Cucu Prabu, jangan merasa sudah tak ada lagi rintangan yang 
harus dilalui. Walaupun banyak orang menganggap, kalau aku sebagai manusia 
sakti tanpa tanding, tetapi ada pepatah mengatakan, diatas langit masih ada langit. 
Jalan didepan kita masih panjang. Angger tahu, kekuatan Pandawa ada dipundak 
kedua saudaramu yang juga musuhmu, Werkudara dan Arjuna. Bila angger sudah 
dapat mengatasinya, barulah kekuatan Pandawa akan berkurang dengan nyata!!.” 
31 
kemenangan. 
ditangan. 
menyahut 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
“Apalagi, dibelakang mereka ada berdiri Prabu Kresna, seorang 
penjelmaan Wisnu yang sungguh waskita dalam memberikan pemecahan berbagai 
Sidang malam itu menetapkan, mereka akan menggelar formasi perang 
Garuda Nglayang di esok hari, barisan mengembang dengan kedua sayap dihuni 
Prabu Salya di sayap kiri, Resi Bisma di sayap kanan. Harya Suman pada kepala 
serta Pandita Durna yang sudah terbebas dari ancaman Resi Seta menjadi paruh 
Sementara pada anggota badan Garuda, terdapat Prabu Duryudana diapit 
dan dilindungi oleh para raja telukan, dibelakangnya Harya Dursasana siap pada 
daerah pertahanan untuk menghalau para prajurit musuh yang dapat diperkirakan 
Rencana telah ditetapkan ketika sidang berakhir. Malam itu Prabu 
Duryudana tidur mendengkur dengan nyenyaknya, seiring dengan kepuasan hati 
dan kenyangnya perut. Mimpi indahlah Prabu Duryudana bertemu istrinya yang 
molek jelita, Dewi Banuwati, yang segera dipondongnya keatas tilam rum. 
Malam bertambah larut, dalam malam tak ada yang dapat diceritakan 
selain sinar rembulan yang tengah purnama menerangi jagat raya. Sinarnya yang 
temaram mampu membuat hati manusia terpengaruh menjadi romantis, terkadang 
bagi pribadi lain akan menyebabkan kelakuannya menjadi lebih beringas, 
32 
masalah. Jadi tetaplah waspada!!” 
serangan. 
menyusup ke dalam. 
sebagian lain menjadi murung. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Burung malam melenguh membuat suara giris bagi yang mendengar 
dengan hati dan pikiran yang kalut dan ketakutan, namun bagi yang sedang 
gembira, suara itu bagaikan nyanyian malam pengantar tidur. Sementara serigala 
pemukim hutan sekeliling Tegal Kurukasetra menggonggong dengan suara pnjang 
membuat bulu roma berdiri, gerombolan liar itu tengah mengendus, kapan kiranya 
suasana menjadi aman bagi mereka untuk memulai pesta pora. 
Kembali fajar menyapa, segenap para prajurit dari kedua belah pihak 
kembali siaga dengan senjata ditangan. Jumlah barisan yang semakin menyusut 
tidak menjadi alasan bagi mereka berkecil hati. Bahkan mereka bangga menjadi 
prajurit linuwih yang mampu melewati hari-hari panjang dan sulit mengatasi 
musuh hingga saat ini, ternyata nyawa mereka masih tetap mengait pada raga. 
Bende beri bersuara mengungkung, bersambut seruling yang ditiup dengan 
irama pembangkit semangat dan ditingkah suara tambur bertalu berdentam 
menggetarkan dada, berirama senada detak jantung yang mulai terpacu. 
Pada malam sebelumnya juga sudah digelar sidang di pesanggrahan 
Randuwatangan atau Hupalawiya. Garuda Nglayang, gelar sebelumnya yang 
ditiru oleh prajurit Astina masih tetap dipertahankan. Prabu Kresna yang sudah 
paham dengan apa yang harus dilakukan setelah bertemu dengan Resi Bisma hari 
kemarin, masih menyimpan Wara Srikandi dibarisan tengah, yang sewaktu waktu 
dipanggil untuk mengatasi kroda sang Dewabrata. 
Sedangkan Drestajumna, adik Wara Srikandi, menjadi senapati utama. 
Drestajumna, putra Prabu Drupada, dengan tameng baja menyatu didada sejak 
33 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
lahir sebagai manusia yang dipuja dari kesaktian ayahnya, ditakdirkan menjadi 
prajurit trengginas sesuai dengan perawakannya yang langsing sentosa. 
Kembali hujan panah dari Resi Bisma bagai mengucur dari langit. Segera 
Arjuna melindungi barisan dengan melepas panah pemunah. Bertemunya ribuan 
anak panah diangkasa bagaikan gemeratak hujan deras menimpa hutan jati kering 
Bertemunya kedua barisan besar dengan formasi yang sama campuh satu 
sama lain terdengar seperti bertemunya gelombang samudra menerpa tebing laut. 
Pedang kembali ketemu pedang atau pedang itu menerpa tameng. 
Dentangnya memekakkan telinga dibarengi dengan berkeradap bunga api yang 
semakin membakar semangat. Kembali teriakan kemenangan mengatasi lawan 
bercampur teriakan kesakitan prajurit yang roboh sebagai pecundang. 
Disisi lain, Werkudara dengan gada besar Rujakpolo yang tetap melekat di 
genggaman tangannya yang kokoh, menyapu prajurit yang mencoba menghadang 
gerakannya. Gemeretak tubuh patah dan remuk membuat giris prajurit kecil hati, 
membuat gerakan Sang Bima makin masuk kedalam barisan Kurawa. Bantuan 
dari Setyaki yang sama-sama mempertontonkan cara mengerikan dalam 
membantai musuh dengan gada Wesikuning, membuat kalang kabut barisan sayap 
itu. Tak terhitung banyaknya korban prajurit dan adik-adik Prabu Duryudana 
seperti Durmuka, Citrawarman, Kanabayu, Jayawikatha, Subahu dan banyak lagi. 
Bahkan kuda dan gajah tunggangan bergelimpangan. Juga kereta perang yang 
34 
diakhir musim kemarau panjang. 
Gemuruh mengerikan. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
remuk tersabet gada kedua satria yang mengamuk dengan kekuatan tenaga yang 
Bubarlah sayap kiri yang dihuni pendamping Prabu Salya, seperti Resi 
Krepa, Adipati Karna dan Kartamarma serta Jayadrata. Mereka terdesak ke sayap 
kanan mengungsi dibelakang sayap seberang yang masih terlindung oleh Sang 
Waspada Sang Bisma dengan keadaan ini, kembali panah sakti neracabala 
dikaitkan pada busurnya, mengalirlah ribuan anak panah yang menghalangi laju 
serangan. Bahkan Bima dibidik dengan panah sakti Cucukdandang yang 
mengakhiri krida Resi Seta sebagai senapati Pandawa. 
Oleh kehendak dewata, Werkudara tidak terluka dengan hantaman panah 
sakti itu tetapi rasa kesakitan hantaman anak panah itu menyebabkan mundurnya 
serangan bergelombang yang sedari tadi sulit untuk ditahan. 
Kali ini Sri Kresna tidak lagi menunda korban yang berjatuhan. 
“Yayi Wara Srikandi, sekarang tiba saatnya bagimu untuk 
menyumbangkan jasa bagi kemenangan Pandawa. Kemarilah sebentar!” Prabu 
Kresna melambaikan tangannya kearah Wara Srikandi untuk berdiri lebih 
Apa yang harus aku lakukan Kakang Prabu?!” Srikandi maju mendekat 
dengan segenap pertanyaan bergulung dibenaknya. 
35 
menakjubkan. 
Resi Bisma. 
mendekat. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
“Sekarang sudah tiba waktu bagimu untuk mengantar Eyang Bisma 
menuju peristirahatannya yang terakhir” Prabu Kresna mengawali penjelasannya. 
“Apakah adikmu yang perempuan ini mampu mengatasi kesaktian Eyang Bisma . 
. .?! Sedangkan prajurit lelaki dengan otot bebayu yang lebih sentosa tak mampu 
untuk membuat kulit Eyang Bisma tergores sedikitpun..!” 
“Nanti dulu, akan aku jelaskan masalahnya. . . . . !” Tersenyum Prabu 
Kresna melihat kebimbangan dalam hati Wara Srikandi. 
Sambungnya sambil memancing ingatan Wara Srikandi yang pernah 
diceritakan oleh suaminya, Arjuna, “Mungkin yayi Srikandi sudah mendengan 
cerita asmara tak sampai dari Dewi Amba ketika Eyang Bisma masih bernama 
Aku tahu, tapi apa hubungannya dengan adikmu ini?! Apakah aku yang 
diharapkan dapat menjadi sarana bagi Dewi Amba untuk menjemput Eyang 
“Nah, ternyata otakmu masih encer seperti dulu !” Prabu Kresna masih 
sambil tertawa mendengar jawaban dari madu adiknya, Subadra. 
Tersipu Wara Srikandi dengan pujian yang dilontarkan oleh kakak 
iparnya. Hatinya menjadi sumringah oleh harapan dapat mengatasi kesulitan yang 
tengah dialami oleh keluarga suaminya, Arjuna. 
Arjuna yang dari tadi ada juga didekatnya juga tersenyum lega. Segera 
dipegang lengan istrinya dan mengajakanya dengan lembut “ Ayolah istriku, 
36 
Dewabrata ?!” 
Dewabrata?” 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
jangan lagi membuang waktu, kasihan para prajurit yang rusak binasa oleh 
Segera Wara Srikandi digandeng Arjuna naik kereta perang. 
Diceriterakan, arwah sang Dewi Amba yang masih menunggu saat untuk 
menjemput kekasih hatinya, segera menyatu dalam panah Wara Srikandi, 
Sarotama, pinjaman sang suami. Kegembiraan sang Amba teramat sangat. Cinta 
Dewi Amba yang terhalang oleh hukum dunia, sebentar lagi sirna, berganti 
dengan cinta abadi di alam kelanggengan. 
Resi Bisma ketika melihat majunya Wara Srikandi ke medan pertempuran 
tersenyum. Dalam hatinya mengatakan -“Inilah saatnya bagiku untuk bertemu 
dengan cinta sejatiku Dewi Amba sekaligus mengakhiri do’a ibundaku”. 
Memang benar kata hati Resi Bisma, bahwa Dewabrata waku itu 
dimintakan kepada Dewa oleh Dewi Durgandini dapat menjadi orang yang 
berumur panjang dan tidak mudah dikalahkan bila bertemu musuh, sebagai 
pengganti atas pengorbanannya tidak mengusik keturunan ayahnya dengan Dewi 
Permintaan ini juga sudah dibuktikan ketika Dewabrata bertemu sang guru 
sakti Rama Parasu. Ketika itu Dewabrata dicoba ilmu kesaktiannya oleh sang guru 
sambil dengan diam-diam mengajarkan dan menurunkan ilmu kesaktian selama 
37 
amukan Eyang Bisma.” 
Durgandini. 
berbulan-bulan tanpa henti. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Seketika sang Jahnawisuta menarik nafas panjang sambil memejamkan 
mata. Dalam benaknya bergulung-gulung peristiwa masa lalu bagiakan gambar-gambar 
yang diputar ulang bingkai demi bingkai, menjadikannya seakan-akan 
peristiwa perjalanan hidupnya itu baru saja terjadi. 
Ketika membuka matanya kembali, didepan matanya Wara Srikandi 
dengan senyum mengambang di bibirnya sudah dalam jarak ideal untuk melepas 
anak panah. Berdebar gemuruh jantung Dewabrata ketika melihat wajah Srikandi 
bagai senyum kekasih hatinya, Dewi amba. Tak pelak lagi, kekuatan sang 
Dewabrata bagaikan dilolosi otot bebayu dalam raganya. Memang demikian, 
ketika panah Sarutama yang tergenggam ditangan Srikandi, seketika perbawa 
Dewi Amba seakan melekat pada raganya. Tiada salahlah pandangan Resi Bisma 
Maka ketika panah sakti melesat dari busur dalam genggaman Dewi Wara 
Srikandi, maka terpejamlah matanya, seakan pasrah tangannya digandeng oleh 
Titis bidikan Srikandi yang terkenal sebagai murid terkasih olah senjata 
panah Sang Arjuna. Terkena dada Sang Resi panah Sarotama menembus 
jantungnya, rebah seketika di tanah berdebu Padang Kurusetra. 
Seketika itu juga perang berhenti tanpa diberi aba-aba. Prabu Duryudana 
dan Prabu Puntadewa seketika berlari sambil mengajak adik adik mereka masing-masing, 
menyongsong raga sang senapati yang rebah ditanah basah tergenang 
38 
saat ini. 
Dewi Amba. 
merah darah yang membuncah. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Kedua belah pihak seakan melupakan permusuhan sejenak, karena kedua 
raja ini memangku bersama raga pepunden mereka. 
“ Duryudana, Puntadewa, sudah cukup kiranya perjalanan hidupku ini. 
Lega rasa dalam dada ketika kamu berdua datang pada saat bersamaan 
menyongsong raga rapuh, melupakan segala permusuhan dan peperangan menjadi 
Tersendat dan gemetar suara Resi Bisma kepada kedua cucu trah Barata. 
“ Terimakasihku kepada kalian berdua yang telah datang menyongsong 
aku dan mendukung ragaku ini. Perlakuanmu berdua adalah tanda bakti yang tak 
terhingga kepadaku”. Sambil sesekai nafasnya tersengal ia melanjutkan, “Kalian 
berdua ada pada jalanmu masing-masing, teruskanlah peperangan ini, untuk 
membuktikan pendapat diri siapa yang benar dalam peristiwa ini”. 
Terdiam kedua pihak dengan pikiran menggelayut pada benak masing 
masing. Seakan tanpa sadar mereka berdua mendekap raga eyangnya dengan erat. 
“Lepaskan sejenak ragaku ini ngger, eyang mau berbaring”. Akhirnya mereka 
tersadar atas permintaan Resi Bisma kali ini. 
“Dursasana, ambilkan bantal untuk eyangmu !!” Perintah Prabu 
Seketika Dursasana pergi dan kembali dengan bantal putih bersih 
ditangannya. Yang diambil Dursasana sebuah bantal empuk dan bau wangian – 
39 
terhenti. . . .” 
Duryudana gemetar. 
wangian. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Kecewa Prabu Duryudana ketika Bisma berkata “Bukan itu ngger yang 
aku mau . . . Aku menghendaki bantal layaknya seorang prajurit di medan 
Kali ini Werkudara yang juga berdiri disisi raga eyangnya segera 
melompat tanpa diperintah. Ketika kembali ditangannya tergenggan beberapa 
potong gada patah dan pecah. Disorongkan barang barang itu ke bawah kepala 
Tersenyum Bisma merasa puas, “Nah beginilah seharusnya bantal seorang 
Melotot jengkel Prabu Duryudana kepada Werkudara dengan pandangan 
Nafas satu demi satu mengalir dari hidung sang Resi Bisma, sebenar 
bentar wajahnya menyeringai menahan sakit didadanya. Darah yang masih 
mengalir dari dadanya membuat cairan tubuhnya berkurang. Sekarang yang terasa 
adalah haus yang tak tertahankan. Terpatah patah perintah Sang Resi kepada 
cucu-cucunya, “Kerongkonganku kering, tolong aku diberi minum walau hanya 
Melompat Prabu Duryudana tak hendak tertinggal langkah. Segera 
kembali kehadapan sang Senapati sepuh yang sedang meregang nyawa, 
dibawanya secawan anggur merah segar. 
40 
perang”. 
sang resi. 
prajurit . . . .!” 
kurang senang. 
setetes”. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
“Eyang pasti akan hilang rasa hausnya kalau mau merasakan anggur 
mewah kerajaan”. Bangga Prabu Duryudana bersujud dihadapan eyangnya hendak 
Sekali lagi kekecewaan Duryudana terpancar dari wajahnya ketika Resi 
Habis kesabaran dua kali ditolak pemberiannya, dengan sugal ia 
memerintahkan kepada adik adiknya untuk meninggalkan raga sang resi dengan 
suara lantang, “Dursasana, Kartamarma, Citraksa dan kalian semua!! Tinggalkan 
orang tua yang sedang sekarat itu!! Tidak ada guna lagi kalian menunggu hingga 
ajalnya tiba.! Ayo semua kembali ke pakuwon masing masing . . . !” 
Prabu Kresna yang dari tadi juga berada di tempat kejadian, segera 
membisikan sesuatu kepada Raden Arjuna, “Yayi, celupkan ujung anak panahmu 
Pasupati ke wadah kecil berisi air minum kuda perang, berikan kepada Eyangmu”. 
Tanpa sepatah kata bantahan, Arjuna mematuhi perintah kakak iparnya. 
Dipersembahkan air minum itu kepada Resi Bisma yang tersenyum meneguk air 
pemberian cucunya itu. Senyum untuk terakhir kali. 
Kidung layu-layu berkumandang. Sementara itu, taburan bunga sorga para 
bidadari dari langit, mengalir bagaikan banjaran sari wewangian, mengantar 
kepergian satria pinandita sakti berhati bersih. Ia telah menjalani hidup dengan 
cara brahmacari, tidak akan menyentuh perempuan, demi kebahagiaan ayah dan 
ibunda tercintanya. Perjalanan hidup yang kontradiktif dengan jiwa yang 
41 
meneteskan minuman. 
Bisma kembali menolak pemberiannya. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
bersemayam dalam raga yang berumur panjang. Sekarang segalanya telah 
Bergandeng tangan dengan kekasih yang sangat memujanya selama ini, 
kekasih yang dengan sabar menanti kapan kiranya dapat bersatu tanpa halangan 
dari hukum dunia yang selama ini mengungkung mereka berdua, Dewi Amba dan 
Raden Dewabrata, hingga mereka berdua tak mampu bersatu didunia. Sekaranglah 
Barata 
MAJUNYA SANG PROFESOR 
Bagai tersaput kabut suasana dalam sasana Bulupitu. Gelap pekat dalam 
pandangan Prabu Duryudana. Kesedihan yang teramat dalam dibarengi dengan 
kekhawatiran akan langkahnya kedepan setelah gugurnya Resi Bisma, membuat 
42 
berakhir dengan senyum. 
saat bahagia itu menjelang. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Duryudana duduk tanpa berkata sepatahpun. Sebentar sebentar mengelus dada, 
sebentar sebentar memukul pahanya sendiri. Sebentar kemudian mengusap usap 
keningnya yang berkerut. Hawa sore yang sejuk menjelang malam, tak 
menghalangi keluarnya keringat dingin yang deras mengucur dan sesekali 
disekanya, namun tetap tak hendak kering. Dalam hatinya sangat masgul, malah 
lebih jauh lagi, ia memaki maki dewa didalam hati, kenapa mereka tidak berbuat 
Tak sabar orang sekelilingnya dalam diam, salah satunya adalah Prabu 
Salya. Dengan sabar ia menyapa menantunya. 
“Ngger, apa jadinya bila pucuk pimpinan terlihat patah semangat, bila itu 
yang terjadi, maka prajuritmu akan terpengaruh menjadi rapuh sehingga gampang 
Terdiam sejenak Prabu Salya mengamati air muka menantunya. Ketika 
dilihat tak ada perubahan, kembali ia melanjutkan, 
“Jangan lagi memikirkan apa yang sudah terjadi. Memang benar, 
kehilangan senapati sakti semacam Resi Bisma, eyangmu itu, tak mudah untuk 
digantikan oleh siapapun. Namun tidakkah angger melihat, aku masih berdiri 
disini. Lihat, raja sekutu murid-murid Pandita Durna, yang disana ada Gardapati 
raja besar dari Kasapta. Disebelah sana lagi ada Prabu Wersaya dari Negara 
Windya, sedangkan disana berdiri Raja sentosa bebahunya, Prabu Bogadenta dari 
Negara Turilaya, Prabu Hastaketu dari Kamboja, Prabu Wrahatbala dari Kusala, 
disebelah sana ada lagi Kertipeya, Mahameya, Satrujaya, Swarcas *) dan tak 
43 
adil terhadapnya. 
rubuh bila terserang musuh”. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
terhitung raja raja serba mumpuni olah perang lainnya yang aku tidak dapat 
Para manusia sakti mandraguna masih berdiri disekelilingmu. Belum lagi 
gurumu Pandita Durna masih berdiri dengan segudang kesaktian dan perbawanya. 
Ada kakakmu Narpati Basukarna. Dan jangan remehkan juga pamanmu Sangkuni, 
manusia dengan ilmu kebalnya. Masih kurangkah mereka menjadi 
penunjang berdirinya kekuatan Astina?” 
Sekali lagi Prabu Salya mengamati wajah menantunya yang sebentar air 
mukanya berubah cerah, mengikuti gerakan tangan mertuanya menunjuk para raja 
Sejenak kemudian, pikiran dan hati Prabu Duryudana mencair, tergambar 
Tak lama kemudian, sabda Prabu Duryudana terdengar “ Rama Prabu 
Mandaraka, Bapa Pandita Durna, Kakang Narpati Basukarna dan para sidang 
semua, terliput mendung tebal seluruh jagatku, tatkala gugurnya Eyang Bisma, 
seakan akan patah semua harapan yang sudah melambung tinggi, tiba-tiba 
tebanting di batu karang, remuk redam musnah segalanya”. 
Sejenak Prabu Duryudana terdiam. Setelah menarik nafas dalam dalam, ia 
melanjutkan “Namun setelah Rama Prabu Salya membuka mata saya, bahwa 
ternyata disekelilingku masih banyak agul agul sakti, terasa terang pikirku, terasa 
lapang dadaku!. Terimakasih Rama Prabu, paduka telah kembali membangkitkan 
44 
disebu satu persatu. 
dan parampara yang ada di balairung. 
dari air mukanya yang menjadi cerah. 
semangat anakmu ini”. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
“Ngger anak Prabu, sekarang anak Prabu tinggal memilih, siapakah 
gerangan yang hendak diwisuda untuk menjadi senapati selanjutnya. Silakan 
tinggal menunjuk saja. Ssemua sudah menanti titah paduka, angger Prabu”. 
Pandita Druna memancing dan mencadang tandang dan mengharap menjadi 
“Baiklah, besok hari, mohon perkenannya Paman Pandita Durna untuk 
menyumbangkan segala kemampuan gelar perang, mengatur strategi bagaimana 
agar secepatnya para Pandawa tumpas tanpa sisa” 
Gembira Pandita Durna terlihat dari wajahnya yang berseri seri. “Inilah 
yang aku harap siang dan malam, agar menjadi pengatur strategi yang nyatanya 
sudah aku mengamati dari hari kehari, apa yang seharusnya aku lakukan untuk 
“Sukurlah kalau demikan, ternyata tak salah aku memilih Paman Pandita 
yang sudah mengamati bagaimana cara menumpas musuh. Perkenankan Paman 
Pandita membuka gelar strategi itu”. Kali ini senyum Prabu Duryudana makin 
“Begini ngger, seperti yang sudah pernah diutarakan oleh Resi Bisma, 
kekuatan Pendawa itu sebenarnya ada pada Werkudara dan Arjuna. Nah, sekarang 
mereka menggelar perang dengan formasi Garuda Nglayang, dengan sayap kiri 
ditempati oleh Werkudara, sedangkan di sayap kanan ada di pundak Arjuna”. 
“Bila kedua sayap itu dibiarkan utuh, maka kita akan keteteran 
menghadapi serangan kedua orang itu. Cara satu satunya adalah bagaimana kita 
45 
senapati pengganti. 
kejayaan keluarga Kurawa”. 
lebar. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
melepas tulang sayap itu sehingga kekuatannya akan menjadi hilang. Satu hari 
saja mereka dipisahkan dari barisan, segalanya akan berjalan mulus untuk 
kemenangan kita”. Sejenak Pandita Durna menghentikan beberan strategi. 
Matanya mengawasi para yang hadir didalam balairung. Setelah yakin bahwa 
semua penjelasan awal dimengerti, terlihat dari anggukan hadirin, Durna 
“Sekarang bagaimana caranya?” Kembali ia berhenti. Matanya kembali 
menyapu satu demi satu hadirin dengan percaya diri sangat tinggi. Lanjutnya 
“Nak angger, untuk memuluskan langkah kita melolosi kekuatan Pandawa satu 
demi satu, besok hari akan digelar barisan dengan tata gelar Cakrabyuha. Gelar ini 
diawaki ruji-ruji terdiri dari Prabu Salya, Nak Mas Adipati Karna, Adipati 
Jayadrata, Yayi Resi Krepa , Kartamarma, Prabu Bogadenta, Dursasana , 
Aswatama, Prabu Haswaketu, Kertipeya serta Wrahatbala. Semuanya 
membentuk lingkaran, sedangkan dalam poros adalah anak Prabu Duryudana”. 
Merasa tidak disebut, Prabu Gardapati dan Prabu Wresaya berbareng 
mengajukan pertanyaan, “Adakah kekurangan kami sehingga kami tedak 
dipercaya terlibat dalam susunan gelar?” 
Terkekeh tawa Pandita Durna mengamati mimik muka ketidak puasan 
yang terpancar dari kedua Raja Seberang ini.”Jangan khawatir, justru kamu 
berdua akan aku beri peran yang cukup besar untuk gelar strategi perang esok hari 
!” Sambungnya sambil memainkan tasbih yang selalu melekat ditangannya. 
46 
meneruskan. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Wajah wajah yang tadinya menampakkan rasa kecewa, wajah Prabu 
Gardapati dan Prabu Wersaya kembali sumringah “Apakah peran kami berdua ? 
Sebesar apa sumbangan yang bisa kami berikan agar jasa kami selalu dikenang 
dibenak saudara-saudara kami Kurawa?” Tak sabar Gardapati mengajukan 
“Naaa . . . Begini Gardapati, Wersaya, besok secara pelan dan pasti, 
pancing kedua sayap kanan dan kiri Werkudara dan Janaka untuk mejauh dari 
barisan utama dan ajaklah mereka bertempur hingga ke pinggir hutan pinggir 
pantai. Anak Prabu Gardapati dan Wersaya, segera tancapkan senjata saktimu 
ketanah berpasir, bukankah senjata pusakamu dapat membuat pasir menjadi 
hidup dan berlumpur, mereka terperosok masuk dalam perangkap pasir itu. 
Semakin kuat mereka bergerak, pasir hidup itu akan menarik mereka kedalam. 
Sementara itu di Pesanggrahan Randuwatangan, Prabu Matswapati, Prabu 
Puntadewa dan Prabu Kresna serta segenap para prajurit utama juga mengadakan 
pertemuan membahas langkah yang dituju untuk mencapai posisi unggul di esok 
Namun sebelumnya, mereka mengadakan upacara pembakaran jasad Resi 
Bisma secara sederhana, namun dilimputi dengan suasana tintrim dan khidmad. 
Walau sejatinya Resi Bisma adalah senapati lawan, namun kecintaan para 
Pandawa terhadap leluhurnya taklah menjadi sekat terhadap rasa bakti mereka. 
47 
pertanyaan. 
Pasti keduanya akan segera tewas”. 
hari. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Prabu Punta yang duduk berdiam diri dengan rasa sedih atas kematian 
Resi Bisma, tak juga memulai sidang. Namun Prabu Kresna segera memecah 
kesunyian, menyapa Prabu Punta. Tetapi yang terlontar dari jawaban Prabu 
Puntadewa, adalah penyesalan diri. Mengapa perang terjadi sehingga 
Kembali Kresna menasihati adik-adiknya. Semua diuraikan lagi, mengapa 
perang ini harus berlangsung dan intisarinya perang Baratayuda sesungguhnya 
Cair kebekuan hati Prabu Punta, segera inti pembicaraan sidang 
ditanyakan kepada Prabu Puntadewa.“Yayi Prabu, sidang sudah menanti titah 
paduka untuk langkah yang akan kita arahkan besok hari. Adakah yang perlu yayi 
“Terimakasih kakang Prabu yang selama ini sudah membimbing kami 
semua, pepatah mengatakan kakang Prabu dan kita semua, sudah terlanjur basah, 
alangkah lebih baik kita mencebur sekalian” Prabu Puntadewa sejenak terdiam. 
Dalam pikirannya masih diliputi dengan peristiwa yang sore tadi berlangsung. 
Selain itu dalam hal strategi, siapa yang tak kenal dengan Raja Dwarawati yang 
diketahui memiliki ide-ide cemerlang. Maka tidak ragu lagi Prabu Punta 
melanjutkan. ”Selanjutnya, segala pengaturan langkah, silakan kakang Batara 
untuk mengatur langkah kita dibawah perintah paduka “. 
“Dhuh yayi, kehormatan yang diberikan kepadaku akan aku junjung 
tinggi, segala kepercayaan akan kami jalankan demi kejayaan kebenaran”. 
48 
menyebabkan tewasnya Resi Bisma. 
apa. 
sampaikan dalam sidang ini ?” 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Senapati yang kemarin belum akan diganti, masih ada ditangan Adimas 
Drestajumna. Kemarilah lebih mendekat, yayi Drestajumna, Paparkan semua 
strategi gelar yang akan dimas terapkan besok hari”. Prabu Kresna mulai 
Segera Drestajumna maju menghaturkan sembahnya “Kanda Prabu, segala 
tata gelar yang kemarin dijalankan, ternyata ampuh untuk mengusir dan mendesak 
majunya prajurit Kurawa. Dari itu kanda, besok, gelar itu masih saya 
“Bagus! Kali ini berhati-hatilah, mereka masih punya banyak orang sakti”. 
Dengan tegas Drestajumna melanjutkan “Saya harap, semua para satria 
yang ada pada posisi penting, jangan sampai keluar dari tata baris yang 
digariskan. Hal ini penting agar kekuatan kita merata sehingga sentosa menghalau 
Demikianlah. Cakrabyuha dan Garuda Nglayang berbenturan pagi itu, 
selagi matahari masih belum menuntaskan basahnya embun. Ringkik kuda dan 
sorak prajurit yang bertenaga segar di pagi itu memicu semangat tempur semua 
lasykar yang sudah berhari-hari terperas keringatnya. Kali ini, para generasi muda 
mulai menampakkan kematangannya setelah pengalaman hari hari kemarin. 
Pancawala anak Prabu Puntadewa mengamuk disekitar Raden Drestajumna. 
Tandangnya trampil memainkan senjata membuat banyak korban dari 
Pihak Kurawa semakin banyak berguguran. Sementara tak kalah pada sayap 
49 
mengatur kekuatan langkah. 
pertahankan” 
Prabu Kresna mengingatkan. 
serangan musuh. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
seberang, krida pemuda bernama Sanga-sanga, putra Arya Setyaki, bersenjata 
gada, juga mengamuk membuat giris lawan. Gerakan dan perawakannya yang 
bagai pinang dibelah dua dengan sang ayah, hanya beda kerut wajah membuat 
banyak lawan tertipu. Kedua orang ini sepertinya nampak ada dimana-mana. 
Tak hanya itu, dibagian lain terlihat dua satria yang kurang lebih sama 
bentuk perawakan dan kesaktiannya, Raden Gatutkaca dan Raden Sasikirana, 
kedua orang bapak anak tak mudah dibedakan caranya berperang membuatnya 
terperangah prajurit lawan. Tak kurang ratusan prajurit Astina tewas ditangan 
keduanya termasuk patih dari Negara Windya dan Giripura. 
Sementara di sayap gelar garuda nglayang, Werkudara segera dihadang 
oleh Gardapati. Setelah bertempur sekian lama, kelihatan bahwa Gardapati 
bukanlah tanding bagi Bimasena. Khawatir segera dapat dibekuk, Gardapati 
segera bersiasat sesuai yang dipesankan oleh Pandita Durna “Werkudara! 
Ternyata perang ditempat ramai seperti ini membuat aku kagok. Ayoh kita 
mencari tempat sepi, agar kita tahu siapa sesungguhnya yang memang benar benar 
Lupa pesan panglima perang, Werkudara menyangupi “Ayo. .! Apa 
maumu akan aku layani. Dimanapun arenanya, aku akan hadapi kamu”. 
Gembira Gardapati sambil terus bercuap sesumbar, memancing langkah 
lawannya menuju ketempat yang ditujunya. 
50 
sakti. Kejar aku..!!” 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Disisi sayap lain Wersaya menjadi lawan tanding Arjuna. Sama halnya 
dengan Gardapati, Wersaya mengajak Janaka pergi menyingkir menjauh dari 
Diceritakan, sepeninggal kedua pilar kanan kiri barisan, angin kekuatan 
berhembus di pihak Kurawa. Semangat yang tadinya kendor oleh amukan para 
satria muda Pendawa, kembali berkobar. Tak sampai setengah hari, Garuda 
nglayang dibuat kucar-kacir oleh barisan Cakrabyuha Kurawa. Kali ini banyak 
prajurit Hupalawiya yang menjadi korban amukan dari sekutu Kurawa. 
Haswaketu, Wrahatbala dengan leluasa mengobrak abrik pertahanan lawan. 
Dursasana dan Kartamarma serta Jayadrata demikian juga. Ketiganya segera 
merangsek maju hingga mendekati pesanggrahan para Pandawa. “Maju terus, kita 
sudah hampir mendekati pesanggrahan Randuwatangan” teriak prajurit Kurawa. 
Disisi lain, teriakan dari dalam barisan membahana memecah langit 
“Bakar pesanggrahan Randu watangan kita akan terus melaju”. Tanpa adanya 
kedua kekuatan di kedua sayap, Garuda nglayang bagaikan garuda lumpuh. 
Keadaan barisan Randuwatangan makin kacau, mereka berlarian salang 
tunjang tanpa ada yang dapat mengatur ulang barisan yang makin terpecah belah. 
Murka sang Drestajumna melihat barisannya terdesak hebat. Segera dicari 
tahu sebabnya. Dipacu kereta perangnya melihat apa yang terjadi. Begitu sudah 
ketemu sebab musababnya, segera ia memacu kembali kereta kearah Prabu 
51 
arena di Kurusetra. 
Kresna. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
“Duh kakang Prabu, lebih baik saya melepas gelar senapati. Akan aku 
lepas kalungan bunga tanda senapati ini bila kejadiannya seperti ini”. Ucap 
“Bila saya sudah tidak dianggap lagi, perintah saya kepada kakang Arjuna 
dan Werkudara dianggap bagai angin lalu, saya sudahi saja peran saya sampai 
disini” sambungnya sambil bersiap melepas kalungan bunga tanda peran senapati. 
“Lho . . ! Nanti dulu. Ada rembuk kita rembuk bersama”. Kresna tetap 
tersenyum tanpa terpengaruh kisruh yang menimpa prajurit Randuwatangan atau 
Mandalayuda, meredakan kisruh hati Raden Drestajumna. 
Katanya lagi “Tidaklah pantas bagi satria sakti semacam Drestajumna, 
satria pujan yang terjadi dari api suci yang ketika ayahmu Prabu Drupada 
bersemadi meminta seorang putra sakti mandraguna. Karana yang lahir terdahulu 
adalah selalu anak perempuan” sejenak Prabu Kresna berhenti, menelan ludah 
“Tidaklah pantas seorang yang telahir sudah bertameng baja didada dan 
punggungnya menggendong anak panah, melepas tanggung jawab yang sudah 
Tersadar Sang Senapati dengan apa yang sudah terjadi “ Aduh kakang 
Prabu, seribu salah yang telah aku perbuat, kiranya kakang Prabu dapat memberi 
pintu maaf seluas samudra. Apakah yang harus aku perbuat untuk memulihkan 
52 
Drestajumna memelas. 
diberikan”. 
kekuatan, kakangmas”. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
“Baiklah. . ! Bila satu rencana gagal, tentu rencana cadangan harus kita 
terapkan. Kita panggil satria lain sebagai pilar pengganti dan kita ubah gelar yang 
sesuai dengan keadaan saat ini”. Kresna membuka nalar Drestajumna. 
Siapakah menurut kakanda yang pantas untuk keadaan seperti saat ini?” 
“Tak ada lain, keponakanmu, anak Arjuna, Abimanyu. Segera kirim 
utusan untuk menjemput dia” Sri Kresna memberi putusan. Maka berangkatlah 
Syahdan. Ksatrian Plangkawati, Raden Abimanyu atau Angkawijaya 
sedang duduk bertiga. Ketika itu ia diminta pulang ke Plangkawati terlebih dulu 
menunggui kandungan Retna Utari yang sedang menjelang kelahiran putranya. 
Disamping kiri kanannya duduk putri Sri Kresna, Dewi Siti Sundari. Sedang disisi 
lain Dewi Utari yang tengah mengandung tua. Kedua tangan Dewi Siti Sundari 
dan Dewi Utari tak hendak lepas dari tangan sang suami. 
“Mimpiku semalam sungguh tidak enak kakangmas, siang ini jantungku 
merasa berdebar tak teratur. Gelisah kala duduk, berdiri berasa lemas kaki ini. 
Apa gerangan yang akan terjadi” demikian keluh Utari kepada suaminya. 
“Utari, jangan dirasa rasa. Mungkin itu bawaan dari anakmu didalam 
kandungan. Aku sendiri tidak merasai apapun” hibur Abimanyu. 
Siti Sundari juga tak juga diam, pegangan tangannya semakin erat 
menggelendoti suami tercintanya. “Akupun begitu, malah dari kemarin, banyak 
53 
Sambar Drestajumna. 
sang Gatotkaca ke Plangkawati. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
perabot yang aku pegang, terlepas pecah. Aku punya firasat buruk kakang”. 
Semakin menggelayut pegangan Siti Sundari. 
“Aku tidak mengandung seperti keadaan eyang Utari, apakah ini tanda 
tanda aku juga mau hamil kakang”.Tambah Siti Sundari yang menyebut madunya 
“Mudah mudahan dewata menjadikan ucapanmu menjadi nyata” hibur 
Abimanyu sambil tersenyum kearah Siti Sundari. Senyum itulah yang membuat 
anak dari Prabu Kresna itu, rela menerjang tata susila, ketika kunjungan 
Abimanyu ke Dwarawati selalu diajaknya Abimanyu kedalam keputren, hingga 
Terpotong pembicaraan suami dengan kedua istrinya, ketika Raden 
Gatutkaca sampai dengan cepat, setelah diberi perintah oleh Sang Senapati. 
Dengan terbang di angkasa, tanpa membuang waktu sampailah ia di Plangkawati. 
“Adimas, mohon maaf atas kelancanganku mengganggu kemesraan kalian 
bertiga. Sesungguhnya kedatanganku, adalah sebagai utusan dari para sesepuh 
yang sedang dalam kesulitan di arena peprangan. Dimas diminta sumbangan 
tenaganya untuk bergabung dengan kami di Kurusetra”. 
Gatutkaca mencoba mengawali pembicaraan. Dalam hatinya ia sangat 
tidak enak karena mengganggu kemesraan mereka, karena kedua istri adiknya 
dilihatnya tengah menggelayut dipundak sang adik. 
54 
masih dengan garis keturunan, eyang. 
mereka segera dikawinkan. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Kaget seketika para istri Abimanyu. Seketika itu juga, pecahlah tangis 
Namun lain halnya dengan Abimanyu sendiri. Tersenyum sang 
Angkawijaya. Wajahnya cerah bagai kanak-kanak mendapat mainan baru. 
“Sudahlah Utari, Siti Sundari istriku, tak ada yang perlu kamu berdua khawatirkan 
atas keselamatanmu, aku akan menjaga diriku baik-baik”. 
Seribu ucapan Abimanyu menjelaskan arti dari tugas negara disampaikan 
kepada istrimya, namun tangis keduanya malah be tambah tambah. Semakin erat 
kedua istri Angkawijaya memegangi lengan suaminya. Ketika Angkawijaya 
berdiri hendak pergi, keduanya masih juga memegangi erat selendang sang suami. 
Tanpa ragu, diirisnya selendang hingga keduanya terlepas. Dengan cepat ia 
berjalan memanggil Raden Sumitra, saudara seayah. Sesampai Angkawijaya ke 
istal, kandang kuda, diajaknya serta saudaranya itu. 
Sekelabatan lenyaplah kuda sang Angkawijaya yang bernama bernama 
Kyai Pramugari yang berlari kencang, diiringi tangis kedua. 
Barata 
55 
mereka. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
GUGURNYA CALON RAJA MUDA HASTINA 
Sementara itu, ketika Harya Werkudara dan Raden Arjuna yang dipancing 
jauh keluar arena oleh Prabu Gardapati dan Wersaya, telah lupa akan pesan dari 
senapati pengatur perang, Drestajumna. 
Mereka punya pertimbangan bahwa tidak sepantasnya seorang kesatria 
Maka ketika mereka sudah terlepas dari induk peperangan, tak ada lagi 
perasaan bahwa mereka telah masuk dalam perangkap licik lawan. 
Tanding antara mereka dalam dua kelompok terjadi dengan sengit. Tetapi 
sebetulnya tidaklah berat bagi kedua satria Pendawa ini untuk mengakhiri tanding 
56 
menghindar dari tantangan musuh. 
itu. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Tepat ketika matahari diatas kepala, dikenakai senjata sakti Gardapati dan 
Wersaya tanah yang diinjak kedua satria Pandawa dengan cepat amblas berubah 
menjadi pasir lumpur yang menyedot tubuh Arjuna dan Werkudara. Semakin 
mereka melawan tenaga sedot pasir lumpur, makin mereka tenggelam. 
Gardapati terbahak menyaksikan lawannya terperangkap dalam pasir 
lumpur yang bagaikan hidup, menyeret tubuh didalamnya semakin dalam. 
“Kalian berdua, berdoalah kepada dewa, pamitlah kepada saudara 
saudaramu, bicaralah kepada ayahmu Pandu, bahwa hari ini kalian akan menyusul 
ayahmu ke Candradimuka menggantikannya jadi kerak neraka itu”. 
Sementara Abimanyu yang mendengarkan ayah dalam keadaan bahaya 
segera maju ke palagan untuk menolongnya. Maka ia segera berangkat menemui 
Uwak atau mertua menanyakan bagaimana selanjutnya...?”. 
Nggemprang Kuda Pramugari bagai lari kijang dengan meninggalkan 
debu mengepul diudara. Gerak lajunya bagai tak menapak tanah. Tak lama 
Abimanyu sudah ada dihadapan Prabu Kresna dan Raden Trustajumna. 
“Anakku yang bagus, sudah datang kiranya disini. Aku minta tenagamu 
kali ini, ngger !” Sapa Prabu Kresna. Hatinya bergolak antara rasa tak tega kepada 
sang menantu menyongsong kematian atau membiarkannya maju memperbaiki 
formasi baris. Tetapi isi kitab jalan certita Baratayuda, Jitapsara di dalam 
ingatannya, membawanya mengatur laku apa yang seharusnya terjadi. Isi kitab itu 
57 
lebih berpengaruh dalam benaknya. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Bersembah Abimanyu kehadapan ayah mertua, juga uwaknya, 
“ Sembah bektiku saya berikan keharibaan uwa prabu. Bahagia rasanya 
dapat terlibat dalam perkara yang sedang menggayuti para orang tua orang tua 
“Baiklah, karena rusaknya barisan Hupalawiya sudah sangat parah, 
sekaranglah saatnya bagimu anakku, untuk membereskan kembali barisan dan 
gantilah dengan tata gelar baru”. Perintah sang uwa 
“Uwa prabu, saya minta gelar apapun yang hendak dibangun, perkenankan 
saya untuk ditempatkan pada garda depan”. Pinta Abimanyu. 
“Yayi Drestajumna, apa gelar yang hendak kamu bangun?” Kembali Prabu 
Kresna menegaskan kepada Raden Drestajumna. 
“Kiranya yang cocok dengan keadaan saat ini adalah Supit Urang, atas 
permintaan anakmas Abimanyu, kami tempatkan kamu dalam posisi sungut !”. 
Segera, dengan sandi, dikumandangkan, para prajurit yang sudah kocar 
kacir perlahan lahan membentuk diri lagi. Drestajumna menempati capit kiri 
sedangkan Gatutkaca ada pada sisi capit kanan. Arya Setyaki ada pada bagian 
kepala, sedangkan pada ekor adalah Wara Srikandi. 
Perlahan namun pasti, barisan Pandawa Mandalayuda dapat kembali solid. 
Demikian besar pengaruh kedatangan Abimanyu dalam membuat tegak kepala 
para prajurit Randuwatangan. Amukan Abimanyu diatas punggung kuda 
58 
kami” 
Demikian putusan Sang Senapati. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Pramugari, bagaikan banteng terluka. Kuda tunggangan Abimanyu yang bagai 
mengerti segenap kemauan penunggangnya, berkelebat mengatasi musuh yang 
mengurung. Gerakannya gesit bagai sambaran burung sikatan. Olah panah yang 
dimiliki penungangnya untuk menumpas musuh dari jarak jauh, dan keris 
Pulanggeni untuk merobohkan musuh didekatnya tak lama membawa puluhan 
korban. Tak kurang beberapa orang Kurawa seperti Citraksi, Citradirgantara, 
Yutayuta, Darmayuda, Durgapati, Surasudirga dan banyak lagi, telah tewas. 
Bahkan Arya Dursasana yang hendak meringkus terkena panah Abimanyu. 
Walaupun tidak tedas, namun kerasnya pukulan anak panah menjadikannya ia 
muntah darah. Lari tunggang langgang Arya Dursasana menjauhi palagan. 
Haswaketu yang mencoba menandingi kesaktian Abimanyu, tewas 
tersambar Kyai Pulanggeni warisan sang ayah, Arjuna. Raungan kesakitan 
berkumandang dari mulut Haswaketu membuat jeri kawannya, Prabu Wrahatbala 
Namun, malu Wrahatbala, bila diketahui perasaanya oleh kawan maupun 
lawan, ia terus maju mendekati Abimanyu. Sekarang keduanya telah berhadapan. 
Gerakan Wrahatbala gagap, kalah wibawa dengan Abimanyu yang masih sangat 
muda, tetapi dengan gagah berani telah mampu memulihkan kekuatan barisan dan 
bahkan telah menewaskan ratusan prajurit dalam waktu singkat. Oleh rasa yang 
sudah kadung rendah diri, gerakannya menjadi serba canggung. Tak lama ia 
menyusul temannya dari Kamboja terkena oleh pusaka yang sama. Tersambar 
Kyai Pulanggeni, raga Wrahatbala roboh tertelungkup diatas kudanya dan tak 
59 
dari Kusala. 
lama jatuh bergelimpang ke tanah. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Namun bukan dari pihak Bulupitu saja yang tewas, ketika Bambang 
Sumitra yang maju bersama Abimanyu dengan amukannya, terlihat oleh Adipati 
Karna. Niat Adipati Karna sebenarnya hanya mengusir anak Arjuna agar tidak 
maju terlalu ketengah dalam pertempuran. Perasaan seorang paman terhadap 
keponakannya kadang masih menggelayuti hatinya. Teriakannya untuk mengusir 
keponakannya tak dihiraukan, maka lepas anak panah menuju ke kedua satria 
anak Arjuna. Abimanyu luput namun Sumitra terkena didadanya. Gugurlah salah 
Dibagian lain juga terjadi hal yang sama, Bambang Wilugangga terkena 
panah Prabu Salya rebah menjadi kusuma negara. 
Sementara itu, para raja seberang, ketika melihat dua raja telah tewas 
dalam waktu singkat menjadi jeri. Mahameya mendekati salah satu temannya 
Swarcas, membisikkan strategi bagaimana cara menjatuhkan Abimanyu. 
Ditetapkan kemudian mereka berempat, Mahameya, Swarcas, Satrujaya dan 
Suryabasa akan maju bersama mengeroyok Abimanyu. Tak peduli hal itu 
tindakan ksatria atau tidak, yang penting mereka dapat menghabisi tenaga baru 
yang berhasil memukul balik kekuatan baris para Kurawa. 
Namun bukan Abimanyu bila tidak mampu mengatasi serangan empat raja 
sakti dari berbagai penjuru. Licin bagai belut, Abimanyu menghindari serangan 
bergelombang dengan senjata ditangan masing masing lawannya. Bahkan sesekali 
Abimanyu dapat mengenai pertahanan mereka satu persatu. Makin gemas ke 
empat lawannya yang malah bagai dipedayai. 
60 
satu lagi putra Arjuna. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Kelihatanlah kekuatan masing masing pihak, tak lama kemudian. 
Ketika pedang Mahameya terpental karena lengannya terpukul Abimanyu, 
sebab dari rasa kesemutan yang hebat memaksa ia melepaskan pedangnya. Pada 
saat itulah Kyai Pulanggeni menusuk lambungnya. Kembali satu lawan roboh dari 
atas punggung kudanya. Tiga lawan tersisa menjadi ciut nyalinya. 
Gerakannyapun menjadi semakin tidak terarah, satu persatu lawan 
Abimanyu dapat diatasi. Kali ini Swarcas menjadi korban selanjutnya. 
Gerak kordinasi antar ketiga lawan tidak lagi serempak menjadikan 
mereka saling serang. Swarcas terkena tombak dari Satrujaya. Meraung kesakitan 
Swarcas, jatuh terguling tak bangun lagi. 
Satrujaya dan Suryabasa gemetaran, mereka tak percaya dengan apa yang 
“Hayuh, majulah kalian berdua, pandanglah bapa angkasa diatasmu, dan 
menunduklah ke ibu pertiwi, saatnya aku antarkan kamu berdua ke Yamaniloka 
!”. Kata kata Abimanyu hampir saja tak terdengar oleh mereka, karena kerasnya 
dentam detak jantung kedua raja seberang yang semakin tak dapat menguasai 
Dengan sisa keberaniannya keduanya sudah kembali menyerang lawannya 
dari kedua arah. Gerakannya yang semakin liar tak terkendali, tanda keputus-asaan, 
membuat Abimanyu dengan mudah membulan-bulani mereka berdua. 
Tanpa membuang waktu lagi, disudahi pertempuran keroyokan itu dengan sekali 
61 
barusan sudah terjadi. 
dirinya lagi. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
ayunan Kyai Pulanggeni. Jerit ngeri keduanya mau tak mau membuat hampir 
semua mata mengarahkan pandangannya kearah kejadian. 
Pandita Durna sangat kagum dengan kroda prajurit muda belia itu. Dalam 
“Weleh . . . . ,tidak anak, tidak bapak.! Keduanya ternyata sama saktinya. 
Kalau hal seperti ini dibiarkan, tak urung binasalah barisan prajurit Kurawa. . !”. 
Segera dipanggilnya Sangkuni dan Adipati Karna serta Jayadrata. Setelah mereka 
menghadap, Pandita Durna menguraikan karti sampeka akal akalannya, 
“Adi Sangkuni, nak angger Adipati serta Jayadrata, bila dengan cara okol 
kita tidak dapat mengatasi amukan Abimanyu, maka kita harus menggunakan 
kekuatan akal kita. Setuju Adi Sengkuni ?” 
“Eee. . . Kakang Durna, kalau masalah itu jangan lagi ditanyakan ke saya. 
“Terus anak Angger Adipati, kali ini tak ada jalan lain. Bila hal ini diterus 
teruskan, maka akan kalah kita . Minta pendapatnya nak angger Adipati! ”. 
Seakan Durna minta pertimbangan, padahal didalam otaknya sudah tersimpan 
rencana licik bagaimana cara mengatasi keadaan yang sudah mengkawatirkan itu. 
“Terserahlah paman pendita, kali ini aku menurut kemauanmu ! ”. Jawab 
62 
hatinya ia mengatakan, 
Pasti setuju!” Sangkuni mengamini. 
Narpati Basukarna sekenanya. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
“Nah begitulah seharusnya. Kali ini aku meminta jasamu nak angger 
Adipati. Anak angger yang aku pilih karena memang seharusnya anak anggerlah 
yang dapat mengatasi masalah ini”. Durna mulai membuka strategi. 
“Baik Paman Pendita, apa yang harus aku lakukan?” Berat hati Karna 
“Begini, Adi Sengkuni, segeralah naikkan bendera putih tanda menyerah. 
Kemudian Anak Angger Adipati segera mendekati Abimanyu. Rangkul dan 
rayulah. Katakan kehebatannya dan pujilah ia. Selanjutnya Jayadrata, panahlah 
Abimanyu dari belakang. Bila sudah terkena satu panah, tidak lama lagi pasti akan 
gampang langkah kita”. Pandita Durna menjelaskan strateginya. 
“Baiklah Paman Pendita, mari kita bagi bagi peran masing masing”. 
Adipati Awangga itu segera melangkah menjalankan strategi yang telah 
Demikianlah. Maka akal culas Pendita Durna mulai dilakukan. Kibaran 
bendera putih Patih Harya Suman membuat hingar bingar peperangan perlahan 
terhenti. Dalam hati para prajurit tempur saling bertanya, kenapa perang 
dihentikan? Sementara orang mengerti, bila perang terus berlanjut, maka 
kebinasaan pihak Kurawa tinggal menunggu waktu. 
Kali ini giliran Adipati Karna mengambil peran, didekatinya Abimanyu: 
“Berhentilah anakku bagus . .!, Kemarilah. Sungguh hebat anakku yang 
masih remaja sudah dapat membuat takluk barisan Kurawa. Uwakmu sungguh 
63 
menyahut. 
dirancang. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
ikut bangga dengan apa yang kamu perbuat . . . ” Setelah mendekat, dipeluknya 
Abimanyu dengan hangat, layaknya seorang paman terhadap keponakan yang 
telah berhasil berbuat hal yang menakjubkan. 
“Apakah sungguh begitu uwa Narpati . ! Bila memang barisan uwa sudah 
takluk, dan memang demikian adanya, segera eyang Durna dibawa kemari, 
layaknya seorang senapati takluk terhadap lawan”. Bangga Abimanyu. 
Kebanggaan itu ternyata tidak berlangsung lama, Jayadrata dengan 
kemampuan memainkan gada yang luar biasa adalah juga seorang pemanah 
ulung. Dibidiknya punggung Abimanyu, seketika jatuh terduduk Abimanyu 
Tak sepenuhnya tega Adipati Karna memegangi keponakannya yang 
terluka, mundurlah ia menjauhi arena peperangan. Ditemui Pandita Durna untuk 
“Paman Pendita, sekarang rencana paman sudah berhasil. Abimanyu 
terluka dipunggungnya, untuk tindakan selanjutnya, saya tidak ikut mencampuri 
Terkekeh kekeh tawa Sang Pandita mengetahui rencananya sudah berhasil. 
Pikirnya biarlah tanpa Adipati Karna pun kemenangan sudah sebagian besar 
dicapai kembali. Segera Karna menjauh balik ke pesanggrahan. 
64 
dengan darah menyembur dari lukanya. 
diberi laporan. 
urusan lagi”. Tutur Adipati Karna. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Sepeninggal Adipati Karna, segera Durna memberi aba-aba untuk kembali 
menyerang. Namun Abimanyu tidaklah gentar, malah ia semakin bergerak maju 
“Heh para Kurawa . .!, Memang dari dulu sifat culas itu tidak akan pernah 
hilang. Akan aku kubur sifat culas kalian, sekalian dengan yang raga 
menyandangnya. Hayo majulah kalian bersama-sama. Tak akan mundur walau 
setapakpun walau Duryudana sekalipun yang maju !!”. 
Walau terluka, ternyata Abimanyu masih segar bugar. Suaranya masih 
lantang dan berdirinya masih tetap tegar. 
Melihat lawannya terkena panah yang masih menancap di punggungnya, 
aba aba keroyok bersahut sahutan. Dari jauh anak panah lain dilepaskan oleh 
warga Kurawa, sementara yang dekat melontarkan tombak dan nenggala serta 
trisula bertubi tubi. Dalam waktu singkat, segala macam senjata menancap 
Namun hebatnya satria muda yang terluka parah ini masih maju dengan 
amukannya. Dari kejauhan gerakan sang prajurit muda itu bagai gerak seekor 
landak, oleh banyaknya anak panah dan tombak yang menancap di sekujur 
tubuhnya. Malah bila digambarkan lebih jauh lagi, ujud dari satria tampan ini 
bagaikan penganten sedang diarak. Kepala yang penuh senjata seperti karangan 
bunga yang terrangkai sementara tubuhnya bagaikan kembar mayang yang 
mengelilingi raganya. Ada sebagian senjata tajam mengiris perutnya. Usus yang 
65 
menyongsong serangan. 
ditubuh satria muda itu. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
memburai yang disampirkan pada duwung yang terselip di pinggangnya, seperti 
halnya untaian melati menghiasi pinggang. 
Darah yang mengalir deras bagaikan lulur penganten yang membuatnya 
menjadi makin berkilau diterpa sinar matahari. Tidaklah berbau anyir darah 
Abimanyu, malah mewangi sundul ke angkasa raya. Saat itulah para bidadari 
turun menyaksikan kegagahan sang prajurit muda belia. Dalam pendengaran para 
bidadari, suasana yang dilihat bercampur dengan kembalinya denting padang yang 
beradu dan tetabuhan kendang, suling serta tambur penyemangat, bagaikan pesta 
penganten yang berlangsung dengan iringan gamelan berirama Kodok Ngorek! 
Dilain pihak, dalam pikiran Abimanyu teringat akan sumpahnya kala 
menghindar dari pertanyaan istri pertamanya, Retna Siti Sundari, ketika curiga 
bahwa sang suami sudah beristri lagi. Sumpah yang diiringi gemuruh petir, bahwa 
bila ia berlaku poligami, maka bolehlah orang senegara meranjap tubuhnya 
Saat itu ia terhindar dari tuduhan Siti Sundari, namun setelah Kalabendana 
raksasa boncel lugu, paman Raden Gatutkaca, membocorkan rahasia 
perkawinannya dengan Putri Wirata, kusuma Dewi Utari, akhirnya terbuka juga 
rahasia yang tadinya tertutup rapi. Walau tak terjadi apapun akhirnya antar kedua 
istri pertama dengan madunya, namun sumpah tetaplah sumpah, ia berketatapan 
Diceritakan, Lesmana Mandrakumara alias Sarjakusuma, putra Prabu 
Duryudana yang baru saja mendapat ijin dari sang ibu untuk pergi ke peperangan. 
66 
dengan senjata apapun. 
hati, inilah bayaran atas janjinya. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Padahal selamanya sebagai anak manja, ia tak banyak ia berkecimpung dalam 
keprajuritan, sehingga sifat penakutnya sangat kentara. 
Dengan jumawa, kali ini ia melangkah menghampiri Abimanyu. Lesmana 
menghina Abimanyu dengan kenesnya, diiringi kedua abdinya yang selama ini 
memanjakannya, Abiseca dan Secasrawa. 
Segera Sarjakusuma menghunus kerisnya untuk menamatkan riwayat 
Abimanyu. Anggapannya, ialah yang akan menjadi pahlawan atas gugurnya satru 
sakti yang akan dipamerkan kepada ayahnya. 
“E . . E . . E . . . , Abimanyu, bakalan tak ada lagi yang menghalangi aku 
menjadi penganten bila aku kali ini membunuhmu. Atau jandamu biar aku ambil 
alih. Rama Prabu pasti gembira tiada terkira, kalau aku berhasil memotong 
Dengan langkah yang masih seperti kanak-kanak sedang bermain main, ia 
maju semakin mendekat masih dalam kawalan kedua abdinya yang sedikit 
membiarkannya, memandang enteng kejadian didepan matanya. 
Abimanyu yang melihat kedatangan Lesmana Mandrakumara mendapat 
ide, tidak dapat membunuh Duryudana-pun tak apa, bila putra mahkota terbunuh, 
maka akan hancur juga masa depan uwaknya itu. Makin dekat langkah 
Sarjakusuma yang ingin segera menamatkan penderitaan sepupunya. Tapi malang 
tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih, dengan tenaga terakhir , sang prajurit 
muda masih mampu menusukkan Kyai Pulanggeni ke dada tembus ke jantung 
putra mahkota Astina, tak ayal lagi tewaslah Lesmana Mandrakumara, 
67 
lehermu”. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
berbarengan dengan senyum terakhir mengembang dibibir prajurit muda gagah 
berani itu. Abimanyu telah tunai melunasi janjinya. 
Kembali suasana menjadi gempar. Gugurnya kedua satria muda dengan 
beda karakter bumi dan langit membuat perang berhenti, walau matahari belum 
lama beranjak dari kulminasi. Kedua pihak bagai dikomando segera 
menyingkirkan pahlawan mereka masing masing. 
Syahdan, Retna Siti Sundari yang hanya diiring oleh abdi emban 
menyusul ke peperangan, telah sampai pada saat yang hampir bersamaan dengan 
gugurnya sang suami tercinta. Oleh istri tuanya, Utari tidak diperkenankan pergi 
bersamanya , sebab dalam kandungan tuanya terkadang terasa ada pemberontakan 
didalam, seakan sang jabang bayi sudah tak sabar hendak mengikut kedalam 
perang besar keluarga besarnya. Kemauan besar Retna Utari untuk ikut serta 
kemedan perang, terhalang oleh madu dan anaknya yang masih ada di dalam gua 
garba. Bahkan sang ibu mertua, Wara Subadra juga melarang Utari untuk pergi. 
Ketika terdengar teriakan gemuruh menyatakan Abimanyu telah gugur, 
jantung wanita muda ini makin berdegup kencang. Ia segera berlari ketengah 
palagan tanpa menghiraukan bahaya yang mengintip diantara tajamnya kilap 
bilah-bilah pedang dan runcingnya ujung tombak. Sesampai di hadapan jenasah 
suaminya yang tetancap ratusan anak panah. Tidak terbayang sebelumnya akan 
keadaannya yang begitu mengenaskan, Siti Sundari lemas dan kemudian tak 
sadarkan diri. Suasana kesedihan bertambah mencekam dengan pingsannya sang 
68 
istri prajurit muda itu. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Bumi seakan berhenti berputar, awanpun berhenti berarak. Burung burung 
didahan tak hendak berkicau, kombangpun berhenti menghisap madu. Jangankan 
sulur gadung dan bunga bakung yang bertangkai lembek, bahkan bunga perdu, 
seperti bunga melati dan cempaka ikut tertunduk berkabung terhadap satu lagi 
kusuma negara yang gugur, di lepas siang . 
Sebentar kemudian, setelah siuman, Retna Siti Sundari yang telah sadar 
apa yang terjadi di sekelilingnya segera menghunus patrem, keris kecil yang 
terselip dipinggangnya. Dihujamkan senjata itu ke ulu hati. Segera arwah sang 
prajurit muda, Abimanyu, menggandeng tangan sukma istrinya, mengajaknya 
meniti tangga tangga kesucian abadi menuju swargaloka. Raga sepasang suami 
istri muda belia tergolek berdampingan. Mereka telah kembali ke pangkuan ibu 
Memang demikian, ketika itu, Pandu, ayah Werkudara adalah penghuni 
Kawah Candradimuka, sebelum Werkudara sebagai anaknya mampu 
mengentaskan ayahnya dari penderitaan atas kesanggupannya menghuni kawah 
itu, ketika atas tangis istri mudanya, Dewi Madrim, yang ingin beranjangsana 
menaiki lembu Andini, tunggangan Batara Guru. 
“Tidak bertindak ksatria, bila dengan cara begini perangmu. Dunia akan 
mengenangmu sebagai raja dengan cara perang yang paling pengecut!” Arjuna 
menyahut dengan gerakan hati hati, karena bila ia bergerak, maka sedotan lumpur 
69 
pertiwi. 
makin menyeretnya tenggelam. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Dilain pihak, Werkudara adalah satria yang telah tertempa lahir dan 
batinnya. Perjuangan menempuh kesulian dalam alur hidupnya telah 
menjadikannya kokoh luar dalam. Maka ketika sedang terjepit seperti ini tak lah 
ia patah semangat. Ajian Blabag Pengantol-antol dikerahkan untuk mendorongnya 
keluar dari seretan lumpur. Tidak percuma, ketika berhasil melompat keluar dari 
pasir berlumpur maka Gardapati yang lengah segera digebuk dengan Gada 
Rujakpolo, pecah kepalanya seketika tewaslah salah satu andalan perang pihak 
Pada saat yang sama Arjuna sudah dapat merayu Wersaya agar mendekat. 
Namun setelah pancingannya mengena, ditariknya tangan Wersanya. Dengan 
meminjam tenaga lawan keluarlah Arjuna dari kubangan lumpur. Pertarungan 
sengit kembali terjadi, namun seperti semula, kesaktian Arjuna jauh diatas 
Wersaya. Dengan tidak membuang waktu, diselesaikan pertempuran itu dengan 
tewasnya Wersaya diujung keris Kyai Kalanadah. 
Kedua satria yang telah kembali dari pertempuran yang jauh dari 
induknya, dan mendapati perang telah usai. Namun mereka pulang dengan 
menemukan suasana duka mendalam yang terjadi di pesanggrahan 
Melihat kenyataan didepan mata, Arjuna yang sangat menyesal telah 
meninggalkan peperangan terjatuh pingsan. Kehilangan anak kesayangannya 
membuatnya sangat terpukul. Demikian juga sang istri Wara Subadra tak henti 
hentinya menangisi kepergian putra tunggalnya yang masih belia. 
70 
Kurawa. 
Randuwatangan. 
PANDAWA KURAWA
BANJIR DARAH DI TEGAL KURU 
PANDAWA & KURAWA 
HERMAWAN 
Tak ketinggalan Retna Utari yang tak diperbolehkan bela pati oleh Prabu 
Kresna, duduk dihadapan jasad kedua orang yang sangat dicintai dengan lelehan 
air mata bagai hendak terkuras dari kedua matanya. 
Sore itu juga, api pancaka segera dinyalakan untuk membakar kedua raga 
suami istri belia itu. Suasana petang sebelum matahari tenggelam, seolah 
mendadak seperti dipercepat waktunya oleh mendung yang menutup suasana sore 
seperti mendung yang menggelayut pada semua yang hadir dalam upacara itu. 
Begitu hening suasana balairung di Pasanggrahan Bulupitu siang 
menjelang sore itu karena perang berhenti lebih cepat dari biasanya. Bahkan 
keheningan itu menjadikannya helaan nafas berat Prabu Duryudana terdengar satu 
satu. Kadang ia berdiri berjalan mondar mandir, kemudian duduk kembali. 
Sebentar sebentar ia mengelus dada dan bergumam dengan suara tidak jelas. 
Suasana itu juga berimbas pada keadaan di sekelilingnya. Namun orang 
orang disekelilingnya sangatlah paham apa yang bergejolak dalam benak Prabu 
Duryudana. Mereka mengerti betapa berat keadaan yang membebani jiwa raja 
mereka. Putra lelaki satu satunya sebagai penerus generasi trah Kurawa telah 
gugur, maka tiada satupun yang berani membuka mulutnya. 
Bahkan Prabu Salya pun. Ia juga tersangkut dalam peristiwa tewasnya 
Lesmana Mandrakumara, karena Lesmana adalah cucunya juga. 
Lama pikiran Prabu Duryudana mengembara kemana mana dengan 
kenangan terhadap pangeran pati yang dicintainya. Akibatnya ia merasa raganya 
71 
menjadi bagai lumpuh. 
PANDAWA KURAWA
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru
Banjir darah di tegal kuru

More Related Content

What's hot

Kerajaan buleleng dan dinasti warmadewa
Kerajaan buleleng dan dinasti warmadewa Kerajaan buleleng dan dinasti warmadewa
Kerajaan buleleng dan dinasti warmadewa Fitrianda Ayu Utami
 
Sejarah Wajib - Kerajaan Majapahit (Kelas X)
Sejarah Wajib - Kerajaan Majapahit (Kelas X)Sejarah Wajib - Kerajaan Majapahit (Kelas X)
Sejarah Wajib - Kerajaan Majapahit (Kelas X)maghfiraputeri
 
Makalah sejarah kerajaan majapahit & pajajaran .
Makalah sejarah kerajaan majapahit & pajajaran .Makalah sejarah kerajaan majapahit & pajajaran .
Makalah sejarah kerajaan majapahit & pajajaran .Bams Akheena
 
The relevance of ayurveda in modern times
The relevance of ayurveda in modern timesThe relevance of ayurveda in modern times
The relevance of ayurveda in modern timeschikitsak
 
Wayang Arjuna, Bima , lan Duryudana
Wayang Arjuna, Bima , lan DuryudanaWayang Arjuna, Bima , lan Duryudana
Wayang Arjuna, Bima , lan DuryudanaFianti Damayanti
 
Kelompok 3 (KERAJAAN TARUMANEGARA).pptx
Kelompok 3 (KERAJAAN TARUMANEGARA).pptxKelompok 3 (KERAJAAN TARUMANEGARA).pptx
Kelompok 3 (KERAJAAN TARUMANEGARA).pptxssuser113995
 
Mahabharata 160520050053 - copy (2)
Mahabharata 160520050053 - copy (2)Mahabharata 160520050053 - copy (2)
Mahabharata 160520050053 - copy (2)Marc Respecia
 
Narayaneeyam sanskrit with english translation dasakam 027
Narayaneeyam sanskrit with english translation dasakam 027Narayaneeyam sanskrit with english translation dasakam 027
Narayaneeyam sanskrit with english translation dasakam 027Ravi Ramakrishnan
 

What's hot (20)

Kerajaan buleleng dan dinasti warmadewa
Kerajaan buleleng dan dinasti warmadewa Kerajaan buleleng dan dinasti warmadewa
Kerajaan buleleng dan dinasti warmadewa
 
Kerajaan tarumanegara 11ips1
Kerajaan tarumanegara 11ips1Kerajaan tarumanegara 11ips1
Kerajaan tarumanegara 11ips1
 
Kerajaan tarumanegara
Kerajaan tarumanegaraKerajaan tarumanegara
Kerajaan tarumanegara
 
Sejarah Wajib - Kerajaan Majapahit (Kelas X)
Sejarah Wajib - Kerajaan Majapahit (Kelas X)Sejarah Wajib - Kerajaan Majapahit (Kelas X)
Sejarah Wajib - Kerajaan Majapahit (Kelas X)
 
Sejarah kerajaan kediri
Sejarah kerajaan kediriSejarah kerajaan kediri
Sejarah kerajaan kediri
 
Makalah sejarah kerajaan majapahit & pajajaran .
Makalah sejarah kerajaan majapahit & pajajaran .Makalah sejarah kerajaan majapahit & pajajaran .
Makalah sejarah kerajaan majapahit & pajajaran .
 
The relevance of ayurveda in modern times
The relevance of ayurveda in modern timesThe relevance of ayurveda in modern times
The relevance of ayurveda in modern times
 
Wayang Arjuna, Bima , lan Duryudana
Wayang Arjuna, Bima , lan DuryudanaWayang Arjuna, Bima , lan Duryudana
Wayang Arjuna, Bima , lan Duryudana
 
Kerajaan Majapahit
Kerajaan MajapahitKerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit
 
Kelompok 3 (KERAJAAN TARUMANEGARA).pptx
Kelompok 3 (KERAJAAN TARUMANEGARA).pptxKelompok 3 (KERAJAAN TARUMANEGARA).pptx
Kelompok 3 (KERAJAAN TARUMANEGARA).pptx
 
Kerajaan kahuripan
Kerajaan kahuripanKerajaan kahuripan
Kerajaan kahuripan
 
Bhishma
BhishmaBhishma
Bhishma
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 
Sejarah Kerajaan Tarumanegara
Sejarah Kerajaan Tarumanegara Sejarah Kerajaan Tarumanegara
Sejarah Kerajaan Tarumanegara
 
Book review[1]
Book review[1]Book review[1]
Book review[1]
 
Sri isopanisad
Sri isopanisadSri isopanisad
Sri isopanisad
 
Mahabharata 160520050053 - copy (2)
Mahabharata 160520050053 - copy (2)Mahabharata 160520050053 - copy (2)
Mahabharata 160520050053 - copy (2)
 
Narayaneeyam sanskrit with english translation dasakam 027
Narayaneeyam sanskrit with english translation dasakam 027Narayaneeyam sanskrit with english translation dasakam 027
Narayaneeyam sanskrit with english translation dasakam 027
 
Mahabharata
MahabharataMahabharata
Mahabharata
 
Kerajaan majapahit
Kerajaan majapahitKerajaan majapahit
Kerajaan majapahit
 

Similar to Banjir darah di tegal kuru

Modul 5 Hindu KB 3 "Mahabharta"
Modul 5 Hindu KB 3 "Mahabharta"Modul 5 Hindu KB 3 "Mahabharta"
Modul 5 Hindu KB 3 "Mahabharta"Istna Zakia Iriana
 
Baratayuda Perang menuai karma : Buku-1
Baratayuda  Perang menuai karma : Buku-1Baratayuda  Perang menuai karma : Buku-1
Baratayuda Perang menuai karma : Buku-1Pranowo Budi Sulistyo
 
wayang sengkuni
wayang sengkuniwayang sengkuni
wayang sengkunibetriscan
 
Awal pertikaian
Awal pertikaianAwal pertikaian
Awal pertikaianORCHIDSIGN
 
Baratayuda Perang menuai karma : Buku-3
Baratayuda  Perang menuai karma : Buku-3Baratayuda  Perang menuai karma : Buku-3
Baratayuda Perang menuai karma : Buku-3Pranowo Budi Sulistyo
 
Telaah Sastra Parwa dalam bahasa jawa kuno
Telaah Sastra Parwa dalam bahasa jawa kunoTelaah Sastra Parwa dalam bahasa jawa kuno
Telaah Sastra Parwa dalam bahasa jawa kunossuser35dee3
 
Baratayuda Perang menuai karma : Buku-2
Baratayuda  Perang menuai karma : Buku-2Baratayuda  Perang menuai karma : Buku-2
Baratayuda Perang menuai karma : Buku-2Pranowo Budi Sulistyo
 
Sekilas tentang siwagama
Sekilas tentang siwagamaSekilas tentang siwagama
Sekilas tentang siwagamaPutu Ajus
 
Kerajaan pajajaran
Kerajaan pajajaran Kerajaan pajajaran
Kerajaan pajajaran Hulu Kujang
 
LK- RESUME PENDALAMAN MATERI modul 9 kb 3.pdf
LK- RESUME PENDALAMAN MATERI modul 9 kb 3.pdfLK- RESUME PENDALAMAN MATERI modul 9 kb 3.pdf
LK- RESUME PENDALAMAN MATERI modul 9 kb 3.pdfNorkaDiputra
 
Materi Kelas 5 Agama Hindu Parwa Mahabharata ,Ni Nyoman Madri.pptx
Materi Kelas 5 Agama Hindu Parwa Mahabharata ,Ni Nyoman Madri.pptxMateri Kelas 5 Agama Hindu Parwa Mahabharata ,Ni Nyoman Madri.pptx
Materi Kelas 5 Agama Hindu Parwa Mahabharata ,Ni Nyoman Madri.pptxdikad21
 
Cerpen Sura & Baya Karya Oki Feri Juniawan (2013)
Cerpen Sura & Baya Karya Oki Feri Juniawan (2013)Cerpen Sura & Baya Karya Oki Feri Juniawan (2013)
Cerpen Sura & Baya Karya Oki Feri Juniawan (2013)Oki Feri Juniawan
 

Similar to Banjir darah di tegal kuru (20)

Modul 5 Hindu KB 3 "Mahabharta"
Modul 5 Hindu KB 3 "Mahabharta"Modul 5 Hindu KB 3 "Mahabharta"
Modul 5 Hindu KB 3 "Mahabharta"
 
Baratayuda 1
Baratayuda 1Baratayuda 1
Baratayuda 1
 
Baratayuda Perang menuai karma : Buku-1
Baratayuda  Perang menuai karma : Buku-1Baratayuda  Perang menuai karma : Buku-1
Baratayuda Perang menuai karma : Buku-1
 
wayang sengkuni
wayang sengkuniwayang sengkuni
wayang sengkuni
 
Buku baratayudha (part 1)
Buku baratayudha (part 1)Buku baratayudha (part 1)
Buku baratayudha (part 1)
 
Awal pertikaian
Awal pertikaianAwal pertikaian
Awal pertikaian
 
Baratayuda Perang menuai karma : Buku-3
Baratayuda  Perang menuai karma : Buku-3Baratayuda  Perang menuai karma : Buku-3
Baratayuda Perang menuai karma : Buku-3
 
Wayang - Dewa ruci
Wayang - Dewa ruciWayang - Dewa ruci
Wayang - Dewa ruci
 
Telaah Sastra Parwa dalam bahasa jawa kuno
Telaah Sastra Parwa dalam bahasa jawa kunoTelaah Sastra Parwa dalam bahasa jawa kuno
Telaah Sastra Parwa dalam bahasa jawa kuno
 
Baratayuda Perang menuai karma : Buku-2
Baratayuda  Perang menuai karma : Buku-2Baratayuda  Perang menuai karma : Buku-2
Baratayuda Perang menuai karma : Buku-2
 
Sekilas tentang siwagama
Sekilas tentang siwagamaSekilas tentang siwagama
Sekilas tentang siwagama
 
Kerajaan pajajaran
Kerajaan pajajaran Kerajaan pajajaran
Kerajaan pajajaran
 
Cerita wayang
Cerita wayangCerita wayang
Cerita wayang
 
LK- RESUME PENDALAMAN MATERI modul 9 kb 3.pdf
LK- RESUME PENDALAMAN MATERI modul 9 kb 3.pdfLK- RESUME PENDALAMAN MATERI modul 9 kb 3.pdf
LK- RESUME PENDALAMAN MATERI modul 9 kb 3.pdf
 
Dilema Arjuna
Dilema ArjunaDilema Arjuna
Dilema Arjuna
 
Materi Kelas 5 Agama Hindu Parwa Mahabharata ,Ni Nyoman Madri.pptx
Materi Kelas 5 Agama Hindu Parwa Mahabharata ,Ni Nyoman Madri.pptxMateri Kelas 5 Agama Hindu Parwa Mahabharata ,Ni Nyoman Madri.pptx
Materi Kelas 5 Agama Hindu Parwa Mahabharata ,Ni Nyoman Madri.pptx
 
Cerpen Sura & Baya Karya Oki Feri Juniawan (2013)
Cerpen Sura & Baya Karya Oki Feri Juniawan (2013)Cerpen Sura & Baya Karya Oki Feri Juniawan (2013)
Cerpen Sura & Baya Karya Oki Feri Juniawan (2013)
 
Serat Tripama
Serat TripamaSerat Tripama
Serat Tripama
 
Cerita Rakyat Indonesia.docx
Cerita Rakyat Indonesia.docxCerita Rakyat Indonesia.docx
Cerita Rakyat Indonesia.docx
 
wayang golek
wayang golekwayang golek
wayang golek
 

More from ORCHIDSIGN

Bina gerak tuna daksa hermawan
Bina gerak tuna daksa hermawanBina gerak tuna daksa hermawan
Bina gerak tuna daksa hermawanORCHIDSIGN
 
11 jurus bisnis
11 jurus bisnis11 jurus bisnis
11 jurus bisnisORCHIDSIGN
 
3 org-kaya-rahasia-mereka
3 org-kaya-rahasia-mereka3 org-kaya-rahasia-mereka
3 org-kaya-rahasia-merekaORCHIDSIGN
 
97 langkah sukses no 1 search engine
97 langkah sukses no 1 search engine97 langkah sukses no 1 search engine
97 langkah sukses no 1 search engineORCHIDSIGN
 
Aku tak sekuat superman 082155969038
Aku tak sekuat superman 082155969038Aku tak sekuat superman 082155969038
Aku tak sekuat superman 082155969038ORCHIDSIGN
 
Implementasi visi dan nilai strategis bank indonesia pasca ojk
Implementasi visi dan nilai strategis bank indonesia pasca ojkImplementasi visi dan nilai strategis bank indonesia pasca ojk
Implementasi visi dan nilai strategis bank indonesia pasca ojkORCHIDSIGN
 
Alat indentifikasi hiperaktif hermawan
Alat  indentifikasi hiperaktif hermawanAlat  indentifikasi hiperaktif hermawan
Alat indentifikasi hiperaktif hermawanORCHIDSIGN
 
Imajinasi untuk meningkatkan kecerdasan tunagrahita
Imajinasi untuk meningkatkan kecerdasan tunagrahitaImajinasi untuk meningkatkan kecerdasan tunagrahita
Imajinasi untuk meningkatkan kecerdasan tunagrahitaORCHIDSIGN
 
Generasi muda yang membangun
Generasi muda yang membangunGenerasi muda yang membangun
Generasi muda yang membangunORCHIDSIGN
 
Logo logo karya hermawan
Logo   logo karya hermawanLogo   logo karya hermawan
Logo logo karya hermawanORCHIDSIGN
 
Reformasi merah
Reformasi  merahReformasi  merah
Reformasi merahORCHIDSIGN
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran semester 1 2
Rencana pelaksanaan pembelajaran semester 1   2Rencana pelaksanaan pembelajaran semester 1   2
Rencana pelaksanaan pembelajaran semester 1 2ORCHIDSIGN
 
The master one
The master oneThe master one
The master oneORCHIDSIGN
 
01 pengertian filsafat-ilmu
01 pengertian filsafat-ilmu01 pengertian filsafat-ilmu
01 pengertian filsafat-ilmuORCHIDSIGN
 
02 teori kuantum_radiasi_[compatibility_mode]
02 teori kuantum_radiasi_[compatibility_mode]02 teori kuantum_radiasi_[compatibility_mode]
02 teori kuantum_radiasi_[compatibility_mode]ORCHIDSIGN
 
20120618142403 etika berbeda-pendapat-dan-keyakinan
20120618142403 etika berbeda-pendapat-dan-keyakinan20120618142403 etika berbeda-pendapat-dan-keyakinan
20120618142403 etika berbeda-pendapat-dan-keyakinanORCHIDSIGN
 

More from ORCHIDSIGN (20)

Bina gerak tuna daksa hermawan
Bina gerak tuna daksa hermawanBina gerak tuna daksa hermawan
Bina gerak tuna daksa hermawan
 
11 jurus bisnis
11 jurus bisnis11 jurus bisnis
11 jurus bisnis
 
3 org-kaya-rahasia-mereka
3 org-kaya-rahasia-mereka3 org-kaya-rahasia-mereka
3 org-kaya-rahasia-mereka
 
97 langkah sukses no 1 search engine
97 langkah sukses no 1 search engine97 langkah sukses no 1 search engine
97 langkah sukses no 1 search engine
 
Aku tak sekuat superman 082155969038
Aku tak sekuat superman 082155969038Aku tak sekuat superman 082155969038
Aku tak sekuat superman 082155969038
 
Cahaya batara
Cahaya bataraCahaya batara
Cahaya batara
 
Implementasi visi dan nilai strategis bank indonesia pasca ojk
Implementasi visi dan nilai strategis bank indonesia pasca ojkImplementasi visi dan nilai strategis bank indonesia pasca ojk
Implementasi visi dan nilai strategis bank indonesia pasca ojk
 
HERMAWAN
HERMAWANHERMAWAN
HERMAWAN
 
Alat indentifikasi hiperaktif hermawan
Alat  indentifikasi hiperaktif hermawanAlat  indentifikasi hiperaktif hermawan
Alat indentifikasi hiperaktif hermawan
 
Imajinasi untuk meningkatkan kecerdasan tunagrahita
Imajinasi untuk meningkatkan kecerdasan tunagrahitaImajinasi untuk meningkatkan kecerdasan tunagrahita
Imajinasi untuk meningkatkan kecerdasan tunagrahita
 
Kelompok 4
Kelompok 4Kelompok 4
Kelompok 4
 
Generasi muda yang membangun
Generasi muda yang membangunGenerasi muda yang membangun
Generasi muda yang membangun
 
Logo logo karya hermawan
Logo   logo karya hermawanLogo   logo karya hermawan
Logo logo karya hermawan
 
Reformasi merah
Reformasi  merahReformasi  merah
Reformasi merah
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran semester 1 2
Rencana pelaksanaan pembelajaran semester 1   2Rencana pelaksanaan pembelajaran semester 1   2
Rencana pelaksanaan pembelajaran semester 1 2
 
The master one
The master oneThe master one
The master one
 
Alquran1
Alquran1Alquran1
Alquran1
 
01 pengertian filsafat-ilmu
01 pengertian filsafat-ilmu01 pengertian filsafat-ilmu
01 pengertian filsafat-ilmu
 
02 teori kuantum_radiasi_[compatibility_mode]
02 teori kuantum_radiasi_[compatibility_mode]02 teori kuantum_radiasi_[compatibility_mode]
02 teori kuantum_radiasi_[compatibility_mode]
 
20120618142403 etika berbeda-pendapat-dan-keyakinan
20120618142403 etika berbeda-pendapat-dan-keyakinan20120618142403 etika berbeda-pendapat-dan-keyakinan
20120618142403 etika berbeda-pendapat-dan-keyakinan
 

Banjir darah di tegal kuru

  • 1. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN 1 PANDAWA KURAWA
  • 2. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN BANJIR DARAH DI TEGAL KURU Karya Hermawan 2 PANDAWA KURAWA
  • 3. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Novel ini aku persembahkan untuk kedua orang tuaku sebagai tanda baktiku dan untuk adikku tercinta semoga kalian tetap sehat dan berada bersama Allah SWT 3 PANDAWA KURAWA
  • 4. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN 1. AWAL BARATAYUDA ( Janji Wiratha ).........................................8 2. GUGURNYA SANG PUTRA GANGGA..........................................31 3. MAJUNYA SANG PROFESOR.......................................................44 4 DAFTAR ISI PANDAWA KURAWA
  • 5. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN 4. GUGURNYA CALON RAJA MUDA HASTINA..............................58 5. KEMARAHAN SANG ADIPATI.....................................................78 6. KEGELISAHAN DURYUDANA.....................................................87 7. SUMPAH ARJUNA.......................................................................113 8. MAJUNYA BURISRAWA.............................................................137 9. TEGAKNYA HARGA DIRI SANG PROFESOR.............................151 10. GUGURNYA SANG PROFESOR..................................................166 11. GUGURNYA PRAMUGARI PRINGGODANI................................182 12. DURSASANA GUGUR.................................................................193 13. GUGURNYA SANG PUTRA SURYA...........................................221 14. SIASAT ASWATAMA.................................................................244 15. PENGAKUAN KEMBAR.............................................................271 16. MENGENAL MASA LALU.........................................................296 17. SALYA GUGUR.........................................................................308 18. AKHIR BARATAYUDA..............................................................322 PRAKATA Sebuah sejarah yang panjang yang mengisahkan darah yang bergejolak dari sebuah negara yang harus di perebutan oleh dua orang yang masih keturunan sama. Yaitu keturunan Prabu Barata. Terselip suatu peristiwa yang mengilhami 5 PANDAWA KURAWA
  • 6. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN bahwa suatu peperangan dapat membuat negera tersebut menderita dan membawa bencana tapi apakah suatu kekekuasan harus di peroleh dengan tindakan kekerasan?. Dan mengapa agar suatu kekuasaan yang bukan miliknya harus dipertahanan dengan menempuh perang ?. Sebenarnya apa yang ada di pikiran manusia. Mengapa kekuasan dan kewibawan yang berarti harus ada kemewahan dan keindahan dalam pemerintahan ..??. Apa yang sebenarnya itu ?”. Dari kisah yang saya tulis yang mengkisah dua keturunan yang berseteru. Yaitu kurawa dan Pandawa. Kisah ini mengilhami kisah perang Baratayauda. Dalam kisah ini pasti ada dua kubu. Yang satu baik dan jahat. Pandawa yang merupakan kubu baik dan merupakan trah raja yang sah sebagai penerus kerajaan Hastina. Tapi apa yang terjadi ..?”. Setelah Pandawa dewasa ia malah mendapat perlakuan kasar dari para saudara Kurawa. Tapi mereka tetap diam selama masih dalam Kebenaran. Saat mengumumkan Puntadewa sebagai pewaris tahta kerajaan Hastina. Kurawa mulai menggunakan rencana licik agar kekuasan jatuh padanya. Bahwa Kebenaran pasti Menang. Selama Pandawa masih dalam Kebenaran maka kemenanagan akan datang. Sesuai janji yang tertulis dalam buku yang pernah ditulis oleh eyang mereka tentang nasib kerajaan yang ditentukan lewat perang jika hubungan damai tidak berhasil. Dalam buku ini kisah patriot seorang anak Pandawa yang rela mati demi kemenangan para junjungan. Walaupun sekarang banyak generasi muda yang telah hilang semangat patriot tanah air bahkan rela negara dijajah. 6 Tapi apa yang didapatkan .../?” PANDAWA KURAWA
  • 7. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Tapi itu semua belum cukup. Bagaimana bahwa kebenaran itu harus ditegakkan. Sesuai dengan agama yang kita anut. Buku ini saya tulis hanya untuk sebagai contoh sikap hidup yang selalu memegang teguh sikap Kebenaran sesuai dengan agama yang dianut. Dan untuk memberikan gambaran bahwa Kebenaran akan selalu menang walaupun tidak Demikian kata – kata yang dapat saya tulis dan ungkapkan. Bila dalam penulisan kata atau kalimat tidak berkenan. Saya mohon maaf. Dan saya menunggu saran dan kritik dari Anda untuk kemajuan buku yang saya tulis ini. AWAL BARATAYUDA ( Janji Wirata ) Dan ketika pagi merekah, berangkatlah dengan suara gemuruh lasykar besar dari Negara Wirata. Merah menyala busana barisan terdepan bagaikan 7 begitu cepat. Sekian terima kasih PENULIS PANDAWA KURAWA
  • 8. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN semburat sinar matahari fajar yang membias mega dari puncak gunung gemunung ketika hendak menerangi jagat. Susul menyusul warna warni barisan yang lain bergerak bersama, yang berwarna kuning kumpul sesama kuning terlihat seperti sekumpulan burung podang yang menguasai pucuk ranting-ranting pohon besar. Barisan yang berwarna putih berkumpul sesama putih, sehingga kelihatan bagaikan kumpulan burung kuntul menyebar memenuhi rawa rawa. Demikian juga barisan dengan seragam berwarna hijau, biru, hitam, ungu dan sebagainya terkumpul sesamanya. Terlihat dari kejauhan, bebarisan prajurit dengan seragam berwarna warni elok bagaikan kelompok kembang setaman. Suara gemerincing kendali dan kerepyak ladam kuda membentur bebatuan jalan, bercampur dengan irama tidak beraturan tangkai tombak yang saling beradu menambah hingar bingarnya suara barisan. Kemeriahan barisan ditingkah dengan suara tetabuhan tambur, suling, kendang dan bende serta kelebatnya bendera bersimbol warna warni, bagai hiasan pesta, indah dipandang mata ! Debu akhir kemarau membubung tinggi dibelakang barisan menambah dramatis dalam pandangan siapapun yang melihat. Diatas awan para dewa, dewi, hapsara, hapsari menyebar bunga mewangi, memuji, hendaknya barisan Pandawa dan sekutunya akan unggul dalam perang. Pada barisan terdepan adalah lasykar setia dari Jodipati berbendera hitam dengan gambar gajah. Terlihat sang Werkudara yang selamanya tidak pernah berkendara, tetap dengan jalan kaki menggenggam gada super besar ditangannya. Dibelakangnya Patih Gagakbongkol mengiring langkah gustinya dengan tegap. 8 PANDAWA KURAWA
  • 9. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Berikutnya nampak Arjuna dengan kereta kencananya yang berhias sesotya gemerlap, lasykarnya berbendera merah keemasan dengan gambar kera ditengahnya. Disampingnya duduk istrinya, Wara Srikandi, anak Prabu Drupada, Susul menyusul dibelakangnya sesama barisan saudara Pandawa yang lain, Prabu Punta dengan memangku surat Jamus Kalimasadda, duduk diatas kereta. Disampingnya duduk Wara Drupadi dengan rambut terurai melambai ditiup angin. Dalam benak Sang Dewi terpikir, inilah saat yang ditunggu untuk keramas dengan darah Dursasana, seorang yang coba mempermalukannya pada pesta permainan dadu dahulu. Atas perlindungan dewa, kain kemben yang coba dilepas sang Dursasana menjadi tak berujung. Saat itulah Draupadi bersumpah untuk tidak bergelung sebelum keramas dengan darah Dursasana. Susul menyusul dibelakangnya, kembar bungsu Pandawa Nakula dan Sadewa, dengan berbendera ungu bergambar dewa kembar, Batara Aswin-Aswan. Pada barisan sekutu, barisan Dwarawati dipimpin Prabu Kresna beserta sang adik ipar Arya Setyaki, disambung barisan dari Wirata dengan pengawak Prabu Matswapati diiring kedua Putranya Utara dan Wiratsangka. Resi Seta, putra Sulung baginda Matswapati yang sedang dalam semedi di Selaperwata atau Sukarini-pun segera disusul utusan untuk memintanya turun gunung, diberi warta Dibelakangnya, lasykar Pancalareja/Pancalaradya prabu Drupada didampingi Pangeran Pati Arya Drestajumna, atau Trustajumena. Dibelakangnya 9 seorang wanita berwatak prajurit. bahwa Baratayuda segera terjadi. PANDAWA KURAWA
  • 10. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN kembali menyusul raja raja sekutu yang lain yang mengharap kemukten dengan Tak ketinggalan barisan yang dipimpin anak-anak muda Pandawa, Gatutkaca dengan pasukan raksasa dan manusia biasa dari Pringgandani, kemudian putra sang Arjuna, Abimanyu, putra sang Punta, Pancawala dan saudara Sampailah barisan di tepi lapangan yang maha luas, tegal Kurukasetra. Barisan yang mengumpul menjadi satu bagaikan pasangnya air samudra yang meleber ke daratan. Beberapa pesanggrahan dibangun untuk menjadi base camp dibeberapa tepi strategis. Prabu Puntadewa beserta para sesepuh menamai pesanggrahan utama sebagai Pesanggrahan Randuwatangan. Dengan penguat batang kayu pohon randu, dipadu patut dengan segala hiasan hingga menyerupai Pesanggrahan untuk para senapati dengan nama pasanggrahan Randugumbala, pesanggrahan dengan bahan kayu semak randu, sedang pesanggrahan untuk prajurit garda depan dengan nama Glagahtinunu, pasanggrahan dengan lahan rumput glagah yang dibakar terlebih dahulu. Begitupun juga di pihak Kurawa, mereka membuat pesanggrahan yang dihias bagaikan istana yang sesungguhnya, dinamakan Pesanggrahan Bulupitu, pesanggrahan utama dimana para calon senapati dihimpun dalam satu naungan, sementara para prajurit melingkup disekitar pesanggrahan. Ditempat lain Adipati Karna menempati pesanggrahan Ngurnting, Prabu 10 ikut serta dalam perang suci ini. muda yang lain. istana. Salya mesanggrah di Karangpandan. PANDAWA KURAWA
  • 11. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Persiapan di pihak Pandawa dimatangkan, Dewi Kunti sudah datang diantar kembali iparnya Arya Yamawidura beserta putra sang Yamawidura, Arya “Kanjeng Ibu, putra putra paduka mengharap restumu untuk mengemban tugas suci ini”. Puntadewa memulai pokok pembicaraan setelah haru biru berlalu, menyesali mengapa perang harus terjadi. Tetapi pada dasarnya mereka adalah kesatria waskita, yang dianugrahi hati penuh kebijaksanaan. Kunti dengan penuh wibawa menguatkan batin anak anaknya,“Anak anakku, watak satria adalah mempunyai hati yang teguh. Tidak pernah merasa ragu dalam bertindak. Bila sudah dikatakan dahulu bahwa negara akan dikembalikan setelah masa perjanjian lewat, maka janji itu adalah hutang yang harus dibayar, dan kalian pantas untuk mendapatkan apa yang dijanjikan”. “Sedangkan kamu semua adalah kesatria yang diidamkan oleh ayahmu dahulu, semua anak Pandu adalah anak anak yang teguh memegang janji. Sekarang ini adalah saat yang tepat untuk kalian semua berbakti kepada mendiang ayahmu, menjaga kebanggaan akan sikap yang ditanamkan sejak kamu Sementara kebulatan tekad terlahirkan, Yamawidura , paman para Pandawa dan Kurawa, tidak tega ikut dalam perang, dalam pikirannya masih berkecamuk rasa sesal, kedua pihak adalah bagian dari darah dagingnya. Dan minta pamitlah Arya Yamawidura kembali ke Panggombakan, kadipaten dalam 11 Sanjaya ke Randuwatangan. masih kecil” lingkungan kerajaan Astina. PANDAWA KURAWA
  • 12. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Pesanggrahan Bulupitu. Prabu Duryudana dalam sidang darurat penetapan Hadir didalamnya Prabu Salya dari Mandaraka sudah diundang datang. Demikian juga Resi Bisma dan Begawan Durna. “ Para sesepuh semua dan saudaraku, tidak sabar rasaku ini hendak mulai menumpas Pandawa yang tidak tahu tata”. Duryudana mengambil inisiatif awal “Eyang Bisma, dengan segala hormat, kami para Kurawa meminta kanjeng Eyang menjadi senapati pertama”. Strategi Duryudana menunjuk. Dalam pikirnya, Baratayuda akan dibuat sesingkat mungkin. Ia berkesimpulan, siapapun dari pihak Pandawa tidak akan mampu menanggulangi krida Sang Bisma Jahnawisuta, satria dengan nama muda Dewabrata, sarat dengan ilmu kaprawiran dilambari kesaktian hasil dari mesu raga olah batin pada sepinya pertapan Talkanda menjadikannya seolah tanpa tanding. Sebenarnyalah Resi Bisma ada dalam situasi batin yang bertentangan dengan pihak yang ia bela. Dalam hatinya, kesatria Pandawa-lah yang terkasih ini Tetapi intuisi seorang Pandita waskita mengatakan, “inilah saatnya bagiku untuk mengunduh segala pakrti yang aku pernah perbuat dimasa lalu”. Dalam benaknya terbayang, ketika ia pernah muda dan salah langkah, membunuh putri Kasi bernama Dewi Amba tanpa sengaja, untuk menghindari batalnya sumpah kepada sang ibu sambung, dewi Durgandini, bahwa ia akan 12 senapati. dengan menunjuk seorang senapati. tersimpan dalam relungnya. PANDAWA KURAWA
  • 13. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN menjalani hidup sebagai brahmacarya, seorang yang tak kan pernah menyentuh Terngiang dalam telinganya akan ajakan sang Dewi Amba ketika menjelang ajalnya menjemput, bahwa ia akan menggandeng tangan sang Dewabrata saat ia akan bertarung dengan prajurit wanita entah kapan. Dan dalam pengamatannya prajurit wanita yang pantas menjadi sarana kemuliaan adalah prajurit Pandawa. Kelompok satria utama yang pantas mengantarnya kembali ke Satu hal lagi, Bisma akan kembali bertarung dengan Seta, seorang putra sulung raja Wirata yang sama sama gemar bertapa. Ketika itu mereka sepakat akan kembali bertarung mengadu kesaktian akibat dipisahkan Hyang Naradda, karena pertempuran mereka oleh suatu sebab menimbulkan panas hingga sampai ke Kahyangan Jonggring Salaka. Dan momen ini tak dapat ia tinggalkan melihat Ketika itu kedua adiknya Citragada dan Wicitrawirya, diserahi putri penengah dan terakhir sehingga dewi Amba tetap mengharap untuk dinikahi Dewabrata. Namun sumpah Dewabrata kepada ibu tiri, Dewi Durgandini, yang khawatir tahta akan jatuh kepada Dewabrata atau anak turunnya, menyebabkan Dewabrata bersumpah untuk tetap melajang seumur hidupnya. Demikianlah, Senapati utama telah ditunjuk, dengan senapati pendamping Prabu Salya dan Pandita Durna. Formasi serangan mematikan telah disusun sesuai dengan ambisi sang Prabu Duryudana yang tidak mau mengulur waktu segera mengeluarkan jurus maut berisi orang orang sakti andalan. 13 perempuan. alam tepet suci. Wirata ada di pihak Pandawa. PANDAWA KURAWA
  • 14. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Kata sepakat telah bulat, strategi telah disusun, pilihan jatuh pada gelar Wukir Jaladri, gunung karang ditepi laut dengan deburan ombaknya. Kokohnya pertahan karang laut dengan gerakan ombak laut yang dahsyat siap melumat barisan prajurit Pandawa. Gemuruh langkah cepat prajurit yang bergerak maju bagaikan membelah langit. Jumlah besar prajurit dari ujung hingga ke ujung lainnya hampir tak kelihatan, ditambahkan dengan pandangan yang tertutup debu yang mengepul. Kembali bebunyian penyemangat ditalu, tambur, suling, kendang, gong beri ditabuh membahana memekakkan telinga. Randuwatangan. Segala kemungkinan sedang dirembug, Baginda Matswapati memberikan usul, “ Anak anak dan cucu cuku, negaraku, bahkan jiwaku beserta anak- anakku sudah aku pertaruhkan untuk kejayaan Pandawa. Sumpahku telah terucap, ketika cucu Pandawa sudah menyelamatkan keselamatan keluarga dan negara Wirata dari musuh dari dalam, Kencakarupa, Rupakenca dan Rajamala, dan musuh dari luar Para Kurawa lan sraya prajurit dari Trikarta Prabu Susarman”. Demikian Matswapati membuka usulannya. “Dari itu, perkenankan sebagai senapati, angkatlah anak anakku. Ketiganya sekalian aku serahkan segala strategi gelar peperangan kepadamu “Sebagai pengayom dan pengarah laku, segala tindak yang akan dilakukan untuk aku serahkan kepada Kanda Prabu Kresna” Puntadewa meminta Kresna untuk mengambil alih segala kebijakan dan strategi. “Baiklah Eyang dan adikku para pandawa, aku terima usul eyang Baginda Matswapati. Uuntuk maju pertama kali sebagai senapati adalah eyang Seta 14 sekalian”. PANDAWA KURAWA
  • 15. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN sebagai senapati pertama dan utama, sedangkan sebagai pendamping adalah eyang Utara dan eyang Wirasangka”. Kresna memberikan ketetapan. Gegap gempita penyambutan para prajurit. Siapa yang tak tahu Resi Seta? Putra pertama Baginda Matswapati, guru sang Gatutkaca yang memiliki ajian Narantaka. Ajian yang bisa disejajarkan dengan ajian Lebur Seketi kepunyaan ayah Duryudana, Adipati Drestarastra. Bahkan bila Lebur seketi dapat meleburkan benda apapun yang diraba, maka Narantaka lebih dari itu, perbawa sekelilingnyapun menjadi panas terbakar bila aji ini dirapal. Kesaktian Resi Seta bila dibandingkan, jauh diatas dari kesaktian adik adiknya, Utara, apalagi Wratsangka yang agak penakut. Walaupun para Pendawa menyebut ketiga putra Wirata sebagai eyang, namun itu hanya sebatas sebutan menurut garis keturunan. Karena sesungguhnya Utara dan Wiratsangka adalah orang orang yang masih sebaya dengan para Pandawa, bahkan saking panjangnya umur Baginda Matswapati, putra pertama Resi Seta adalah sebaya Bisma sedangkan putri terakhir, Dewi Utari, malah Ketika strategi perang belum dibicarakan, Wara Srikandi yang bertugas mengamati garda depan di Glagahtinunu dengan tergesa menghadap sidang. Lapornya “Semua yang hadir, sekarang para Kurawa sudah mendatangi palagan dengan menggelar strategi perang Wukir Jaladri. Kami di garda depan sudah sempat berhadapan dengan barisan depan mereka, tetapi kami sendiri dan Setyaki serta kakang Udawa berkesimpulan untuk kembali terlebih dulu sebagai wujud 15 sebaya dengan anak anak Pandawa. PANDAWA KURAWA
  • 16. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN kita semua menggelar peperangan ini bukanlah perang ampyak, melainkan Braja Tiksna Lungid. Gelar serupa seberkas bola api meteor dirancang Sri Kresna untuk menghadapi gelar lawan, meteor panas dan tajam yang mampu meremukkan karang laut sekalipun. Gelar frontal yang dirancang langsung berhadapan antar kedua senapati utama, untuk menghindari kelemahan para pendamping, Utara dan Wratsangka. Namun sewaktu waktu gelar dapat dirubah menjadi Garuda Nglayang dengan kedua sayap diisi senapati pendamping, dengan back up Werkudara terhadap Arya Utara dan Arjuna terhadap Arya Wratsangka Diceritakan, kedua pihak barisan telah berhadapan. Gemetar sang Arjuna melihat suasana yang tergelar didepan mata. Keraguan hati Arjuna disikapi Sri Kresna. Didekatinya Arjuna yang berdiri termangu. “Kanda Kresna, apalah artinya peperangan ini. Perang yang terjadi sesama saudara. Mereka yang saling berhadapan adalah kakaknya, adiknya, keponakan, paman dan seterusnya. Bahkan guru dan murid juga terlibat” demikian sang Lanjutnya “Apakah masih ada gunanya saya meneruskan suasana seperti ini, apakah tidak sebaiknya apa yang terlihat didepan mata disudahi “Iparku, bukankan sudah menjadi ketetapan dalam sidang bahwa inti dari peperangan ini bukan lagi berkisar pada kembalinya Astina sebagai hal yang 16 perang dengan memakai aturan “. disisi kiri dan kanan. Arjuna tersentuh rasa kemanusiaannya. saja?”. PANDAWA KURAWA
  • 17. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN utama, walaupun demikianlah kenyataannya” Kresna mulai mencoba menghilangkan keraguan yang kembali meliputi batin Arjuna”. “Tetapi darma dari satria yang tersandang dalam jiwa adalah menegakkan aturan yang sudah ditetapkan. Dan lagi, perang ini bukan sekedar perang memperrebutkan negara, tetapi dibalik itu, perang ini adalah sarana memetik hasil pakarti para manusia didalamnya dan juga alat untuk meluwar janji yang telah terucap, perang idaman para brahmana, jangka para dewa. . . . . . . .. . . .” Banyak banyak nasihat yang dikatakan Kresna untuk menguatkan hati Arjuna. “Tetapi apakah aku dapat tega melepas anak panah, bila dihadapanku adalah orang yang aku agungkan?” Tanya Arjuna. “Dalam perang bukanlah tempat untuk murid membalas jasa kepada guru, bukan membalas kebaikan antara yang memberi dan menerima kebaikan, tetapi dalam peperangan itu adalah berhadapannya kebaikan dan angkara murka. Lagi pula banyak satria yang akan membantu menghadapi orang yang kau agungkan, jadi tidak perlulah kamu sendiri yang menghadapinya. Tapi bila memang harus bertanding juga, sembahlah terlebih dulu para junjunganmu sebelum kamu bertempur, niscaya beliaupun akan menghormati kamu, Arjuna” Kresna Demikianlah, maka perang campuh berlangsung sengit. Suara dentang pedang beradu memekakkan telinga. Gesekannya memancarkan bunga api bagai keredap kilat, mengerikan. Saling bunuh terjadi, siapa yang terlena akan terkena senjata lawan. Teriakan kesakitan para prajurit dan hewan tunggangan yang terkena senjata membuat giris prajurit yang berhati lemah. Dilain pihak, prajurit 17 menjelaskan. PANDAWA KURAWA
  • 18. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN yang haus darah terus merangsek penuh nafsu membunuh. Sementara di angkasa hujan anak panah bagai ditumpahkan dari langit. Pertempuran antara kedua senapati utama Seta dan Bisma juga berlangsung seru, keduanya pernah beradu kesaktian kala itu, kembali bertempur dengan peningkatan ilmu kanuragan yang tak pernah mereka tinggalkan pengasahannya, sehingga tingkat kemampuan bertempur mereka berdua semakin tinggi. Arena pertarungan seakan menjadi kepunyaan mereka, karena lingkaran hawa panas keluar dari lingkaran peperangan, sebab tak ada prajurit yang berani mendekati arena pertarungan antar keduanya. Ditempat lain, pertempuran senapati pendamping juga berlangsung seru. Senapati Kurawa, walaupun keduanya sudah tua, namun mereka dengan kesaktiannya yang mapan dan matang mampu mengatasi kekuatan dua anak muda Wirata. Tidak heran, karena semasa muda keduanya adalah satria pilih tanding. Bahkan Durna dengan kekurangan fisik, walau hanya bertangan tunggal, tetapi posisinya selalu diatas angin. Sehingga terus merangsek dan mendesak Wratsangka. Ketika matahari sudah tergelincir kearah barat, Durna menyudahi pertempuran. Wratsangka terkena pusaka Cundamanik, gugur sebagai tawur “Wratsangka tewas . . . , Wratsangka tewas . . . . .!!” Teriakan para prajurit Kurawa memberikan kipasan angin segar kepada kawan kawannya. Motivasi prajurit Kurawa yang sudah mengendor kelelahan, berkobar kembali ketika mendengar tewasnya Wiratsangka. 18 perang. PANDAWA KURAWA
  • 19. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Dilain pihak, gugurnya Wiratsangka membuat kedua kakaknya menjadi makin liwung, beringas. Seta dengan ajiannya, Narantaka, kobaran api dari kedua tapak tangannya meluluh lantaklah prajurit kecil yang menghalanginya. Hewan tunggangan para senapati seperti kuda, gajah bahkan kereta perang banyak remuk redam dan gosong terkena amuk Resi Seta. Demikian juga kroda sang Utara, yang tak lama kemudian mampu merobohkan pertahanan Prabu Salya. Kereta yang ditumpanginya Salya terkena sabetan gada Utara, pecah berantakan. Prabu Salya selamat namun si kusir, patih Mandaraka Tuhayata, ikut tewas tertebas. Putra Salya, Arya Rukmarata yang mencoba melidungi ayahnya akhirnya tewas terkena panah Resi Seta yang sementara menghindari peperangan dengan Bisma ketika mendengar adiknya terkasih tewas ditangan Durna. Dendam membara menguasai hati Sang Seta. Dicarinya Durna yang segera dilindungi rapat oleh para pengikut setianya. Bisma tak tinggal diam, dibayanginya Seta hingga tidak dengan leluasa melampiaskan dendamnya kepada Sementara itu, Prabu Salya sangat terpukul. Anak lelaki tampan kekasih hatinya tewas melindunginya. Tewas dengan dada tertembus panah. “Jagad dewa batara..!, anakku …., kau yang aku harapkan menjadi penggantiku kelak, ternyata malah mendahului aku. Seperti apa derasnya air mata yang tertumpah, bila ibumu Setyawati mendengar kabar tentang kematianmu ngger….. “. Bagai kehilangan seluruh kekuatannya, Prabu Salya membelai jasad anak tercintanya. Tiba tiba Prabu Salya berdiri. Disapunya pandangan dengan nanar, mencari dimana Utara berada. Kemarahannya menggelegak dengan hebatnya. 19 Durna. PANDAWA KURAWA
  • 20. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Sementara Utara yang sedang ganti berhadapan dengan Kartamarma dan Durjaya “Berikan lawanmu Kartamarma, Durjaya, orang ini pantas menjadi Kembali pertempuran yang terputus berlangsung. Kemarahannya memaksa mengeluarkan raksasa bajang dari dalam tubuhnya. Tertebas gada sang Utara, raksasa bajang bukannya mati, malah membelah diri menjadi dua. Dua dua tertebas, raksasa bajang bertambah banyak dengan jumlah ganda. Itulah ajian Candabirawa. Aji pemberian mertuanya, Resi Bagaspati. Kerepotan Utara melayani lawan yang semakin banyak. Terlena sang Utara, panah Prabu Salya, Kyai Candrapati yang dari tadi tertuju kepadanya segera dilepaskan, mengena tubuh Utara, gugur pula ia sebagai kusuma bangsa Senja telah datang di hari pertama itu. Dan hari pertama pertempuran telah ditetapkan berakhir ketika sangkakala ditiupkan. Bangkai kuda, gajah kendaraan para prajurit terkapar bersama ribuan sekalian prajurit. Hari pertama itu mengawali delapan belas hari pertempuran yang akan berlangsung penuh hingga selesai, dan empatbelas hari diantaranya berlangsung Malam telah larut. Api pancaka sudah hampir padam. Api suci yang membakar kedua putra Wirata, Arya Utara dan Wratsangka, yang gugur sebagai prajurit gagah berani. Kesunyian malam mulai mencekam, bintang dilangit berkelipan menyebar, sebagian berkelompok membuat rasi. Menjadi pedoman 20 segera diterjang. korbanku hari ini!!!” dalam peperangan pada ujung hari. ketika Bisma madeg senapati. PANDAWA KURAWA
  • 21. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN bagi manusia atas arah mata angin diwaktu malam mati bulan, serta menjadi titi waktu kegiatan manusia sepanjang tahun, yang akan berulang dan terus berulang entah sampai kapan. Angin semilir menyebarkan bau harum bunga liar. Lebah malam terbang dengan dengung khasnya mencari bunga dan menghisap sari Para prajurit yang letih dalam perang seharian memanfaatkan malam itu sebagai pemulihan tenaga yang esok hari peperangan pasti dilakoninya kembali. Dalam pikiran mereka berkecamuk pertanyaan, apakah besok masih dapat menikmati kembali terbenamnya matahari? Bagi para prajurit pihak Pandawa, kalah menang adalah darma. Kebajikan dalam membela kebenaran akan memberi kemukten dialam kelanggengan bila tewas, atau mendapatkan kedua duanya, dialam fana juga dialam baka nanti, bila nyawa masih belum terpisahkan dari Malam itu Resi Seta duduk gelisah. Rasa sasar sebelum mampu membalaskan dendam kematian adik adiknya masih terus berkecamuk. Sesal kenapa perang cepat berlalu hingga tak sempat dendam itu terlampiaskan saat itu “Belum lega rasaku sebelum aku dapat membekuk kedua manusia yang telah menyebabkan kematian kedua adikku”. Sayang, aturan perang tidak mengijinkan perang diwaktu malam terus berlangsung. Resi Seta terus terjaga, hingga ayam hutan berkokok untuk pertama kali barulah mata terpejam. Didalam mimpinya yang hanya sekejap, terlihat kedua 21 kembang. raga. juga. PANDAWA KURAWA
  • 22. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN adiknya tersenyum melambaikan tangannya. Mereka sangat bahagia, mengharap, bila saatnya ketiganya akan berkumpul kembali. Hari baru telah menjelang. Kembali hingar bingar membangunkan Seta dari tidur. Hari itu gelar perang masih memakai formasi sehari lalu.Belum matahari naik sejengkal campuh pertempuran berlangsung kembali. Kali ini Salya dan Durna disimpan agak kebelakang. Sebagai gantinya, Gardapati dan Wersaya , dua raja sekutu Kurawa di masukkan dalam barisan depan sebagai pengganti tombak kembar penggedor pertahanan lawan. Dari pihak Randuwatangan, Werkudara dan Arjuna menjadi pengganti posisi Utara dan Wratsangka untuk mengimbangi laju serang dua sayap Kurawa. Dari jauh hujan panah sudah berlangsung. Seta dengan amukannya mencari biang kematian kedua adiknya. Direntangnya busur dan anak panah ditujukan kepada Salya, sayang luput dan hanya mengenai kereta perangnya yang kembali remuk. Kartamarma dengan gagah berani menghadang, tetapi bukan tandingan Seta. Kembali nasib baik masih menaungi Kartamarma, hanya kendaraannya yang Bisma mencoba membantu, dilepas anak panah kearah Seta, terkena di dadanya, tetapi tidak tedas, bahkan anak panah patah berkeping. Bukan main marah Seta, kembali ia mengamuk semakin liwung. Kali ini Durna sebagai sasaran anak panahnya, namun Duryudana membayangi, yang kemudian terkena anak panah Seta. Walau tidak terluka, Duryudana mundur kesakitan dengan menggandeng Durna menyingkir mencari selamat. 22 remuk, sementara Kartamarma selamat. PANDAWA KURAWA
  • 23. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Sebagai Senapati utama dari kedua pihak, Bisma dan Seta kembali bertarung. Saling serang dengan gerakan yang semakin lama makin cepat. Seta yang sebenarnya memiliki kesaktian lebih tinggi dari Bisma tidak bisa lekas menyudahi pertempuran. Perhatiannya masih terpecah dengan rasa penasaran untuk membela kematian adik adiknya. Dengan sengaja Seta menggeser arena pertandingan mendekati Durna. Namun kesempatan itu tidak dapat ditemukannya. Durna sangat dilindungi, demikian juga dengan Salya, keduanya seakan dijauhkan Hari berganti, pertempuran seakan tak hendak padam. Sudah berjuta prajurit tewas, tak terhitung lagi remuknya kereta perang dan bangkai kuda serta gajah kendaraan para prajurit petinggi. Bau anyir darah dan jasad yang mulai membusuk, mengundang burung burung pemakan bangkai terbang berkeliaran diatas arena pertempuran. Pertarungan kedua senapati linuwih hanya dapat dipisahkan oleh tenggelamnya matahari. Hingga suatu hari, keseimbangan kekuatan keduanya mulai goyah, kelihatan Seta lebih unggul dari Bisma, secara fisik maupun kesaktian. Mulai merasa diatas angin Seta sesumbar“Hayo Bisma, keluarkan semua kesaktianmu, setidaknya aku akan mundur walaupun setapak”. “Jangan merasa jadi lelaki sendirian dimuka bumi ini, lawan aku, hingga tetes darah penghabisan pun aku tak akan menyerah”. Bisma tidak mau kalah Tetapi apa daya, tenaga Seta yang sedikit lebih muda mampu terus mendesak pertahanan Bisma. Merasa terus terdesak, tak terasa posisi Bisma 23 dari dendam membara Seta. menyahut. PANDAWA KURAWA
  • 24. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN sampai hingga ketepi bengawan Gangga. Terjatuh ia dari tepi jurang bengawan Tertegun Seta dibibir jurang, ditungguinya timbul Bisma ke permukaan air beberapa saat, namun hingga sekian lama jasad Bisma tak kunjung muncul. Diceritakan, Bisma yang terjerumus kedalam palung bengawan, ternyata tidak tewas. Samar terdengar ditelinganya sapaan seorang perempuan, “Dewabrata, inilah saat yang aku tunggu, kemarilah ngger. . . !” Dicarinya suara itu yang ternyata keluar dari mulut seorang wanita cantik “Siapakah paduka sang dewi, yang mengerti nama kecil hamba. Pastilah paduka bukan manusia biasa. Malah dugaanku padukalah yang hendak menjemput hamba dari alam fana ini….” Dewabrata menjawab dengan seribu Wanita itu menggeleng “ Bukan . . . , akulah Gangga ibumu” “Benarkan itu, selamanya aku belum pernah melihatnya. Dan seumur hidup ini aku selalu merindukan wajah itu.” “Ya, akulah ibumu ini”, sang dewi mendekat membelai anaknya. Ibu yang dahulu adalah seorang bidadari yang dipersunting Prabu Sentanu. “Pantaslah kamu tidak mengenal wajah ibumu ini, karena aku telah meninggalkan kamu sewaktu masih bayi”. Sambung Sang Batari. Beginilah cerita singkatnya ngger anakku ,“Pada suatu hari ayah Prabu Sentanu, ayahmu, yaitu Prabu Pratipa sedang bertapa. Saat sudah mencapai hari 24 yang kelewat luas dan dalam. dengan dandanan serba putih. tanya.” PANDAWA KURAWA
  • 25. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN matangnya semadi, aku duduk dipangkuan sang Prabu Pratipta, nyata kalau aku terpesona oleh aura sang prabu yang bersinar kemilau dan juga ketampanannya. Dari kencantikan yang aku punya, sebenarnya Prabu Pratipa juga sangat terpesona denganku, namun tujuan utamanya bukanlah jodoh yang sang Prabu dikehendaki. Maka Prabu Pratipa berjanji, bila dia mempunyai anak lelaki kelak, maka ia akan menjodohkannya dengan diriku, disaksikanlah janji itu oleh Benar, takdir mempertemukan kembali aku dengan anak Prabu Pratipa, Raja Muda Sentanu, ketika Sang Prabu sedang cengkeraman berburu. Demikianlah, aku dan ayahmu saling jatuh cinta, dan kembali ke Astina Sayang seribu kali sayang, ada satu permintaan ku yang diasa kelewat berat ketika diutarakan kepada ayahmu. Setiap aku melahirkan, maka anak itu harus dihanyutkan di bengawan Gangga. Sekian lama ayahmu, Sentanu tidak dapat memutuskan persoalan yang Asmara akhirnya mengalahkan logika. Kecantikanku yang selalu belalu dihadapannya setiap waktu, memancing gairah kelelakian Prabu Sentanu hingga Hari berganti, bulan berlalu dan tahun tahunpun susul menyusul menjelang. Lahir satu demi satu anak anakku. Belum sampai menyusu, bayi merah dihanyutkan di Bengawan Gangga. Hingga akhirnya lahir anakku yang ke 25 alam semesta. bersama sama. maha berat baginya. disanggupinya permitaan yang satu itu. sembilan. PANDAWA KURAWA
  • 26. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Anak yang lahir ini sangat mempesona Prabu Sentanu, dengan aura cahaya cemerlang, senyum cerah dan tingkah lucu meluluhkan cinta sang Sentanu terhadapku. Anak itu adalah kamu Dewabrata! Tambahan lagi kesadaran ayahmu terhadap rasa kemanusiaan, mengalahkan cinta berlandas birahi terhadap Pertengkaran sebab dari perbedaan pendapat berlangsung setelah itu dari hari kehari, hingga terucap kata kataku, bahwa aku harus meninggalkan Astina Demikan Sang Batari Gangga mengakhiri cerita masa lalunya. Memang demikaian adanya. Prabu Sentanu saat ditinggal istrinya, sangat kesulitan mencarikan susuan untuk anaknya. Ratusan wanita tewas ketika mengharap dapat dipersunting Sang Prabu, sebagai ganti atas air susu yang dilahap putera kerajaan, Raden Dewabrata, atau Jahnawisuta alias Raden Ganggaya . Kelak Sang Sentanu dapat menemukan kembali pengganti ibu Dewabrata sekaligus istrinya, yaitu Dewi Durgandini, kakak Raden Durgandana yang ketika bertahta menggantikan ayahndanya bergelar Sang Baginda Durgandini sendiri mengalami cerita asmara rumit antara Palasara kakek moyang Pandawa, dan Sentanu.Itulah kenapa Bisma Jahnawisuta, Sang Putra Bengawan, tidak pernah bertemu ibunya hingga saat Baratayuda tiba. “Nah sekarang katakan, ada apa denganmu, kenapa kamu ada disini, anakku..?” Sang Batari menyelidik atas peristiwa yang tak terduga ini. 26 diriku. kembali ke alam kawidodaren”. Matswapati. PANDAWA KURAWA
  • 27. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Lalu Dewabrata menceritakan dari awal hingga ia terjerumus kedalam “Pertolongan ibu sangat aku harapkan, agar aku tidak mendapat seribu malu atas tanggung jawab Negara yang telah dibebankan diatas pundak ini, ibu!” “Baiklah, sekarang kembalilah ke medan pertempura, Aku bekali dengan senjata panah sakti bernama Cucuk Dandang, lepaskan kearah lawanmu”. Kasih ibu sekali ini memberikan tunjangan terhadap anak yang sedang dalam kesulitan. Gembira sang Bisma menerima pusaka itu. Niat untuk berlama- lama melepas kangen dengan sang ibu diurungkan. Segera ia memohon pamit. Seta kembali mengamuk di palagan setelah yang ditunggu tidak juga timbul. Tandangnya membuat giris siapapun yang ada didekatnya. Namun tidak sampai separuh hari, kembali ia dikagetkan dengan kemunculan Bisma. “ Seta, jangan kaget, aku telah kembali. Waspadalah, apa yang kau lihat?” Bisma datang dengan senyum lebar. Menggenggam busur serta anak panah ditangan, kali ini ia yakin dapat mengatasi kroda sang Seta. “ Hmm . . . , Bisma, apakah kamu baru berguru kembali? Atau kamu kembali datang hendak menyerahkan nyawa?” Seta menyahut dengan masih Segera tanpa membuang waktu, Bisma merentang busur dengan terpasang anak panah Kyai Cucuk Dandang. Panah dengan bagian tajam berbentuk paruh burung gagak hitam, melesat dengan suara membahana dari busurnya, tembus dada hingga kejantung. Menggelegar tubuh sang resi terkena panah , jatuh kebumi seiring muncratnya darah dari dada sang satria. 27 lautan. menyimpan percaya diri yang besar. PANDAWA KURAWA
  • 28. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Sorak sorai para Kurawa membelah langit senja. Dursasana terbahak kegirangan. Durmagati berceloteh riang. Kartamarma dan adipati Sindureja Jayadrata menari bersama, Srutayuda, Sudirga, Sudira dan saudara lainnya memainkan senjatanya seakan perang telah berakhir dengan kemenangan didepan Sementara itu, para Pendawa dan anak anaknya mendekati Resi Seta yang berjuang melawan maut. Dengan lembut Arjuna memangku Seta dengan kasih. Perlahan Seta membuka mata, “Cucuku Pendawa . . . . . Sudah tuntas … Perjuanganku sudah berakhir, tetaplah berjuang… kebenaran ada pada pihakmu . . Kresna sangat marah dengan kematian Resi Seta, dihunusnya panah Cakrabaswara hendak ditujukan kepada Resi Bisma. Waspada sang Resi Bisma, didatanginya Kresna sambil mengingatkan “Duh Pukulun Sang Wisnu yang aku hormati, apakah paduka Sang Kesawa hendak mengubah jalannya sejarah yang sudah ditetapkan. Bukankan sumpah dewi Amba, yang akan menjemput titah paduka Tersadar Kresna dengan perkataan itu, segera Kresna mundur dari peperangan. Begitu pula Werkudara, melihat junjungannya tewas Werkudara mengamuk hebat, dicabutnya pohon randu besar dan disapunya para prajurit lawan didepannya hingga terpental bergelimpangan. Jadilah mereka korban yang tak sempat menghindar. Yang masih sempat berkelit melarikan diri kocar kacir 28 mata. . . . “ Adalah prajurit wanita” mencari selamat. PANDAWA KURAWA
  • 29. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Senja hari menyelamatkan barisan Kurawa hingga korban yang lebih besar Kembali Matswapati kehilangan putranya. Bahkan sekarang ketiga tiganya telah sirna. Kesedihannya sangat mendalam, hilang semua putra yang diharapkan menjadi penggantinya kelak. Pupus sudah harapan akan kejayaan penerus keluarga Matswa. Tetapi dasarnya ia adalah raja besar yang menggenggam sabda brahmana raja. Tak ada kata sesal yang terucap. “Cucu-cucuku, jangan kamu semua merasa bersalah atas putusnya darah Matswa, aku masih punya satu harapan besar atas darah keturunanku. Lihatlah di Wirata, eyangmu Utari sudah mengandung jalan delapan bulan, anak dari Abimanyu, anakmu itu Arjuna !” Matswapati memberikan pijar sinar kepada Pandawa, agar rasa bersalah atas terlibatnya dengan dalam Wirata dalam perang. “Bukankah keturunanku dan keturunanmu nanti sudah dijangka, akan menjadi raja besar setelah keduanya, Abimanyu dan Utari, mendapat anugrah menyatunya Batara Cakraningrat dan Batari Maninten?” Relakan eyang-eyangmu Seta, Utara dan Wratsangka menjalani darma sehingga dapat meraih surga. Aku puas dengan labuh mereka, yang nyata gagah berani menjalani perannya sebagai prajurit utama, yang gugur sebagai kusuma negara.” Malam itu Matswapati memberikan nasihat pembekalan kepada pemuka pihak Pandawa yang hadir dalam sidang di pesanggrahan Randuwatangan, setelah upacara pembakaran jenasah Seta selesai dilakukan. 29 terhindarkan. PANDAWA KURAWA
  • 30. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Barata GUGURNYA SANG PUTRA GANGGA Segala bentuk kegembiraan terpancar pada setiap wajah yang hadir pada sidang yang digelar di pesanggrahan Bulupitu. Malam setelah tewasnya senapati Pendawa, Resi Seta. Prabu Duryudana dengan senyum sumringah duduk pada kursi dampar kebesaran yang direka persis bagaikan dampar yang ada di balairung “Eyang Resi, kemenangan lasykar Kurawa sudah diambang pintu! “ Dada Prabu Duryudana membuncah penuh dengan rasa pengharapan besar bahwa saat 30 istana Astina. kemenangan akan segera datang. PANDAWA KURAWA
  • 31. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Lanjutnya “ Tidak percuma perang yang melelahkan selama tigabelas hari telah berlangsung. Ditangan senapati seperti Eyang Bisma, tiada satupun prajurit Pendawa yang akan dapat menandingi kesaktian paduka, Eyang!” “Tidaklah berlaku, wangsit Dewata yang sebelumnya mengatakan, bahwa siapapun yang mendapat perlindungan dari Prabu Kresna akan jaya dalam perang. Pada kenyataannya siapa yang dapat menandingi tokoh sepuh sakti mandraguna seperti Eyang Bisma?!!” Berkata lantang Prabu Duryudana, dengan mulut penuh dalam jamuan yang diselenggarakan malam itu menyambut Demikan pula raja seberang sekutu Kurawa seperti Prabu Gardapati dari Negeri Kasapta dan Wersaya dari Negara Windya yang sudah datang saat perang dimulai serta, Prabu Bogadenta yang juga datang menyusul dari Turilaya serta semua yang hadir sepakat, bahwa perang segera berakhir dengan kemenangan Setelah menghela nafas panjang, dengan sareh Sang Jahnawi Suta “Ngger Cucu Prabu, jangan merasa sudah tak ada lagi rintangan yang harus dilalui. Walaupun banyak orang menganggap, kalau aku sebagai manusia sakti tanpa tanding, tetapi ada pepatah mengatakan, diatas langit masih ada langit. Jalan didepan kita masih panjang. Angger tahu, kekuatan Pandawa ada dipundak kedua saudaramu yang juga musuhmu, Werkudara dan Arjuna. Bila angger sudah dapat mengatasinya, barulah kekuatan Pandawa akan berkurang dengan nyata!!.” 31 kemenangan. ditangan. menyahut PANDAWA KURAWA
  • 32. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN “Apalagi, dibelakang mereka ada berdiri Prabu Kresna, seorang penjelmaan Wisnu yang sungguh waskita dalam memberikan pemecahan berbagai Sidang malam itu menetapkan, mereka akan menggelar formasi perang Garuda Nglayang di esok hari, barisan mengembang dengan kedua sayap dihuni Prabu Salya di sayap kiri, Resi Bisma di sayap kanan. Harya Suman pada kepala serta Pandita Durna yang sudah terbebas dari ancaman Resi Seta menjadi paruh Sementara pada anggota badan Garuda, terdapat Prabu Duryudana diapit dan dilindungi oleh para raja telukan, dibelakangnya Harya Dursasana siap pada daerah pertahanan untuk menghalau para prajurit musuh yang dapat diperkirakan Rencana telah ditetapkan ketika sidang berakhir. Malam itu Prabu Duryudana tidur mendengkur dengan nyenyaknya, seiring dengan kepuasan hati dan kenyangnya perut. Mimpi indahlah Prabu Duryudana bertemu istrinya yang molek jelita, Dewi Banuwati, yang segera dipondongnya keatas tilam rum. Malam bertambah larut, dalam malam tak ada yang dapat diceritakan selain sinar rembulan yang tengah purnama menerangi jagat raya. Sinarnya yang temaram mampu membuat hati manusia terpengaruh menjadi romantis, terkadang bagi pribadi lain akan menyebabkan kelakuannya menjadi lebih beringas, 32 masalah. Jadi tetaplah waspada!!” serangan. menyusup ke dalam. sebagian lain menjadi murung. PANDAWA KURAWA
  • 33. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Burung malam melenguh membuat suara giris bagi yang mendengar dengan hati dan pikiran yang kalut dan ketakutan, namun bagi yang sedang gembira, suara itu bagaikan nyanyian malam pengantar tidur. Sementara serigala pemukim hutan sekeliling Tegal Kurukasetra menggonggong dengan suara pnjang membuat bulu roma berdiri, gerombolan liar itu tengah mengendus, kapan kiranya suasana menjadi aman bagi mereka untuk memulai pesta pora. Kembali fajar menyapa, segenap para prajurit dari kedua belah pihak kembali siaga dengan senjata ditangan. Jumlah barisan yang semakin menyusut tidak menjadi alasan bagi mereka berkecil hati. Bahkan mereka bangga menjadi prajurit linuwih yang mampu melewati hari-hari panjang dan sulit mengatasi musuh hingga saat ini, ternyata nyawa mereka masih tetap mengait pada raga. Bende beri bersuara mengungkung, bersambut seruling yang ditiup dengan irama pembangkit semangat dan ditingkah suara tambur bertalu berdentam menggetarkan dada, berirama senada detak jantung yang mulai terpacu. Pada malam sebelumnya juga sudah digelar sidang di pesanggrahan Randuwatangan atau Hupalawiya. Garuda Nglayang, gelar sebelumnya yang ditiru oleh prajurit Astina masih tetap dipertahankan. Prabu Kresna yang sudah paham dengan apa yang harus dilakukan setelah bertemu dengan Resi Bisma hari kemarin, masih menyimpan Wara Srikandi dibarisan tengah, yang sewaktu waktu dipanggil untuk mengatasi kroda sang Dewabrata. Sedangkan Drestajumna, adik Wara Srikandi, menjadi senapati utama. Drestajumna, putra Prabu Drupada, dengan tameng baja menyatu didada sejak 33 PANDAWA KURAWA
  • 34. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN lahir sebagai manusia yang dipuja dari kesaktian ayahnya, ditakdirkan menjadi prajurit trengginas sesuai dengan perawakannya yang langsing sentosa. Kembali hujan panah dari Resi Bisma bagai mengucur dari langit. Segera Arjuna melindungi barisan dengan melepas panah pemunah. Bertemunya ribuan anak panah diangkasa bagaikan gemeratak hujan deras menimpa hutan jati kering Bertemunya kedua barisan besar dengan formasi yang sama campuh satu sama lain terdengar seperti bertemunya gelombang samudra menerpa tebing laut. Pedang kembali ketemu pedang atau pedang itu menerpa tameng. Dentangnya memekakkan telinga dibarengi dengan berkeradap bunga api yang semakin membakar semangat. Kembali teriakan kemenangan mengatasi lawan bercampur teriakan kesakitan prajurit yang roboh sebagai pecundang. Disisi lain, Werkudara dengan gada besar Rujakpolo yang tetap melekat di genggaman tangannya yang kokoh, menyapu prajurit yang mencoba menghadang gerakannya. Gemeretak tubuh patah dan remuk membuat giris prajurit kecil hati, membuat gerakan Sang Bima makin masuk kedalam barisan Kurawa. Bantuan dari Setyaki yang sama-sama mempertontonkan cara mengerikan dalam membantai musuh dengan gada Wesikuning, membuat kalang kabut barisan sayap itu. Tak terhitung banyaknya korban prajurit dan adik-adik Prabu Duryudana seperti Durmuka, Citrawarman, Kanabayu, Jayawikatha, Subahu dan banyak lagi. Bahkan kuda dan gajah tunggangan bergelimpangan. Juga kereta perang yang 34 diakhir musim kemarau panjang. Gemuruh mengerikan. PANDAWA KURAWA
  • 35. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN remuk tersabet gada kedua satria yang mengamuk dengan kekuatan tenaga yang Bubarlah sayap kiri yang dihuni pendamping Prabu Salya, seperti Resi Krepa, Adipati Karna dan Kartamarma serta Jayadrata. Mereka terdesak ke sayap kanan mengungsi dibelakang sayap seberang yang masih terlindung oleh Sang Waspada Sang Bisma dengan keadaan ini, kembali panah sakti neracabala dikaitkan pada busurnya, mengalirlah ribuan anak panah yang menghalangi laju serangan. Bahkan Bima dibidik dengan panah sakti Cucukdandang yang mengakhiri krida Resi Seta sebagai senapati Pandawa. Oleh kehendak dewata, Werkudara tidak terluka dengan hantaman panah sakti itu tetapi rasa kesakitan hantaman anak panah itu menyebabkan mundurnya serangan bergelombang yang sedari tadi sulit untuk ditahan. Kali ini Sri Kresna tidak lagi menunda korban yang berjatuhan. “Yayi Wara Srikandi, sekarang tiba saatnya bagimu untuk menyumbangkan jasa bagi kemenangan Pandawa. Kemarilah sebentar!” Prabu Kresna melambaikan tangannya kearah Wara Srikandi untuk berdiri lebih Apa yang harus aku lakukan Kakang Prabu?!” Srikandi maju mendekat dengan segenap pertanyaan bergulung dibenaknya. 35 menakjubkan. Resi Bisma. mendekat. PANDAWA KURAWA
  • 36. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN “Sekarang sudah tiba waktu bagimu untuk mengantar Eyang Bisma menuju peristirahatannya yang terakhir” Prabu Kresna mengawali penjelasannya. “Apakah adikmu yang perempuan ini mampu mengatasi kesaktian Eyang Bisma . . .?! Sedangkan prajurit lelaki dengan otot bebayu yang lebih sentosa tak mampu untuk membuat kulit Eyang Bisma tergores sedikitpun..!” “Nanti dulu, akan aku jelaskan masalahnya. . . . . !” Tersenyum Prabu Kresna melihat kebimbangan dalam hati Wara Srikandi. Sambungnya sambil memancing ingatan Wara Srikandi yang pernah diceritakan oleh suaminya, Arjuna, “Mungkin yayi Srikandi sudah mendengan cerita asmara tak sampai dari Dewi Amba ketika Eyang Bisma masih bernama Aku tahu, tapi apa hubungannya dengan adikmu ini?! Apakah aku yang diharapkan dapat menjadi sarana bagi Dewi Amba untuk menjemput Eyang “Nah, ternyata otakmu masih encer seperti dulu !” Prabu Kresna masih sambil tertawa mendengar jawaban dari madu adiknya, Subadra. Tersipu Wara Srikandi dengan pujian yang dilontarkan oleh kakak iparnya. Hatinya menjadi sumringah oleh harapan dapat mengatasi kesulitan yang tengah dialami oleh keluarga suaminya, Arjuna. Arjuna yang dari tadi ada juga didekatnya juga tersenyum lega. Segera dipegang lengan istrinya dan mengajakanya dengan lembut “ Ayolah istriku, 36 Dewabrata ?!” Dewabrata?” PANDAWA KURAWA
  • 37. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN jangan lagi membuang waktu, kasihan para prajurit yang rusak binasa oleh Segera Wara Srikandi digandeng Arjuna naik kereta perang. Diceriterakan, arwah sang Dewi Amba yang masih menunggu saat untuk menjemput kekasih hatinya, segera menyatu dalam panah Wara Srikandi, Sarotama, pinjaman sang suami. Kegembiraan sang Amba teramat sangat. Cinta Dewi Amba yang terhalang oleh hukum dunia, sebentar lagi sirna, berganti dengan cinta abadi di alam kelanggengan. Resi Bisma ketika melihat majunya Wara Srikandi ke medan pertempuran tersenyum. Dalam hatinya mengatakan -“Inilah saatnya bagiku untuk bertemu dengan cinta sejatiku Dewi Amba sekaligus mengakhiri do’a ibundaku”. Memang benar kata hati Resi Bisma, bahwa Dewabrata waku itu dimintakan kepada Dewa oleh Dewi Durgandini dapat menjadi orang yang berumur panjang dan tidak mudah dikalahkan bila bertemu musuh, sebagai pengganti atas pengorbanannya tidak mengusik keturunan ayahnya dengan Dewi Permintaan ini juga sudah dibuktikan ketika Dewabrata bertemu sang guru sakti Rama Parasu. Ketika itu Dewabrata dicoba ilmu kesaktiannya oleh sang guru sambil dengan diam-diam mengajarkan dan menurunkan ilmu kesaktian selama 37 amukan Eyang Bisma.” Durgandini. berbulan-bulan tanpa henti. PANDAWA KURAWA
  • 38. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Seketika sang Jahnawisuta menarik nafas panjang sambil memejamkan mata. Dalam benaknya bergulung-gulung peristiwa masa lalu bagiakan gambar-gambar yang diputar ulang bingkai demi bingkai, menjadikannya seakan-akan peristiwa perjalanan hidupnya itu baru saja terjadi. Ketika membuka matanya kembali, didepan matanya Wara Srikandi dengan senyum mengambang di bibirnya sudah dalam jarak ideal untuk melepas anak panah. Berdebar gemuruh jantung Dewabrata ketika melihat wajah Srikandi bagai senyum kekasih hatinya, Dewi amba. Tak pelak lagi, kekuatan sang Dewabrata bagaikan dilolosi otot bebayu dalam raganya. Memang demikian, ketika panah Sarutama yang tergenggam ditangan Srikandi, seketika perbawa Dewi Amba seakan melekat pada raganya. Tiada salahlah pandangan Resi Bisma Maka ketika panah sakti melesat dari busur dalam genggaman Dewi Wara Srikandi, maka terpejamlah matanya, seakan pasrah tangannya digandeng oleh Titis bidikan Srikandi yang terkenal sebagai murid terkasih olah senjata panah Sang Arjuna. Terkena dada Sang Resi panah Sarotama menembus jantungnya, rebah seketika di tanah berdebu Padang Kurusetra. Seketika itu juga perang berhenti tanpa diberi aba-aba. Prabu Duryudana dan Prabu Puntadewa seketika berlari sambil mengajak adik adik mereka masing-masing, menyongsong raga sang senapati yang rebah ditanah basah tergenang 38 saat ini. Dewi Amba. merah darah yang membuncah. PANDAWA KURAWA
  • 39. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Kedua belah pihak seakan melupakan permusuhan sejenak, karena kedua raja ini memangku bersama raga pepunden mereka. “ Duryudana, Puntadewa, sudah cukup kiranya perjalanan hidupku ini. Lega rasa dalam dada ketika kamu berdua datang pada saat bersamaan menyongsong raga rapuh, melupakan segala permusuhan dan peperangan menjadi Tersendat dan gemetar suara Resi Bisma kepada kedua cucu trah Barata. “ Terimakasihku kepada kalian berdua yang telah datang menyongsong aku dan mendukung ragaku ini. Perlakuanmu berdua adalah tanda bakti yang tak terhingga kepadaku”. Sambil sesekai nafasnya tersengal ia melanjutkan, “Kalian berdua ada pada jalanmu masing-masing, teruskanlah peperangan ini, untuk membuktikan pendapat diri siapa yang benar dalam peristiwa ini”. Terdiam kedua pihak dengan pikiran menggelayut pada benak masing masing. Seakan tanpa sadar mereka berdua mendekap raga eyangnya dengan erat. “Lepaskan sejenak ragaku ini ngger, eyang mau berbaring”. Akhirnya mereka tersadar atas permintaan Resi Bisma kali ini. “Dursasana, ambilkan bantal untuk eyangmu !!” Perintah Prabu Seketika Dursasana pergi dan kembali dengan bantal putih bersih ditangannya. Yang diambil Dursasana sebuah bantal empuk dan bau wangian – 39 terhenti. . . .” Duryudana gemetar. wangian. PANDAWA KURAWA
  • 40. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Kecewa Prabu Duryudana ketika Bisma berkata “Bukan itu ngger yang aku mau . . . Aku menghendaki bantal layaknya seorang prajurit di medan Kali ini Werkudara yang juga berdiri disisi raga eyangnya segera melompat tanpa diperintah. Ketika kembali ditangannya tergenggan beberapa potong gada patah dan pecah. Disorongkan barang barang itu ke bawah kepala Tersenyum Bisma merasa puas, “Nah beginilah seharusnya bantal seorang Melotot jengkel Prabu Duryudana kepada Werkudara dengan pandangan Nafas satu demi satu mengalir dari hidung sang Resi Bisma, sebenar bentar wajahnya menyeringai menahan sakit didadanya. Darah yang masih mengalir dari dadanya membuat cairan tubuhnya berkurang. Sekarang yang terasa adalah haus yang tak tertahankan. Terpatah patah perintah Sang Resi kepada cucu-cucunya, “Kerongkonganku kering, tolong aku diberi minum walau hanya Melompat Prabu Duryudana tak hendak tertinggal langkah. Segera kembali kehadapan sang Senapati sepuh yang sedang meregang nyawa, dibawanya secawan anggur merah segar. 40 perang”. sang resi. prajurit . . . .!” kurang senang. setetes”. PANDAWA KURAWA
  • 41. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN “Eyang pasti akan hilang rasa hausnya kalau mau merasakan anggur mewah kerajaan”. Bangga Prabu Duryudana bersujud dihadapan eyangnya hendak Sekali lagi kekecewaan Duryudana terpancar dari wajahnya ketika Resi Habis kesabaran dua kali ditolak pemberiannya, dengan sugal ia memerintahkan kepada adik adiknya untuk meninggalkan raga sang resi dengan suara lantang, “Dursasana, Kartamarma, Citraksa dan kalian semua!! Tinggalkan orang tua yang sedang sekarat itu!! Tidak ada guna lagi kalian menunggu hingga ajalnya tiba.! Ayo semua kembali ke pakuwon masing masing . . . !” Prabu Kresna yang dari tadi juga berada di tempat kejadian, segera membisikan sesuatu kepada Raden Arjuna, “Yayi, celupkan ujung anak panahmu Pasupati ke wadah kecil berisi air minum kuda perang, berikan kepada Eyangmu”. Tanpa sepatah kata bantahan, Arjuna mematuhi perintah kakak iparnya. Dipersembahkan air minum itu kepada Resi Bisma yang tersenyum meneguk air pemberian cucunya itu. Senyum untuk terakhir kali. Kidung layu-layu berkumandang. Sementara itu, taburan bunga sorga para bidadari dari langit, mengalir bagaikan banjaran sari wewangian, mengantar kepergian satria pinandita sakti berhati bersih. Ia telah menjalani hidup dengan cara brahmacari, tidak akan menyentuh perempuan, demi kebahagiaan ayah dan ibunda tercintanya. Perjalanan hidup yang kontradiktif dengan jiwa yang 41 meneteskan minuman. Bisma kembali menolak pemberiannya. PANDAWA KURAWA
  • 42. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN bersemayam dalam raga yang berumur panjang. Sekarang segalanya telah Bergandeng tangan dengan kekasih yang sangat memujanya selama ini, kekasih yang dengan sabar menanti kapan kiranya dapat bersatu tanpa halangan dari hukum dunia yang selama ini mengungkung mereka berdua, Dewi Amba dan Raden Dewabrata, hingga mereka berdua tak mampu bersatu didunia. Sekaranglah Barata MAJUNYA SANG PROFESOR Bagai tersaput kabut suasana dalam sasana Bulupitu. Gelap pekat dalam pandangan Prabu Duryudana. Kesedihan yang teramat dalam dibarengi dengan kekhawatiran akan langkahnya kedepan setelah gugurnya Resi Bisma, membuat 42 berakhir dengan senyum. saat bahagia itu menjelang. PANDAWA KURAWA
  • 43. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Duryudana duduk tanpa berkata sepatahpun. Sebentar sebentar mengelus dada, sebentar sebentar memukul pahanya sendiri. Sebentar kemudian mengusap usap keningnya yang berkerut. Hawa sore yang sejuk menjelang malam, tak menghalangi keluarnya keringat dingin yang deras mengucur dan sesekali disekanya, namun tetap tak hendak kering. Dalam hatinya sangat masgul, malah lebih jauh lagi, ia memaki maki dewa didalam hati, kenapa mereka tidak berbuat Tak sabar orang sekelilingnya dalam diam, salah satunya adalah Prabu Salya. Dengan sabar ia menyapa menantunya. “Ngger, apa jadinya bila pucuk pimpinan terlihat patah semangat, bila itu yang terjadi, maka prajuritmu akan terpengaruh menjadi rapuh sehingga gampang Terdiam sejenak Prabu Salya mengamati air muka menantunya. Ketika dilihat tak ada perubahan, kembali ia melanjutkan, “Jangan lagi memikirkan apa yang sudah terjadi. Memang benar, kehilangan senapati sakti semacam Resi Bisma, eyangmu itu, tak mudah untuk digantikan oleh siapapun. Namun tidakkah angger melihat, aku masih berdiri disini. Lihat, raja sekutu murid-murid Pandita Durna, yang disana ada Gardapati raja besar dari Kasapta. Disebelah sana lagi ada Prabu Wersaya dari Negara Windya, sedangkan disana berdiri Raja sentosa bebahunya, Prabu Bogadenta dari Negara Turilaya, Prabu Hastaketu dari Kamboja, Prabu Wrahatbala dari Kusala, disebelah sana ada lagi Kertipeya, Mahameya, Satrujaya, Swarcas *) dan tak 43 adil terhadapnya. rubuh bila terserang musuh”. PANDAWA KURAWA
  • 44. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN terhitung raja raja serba mumpuni olah perang lainnya yang aku tidak dapat Para manusia sakti mandraguna masih berdiri disekelilingmu. Belum lagi gurumu Pandita Durna masih berdiri dengan segudang kesaktian dan perbawanya. Ada kakakmu Narpati Basukarna. Dan jangan remehkan juga pamanmu Sangkuni, manusia dengan ilmu kebalnya. Masih kurangkah mereka menjadi penunjang berdirinya kekuatan Astina?” Sekali lagi Prabu Salya mengamati wajah menantunya yang sebentar air mukanya berubah cerah, mengikuti gerakan tangan mertuanya menunjuk para raja Sejenak kemudian, pikiran dan hati Prabu Duryudana mencair, tergambar Tak lama kemudian, sabda Prabu Duryudana terdengar “ Rama Prabu Mandaraka, Bapa Pandita Durna, Kakang Narpati Basukarna dan para sidang semua, terliput mendung tebal seluruh jagatku, tatkala gugurnya Eyang Bisma, seakan akan patah semua harapan yang sudah melambung tinggi, tiba-tiba tebanting di batu karang, remuk redam musnah segalanya”. Sejenak Prabu Duryudana terdiam. Setelah menarik nafas dalam dalam, ia melanjutkan “Namun setelah Rama Prabu Salya membuka mata saya, bahwa ternyata disekelilingku masih banyak agul agul sakti, terasa terang pikirku, terasa lapang dadaku!. Terimakasih Rama Prabu, paduka telah kembali membangkitkan 44 disebu satu persatu. dan parampara yang ada di balairung. dari air mukanya yang menjadi cerah. semangat anakmu ini”. PANDAWA KURAWA
  • 45. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN “Ngger anak Prabu, sekarang anak Prabu tinggal memilih, siapakah gerangan yang hendak diwisuda untuk menjadi senapati selanjutnya. Silakan tinggal menunjuk saja. Ssemua sudah menanti titah paduka, angger Prabu”. Pandita Druna memancing dan mencadang tandang dan mengharap menjadi “Baiklah, besok hari, mohon perkenannya Paman Pandita Durna untuk menyumbangkan segala kemampuan gelar perang, mengatur strategi bagaimana agar secepatnya para Pandawa tumpas tanpa sisa” Gembira Pandita Durna terlihat dari wajahnya yang berseri seri. “Inilah yang aku harap siang dan malam, agar menjadi pengatur strategi yang nyatanya sudah aku mengamati dari hari kehari, apa yang seharusnya aku lakukan untuk “Sukurlah kalau demikan, ternyata tak salah aku memilih Paman Pandita yang sudah mengamati bagaimana cara menumpas musuh. Perkenankan Paman Pandita membuka gelar strategi itu”. Kali ini senyum Prabu Duryudana makin “Begini ngger, seperti yang sudah pernah diutarakan oleh Resi Bisma, kekuatan Pendawa itu sebenarnya ada pada Werkudara dan Arjuna. Nah, sekarang mereka menggelar perang dengan formasi Garuda Nglayang, dengan sayap kiri ditempati oleh Werkudara, sedangkan di sayap kanan ada di pundak Arjuna”. “Bila kedua sayap itu dibiarkan utuh, maka kita akan keteteran menghadapi serangan kedua orang itu. Cara satu satunya adalah bagaimana kita 45 senapati pengganti. kejayaan keluarga Kurawa”. lebar. PANDAWA KURAWA
  • 46. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN melepas tulang sayap itu sehingga kekuatannya akan menjadi hilang. Satu hari saja mereka dipisahkan dari barisan, segalanya akan berjalan mulus untuk kemenangan kita”. Sejenak Pandita Durna menghentikan beberan strategi. Matanya mengawasi para yang hadir didalam balairung. Setelah yakin bahwa semua penjelasan awal dimengerti, terlihat dari anggukan hadirin, Durna “Sekarang bagaimana caranya?” Kembali ia berhenti. Matanya kembali menyapu satu demi satu hadirin dengan percaya diri sangat tinggi. Lanjutnya “Nak angger, untuk memuluskan langkah kita melolosi kekuatan Pandawa satu demi satu, besok hari akan digelar barisan dengan tata gelar Cakrabyuha. Gelar ini diawaki ruji-ruji terdiri dari Prabu Salya, Nak Mas Adipati Karna, Adipati Jayadrata, Yayi Resi Krepa , Kartamarma, Prabu Bogadenta, Dursasana , Aswatama, Prabu Haswaketu, Kertipeya serta Wrahatbala. Semuanya membentuk lingkaran, sedangkan dalam poros adalah anak Prabu Duryudana”. Merasa tidak disebut, Prabu Gardapati dan Prabu Wresaya berbareng mengajukan pertanyaan, “Adakah kekurangan kami sehingga kami tedak dipercaya terlibat dalam susunan gelar?” Terkekeh tawa Pandita Durna mengamati mimik muka ketidak puasan yang terpancar dari kedua Raja Seberang ini.”Jangan khawatir, justru kamu berdua akan aku beri peran yang cukup besar untuk gelar strategi perang esok hari !” Sambungnya sambil memainkan tasbih yang selalu melekat ditangannya. 46 meneruskan. PANDAWA KURAWA
  • 47. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Wajah wajah yang tadinya menampakkan rasa kecewa, wajah Prabu Gardapati dan Prabu Wersaya kembali sumringah “Apakah peran kami berdua ? Sebesar apa sumbangan yang bisa kami berikan agar jasa kami selalu dikenang dibenak saudara-saudara kami Kurawa?” Tak sabar Gardapati mengajukan “Naaa . . . Begini Gardapati, Wersaya, besok secara pelan dan pasti, pancing kedua sayap kanan dan kiri Werkudara dan Janaka untuk mejauh dari barisan utama dan ajaklah mereka bertempur hingga ke pinggir hutan pinggir pantai. Anak Prabu Gardapati dan Wersaya, segera tancapkan senjata saktimu ketanah berpasir, bukankah senjata pusakamu dapat membuat pasir menjadi hidup dan berlumpur, mereka terperosok masuk dalam perangkap pasir itu. Semakin kuat mereka bergerak, pasir hidup itu akan menarik mereka kedalam. Sementara itu di Pesanggrahan Randuwatangan, Prabu Matswapati, Prabu Puntadewa dan Prabu Kresna serta segenap para prajurit utama juga mengadakan pertemuan membahas langkah yang dituju untuk mencapai posisi unggul di esok Namun sebelumnya, mereka mengadakan upacara pembakaran jasad Resi Bisma secara sederhana, namun dilimputi dengan suasana tintrim dan khidmad. Walau sejatinya Resi Bisma adalah senapati lawan, namun kecintaan para Pandawa terhadap leluhurnya taklah menjadi sekat terhadap rasa bakti mereka. 47 pertanyaan. Pasti keduanya akan segera tewas”. hari. PANDAWA KURAWA
  • 48. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Prabu Punta yang duduk berdiam diri dengan rasa sedih atas kematian Resi Bisma, tak juga memulai sidang. Namun Prabu Kresna segera memecah kesunyian, menyapa Prabu Punta. Tetapi yang terlontar dari jawaban Prabu Puntadewa, adalah penyesalan diri. Mengapa perang terjadi sehingga Kembali Kresna menasihati adik-adiknya. Semua diuraikan lagi, mengapa perang ini harus berlangsung dan intisarinya perang Baratayuda sesungguhnya Cair kebekuan hati Prabu Punta, segera inti pembicaraan sidang ditanyakan kepada Prabu Puntadewa.“Yayi Prabu, sidang sudah menanti titah paduka untuk langkah yang akan kita arahkan besok hari. Adakah yang perlu yayi “Terimakasih kakang Prabu yang selama ini sudah membimbing kami semua, pepatah mengatakan kakang Prabu dan kita semua, sudah terlanjur basah, alangkah lebih baik kita mencebur sekalian” Prabu Puntadewa sejenak terdiam. Dalam pikirannya masih diliputi dengan peristiwa yang sore tadi berlangsung. Selain itu dalam hal strategi, siapa yang tak kenal dengan Raja Dwarawati yang diketahui memiliki ide-ide cemerlang. Maka tidak ragu lagi Prabu Punta melanjutkan. ”Selanjutnya, segala pengaturan langkah, silakan kakang Batara untuk mengatur langkah kita dibawah perintah paduka “. “Dhuh yayi, kehormatan yang diberikan kepadaku akan aku junjung tinggi, segala kepercayaan akan kami jalankan demi kejayaan kebenaran”. 48 menyebabkan tewasnya Resi Bisma. apa. sampaikan dalam sidang ini ?” PANDAWA KURAWA
  • 49. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Senapati yang kemarin belum akan diganti, masih ada ditangan Adimas Drestajumna. Kemarilah lebih mendekat, yayi Drestajumna, Paparkan semua strategi gelar yang akan dimas terapkan besok hari”. Prabu Kresna mulai Segera Drestajumna maju menghaturkan sembahnya “Kanda Prabu, segala tata gelar yang kemarin dijalankan, ternyata ampuh untuk mengusir dan mendesak majunya prajurit Kurawa. Dari itu kanda, besok, gelar itu masih saya “Bagus! Kali ini berhati-hatilah, mereka masih punya banyak orang sakti”. Dengan tegas Drestajumna melanjutkan “Saya harap, semua para satria yang ada pada posisi penting, jangan sampai keluar dari tata baris yang digariskan. Hal ini penting agar kekuatan kita merata sehingga sentosa menghalau Demikianlah. Cakrabyuha dan Garuda Nglayang berbenturan pagi itu, selagi matahari masih belum menuntaskan basahnya embun. Ringkik kuda dan sorak prajurit yang bertenaga segar di pagi itu memicu semangat tempur semua lasykar yang sudah berhari-hari terperas keringatnya. Kali ini, para generasi muda mulai menampakkan kematangannya setelah pengalaman hari hari kemarin. Pancawala anak Prabu Puntadewa mengamuk disekitar Raden Drestajumna. Tandangnya trampil memainkan senjata membuat banyak korban dari Pihak Kurawa semakin banyak berguguran. Sementara tak kalah pada sayap 49 mengatur kekuatan langkah. pertahankan” Prabu Kresna mengingatkan. serangan musuh. PANDAWA KURAWA
  • 50. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN seberang, krida pemuda bernama Sanga-sanga, putra Arya Setyaki, bersenjata gada, juga mengamuk membuat giris lawan. Gerakan dan perawakannya yang bagai pinang dibelah dua dengan sang ayah, hanya beda kerut wajah membuat banyak lawan tertipu. Kedua orang ini sepertinya nampak ada dimana-mana. Tak hanya itu, dibagian lain terlihat dua satria yang kurang lebih sama bentuk perawakan dan kesaktiannya, Raden Gatutkaca dan Raden Sasikirana, kedua orang bapak anak tak mudah dibedakan caranya berperang membuatnya terperangah prajurit lawan. Tak kurang ratusan prajurit Astina tewas ditangan keduanya termasuk patih dari Negara Windya dan Giripura. Sementara di sayap gelar garuda nglayang, Werkudara segera dihadang oleh Gardapati. Setelah bertempur sekian lama, kelihatan bahwa Gardapati bukanlah tanding bagi Bimasena. Khawatir segera dapat dibekuk, Gardapati segera bersiasat sesuai yang dipesankan oleh Pandita Durna “Werkudara! Ternyata perang ditempat ramai seperti ini membuat aku kagok. Ayoh kita mencari tempat sepi, agar kita tahu siapa sesungguhnya yang memang benar benar Lupa pesan panglima perang, Werkudara menyangupi “Ayo. .! Apa maumu akan aku layani. Dimanapun arenanya, aku akan hadapi kamu”. Gembira Gardapati sambil terus bercuap sesumbar, memancing langkah lawannya menuju ketempat yang ditujunya. 50 sakti. Kejar aku..!!” PANDAWA KURAWA
  • 51. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Disisi sayap lain Wersaya menjadi lawan tanding Arjuna. Sama halnya dengan Gardapati, Wersaya mengajak Janaka pergi menyingkir menjauh dari Diceritakan, sepeninggal kedua pilar kanan kiri barisan, angin kekuatan berhembus di pihak Kurawa. Semangat yang tadinya kendor oleh amukan para satria muda Pendawa, kembali berkobar. Tak sampai setengah hari, Garuda nglayang dibuat kucar-kacir oleh barisan Cakrabyuha Kurawa. Kali ini banyak prajurit Hupalawiya yang menjadi korban amukan dari sekutu Kurawa. Haswaketu, Wrahatbala dengan leluasa mengobrak abrik pertahanan lawan. Dursasana dan Kartamarma serta Jayadrata demikian juga. Ketiganya segera merangsek maju hingga mendekati pesanggrahan para Pandawa. “Maju terus, kita sudah hampir mendekati pesanggrahan Randuwatangan” teriak prajurit Kurawa. Disisi lain, teriakan dari dalam barisan membahana memecah langit “Bakar pesanggrahan Randu watangan kita akan terus melaju”. Tanpa adanya kedua kekuatan di kedua sayap, Garuda nglayang bagaikan garuda lumpuh. Keadaan barisan Randuwatangan makin kacau, mereka berlarian salang tunjang tanpa ada yang dapat mengatur ulang barisan yang makin terpecah belah. Murka sang Drestajumna melihat barisannya terdesak hebat. Segera dicari tahu sebabnya. Dipacu kereta perangnya melihat apa yang terjadi. Begitu sudah ketemu sebab musababnya, segera ia memacu kembali kereta kearah Prabu 51 arena di Kurusetra. Kresna. PANDAWA KURAWA
  • 52. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN “Duh kakang Prabu, lebih baik saya melepas gelar senapati. Akan aku lepas kalungan bunga tanda senapati ini bila kejadiannya seperti ini”. Ucap “Bila saya sudah tidak dianggap lagi, perintah saya kepada kakang Arjuna dan Werkudara dianggap bagai angin lalu, saya sudahi saja peran saya sampai disini” sambungnya sambil bersiap melepas kalungan bunga tanda peran senapati. “Lho . . ! Nanti dulu. Ada rembuk kita rembuk bersama”. Kresna tetap tersenyum tanpa terpengaruh kisruh yang menimpa prajurit Randuwatangan atau Mandalayuda, meredakan kisruh hati Raden Drestajumna. Katanya lagi “Tidaklah pantas bagi satria sakti semacam Drestajumna, satria pujan yang terjadi dari api suci yang ketika ayahmu Prabu Drupada bersemadi meminta seorang putra sakti mandraguna. Karana yang lahir terdahulu adalah selalu anak perempuan” sejenak Prabu Kresna berhenti, menelan ludah “Tidaklah pantas seorang yang telahir sudah bertameng baja didada dan punggungnya menggendong anak panah, melepas tanggung jawab yang sudah Tersadar Sang Senapati dengan apa yang sudah terjadi “ Aduh kakang Prabu, seribu salah yang telah aku perbuat, kiranya kakang Prabu dapat memberi pintu maaf seluas samudra. Apakah yang harus aku perbuat untuk memulihkan 52 Drestajumna memelas. diberikan”. kekuatan, kakangmas”. PANDAWA KURAWA
  • 53. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN “Baiklah. . ! Bila satu rencana gagal, tentu rencana cadangan harus kita terapkan. Kita panggil satria lain sebagai pilar pengganti dan kita ubah gelar yang sesuai dengan keadaan saat ini”. Kresna membuka nalar Drestajumna. Siapakah menurut kakanda yang pantas untuk keadaan seperti saat ini?” “Tak ada lain, keponakanmu, anak Arjuna, Abimanyu. Segera kirim utusan untuk menjemput dia” Sri Kresna memberi putusan. Maka berangkatlah Syahdan. Ksatrian Plangkawati, Raden Abimanyu atau Angkawijaya sedang duduk bertiga. Ketika itu ia diminta pulang ke Plangkawati terlebih dulu menunggui kandungan Retna Utari yang sedang menjelang kelahiran putranya. Disamping kiri kanannya duduk putri Sri Kresna, Dewi Siti Sundari. Sedang disisi lain Dewi Utari yang tengah mengandung tua. Kedua tangan Dewi Siti Sundari dan Dewi Utari tak hendak lepas dari tangan sang suami. “Mimpiku semalam sungguh tidak enak kakangmas, siang ini jantungku merasa berdebar tak teratur. Gelisah kala duduk, berdiri berasa lemas kaki ini. Apa gerangan yang akan terjadi” demikian keluh Utari kepada suaminya. “Utari, jangan dirasa rasa. Mungkin itu bawaan dari anakmu didalam kandungan. Aku sendiri tidak merasai apapun” hibur Abimanyu. Siti Sundari juga tak juga diam, pegangan tangannya semakin erat menggelendoti suami tercintanya. “Akupun begitu, malah dari kemarin, banyak 53 Sambar Drestajumna. sang Gatotkaca ke Plangkawati. PANDAWA KURAWA
  • 54. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN perabot yang aku pegang, terlepas pecah. Aku punya firasat buruk kakang”. Semakin menggelayut pegangan Siti Sundari. “Aku tidak mengandung seperti keadaan eyang Utari, apakah ini tanda tanda aku juga mau hamil kakang”.Tambah Siti Sundari yang menyebut madunya “Mudah mudahan dewata menjadikan ucapanmu menjadi nyata” hibur Abimanyu sambil tersenyum kearah Siti Sundari. Senyum itulah yang membuat anak dari Prabu Kresna itu, rela menerjang tata susila, ketika kunjungan Abimanyu ke Dwarawati selalu diajaknya Abimanyu kedalam keputren, hingga Terpotong pembicaraan suami dengan kedua istrinya, ketika Raden Gatutkaca sampai dengan cepat, setelah diberi perintah oleh Sang Senapati. Dengan terbang di angkasa, tanpa membuang waktu sampailah ia di Plangkawati. “Adimas, mohon maaf atas kelancanganku mengganggu kemesraan kalian bertiga. Sesungguhnya kedatanganku, adalah sebagai utusan dari para sesepuh yang sedang dalam kesulitan di arena peprangan. Dimas diminta sumbangan tenaganya untuk bergabung dengan kami di Kurusetra”. Gatutkaca mencoba mengawali pembicaraan. Dalam hatinya ia sangat tidak enak karena mengganggu kemesraan mereka, karena kedua istri adiknya dilihatnya tengah menggelayut dipundak sang adik. 54 masih dengan garis keturunan, eyang. mereka segera dikawinkan. PANDAWA KURAWA
  • 55. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Kaget seketika para istri Abimanyu. Seketika itu juga, pecahlah tangis Namun lain halnya dengan Abimanyu sendiri. Tersenyum sang Angkawijaya. Wajahnya cerah bagai kanak-kanak mendapat mainan baru. “Sudahlah Utari, Siti Sundari istriku, tak ada yang perlu kamu berdua khawatirkan atas keselamatanmu, aku akan menjaga diriku baik-baik”. Seribu ucapan Abimanyu menjelaskan arti dari tugas negara disampaikan kepada istrimya, namun tangis keduanya malah be tambah tambah. Semakin erat kedua istri Angkawijaya memegangi lengan suaminya. Ketika Angkawijaya berdiri hendak pergi, keduanya masih juga memegangi erat selendang sang suami. Tanpa ragu, diirisnya selendang hingga keduanya terlepas. Dengan cepat ia berjalan memanggil Raden Sumitra, saudara seayah. Sesampai Angkawijaya ke istal, kandang kuda, diajaknya serta saudaranya itu. Sekelabatan lenyaplah kuda sang Angkawijaya yang bernama bernama Kyai Pramugari yang berlari kencang, diiringi tangis kedua. Barata 55 mereka. PANDAWA KURAWA
  • 56. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN GUGURNYA CALON RAJA MUDA HASTINA Sementara itu, ketika Harya Werkudara dan Raden Arjuna yang dipancing jauh keluar arena oleh Prabu Gardapati dan Wersaya, telah lupa akan pesan dari senapati pengatur perang, Drestajumna. Mereka punya pertimbangan bahwa tidak sepantasnya seorang kesatria Maka ketika mereka sudah terlepas dari induk peperangan, tak ada lagi perasaan bahwa mereka telah masuk dalam perangkap licik lawan. Tanding antara mereka dalam dua kelompok terjadi dengan sengit. Tetapi sebetulnya tidaklah berat bagi kedua satria Pendawa ini untuk mengakhiri tanding 56 menghindar dari tantangan musuh. itu. PANDAWA KURAWA
  • 57. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Tepat ketika matahari diatas kepala, dikenakai senjata sakti Gardapati dan Wersaya tanah yang diinjak kedua satria Pandawa dengan cepat amblas berubah menjadi pasir lumpur yang menyedot tubuh Arjuna dan Werkudara. Semakin mereka melawan tenaga sedot pasir lumpur, makin mereka tenggelam. Gardapati terbahak menyaksikan lawannya terperangkap dalam pasir lumpur yang bagaikan hidup, menyeret tubuh didalamnya semakin dalam. “Kalian berdua, berdoalah kepada dewa, pamitlah kepada saudara saudaramu, bicaralah kepada ayahmu Pandu, bahwa hari ini kalian akan menyusul ayahmu ke Candradimuka menggantikannya jadi kerak neraka itu”. Sementara Abimanyu yang mendengarkan ayah dalam keadaan bahaya segera maju ke palagan untuk menolongnya. Maka ia segera berangkat menemui Uwak atau mertua menanyakan bagaimana selanjutnya...?”. Nggemprang Kuda Pramugari bagai lari kijang dengan meninggalkan debu mengepul diudara. Gerak lajunya bagai tak menapak tanah. Tak lama Abimanyu sudah ada dihadapan Prabu Kresna dan Raden Trustajumna. “Anakku yang bagus, sudah datang kiranya disini. Aku minta tenagamu kali ini, ngger !” Sapa Prabu Kresna. Hatinya bergolak antara rasa tak tega kepada sang menantu menyongsong kematian atau membiarkannya maju memperbaiki formasi baris. Tetapi isi kitab jalan certita Baratayuda, Jitapsara di dalam ingatannya, membawanya mengatur laku apa yang seharusnya terjadi. Isi kitab itu 57 lebih berpengaruh dalam benaknya. PANDAWA KURAWA
  • 58. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Bersembah Abimanyu kehadapan ayah mertua, juga uwaknya, “ Sembah bektiku saya berikan keharibaan uwa prabu. Bahagia rasanya dapat terlibat dalam perkara yang sedang menggayuti para orang tua orang tua “Baiklah, karena rusaknya barisan Hupalawiya sudah sangat parah, sekaranglah saatnya bagimu anakku, untuk membereskan kembali barisan dan gantilah dengan tata gelar baru”. Perintah sang uwa “Uwa prabu, saya minta gelar apapun yang hendak dibangun, perkenankan saya untuk ditempatkan pada garda depan”. Pinta Abimanyu. “Yayi Drestajumna, apa gelar yang hendak kamu bangun?” Kembali Prabu Kresna menegaskan kepada Raden Drestajumna. “Kiranya yang cocok dengan keadaan saat ini adalah Supit Urang, atas permintaan anakmas Abimanyu, kami tempatkan kamu dalam posisi sungut !”. Segera, dengan sandi, dikumandangkan, para prajurit yang sudah kocar kacir perlahan lahan membentuk diri lagi. Drestajumna menempati capit kiri sedangkan Gatutkaca ada pada sisi capit kanan. Arya Setyaki ada pada bagian kepala, sedangkan pada ekor adalah Wara Srikandi. Perlahan namun pasti, barisan Pandawa Mandalayuda dapat kembali solid. Demikian besar pengaruh kedatangan Abimanyu dalam membuat tegak kepala para prajurit Randuwatangan. Amukan Abimanyu diatas punggung kuda 58 kami” Demikian putusan Sang Senapati. PANDAWA KURAWA
  • 59. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Pramugari, bagaikan banteng terluka. Kuda tunggangan Abimanyu yang bagai mengerti segenap kemauan penunggangnya, berkelebat mengatasi musuh yang mengurung. Gerakannya gesit bagai sambaran burung sikatan. Olah panah yang dimiliki penungangnya untuk menumpas musuh dari jarak jauh, dan keris Pulanggeni untuk merobohkan musuh didekatnya tak lama membawa puluhan korban. Tak kurang beberapa orang Kurawa seperti Citraksi, Citradirgantara, Yutayuta, Darmayuda, Durgapati, Surasudirga dan banyak lagi, telah tewas. Bahkan Arya Dursasana yang hendak meringkus terkena panah Abimanyu. Walaupun tidak tedas, namun kerasnya pukulan anak panah menjadikannya ia muntah darah. Lari tunggang langgang Arya Dursasana menjauhi palagan. Haswaketu yang mencoba menandingi kesaktian Abimanyu, tewas tersambar Kyai Pulanggeni warisan sang ayah, Arjuna. Raungan kesakitan berkumandang dari mulut Haswaketu membuat jeri kawannya, Prabu Wrahatbala Namun, malu Wrahatbala, bila diketahui perasaanya oleh kawan maupun lawan, ia terus maju mendekati Abimanyu. Sekarang keduanya telah berhadapan. Gerakan Wrahatbala gagap, kalah wibawa dengan Abimanyu yang masih sangat muda, tetapi dengan gagah berani telah mampu memulihkan kekuatan barisan dan bahkan telah menewaskan ratusan prajurit dalam waktu singkat. Oleh rasa yang sudah kadung rendah diri, gerakannya menjadi serba canggung. Tak lama ia menyusul temannya dari Kamboja terkena oleh pusaka yang sama. Tersambar Kyai Pulanggeni, raga Wrahatbala roboh tertelungkup diatas kudanya dan tak 59 dari Kusala. lama jatuh bergelimpang ke tanah. PANDAWA KURAWA
  • 60. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Namun bukan dari pihak Bulupitu saja yang tewas, ketika Bambang Sumitra yang maju bersama Abimanyu dengan amukannya, terlihat oleh Adipati Karna. Niat Adipati Karna sebenarnya hanya mengusir anak Arjuna agar tidak maju terlalu ketengah dalam pertempuran. Perasaan seorang paman terhadap keponakannya kadang masih menggelayuti hatinya. Teriakannya untuk mengusir keponakannya tak dihiraukan, maka lepas anak panah menuju ke kedua satria anak Arjuna. Abimanyu luput namun Sumitra terkena didadanya. Gugurlah salah Dibagian lain juga terjadi hal yang sama, Bambang Wilugangga terkena panah Prabu Salya rebah menjadi kusuma negara. Sementara itu, para raja seberang, ketika melihat dua raja telah tewas dalam waktu singkat menjadi jeri. Mahameya mendekati salah satu temannya Swarcas, membisikkan strategi bagaimana cara menjatuhkan Abimanyu. Ditetapkan kemudian mereka berempat, Mahameya, Swarcas, Satrujaya dan Suryabasa akan maju bersama mengeroyok Abimanyu. Tak peduli hal itu tindakan ksatria atau tidak, yang penting mereka dapat menghabisi tenaga baru yang berhasil memukul balik kekuatan baris para Kurawa. Namun bukan Abimanyu bila tidak mampu mengatasi serangan empat raja sakti dari berbagai penjuru. Licin bagai belut, Abimanyu menghindari serangan bergelombang dengan senjata ditangan masing masing lawannya. Bahkan sesekali Abimanyu dapat mengenai pertahanan mereka satu persatu. Makin gemas ke empat lawannya yang malah bagai dipedayai. 60 satu lagi putra Arjuna. PANDAWA KURAWA
  • 61. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Kelihatanlah kekuatan masing masing pihak, tak lama kemudian. Ketika pedang Mahameya terpental karena lengannya terpukul Abimanyu, sebab dari rasa kesemutan yang hebat memaksa ia melepaskan pedangnya. Pada saat itulah Kyai Pulanggeni menusuk lambungnya. Kembali satu lawan roboh dari atas punggung kudanya. Tiga lawan tersisa menjadi ciut nyalinya. Gerakannyapun menjadi semakin tidak terarah, satu persatu lawan Abimanyu dapat diatasi. Kali ini Swarcas menjadi korban selanjutnya. Gerak kordinasi antar ketiga lawan tidak lagi serempak menjadikan mereka saling serang. Swarcas terkena tombak dari Satrujaya. Meraung kesakitan Swarcas, jatuh terguling tak bangun lagi. Satrujaya dan Suryabasa gemetaran, mereka tak percaya dengan apa yang “Hayuh, majulah kalian berdua, pandanglah bapa angkasa diatasmu, dan menunduklah ke ibu pertiwi, saatnya aku antarkan kamu berdua ke Yamaniloka !”. Kata kata Abimanyu hampir saja tak terdengar oleh mereka, karena kerasnya dentam detak jantung kedua raja seberang yang semakin tak dapat menguasai Dengan sisa keberaniannya keduanya sudah kembali menyerang lawannya dari kedua arah. Gerakannya yang semakin liar tak terkendali, tanda keputus-asaan, membuat Abimanyu dengan mudah membulan-bulani mereka berdua. Tanpa membuang waktu lagi, disudahi pertempuran keroyokan itu dengan sekali 61 barusan sudah terjadi. dirinya lagi. PANDAWA KURAWA
  • 62. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN ayunan Kyai Pulanggeni. Jerit ngeri keduanya mau tak mau membuat hampir semua mata mengarahkan pandangannya kearah kejadian. Pandita Durna sangat kagum dengan kroda prajurit muda belia itu. Dalam “Weleh . . . . ,tidak anak, tidak bapak.! Keduanya ternyata sama saktinya. Kalau hal seperti ini dibiarkan, tak urung binasalah barisan prajurit Kurawa. . !”. Segera dipanggilnya Sangkuni dan Adipati Karna serta Jayadrata. Setelah mereka menghadap, Pandita Durna menguraikan karti sampeka akal akalannya, “Adi Sangkuni, nak angger Adipati serta Jayadrata, bila dengan cara okol kita tidak dapat mengatasi amukan Abimanyu, maka kita harus menggunakan kekuatan akal kita. Setuju Adi Sengkuni ?” “Eee. . . Kakang Durna, kalau masalah itu jangan lagi ditanyakan ke saya. “Terus anak Angger Adipati, kali ini tak ada jalan lain. Bila hal ini diterus teruskan, maka akan kalah kita . Minta pendapatnya nak angger Adipati! ”. Seakan Durna minta pertimbangan, padahal didalam otaknya sudah tersimpan rencana licik bagaimana cara mengatasi keadaan yang sudah mengkawatirkan itu. “Terserahlah paman pendita, kali ini aku menurut kemauanmu ! ”. Jawab 62 hatinya ia mengatakan, Pasti setuju!” Sangkuni mengamini. Narpati Basukarna sekenanya. PANDAWA KURAWA
  • 63. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN “Nah begitulah seharusnya. Kali ini aku meminta jasamu nak angger Adipati. Anak angger yang aku pilih karena memang seharusnya anak anggerlah yang dapat mengatasi masalah ini”. Durna mulai membuka strategi. “Baik Paman Pendita, apa yang harus aku lakukan?” Berat hati Karna “Begini, Adi Sengkuni, segeralah naikkan bendera putih tanda menyerah. Kemudian Anak Angger Adipati segera mendekati Abimanyu. Rangkul dan rayulah. Katakan kehebatannya dan pujilah ia. Selanjutnya Jayadrata, panahlah Abimanyu dari belakang. Bila sudah terkena satu panah, tidak lama lagi pasti akan gampang langkah kita”. Pandita Durna menjelaskan strateginya. “Baiklah Paman Pendita, mari kita bagi bagi peran masing masing”. Adipati Awangga itu segera melangkah menjalankan strategi yang telah Demikianlah. Maka akal culas Pendita Durna mulai dilakukan. Kibaran bendera putih Patih Harya Suman membuat hingar bingar peperangan perlahan terhenti. Dalam hati para prajurit tempur saling bertanya, kenapa perang dihentikan? Sementara orang mengerti, bila perang terus berlanjut, maka kebinasaan pihak Kurawa tinggal menunggu waktu. Kali ini giliran Adipati Karna mengambil peran, didekatinya Abimanyu: “Berhentilah anakku bagus . .!, Kemarilah. Sungguh hebat anakku yang masih remaja sudah dapat membuat takluk barisan Kurawa. Uwakmu sungguh 63 menyahut. dirancang. PANDAWA KURAWA
  • 64. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN ikut bangga dengan apa yang kamu perbuat . . . ” Setelah mendekat, dipeluknya Abimanyu dengan hangat, layaknya seorang paman terhadap keponakan yang telah berhasil berbuat hal yang menakjubkan. “Apakah sungguh begitu uwa Narpati . ! Bila memang barisan uwa sudah takluk, dan memang demikian adanya, segera eyang Durna dibawa kemari, layaknya seorang senapati takluk terhadap lawan”. Bangga Abimanyu. Kebanggaan itu ternyata tidak berlangsung lama, Jayadrata dengan kemampuan memainkan gada yang luar biasa adalah juga seorang pemanah ulung. Dibidiknya punggung Abimanyu, seketika jatuh terduduk Abimanyu Tak sepenuhnya tega Adipati Karna memegangi keponakannya yang terluka, mundurlah ia menjauhi arena peperangan. Ditemui Pandita Durna untuk “Paman Pendita, sekarang rencana paman sudah berhasil. Abimanyu terluka dipunggungnya, untuk tindakan selanjutnya, saya tidak ikut mencampuri Terkekeh kekeh tawa Sang Pandita mengetahui rencananya sudah berhasil. Pikirnya biarlah tanpa Adipati Karna pun kemenangan sudah sebagian besar dicapai kembali. Segera Karna menjauh balik ke pesanggrahan. 64 dengan darah menyembur dari lukanya. diberi laporan. urusan lagi”. Tutur Adipati Karna. PANDAWA KURAWA
  • 65. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Sepeninggal Adipati Karna, segera Durna memberi aba-aba untuk kembali menyerang. Namun Abimanyu tidaklah gentar, malah ia semakin bergerak maju “Heh para Kurawa . .!, Memang dari dulu sifat culas itu tidak akan pernah hilang. Akan aku kubur sifat culas kalian, sekalian dengan yang raga menyandangnya. Hayo majulah kalian bersama-sama. Tak akan mundur walau setapakpun walau Duryudana sekalipun yang maju !!”. Walau terluka, ternyata Abimanyu masih segar bugar. Suaranya masih lantang dan berdirinya masih tetap tegar. Melihat lawannya terkena panah yang masih menancap di punggungnya, aba aba keroyok bersahut sahutan. Dari jauh anak panah lain dilepaskan oleh warga Kurawa, sementara yang dekat melontarkan tombak dan nenggala serta trisula bertubi tubi. Dalam waktu singkat, segala macam senjata menancap Namun hebatnya satria muda yang terluka parah ini masih maju dengan amukannya. Dari kejauhan gerakan sang prajurit muda itu bagai gerak seekor landak, oleh banyaknya anak panah dan tombak yang menancap di sekujur tubuhnya. Malah bila digambarkan lebih jauh lagi, ujud dari satria tampan ini bagaikan penganten sedang diarak. Kepala yang penuh senjata seperti karangan bunga yang terrangkai sementara tubuhnya bagaikan kembar mayang yang mengelilingi raganya. Ada sebagian senjata tajam mengiris perutnya. Usus yang 65 menyongsong serangan. ditubuh satria muda itu. PANDAWA KURAWA
  • 66. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN memburai yang disampirkan pada duwung yang terselip di pinggangnya, seperti halnya untaian melati menghiasi pinggang. Darah yang mengalir deras bagaikan lulur penganten yang membuatnya menjadi makin berkilau diterpa sinar matahari. Tidaklah berbau anyir darah Abimanyu, malah mewangi sundul ke angkasa raya. Saat itulah para bidadari turun menyaksikan kegagahan sang prajurit muda belia. Dalam pendengaran para bidadari, suasana yang dilihat bercampur dengan kembalinya denting padang yang beradu dan tetabuhan kendang, suling serta tambur penyemangat, bagaikan pesta penganten yang berlangsung dengan iringan gamelan berirama Kodok Ngorek! Dilain pihak, dalam pikiran Abimanyu teringat akan sumpahnya kala menghindar dari pertanyaan istri pertamanya, Retna Siti Sundari, ketika curiga bahwa sang suami sudah beristri lagi. Sumpah yang diiringi gemuruh petir, bahwa bila ia berlaku poligami, maka bolehlah orang senegara meranjap tubuhnya Saat itu ia terhindar dari tuduhan Siti Sundari, namun setelah Kalabendana raksasa boncel lugu, paman Raden Gatutkaca, membocorkan rahasia perkawinannya dengan Putri Wirata, kusuma Dewi Utari, akhirnya terbuka juga rahasia yang tadinya tertutup rapi. Walau tak terjadi apapun akhirnya antar kedua istri pertama dengan madunya, namun sumpah tetaplah sumpah, ia berketatapan Diceritakan, Lesmana Mandrakumara alias Sarjakusuma, putra Prabu Duryudana yang baru saja mendapat ijin dari sang ibu untuk pergi ke peperangan. 66 dengan senjata apapun. hati, inilah bayaran atas janjinya. PANDAWA KURAWA
  • 67. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Padahal selamanya sebagai anak manja, ia tak banyak ia berkecimpung dalam keprajuritan, sehingga sifat penakutnya sangat kentara. Dengan jumawa, kali ini ia melangkah menghampiri Abimanyu. Lesmana menghina Abimanyu dengan kenesnya, diiringi kedua abdinya yang selama ini memanjakannya, Abiseca dan Secasrawa. Segera Sarjakusuma menghunus kerisnya untuk menamatkan riwayat Abimanyu. Anggapannya, ialah yang akan menjadi pahlawan atas gugurnya satru sakti yang akan dipamerkan kepada ayahnya. “E . . E . . E . . . , Abimanyu, bakalan tak ada lagi yang menghalangi aku menjadi penganten bila aku kali ini membunuhmu. Atau jandamu biar aku ambil alih. Rama Prabu pasti gembira tiada terkira, kalau aku berhasil memotong Dengan langkah yang masih seperti kanak-kanak sedang bermain main, ia maju semakin mendekat masih dalam kawalan kedua abdinya yang sedikit membiarkannya, memandang enteng kejadian didepan matanya. Abimanyu yang melihat kedatangan Lesmana Mandrakumara mendapat ide, tidak dapat membunuh Duryudana-pun tak apa, bila putra mahkota terbunuh, maka akan hancur juga masa depan uwaknya itu. Makin dekat langkah Sarjakusuma yang ingin segera menamatkan penderitaan sepupunya. Tapi malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih, dengan tenaga terakhir , sang prajurit muda masih mampu menusukkan Kyai Pulanggeni ke dada tembus ke jantung putra mahkota Astina, tak ayal lagi tewaslah Lesmana Mandrakumara, 67 lehermu”. PANDAWA KURAWA
  • 68. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN berbarengan dengan senyum terakhir mengembang dibibir prajurit muda gagah berani itu. Abimanyu telah tunai melunasi janjinya. Kembali suasana menjadi gempar. Gugurnya kedua satria muda dengan beda karakter bumi dan langit membuat perang berhenti, walau matahari belum lama beranjak dari kulminasi. Kedua pihak bagai dikomando segera menyingkirkan pahlawan mereka masing masing. Syahdan, Retna Siti Sundari yang hanya diiring oleh abdi emban menyusul ke peperangan, telah sampai pada saat yang hampir bersamaan dengan gugurnya sang suami tercinta. Oleh istri tuanya, Utari tidak diperkenankan pergi bersamanya , sebab dalam kandungan tuanya terkadang terasa ada pemberontakan didalam, seakan sang jabang bayi sudah tak sabar hendak mengikut kedalam perang besar keluarga besarnya. Kemauan besar Retna Utari untuk ikut serta kemedan perang, terhalang oleh madu dan anaknya yang masih ada di dalam gua garba. Bahkan sang ibu mertua, Wara Subadra juga melarang Utari untuk pergi. Ketika terdengar teriakan gemuruh menyatakan Abimanyu telah gugur, jantung wanita muda ini makin berdegup kencang. Ia segera berlari ketengah palagan tanpa menghiraukan bahaya yang mengintip diantara tajamnya kilap bilah-bilah pedang dan runcingnya ujung tombak. Sesampai di hadapan jenasah suaminya yang tetancap ratusan anak panah. Tidak terbayang sebelumnya akan keadaannya yang begitu mengenaskan, Siti Sundari lemas dan kemudian tak sadarkan diri. Suasana kesedihan bertambah mencekam dengan pingsannya sang 68 istri prajurit muda itu. PANDAWA KURAWA
  • 69. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Bumi seakan berhenti berputar, awanpun berhenti berarak. Burung burung didahan tak hendak berkicau, kombangpun berhenti menghisap madu. Jangankan sulur gadung dan bunga bakung yang bertangkai lembek, bahkan bunga perdu, seperti bunga melati dan cempaka ikut tertunduk berkabung terhadap satu lagi kusuma negara yang gugur, di lepas siang . Sebentar kemudian, setelah siuman, Retna Siti Sundari yang telah sadar apa yang terjadi di sekelilingnya segera menghunus patrem, keris kecil yang terselip dipinggangnya. Dihujamkan senjata itu ke ulu hati. Segera arwah sang prajurit muda, Abimanyu, menggandeng tangan sukma istrinya, mengajaknya meniti tangga tangga kesucian abadi menuju swargaloka. Raga sepasang suami istri muda belia tergolek berdampingan. Mereka telah kembali ke pangkuan ibu Memang demikian, ketika itu, Pandu, ayah Werkudara adalah penghuni Kawah Candradimuka, sebelum Werkudara sebagai anaknya mampu mengentaskan ayahnya dari penderitaan atas kesanggupannya menghuni kawah itu, ketika atas tangis istri mudanya, Dewi Madrim, yang ingin beranjangsana menaiki lembu Andini, tunggangan Batara Guru. “Tidak bertindak ksatria, bila dengan cara begini perangmu. Dunia akan mengenangmu sebagai raja dengan cara perang yang paling pengecut!” Arjuna menyahut dengan gerakan hati hati, karena bila ia bergerak, maka sedotan lumpur 69 pertiwi. makin menyeretnya tenggelam. PANDAWA KURAWA
  • 70. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Dilain pihak, Werkudara adalah satria yang telah tertempa lahir dan batinnya. Perjuangan menempuh kesulian dalam alur hidupnya telah menjadikannya kokoh luar dalam. Maka ketika sedang terjepit seperti ini tak lah ia patah semangat. Ajian Blabag Pengantol-antol dikerahkan untuk mendorongnya keluar dari seretan lumpur. Tidak percuma, ketika berhasil melompat keluar dari pasir berlumpur maka Gardapati yang lengah segera digebuk dengan Gada Rujakpolo, pecah kepalanya seketika tewaslah salah satu andalan perang pihak Pada saat yang sama Arjuna sudah dapat merayu Wersaya agar mendekat. Namun setelah pancingannya mengena, ditariknya tangan Wersanya. Dengan meminjam tenaga lawan keluarlah Arjuna dari kubangan lumpur. Pertarungan sengit kembali terjadi, namun seperti semula, kesaktian Arjuna jauh diatas Wersaya. Dengan tidak membuang waktu, diselesaikan pertempuran itu dengan tewasnya Wersaya diujung keris Kyai Kalanadah. Kedua satria yang telah kembali dari pertempuran yang jauh dari induknya, dan mendapati perang telah usai. Namun mereka pulang dengan menemukan suasana duka mendalam yang terjadi di pesanggrahan Melihat kenyataan didepan mata, Arjuna yang sangat menyesal telah meninggalkan peperangan terjatuh pingsan. Kehilangan anak kesayangannya membuatnya sangat terpukul. Demikian juga sang istri Wara Subadra tak henti hentinya menangisi kepergian putra tunggalnya yang masih belia. 70 Kurawa. Randuwatangan. PANDAWA KURAWA
  • 71. BANJIR DARAH DI TEGAL KURU PANDAWA & KURAWA HERMAWAN Tak ketinggalan Retna Utari yang tak diperbolehkan bela pati oleh Prabu Kresna, duduk dihadapan jasad kedua orang yang sangat dicintai dengan lelehan air mata bagai hendak terkuras dari kedua matanya. Sore itu juga, api pancaka segera dinyalakan untuk membakar kedua raga suami istri belia itu. Suasana petang sebelum matahari tenggelam, seolah mendadak seperti dipercepat waktunya oleh mendung yang menutup suasana sore seperti mendung yang menggelayut pada semua yang hadir dalam upacara itu. Begitu hening suasana balairung di Pasanggrahan Bulupitu siang menjelang sore itu karena perang berhenti lebih cepat dari biasanya. Bahkan keheningan itu menjadikannya helaan nafas berat Prabu Duryudana terdengar satu satu. Kadang ia berdiri berjalan mondar mandir, kemudian duduk kembali. Sebentar sebentar ia mengelus dada dan bergumam dengan suara tidak jelas. Suasana itu juga berimbas pada keadaan di sekelilingnya. Namun orang orang disekelilingnya sangatlah paham apa yang bergejolak dalam benak Prabu Duryudana. Mereka mengerti betapa berat keadaan yang membebani jiwa raja mereka. Putra lelaki satu satunya sebagai penerus generasi trah Kurawa telah gugur, maka tiada satupun yang berani membuka mulutnya. Bahkan Prabu Salya pun. Ia juga tersangkut dalam peristiwa tewasnya Lesmana Mandrakumara, karena Lesmana adalah cucunya juga. Lama pikiran Prabu Duryudana mengembara kemana mana dengan kenangan terhadap pangeran pati yang dicintainya. Akibatnya ia merasa raganya 71 menjadi bagai lumpuh. PANDAWA KURAWA