3. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
3
PANDAWA KURAWA
AWAL PERTIKAWAL PERTIKAWAL PERTIKAWAL PERTIKAAAAIANIANIANIAN
KaryaKaryaKaryaKarya
HermawanHermawanHermawanHermawan
4. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
4
PANDAWA KURAWA
Novel ini aku persembahkan untuk kedua
orang tuaku sebagai tanda baktiku dan
untuk adikku tercinta semoga kalian tetap
sehat dan berada bersama Allah SWT
5. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
5
PANDAWA KURAWA
DAFTAR ISI
1. AWAL KISAH...................................................................... 8
2. TEKA _ TEKI NARASOMA............................................ . 22
3. SAYEMBARA MANDURA............................................. . 47
4. LAHIRNYA DARAH KURU............................................. . 64
5. AWAL PERTIKAIAN....................................................... .. 97
6. DRONA SANG GURU SEJATI......................................... . 107
6. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
6
PANDAWA KURAWA
7. MELENYAPKAN PANDAWA BAG 1.............................. . 164
8. MEMBASMI KEJAHATAN............................................... . 194
9. SEKUTU PRINGGONDANI............................................. . 244
PRAKATA
Sebuah sejarah yang panjang yang mengisahkan darah yang bergejolak
dari sebuah negara yang harus di perebutan oleh dua orang yang masih keturunan
sama. Yaitu keturunan Prabu Barata. Terselip suatu peristiwa yang mengilhami
bahwa suatu peperangan dapat membuat negera tersebut menderita dan membawa
bencana tapi apakah suatu kekekuasan harus di peroleh dengan tindakan
7. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
7
PANDAWA KURAWA
kekerasan?. Dan mengapa agar suatu kekuasaan yang bukan miliknya harus
dipertahanan dengan menempuh perang ?.
Sebenarnya apa yang ada di pikiran manusia. Mengapa kekuasan dan
kewibawan yang berarti harus ada kemewahan dan keindahan dalam
pemerintahan ..??. Apa yang sebenarnya itu ?”.
Dari kisah yang saya tulis yang mengkisah dua keturunan yang berseteru.
Yaitu kurawa dan Pandawa. Kisah ini mengilhami kisah perang Baratayauda.
Dalam kisah ini pasti ada dua kubu. Yang satu baik dan jahat. Pandawa yang
merupakan kubu baik dan merupakan trah raja yang sah sebagai penerus kerajaan
Hastina. Tapi apa yang terjadi ..?”. Setelah Pandawa dewasa ia malah mendapat
perlakuan kasar dari para saudara Kurawa. Tapi mereka tetap diam selama masih
dalam Kebenaran. Saat mengumumkan Puntadewa sebagai pewaris tahta kerajaan
Hastina. Kurawa mulai menggunakan rencana licik agar kekuasan jatuh padanya.
Tapi apa yang didapatkan .../?”
Bahwa Kebenaran pasti Menang. Selama Pandawa masih dalam
Kebenaran maka kemenanagan akan datang. Sesuai janji yang tertulis dalam buku
yang pernah ditulis oleh eyang mereka tentang nasib kerajaan yang ditentukan
lewat perang jika hubungan damai tidak berhasil.
Dalam buku ini kisah patriot seorang anak Pandawa yang rela mati demi
kemenangan para junjungan. Walaupun sekarang banyak generasi muda yang
telah hilang semangat patriot tanah air bahkan rela negara dijajah.
Tapi itu semua belum cukup. Bagaimana bahwa kebenaran itu harus
ditegakkan. Sesuai dengan agama yang kita anut.
8. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
8
PANDAWA KURAWA
Buku ini saya tulis hanya untuk sebagai contoh sikap hidup yang selalu
memegang teguh sikap Kebenaran sesuai dengan agama yang dianut. Dan untuk
memberikan gambaran bahwa Kebenaran akan selalu menang walaupun tidak
begitu cepat.
Demikian kata – kata yang dapat saya tulis dan ungkapkan. Bila dalam
penulisan kata atau kalimat tidak berkenan. Saya mohon maaf. Dan saya
menunggu saran dan kritik dari Anda untuk kemajuan buku yang saya tulis ini.
Sekian terima kasih
PENULIS
AWAL KISAH
Inilah aku begawan Palasara, ingin mengungkapkan bahwa akulah, bukan
Sentanu sebagaimana kitab-kitab besar menulisnya, pemilik sah Hastinapura.
Semenjak awal, hikayat memang sarat dengan absurditas. Aku mungkin bukan
siapa-siapa, manusia yang tak ber-apa-apa. Putri, berbaliklah.”Kubalurkan minyak
dari telapak, kuusapkan menyusuri permukaan perutnya, Namun Sakri, ayahku,
dan Sakutrem, kakekku, pernah mencoreng wajah para dewa-setidaknya menurut
9. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
9
PANDAWA KURAWA
nalar-ketika keduanya, pada masa yang berbeda, berhasil membasmi para
penyerang Suralaya, yang tak mampu dihadapi bahkan oleh dewanya para dewa.
Sakutrem membunuh raja Nuswantara, sedangkan Sakri membinasakan entah raja
siapa, karena tak tercatat dalam hikayat. Logika yang kacau pula, bukan?
Bedanya, kemudian,Sakutrem mendapat anugerah seorang dewi jelita, sedangkan
keinginan Sakri untuk beristrikan bidadari yang serupa ditolak mentah-mentah
para dewa. Padahal, kurasa, keinginan Sakri itu wajar saja.
Disamping mengalahkan penyerbu Suralaya, ia juga masih berdarah
dewa. Bukankah Sakutrem itu putra Resi Manumayasa, cucu Resi Parikenan, dan
cicit Resi Bremani? Bukankah Bremani itu putra Batara Brama? Dan bukankah
Batara Brama itu putra Sang Manikmaya dan Dewi Uma? Bukan berarti aku
sedang mengaku-aku sebagai keturunan dewa. Aku juga tidak bangga karenanya.
Aku hanya mencoba menguraikan bukti bahwa ada bibit-bibit ketidakadilan yang
dilakukan para dewa. Aku sendiri tak punya banyak ambisi. Sejak muda aku
malah lebih suka bertapa di rimba raya. Aku ingin mengikuti laku kakek Resi
Manumayasa, yang mencapai taraf mumpuni dalam olah batin dan kanuragan
sekaligus.
Jangankan hanya sepasang burung pipit, sedangkan terhadap yang
berwujud segala rupa yang menakutkan aku tak beringsut setapak pun dari titik
pusat semadiku. Apalagi hanya selusin bidadari yang gemulai menari, cuma
berbusana kelopak bunga di sekeliling pinggangnya. Juga ketika kedua burung
kecil itu membangun sarang, melalui jalinan tangkai demi tangkai ranting dan
10. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
10
PANDAWA KURAWA
helai demi helai ilalang dan daun kering, lalu bercinta dan membuahkan telur di
atas kepalaku.
Sebuah awal kehidupan, yang ditandai dengan akhir riwayat kehidupan
yang lain. Hanya cicit-cicit makhluk mungil, pilu mengorek telinga, ketika
pasangan induknya justru terbang entah ke mana. Dewata, jangan kau uji aku
dengan penderitaan bibit-bibit kehidupan yang murni. Biarlah aku gagal menjalani
tapa, tapi jangan sampai terputus harapan-harapan baru.
Tak tahan aku mendengar cicit-cicit tak berdaya itu. Gelombang suaranya
yang tak seberapa ternyata mampu meremukkan jantung melebihi auman raja
rimba. Kubatalkan tapaku, kuturunkan sarang di atas kepalaku, dan kukejar induk
yang telah meninggalkan anak-anaknya. Kukejar dari kedalaman rimba, hingga
semakin masuk kedalam. Di tepi Bengawan Gangga. Aku hanya menemukan
kesunyian. Hanya desir angin dan riak air sungai.
“Apa yang kaucari, anak muda?”Aku membalik badan.Dua sosok
bercahaya putih berdiri dengan sikap jumawa.“Aku mencari sepasang burung
pipit.”“Kamilah burung yang kaucari,” kata yang seorang, dengan sepasang
tangan berlipat di dada dan sepasang tangan lain mencengkeram tongkat bertatah
permata. Mataku luruh. Aku berlutut dan menyembah.
“Bagaimana dengan nasib anak-anak burung itu?”
“Tak perlu kau pikirkan. Engkau punya kewajiban yang lebih besar,
mengobati penderitaan Putri Wirata.”“Bagaimana caranya?” “Engkau akan tahu.”
Salah satu tangan kanannya mengasongkan sebuah botol warna jingga.
“Di mana bisa kutemui dia?” “Arah matahari terbenam.”
11. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
11
PANDAWA KURAWA
Aku menoleh. Matahari yang hampir jatuh di seberang sungai membuat
pandanganku silau, dan tak kulihat apa-apa. Ketika kutolehkan lagi kepala, dua
sosok bercahaya itu telah sirna. Kutatap gelombang Gangga. Terlalu besar,
terlampau lebar, dan pasti sangat dalam untukkuarungi. Bahkan daratan di
seberang pun hanya tampak seperti garis samar.
Ada kecipak air beriak. Sebuah perahu pelahan melaju. Ah, mungkin ada
orang yang bersedia menyeberangkanku. Dan benar, justru perahu itulah yang
mendekat. Perahu nelayankah? Bau amisnya begitu menyengat hidungku. “Tuan
hendak menyeberang?” Seseorang bertanya lebih dulu. Suara perempuan. Lembut
dan sedikit serak. Bau amis makin menyesaki hidungku. “Apakah aku berhadapan
dengan Putri Wirata?”
“Bagaimana Tuan tahu?”
“Tuan Putri bersedia menyeberangkanku?” Aku balik bertanya
“Asal Tuan bersedia mengobatiku hingga sembuh.” Aku meloncat ke
perahu. Mendekati putri cantik itu.
Perempuan yang cantik, berlilit kain sederhana hingga sebatas dada.
Rambutnya air terjun yang berkilau oleh segaris sisa matahari. Benarkah bau amis
itu meruab dari sekujur tubuhnya yang sesungguhnya indah tiada tara? “Benar,
Tuan, dan saya sangat menderita karenanya.” Ia seakan sudah tahu apa isi hatiku.
“Aku akan memohon.”
Kulipat kedua kakiku di lantai perahu. Kutangkupkan kedua telapak
tanganku, dan kupejamkan mataku. Hanya bidang hitam. Dan kemudian titik
cahaya putih, gemilang, makin lama makin besar, dan akhirnya mewujud sosok
12. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
12
PANDAWA KURAWA
bertangan empat itu. Oleskan minyak Jayengkaton yang kuberikan padamu,
bisiknya, jelas menyelusup dalam isi kepala.
“Ampuni Tuan Putri, saya akan mengoleskan minyak ini ke sekujur
tubuhmu.” Oh, jagat, ampuni aku, hanya inilah jalan yang bisa kutempuh.“Tuan
Putri, bukalah pakaianmu. Saya akan menutup mataku.”
Kulepas ikatan bandana di kepala, lalu kupasang menutupi mata, dan
kuikat kencang di bagian belakang. Gelap segera menyungkup. Hanya napas yang
kutahan-tahan, agar bau amis tak menyelusup hingga dada. Kuusapkan
Jayengkaton ke sekujur tubuhnya. Oh, tubuh yang begitu mulus. Seandainya tak
meruabkan bau amis yang menyengat. Dewa pengatur jagat, beri aku kekuatan.
Kubalurkan cairan minyak dari telapak, kuusapkan dari bawah tengkuk
pelan-pelan menyusuri kulitmu yang, duhai, kenyal dan lembut seperti karet,
menuruni lekukan di tengah punggungnya yang melandai bagai alur sungai lurus
ke dataran rendah, dan berakhir di lembah, di antara tonjolan bokongnya yang
membukit. Kurasakan, bukit itu menggerinjal seperti entakan sebuah gempa.
“Ampun Tuan yang lembut, hmm — seperti boneka, melesak sedikit
melalui lekuk pusarnya dan yang sedikit menonjol di tengahnya, mendaki hingga
celah dua bulatan payudaranya yang melembung dan kurasakan seperti kubah
kembar, dan berakhir menjelang pundak kirinya.
Oh, disertai lenguhan di bibir, tubuhnya bergetar. Tubuhku menggetar.
Tak ada lagi bau amis. Yang ada adalah keharuman yang memabukkan.
“Lepaskan bandanamu,” bisiknya. Napasnya mengusappipiku.
13. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
13
PANDAWA KURAWA
Mentari telah hilang. Langit menyungkup dengan bidangnya yang remang.
Ombak Gangga hanya riak. Namun ombak di dada bergemuruh menggelegak.
Dan berahi pun tak terkendali.
Duhai dewata, jangan salahkan hamba, berahi adalah karunia purba yang
turun-temurun diwariskan para dewa, semenjak Sang Manikmaya dan Dewi Uma
bahkan bercinta di angkasa di atas punggung Sang Andini.) Tentu tak bisa
kunihilkan peran dewata, yang membantuku menolong Putri Wirata, dan lantas
memboyongnya menjadi belahan jiwa, dan kemudian membangun sebuah negara
yang kelak akan menjadi adidaya.
“Kunamakan negeri ini Hastina, dan engkau menjadi permaisuri yang akan
memancarkan keharuman ke negeri-negeri manca,” kataku. “Aku sangat bahagia,”
katanya. Wajahnya memancarkan cahaya, apalagi setelah rahimnya menjadi
pelindung setia sang putra, Abiyasa. Namun (begitulah selalu bagian dari cerita:
namun –) di jagat fana ini kebahagiaan tak pernah abadi.
Ketika itu Prabu Santanu mendengar desas-desus bahwa di sekitar sungai
Yamuna tersebar bau yang sangat harum semerbak. Suatu hari, seperti angin yang
membadai tiba-tiba, datang ksatria gagah tampan menggendong bayi dalam
pelukan. Wajahnya muram, tapi matanya seakan menggeram.
“Tolong susui bayiku Dewabrata, dengan susu Sang Ratu,” katanya. Aku
tak mampu berkata-kata mendengar permintaannya yang tak biasa. “Aku tak bisa
mengizinkan kecuali dengan izinnya, ”jawabku. “Aku hanya ingin agar anakku,
yang tak lagi beribu, dapat mencicip zat-zat kehidupan yang paling bermutu.”
14. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
14
PANDAWA KURAWA
Kupanggil istriku. Matanya tersenyum.Kuanggukkan kepala. Namun mata
ksatria itu benar-benar menggeram ketika mulut mungil Dewabrata dengan rakus
mengisap puting Putri Wirata, permaisuriku. “Aku Sentanu dari Talkanda.
Permaisuri terlalu rupawan bagimu. Bagaimana kalau aku meminta agar ia
menjadi istriku?”Aku membelalak.
“Oh, ksatria yang baru kukenal, benarkah kata-kata yang kudengar?”“Bila
perlu, kita tentukan di palagan. ”Tak tahan lagi mendengar penghinaan yang
paling menghinakan, kuterjang tubuhnya yang tak berkuda-kuda.Ia menggelepak
dalam sekali gebrak.
Dengan cepat ia melenting dan menjulurkan tinjunya. Namun aku sudah
menduga gerakannya. Kumentahkan pukulannya dengan tangan yang terbuka.
Tubuhnya kembali terjengkang. Dan aku akan melayangkan hantaman pemungkas
tatkala melayang cahaya terang dari langit siang. “Cucuku, tahan
pukulanmu!”Sesosok tubuh tambun yang bercahaya berdiri di antarakami.
Mmh, kebayan para dewa rupanya.“Sudahlah, berikan negara dan
istrimu,” katanya.
“Mengapa?”“Kau akan tahu kelak sebabnya.”“Tapi mengapa?”
“Sudahlah, aku dewa, dan aku lebih tahu segalanya.
”Namun hingga sekarang aku tak pernah tahu mengapa negeri dan istriku
tercinta harus menjadi milik orang lain. Aku juga terus-menerus sangsi benarkah
dewa lebih tahu segalanya. Akhirnya Palasara menuruti bisikan dewa. Ia
menyerahkan istri dan negeranya. Ia hidup sebagai pandita di pertapan Rahtawu.
15. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
15
PANDAWA KURAWA
Barata
Prabu Santanu jatuh cinta dan hendak melamar gadis tersebut. Ketika Sang
Raja melamar gadis tersebut, Gandawati mengajukan syarat bahwa jika ia harus
menjadi permaisuri Prabu Santanu, ia harus diperlakukan sesuai dengan Dharma
dan keturunan Gandhawati-lah yang harus menjadi penerus tahta. Mendengar
syarat tersebut, Sang Raja pulang dengan kecewa dan menahan sakit hati. Ia
menjadi jatuh sakit karena terus memikirkan gadis pujaannya yang tak kunjung ia
dapatkan. Sementara Abiyasa mengikuti ayahnya yang bertapa di Rahtawu.
Sampai akhir hayat di Rahtawu.
Melihat ayahnya jatuh sakit, Dewabrata menyelidikinya. Ia bertanya
kepada kusir yang mengantarkan ayahnya jalan-jalan. Dari sana ia memperoleh
informasi bahwa ayahnya jatuh cinta kepada seorang gadis. Akhirnya, ia
berangkat ke sungai Yamuna. Ia mewakili ayahnya untuk melamar puteri
Dasabala, Gandhawati, yang sangat diinginkan ayahnya. Ia menuruti segala
persyaratan yang diajukan Dasabala.
Ia juga bersumpah tidak akan menikah seumur hidup dan tidak akan
meneruskan tahta keturunan Raja Kuru agar kelak tidak terjadi perebutan
kekuasan antara keturunannya dengan keturunan Gandhawati. Sumpahnya
disaksikan oleh para Dewa dan semenjak saat itu, namanya berubah menjadi
Bisma. Akhirnya Prabu Santanu dan Dewi Gandhawati menikah lalu memiliki
dua orang putra bernama Citrānggada dan Wicitrawirya. Prabu Santanu wafat dan
Bisma menunjuk Citrānggada sebagai penerus tahta Hastinapura. Belum lama
16. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
16
PANDAWA KURAWA
berkuasa Citranggada meninggal dan belum mempunyai permasuri. Maka untuk
selanjutnya di serahkan kepada Wicitrawirya.
Maka naik tahta sang Wicitrawirya. Kelak Wicitrawirya akan menurunkan
keluarga besar Pandawa dan Kurawa. Maka agar tak seperti kakaknya yang tak
memiliki keturunan sebelum turun tahta. Sang Ibu Setyawati segera mencarikan
permasuri. Bahwa terdengar kabar di kerajaan Kasi ada sebuah sayembara tanding
untuk merebutkan seorang putri cantik dari Kerajaan Kasi. Ia menyuruhnya
Anaknya Dewabrata untuk mengikuti sayembara tersebut. Karena demi janji yang
telah diucapakn sang Dewabrata menuruti perintah sang Ibu.
Bisma segera berangkat ke Kerajaan Kasi. Dan mohon doa restu dari sang
ibu agar berhasil. Bisma segera datang ke tempat sayembara. Ia mengalahkan
semua peserta yang ada di sana, termasuk Raja Salwa yang konon amat tangguh.
Bisma memboyong Amba tepat pada saat Amba memilih Salwa sebagai
suaminya, namun hal itu tidak diketahui oleh Bisma dan Amba terlalu takut untuk
mengatakannya.
Bersama dengan tiga adiknya yang lain, yaitu Ambika dan Ambalika,
Amba diboyong ke Hastinapura oleh Bisma untuk dinikahkan kepada
Wicitrawirya. Kedua adik Amba menikah dengan Wicitrawirya, namun hati
Amba tertambat kepada Salwa. Setelah Amba menjelaskan bahwa ia telah
memilih Salwa sebagai suaminya, Wicitrawirya merasa bahwa tidak baik untuk
menikahi wanita yang sudah terlanjur mencintai orang lain. Akhirnya ia
mengizinkan Amba pergi menghadap Salwa.
17. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
17
PANDAWA KURAWA
Ketika Amba tiba di istana Salwa, ia ditolak sebab Salwa enggan menikahi
wanita yang telah direbut darinya. Karena Salwa telah dikalahkan oleh Bisma,
maka Salwa merasa bahwa yang pantas menikahi Amba adalah Bisma. Maka
Amba kembali ke Hastinapura untuk menikah dengan Bisma. Namun Bisma yang
bersumpah untuk tidak kawin seumur hidup menolak untuk menikah dengan
Amba. Akhirnya hidup Amba terkatung-katung di hutan. Ia tidak diterima oleh
Salwa, tidak pula oleh Bisma.
Karena Amba terus mendesak dan memaksanya, akhirnya tanpa sengaja
ia tewas oleh panah Dewabrata yang semula hanya bermaksud untuk menakut-
nakutinya. Sebelum meninggal Amba mengeluarkan kutukan, akan menuntut
balas kematiannya dengan perantara seorang prajurit wanita, yaitu Srikandi.
Kutukan Dewi Amba terhadap Dewabrata menjadi kenyataan. Dalam perang
Bharatayuddha, arwahnya menjelma dalam tubuh Srikandi dan berhasil
menewaskan Bisma (Dewabrata).
Dalam kurun waktu yang tak terlalu lama Citrawirya tak kunjung
memberikan cucu malah kematian datang menjemput. Ia mati dalam keadaan
belum punya keturunan.
Setelah kematian Citranggada dan Citrawirya anak-anak Dewi Setyawati
dengan Prabu Sentanu.” Dewi Gandawati merasakan kebimbangan terus siapa
yang akan melanjutkan pemerintahan Hastina...?”. Ia mulai teringat akan anak
yang pertama di Rahtawu. Maka ia mengirim utusan untuk memberitahukan
maksudnya. Surat sudah di tangan Abiyasa. Dewi Gandawati meminta Begawan
Abiyasa untuk memberikan keturunan. Atas permintaan ibunya, Begawan
18. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
18
PANDAWA KURAWA
Abiyasa menikah dengan janda adik tirinya. Maka lahirlah kestatria yang buta dari
Dewi Ambika karena saat bertemu Abiyasa ia menutup mata yang diberinama
Destarata. Dan Pandu yang tengleng dan bule dari Dewi Ambalika karena pada
saat bertemu ia memaling muka. Karena anaknya cacat, Dewi Satyawati
memintanya untuk berketurunan lagi sehingga lahir Yamawidura dari dayang
bernama Datri. Namun, Yamawidura pun cacat, yaitu kakinya timpang. Karena
ketika Datri bertemu Abiyasa ia lari sambil terpincang – pincang.
Karena pemerintahan Hastina yang komplang tanpa ada pemimipin.
Abiyasa disuruh sang Ibu untuk naik tahta menggantikan adiknya. Abiyasa
menurut. Dan bergelar Prabu Kresnadwipayana. Naik tahta sang Abiyasa menjadi
raja Hastina. Ketentraman dan kedamaian bagi kerajaan Hastina.
Barata
Melihat anaknya sudah mencapai dewasa. Di Negara Astina, Prabu
Kresnadwipayana sedang memikirkan suksesi kerajaan untuk menggantikan
dirinya. Ia merasa sudah tua dan saatnya untuk diganti yang lebih muda. Hal itu
untuk melancarkan jalannya tata pemerintahan dan menghindari adanya konflik
baik dari dalam maupun dari luar.
Tetapi Prabu Kresna Dwipayana merasa gundah karena sesuai adat hukum
kerajaan bahwa yang berhak menggantikannya adalah putra tertua yakni Raden
Drestarasta tetapi ia mempunyai kekurangan yakni cacat netra. Hal ini akan
menimbulkan ketidaklancaran jalannya pemerintahan, sehingga bisa
19. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
19
PANDAWA KURAWA
menimbulkan ringkihnya kerajaan. Tapi bila ia memilih anaknya yang kedua,
inipun akan dianggap menyalahi adat hukum kerajaan, yang nantinya akan
menimbulkan ketidakpuasaan disisi lain.
Apalagi memilih anaknya yang ketiga, jelas tidak mungkin. Untuk itu ia
tidak ingin memaksakan kehendak, justru ia menyerahkan kepada ketiga anaknya
untuk berfikir siapa yang lebih mampu dan berhak untuk menggantikan dirinya R.
Drestarasta mengusulkan R. Pandu untuk menggantikan raja Astina. Ia merasa,
walau sebagai putra tertua, namun ia menyadari akan kekurangannya. Sebagai
seorang raja harus sempurna lahir dan batin hal ini untuk menjaga kewibawaan
raja dan lancarnya pemerintahan. Namun R. Pandu tidak bersedia, ia berpedoman
sesuai adat hukum kerajaan bahwa yang berhak menduduki raja adalah putra
tertua, bila dipaksakan dikawatirkan dikemudian hari akan menimbulkan masalah.
R. Yamawidura juga menolak karena merasa paling muda dan belum cukup umur
untuk memikul tanggung jawab sebagai raja.
Prabu Kresnadwipayana pertama merasa senang ternyata anak-anaknya
dapat berfikir dengan hati nuraninya, menyadari akan kekurangan yang ada dalam
dirinya dan bisa mendudukkan posisinya masing-masing, sehingga tidak saling
berebut kekuasaan yang bisa menimbulkan perpecahan dan persaudaraan. Tapi
Prabu Kresnadwipayana juga semakin gundah, bila suksesi tidak segera dilakukan
akan menimbulkan ringkihnya kerajaan dan kurang lancarnya tata pemerintahan,
hal ini akan menimbulkan ancaman baik dari luar maupun dari dalam kerajaan.
Disaat suasana semakin sedih dan gundah, tiba-tiba dikejutkan datangnya
laporan bahwa Astina kedatangan musuh dari negara Lengkapura yang dipimpin
20. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
20
PANDAWA KURAWA
Prabu Wisamuka. Prabu Krenadwipayana semakin gundah tapi satu sisi ia merasa
dapat jalan, dalam dirinya berfikir. Kini, inilah jalan untuk menguji ketiga
putranya, siapa diantara ketiga putranya yang berhasil mengusir musuh sehingga
disitu dapat dijadikan alasan untuk menetapkan jadi raja, sehingga rakyat nanti
betul-betul menilai pemimpinnya sudah teruji dam mampu menyelamatkan
rakyat, bangsa dan negaranya. Akhirnya ketiga putranya berangkat ke medan
perang menghadapi Prabu Wisamuka
Di medan pertempuran ketiga putra Astina berhadapan dengan Prabu
Wisamuka. Namun karena kesaktian Prabu Wisamuka, ketiga putra Astina dapat
dikalahkan, sehingga mengundurkan diri dan kembali ke Istana, tetapi R. Pandu,
tidak kembali ke istana tapi masuk ke hutan mencari sarana untuk dapat
mengalahkan musuh.
Dalam perjalanan di hutan, R. Pandu betemu dengan Batara bayu dan
Kamajaya yang sebelumnya menyamar menjadi raksasa dan menyerang Pandu
setelah dikalahkan kembali ke ujudnya. Oleh Bayu Pandu mendapat Aji
Bargawastra dan di aku anak oleh Bayu dan diberi nama Gandawrakta dan oleh
Kamajaya diberi keris Kyai Sipat Kelor. Setelah mendapatkan kesaktian R. Pandu
kembali ke istana.
Di Negara Amarta, Prabu Kresnadwipayana merasa sedih karena
kepergian R. Pandu yang tidak berpamitan sebelumnya, apalagi negara dalam
keadaan bahaya. Tiba-tiba R. Pandu datang dan menceritakan maksud
kepergiannya. Selanjutnya R. Pandu bermaksud ingin mengusir musuh dari
Negara Astina. Maka dengan dibantu sahabat-sahabat kerajaan Astina, antara lain
21. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
21
PANDAWA KURAWA
Prabu Kuntiboja dari Mandura, Prabu Mandradipa dari Kerajaan Mandraka,
Pandu berangkat ke medan pertempuran.
Dengan kesaktian R. Pandu, Prabu Wisamuka dapat dibunuh dan bala
tentaranya melarikan diri. Negara Astina kembali dalam keadaan aman, Pandu
kembali ke Istana. Dengan keberhasilan R. Pandu mengusir musuh dan
menyelamatkan negara ini, mendorong hati saudara tua maupun mudanya yakni
R. Drestarasta dan R. Yamawidura untuk mendukung sepenuhnya R. Pandu untuk
menggantikan Raja Astina. Prabu Kresna Dwipayana juga sependapat dengan
anak-anaknya bahwa Pandu dianggap yang paling mampu memimpin negara
Astina. Resi Bisma yang hadir di negara Astina saat itu juga mendukung
pengangkatan R. Pandu untuk menjadi raja Astina. Maka dengan dukungan penuh
baik dari kakek, ayah, saudara dan rakyat Astina, Pandu dinobatkan menjadi raja
Astina menggantikan Prabu Kresna Dwipayana dengan gelar Prabu Pandu
Dewanata.
TEKA – TEKI NARASOMA
Sebelumnya ada sebuah kisah lain disisi kerajaan Mandraka . Kisah ini
berawal dari seorang resi muda yang telah berhasil membantu para dewa dalam
menumpas kerusuhan bangsa Jin Banujan di kahyangan Suralaya. Tersebutlah
Bambang Anggana Putra dari pertapaan Argabelah, putra kedua Resi Jaladara dari
pertapaan Dewasana dengan dewi Anggini, keturunan Prabu Citragada, raja
negara Magadha. Atas jasa-jasanya itulah Anggana Putra mendapat anugerah dari
22. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
22
PANDAWA KURAWA
Batara Guru, yaitu diperkenankan menikahi salah seorang bidadari kahyangan
Maniloka
Di istana Jonggring Salaka, kahyangan Suralaya Maniloka, para dewa
sesangga jawata duduk di paseban agung menunggu sabda Raja Triloka.
Sementara di dampar kencana Mercupunda, Sanghyang Tengguru atau juga yang
dikenal dengan nama Sanghyang Manikmaya, Jagatnata, Batara Guru, bersabda.
"Anggana Putra, sesuai janjiku padamu, atas jasa-jasamu dalam menumpas
kerusuhan di kahyangan Suralaya, maka aku akan menganugerahkanmu seorang
bidadari untuk kau persunting. Pilihlah olehmu salah seorang diantara para
bidadari Maniloka ini".
Mendapatkan anugerah dan penghormatan dari raja Tribuana, Bambang
Anggana Putra sangat suka cita hatinya, ia merasa tersanjung atas penghormatan
yang telah diberikan kadewatan kepadanya, penghormatan dimana ia
diperkenankan bebas memilih sendiri bidadari yang akan dijadikan istrinya.
Bambang Anggana Putra adalah seorang yang berbudi luhur, jujur, dan polos
wataknya, ia salah seorang yang memiliki darah putih, hanya saja dibalik
kepribadian-kepribadiannya yang baik, sebagai manusia tetap ada satu kelemahan
yang dimilikinya, yaitu sifat jenakanya yang terkadang tidak dapat menempatkan
diri, ia sangat suka bersenda gurau yang pada akhirnya menyeret dia pada satu
masalah yang merenggut hari-hari depannya.
"Ampun pukulun... Sungguh hamba sangat bahagia mendapat anugerah
pukulun, seperti yang pukulun tawarkan kepada hamba memilih salah seorang
23. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
23
PANDAWA KURAWA
bidadari Maniloka untuk dipersunting, namun melihat para bidadari penghuni
Maniloka ini yang semuanya berparas jelita membuat hamba tidak mampu
menentukan pilihan, akan tetapi walaupun begitu, sesungguhnya hamba pernah
mengagumi salah seorang diantara mereka".
"Siapakah gerangan Anggana Putra? Aku telah memberimu kesempatan
untukmu”.
"Jika pukulun tidak keberatan, pilihan hamba jatuh pada dewi Uma,
bidadari yang selama ini hamba kagumi".
Seperti ada halilintar menghantam dampar kencana Mercupunda, tubuh
Batara Guru bergetar, mukanya merah padam, hatinya menjadi panas sepanas
kawah Candradimuka. Semua para dewa terkesiap mendengar ucapan Bambang
Anggana Putra.
"Samudra madu kupersembahkan untukmu, namun sebaliknya kau
memberi cawan yang berisi racun kepadaku. Lancang ucapmu, Anggana Putra".
Batara Guru tidak dapat menahan amarahnya, ia sangat tersinggung dengan
ucapan Anggana Putra yang telah dianggap menodai kewibawaannya sebagai Raja
Tribuana. Betapa tidak, dewi Uma adalah kameswari Suralaya, ia adalah kekasih
hati dan permaisuri Sanghyang Guru sendiri.
Melihat gelagat yang kurang mengenakan, Anggana Putra segera menjura
hormat.
24. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
24
PANDAWA KURAWA
“Ampun pukulun… Maafkan ucapan hamba tadi, sebenarnya hamba tidak
bermaksud menghina kewibawaan paduka, hamba hanya bermaksud bersenda
gurau karena pukulun menyuruh hamba memilih salah seorang bidadari penghuni
Maniloka tanpa pengecualian, maka hamba mengguraui pukulun, sebab dewi
Uma sendiri adalah bidadari penghuni Maniloka. Mohon pukulun memafkan sifat
jenaka hamba”.
Mungkin mudah memadamkan api yang sedang membakar, tetapi sangat
sulit meredakan api kemarahan dalam hati. Kemarahan tidak pernah timbul tanpa
alasan, walau alasan itu tidak selamanya benar. Dan alasan apapun yang dikatakan
Anggana Putra tidak mampu meredam kemarahan Sanghyang Guru.
"Sifatmu sangat tidak terpuji, kau tidak memiliki tatakrama. Hai putra
Jaladara! Kau telah menodai kewibawaanku, sungguh tidak pantas seorang resi
sepertimu memiliki sifat demikian, kau tidak ubahnya seperti Duruwiksa (raksasa
yang bertabiat biadab)”.
Sekecap sabda Raja Triloka, sabda yang dilambari sir aji kemayan
seketika merubah wujud Bambang Anggana Putra. Sirna kerupawanannya
berubah bentuk menjadi raksasa. Para dewa sesangga jawata geger melihat
perubahan wujud Bambang Anggana Putra.
"Ampun pukulun... Mohon pukulun mempertimbangkan kesalahan hamba
dengan hukuman yang pukulun jatuhkan kepada hamba. Mohon kembalikan
wujud hamba". Anggana Putra merasa sedih melihat perubahan dirinya.
25. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
25
PANDAWA KURAWA
"Ludah telah dibuang pantang kujilat kembali. Sabdaku adalah hukum.
Pulanglah kau ke pertapaanmu. Sesuai janjiku, aku akan memberikan seorang
bidadari untukmu, tetapi aku akan menunjuk dewi Darmastuti sebagai istrimu, ia
akan menemani hari-harimu di Argabelah, namun kelak jika dewi Darmastuti
melahirkan seorang anak, maka ia akan kembali pulang ke kahyangan”.
Batara Narada tertegun mendengar sabda Raja Tribuana, ia sangat prihatin
dengan keadaan Bambang Anggana Putra. "Oladalaa... Adi Guru, tidak cukupkah
hukuman yang kau berikan? Setelah wujudnya kau rubah menjadi raksasa,
kebahagiaannya pun kau renggut. Pertimbangkan kebijaksanaanmu. Jagalah hati
dan pikiranmu dari nafsu amarahmu agar sabdamu tidak selalu bertindak lebih
cepat dari pikiranmu”.
Batara Guru menganggap semuanya sudah terlanjur, tidak dapat dirubah
lagi. Anggana Putra sangat sedih, ia tidak menyangka akan mendapat hukuman
sedemikian rupa. Setelah melakukan penghormatan yang terakhir kalinya,
Anggana Putra lalu pergi meninggalkan kadewatan Suralaya menuju Argabelah.
Sepeninggalnya Bambang Anggana Putra, ternyata Batara Guru masih
menyimpan dendam. Diam-diam ia masuk ke dalam perut bumi, menembus Sapta
Pertala (lapisan bumi ketujuh). Disana ia mengambil selongsong kulit Raja Naga
Hyang Antaboga yang mengalami pergantian kulit setiap 1000 tahun sekali.
Dengan kesaktiannya selongsongan kulit Raja Naga itu dicipta menjadi Taksaka
(naga) yang sangat sakti mandraguna. Saktinya Taksaka karena Batara Guru telah
memasukan sukma Candrabhirawa yang telah ditangkapnya saat melayang-layang
26. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
26
PANDAWA KURAWA
mencari penitisan. Taksaka lalu dititahnya untuk menghadang perjalanan
Bambang Anggana Putra dengan maksud membinasakannya. Taksaka segera
melesat secepat kilat tatit menyusuri lapisan-lapisan bumi, mengejar Bambang
Anggana Putra.
Tidak berapa lama ketika Anggana Putra masih melayang di udara hendak
dalam perjalanan pulang, Taksaka yang memiliki kecepatan luar biasa telah
sampai mengejarnya, ia melesat cepat keluar dari dasar bumi dan segera
menyergap tubuh Bambang Anggana Putra. Tubuh Anggana Putra diterkam dan
dibanting dari atas udara. Anggana Putra luruh jatuh menghantam bumi,
menghancurkan bebatuan cadas gunung. Tidak sampai disitu, Takasaka kembali
memburu Anggana Putra yang saat itu segera bangkit. Secepat tatit Taksaka
kembali menyerangnya dengan menyemburkan wisa upas/racun dan api yang
keluar dari mulutnya. Api berkobar diseantero pertarungan mereka, wisa racun
melepuh meleburkan batu-batu dan tanah yang terkena semburannya. Akan tetapi,
racun-racun itu tidak mampu mematikan tubuh Anggana Putra, api pun tidak
mampu membakarnya. Bambang Anggana Putra digjaya, tubuhnya tidak cidera
sama sekali.
Perang tanding Anggana Putra melawan Taksaka berlangsung hebat.
Beberapa kali Taksaka melilit tubuh Anggana Putra dan hendak menghancur
luluhkan tulang-tulangnya, tapi tubuh raksasa itu seperti memiliki kekuatan yang
melebihi pasukan gajah Erawati. Hingga pada akhirnya, sang Taksaka tidak
mampu menandingi kesaktian Anggana Putra. Taksaka ditangkap, mulutnya
27. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
27
PANDAWA KURAWA
dirobek hingga kepalanya terbelah menjadi dua. Lenyap wujud Taksaka tanpa
bekas, berubah menjadi sosok raksasa.
Raksasa jelmaan Taksaka itu merangsak maju menyerang Anggana Putra.
Dua raksasa mengadu kesaktian, mengadu kedigjayaan, saling pukul, saling
dorong, dan saling banting. Untuk beberapa saat pertempuran diantara keduanya
seperti seimbang, sama-sama tangkas dan cekatan, namun namun pada satu
kesempatan putra Resi Jaladara itu berhasil melukai dan membunuh musuhnya.
Ajaib! Setiap tetes darah yang keluar dari tubuh raksasa jelmaan Taksaka, dari
setiap darahnya yang membasahi rerumputan, bebatuan, dan benda apapun akan
berubah wujud menjadi raksasa yang besar dan bentuknya sangat sama satu antara
lainnya. Belum habis rasa heran Anggana Putra, raksasa-raksasa itu
menyerangnya. Anggana Putra dikepung, dikeroyok, dan diserang dari segala
penjuru. Anggana Putra berusaha melawan, akan tetapi setiap ia mampu melukai
dan membunuh raksasa-raksasa itu, maka tetesan darah mereka berubah menjadi
raksasa. Semakin banyak raksasa itu terlukai, maka tetesan darahnya menjadi
raksasa yang jumlahnya kian bertambah banyak dari sebelumnya, mati satu
tumbuh seribu. Karena merasa terdesak, Anggana Putra segera melompat jauh
menghindari kepungan bala raksasa. Dari tempat yang jauh Anggan Putra segera
melakukan meditasi, mengheningkan cipta, merapatkan kedua tangannya
menguncupkan seluruh panca indranya, sidakep sinuku tunggal.
Melalui wisik ghaib yang diterimanya, Anggana Putra diharuskan tidak
melawan, meredam segala nafsunya, menyatukan cipta dan rasa, menunjukan jati
dirinya sebagai seorang yang mengalir dalam tubuhnya darah putih. Semilir angin
28. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
28
PANDAWA KURAWA
berhembus halus keluar dari setiap lubang tubuhnya, memancar cahaya putih dari
tubuhnya, tubuh Anggana Putra murub ngebyar memancarkan cahaya. Saat
raksasa-raksasa mengejar, dan mulai berdatangan mendekat, seketika raksasa-
raksasa itu sirna melebur menjadi satu, sirna wujud berubah menjadi cahaya.
"Bopo resi, ampun bopo resi… Aku, Candrabhirawa tidak sanggup
melawanmu karena engkau adalah seorang yang dialiri darah putih, untuk itu
perkenankan aku mengabdi kepadamu bopo resi... Jika kau membutuhkan aku
panggilah aku, Candrabhirawa." Sekelebat cahaya Candrabhirawa merasuk
menyusup ke gua garba, meraga sukma menjadi satu dengan Bambang Anggana
Putra. Demikian Candrabhirawa akan mengabdi kepada manusia berdarah putih,
seperti sebelumnya di jaman Arjuna Sasrabahu, ia mengabdi kepada Sukasrana,
dan kini ia kembali mengabdi kepada seorang berdarah putih, Anggana Putra
titisan Sukasrana.
Hari-hari selanjutnya, sesuai janji Sanghyang Otipati, dewi Darmastuti
turun dari kahyangan. Sang dewi kemudian diperistri oleh Bambang Anggana
Putra, mereka hidup rukun saling mengasihi dan menyayangi. Walau bentuk dan
rupa Bambang Anggana Putra kini adalah sosok seorang raksasa, tetapi dewi
Darmastuti sangat menyintainya, sangat patuh dan berbakti kepada suaminya.
Mahligai cinta diantara mereka kian tumbuh merekah seperti mekarnya bunga
hingga benih-benih cinta itu kemudian berbuah melahirkan seorang anak.
Anggana Putra dan dewi Darmastuti merasa bahagia karena cinta mereka
telah melahirkan seorang putri jelita yang kecantikannya telah mewarisi
29. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
29
PANDAWA KURAWA
kecantikan ibunya. Namun kebahagiaan mereka berangsur surut ketika teringat
sabda Batara Guru, bahwa kelak sang dewi akan kembali pulang ke kahyangan
setelah ia melahirkan seorang anak. Anggana Putra sangat sedih karena ia akan
kehilangan istri yang sangat dicintai, begitu pun dengan dewi Darmastuti yang
harus meninggalkan bayi kecilnya. Kebahagiaan mereka seperti direnggut paksa,
direnggut oleh sebuah dendam, dendam yang tak kunjung padam.
Hari-hari dilalui Anggana Putra bersama putri kecilnya, Pujawati. Ia
membesarkan Pujawati dengan cinta dan kasih. Keteguhan hatinya membuat para
dewa dewi penghuni kahyangan merasa terharu, kecuali Sanghyang Guru yang
masih menaruh dendam kepadanya. Oleh sebab itu Batara Narada menamakannya
Bagaspati yang berarti matahari. Matahari yang bersinar terhadap bumi. Begitulah
Bagaspati kepada putrinya, ia menyinari, menumbuh kembangkan semangat,
memberikan penghidupan serta melindungi dengan penuh kasih sayang.
Barata
Sebuah kerajaan Mandaraka, negeri nan gemah ripah loh jinawi, subur
makmur tata tentrem kerta raharja. Negeri Mandaraka dipimpin oleh seorang raja
yang bernama Prabu Mandrapati dengan permaisurinya dewi Tejawati. Prabu
Mandrapati memiliki dua orang anak yang pertama seorang putra bernama
Bambang Narasoma, dan yang kedua adalah seorang putri bernama dewi Madrim.
30. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
30
PANDAWA KURAWA
Alkisah Prabu Mandrapati mengundang putranya, Bambang Narasoma
untuk membicarakan masalah pernikahan putranya. Sudah sangat lama sang prabu
memendam rasa mengidam-idamkan seorang cucu dari putra mahkotanya, namun
hingga sampai saat itu Narasoma masih juga belum berkeinginan untuk membina
rumah tangga. Walau sang prabu sudah sering membujuknya, bahkan
menawarkan perjodohan dengan putri-putri anak raja dan bangsawan yang
menjadi sahabatnya, tetapi Narasoma selalu menolak secara halus.
"Ayahanda prabu, bukannya ananda menolak maksud baik ayahanda,
bukan pula ananda tidak berkeinginan untuk menikah, tetapi sampai saat ini
ananda masih belum menemukan seorang wanita yang sangat ananda idam-
idamkan, yaitu seorang wanita yang mirip seperti ibunda ratu”.
Ungkapan Narasoma membuat Prabu Mandrapati tersentak kaget, ia
menganggap putranya telah durhaka karena menyukai ibunya sendiri, padahal
sebenarnya maksud Narasoma adalah kemiripan kepribadiannya, sifat-sifatnya,
lemah lembut, kasih sayang terhadap anak dan setia kepada suami, hanya saja
tatkala ungkapan hati Narasoma belum tuntas diutarakan Prabu Mandrapati sudah
menuduhnya yang bukan-bukan dengan disertai amarah terlebih dahulu. Karena
murkanya, Prabu Mandrapati mengusir Narasoma dari istana. Ia tidak
memperkenankan putranya pulang sebelum mendapatkan seorang wanita untuk
dijadikan permaisuri.
Sebenarnya Narasoma adalah anak yang baik, berbakti kepada orangtua.
Dalam kesehariannya, ia sangat dekat dengan ibu dan adiknya, bercengkeraman
31. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
31
PANDAWA KURAWA
dengan mereka, dan lebih banyak mencurahkan perasaan hatinya kepada mereka,
maka dari itu Narasoma sangat menyayangi ibu dan adiknya. Kepada mereka
Narasoma berjanji akan pulang kembali ke Mandaraka setelah nanti mendapatkan
wanita yang menjadi dambaan hatinya. Sebelum pergi meninggalkan istana,
Narasoma sempat menjenguk ibu dan adiknya di wisma Mandaraka, ia
menceritakan semua kesalah pahaman ayahandanya. Dewi Tejawati dan dewi
Madrim sangat prihatin, sebab mereka sangat memahami apa yang dimaksudkan
oleh Narasoma.
Dalam pengembaraannya ada banyak hal yang ditemui di luar istana. Ia
begitu merasa bebas seperti burung yang terbang sesuka hati, tanpa ada aturan-
aturan istana yang dirasakannya sangat membelenggu dan membatasi dirinya
dengan dunia luar. Dari sini ia dapat melatih diri dan mencari pengalaman baru,
mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan dari alam lingkungan sekitar yang
dipijaknya sebagai gudang dari segala ilmu, agar kelak dirinya menjadi lebih
matang sebelum dinobatkan menjadi seorang raja.
Kita tinggalkan sejenak perjalanan pengembaraan Narasoma, beralih
kepada Resi Bagaspati bersama putri tercintanya, dewi Pujawati.
Barata
Sementara waktu berputar digaris edarnya, di pertapaan Argabelah,
Pujawati telah tumbuh menjadi gadis dewasa, wajahnya cantik jelita tidak berbeda
dengan para bidadari hapsari penghuni kahyangan Maniloka. Tidak sia-sia
32. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
32
PANDAWA KURAWA
Bagaspati mencurahkan seluruh kasih sayangnya terhadap Pujawati, sebab ia
tumbuh menjadi anak yang baik, berbakti dan sangat patuh kepada ayahnya. Suatu
hari Pujawati bermimpi dalam tidurnya, ia bermimpi bertemu dengan seorang
kesatria tampan yang mampu merebut simpatiknya.
Mimpi itu kerap terjadi berulang-ulang membuat Pujawati jatuh rindu.
Ada harapan tumbuh di dalam hati, dara jelita penghuni hutan Argabelah ini
mendamba cinta, hingga hari-harinya larut dalam lamunan. Melihat putri tercinta
sering melamun seorang diri, Bagaspati menjadi sangat prihatin. Apakah Pujawati
merindukan ibunya? Sungguh malang nasib si buah hati jika benar-benar sangat
merindukan pertemuan dengan ibunya, dari kecil ia tidak pernah melihat paras
ayu ibunya, ia hanya mendengar dongeng dan dongeng kisah ibunya sebelum
tertidur, sambil mendekap erat golek-golek kayu akar pohon, memejamkan kedua
mata indahnya, dan lalu menggapai mimpi-mimpi indahnya bersama putri raja
dan pangeran. Begitu yang tersirat dalam pikiran Resi Bagaspati.
"Putriku Pujawati, ada apakah gerangan yang mengganggu hati dan
pikiranmu sehingga beberapa hari ini bopo sering melihamu melamun?
Katakanlah putriku. Bopo sangat sedih jika melihatmu seperti itu. Apakah kau
merindukan ibumu?"
Pujawati menggeleng pelan. "Ananda tidak sedang merindukan ibu, bopo
resi. Ananda tahu, mungkin ananda tidak akan pernah dapat bertemu dengannya,
seperti yang pernah bopo ceritakan. Ananda pun telah merelakannya. Bagi
ananda, bopo resi sudah lebih dari cukup mewakili kasih sayangnya."
33. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
33
PANDAWA KURAWA
"Lalu apa yang menjadi rasa gundahmu, putriku?"
Pujawati yang lugu, akhirnya berterus terang. Ia menceritakan segala
ihwal mimpinya, mimpi bertemu dengan seorang kesatria yang mengaku bernama
Narasoma dari negeri Mandaraka, kini kesatria itu telah mengganggu relung-
relung hatinya. Bagaspati terharu tapi juga bahagia mendengar ungkapan sang
putri, tidak disangka walau ia hanya seorang gadis gunung, hidupnya di tengah
hutan belantara, namun di hatinya telah tumbuh cinta, lumrahnya seorang manusia
normal. Walau Pujawati merindukan pangeran yang hadir lewat bunga-bunga
tidurnya, Bagaspati yakin itu adalah takdir perjodohan yang telah digariskan.
Bagaspati berjanji kepada putrinya untuk mencari kesatria itu, di ujung dunia pun
akan ia cari dan akan dibawanya pulang untuk dipersembahkan kepada sang putri.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Setelah sekian beberapa hari Bagaspati
melayang-layang di udara mencari sosok kesatria yang digambarkan oleh
putrinya, kini pencarian itu membuahkan hasil. Bagaspati bertemu dengan
Narasoma dalam sebuah perjalanan pengembaraannya. Bagaspati menceritakan
ihwal mimpi putrinya kepada Narasoma, dan menyimpulkan bahwa mimpi itu
mungkin saja telah menjadi takdir perjodohan diantara mereka. Sang resi
mengajak Narasoma untuk ikut ke pertapaan Argabelah. Di atas punggung kuda
nya dengan jumawa putra Mandaraka menolak.
“Cuih! Siapa sudi menikah dengan raksasa!”
Bagaspati meyakinkan bahwa putrinya sangat cantik jelita, sebab ia adalah
keturunan seorang bidadari hapsari, ibunya adalah seorang dewi dari kahyangan.
34. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
34
PANDAWA KURAWA
Akan tetapi semua ucapan Bagaspati sedikit pun tidak membuat Narasoma
percaya, siapapun tidak akan percaya seorang raksasa mempunyai anak seorang
putri cantik jelita, begitu pikirnya. Tetapi karena Bagaspati terus menerus
mendesak agar dirinya ikut serta ke Argabelah, dan hal tersebut dianggap sebagai
paksaan, maka Narasoma menjadi marah. Siang itu cuaca sangat cerah. Matahari
memancarkan sinarnya tatkala putra Mandaraka melepaskan panah-panah
saktinya. Panah-panah itu berdesingan menghujani tubuh Bagaspati. Sang resi
tidak bergeming dari tempatnya berdiri, ia membiarkan anak-anak panah itu
mengenai sasarannya dengan tepat.
Trak! Trak!
Tidak satupun panah Narasoma mampu menembus kulit tubuh Bagaspati.
Narasoma semakin marah, menganggap raksasa dihadapannya sedang
memamerkan ilmu kekebalan, maka dengan sigap ia melayang dari atas kudanya,
menerjang Resi Bagaspati. Pertempuran terjadi cukup hebat, Narasoma cukup
mumpuni dalam hal kanuragan, ia seorang kesatria pilih tanding yang cukup
disegani diantara kesatria-kesatria negara sahabatnya. Akan tetapi Bagaspati tidak
melayaninya dengan sungguh-sungguh, karena ia tidak ingin Narasoma yang
menjadi pujaan hati putrinya terluka. Setelah cukup bagi Bagaspati untuk menguji
calon menantunya ini, ia pun segera mengakhiri pertarungan, dengan pukulan
sakti ajian ginengnya, ia melumpuhkan Narasoma. Putra Mandaraka terkulai
lemah tidak berdaya hingga Bagaspati memanggulnya dan membawanya ke
pertapaan Argabelah.
35. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
35
PANDAWA KURAWA
Sesampainya di Argabelah, setelah Narasoma tersadar dari pinsannya
terkesima melihat kecantikan dewi Pujawati, tidak dapat ditolak suara hatinya,
bahwa ia pun jatuh cinta kepada putri Bagaspati. Mereka berdua lalu dinikahkan
oleh Bagaspati. Berhari-hari Narasoma sementara itu tinggal di pertapaan
Argabelah mengarungi lautan madu bersama Pujawati, istrinya yang sangat
dicintai. Entah kenapa, walau hati Narasoma terasa berbunga-bunga mendapatkan
seorang istri yang selama ini menjadi idamannya, tetapi hati kecilnya yang lain
merasa gelisah, ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Kenapa setiap kali
berdekatan dengan ayah mertuanya, ia merasa risih dan tidak betah. Dan jika ayah
mertuanya menanyakan kapan Narasoma akan memboyong pulang Pujawati ke
Mandaraka, Narasoma selalu mengelak, ia selalu beralasan masih ingin
menikmati hidupnya di pegunungan Argabelah. Begitulah, setiap hari Narasoma
pergi berburu menghindari Bagaspati, paling tidak agar dalam sehari-harinya ia
tidak selalu berlama-lama bersanding dengan ayah mertuanya. Siang hari ia
berburu, malamnya baru pulang. Sebenarnya Pujawati merasa sangat kesepian,
karena ia masih ingin bercengkraman, bersenda gurau dan berkasih mesra
menikmati siang hari yang indah di bukit nan penuh bunga, di pegunungan
Argabelah. Begitupun yang dirasakan Bagaspati. Sang resi sangat prihatin dengan
sikap menantunya yang sering meninggalkan putrinya seorang diri, karena hari-
hari itu seharusnya milik mereka, hari-hari bahagia dimana seorang pasutri
berkasih mesra. Dan ketika Bagaspati mencoba menawarkan diri melakukan
perburuan, Narasoma selalu menolak. Padahal Bagaspati merasa senang jika ia
dapat memberikan sesuatu untuk kebahagiaan mereka.
36. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
36
PANDAWA KURAWA
Pada suatu hari seperti biasanya Narasoma melakukan perburuan di hutan
sekitar pegunungan Argabelah. Di tengah hutan belantara itu Narasoma sering
merenung sendiri, ada perasaan gundah, bingung, kepada siapa harus ia curahkan
isi hatinya itu, pada Pujawati? Tidak mungkin. Ia tidak bisa mengatakannya
kepada Pujawati. Ia sangat menyayangi istrinya, ia tidak mau melukai hatinya.
Menjelang sore hari Narasoma tidak mendapatkan hewan buruan sebab hari itu ia
habiskan dalam lamunan kegelisahan hatinya. Ia memutuskan untuk bermalam di
tengah hutan sampai esok hari kembali melakukan perburuan, walau perburuan
hewan hutan itu hanya sebagai alasan saja tetapi Narasoma tidak ingin melihat
istrinya menjadi kecewa setelah beberapa lama pergi namun tidak mendapat hasil
tangkapan.
Malam yang dingin dan pekatnya hutan tidak mampu tertembus cahaya
bulan. Malam itu Narasoma melihat bayangan seekor babi hutan yang sedang
mengendap di rerimbunan tanaman liar. Ia mencoba membidikan anak panahnya,
membangkitkan kepekaan naluri berburunya, dan anak panah pun melesat.
Bidikan Narasoma meleset dari sasaran, babi hutan melarikan diri. Entah karena
gelapnya malam yang mengganggu pandangannya, atau karena kegelisahan hati
yang telah membuyarkan konsentrasinya? Narasoma mencoba mengejar babi
hutan tadi, ia masuk lebih dalam ke dalam hutan. Nun tidak seberapa jauh dari
tempat Narasoma melepaskan anak panahnya tadi, ada sebuah goa yang dijadikan
sebagai tempat pemujaan & bertapanya seorang resi. Tanpa sepengetahuan
Narasoma, anak panah yang dilepasnya tadi telah melukai ibu salah satu jari
tangan sang resi hingga putus. Resi pertapa sangat marah dengan perbuatan yang
37. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
37
PANDAWA KURAWA
dilakukan seorang pemburu yang telah melukainya, ia segera mencari orang
tersebut untuk dimintai pertanggungjawaban. Sang Resi menyusuri hutan namun
yang dicarinya tidak ditemukan, tetapi ia terus mencari, menjelajahi hutan
pegunungan Argabelah.
Pujawati duduk diserambi pondok menanti sang kekasih yang tidak
kunjung pulang, sementara Bagaspati mencoba mencari menantunya, ia khawatir
Narasoma tersesat di dalam hutan. Tiba-tiba Pujawati dikejutkan dengan
kedatangan seorang pertapa yang menunjukan anak panah, menanyakan apakah ia
mengenali anak panah tersebut. Pujawati mengaku menganali anak panah tersebut
adalah milik suaminya. Ada rasa was-was pada diri Pujawati, ia khawatir terjadi
apa-apa dengan suaminya. Sang pertapa sangat marah setelah mendengar
pengakuan Pujawati.
“Aku ingin suamimu memotong jari tangannya untuk menggantikan jari
tanganku. Jika suamimu tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya, aku
akan mengadukannya kepada dewa Brahma agar menghukumnya!”
Dewi Pujawati sangat mencintai Narasoma, ia sangat sayang kepada suaminya, ia
tidak mau suaminya terluka apalagi mendapat hukuman dari dewa Brahma. Maka,
Pujawati mengajukan permohonan kepada sang pertapa. Pujawati memotong jari
tangannya sendiri sebagai pertanggungjawaban perbuatan suaminya yang telah
dianggap salah. Begitulah kesetiaan dewi Pujawati. Ia berani mengorbankan diri
untuk keselamatan Narasoma.
38. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
38
PANDAWA KURAWA
Malam itu perasaan Bagaspati sangat tidak enak hingga ia memutuskan
kembali pulang ke pertapaannya. Sebagai seorang ayah yang sangat mencintai
putrinya, perasaan Bagaspati sangat peka. Ia sangat terkejut setelah melihat salah
satu jari putrinya tidak lengkap, dan setelah mendengar cerita Pujawati, betapa
murkanya Bagaspati kepada si pertapa, namun Bagaspati sangat terharu atas
pembelaan Pujawati kepada suami. Kesetiaan Pujawati sebagai seorang istri
begitu sangat terpuji hingga Bagaspati menambahkan namanya menjadi
Setyawati, dewi Setyawati.
Disebuah gua di dalam hutan belantara, sang pertapa tengah bermujasmedi
di depan kobaran api pemujaan, ia sangat senang karena jari tangannya kini telah
terlengkapi oleh jari Pujawati, namun tiba-tiba api pemujaan sang pertapa menjadi
besar membuat sang pertapa menjadi terkejut. Lebih terkejut lagi ketika dalam
kobaran api yang membesar itu terlihat wajah raksasa Resi Bagaspati dengan
tawanya yang membahana.
“Hwahahaha… Ggrrrr… Hai pertapa! Kau boleh mengadu kepada
Brahma, bahkan kepada Yamadipati sekalipun, niscaya mereka tidak akan
sanggup mencabut nyawaku! Kembalikan jari tangan putriku, atau aku akan
menghancurkan tempat pemujaanmu dan membunuhmu!”
Sang pertapa mengigil ketakutan, ia sangat mengenal nama Bagaspati, ia
tidak mengira bahwa Pujawati adalah putri dari Bagaspati, maka tanpa syarat
apapun sang pertapa segera memotong kembali jari tangan dewi Pujawati yang
telah ia satukan diantara jari-jarinya. Begitulah kisah kesetiaan dewi Pujawati
39. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
39
PANDAWA KURAWA
terhadap Narasoma hingga saat itu Narasoma sendiri memanggilnya dengan nama
Setyawati, sesuai yang diberikan Bagaspati.
Setelah kejadian itu, Narasoma yang telah kembali pulang ke pertapaan,
tidak lagi meninggalkan istrinya. Bagaspati senang karena akhirnya Narasoma
menjalani hari-harinya kembali bersama Setyawati (Pujawati). Bagaspati kini
menggantikan Narasoma mencari hewan buruan, ia mencarikan ayam hutan dan
daging menjangan (rusa) untuk dihadiahkan kepada mereka. Untuk beberapa hari
Narasoma memendam perasaan yang telah mengganggu pikirannya, walau pada
akhirnya ganjalan hati itu tetap saja meracuninya. Pada suatu hari, dalam
cengkeramanya Narasoma memberikan sebuah teka-teki kepada istrinya. Walau
teka-teki itu ia sampaikan dengan sifat canda dan senda gurau tetapi sempat
membuat Setyawati menjadi penasaran. Beberapa kali ia meminta jawaban dari
teka-teki tersebut, tapi Narasoma tidak mau menjawabnya, ia hanya menyuruh
Setyawati mencoba meminta jawaban kepada ayahnya.
“Bopo resi… Kanda Narasoma memberikan sebuah teka-teki kepada
ananda, walau itu hanyalah sebuah teka-teki, namun entah mengapa hati ananda
merasa gundah dan dilipur rasa penasaran. Kanda Narasoma selalu menolak
tatkala ananda meminta arti dari teka-teki itu, kakanda hanya mengatakan bahwa
ananda coba meminta arti tersebut kepada bopo resi”.
"Katakanlah, apa teka-teki itu putriku"
40. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
40
PANDAWA KURAWA
“Seperti hidangan seperiuk nasi putih hangat yang harum bagai pandan
wangi, sangat nikmat untuk dirasakan, namun sayang ada satu gabah yang terselip
diantara butiran nasi yang ranum itu”.
Bagaspati menarik nafas panjang. Ia sudah mengetahui maksud dari
sebaris kata yang disampaikan Narasoma kepada putrinya. Ia tidak menduga
bahwa selama ini Narasoma menganggap dirinya hanya merusak keindahan
mahligai cintanya kepada Pujawati. Pantas saja jika selama ini Narasoma selalu
menghindar dan selalu beralasan untuk tidak buru-buru pulang kembali kepada
orang tuanya di Mandaraka, mungkin karena dia merasa malu mempunyai mertua
seorang raksasa, kasta yang selama ini dianggap paling rendah martabatnya. Sedih
kembali dirasakan oleh Bagaspati, dilain pihak ia sangat mencintai putrinya,
apapun akan ia berikan asal putrinya bahagia, walau nyawa yang harus jadi
pertaruhannya. Mungkin kematian akan menjadi jalan terbaik dan merupakan
akhir dari dendam Bathara Guru kepadanya.
Bagaspati berbisik kepada putri tercintanya agar segera memanggil
Narasoma, dan meminta sang putri menyiapkan seperangkat peralatan upacara
dan sesaji dengan alasan bahwa Ia akan menganugerahkan Narasoma aji kesaktian
Candrabhirawa yang selama ini dimilikinya. Setyawati segera menuruti titah
ayahandanya.
Saat Setyawati sibuk menyiapkan perlengkapan upacara, Narasoma telah
menghadap Bagaspati, duduk tertunduk. Hatinya yang gelisah menyimpan tanda
41. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
41
PANDAWA KURAWA
tanya, apa gerangan yang akan disampaikan ayah mertuanya, jantungnya terasa
berdebar.
“Narasoma, bopo akan mencoba memberi jawaban atas teka-teki yang
telah disampaikan Setyawati. Bopo akan menjawabnya dihadapan kalian, agar
semuanya menjadi jembar, tidak ada lagi yang harus dipendam, tidak ada yang
harus dipersalahkan. Selain itu bopo juga akan menganugerahkan aji kesaktian
Candrabhirawa kepadamu, namun sebelum itu semua bopo minta kau berjanji.
Jaga dan rawatlah Setyawati, kasih sayangilah dia, cintai dia dengan sepenuh
kasih sayang. Janganlah kau sia-siakan dia, walaupun dia hanya seorang anak
gadis gunung yang jauh dari suba sita dan kekurangan tata pergaulan kerajaan,
tetapi dia anak yang baik, patuh dan sangat setia kepadamu. Jika nanti kau
kembali ke Mandaraka, tidak urung nanti Pegang teguhlah janjimu”.
Narasoma tidak mampu menatap Bagaspati, dengan bibir bergetar ia
mencoba memaksa mulutnya untuk mengucapkan sumpah dihadapan sang resi
bahari.
“Bopo resi… Demi langit dan bumi ananda bersumpah tidak akan menyia-
nyiakan Setyawati. Setulus cinta ananda kepadanya, ananda akan selalu
menjaganya, sehidup semati”.
Hanya itu yang mampu diucapkan Narasoma, begitu sulit bibirnya untuk
berkata-kata, seperti ada beban batin yang menghimpitnya. Bagi Bagaspati,
sedikit ucapan Narasoma itu telah menyejukan hatinya, menenteramkan
pikirannya. Bagaspati lalu menjelaskan aji kesaktian Candrabhirawa yang akan
42. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
42
PANDAWA KURAWA
diturunkan kepadanya. Candra yang berarti bulan dan bhirawa yang mengandung
arti kegelapan bermakna ‘bulan yang menerangi kegelapan’. Bulan yang
diumpamakan sebagai tempat cahayanya hati orang-orang yang arif, cahaya yang
keluar dari hati memantulkan kekuatan yang tidak dimiliki oleh benda-benda
lainnya. Cahaya itu dapat melembutkan kerasnya hati dan pikiran manusia,
sehingga dapat membentuk peradaban yang berguna bagi alam semesta, maka
jadilah seseorang yang mampu menentramkan dan menyenangkan bagi
sesamanya. Bagaspati mengingatkan bahwa aji Candrabhirawa sangat ampuh,
namun aji kesaktian itu akan sangat tidak bertuah jika hanya dipergunakan untuk
mengagungkan nafsu diri dan keserakahan.
Malam kian larut, bulan yang bersinar dengan bintang gumintangnya
menghias malam, sementara awan hitam mulai merayap, sedikit demi sedikit
gumpalannya yang hitam mulai menyaput, memupuskan cahaya rembulan.
Setyawati telah datang membawa perlengkapan upacara dan sesaji, yang menurut
mereka adalah upacara untuk menurunkan aji Candrabhirawa. Kain kafan
dibentang, wangi dupa dan kembang menebar di ruang pesangrahan, api pancaka
mulai bergemeletakan ketika Resi Bagaspati mulai melakukan mujasmedi
melantunkan doa. Selanjutnya suasana hening, Bagaspati mengatupkan mulutnya,
mengheningkan cipta. Di hadapannya, Narasoma mengikuti segala apa yang
diperintahkan sang resi, sedangkan Setyawati hanya duduk menunggu dua orang
manusia yang sangat disayanginya, tanpa mengetahui apa-apa yang akan terjadi.
Setyawati yang polos, Setyawati yang lugu.
43. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
43
PANDAWA KURAWA
Sekelebat cahaya keluar dari tubuh Bagaspati, namun cahaya itu seperti
ragu untuk meninggalkan jasad sang resi. Di alam sunyaruri awang uwung
suwung, alam diantara ada dan tiada, alam hening yang jauh dari segala jasad
kasar, dimana saat itu hanya Bagaspati yang merasakannya;
“Candrabhirawa, keluarlah! Dihadapanku adalah ahli warisku, menyatulah
kau dengannya, aku ingin pergi ke alam keabadian yang sejati. Telah tiba
waktunya bagiku untuk pulang ke alam kelanggengan. Keluarlah…
Candrabhirawa, ikutlah kau bersamanya, bersama menantuku, Narasoma sebagai
pewaris kejayaan Candrabhirawa.”
"Bopo resi… kenapa bopo mengeluarkanku dari gua garba, bopo… Aku
hanya ingin ikut dengan bopo resi, aku meragukan gua garba ahli warismu. Dia
tidak memiliki darah putih sepertimu bopo…”
“Percayalah padaku, Candrabhirawa. Menantuku seorang yang baik, patuh
dan berbudi luhur, cobalah menyesuaikan diri bersemayam dengannya.”
Awalnya Candrabhirawa menolak, tetapi pada akhirnya dengan sangat
terpaksa ia menuruti kata-kata Resi Bagaspati. Candrabhirawa melesat keluar dari
garba Bagaspati dan seketika merasuk ke dalam gua garba Narasoma. Putra
Mandaraka sempat bergetar tubuhnya saat menerima penyatuan Candrabhirawa.
Dilain pihak, berbarengan dengan keluarnya Candrabhirawa dari gua garba
Bagaspati, maka ruh Bagaspati pun terlepas dari jasadnya. Sang resi ambruk dari
dampar pesangrahan, jatuh ke dalam Pancaka Braja. Dewi Setyawati menjerit
tatkala melihat ayahnya terkapar di api pembakaran. Narasoma terkejut, ia segera
44. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
44
PANDAWA KURAWA
memeluk Setyawati yang saat itu menangis menjerit ketika mengetahui
ayahandanya telah menghembuskan nafas. Itulah jawaban Resi Bagaspati.
Narasoma menyesali diri, ia merasa sangat bersalah.
Barata
Surya memancar menghangatkan bumi pertanda pagi mulai terang
benderang. Sepi lengang di pertapaan Argabelah tidak ada lagi canda tawa dara
jelita penghuni kuil, tidak ada lagi senandung syahdu ditepian telaga kecil yang
berhias bunga-bunga padma, begitu pun alunan doa rajaresi tidak lagi
mengumandang. Argabelah menjadi tempat mati berselimut belukar setelah
sepeninggalnya Resi Bagaspati.
Satu-satunya ahli waris sang resi telah diboyong oleh putra mahkota
Mandaraka. Demikian pengorbanan Bagaspati sebagai seorang ayah, ia rela
mengorbankan apa saja yang menjadi milikinya, sekalipun nyawa yang harus ia
berikan, asalkan sang putri bisa berlayar menempuh harapan kebahagiaan.
Narasoma dan Pujawati telah menetap di Mandaraka, kehadiran mereka
disambut hangat oleh keluarga Prabu Mandrapati. Pujawati sangat bersuka cita,
kini ia memiliki tempat dan kawan bermain yang baru, hidup di lingkungan istana
yang megah, dilayani oleh dayang-dayang yang setia menemani. Dewi Tejawati
ibu mertuanya, dan Dewi Madrim adik iparnya sangat menyayanginya, mereka
selalu menghibur disaat Pujawati sedih teringat mendiang bopo resi.
45. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
45
PANDAWA KURAWA
Pada suatu hari di Paseban Agung istana Mandaraka, Prabu Mandrapati
memanggil Narasoma. Tidak ada orang lain selain mereka berdua, seakan ada
rahasia penting yang hendak disampaikan sang prabu kepada putranya.
"Narasoma, saat ini Prabu Basukunti, raja negara Mandura bermaksud
ingin menikahkan putrinya, namun ia menginginkan seorang kesatria yang cakap
dan tangguh untuk dijadikan menantu, maka dari itu ia berencana akan menggelar
sayembara. Kepada siapa saja yang dapat memenangkan sayembara, Prabu
Basukunti akan menganugerahkan Kunti Nalibrata.
Seperti yang ananda tahu, bahwa Mandaraka dan Mandura masih kerabat
baik, dalam darah kita mengalir juga darah mereka, darah bangsa Yadawa. Untuk
itu ayahanda ingin ananda mengikuti sayembara agar jalinan kekerabatan kita
menjadi semakin kukuh. Ayahanda percaya, ananda akan dapat
memenangkannya. Kecakapan dan keperkasaan ananda sebagai putra mahkota
Mandaraka akan dihormati dan disegani oleh raja-raja mancanegara."
Narasoma tertegun mendengar keinginan ayahandanya. Ia jadi gelisah dan
bingung, sebab jika ia mengikuti sayembara dan memenangkannya, maka Dewi
Kunti akan menjadi istrinya, sedangkan ia sangat mencintai Pujawati. Apalagi ia
sudah berjanji tidak akan menikahi wanita lain selain Pujawati, tetapi jika
keinginan ayahandanya tidak dituruti tentu ia akan mendapat kemurkaan dari
ayahandanya. Dalam keadaan bingung itu, Narasoma mencoba menjelaskan
kepada ayahandanya.
"Ampun ayahanda prabu, sesungguhnya ananda telah berjanji untuk tidak
menghianati Pujawati. Bahkan, di hadapan bopo Resi Bagaspati, ananda telah
46. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
46
PANDAWA KURAWA
mengangkat sumpah tidak akan menduakan Pujawati, apalagi menyakiti hatinya.
Sebagai seorang kesatria, ananda tidak mugkin menjilat ludah sendiri. Maka dari
itu, bukannya ananda menolak mengikuti sayembara, akan tetapi ananda hanya
tidak ingin menduakan Pujawati dengan siapapun."
Prabu Mandrapati mencoba membujuk agar putranya mau mengikuti
sayembara, tetapi Narasoma selalu menolak secara halus dan berdalih, membuat
Prabu Mandrapati marah karena Narasoma dianggap tidak memiliki bakti kepada
orang tua, tidak bisa menyenangkan hati orang tua. Prabu Mandrapati merasa
sangat terpukul hingga menderita sakit. Sejak peristiwa itu Prabu Mandrapati
jarang tampil di paseban agung kerajaan, membuat para pembesar dan punggawa
istana menjadi khawatir, terlebih keluarga kerajaan sangat prihatin dengan
keadaan sang prabu. Dewi Tejawati, istri sang prabu sangat iba melihat suaminya
terbaring lemah di pembaringan, begitu juga Dewi Madrim yang selalu menangis
di samping ayahandanya, sedangkan Pujawati sendiri sangat tekun mengurusi
ayah mertuanya, membantu tabib-tabib istana yang mencoba memberi
pengobatan.
Narasoma hanya bisa tertunduk di samping pembaringan ayahandanya.
Sebenarnya ia sangat sayang terhadap keluarga, kepada ayahanda, ibunda, adik
dan istrinya. Dan ketika sakit ayahandanya tidak juga kunjung sembuh, maka
Narasoma memutuskan untuk memenuhi keinginan ayahandanya. Ia berbisik
kepada sang ayah, berjanji dan meminta restu untuk mengikuti sayembara. Hanya
kepada Pujawati, Narasoma beralasan ingin mencari tabib sakti untuk mengobati
ayahanda. Ia segera berangkat menuju negeri Mandura.
48. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
48
PANDAWA KURAWA
Di Hastina Prabu Pandudewanata di hadapan Destrarata, Yamawidura,
Resi Bisma dan Sang nenek Dewi Gandawati. Dalam pertemuan tersebut sang
nenek mengusulkan agar Prabu Pandudewanata segera mencari permasuri.
Terdengar kabar desas – desus di Mandura. Ada sebuah sayembara memanah
untuk merebutkan seorang putri cantik jelita bernama Dewi Kunti.
Dewi Kunti Nalibrata (Dewi Prita) sebenarnya adalah anak angkat Prabu
Basukunti, ia anak dari Raja Surasena yang juga berbangsa Yadawa, yang berarti
masih kerabat dekat Prabu Basukunti sendiri. Dewi Kunti diangkat anak oleh
Prabu Basukunti sejak masih bayi, pada saat itu Prabu Basukunti sendiri telah
memiliki seorang putra yang bernama Basudewa, namun kemudian setelah ia
diberi seorang anak perempuan oleh kerabatnya, dari istrinya, Dewi Dayita putri
Raja Boja, Prabu Basukunti dikaruniai seorang putra lagi, bernama Ugrasena.
Karena didesak terus – menerus oleh sang nenek Dewi Gandawati. Prabu
Pandudewanata bersedia untuk mengikuti sayembara memanah. Bersama para
Punakawan dan kedua saudaranya berangkat ke Mandura. Mereka mohon pamit
dan restu dari sesepuh Hastina. Sebelum ke Mandura. Prabu Pandudewanata
singgah di tempat sang bopo di Saptarengga. Ia minta restu dari boponya agar
dapat memenangkan sayembara tersebut. Berangkatlah mereka masuk ke dalam
hutan.
Barata
49. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
49
PANDAWA KURAWA
Sebenarnya sayembara yang digelar oleh Prabu Basukunti tidak lain
adalah untuk menutupi aib yang telah menjadi rahasia keluarga istana. Diceritakan
bahwa, Dewi Kunti (Prita) telah mengalami peristiwa yang menggegerkan
keluarga istana Mandura. Kisahnya berawal saat negeri Mandura kedatangan
seorang pertapa sakti bernama Resi Druwasa dari pertapaan Jagadwitana. Prabu
Basukunti memberi tempat kepada sang resi, dan mengangkatnya sebagai
danghyang ajarya (guru) bagi putra-putrinya.
Di istana Mandura, Resi Druwasa sangat terkesan dengan prilaku dan
pelayanan Dewi Kunti. Sang dewi sangat santun dan patuh, berbudi pekerti baik,
sangat menghormati hidup orang lain, apalagi kepada orang tua dan gurunya.
Karena rasa sayangnya itulah Resi Druwasa menganugerahi japa mantra sakti
Adityarhedaya kepada kunti Nalibrata, yang mana kegunaan mantra tersebut
adalah untuk memanggil dewa-dewi kahyangan, sesuai yang dikehendaki.
Dikisahkan pula, setelah Dewi Kunti menerima japa mantra dari Resi
Druwasa, ketika ia sedang menyendiri di kaputren, ia sangat penasaran dengan
mantra sang resi, walau gurunya telah memberi amanat bahwa mantra tersebut
hanya dipergunakan jika benar-benar dibutuhkan. Tetapi, sebagai seorang dara
yang belum cukup dewasa dan matang, rasa penasaran itu sangat menggoda
dirinya untuk mencoba mantra tersebut.
Ketika itu Dewi Kunti sedang menyendiri di taman Batachinawi, taman
indah berhias seribu bunga. Diantara hangatnya dekapan sinar mentari pagi dan
semilirnya angin yang berhembus, Dewi Kunti melantunkan mantra-mantra
Adityarhedaya. Seketika ia terkejut melihat taman kaputren menjadi terang
50. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
50
PANDAWA KURAWA
benderang bertaburan cahaya. Di hadapannya telah berdiri sosok Batara Surya
dengan menggunakan mahkota yang bergemerlapan.
"Apa yang kau inginkan dariku, dewi?"
Dewi Kunti terpesona melihat keelokan Batara Surya.
"Hamba hanya mencoba mantra dari guru hamba, Resi Druwasa..."
"Tapi kau telah membacakannya ketika hangat mentari menyinari
tubuhmu."
Sejak saat itu, tidak ada lagi kata-kata terucap dari dua insan yang telah
sama-sama terpaut hati, menyelami samudra hati diantara mereka. Dari kejadian
itulah, hingga akhirnya Dewi Kunti berbadan dua, hamil. Dewi Kunti hamil diluar
pernikahan, membuat seluruh keluarga istana Mandura menjadi bingung, lebih-
lebih Prabu Basukunti yang marah karena merasa malu. Apa yang akan dikatakan
oleh rakyat negerinya, juga raja-raja sahabat mancanegara, jika kehamilan
putrinya yang tanpa suami itu tersiar. Resi Druwasa sangat prihatin, tetapi juga
merasa sangat bertanggungjawab atas peristiwa tersebut. Bagaimanapun, Kunti
adalah muridnya, dan ia juga yang telah memberikan mantra sakti kepadanya.
Untuk menjaga nama baik keluarga kerajaan, maka dengan kesaktiannya,
ketika tiba waktunya Dewi Kunti akan melahirkan putra pertamanya dari Batara
Surya, Resi Druwasa mengeluarkan jabang bayi Kunti melalui telinga sebelah
kiri. Hal tersebut dimaksudkan agar keperawanan Kunti tetap terjaga.
Setelah putra Surya terlahir, Prabu Basukunti memerintahkan sang dewi
membuang bayi tersebut. Dengan perasaan sedih dan berat hati, Dewi Kunti
51. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
51
PANDAWA KURAWA
menuruti kehendak ayahandanya. Ia membuang putranya yang telah diberinama
Basukarna (karena ia terlahir melalui telinga). Bayi elok yang telah memiliki
pusaka pembawaan sejak lahir berupa baju Tamsir Kerei Kaswargan dan anting
mustika sakti Pucunggul Maniking Surya itu akhirnya dilarung (dihanyutkan) ke
sungai Gangga. Kelak Basukarna ditemukan oleh Adhirata, kusir kerajaan
Hastinapura.
Negeri Mandura telah ramai dikunjungi oleh para kesatria, putra mahkota,
dan raja-raja dari seluruh mancanegara. Pada waktu itu, setiap harinya alun-alun
negeri Mandura dipadati oleh rakyat bangsa Yadawa yang ingin menyaksikan
jalannya sayembara. Rakyat Mandura ingin menyaksikan sendiri ketangguhan
kesatria yang akan memboyong putri sekar kedaton, dewi Kunti Nalibrata.
Singkat cerita, satu persatu para kesatria dan raja-raja mancanegara yang
telah menjadi peserta sayembara mencoba memanah seekor burung yang berada
dalam sangkar besi. Bentuk sayembara yang diselenggarakan oleh Prabu
Basukunti adalah memanah seekor burung yang berada dalam sangkar besi yang
diputar sangat kencang. Barang siapa yang mampu memanah burung di dalam
sangkar yang berputar, maka dialah yang akan memenangkan sayembara. Satu
persatu anak-anak panah yang dilepaskan para peserta sayembara luruh
berjatuhan. Panah-panah mereka tidak mampu menembus seekor burung di dalam
sangkarnya, sebab jari-jari sangkar besi yang berputar sangat cepat menjadi
perisai ketika anak-anak panah itu mencoba menyusup pada celah-celahnya.
Kegagalan para peserta sayembara sempat membuat peserta lainnya
menjadi putus asa, beberapa diantara mereka mengundurkan diri, ada yang
52. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
52
PANDAWA KURAWA
langsung pulang kembali ke negara mereka, dan ada pula yang masih penasaran
ingin ikut menyaksikan tuntasnya sayembara. Baik keluarga raja ataupun rakyat
Mandura berharap ada satu diantara mereka yang mampu memenangkan
sayembara, tapi lagi-lagi gagal. Telah beberapa hari sayembara digelar, namun
belum juga ada peserta sayembara yang memenangkan pertandingan. Hingga tiba
giliran peserta terakhir maju ke arena pertandingan, ia tidak lain adalah Narasoma
dari Mandaraka. Narasoma mengangkat busur panahnya, mengarah pada sangkar
besi yang terletak berjarak puluhan tumbak di hadapannya. Semua yang hadir
bertanya-tanya dalam hati mereka, akankah anak panah itu bernasib serupa
dengan anak-anak panah sebelumnya yang telah dilepaskan para kesatria tanding
sebelumnya? Mampukah Narasoma melakukannya?
Narasoma melepas anak panah dari busurnya tatkala sangkar besi berputar
sangat kencang. Ribuan mata masih menatap sangkar yang berputar, yang
berangsur-angsur putarannya menjadi pelan. Serentak sorak sorai meriuh,
menyoraki kemenangan putra mahkota Mandaraka. Panah Narasoma menembus
seekor burung yang berada tepat di dalam sangkarnya. Prabu Basukunti beserta
keluarga kerajaan sangat gembira, karena pada akhirnya ada seorang kesatria yang
mampu memenangkan sayembara.
Narasoma dielu-lukan oleh rakyat Mandura, ibarat seorang pahlawan
perang yang telah memenangkan pertempuran di medan perang. Ini merasakan
kemengan telah menjadi miliknya.
Barata
53. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
53
PANDAWA KURAWA
Di Pertapa Sapta Arga sang Resi begawan Abiyasa bersenda gurau dengan
para cantrik. Sepoi – sepoi angin terasa dingin pada badan yang resi yang ssudah
tua. Hampir tulang yang terbungkus dengan kulit. Raut wajah yang keriput bagai
layunya bunga mawar. Badan yang tidak lagi tegak dengan berjalan sudah pakai
tongkat. Dengan nafas yang tersenggal – senggal. Berjubahbatik loreng seperti
loreng harimau. Dengan cantrik – cantrik padepokan yang setia menemani.
Suara kicauan burung dengan merdu terdengar indah bagai bnyanyian lagu
syahdu. Desiran angin yang semilir menebarkan aroma wangi yang tercium dari
hidung yang hampir tertutup. Serta alunan musik dari para tumbuhan menambah
keagungan suara di padepokan Sapta Arga.
Dari arah luar terdengar bunyi seperti akan ada tamu yang akan
berkunjung ke Sapta arga. Tak lama datang Punakawan berserta ketiga putra
Prabu Pandudewanata, Destarata, dan Yama Widura. Langkah kaki ketiga putra
bagai sesuap surga kehidupan yang mengalir. Suara alunan tenag bagai air
mengalir tanpa gangguan.
Salam yang terucap dari mulut sang Pandhu bagai suara adzan yang indah
dan merdu.
“Assalamualaikum........bopo .....!” kata Pandhu.
“Wa’alaikum salam..........!” jawab resi Abiyasa.
Oh anakku bocah bagus raharjo ger Pandhu........! tanya Resi Abiyasa.
“Pangestunipun romo raharjo sowan kula.......hormatku romo .......!” kata
Pandhu.
54. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
54
PANDAWA KURAWA
“Ya ger tak terima pangestune romo terimalah........!” kata resi Abiyasa.
“Saya angkat di kepala supaya jadi jimat keselamatan ...........!.”
“Destrarata mengucapkan bekti romo..........!.”
“Ya ger Destrarata romo bektimu restu terimalah.........!”
“Saya angkat di kepala supaya jadi jimat keselamatan ...........!.”
“Yama Widura mengucapkan bekti romo..........!.”
“Ya ger Widura romo bektimu restu terimalah.........!”
“Saya angkat di kepala supaya jadi jimat keselamatan ...........!.”
“Ada apa ketiga putra kesayangan datang kemari....?” kata resi Abiyasa.
“Romo resi kami diperintahkan eyang ratu Gandawati untuk mengikuti
sayembara di Mandura. Agar dapat mempersunting putri Prabu Basukunti.
Menurut romo resi bagaimana......?”kata Pandhu.
Resi Abiyasa menyarankan agar mengikuti sayembara tersebut. Dan
memberinya restu. Karena sudah cukup. Prabu Pandudewanata dan kedua
saudaranya berserta para Punakawan mohon pamit dan restu agar dapat
memenangkan sayembara tersebut. Berangkatlah mereka ke Mandura.
Barata
Setelah semuanya mereda menahan kegirangan, Narasoma lalu
menghadap Prabu Basukunti di pelataran panggung sayembara, tapi tiba-tiba dari
kerumunan penonton sayembara datang tiga orang satria menuju pelataran
55. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
55
PANDAWA KURAWA
sayembara, salah satu dari mereka menyatakan ingin mengikuti sayembara.
Membuat Prabu Basukunti menanyakan jatidiri mereka.
"Siapa gerangan kisanak bertiga? Berasal dari manakah?"
"Perkenalkan, nama hamba Pandu Dewanata. Ini kakak hamba, kanda
Destarata, dan adik hamba Widura. Kami putra Praburesi Abyasa dari negeri
Hastinapura. Kedatangan kami tidak lain adalah ingin mengikuti Sayembara Kunti
Nalibrata."
Prabu Basukunti tertegun setelah mengetahui siapa ketiga satria tersebut.
"Oh!.. Ternyata kalian dari wangsa Kuru, datang dari jauh ingin mengikuti
sayembara. Sungguh sangat disayangkan kedatangan kalian terlambat. Ketahuilah
Pandu, sayembara Kunti Nalibrata baru saja usai, dan sayembara telah
dimenangkan oleh Narasoma, putra mahkota Mandaraka."
Para putra Hastina tertunduk setelah mendengar sayembar ditutup karena
sudah ada pemenangnya. Kedatangan mereka ternyata terlambat, namun saat
ketiganya hendak pamit meninggalakan tempat, tiba-tiba Narasoma menahannya.
Dengan kesombongan.
“Hai tunggu kau putra Hastina. Layaknya kau tak suka.....”.
"Jika paduka berkenan, biarkan mereka diberi kesempatan untuk
mengikuti sayembara."
Narasoma meminta Prabu Basukunti mengulang kembali sayembara.
Dalam pikiran Narasoma, ini adalah kesempatan baik untuk menguji ketangguhan
putra-putra Hastina. Bukanlah Wangsa Kuru telah tersohor keberbagai negara
Mancanegara? Secara turun temurun wangsa itu telah disegani kawan dan ditakuti
56. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
56
PANDAWA KURAWA
lawan, tapi itu leluhur mereka yang terdahulu, dan ia hanya mendengar cerita. Dan
sekarang, apakah ketiga kesatria Hastina itu setangguh para pendahulunya. Ini
adalah waktu yang tepat untuk menguji kemampuan mereka, apakah mereka
memiliki kemampuan melakukan hal yang sama dengan dirinya? Kesatria dan
raja-raja mancanegara sendiri tidak ada yang sanggup melakukannya. Begitulah
yang ada dalam pikiran Narasoma, ia hendak bermaksud mempermalukan para
kesatria Kuru. Narasoma pun nampak kesombongannya setelah dielu-elukan, ia
sangat suka dipuji.
"Apa maksudmu Narasoma? Kau yang telah memenangkan sayembara,
dan aku tidak mungkin merubah peraturan!"
"Kalau begitu, biar hamba yang membuka sayembara baru untuk mereka.
Karena Kunti Nalibrata telah menjadi hak hamba, maka hamba berhak membuat
keputusan atas Kunti."
Prabu Basukunti sangat tersinggung dengan perkataan Narasoma, walau
memang betul Kunti Nalibrata telah menjadi haknya karena telah memenangkan
sayembara, tetapi Narasoma dianggap tidak menghargai orang lain, bahkan
menghormatinya sebagai raja Mandura, sekaligus bakal menjadi mertuanya. Tapi
mengingat Narasoma adalah putra Prabu Mandrapati yang menjadi sahabatnya
sekaligus masih memiliki hubungan kekerabatan darah Yadawa, maka Prabu
basukunti mencoba menahan diri, membiarkan Narasoma melakukan
kemauannya. Toh, segala kesombongan tidak akan berakhir baik.
"Aku memberi kesempatan padamu untuk mengikuti sayembara, tapi
dengan satu pertaruhan, jika kau mampu melakukan apa yang telah aku lakukan
57. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
57
PANDAWA KURAWA
pada sayembara tadi, maka Kunti Nalibrata akan aku serahkan padamu, tapi jika
kau tidak mampu melakukannya, maka negeri Hastina menjadi negeri taklukan
Mandaraka."
Semua yang hadir terkejut mendengar perkataan Narasoma, termasuk
Prabu Basukunti. Tetapi para kesatria Kuru masih bersikap tenang, mereka seolah
tidak terpengaruh oleh tantangan Narasoma.
"Kedatangan kami ke Mandura hanya ingin mengikuti sayembara yang
digelar oleh Prabu Basukunti. Adapun sang prabu telah menutup sayembara
karena kau telah memenangkannya, maka kami pun akan turut undur diri, kami
tidak menginginkan hal lain yang akan menimbulkan perkara."
Pandu Dewanata lalu memberi hormat kepada Prabu Basukunti dan
mengajak kedua saudaranya beranjak pergi meninggalkan Mandura, tapi
Narasoma malah mengejeknya.
"Apa kau takut menghadapi tantangan, Pandu? Bukankah kalian putra-
putra Hastina yang tersohor itu? Aku kira kau memiliki sifat gagah berani seperti
leluhurmu, Baharata. Apakah kesatria terhormat seperti Bhisma Dewabrata tidak
mengajarimu keberanian sebagai seorang kesatria? Atau ayahmu tidak
membekalimu?
Kata-kata Narasoma sangat merendahkan di depan khalayak ramai,
membuat telinga Pandu menjadi panas. Terlebih Destarata, kakak Pandu yang
tunanetra itu giginya gemeretakan menahan marah. Diam-diam Destarata merapal
aji Kumbalageni, namun Widura membisikinya, agar sang kakak bisa menahan
emosi.
58. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
58
PANDAWA KURAWA
"Apakah kau membiarkan orang lain menghina leluhur kita, Pandu?"
berkata sang Destarata kepada adiknya, hingga akhirnya Pandu Dewanata
menyanggupi tantangan Narasoma.
"Aku tidak pernah menolak tantangan, Narasoma! Jika itu yang menjadi
pertaruhanmu, aku tidak menolak!"
Masih disaksikan oleh ribuan rakyat Mandura, para kesatria dan juga raja-
raja mancanegara, sayembara kembali digelar. Pandu Dewanata berdiri di tengah
gelanggang, gondewa dan anak panahnya telah siap dalam genggaman. Tatkala
sangkar besi mulai diputar kencang, Pandu membidik sasarannya. Panah melesat
cepat mengarah sasaran, begitu kuatnya tenaga yang mendorong anak panah
hingga sangkar besi terlepas dari tiang pancang. Semua yang hadir tercengang dan
berdecak kagum. Pandu tidak hanya mampu melakukan seperti yang dilakukan
Narasoma, lebih dari itu, selain panah Pandu mampu menyusup jari-jari besi dan
menembus seekor burung di dalam sangkarnya, ia pun sekaligus mampu
menjatuhkan sangkarnya. Sorak sorai terdengar mengumandang, memuji
kehebatan Pandu Dewanata.
Narasoma tidak menyangka Pandu mampu melakukannya, dan dengan
sangat malu Narasoma akhirnya menyerahkan Kunti Nalibrata kepada Pandu, ia
kemudian pergi meninggalkan Mandura. Kini Dewi Kunti telah menjadi milik
Pandu Dewanata. Prabu Basukunti merasa sangat senang, tidak disangka akhirnya
ia akan berbesan dan menjalin kekerabatan dengan Hastinapura. Keesokan
harinya, setelah mendapat restu dari Prabu Basukunti, Pandu Dewanata
memboyong dewi Kunti untuk dibawa ke Hastinapura.
59. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
59
PANDAWA KURAWA
Saat menuju perjalanan pulang, di tengah perjalanan, masih dalam wilayah
negara Mandura, rombongan Pandu Dewanata terhenti. Pandu menghentikan laju
kereta kencananya ketika di hadapanya telah menghadang seorang kesatria
penunggang kuda. Kesatria itu tidak lain adalah Narasoma. Ternyata putra Prabu
Mandrapati tidak benar-benar meninggalkan Mandura, ia tidak langsung pulang
ke Mandaraka. Setelah kemarin meninggalkan gelanggang sayembara, di tengah
perjalanan pulang, Narasoma merasa bimbang. Ia teringat ayahandanya, Prabu
Mandrapati yang sedang terbaring sakit. Apa yang akan ia katakan di hadapan
ayahandanya nanti. Apakah ia harus bercerita dusta dengan mengatakan ia kalah
dalam pertandingan sayembara? Atau menceritakan terus terang bahwa
kemenangannya telah digadaikan untuk sebuah pertaruhan? Semua itu hanya akan
memperparah sakit ayahandanya, maka dari itu Narasoma memutuskan untuk
tidak langsung pulang ke Mandaraka, ia berbalik arah menghadang Pandu.
"Kenapa kau menghadang perjalananku, Narasoma?"
"Pertaruhan kemarin kurang menguntungkan buatku, Pandu. Aku ingin
kau mengulang kembali pertaruhan itu. Kita tanding jurit! Jika aku yang menang,
maka kau serahkan kembali Dewi Kunti kepadaku, tapi jika aku yang kalah, aku
akan menyerahkan adiku, Dewi Madrim kepadamu."
"Silahkan, kau yang memulai Narasoma..."
Keduanya lalu terlibat perang tanding. Narasoma menggempur Pandu
dengan serangan yang begitu mematikan, dan Pandu mengimbanginya.
Pertempuran mereka sangat seimbang, sama-sama digjaya, sama-sama menguasai
ilmu kanuragan, dan senjata. Terkadang Pandu Dewanata terdesak oleh serangan
60. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
60
PANDAWA KURAWA
Narasoma yang dilancarkan secara bertubi-tubi, begitu pula sebaliknya. Narasoma
sempat dibikin kerepotan dengan serangan balik yang dilancarkan Pandu.
Perang semakin menjadi, daya-daya kesaktian mereka memporak
porandakan sekitarnya. Tanah batu berhamburan, pohon-pohon tumbang dan
terbakar. Dan ketika keduanya beradu pukulan sakti, Narasoma terpental jauh dan
jatuh terpelanting. Darah segar menyembur dari mulutnya, dadanya berdenyut
sakit. Saat itu amarahnya kian menjadi, ia pun lalu ingin menjajal kesaktian
Chandrabhirawa. Tapi sesaat ketika Narasoma hendak membaca mantra
Chandrabhirawa, ia teringat pesan mendiang mertuanya, Resi Bhagaspati.
"Narasoma... Aji Candrabhirawa sangat ampuh, namun aji kesaktian itu
akan sangat tidak bertuah jika hanya dipergunakan untuk mengagungkan nafsu
diri dan keserakahan.
Jaga dan rawatlah Setyawati, kasih sayangilah dia, cintai dia dengan
sepenuh kasih sayang. Janganlah kau sia-siakan dia, walaupun dia hanya seorang
anak gadis gunung yang jauh dari suba sita dan kekurangan tata pergaulan
kerajaan, tetapi dia anak yang baik, patuh dan sangat setia kepadamu. Pegang
teguh janjimu, Narasoma..."
Kata-kata Resi Bagaspati mengiang di telinganya, seolah sang resi
membisikan langsung kepadanya, mengingatkan sumpahnya. Narasoma sangat
terganggu karenanya, ia mencoba melupakan dan tidak memperdulikan,
amarahnya sudah terlanjur berkobar. Ia segera merapal aji Chandrabirawa.
Sekejap, di hadapannya telah berdiri sosok raksasa cebol dengan seringai taring
yang terlihat menyeramkan.
61. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
61
PANDAWA KURAWA
"Chandrabirawa! Binasakan musuhku!"
Raksasa Chandrabirawa segera melaksanakan perintah tuannya, ia
menyerang Pandu secara membabi buta. Mendapat serangan demikian, Pandu
segera mengeluarkan pusaka Chandrasa.
Cras! Cras! Cras!
Beberapa kali pusaka Pandu melukai tubuh Chandrabirawa. Darah
bercipratan keluar dari tubuh Chandrabirawa. Ajaib! Setiap percik darah yang
membasahi tanah bebatuan dan rerumputan berubah wujud menjadi raksasa cebol
yang bentuk dan rupanya sama persis dengan Chandrabirawa. Tanpa diperintah,
raksasa-raksasa jelmaan itu menyerang Pandu secara serentak. Pandu terkejut
melihat keanehan yang terjadi pada musuhnya, beberapa kali ia mencoba
membinasakan raksasa-raksasa jelmaan Chandrabirawa dengan pusakanya, tapi
Chandrabirawa justru semakin banyak jumlahnya. Pandu menjadi kerepotan
menghadapi musuh yang bertambah banyak jumlahnya, ia hanya berkelit,
menangkis, dan menghindari serangan, ia tidak lagi melukai raksasa jejadian
Chandrabirawa karena akan semakin bertambah banyak.
"Duuh... Ayahanda Resi Abyasa... Ayahanda Bhisma... Putramu keteteran
menghadapi musuh-musuh ini..."Pandu membatin.
Ia merasa putus asa menghadapi Chandrabirawa. Dan pada saat-saat yang
kritis, Pandu mendapat bisikan ghaib dari ayahandanya, Resi Abyasa. Pandu
dititah melakukan hening cipta, memusatkan segala nafsu murni dengan berpasrah
diri kepada Yang Maha Tunggal.
62. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
62
PANDAWA KURAWA
Raksasa-raksasa Chandrabirawa kebingungan ketika melihat musuhnya
tidak melakukan apa-apa, diam tak bergerak. Naluri mereka pun mengisyaratkan
seperti tidak ada nafsu pada diri seseorang yang menjadi lawannya. Dalam
keadaan seperti itulah secara serta merta raksasa-raksasa Chandrabirawa
berkurang jumlahnya, terus dan terus berkurang hingga kembali menjadi satu
wujud Chandrabirawa.
Chandrabirawa melesat kembali masuk ke dalam gua garba Narasoma.
Candrabhirawa berkata kepada Narasoma agar tidak mempergunakannya
melawan orang-orang yang tidak memiliki nafsu angkara. Pandu tidak menyia-
nyiakan kesempatan, ia segera menerjang Narasoma yang sedang dalam
kebingungan. Putra Mandaraka terbanting dan jatuh terkapar saat pukulan-
pukulan Pandu beruntun menghantam dirinya, dan ketika Narasoma tertaih
mencoba bangun, ujung pusaka Pandu telah mengancam di hadapannya. Akhirnya
Narasoma menyerah, dan berjanji akan memboyong Dewi Madrim ke
Hastinapura.
Pandu beserta rombongan kembali melakukan perjalanan pulang ke
Hastinapura. Di tengah perjalanan ia kembali dihadang. Kali ini yang
menghadangnya adalah Harya Suman, putra Prabu Suwala dari negeri Gandhara.
Harya Suman yang juga telah terlambat mengikuti sayembara segera mengejar
perjalanan Pandu Dewanata.
Harya Suman dan Pandu kemudian terlibat perang tanding, tetapi
pertarungan itu tidak memakan waktu cukup lama. Putra mahkota Gandhara
bukanlah lawan tanding yang tangguh bagi Pandu, dengan mudah Pandu dapat
63. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
63
PANDAWA KURAWA
membuat Harya Suman tidak berdaya. Harya Suman menyerah dan berjanji akan
memboyong kakaknya, Dewi Gandhari ke Hastinapura.
"Aku pegang janjimu, jika kau berdusta, maka Hastinapura akan meluluh
lantakan negerimu!"
Hastinapura mendapatkan tiga putri boyongan, Dewi Kunti dari negara
Mandura, Dewi Madrim dari negara Mandaraka, dan Dewi Ghandari dari negara
Gandhara. Ketiga putri tersebut awalnya akan dipasangkan dengan Destarata,
Pandu Dewanata, dan Widura, akan tetapi Widura menolak. Ia beralasan ketiga
putri tersebut usianya tidak sepadan dengan dirinya, maka Widura memberikan
haknya kepada Pandu, karena Pandu yang telah banyak berjasa dalam
memenangkan sayembara.
Untuk menghargai Destarata sebagai putra tertua, Pandu memberi
kesempatan kakaknya memilih satu diantara ketiga putri tersebut. Dalam hati
ketiga putri itu sendiri sebenarnya mereka menolak dijodohkan dengan Destarata
yang tunanetra, apalagi tahta Hastina akan diwariskan kepada Pandu Dewanata,
maka ketiganya memanjatkan doa agar tidak terpilih oleh Destarata.
Dewi Gandhari dengan dibantu adiknya, Harya Suman mencoba
membaluri tubuhnya dengan bau hanyir ikan dengan maksud agar dirinya tidak
terpilih oleh Destarata. Tetapi, Destarata yang selalu menggunakan naluri,
menggunakan indra penciumannya dalam memilih, saat ia mencium bau hanyir
ikan yang berasal dari tubuh Gandhari, bau hanyir itu justru mengingatkannya
pada panggang ikan yang menjadi makanan kesukaannya, maka Destarata
memutuskan jatuh pilihannya kepada Dewi Gandhari.
64. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
64
PANDAWA KURAWA
Pandu Dewanata kemudian naik tahta menjadi raja Hastinapura
menggantikan Praburesi Abyasa (Prabu Kresna Dwipayana) yang mandita di
Wukir Retawu. Ia memiliki dua permaisuri yaitu, Dewi Kunti dan Dewi Madrim.
Kelak dari rahim kedua putri tersebut akan lahir kesatria-kesatria utama, Pandawa
Lima. Dari dewi Kunti akan lahir Yudhistira, Bima, dan Arjuna, sedangkan dari
rahim Dewi Madrim lahir Nakula dan Sadewa.
Sementara, Narasoma sendiri telah dinobatkan menjadi raja menggantikan
ayahandanya, Prabu Mandrapati yang telah meninggal setelah mendengar
kegagalan putranya dalam merebut sayembara. Narasoma menjadi raja Mandaraka
dengan gelar Prabu Salyapati. Dari rahim Pujawati, Narasoma dianugerahi lima
orang anak, yaitu ; Dewi Erawati (kelak menjadi istri Baladewa), Dewi Surtikanti
(kelak menjadi istri Basukarna), Dewi Banowati (kelak menjadi istri
Duryudhana), Bhurisrawa, dan Rukmarata. Hanya saja, salah satu putra
Narasoma/Prabu Salya yang bernama Bhurisrawa berwajah buruk seperti raksasa.
Ini dikarenakan dahulu Narasoma merasa jijik mempunyai mertua seorang
raksasa.
65. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
65
PANDAWA KURAWA
LAHIRNYA DARAH KURU
Negara yang makmur dan sauasana yang begitu damai. Kehidupan
rakyatnya serba kecukupan yang negara tersebut berdiri karena kekuatan seorang
pertapa yang menurutnya kakek moyangnya. Ini negara gung binatara. Hastina
yang merupakan adi kuasa dibawah raja Pandudewanata.Tersiar kabar bahwa sang
permasuri Dewi Kunti telah mengandung anak yang pertama. Tapi telah bulan
kelahirannya anak tersebut belum juga lahir.
“Ada apa gerangan ...?”.
Pertemuan di istana Ngastina segera diadakan. Prabu Pandhu dihadap oleh
Dhestharata, Widura dan Patih Jayaprayitna. Mereka membicarakan kandungan
Kunthi yang telah sampai bulan kelahirannya belum juga lahir. Tengah mereka
berunding. Kedatangan tanpa diundang suara alunan melodi semilirnya gamelan
yang ditabuh bagai sebuah persembahan akan kedatangan sang bagus dari
mandura. Dengan langkah tenang sang Prabu Rukma berjlan ke mimbar Hastina.
“Raharjo dimas Prabu.......!”
“Pangestunipun kanda Prabu Pandhu raharjo sowan saya...bektiku
kanda..........!”
“Ya dimas Prabu Rukma.........restunipun enggal terimalah......!”
“Saya angkat datang mustaka supaya dadi jimat keselamatan........ !”
“Ada apa dimas tanpa ada kabar datang ke Hastina .......?”
“Pertama saya diutus kanda Prabu Basudewa untuk mengirimkan salam
sejahtera dari kanda Prabu Basudewa untuk kanda Prabu Pandhu. “
66. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
66
PANDAWA KURAWA
“Ya dimas......!”
“Yang kedua saya ingin melihat ketentraman kerajaan Hastina........!”
“Ya dimas...!”
“Yang ketiga........saya diutus kanda Prabu Basudewa untuk meminta
bantuan kepada kanda Prabu Pandhu......!”
“Bantuan apa dimas.......?”
Arya Prabu Rukma datang memberi tahu, bahwa negara Mandura akan
diserang perajurit dari negara Garbasumandha. Raja Garbasumandha ingin
merebut Dewi Maherah. Istri Prabu Basudewa. Raja Basudewa minta bantuan
dengan utusan Arya Prabu Rukma. Mendengar ada bahaya yang akan mengancam
kerajaan kakak ipar. Dengan sigap sang Prabu Pandhu bersedia untuk membantu.
Paseban agung di mimbar Hastina diteruskan. Kali ini sang Prabu Pandhu
memberikan perintah pada adiknya Arya Widura. Arya Widura disuruh pergi ke
Wukir Retawu dan ke Talkandha, supaya mohon doa restu demi kelahiran bayi.
Arya Widura menerima perintah kandanya.
“Perintah kanda akan hamba laksnakan ........!”
Berangkatlah Arya Widura meninggalkan paseban agung Hastina. Prabu
Pandhu menyerahkan pemerintahan Hastina kepada sang Patih Gandamana.
Badan tegak. Gagah perkasa bagai superman. Dengan jalan langkah yang
bagaikan suara hentak gajah. Biarpun sudah tua, tapi badan masih segar bugar
bagai satria muda.
“Kakang Gandamana aku serahkan Hastina pada kakang Patih.......!”
“Perintah Paduka akan hamba laksanakan.....!”
67. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
67
PANDAWA KURAWA
Prabu Pandhu meninggalkan paseban agung. Raja Pandhu menemui Dewi
Kunthi yang sedang berbincang-bincang dengan Dewi Ambika, Dewi Ambiki dan
Dewi Madrim. Setelah memberi tahu tentang rencana kepergiannya ke Mandura,
ia segera bersamadi. Ia berganti baju satria, dengan keris dibelakang. Ia berangkat
ke Mandura bersama Arya Prabu Rukma. Saudara tua yang buta, Dhestharata
menunggu kerajaan Ngastina.
Barata
Di negara yang tak jauh berbeda, yang berkuasa raja raksasa. Raja yang
sangat bengis dan rakus. Dengan kejamnya ia memerintah kerajaannya. Tubuh
kekar dan berwajah beringas bagai harimau yang siap menerkam. Tubuh gembal
dan gemuk dengan tinggi kurang lebih 3 meter. Langkah yang berjalan dengan
guncangan bagai sebuah gempa bumi berkekuatan 3 SR. Ia bernama Prabu
Yaksadarma. Yaksadarma raja Garbasumandha. Paseban agung segera digelar.
Prabu Yaksadarma dihadap oleh Arya Endrakusuma, adiknya yang berwujud
sama dengannya yang memiliki sifat rakus dan tamak. Patih Kaladruwendra,
Togog, Sarawita dan Ditya Garbacaraka. Pembahasan segera dibuka. Sang raja
siap menumpah isi hatinya dihadapan para punggawa. Bagai lahar yang siap
meletus. Semua is yang siap keluar bagi sebuah pistol yang siap membidik
seorang penjahat.
68. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
68
PANDAWA KURAWA
Raja berkeinginan memperisteri Dewi Maherah isteri raja Mandura. Para
punggawa di inta pendapat. Semua terdiam tiada yang berani keluar kata – kata.
Bagai sebuah mulut yang tetutup lakban. Raja menanyai patihnya. Ia terdiam
bagai sebuah ging yang tak dipukul. Bagaimana bilang ia tidak kalau permintaan
rajanya.
Ia memberi perintah pada patihnya. Sang patih tak mungkin menolaknya.
Ia memerintahkan Ditya Garbacaraka. Ditya Garbacaraka disuruh melamar,
Togog menyertainya, Patih Kaladruwendra dan perajurit disuruh mengawal
perjalanan mereka.
Perjalanan yang panajng bagai jalan sebauh rel kereta. Perajurit
Garbasumandha bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, tetapi
perajurit Garbasumandha menyimpang jalan.
Barata
Negara gung binanatara yang merupakan kerajaan keturunan Batara
Wisnu. Kerajan yang gemah ripah loh jinawi. Mandura rajanya Bernama Prabu
Basudewa. Raja Basudewa dihadap oleh Patih Saraprabawa, Arya Ugrasena dan
hulubalang raja. Mereka menanti kedatangan Arya Prabu Rukma. Arya Prabu
Rukma datang bersama Pandhu. Kedatangan bagai sebuah jalan yang menyatakan
kebenaran. Iringan suara merdu burung – burung berkicauan. Sambutan hangat
dari Prabu Basudewa, Arya Ugrasena.
69. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
69
PANDAWA KURAWA
Setelah berwawancara, raja Basudewa masuk ke istana akan menjumpai
para isteri. Namun Garbcaraka telah masuk ke istana lebih dahulu, dan berhasil
melarikan Dewi Maherah. Dewi Mahendra dan Dewi Badraini kebingungan.
Mereka bagai gajah yang kehilangan gading. Harum semerbak bagai aroma bunga
mawar. Kedatangan Basudewa dan Pandhu. Melihat kedua istri kebingungan . ia
mendekati kedua istrinya.
“Dinda dewi ada apa ?” tanya Prabu Basudewa.
“Begini kanda kang mbok Dewi Maherah telah diculik.........!” kata
istrinya.
“Di culik dinda.........!”
Mendengar berita dari istrinya, Basudewa minta agar Pandhu segera
mencarinya. Pandhu mohon pamit. Pandhu segera berangkat meninggalkan
kerajaan Mandura.
Tak lama Pandhu berhasil mengejar Garbacaraka dan merebut Dewi
Maherah, pertarungan sempat terjadi. Kedua memang sakti. Tapi Prabu Pandhu
lebih berpengalaman.
“Hai satria siapa kau berani mengganggu urusanku....?”
“Aku raja Hastina, Pandhu Dewanata..!”
70. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
70
PANDAWA KURAWA
“Oh inikah raja termashyur akan kedigdayaannya......kenalkan akau Ditya
Garbacaraka.....”
Pertarungan kembali terjadi, dengan keris kalanadah Pandhu berhasil
mengalahkan Garbacaraka. Dewi Maherah berhasil direbutnya. lalu dibawa
kembali ke Mandura. Dewi Maherah diserahkan kepada kakak ipar Prabu
Basudewa. Setelah menyerahkan Dewi Maherah, Pandhu minta pamit, kembali ke
Ngastina, Raja Basudewa mengikutinya.
Barata
Bunyi gamalan dengan iringan gending – gending jawa. Alunan merdu
bagai nyainyian syair merdu untuk sang kekasih. Kemunculan empat punakawan
Semar, Gareng, Petruk dan Bagong bersenda gurau. Semar dengan bentuk bulat
seperti gentong, kuncung dikepalanya mata yang sedikit merem. Menandakan
bahwa ia bukan pemalas melainkan sesuatu lambang menandakan bahwa dia
seorang yang sangup melawan hawa nafsu dunia. Anak yang pertama Gareng
bentuk badan seperti kapal dengan tangan cengkot dan kaki pincang. Ia
merupakan pertanda kawula yang hati – hati dalam bertindak. Dan tidak suka
mengambil hak milik oarng lain. Anak yang kedua Petruk. Memiliki hidung
panjang dan berkulit hitam dengan badan tinggi. Anak yang ketiga Bagong.
Badan seperti gentong bibir tebal dan suka menghibur.
Mereka kemudian menghadap Begawan Abiyasa. Bagawan Abiyasa
sedang berunding dengan Resi Bisma tentang kehamilan Kunthi. Arya Widura
datang dengan para Punakawan. Suara gemuruh angin petanda akan kedatangan
71. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
71
PANDAWA KURAWA
satria yang telah ditunggu kedatangannya. Arya Widura berserta Punakawan
menghadap Resi Abiyasa.
“Raharjo ger Widura....!”
“Restunya romo begawan, bektiku romo......!”
“Ya tak terima bektimu, pangestunipun bopo terimalah......!”
“Saya angkat di kepala suapya jadi jimat keselamatan ...”!
“Bagaimana Widura keadaan kandungan anakku Kunti.......?”
“Begini romo panemabahan saya diminta kanda Prabu Pandhu
memintakan sarana untuk kelahiran bayi yang dikandung oleh kang mbok
Kunthi.”
Mendengar perkataan dari anaknya kedua panemabahan bersiap untuk ke
Hastina. Arya Widura disuruh berangkat kembali ke Ngastina, Bagawan Abiyasa
dan Resi Bisma segera mengikutinya. Arya Widura dan punakawan mohon pamit.
Mereka meninggalkan pertapan Sapta Arga.
Dalam perjalanan Arya Widura dihadang oleh raksasa Garbasumandha.
Melihat rombongan raksasa yang tak dikenal Arya Widura mengamuk, perajurit
raksasa banyak yang gugur dan melarikan diri.
Barata
72. AWAL PERTIKAIAN
PANDAWA & KURAWA
HERMAWAN
72
PANDAWA KURAWA
Dikahayangan tempat para dewa bersemayam. Dengan tubuh gagah dan
berwibawa duduk di Mercupundu manik kahyangan sang Hayng Guru. Badan
tegak dengan memilik banyak tangan. Disetiap tangan memegang senjata. Bathara
Guru mengadakan pertemuan di Suralaya, dihadiri oleh Bathara Narada, Bathara
Panyarikan, Bathara Dharma dan Bathara Bayu. Batara Narada merupakan
seorang patih kahyangan dengan tubuh cebol dan berwajah badut. Batara
Panyarikan, tubuh kurus, kecil dan berwajah tampan.ia merupakan dewa senopati
kahyangan. Batara Bayu merupakan dewa angin. Batara Bayu dengan tubuh
gagah, tegak dan kuat berwajah tampan. Begitu dengan Sang Hyang Darma
merupakan dewa keadilan. Berparas tampan. Mereka berbicara tentang kehamilan
Kunthi.
“Kakang Batara Narada, bagaimana kabar Kunthi, kakang...?”
“Adhi Guru, anakku Kunthi sudah mengandung 9 bulan, menurut adhi
Guru bagaimana selanjutnya.....”
“Turunlah kakang Batara bersama Batara Darma, Panyarikan, dan
Bayu...untuk memberi pertolongan pada Kunthi anakku....”
“Sendika adhi Guru....!”
Sang Hyang Guru mengutus para dewa untuk pergi ke Hastina. Bathara
Narada disuruh turun ke marcapada bersama Bathara Dharma, Bathara Panyarikan
dan Bathara Bayu. Batara Narada, bata Mereka disuruh memberi pertolongan
kepada Dewi Kunthi.