SlideShare a Scribd company logo
1 of 65
Download to read offline
1992 
International Standard Serial Number: 0125 – 913X 
Daftar Isi : 
2. Editorial 
4. English Summary 
Artikel: 
5. Pengenalan Gejala Klinis Tumor Otak – A. Chalim Muntasir 
8. Gejala Psikiatrik Tumor Otak – Suwondo 
12. Peran CT Sean pada Diagnosis Tumor Otak – Tri Astuti Wonoyudo 
19. Diagnosis Tumor Otak dengan MRI – Arman Adel Abdullah 
21. Histopatologi Tumor Otak – FX Eddy Gunawan Yusup 
26. Peranan Radioterapi pada Neoplasma Susunan Saraf Pusat – R. 
Susworo 
30. Terapi Pembedahan Tumor Otak – Djoko Riadi 
33. Biopsi Stereotaksi Tumor Otak – Ali Shahab 
37. The Role of Occupational Therapy in Patient with Brain Tumor – 
Martina V. Tobing 
39. Rehabilitasi Pasien dengan Tumor Otak – PT Simatupang 
44. Pengelolaan Nyeri pada Kanker Stadium Lanjut – MN Jenie 
52. Penatalaksanaan Fase Akut Cedera Kepala – Budi Riyanto W. 
56. Lingkungan Sosial Pasien Ketergantungan Obat di Rumah Sakit 
Ketergantungan Obat dan di Inabah – Sudibyo Supardi, Rini 
Sasanti Handayani, Max Joseph Herman 
61. Pengalaman Praktek 
62. Abstrak 
64. RPPIK 
Karya Sriwidodo
Tumor otak merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti manusia. 
Betapa tidak; kita semua mengetahui bahwa otak merupakan organ sentral 
yang sangat penting bagi kehidupan yang berguna; sementara orang bahkan 
mengatakan bahwa manusia berbeda dari makhuk hidup lainnya terutama 
karena fungsi otaknya. Dan tumor sampai saat ini merupakan jenis penyakit 
yang belum dapat diatasi sepenuhnya oleh pengetahuan kedokteran, apalagi 
bila temasuk jenis tumor yang ganas. 
Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa diagnosis tumor otak selalu 
merupakan vonis kematian bagi penderitanya; dewasa ini ilmu kedokteran 
telah berkembang pesat, teknik diagnostik dan pengobatan terus menerus 
disempurnakan, dan harapan hidup para penderitanya semakin meningkat. 
Untuk lebih mengenali gejala klinis tumor otak sedini mungkin , sekaligus 
memahami perangainya, maka beberapa waktu yang lalu Rumah Sakit Pusat 
Angkatan Darat Gatot Soebroto telah menyelenggarakan Simposium Tumor 
Otak dengan PT Kalbe Farma sebagai sponsor tunggal. Dalam simpōsium ini 
dibahas pule; cara-cara diagnosis, pengobatan - balk secara operasi maupun 
cara-cara lainnya - dan tindakan rehabilitasi bagi para penderita tumor otak. 
Simposium ini diadakan sebagai penyegar pengetahuan bagi para sejawat 
agar tetap waspada terhadap kemungkinan penyakit ini, karena seperti juga 
berlaku bagi penyakit lain pada umumnya, semakin dini penyakit diketahui, 
semakin baik prognosisnya. 
Selamat membaca. 
Redaksi 
Cermin 2 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
Cermin 
Dunia Kedokteran 
1992 
International Standard Serial Number: 0125 – 913X 
REDAKSI KEHORMATAN 
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro 
Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa 
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 
Jakarta. 
– Prof. Dr. R.P. Sidabutar 
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam 
Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi 
Bagian Ilmu Penyakit Dalam 
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 
Jakarta. 
– Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo 
Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi 
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 
Jakarta. 
– Prof. DR. B. Chandra 
Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf 
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 
Surabaya. 
– Prof. Dr. R. Budhi Darmojo 
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam 
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 
Semarang. 
– Drg. I. Sadrach 
Lembaga Penelitian Universitas Trisakti, 
Jakarta 
– DR. Arini Setiawati 
Bagian Farmakologi 
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 
Jakarta, 
REDAKSI KEHORMATAN 
KETUA PENGARAH 
Dr Oen L.H 
KETUA PENYUNTING 
Dr Budi Riyanto W 
PELAKSANA 
Sriwidodo WS 
TATA USAHA 
Sigit Hardiantoro 
ALAMAT REDAKSI 
Majalah Cermin Dunia Kedokteran 
P.O. Box 3105 Jakarta 10002 
Telp. 4892808 
Fax. 4893549, 4891502 
NOMOR IJIN 
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 
Tanggal 3 Juli 1976 
PENERBIT 
Grup PT Kalbe Farma 
PENCETAK 
PT Midas Surya Grafindo 
– DR. B. Setiawan 
– Drs. Oka Wangsaputra 
– DR. Ranti Atmodjo 
– Drs. Victor S Ringoringo, SE, MSe. 
– Dr. P.J. Gunadi Budipranoto 
– DR. Susy Tejayadi 
PETUNJUK UNTUK PENULIS 
Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai 
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang-bidang 
tersebut. 
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk 
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau 
dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan menge-nai 
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. 
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan 
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang 
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia 
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak 
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di-sertai 
dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem-baca 
yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak 
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak 
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. 
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ 
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih 
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe-ngarang 
ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat 
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya 
dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor 
sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan 
yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-hindari 
kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan 
pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated 
Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuseripts Submitted 
to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh: 
Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London: 
William and Wilkins, 1984; Hal 174–9. 
Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms. 
Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-nisms 
of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72. 
Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin 
Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10. 
Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, 
sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk. 
Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran 
P.O. Box 3105 
Jakarta 10002 
Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu 
secara tertulis. 
Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan 
amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup. 
Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis 
dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat 
kerja si penulis. 
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 3
English Summary 
CT SEAN IN THE DIAGNOSIS OF 
BRAIN TUMORS 
Tri Astuti Wonoyudo 
Department of Radiology, Gatot Soe-broto 
Army General Hospital, Jakarta, 
Indonesia 
Computerized Tomography 
Sean (CT Sean) has become an 
important diagnostic tool, par-ticularly 
in patients with brain 
tumors. This technique has re-placed 
older procedure such as 
pneumoencephalography, and 
more sensitive than conventional 
tomography; although in some 
cases, It must be further verified 
by angiography, particularly in 
tumors with abnormal vaseula-lure. 
CT Sean has a high sensitivity 
(80–98%) in detecting intracranial 
mass lesions; it can give addi-tional 
informations in order to 
differentiate tumors from non-neoplastic 
lesions, particularly 
infarets or abeesses. Although 
each tumor usually gives a rather 
specific pattern in CT sean, the 
exact diagnosis still awaits pa-thological 
examinations. 
Cermin Dunia Kedokt. 1992; 77: 12–8 
brw 
THE ROLE OF OCCUPATIONAL 
THERAPY IN PATIENTS WITH BRAIN 
TUMOR 
Martina V. Tobing 
Department of Rehabilitational Medicine, 
Gatot Soebroto Army General Hospital, 
Jakarta, Indonesia 
Occupational therapy for 
patients with brain tumor, either 
before or after surgery, consists 
mainly of improvement and 
preservation of ADL skills. The goal 
is to allow the patient as much 
independence as possible and 
thgrefore help him create a sense 
of self-esteem, which will improve 
the quality of life. 
Essential to successful rehabili-tation 
is an immediate start with 
occupational therapy to prevent 
contractures and atrophy, main-tain 
self-care skills, and create a 
positive attitude on life. 
Cermin Duda Kedokt. 1992; 77: 37-8 
mvf 
MANAGEMENT OF ACUTE HEAD 
INJURY 
Budi Riyanto W. 
Mental Organic Division, Bogor Mental 
Hospital, Bogor, Indonesia 
Head injury is one of the most 
frequent case seen in acute 
emergency ward in hospitals; 
and with the increasing mobility 
of people, those cases are 
expected to be more prevalent 
in the future. 
Head Injury cases' have seve-ral 
unique aspects, due to the 
limited regeneration potentials 
of neurons; and since the cases 
were mainly consist of males in 
productive age, the burden to 
the community can be enermous. 
The prompt and adequate 
management in acute phase - 
which consist of management of 
vital functions, assessment of the 
state of conseiousness and pre-vention 
of complications– is very 
crucial in order to prevent further 
deterioration and late disability. 
Cermin Dunia Kedokt. 1992; 77: 52-5 
brw 
In Skating over tin ice, our safety is in our speed 
(Ralph Waldo Emerson) 
Cermin 4 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
Artikel 
Pengenalan Gejala Klinis Tumor Otak 
Dr. A. Chalim Ms 
Departemen Neurologi RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta 
PENDAHULUAN 
Selama tahun 1988–1990 tereatat sejumlah 112 penderita 
tumor otak berbagai jenis yang dirawat di RSPAD Gatot Soebroto 
Jakarta. Sebagian dari penderita tumor otak tersebut memang 
path mulanya ditemukan di klinik Neurologi karena umumnya 
menunjukkan gejala-gejala yang sifatnya neurologis. 
Di kalangan medis pada umumnya sudah dikenal trias 
gejala tumor otak yaitu nyeri kepala, muntah dan ditemukannya 
edema papil pada pemeriksaan fundus. Tetapi sebenarnya gejala 
klinis tumor otak sering tidak sejelas itu, apalagi pada fase dini. 
Tumor otak bisa memberikan gejala klinis beragam tergantung 
kepada lokasi dan ukurannya. Gejala itu bisa khas, tapi bisa pula 
kabur, sehingga bila kita tidak waspada bisa terkecoh dengan 
dugaan yang keliru. 
Tulisan ini dimaksudkan agar kita bisa mengenali gejala 
tumor otak secara lebih dini dengan penekanan pada gejala 
spesifiknya, khususnya berkaitan dengan lokasi tumornya. 
GEJALA TUMOR OTAK 
Tumor otak bisa mengenai segala.usia, tapi umumnya pada 
usia dewasa muda atau pertengahan, jarang di bawah usia 10 
tahun atau di alas 70 tahun. Sebagian ahli menyatakan insidens 
pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita, tapi sebagian lagi 
menyatakan tak ada perbedaan insidens antara pria dan wanita. 
Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan 
fungsi serebral akibat edema otak dan tekanan intrakranial yang 
meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan kompresi 
jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, 
penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan 
sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya 
ditemukan pada stadium yang lebih lanjut. 
Nyeri Kepala (Headache) 
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. 
Biasanya muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan ber-langsung 
beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan 
interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam. Se-rangan 
semakin lama semakin sering dengan interval semakin 
pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita 
batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar 
atau koitus). Nyeri kepaia juga bertambah berat waktu posisi 
berbaring, dan berkurang bila duduk. 
Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) 
pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau 
serabut saraf. 
Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak 
yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis. 
Muntah 
Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasa-nya 
proyektil (menyemprot) tanpa didahului rasa mual, dan 
jarang terjadi tanpa disertai nyeri kepala. 
Edema Papil 
Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi 
menggunakan oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas 
papil, warna papil berubah menjadi lebih kemerahan dan pucat, 
pembuluh darah melebar atau kadang-kadang tampak terputus-putus. 
Untuk mengetahui gambaran edema papil seharusnya kita 
sudah mengetahui gambaran papil normal terlcbih dahulu. Pe-nyebab 
edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat 
penekanan terhadap vena sentralis retinae. Biasanya terjadi bila 
tumor yang lokasi atau pembesarannya menckan jalan aliran 
likuor sehingga mengakibatkan bendungan dan terjadi hidro- 
Disajikan dalam Simposium Tumor Otak, 20 Juli 1991 di RSPAD Gatot 
Soebroto, Jakarta 
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 5
sefalus interim. 
Kejang 
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta me-rangsang 
korteks motorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar 
dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang 
yang sifatnya umum/general sukar dibedakan dengan kejang 
karma epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia 
dekade III dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan ada-nya 
tumor otak. 
GEJALA TUMOR OTAK BERDASAR LOKASI 
Tumor di lobus frontalis daerah prefrontal bisa memberikan 
gejala gangguan mental sebelum munculnya gejala lainnya, 
berupa perubahan perasaan, kepribadian dan tingkah laku serta 
penderita merasakan perasaan selalu senang (euforia); jadi 
menyerupai gejala psikiatris. Makin besar tumomya, gejala 
gangguan mental ini semakin nyata dan kompleks. Afasia mo-torik 
(gangguan bicara bahasa berupa hilangnya kemampuan 
mengutarakan maksud) bisa terjadi bila tumor mengenai daerah 
area Broca yang terletak di belahan kiri belakang. Reflck me-megang 
(grasp reflex) juga khas untuk tumor di lobus frontalis 
ini. Pada stadium yang lebih lanjut bisa terjadi gangguan pem-bauan 
(anosmia), gangguan visual, gangguan keseimbangan 
dalam berjalan, gangguan bola maw karena kelumpuhan saraf-nya 
serta edema papil. 
Tumor di daerah presentral bisa menimbulkan gejala kejang 
fokal pada sisi kontralateral. Kelumpuhan motorik timbul bila 
terjadi destruksi atau penekanan oleh tumor terhadap jalur 
kortikospinal. 
Tumor di kelenjar hipofisis akan memberikan gejala sesuai 
dengan sel kelenjar endokrin yang terkena. Adenoma eosinofil 
pada anak akan menyebabkan pertumbuhan raksasa, sehingga 
lebih besar dan tinggi dibanding anak seumurnya. Sedang pada 
orang dewasa akan menyebabkan pembesaran tangan, kaki, 
jari-jari, mandibula, penebalan kulit dan lidah (akromegali). 
Adenoma basofil menyebabkan penimbunan lemak di daerah 
wajah, bahu, abdomen disertai pengecilan alat genital (distrofia 
adiposogenitalis). Adenoma khromofob menyebabkan bertam-bahnya 
berat badan dan menurunnya libido. 
Tumor lobus temporalis bila berada di daerah unkus akan 
menimbulkan gejala halusinasi pembauan dan pengecapan 
(uncinate fits) disertai gerakan-gerakan bibir dan lidah (mengecap-ngecap). 
Bila lesinya destruktif akan menimbulkan gangguan 
pembauan dan pengecapan walau tidak sampai total. Tumor di 
lobus temporal bagian media bisa menimbulkan gejala "seperti 
pernah mengalami kejadian semacam ini sebelumnya" (deja vu). 
Bisa juga terjadi gangguan kesadaran sesaat (misalnya selagi 
penderita berjalan kaki) tapi tidak sampai terjatuh. Gangguan 
cmosi berupa rasa takut/panik bisa juga muncul. Berkurangnya 
pendengaran bisa terjadi pada tumor yang mengenai korteks di 
bagian belakang lobus temporal. Tumor di hemisfer dominan 
bagian belakang (area Wcrnicke) menimbulkan gejala afasia 
sensoris, yaitu kehilangan kemampuan memahami maksud 
pembicaraan orang lain. Tumor yang berkembang lebih lanjut 
akan melibatkan jalur kortikospinal sehingga menyebabkan 
kelumpuhan anggota badan sisi kontralateral. Bisa juga terjadi 
herniasi dan menekan batang otak sehingga menyebabkan 
gangguan pada beberapa saraf kranial, misalnya terjadi dilatasi 
pupil sesisi yang menetap atau menghilangkan reflek kornea. 
Tumor di lobus parietalis pada umumnya akan memberikan 
gejala pelbagai bentuk gangguan sensoris. Lesi iritatif bisa 
menimbulkan gejala parestesi (rasa tebal, kesemutan atau seperti 
terkena aliran listrik) di satu lokasi, yang kemudian bisa me-nyebar 
ke lokasi lainnya. Lesi destruktif akan menyebabkan 
hilangnya berbagai bentuk sensasi, tapi jarang anestesi total. 
Gangguan diskriminasi terhadap rangsang taktil, astereognosis 
(tak bisa mengenali bentuk benda yang ditaruh di tangan) me-rupakan 
bentuk-bentuk gejala yang sering timbul. Tumor yang 
tumbuh ke arah lebih dalam bisa menimbulkan gejala hiperestesi, 
seperti merasakan rangsang yang berlebih padahal rangsang 
yang sebenarnya terjadi hanya ringan. Atau bisa juga mengenai 
jalur optik (radiatio optica) sehingga timbul gangguan penglihat-an 
sebagian. 
Tumor pada girus angularis kiri bisa menimbulkan gejala 
yang disebut aleksia (kehilangan kemampuan memahami kata-kata 
tertulis). Sedang pada yang kanan menyebabkan gejala 
berupa gangguan dalam menyadari adanya sisi sebelah dari 
tubuh. 
Tumor di lobus oksipitalis memberikan gejala awal ter-utama 
nyeri kepala. Gejala khas yang muncul yaitu defek la-pangan 
penglihatan sebagian. Lesi di hemisfer dominan bisa 
menimbulkan gejala tidak mengenal benda yang dilihat (visual 
object agnosia) dan kadang-kadang tidak mengenal warna 
(agnosia warna), juga tidak mengenal wajah orang lain (pro-sopagnosia). 
Tumor di daerah mesensefalon sering menekan jalur supra 
nuklear dari nukleus n. III & IV sehingga menimbulkan gangguan 
konyugasi bola mata. Juga terjadi dilatasi pupil sebelah mata 
(anisokori) yang bereaksi negatif terhadap rangsang cahaya. 
Tremor, nistagmus dan ataksia bisa terjadi bila jalur ke serebelum 
ikut terlibat, dcmikian juga spastisitas anggota badan karena 
terlibatnya jalur kortikospinal. Penekanan terhadap jalur aliran 
likuor menimbulkan hidrosefalus sehingga nycri kepala ke-mudian 
edema papil timbul. 
Tumor di daerah pons dan medula oblongata biasanya 
menimbulkan gejala fokal permulaan berupa paresis n. VI 
unilateral sehingga bola mats tidak bisa melirik ke sisi lesi, 
disertai diplopia (melihat dobel). Nycri kepala dan pusing 
(vertigo) yang diperberat oleh rotasi kepala juga merupakan 
gejala yang umum terjadi. Mengingat daerah ini merupakan 
tempat beradanya Beberapa inti saraf kranial, maka akan 
timbul pula beberapa gejala akibat disfungsi saraf kranial 
tersebut. Hemiparesis alternans merupakan salah satu ciri lesi 
di daerah ini. 
Tumor di serebellum biasanya menyerang anak-anak. 
Gejala yang menonjol pada fase awal berupa kenaikan tekanan 
intrakranial akibat penekanan jalan likuor sehingga terjadi 
hidrosefalus. Biasanya terjadi pula gangguan keseimbangan 
Cermin 6 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
dalam berdiri dan berjalan. Ini bisa diperiksa dengan menyuruh 
penderita berdiri sambil menutup mata, penderita akan goyang 
(test Romberg). Tumor serebelum di daerah lateral (hemisfer) 
lebih menonjolkan gejala nistagmus yang nyata ke arah sisi 
lesi, sedang bila tumor di daerah median tidak menunjukkan 
nistagmus yang jelas. Juga ataksia lcbih menonjol pada anggota 
badan sebelah sisi lesi. 
PENUTUP 
Dengan dikemukakannya berbagai gejala tumor otak di-harapkan 
setidak-tidaknya kita menjadi lebih waspada akan 
kemungkinan adanya tumor di dalam otak. Untuk konfirmasi 
diagnostik lebih lanjut tentu dibutuhkan berbagai alat bantu 
diagnostik seperti EEG, CT Sean atau MRI. 
Masih banyak gejala klinis tumor otak lain yang sangat 
komplek, yang secara keseluruhan belum mungkin untuk di-bicarakan 
satu persatu dalam kesempatan ini. Beberapa bagian 
lokasi otak di mana tumor otak bisa bersarang belum dibicarakan 
gejala-gejalanya. Untuk lebih memperdalam gejala-gejala tumor 
otak yang kompleks tersebut, dianjurkan untuk menelaah kem-bali 
sumber-sumber kepustakaan yang ada. 
KEPUSTAKAAN 
1. Chusid JG. Correlative Ncuroanatomy and Functional Neurology 17th.ed. 
California : Lange Med Publ, 1979. 
2. De Jong RN. Neurologic Examination. 4th.cd. Hagerstown : I larper & 
Row Pub], 1979. 
3. Kennard C, Clifford RF. Physiological Aspects of Clinical Ncuro- 
Ophthalmology, Year Book Medical Publisher, Inc., 1988. 
4. Markam S. Neurologi Praktis. Jakarta : Kalman Book Service, 1975. 
5. Merrit I1I1. A Textbook of Neurology. 6th.ed. Philadelphia : Lca & 
Febigcr, 1979. 
6. Walton SJ. Brain's Diseases of the Nervous System. 9th.ed. Oxford Uni-versity 
Press, 1985. 
7. Referat co-assisten Dep. Neurologi RSPAD Gatot Socbroto. 
Cermin Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 7
Gejala Psikiatrik Tumor Otak 
Dr. Suwondo 
Departemen Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta 
PENDAHULUAN 
Hampir semua insan akan merasa ngeri manakala sudah 
ditetapkan diagnosis bahwa dirinya menderita tumor apalagi 
tumor otak. Hal demikian tidaklah berlebihan karena hingga 
saat ini belum juga ditemukan sistem pengobatan yang mujarab 
untuk penyembuhan tumor secara tuntas; sehingga wajarlah jika 
persepsi orang terhadap diagnosis tumor adalah identik dengan 
menunggu datangnya kematian, yang pada umumnya sejak di-tegakkan 
diagnosis sampai datangnya maut waktunya diper-kirakan 
tidak akan lama lagi. Meskipun sudah disadari bahwa 
maut pasti datang, namun sangatlah jarang orang yang siap 
menghadapinya. Yang lazim terjadi peristiwa itu selalu me-rupakan 
stressor bagi yang bersangkutan maupun keluarga 
yang ditinggalkan. 
Reaksi pasien dan keluarganya dalam menghadapi tumor 
otak bermacam-macam, ada yang dengan tabah dan pasrah; 
tetapi kebanyakan orang akan merasa sangat menderita tekanan 
batin setelah mengetahui diagnosis dan gambaran perjalanan 
penyakit itu. 
Reaksi emosional tersebut perlu diketahui dalam rangka 
menentukan sikap (approach) dari berbagai disiplin ilmu terkait 
dalam menangani tumor otak secara bersama-sama, yang 
menyangkut aspek organobiologik (fisik) psiko edukatif dan 
sosio kultural. Hal ini penting karena aspek psikiatri tumor otak 
dapat muncul dalam berbagai situasi, misalnya : 
1. Adanya gejala psikiatri yang erat mendahului gejala klinis 
yang lain. 
2. Reaksi emosional setelah diagnosis adanya tumor. 
3. Reaksi emosional pada tindakan (pra operasi). 
4. Reaksi emosional pasea tindakan/post operasi dan rehabili-tasi. 
5. Menghadapi pasien path stadium terminal. 
6. Reaksi emosional dari keluarga dan lingkungan. 
Dalam uraian berikut akan dibahas peran serta psikiatri dalam 
menangani tumor otak; dalam hal diagnosis dini, terapi dan 
rehabilitasi sera menghadapi pasien dalam stadium terminal. 
TUMOR OTAK DAN KELAINAN PSIKIATRI 
Tumor otak dapat timbul di berbagai bagian dari otak; di 
jaringan otak, selaput otak, sistim. ventrikel, pleksus koroid, 
glandula pinealis, hipofisis dan lain-lain. Tumor otak dapat 
bersifat primer atau sekunder sebagai akibat metastasis dari 
tumor di bagian lain. 
Manifestasi klinis tumor otak tergantung dari beberapa 
faktor, antara lain : 
∗ Jenis dan sifat tumor 
∗ Kecepatan pertumbuhan dan penyebaran 
∗ Lokalisasi tumor 
∗ Kecepatan kenaikan tekanan intrakranial. 
Tumor ōtak paling sering mengakibatkan timbulnya ke-lainan 
psikiatri baik secara langsung maupun tidak langsung. 
Timbulnya gejala psikiatri biasanya akan terlihat lebih awal. 
Kalau perjalanan penyakit demikian, maka tidak terlalu sulit 
untuk mendeteksi tumor otak tersebut. Namun seringkali di-dapatkan 
perjalanan penyakit yang sebaliknya, yaitu gejala 
psikiatri muncul lebih dahulu sehingga tidak jarang pasien di-diagnosis 
dan diterapi sebagai sehizophreniform, karena pada 
kasus demikian memang tidak ditemukan gejala-gejala yang 
nyata; atau kalau didapatkan gejala neurologis, penyakitnya 
sudah semakin parah. Gejala psikiatri ini perjalanannya dapat 
cepat atau pelan-pelan dan bervariasi cukup luas; sehingga tidak 
dapat untuk pedoman dalam menentukan stadium tumor otak. 
Disajikan dalam Simposiwn Tumor Otak, 20 Juli 1991 di RSPAD Gatot 
Soebrōto, Jakarta. 
*) Psikiater Departemen Keswa RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta 
Cermin 8 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
Dengan perkataan lain, kelainan psikiatri yang timbul pada 
tumor otak yang tidak menunjukkan gejala neurologik yang jelas 
perlu diwaspadakan. Pada kasus demikian perlu dilakukan 
pemeriksaan CT Sean kepala dan penanganan selanjutnya. 
PROBLEM PSIKIATRI PASIEN TUMOR OTAK 
Pasien yang menderita tumor otak seringkali menghadapi 
problem psikiatri yang berpengaruh pula terhadap keluarganya, 
lingkungannya dan semua yang terkait dengannya. Aspek 
psikiatri akan muncul setelah diketahui ada tumor otak, selama 
dalam perawatan, pengobatan, rehabilitasi maupun saat meng-hadapi 
stadium terminal. 
Problem psikiatri yang timbul pada umumnya berkisar 
pada permasalahan sebagai berikut : 
1) Keadaan penyakitnya sendiri 
2) Antisip'asi dari dokter yang merawatnya 
3) Lasputaksasi (yang pada umumnya cukup lama) 
4) Informasi mengenai diagnosis penyakit, terapi/operasi dan 
pasea operasi serta rehabilitasi 
5) Fungsi organ tubuh pasea operasi 
6) Keadaan terminal. 
Frekuensi problem pada pasien tumor otak (yang se-belumnya 
bukan penderita gangguan jiwa) menurut Leponski : 
1) Basic Stress Psychology yang berhubungan dengan diagno-sis, 
perawatan dan rencana penanganan selanjutnya. 
2) Komunikasi informatif tentang rencana tindakan (operasi) 
dengan berbagai alternatif yang mungkin timbul. 
3) Persiapan pre dan post operasi. 
4) Pengertian psikodinamik mengenai hubungan antarapasien-dokter- 
keluarga dan lingkungan. 
Dengan mengetahui hal-hal tersebut diharapkan para 
dokter yang menangani tumor akan memperhitungkan bahwa 
kemungkinan akan dapat timbul kelainan psikiatri pada pasien 
itu sendiri maupun keluarganya. 
GEJALA PSIKIATRI TUMOR OTAK 
Gejala psikiatri tumor otak variasinya cukup banyak, ber-beda- 
beda bagi tiap-tiap pasien walaupun diagnosisnya sama, 
bahkan pada seorang pasien seringkali gejalanya berubah-ubah 
dari waktu ke waktu. 
Karena gejala psikiatri ini tidak membentuk suatu sindrom 
psikiatri yang khas maka kelakuan psikiatri yang timbul pada 
tumor otak tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis 
tumor dan lokalisasinya. Namun demikian kalau dicurigai dapat 
diperiksa lebih lanjut (misalnya CT Sean kepala) untuk me-yakinkan 
diagnosis dan tindakan selan jutnya. 
Gejala psikiatri yang sering timbul pada tumor otak antara 
lain . 
1) Gangguan fungsi intelek; yang paling menonjol ialah 
menurunnya fungsi pertimbangan dan tata sosial pada umumnya. 
Kelakuan ini tergantung pada jenis dan lokalisasi tumor serta 
gambaran kepribadian premorbid. 
2) Gangguan fungsi berbahasa; gejala ini biasanya mengabur-kan 
gejala psikiatri lain namun justru pada kasus demikian 
perlu diperiksa lebih teliti. 
3) Hilangnya daya ingat; terutama atas peristiwa yang baru 
saja terjadi, sedang peristiwa yang sudah lama kadang-kadang 
masih diingat baik. Seringkali dapat muncul seperti sindrom 
Korsakoff. 
4) Gangguan emosi; pasien menjadi Icbih Ickas marah, atau 
dapat pula dalam keadaan depresi. 
5) Kemunduran taraf kecerdasan secara umum. 
6) Gangguan orientasi. 
7) Kelainan dan perubahan tingkah laku/kepribadian (per-sonality 
changes). 
8) Gejala-gejala neurologik yang samar. 
Di samping gejala-gejala psikiatri yang timbul akibat 
tumor otak, juga timbul reaksi dari pasien terhadap penyakit 
tersebut antara lain : 
1) Stres emosional meliputi terapi/perawatan dan prognosis-nya 
serta problem biaya. 
2) Sikap pasien terhadap tumor otak : 
a) Menerima apa adanya (accepting the diagnosis). 
b) Sedih dan bingung (apprehension ). 
c) Acuh tak acuh dengan penyakitnya (apathy). 
d) Berusaha mencari berbagai upaya penyembuhan. 
e) Cemas menghadapi kematian. 
3) Timbulnya keluhan fisik dan psikis yang umumnya berlatar 
belakang pada rasa cemas, depresi dan penolakan terhadap 
penyakitnya. Pada umumnya kelakuan psikiatri akan timbul 
bila pasien mempunyai : 
a) Perasaan berdosa dan bersalah yang tidak atau belum ter-selesaikan. 
b) Kesadaran akan tugas yang belum selesai. 
c) Kesempatan-kesempatan yang terbengkalai. 
d) Cemas akan perpisahan. 
e) Problema psikis yang belum terselesaikan. 
Kelainan psikiatri dapat pula timbul setelah tindakan (ope-rasi) 
terhadap tumor otak, misalnya : 
1) Komplikasi psikiatri postoperatif yang berhubungan 
dengan : 
a) Tingkat anxietas pre operatif. 
b) Harapan yang realistik/tidak realistik. 
c) Sikap denial dari pasien. 
2) Anxietas, kecemasan dan persepsi lingkungan. 
3) Dependency; bahkan sering terjadi tingkah laku regresif 
(regressive behaviour) baik fisik maupun emosional. 
4) Reaksi depresi, murung, lesu, tak ada gairah hidup, merasa 
berdosa, merasa mendapat kutukan, menyesali diri sendiri, ke-inginan 
untuk bunuh diri. 
5) Keluhan-keluhan hipokondriasis. 
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kelainan 
psikiatri pada tumor otak timbul sebagai : 
a) Gejala dari tumor yang dapat timbul lebih dini maupun 
pada saat-saat Ian jut. 
b) Reaksi pasien terhadap tumor. 
c) Reaksi pasien terhadap rencana tindakan, pasea tindakan 
dan problem finansial. 
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 9
d) Komplikasi psikiatrik pasea operasi. 
CONTOH KASUS (I) 
Seorang laki-laki bernama Sy, umur 23 tahun, pendidikan 
AKABRI tahun terakhir. Pasien anak ke 7 dari 10 bersaudara. 
Sejak kecil diasuh oleh orang tuanya, hubungan dengan 
saudara-saudaranya cukup baik. Riwayat pendidikan sejak SD 
hingga AKABRI prestasinya baik, selalu mendapat ranking di 
kelas. Sifatnya agak keras dibandingkan dengan saudaranya, 
tetapi ia pandai bergaul walaupun dari fihak keluarga tidak ada 
yang menjadi ABRI. Semenjak berada di tingkat terakhir 
AKABRI, pasien mengeluh tidak dapat berkonsentrasi, 
pikirannya suing kacau dan tingkah lakunya semakin aneh. 
Pernah terjadi sewaktu latihan luar, tiba-tiba pasien bicaranya 
kacau, tingkah lakunya anch, tidak selayaknya sebagai taruna 
AKABRI dan dianggapnya karena kesurupan. Akhirnya pasien 
dirawat di rumah sakit di bagian jiwa kira-kira 1 bulan. Untuk 
tahun terakhir ini pasien tinggal kelas. Setelah mengikuti 
pendidikan lagi prestasinya semakin menurun dan sekali-kali 
menunjukkan keanehan. 
Sewaktu dalam pendidikan penyakitnya kambuh lagi, se-lanjutnya 
pasien dirawat lagi di rumah sakit dan oleh psikiater 
setempat didiagnosis Skizofrenia. Selama dalam perawatan 
kira-kira 6 bulan, respon terhadap terapi kurang begitu baik. 
Hasil konsultasi dengan bagian Neurologi dan pungsi lumbal 
semuanya tidak menemukan kelainan neurologis. 
Pada tanggal 10-1-1986, pasien dirujuk ke RSPAD dengan 
surat pengantar dan diagnosis Skizofrenia. Pasien datang dalam 
keadaan sadar, dapat berjalan sendiri, menggunakan seragam 
AKABRI tempi kurang memperhatikan tata tertib militer yang 
biasanya ditaati sekali. Sikapnya acuh tak acuh, ekspresi wajah 
tampak kosong, kontak psikis tidak adckuat, kadang-kadang 
bicara sendiri. Orientasi terhadap waktu, tempat, personal tidak 
jelas terganggu. 
Hasil pemeriksaan neurologis, tidak jelas ada kelainan. EEG 
dalam batas normal. Setelah 5 hari dalam perawatan di Bagian 
Jiwa RSPAD, pasien menunjukkan adanya nystagmus dan 
penglihatan merasa kurang terang. 
Hasil konsultasi Bagian Mata dijawab; Gambaran fundus 
ODS baik, ada nystagmus. 
Hasil konsultasi ulang Bagian Neurologi didapat kesan 
Observasi tumor hipofisis dan disarankan untuk CT Sean 
kepala. Hasil CT Sean kepala tanggal 16-1-1989 : Neoplasma 
daerah pineal dengan ukuran yaitu 5 x 4 x 5 cm yang meluas ke 
supra sellar. 
Selanjutnya pasien ditangani oleh bagian Bedah Saraf. Selama 
dalam perawatan di Bedah Saraf pasien sempat dicutikan ke 
daerah asalnya, sambil menunggu persiapan operasi. Kemudian 
pasien dioperasi, dengan tindakan pembedahan V-P Shunt, dan 
diagnosa akhir : Tumor ventrikel III dengan hidrosefalus. 
CONTOH KASUS (II) 
Pasien seorang laki-laki, umur 45 tahun, pangkat Serka. 
Pada tanggal 15-12-1986, pasien dibawa berobat ke bagian 
Psikiatri RSPAD Gatot Soebroto, karena bicaranya kacau, 
marah-marah, suka telanjang (tidak malu sama sekali), buang 
air kecil sembarangan dan di tempat umum, ingin pergi dari 
rumah dan sukar dikendalikan. Keadaan ini dialaminya untuk 
yang pertama kalinya. Sebelumnya pasien sifatnya peramah, 
sangat sopan kepada siapa saja, rajin bekerja, tidak pemah 
menēntang perintah atasan, rukun dengan teman sekerjanya. 
Sebulan sebelum sakit, pasien sempat pergi membawa mobil 
beserta keluarganya ke Garut dari Jakarta pulang balik. 
Semenjak pulang dari Garut, itu pasien sering termenung, 
kadang-kadang bicara sendiri, berani membolos dari dinas bahkan 
pernah tidak mau melaksanakan perintah atasannya, serta tingkah 
lakunya aneh. Oleh keluarga pasien dikira kesurupan, lalu di-bawa 
ke dukun. Setelah kira-kira sebulan tidak ada kemajuan, 
lalu dibawa ke bagian Jiwa RSPAD Gatot Soebroto. 
Selama dalam perawatan di bagian Jiwa : Keadaan umum 
kompos mentis, pakaian kurang teratur, dan pasien tidak mem-perhatikan 
tata tertib militer sama sekali. Kontak psikis tidak 
adekuat, bicara kacau, pasien minta dipegangi istrinya terus. 
Pasien buang air kecil sembarangan, suhu badan 30°C, tensi 140/ 
80 mmHg. 
Hasil konsultasi dengan bagian lain : 
Interna : Observasi UTI dan DD/thypoid fever 
Urologi : Nocturia ec psikogenik. 
Neurologi : Suspek meningoencephalitais 
EEG : dalam batas normal. 
Selanjutnya pasien dipindah rawat di Bagian Neurologi. 
CT Sean kepala : tanpa/dengan kontras menunjukkan gambaran 
butterfly glioblastoma corpus callosum bagian interior. 
DD/Astrocytoma. 
Pasien meninggal setelah 21 hari perawatan, sebelum 
tindakan pembedahan yang direncanakan setelah keadaan 
umumnya membaik. 
PEMBAHASAN 
Dari kedua contoh kasus di atas, pasien dirujuk ke bagian 
Jiwa dengan kesan suatu keadaan psikosis, dan sewaktu datang 
belum menunjukkan kelainan neurologis yang nyata. 
Perjalanan penyakit untuk kasus pertama lebih dari satu 
tahun dalam perawatan psikiatrik, sedang kasus kedua hanya 
sekitar satu bulan (yang dugaan semu sehingga dibawa ke dukun) 
dan dibawa ke bagian Jiwa dengan kesan suatu psikosis. 
Dari kedua kasus tersebut upaya untuk menegakkan 
diagnosis adanya tumor serebri dilakukan dengan CT Sean 
kepala karena pemeriksaan sebelumnya termasuk pemeriksaan 
EEG tidak jelas menunjukkan adanya kelainan. Akhirnya pasien 
meninggal di Bagian Bedah Saraf setelah dilakukan tindakan 
operasi, sedang kasus kedua belum sempat dilakukan operasi 
sudah meninggal. 
Di sini jelas bahwa pasien tersebut datang dengan kelainan 
psikiatrik, padahal sebenarnya ia juga menderita tumor intra 
kranial yang tidak terdcteksi sejak dini. 
Cermin 10 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
KESIMPULAN 
Telah diuraikan secara singkat aspek psikiatri tumor otak 
dengan contoh kasus. Kelainan psikiatri akibat tumor otak dapat 
limbul lebih dini dari kelainan klinik yang lain sehingga jika 
kasus psikiatri dengan kecurigaan latar belakang tumor otak 
perlu pemeriksaan Iebih cermat (misal CT Sean) agar penangan-an 
tidak terlambat. 
Meskipun ada kelainan psikiatri pada tumor otak namun 
tidak merupakan sindrom klinik yang khas sehingga kelainan 
tersebut tidak dapat untuk menentukan jenis dan lokalisasi 
tumor. 
Psikiatri dapat berperanserta dalam penanganan tumor otak 
sejak penentuan diagnosis, perawatan, persiapan operasi, pasea 
operasi dan rehabilitasi serta pada stadium terminal. 
KEPUSTAKAAN 
1. Goldman H. Organic Mental Disorders, Review of General Psichiatry, 
Singapore: Maruzen Asia, 1984. 
2. Haus P. When the Patient doesn't Die. General Hospital Psichiatry, Boston, 
1988. 
3. Kaplan III, Sadock BJ. Comprehensive Textbook of Psychiatry, V. Balti-more, 
London: William and Wilkins Co, 1989. 
4. Kolb LC. Psychological Factors Affecting Physical Condition. Modem 
Clinical Psychiatry. 10th ed. London: WB. Saunders Co, 1982. 
5. Ledenberg Marquerete, FMD. Psychooncology. Review of Comprehensive 
Textbook of Psychiatry V. Baltimore, 1989. 
6. Lucete FE. Strain J. Psychological Problem of the Patient with Head and 
Neck Cancer, Comprehensive Management of Head and Neck Tumors, 
Philadelphia: WB. Saunders Co., 1987. 
7. Sehwartz SI. Psychiatry complication. Principles of Surgery 4th ed. Singa-pore: 
MeGraw Hill International Book co, 1983. 
8. Silvan Arieti. American Hand Book of Psychiatry, 2nd ed. vol. IV. USA: 
Basic Book Inc. 1975. 
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 11
Peran CT Sean pada 
Diagnosis Tumor Otak 
Dr. Tri Astuti Wonoyudo 
Departemen Radiologi RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta 
PENDAHULUAN 
CT sudah menjadi prosedur diagnostik yang paling penting 
dalam cvaluasi penderita yang diduga mengidap tumor intra-kranial. 
Sensitifitas CT untuk mendeteksi dini masa intrakranial 
khususnya neoplasma cukup tinggi (80% – 98%)(1,2,3,4). Karena 
gambaran CT dari beberapa lesi intrakranial dapat menyerupai 
satu sama lain seperti kata Kricheff "Everything can look like 
everything", maka CT tidak selalu dapat membuat diagnosis 
patologi secara tepat. Rangkaian pemeriksaan CT dapat mem-bantu 
membedakan kondisi non-neoplastik, misalnya infark, 
hematoma, lcsi vaskuler dari suatu neoplasma. 
CT lebih sensitif daripada foto polos kranium dalam men-deteksi 
kalsifikasi intrakranial; namun demikian pemeriksaan 
foto polos kranium dan tomografi konvensional dapat me-lengkapi 
dan memberikan informasi tambahan yang penting, 
misalnya adanya perubahan karena erosi tulang yang khas. 
Adanya perubahan pada tulang sangat penting di dalam menilai 
regio seta tursika dan kanalis akustikus internus. 
Angiografi penting sebagai prosedur tambahan dan pe-lengkap 
untuk menentukan pola vaskuler yang abnormal dari 
beberapa neoplasma, juga di dalam menentukan adanya lesi 
vaskuler yang menyerupai neoplasma. 
CT sudah menggantikan pemeriksaan dengan mengguna-kan 
udara, misalnya pneumoensefalografi, kecuali pada diagno-sis 
neurinoma akustik intrakanalikuler yang sangat kecil; lcsi 
tersebut dapat ditentukan dengan air CT-cysternogram atau gas 
meatografi(3,4,5). 
KEKHASAN CT PADA DIAGNOSIS NEOPLASMA 
INTRAKRANIAL 
1. Lokasi yang khas 
Lokasi tumor merupakan salah satu kekhasan CT yang 
sangat membantu untuk mendcfcrensiasi diagnosis suatu neo-plasma. 
Lokasi ekstraaksial adalah khas untuk tumor-tumor 
jinak (sela tursika, sudut serebelopontin dan daerah di sekitar 
duramater). Lokasi intraaksial di dalam substansi otak bagian 
dalam biasanya khas untuk neoplasma ganas. (Gambar ) 
2. Usia penderita saat pertama kali menunjukkan gejala. 
3. Absorpsi radiasi yang khas (density) sebelum dan sesudah 
enhancement media kontras. 
4. Komposisi tumor. 
5. Konfigurasi tumor. 
Tepi yang rata biasanya suatu tumor jinak, sedangkan tepi 
yang ireguler dan berbatas tidak tegas biasanya suatu tumor 
ganas. 
6. Multiplikasi. 
Multiplikasi suatu tumor intraaksial biasanya suatu 
metastasis(1,2). 
I. NEOPLASMA SUPRATENTORIAL 
A. MENINGIOMA 
Pada umumnya terjadi di daerah yang banyak mengandung 
granulatio arakhnoid yaitu zona parasagital, falk, lengkung 
serebral, sphenoid ridge dan celah olfaktorius, Berlokasi ekstra-serebral 
(ekstraaksial) dan berkapsel. Gambaran histologinya 
jinak dan biasanya tidak residif sesudah ekstirpasi bedah yang 
lengkap. CT dapat mendeteksi meningioma yang kecil 5 – 7 mm 
dan biasanya tumor-tumor ini ditemukan secara kebetulan. 
Gambaran CT : 
Meningioma mempunyai gambaran yang agak khas tetapi 
tidak cukup spesifik apabila diagnosis tanpa dilengkapi pe-meriksaan 
angiografi dan eksplorasi bedah. Angiografi penting 
untuk menentukan suplai pembuluh darah ke meningiomanya 
Disajikan daimon Simposium Tumor Otak, 20 full 1991 di RSPAD Cato: 
Soebroto, Jakarta 
Cermin 12 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
LATERAL CORPUS CEREBRAL 
Ependymoma Astrocytoma Astrocytoma 
Meningioma Glioblastoma Glioblastoma 
Choroid plexus Lipoma Meningioma 
Epidermoid tumor Oligodendrogliom 
PINEAL REGION 
Germinoma 
Teratoma 
Glioma 
Pincocytoma 
CEREBELLUM 
Astrocytoma 
Medulloblastoma (children) 
Hemangioblastoma 
THIRD VENTRICLE 
Colloid cyst 
Ependymoma 
OPTIC CIIIASM 
Astrocytoma 
Meningioma 
PITUITARY REGION 
Adenoma 
Craniopharyngioma 
Meningioma 
Germinoma 
FOURTH VENTRICLE 
Ependymoma 
Choroid plexus papilloma 
Dermoid tumor 
Epidennoid cyst 
BRAIN STEM 
Astrocytoma 
Glioblastoma 
CEREBELLO-PONTINE ANGLE 
Acoustic ncurinoma 
Meningioma 
Epidermoid cyst 
Ependymoma 
Arachnoid cyst 
FORAMEN MAGNUM REGION 
Meningioma 
Neurofrbroma 
Gambar : Lokasi tumor yang khas(1) 
dan untuk menilai efek di sekitar struktur arteri dan venanya. 
CT tanpa kontras : 
• Kebanyakan meningioma memperlihatkan lesi hiperdens 
yang homogen atau berbintik-bintik, bentuknya reguler dan 
berbatas tegas. Bagian yang hiperdens dapat memperlihatkan 
gambaran psammomatous calcifications. 
• Kadang-kadang meningioma memperlihatkan komponen 
hipodens yang prominen apabila disertai dengan komponen 
kistik, nckrosis, dcgencrasi lipomatous atau rongga-rongga 
CSF yang loculated. 
• Sepertiga dari meningioma memperlihatkan gambaran 
isodens yang biasanya dapat dilihat berbeda dari jaringan pa-renkim 
di sekitamya dan, hampir semua lesi-lesi isodens ini 
menyebabkan efck masa yang bermakna. 
CT dengan kontras : 
• Semua meningioma memperlihatkan enhancement kontras 
yang nyata kecuali lesi-lesi dengan perkapuran. Pola enhance-ment 
biasanya homogen tajam (intense) dan berbatas tegas. 
Duramater yang berlanjut ke lesinya biasanya tebal, tanda 
yang relatif spesifik karena bisa tampak juga pada glioma dan 
metastasis. 
• Di sekitar lesi yang menunjukkan enhancement, bisa disertai 
gambaran hypodense semilunar collar atau berbentuk cincin. 
• Meningioma sering menunjukkan enhancement heterogen 
yang kompleks('.z.a,ea.e) 
B. GLIOMA 
Glioma merupakan neoplasma intraserebral (intraaksial) 
yang maligna. Gambaran infiltrat tumornya berbatas ireguler, 
tepinya bergerigi (jagged-edged border). Tumor-tumor supra-tentorial 
dapat berasal dari dalam korteks serebri dan meng-adakan 
ekstensi ke dalam korpus kalosum, basal ganglia atau 
talamus. Gambaran patologi glioma bervariasi dalam derajat 
kalsifikasi, nekrosis, perdarahan, pembentukan kista, neovaskuler 
dan aplasia seluler di dalam individual gliomanya. 
li 
r 
u 
Neoplasma ini dapat diklasifikasikan sebagai astrositoma 
gradasi rendah, astrositoma anaplastik atau glioblastoma multi-forme. 
Klasifikasinya dipersulit oleh 2 problem. Ke satu, per-bedaan 
regio dari suatu individual glioma dapat mempunyai per-bedaan 
gambaran patologik yang khas. Ke dua, glioma dapat 
memperlihatkan perubahan dengan waktu dan menjelma men-jadi 
maligna. 
Gambaran CT : 
Biasanya meretleksikan suatu lesi infiltratif dan patologi 
keganasan tumor yang khas. 
1. Astrositoma Gradasi Rendah : 
It • Dapat memperlihatkan gambaran hipodens dengan bentuk 
yang iregulcr dan tepinya bergerigi. Astrositoma yang lain ber-bentuk 
bulat atau oval dengan tepi yang tegas yang dapat disertai 
a dengan kista. Adanya tumor kistik akan lebih nyata bila ditemu- 
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 13
kan fluid level di dalam lesi atau adanya kebocoran kontras media 
ke dalam tumornya. Kalsifikasi tampak path 8–10% dan efek 
masa tampak pada 50%. 
• Enhancement terlihat pada 50%, biasanya merata dan tidak 
tajam. 
2. Astrositoma Anaplastik : 
• CT polos, tampak sebagai gambaran hipodens atau dcnsitas 
campuran yang heterogen. 
• Enhancement media kontras tampak pada 78%, dapat 
berupa gambaran lesi yang homogen, nodulcr atau pola cincin 
yang kompleks. 
3. Glioblastoma Multiforme 
• Gambaran CT bervariasi, hal ini merefleksikan gambaran 
patologinya yang heterogen. Pola yang khas, lesi berdensitas 
campuran yang heterogen atau hipodens, yang pada pemeriksa-an 
paseakontras menunjukkan bentuk yang ireguler dengan 
pola enhancement cincin yang ketebalannya bervariasi, dan 
biasanya ada efek masa. 
Adanya penebalan dan pelebaran dari septum pelusidum 
yang tampak path enhanced sean sangat spesifik untuk nco-plasma 
intraaksial. Hal ini tampak pada glioma dan metastasis 
tetapi tidak tampak pada meningioma atau adenoma hipofisis. 
Diagnosis Diferensial : 
• Tanda khas glioma berupa lesi yang bentuknya ireguler, 
berdensitas heterogen dengan enhancement cincin yang tebalnya 
bervariasi biasanya dapat dibedakan dari suatu meningioma yang 
bentuknya lebih reguler dan densitasnya lebih homogen (pada 
pemeriksaan dengan media kontras). 
• Bila lesinya tunggal, tidak selalu dapat dibedakan antara 
glioma dari metastasis, limfoma atau sarkoma. 
• Pada beberapa kasus, pola CT dari infark serebri dapat 
menyerupai suatu glioma. Bila di ferensiasinya tidak dapat 
dibuat pada CT polos, ulangan CT dapat dilakukan 7 – 10 hari 
kemudian. 
14 
Hal-hal penting dalam diagnosis diferensial suatu infark 
adalah : 
— bentuknya reguler dibatasi vaskuler. 
— efek masa kurang dibanding dengan glioma. 
— pada umumnya menyebabkan gyral enhancement dan ja-rang 
menunjukkan enhancement noduler atau cincin tipis di 
bagian perifernya. 
4. Thrombosed angioma. 
CT menunjukkan gambaran lesi hiperdcns dengan per-kapuran- 
perkapuran yang tersebar dan seringkali mempunyai 
pola kurvilinier. Lesi ini seringkali tidak menunjukkan enhance-ment, 
dapat juga memperlihatkan enhancement yang tubuler atau 
serpiginous. Pola lebih lanjut adalah pembuluh darah yang 
abnormal, efek masa yang minimal dan peicbaran ventrikuler 
dan sisterna di dekatnya karena perubahan atrofi degenerasi 
yang disebabkan oleh angioma(2,3,4,6,7,8,9,10). 
C. METASTASIS 
Metastasis intrakranial dilaporkan terjadi pada 20% – 30% 
penderita dengan karsinoma sistemik. Metastasis intraserebral 
pada umumnya berlokasi pada perbatasan substansia alba dan 
grisea atau di dalam kortek superfisial. Nodul-nodul tumor 
biasanya tersebar dan hanya sedikit yang disertai edema 
peritumoral yang ekstensif di sekitarnya. Deposit-deposit 
metastasis ini merupakan basil dari penyebaran hematogen yang 
mengikuti distribusi aliran darah dan paling sering berlokasi 
pada daerah arteria serebri media; 80% berlokasi supratentorial 
dan 20% infratentorial; 35% soliter dan 65% lesi-lesi yang 
multipel. 
Metastasis intrakranial secara nyata dapat dideteksi oleh 
CT bahkan pada diameter kurang dari 10 mm, lesi terkecil yang 
dapat dideteksi adalah 5 mm. 
Gambaran CT : 
— Suatu lesi hipodens (disertai dengan edema peritumoral) 
dan gambaran seperti daun pakis. 
— Suatu nodul hiperdens kecil yang terletak perifer dan me-nunjukkan 
enhancement pada pasea kontras. 
— Suatu lesi hipodens (pada CT polos) dan enhancement 
cincin yang kompleks pada pasea kontras. Gambaran ini dapat 
identik dengan glioma. 
— Suatu lesi kistik metastasis, berupa lesi hipodens bertepi 
tegas dengan enhancement cincin di bagian perifernya. Lesi 
kistik non-metastasis dapat memberikan gambaran yang 
identik. 
— Suatu lesi hiperdens tidak berkapur dengan enhancement 
yang dens. Pola ini dapat menyerupai meningioma. 
Hal yang penting adalah melakukan pemeriksaan dengan 
media kontras pada semua kasus yang dicurigai suatu 
metastasis intrakranial karena lesi-lesi metastasis seringkali 
memperlihatkan gambaran isodens path CT polos. Pemeriksaan 
kontras dengan double dose dan delayed sean (misalnya 1 jam 
sesudah infus) dilakukan pada lesi-lesi yang tidak tampak pada 
pemeriksaan biasa. 
Dapat terjadi penderita dengan keluhan, pada permulaan 
pemeriksaan CT masih negatif, tetapi pada ulangan pemeriksa-an 
CT 2 minggu kemudian memperlihatkan lesinya. CT sangat 
membantu mendeteksi suatu occult metastases pada suatu neo-plasma 
bronkogenik primer. Pada penderita-penderita dengan 
dugaan suatu metastasis, penting mengadakan evaluasi adanya 
perubahan atau destruksi tulang. Lesi-lesi maligna lain yang 
memberikan gambaran identik dengan metastasis adalah lim-foma, 
sarkoma, plasmasitoma aura deposit leukemik(l.Z.". 
D. TUMOR-TUMOR SUPRATENTORIAL YANG LAIN 
1. Gliosis dengan penyebab yang tidak diketahui. 
Hal ini dapat terlihat pada perubahan reaktifitas yang non-spesifik 
dari suatu jaringan misalnya pasea bedah, trauma, neo-plasma, 
infeksi, dan lesi-lesi demielinisasi. Gliosis reaktif dapat 
terjadi pada bagian perifer dari neoplasmanya atau pada daerah 
demielinisasinya yang terjadi spontan tanpa diketahui kausanya. 
Gambaran CT : 
• Suatu lcsi hipodens yang tidak menunjukkan enhancement. 
• Suatu lesi berdensitas campuran dengan enhancement 
noduler, cincin atau bentuk serpiginous. 
Gambaran CT suatu lesi dapat berubah dengan meningginya 
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992
enhancement kontras pada pemeriksaan berikutnya. Diagnosis 
pasti hanya dapat ditentukan secara biopsi dan tidak diketahui 
mengapa resolusi spontan dari keadaan ini dapat terjadi. 
Diagnosis gliosis hanya dapat ditentukan secara bedah atau 
nekropsi patologis. 
2. Sarkoma Sel Retikulum : 
Neoplasma ini biasanya terjadi pada penderita-penderita 
dengan kelainan imunologi, dapat berupa lesi yang tunggal atau 
ganda, berlokasi khas pada basal ganglia, talamus, korpus kalo-sum, 
periventrikuler pada substansia alba dan vermis serebeli. 
Gambaran CT : 
Berupa lesi-lesi iso atau hiperdens, non-kalsifikasi dan 
dengan enhancement noduler yang homogen. 
3. Ependimoma 
Epenaimoma pada hemisferium serebri dapat memperlihat-kan 
gambaran kistik atau kalsifikasi. Biasanya memperlihatkan 
enhancement kontras dengan densitas yang komplek, dan tidak 
dapat dibedakan dari glioma yang lain. 
4. Oligodendroglioma 
Biasanya berlokasi di dalam hemisferium serebri. Tanda 
patologi yang sangat khas adalah perkapuran peritumoral yang 
padat. 
Gambaran CT : 
Perkapuran di bagian perifer, linear atau pola globuler yang 
padat. Dapat mempunyai gambaran hipodens di bagian sentral 
yang merupakan nekrosis sentral, pembentukan kista atau 
degenerasi mukoid gelatinosa. Oligodcndroglioma biasanya 
memperlihatkan enhancement yang lemah. Apabila ada per-ubahan 
anaplastik, maka enhancement kontras yang intensif 
dapat terlihat(2,4,8,). 
II. NEOPLASMA YANG BERLOKASI DI GARIS 
TENGAH 
A. Neoplasma yang berdampingan dengan sela tursika 
(Juxtasellar Neoplasms) : 
Proses-proses patologik pada juxtasellar yang paling sering 
adalah adenoma hipofisis, kraniofaringioma, meningioma dan 
glioma pada traktus optikus anterior (anterior visual pathway). 
Yang kurang sering tetapi penting secara klinik adalah ancurisma 
dan teratoma-teratoma yang atipik. Karena penting menentukan 
batasan suatu aneurisma juxtasellar, maka angiografi harus di-lakukan 
pada semua penderita yang pemeriksaan CT nya 
menunjukkan adanya lesi juxtasellar. 
Gambaran CT 
Lesi-lesi infra dan juxtasellar tergantung alas ukuran dan 
gambaran patologik yang khas dari lesi. Untuk pemeriksaan yang 
lengkap, diperlukan penampang aksial dan koronal yang tipis 
dari sela tursika dan sekitarnya (sinus kavcrnosus, sisterna 
supraseler, sisterna intra pendunkularis, arteria karotis, ventrikel 
III, sinus sfenoidalis, lobus frontalis dan temporalis). Untuk 
visualisasi lesi-lesi besar yang mengadakan ckstensi ke dalam 
sistema supraseler, sudah cukup dengan penampang aksial 
tetapi untuk lesi-lesi yang kecil yang lokasinya predominan 
intraselar (mikroadenoma hipofisis) diperlukan penampang-penampang 
koronal untuk mencntukan kelenjar hipofisis dan 
infundibulum. 
Diagnosis masa intra seler ditentukan oleh beberapa pe-nemuan 
: 
– Pelebaran fosa hipofise dengan perubahan tulang. 
– Tinggi kelenjar hipofise lebih dari 9 mm dengan konfigu-rasi 
konveks ke atas (ukuran nyata pada penampang koronal). 
– Pasea kontras menunjukkan enhancement intraseler yang 
abnormal. 
– Infundibulum hipofisis mengalami cicvasi dan distorsi. 
Ekstensi supraseler dimanifestasikan oleh penemuan berupa 
densitas yang abnormal atau enhancement di dalam sistema 
supraseler. 
Ekstensi juxtasellar : 
– Ke lateral, enhancement yang asimetris dari sinus kaver-nosus 
dan/atau pergeseran dari arteria karotis. 
– Densitas atau enhancement yang abnormal di bagian 
anterior atau di dalam lobus frontalis. 
– Densitas yang abnormal di bagian posterior di dalam sis-terna 
interpedunkuler atau pergeseran arteria basilaris ke kaudal. 
– Densitas jaringan lunak yang abnormal di bagian inferior 
di dalam sinus sfenoidalis dan erosi dari dasar sela. 
1. Adenoma Hipofisis 
Biasanya merupakan tumor solid. Pada 25% kasus disertai 
dengan pembentukan kista, nekrosis, perdarahan atau per-kapuran. 
Penampang-penamnpang yang tipis dari CT (koronal) 
merupakan prosedur pelengkap untuk mendeteksi mikroade-noma 
hipofisis pada penderita-penderita dengan tanda-tanda 
hiperfungsi keicnjar hipofisis dan konfirmasi laboratorium. 
Gambaran CT : 
Suatu daerah hipodens fokal berlokasi di dalam sela tursika 
yang meicbar dengan lengkungan konveks ke atas dari kelenjar 
hipofisis. Makroadenoma hipofisis lebih dari 10 mm, biasanya 
terlihat agak hiperdens, membulat atau oval dengan tepi yang 
tajam menunjukkan enhancement kuat (dense homogen) dan 
bertepi tajam. Bila adenoma hipofisis ini kistik maim dapat 
memperlihatkan gambaran hipodens dengan enhancement 
cincin di sekitarnya. 
Perdarahan di dalam adenoma memperlihatkan suatu 
bagian yang hiperdens tidak berkapur. Enhancement dapat 
terlihat di dalam adenoma hipofisis di bagian yang tidak ber-darah( 
1,2,4,11). 
2. Kraniofaringioma 
Seringkali mempunyai perbedaan penampilan dari ade-noma 
hipofisis. Lebih sering berkapur. Lokasi biasanya path 
supraseicr dengan obstruksi dini dari foramen intraventrikuler 
yang menyebabkan hidrosefalus. Kraniofaringioma juga.dapat 
tumbuh dari dasar ventrikel III atau lamina terminalis. 
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 15
Gambaran CT 
CT polos memperlihatkan densitas iso, hipo atau hiperdens 
yang heterogen dan mempunyai tepi yang iregulcr. Enhancement 
dapat terlihat di bagian tepi (peripheral rim) atau memper-lihatkan 
pola cincin dens yang hcterogcn (menycrupai yang 
terlihat pada glioma). 
Kraniofaringioma kistika biasanya memperlihatkan lesi-lesi 
hipodens yang membulat dengan enhancement cincin pe-fifer. 
Gambaran ini dapat identik dengan : 
– Adenoma pituitari kistika. Apabila kraniofaringioma tidak 
terlihat pada ketebalan 10 mm, maka dibuat penampang-pe-nampang 
yang lcbih tipis misalnya 4 mm. 
– Meningioma juxtasellar biasanya tumbuh di dalam tuber-kulum, 
sela atau planum sfenoidale. CT biasanya memper-lihatkan 
gambaran speckled (salt and pepper appearance), 
masa multilobulated yang hiperdens dan biasanya berlokasi di 
bagian lateral dan anterior sela tursika. Meningioma ini 
memperlihatkan gambaran dense dengan enhancement kontras 
yang homogcn tetapi kadang-kadang disertai gambaran 
hipodens tipis di sekitarnya. Pada regio juxtasellar selalu harus 
dievaluasi secara hati-hati adanya hiperostosis tulang karena 
meningioma. 
– Glioma primer dapat tumbuh dari chiasma optikum, lebih 
sering mengadakan ekstensi intrakranial melalui foramen 
optikum atau dari regio hipotalamus. 
Gambaran CT dari suatu glioma nervus optikus berupa 
pembesaran nervus optikus berbentuk fusiform yang merata. 
Ekstensi intrakranial melalui foramen optikum ke dalam sisterna 
supraseicr dapat terlihat jelas dengan CT. Glioma chiasma dapat 
terlihat sebagai lesi yang iso atau hiperdens, tidak berkapur, 
menunjukkan enhancement, berbatas tegas. Hal ini dapat me-libatkan 
sisterna supraseicr dan ventrikel III bagian anterior. 
– Ancurisma juxtasellar, tidak dapat dideferensiasikan dari 
neoplasma yang lain tanpa angiografi. 
Gambaran CT tergantung was ukuran lesi, perkapuran 
intraluminal, trombus mural, atau ukuran bloodpool intralumi-nal. 
Ancurisma nontrombus terlihat isodens, bulat, menunjukkan 
enhancement dens; sebagian dari aneurisma trombus menunjuk-kan 
perkapuran pada dindingnya dengan beberapa enhancement 
intraluminal(2,4,8,12). 
III. NEOPLASMA YANG BERLOKASI INTRAVENTRI-KULER 
A. Neoplasma-neoplasma Intraventrikuler Lateralis 
Papiloma pleksus khoroidalis, meningioma, ependimoma 
dan glioma merupakan neoplasma yang paling suing ditemu-kan. 
Tumor-tumor ini menyebabkan hidrosefalus obstruktif dan 
kemungkinan disertai dengan dilatasi lokal dari rongga ventrikel 
yang berhubungan dengan tumomya dan hipertensi intrakranial. 
Meningioma dan papiloma plcksus khoroidalis mencapai din-ding 
ventrikel melalui pedikel, sedangkan glioma tidak mem-punyai 
pedikel tetapi dapat mengadakan infiltrasi melalui 
dinding ventrikel dan mencapai hemisfer serebri. 
Cermin 16 Dunia Kedokteran No. 77, 1992 
Gambaran CT 
Memperlihatkan dilatasi ventrikel lateralis yang sangat jelas 
di daerah yang berhubungan dengan tumor. Papiloma pleksus 
khoroidalis dan meningioma memperlihatkan gambaran hiper-dens 
berkapur (speckled in appearance) tetapi biasanya tidak 
menunjukkan enhancement. Lesi intraventrikuler yang jarang 
ditemukan adalah dermoid dan kista epidermoid yang dapat 
memperlihatkan. gambaran hipodens (identik dengan likuor 
serebrospinalis) dan jarang menunjukkan enhancement. Pada 
lesi-lesi intravcntrikulcr hipodens, tumor dapat menycbabkan 
hidrosefalus obstruktif tetapi batasnya sulit ditentukan sehingga 
ventrikulogram metrisamid perlu dilakukan(1,2,4,8,13). 
B. Neoplasma-neoplasma di bagian Anterior Ventrikel-III 
Kista-kista koloid biasanya berasal dari bagian antero-superior 
vcntrikel-III. Kista ini dapat menyumbat foramen inter-ventrikularis 
dan menyebabkan hidrosefalus obstruktif. 
Gambaran CT 
Kista-kista koloid dapat memperlihatkan masa yang bulat 
iso atau hiperdens pada foramen interventrikularis. Dapat terjadi 
enhancement homogen yang ringan dari lesinya, tetapi setengah 
dari lesi-lesi ini tidak menunjukkan enhancement. Penampang-penampang 
koronal memperlihatkan pelebaran dari septum 
pelusidum dan terpisahnya kornu anterior bagian inferior. Pada 
kasus-kasus jarang, dimana kista-kista koloid ini isodens dan 
non-enhancing, diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan 
metrisamid sisternogram; namun demikian, pada kasus-kasus 
yang sudah menyebabkan hidrosefalus, sulit untuk menentukan 
diagnosis sebelum operasi(1,2,4,8). 
C. Neoplasma-neoplasma di bagian Posterior Ventrikel-III 
Neoplasma-neoplasma di bagian posterior ventrikel-III ter-masuk 
: (1) tumor-tumor dari kelenjar pineal (pinealoma, pine-oblastoma); 
(2) teratoma; dan (3) macam-macam tumor ter-masuk 
glioma, metastasis, meduloblastoma dan meningioma. 
Lesi-lesi non-neoplasma termasuk aneurisma vena galenik, kista 
pada quadrigeminal plate, hematoma pada midbrain atau infark. 
Penderita dengan tumor-tumor di bagian posterior ven-trikel- 
III biasanya disertai tanda-tanda hipertensi intrakranial, 
bila daerah quadrigeminal plate terkena maka akan terjadi pa-resis 
dari gerakan bola mata ke atas dengan dilatasi dan reaksi 
pupil yang jelek. Diagnosis tumor-tumor di bagian ventrikel-III 
ini ditegakkan secara nyata dengan CT, namun demikian pe-nentuan 
gambaran histopatologi yang persis biasanya tidak 
mungkin ditentukan sebelum biopsi bedah. 
Gambaran CT 
Distorsi dan pergeseran (biasanya elevasi) dari ventrikel-III 
(normal berbentuk konveks); dan distorsi dari sisterna kuadri-geminal, 
sisterna ambiens atau sigma serebelaris superior. 
Pinealoma dan teratoma memperlihatkan gambaran masa yang 
multilobulated dengan perkapuran yang tersebar; glioma dan 
metastasis biasanya tidak berkapur. Teratoma biasanya kurang 
padat dibanding dengan pinealoma dan cenderung disertai 
komponen kistik hipodens dan perkapuran. Pinealoma memper-
lihatkan suatu gambaran dens berkapur yang berukuran cukup 
besar pads kelenjar pineal. Pada teratoma, jaringan kelenjar 
pineal yang normal dapat terlihat tersebar di dalam neoplasma-nya. 
Pinealoma dan teratoma memperlihatkan enhancement 
homogen sedangkan glioma dan metastasis memperlihatkan 
enhancement yang ireguler dan kompleks. Setiap pinealoma 
dan teratoma memperlihatkan enhancement pads subependimal 
dan sisterna(4,8). 
IV. LESI-LESI FOSA POSTERIOR 
Lesi-lesi ini dapat diklasifikasikan sebagai ekstraaksial 
(berasal dari meninges yaitu meningioma dan berasal dari nerve 
sheath yaitu neurinoma) atau intraaksial yang berasal dari 
dalam batang otak, serebelum atau ventrikel-IV. 
A. Tumor-tumor Ekstraaksial 
Tumor-tumor ini paling sering berasal dari sudut serebelo-pontin 
yaitu neurinoma akustik dan meningioma. Lesi-lesi lain 
yaiw kista-kista (dermoid, epidermoid, subarakhnoid), meta-stasis, 
aneurisma dan malformasi vaskuler. Meningioma juga 
dapat berasal dari tentorium dan dapat mengadakan ekstensi ke 
supra dan infratentorial. 
Gambaran CT 
Sesuai dengan diagnosis dari lesi infratentorial ekstraaksial 
yaitu erosi tulang, pelebaran sistema yang berhubungan dengan 
tumor, pergeseran batang otak dan struktur serebeler ke kontra-lateral, 
bentuk lesi yang regular, bertepi tegas dan lesi ber-hubungan 
dengan foramen magnum dan tentorium. 
B. Lesi-lesi Intraaksial 
Lesi-lesi intraaksial yang paling sering adalah neoplasma 
serebeler (astrositoma, hemangioblastoma, metastasis), neo-plasma 
intraventrikuler (meduloblastoma, ependimoma) dan 
tumor-tumor batang otak. 
Gambaran CT 
Sesuai dengan diagnosis dari lesi intraaksial yaitu asimetri 
dengan adanya penyempitan atau pergeseran dari sisterna basalis 
yang ipsilateral terhadap tumor, tidak ada keabnormalan tulang, 
bentuk lesi yang ireguler dan tepi lesi yang berbatas tidak tegas. 
Tumor-tumor intraaksial di dalam ventrikel-IV yaitu medulo-blastoma, 
ependimoma dan papiloma pleksus khoroidalis, ber-lokasi 
di fosa posterior bagian sentral dan mengadakan ekspansi 
lebih dari sekedar mendesak ventrikel-IV. Tumor-tumor sere-beler 
dapat mendesak ventrikel-IV ke sisi kontralateral. 
1. Lesi-lesi Batang Otak 
Glioma paling banyak didapatkan pada anak-anak dan remaja, 
glioma dan metastasis frekuensinya lebih kurang sama dengan 
penderita-penderita dewasa. Tanda-tanda klinik berkembang 
secara samar dengan tanda-tanda permulaan gangguan gait, 
parese fasial dan diplopia karena parese nervus VI (abducens). 
Bila tanda-tanda neurologi onsetnya akut, cenderung suatu brain-stem 
telangiectasia daripada suatu glioma. Hipertensi intra-kranial 
dan hidrosefalus obstruktif biasanya tidak terjadi pada 
stadium awal tetapi pada stadium lanjut. 
Gambaran CT 
Batang otak ukurannya membesar, pendesakan ke arah 
posterior dan distorsi dari ventrikel-IV, pendesakan ke arah 
anterior dan distorsi dari sistema interpedunkularis serta distors 
dari struktur-struktur di sekitar batang otak (sisterna kuadri 
gemina, arteria basilaris dan arteria serebri posterior). Pada Cl 
polos, regio batang otak dapat iso atau hipodens, dapat me 
nunjukkan enhancement noduler atau cincin. Glioma biasanyt 
tidak memperlihatkan perdarahan, perkapuran atau pemben 
tukan kista; penderita dapat menunjukkan tanda-tanda klinil 
tetapi CT tidak menunjukkan adanya kelainan. Maka apabil, 
terdapat perburukan kelainan neurologinya, perlu pemeriksaar 
CT segera. 
2. Lesi-lesi Serebeler 
Tumor-tumor ini dapat berasal dari dalam vermis atau di 
dalam hemisfer serebeli. Gambaran klinik dari tumor-tumor 
vermis di garis tengah adalah gait ataxia dan tekanan intrakranial 
yang meninggi. Tumor-tumor pada hemisfer lateralis dapat me-nyebabkan 
ipsilateral limb ataxia dan hidrosefalus obstruktif. 
Lesi-lesi neoplastik termasuk astrositoma, metastasis, sarkoma, 
hemangioblastoma; lesi-lesi non-neoplastik yang sering dijumpai 
adalah abses, hematoma, infark, malformasi vaskuler dan gliosis 
non-neoplastik. CT mempunyai kesensitifan yang tinggi di dalam 
memperlihatkan adanya masa-masa serebeler, tetapi bagai-manapun 
CT kurang sensitif di dalam menentukan gambaran 
patologi yang persis dari lesinya, jadi CT mempunyai limitasi di 
dalam menentukan diagnosa patologi. Angiografi penting untuk 
menyingkirkan suatu hemangioblastoma atau malformasi vas-kuler 
yang lain. 
Gambaran CT 
• Suatu densitas yang abnormal atau enhancement yang po-sitif 
pada vermis atau hemisfer, pendesakan dan distorsi dari 
ventrikel-IV, sisterna basalis tidak tampak dan tidak ada per-ubahan 
tulang. 
• Astrositoma serebeler mempunyai gambaran yang khas, 
berupa lesi-lesi hipodens bulat atau oval dengan nodul kecil 
hiperdens di bagian perifernya yang menunjukkan enhancement. 
Pada astrositoma yang lain, lesi noduler di bagian perifer tidak 
tampak sedangkan lesi hipodens tidak menunjukkan enhance-ment. 
Astrositoma serebeler yang solid, pada CT polos memper-lihatkan 
lesi berdensitas campuran heterogen. Dapat terjadi 
enhancement dengan pola cincin yang kompleks. 
• Hemangioblastoma dapat berupa masa solid atau kistik. 
Lesi-lesi kistik tampak hipodens dengan enhancement cincin di 
bagian puffer lesi nodulernya. Lesi solid memperlihatkan 
densitas iso- atau hiperdens pada CT polos dan memperlihatkan 
enhancement yang dense pasea pemberian media kontras. 
• Metastasis dapat memperlihatkan beberapa pola gambaran 
pada CT, namun demikian adanya lesi hipodens (bulat) dengan 
ketebalan ring enhancement yang bervariasi, sugestif suatu 
metastasis serebeler. 
• Limfoma dan sarkoma sel retikulum dapat terlihat sebagai 
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 17
lesi iso- atau hiperdens dan memperlihatkan enhancement no-duler. 
Lesi ini sering tampak pada vermis serebeli sedangkan 
lesi yang multipel tampak pada ganglion basalis, talamus dan 
korpus kalosum. 
3. Lesi-lesi pada ventrikel IV 
18 
Tumor-tumor ini cepat menyebabkan tanda-tanda tekanan 
intrakranial tinggi karena hidrosefalus obstruktif. Meduloblas-toma 
dan ependimoma merupakan tumor terbanyak, sedangkan 
papiloma pleksus koroid kurang sering terjadi. 
Gambaran CT 
Lesi-lesi intraventrikuler di dalam fosa posterior, masa 
hiperdens di garis tengah dengan halo hipodcns di sekitarnya; 
ventrikel IV tidak tampak sebagai struktur berbentuk segitiga; 
dan suatu lesi bulat hipodens di garis tengah yang menggambar-kan 
pelebaran (expanded) ventrikel-IV. 
4. Meduloblastoma berasal dari atap ventrikel-IV 
Masa ini mengisi dan meluas ke dalam ventrikel-IV dan 
dapat mengadakan ekspansi secara eksofitik ke dalam rongga 
sisterna. Meduloblastoma merupakan tumor-tumor solid, jarang 
memperlihatkan kista, perdarahan atau perkapuran. 
Gambaran CT 
• Suatu lesi yang agak hiperdens di garis tengah dengan dense 
enhancement yang homogen, di sekitarnya ada cincin hipodens 
yang menunjukkan adanya dilatasi ventrikel-IV. 
• Pada penderita yang lebih tua, meduloblastoma desmoplas-tik 
(sarkoma serebeler) terjadi di hemisfer serebeler lateral yang 
tampak sebagai lesi dengan densitas campuran yang heterogen 
dengan ring enhancement yang ketebalannya bervariasi. 
5. Ependimoma tumbuh dari dasar ventrikel-IV 
Secara patologi seringkali disertai komponen-komponen 
kista, perkapuran dan perdarahan. Tumor dapat mengadakan 
ekstensi secara eksofitik melalui resesus lateralis dari ventrikel- 
IV ke dalam rongga-rongga sisternal. 
Gambaran CT 
Suatu lesi hipodens dengan regio perkapuran hiperdens baik 
tunggal atau ganda. Regio-regio iso dan hipodens dapat memper-lihatkan 
enhancement yang heterogen. Ventrikel-IV dilatasi di-sertai 
dengan cincin hipodens di sekitar lesinya (1,2,4,6,7,8,14,15,16,17). 
KESIMPULAN 
1. CT sudah menjadi salah satu sarana neurodiagnostik yang 
terpilih untuk mendiagnosis neoplasma intrakranial karena 
mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan 
sarana neurodiagnostik konvensional yang tersedia. 
2. CT mempunyai keterbatasan dalam menentukan diagnosis 
patologi suatu neoplasma secara tepat tanpa angiografi dan 
biopsi bedah, karena gambaran CT suatu neoplasma intrakranial 
sering menyerupai satu sama lainnya. 
3. CT mempunyai kemampuan yang akurat untuk menentukan 
lokasi dan ekstensi suatu neoplasma; balk dengan potongan 
aksial maupun koronal sehingga CT dapat membantu menen-tukan 
lapangan penyinaran radioterapi dengan tepat. 
4. CT merupakan suatu pemeriksaan yang mudah, sederhana 
dan non-invasif sehingga CT sangat sesuai untuk follow-up dan 
pengawasan hasil terapi bedah maupun radiasi pada neoplasma 
intrakranial. 
r 
KEPUSTAKAAN 
1. Grossman CB, Masdeu JC, Maravilla KR, Gonzalez CF. Intracranial 
Neoplasma of the Adult, in: Head and Spine Imaging. John Wiley and 
Sons, 1985; p. 225–281. 
2. Kazner E, Wende S, Grumme T, Lankseh W; Stochdorph O. Computed 
Tomography in Brain Tumors. In: Computed Tomography in Intracranial 
Tumor, Differential Diagnosis and Clinical Aspects. Berlin, Heidelberg: 
Springer – Verlag, 1982; p. 18–454. 
3. Rothfus WE. Intracranial Mass. In: Manual Diagnostic Imaging. A Little 
Borwn Spiral Manual, 1984; p. 52–55. 
4. Weisberg LA. Intracranial Neoplasms. In: Symposium on Neuroimaging. 
Neurologic Clinics. W.B. Saunders Co, 1984; p. 695–718. 
5. Sutanto A. Pemeriksaan Tomografi dengan bantuan Komputer dalam 
Diagnostik Neoplasma Intrakranial, satu tinjauan retrospektif pada 226 
kasus, 1983. 
6. George AE, Russell EJ, Kricheff H. White Matter Buckling : CT Sign of 
Extraaxial Intracranial Mass, AJR 1980; 135: 1031–6. 
7. hammock MK, Milhorat TH. Brain Tumors and Vaseular Disorders of the 
Brain. In: Cranial Computed Tomography in Infancy and Childhood. 
William & Wilkins, 1981; p. 163–290. 
8. Weisberg LA, Nice C, Katz M. Progressive Neurological Deficit, Meta-static 
Disease and Juxtasellar Region Abnormalities. In: Cerebral Com-puted 
Tomography. A Text-Atlas. Second Edition. W.B. Saunders Co, 
1984; p. 47–80, 158–173, 174–192. 
9. Geehr RB, Dohrmann GJ, Rothman SLG. "Cireumseribed" Glioblastoma 
Multiforme : the Role of Computed Tomography in Two Cases, AJR 
1979; 132: 127–9. 
10. Lee YY, Tassel PV. Intracranial Oligodcndrogliomas. AJR 1989; 152: 
361–9. 
11. Bonneville JF, Catlin F, Dietemann JL. Computed Tomography of the 
Pituitary Gland. Berlin, Heidelberg: Springer-Verlag, 1986; p. 1–221. 
12. Lanzieri CF, Sacher M, Som PM. CT Changes in the Septum Pellucidum 
associated with Intraventricular Craniopharyngiomas, J Computer Assist-ed 
Tomography, 1985; 9(3): 507–510. 
13. Jelinek J, Smimiotopoulos JG, Parisi JE, Kanner M. Lateral Ventricular 
Neoplasms of the Brain, AJR 1990; 15: 365–72. 
14. Buetow P, Smimiotopoulos JG, Done S. Congenital Brain Tumors, AJR 
1990; 155: 587-93. 
15. Fitz CR. Neoplastic Diseases. in: Pathologic Cerebral Conditions in 
Children. in: Head and Spine Imaging. John Wiley and Sons, 1985; p. 
483–521. 
16. Yamada H. Supratentorial and Infratentorial Cystic Lesions and Brain 
Tumors. In: Pediatric Cranial Computed Tomography. Igaku – Shoin, 
1983; p. 82–104 and 230–253. 
17. Zimmerman RA, Bilaniuk LT, Bruno L, Rosenstock J. Computed Tomo-graphy 
of Cerebellar Astrocytoma. AJR 1978; 130: 929–33. 
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992
Diagnosis Tumor Otak dengan MRI 
Dr Arman Adel Abdullah 
Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / 
RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta 
Bloch dan Pureell pada 1946 menemukan prinsip dasar MRI 
yaitu inti atom (proton) akan bergetar dalam medan magnit. 
Penemuan ini dikembangkan terus menerus oleh para ahli fisika 
dan elektro sehingga pada tahun 1980 aplikasinya dalam ilmu 
kedokteran dipakai secara besar-besaran terutama di negara yang 
sudah maju seperti Amerika Serikat dan negara Eropa Barat dan 
Jepang. Di Indonesia baru September 1990 untuk pertama kali 
dilakukan di RSEM yang kemudian diikuti oleh RS Pertamina 
dan Husada. 
Dalam mendiagnosis suatu tumor otak, selain klinis, pe-ranan 
radiologi sangat besar. Dahulu angiografi, kemudian CT 
Sean dan terakhir MRI; terutama untuk tumor-tumor di daerah 
fossa posterior, karena CT Sean sukar mendiagnosis tumor otak 
akibat banyaknya artefak, sekalipun dengan kontras. Dengan 
MRI suatu tumor dapat dengan jelas tervisualisasi melalui di 
potongan 3 dimensi, sehingga memudahkan ahli bedah saraf 
untuk dapat menentukan teknik operasi atau menentukan tumor 
tersebut tidak dapat dioperasi mengingat risiko/komplikasi 
yang akan timbul. 
Melalui MRI, suatu jaringan menunjukkan sifat-sifat 
karakteristik tertentu pada gambar Tl dan T2 maupun proton 
density. Intensitas jaringan tersebut biasanya berbeda pada gam-bar 
Tl dan T2, kecuali lemak, darah segar, kalsifikasi, maupun 
peredaran darah yang cepat. Dengan melihatgambarTl maupun 
T2 dapat ditentukan karakteristik suatu tumor apakah tumor 
tersebut padat, kistik, ada perdarahan, kalsifikasi, nekrosis mau-pun 
lemak dan lain-lain. Intensitas jaringan tersebut mulai dari 
hipo, iso dan hiper intensitas terlihat jelas pada T1 dan T2. 
Pada umumnya tumor otak path Tl mempunyai gambaran 
hipo intensitas dan pada T2 menjadi hiper intensitas, bahkan 
dengan adanya perbedaan intensitas tumor yang kurang di-bandingkan 
udem perifokal pada T1 dan T2, dapat didiagnosis 
suatu tumor seperti pada glioblastoma. Kalsifikasi tidak baik 
dilihat dengan MRI, karena sedikit sekali mengandung air 
sehingga baik pada T1 maupun T2 akan temp memberikan 
gambaran hipo intensitas. Kalsifikasi lebih baik dilihat dengan 
CT Sean. Udem perifokal yang biasa pada tumor memberikan 
mass effect dapat dengan jelas sekali terlihat pada T1 hipo 
intensitas sedangkan pada T2 menjadi hiperintensitas. Tumor 
dengan perdarahan subakut dan kronik dapat dengan jelas dilihat 
pada T1 hiperintensitas dan T2 tetap hiperintensitas (subakut); 
sedangkan perdarahan akut lebih jelas dengan CT Sean daripada 
MRI. 
Tumor-tumor yang berasal dari saraf (sehwanoma, neuroma 
dan neurinoma) serta tumor-tumor lokal (tumor hipofisis, chor-doma, 
glomus tumor) sama sekali tidak mempunyai udem peri-fokal. 
Tumor-tumor oligodendroglia sedikit mempunyai udem 
perifokal maupun mass effect dan banyak mengandung kalsi-fikasi. 
ZAT KONTRAS 
Pada umumnya pemeriksaan MRI tanpa kontras sudah dapat 
memvisualisasikan suatu massa. Akan tetapi pada tumor otak, 
pemberian kontras sangat membantu suatu diagnosis. Dengan 
kontras dapat dibedakan antara tumor dengan udem, jaringan 
parut maupun sisa tumor bila sudah pernah dioperasi. Kontras 
yang digunakan ialah Gadolinium DTPA (Diet hylene Triamine 
Pentaacetic Acid) dengan dosis 0.2 mg/kgBB yang disuntikkan 
intravena. Untuk perbandingan selalu dipakai parameter Tl 
tanpa kontras dengan T1 dengan kontras. Pada umumnya se- 
Dirajikan data. Simporirrn Tumor Otak, 20 Jdi 1991 di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta 
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 19
sudah pemberian kontras suatu tumor akan terjadi penyangatan 
(enhancement). 
ISTILAH PADA MRI 
T1 : Longitudinal relaxation time 
(mempunyai TR pendek dan TE yang pendek). 
T2 : Tranversal relaxation time 
(mempunyai TR panjang dan TE yang panjang). 
TR : Repetition times 
TE : Echo delay times 
IR : Inversion recovery. 
Proton density : bagian dari T2 (mempunyai TR panjang dan 
TE yang pendek). 
KENDALA PADA MRI 
1. Alat mahal (biaya pemeriksaan tinggi). 
2. Waktu pemeriksaan cukup lama. 
3. Pasien yang mengandung metal tak dapat diperiksa (alat 
pacu jantung, protese, clips). 
4. Pasien emergency akibat kecelakaan lalu lintas tak dapat 
diperiksa bila memakai alat pernafasan buatan/tabung 02. 
5. Klaustrofobi (takut akan ruang sempit) perlu anestesi. 
KESIMPULAN 
Dengan MRI + kontras Gadolinium DTPA diagnosis tumor 
otak dapat lcbih jelas (sensitivitasnya tinggi dibandingkan CT 
Sean) baik untuk tumor supratentorial dan khusus fossa poste-rior. 
Potongan dapat menghasilkan tiga dimensi sehingga me-mudahkan 
ahli bedah saraf inencntukan teknik operasi. 
KEPUSTAKAAN 
1. Arran Adel Abdullah. Resonansi Magnctik. Radiologi Diagnostik, Balai 
Penerbit FKUI Jakarta, 1989. 
2. Kazner E, Wende S, Gmmme 'lip, Stochdorphg 0, Felik R, Claussen C. 
Computer and Kemspintomographie lntrakranieller tumoren. Berlin, 
Heidelberg: Springer Verlag, 1981. 
3. IissnerJ, Seiderer M. Klinisehe Kemspintomographie, Stuttgart: 
Ferdinand Enke Verlag, 1987. 
4. Stark DD, Bradley WG. Jr. Magnetic Resonance Imaging. Washington 
D.C: C.V. Mosby Company, 1988. 
Cermin 20 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
Histopatologi Tumor Otak 
Dr. F.X. Eddy Gunawan Yusup 
Departemen Patologi Anatomi 
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta 
PENDAHULUAN 
Patologi susunan saraf pusat bersifat amat komplek karena 
berbagai alasan, misalnya variabilitas struktur jaringan saraf 
sendiri maupun karena pengaruh letak anatominya. 
Diagnosis neuropatologis didacarkan atas analisis morfo-logi 
dan analisis topografi, keduanya dibandingkan dengan data 
klinik atau penemuan-penemuan pada otopsi selengkapnya. 
Klasifikasi tumor susunan saraf yang lengkap adalah oleh 
Zuilch (1979) Histological Typing of Tumours of the Central 
Nervous System(1,2,3). Dikemukakan modifikasi kiasifikasi 
histogenesis tumor glioma yang sederhana dari Bailey dan 
Cushing(4), dan histopatologi dari meningioma. 
Maksud dari makalah ini adalah mengemukakan histopato-logi 
tumor glioma dan meningioma. 
HISTOGENESIS 
Untuk memahami pertumbuhan bangunan otak, hendaknya 
dibayangkan bahwa pertumbuhan susunan saraf pusat terjadi 
dalam bentuk pipa. Pada pipa tersebut dapat di lihat sebuah 
dasar, atap dan dua dinding sisi yang mengelilingi sebuah 
rongga yang terletak di tengah-tengah. 
Susunan saraf pusat berkembang dari lempeng ektoderm 
(neural plate), kemudian melengkung ke dalam sehingga terben-tuk 
alur saraf (neural groove). Bagian kanan dan kiri alur saraf 
disebut lipatan saraf (neural folds). Pada batas neuroektodermal 
terdapat sel-sel yang disebut birai saraf (neural crest). Lipatan 
saraf kemudian tumbuh ke arah medial sehingga saling bertemu 
dan terjadi bumbung saraf (neural tube). 
Gambar : 
Notochord Somila 
Dorsal root ganglion 
G , 
Diagram penutupan neural tube, asal dari neural crest dan akar dorsal 
ganglia. Irisan melintang alas dasar basil foto dari embryo 19 hart 
(dikutip dari 5) 
Dibacakan pada Simposium Tumor Otak, di RSPAD Gatot Soebroto, 30 Juli 
1991. 
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 21
Neural tube sebagai bangunan tunggal, akan berkembang 
menebal, melipat dan sebagainya yang disebut vesikel serebral 
primitif. Dari depan ke belakang akan terbentuk : 
– Prosensefalon (otak bagian depan). 
– Mesensefalon (otak bagian tengah). 
– Rombensefalo,n (otak bagian belakang). 
Sejalan dengan pembentukan vesikel serebral primitif, ter-jadi 
pelekukan ke depan pada dua tempat, setinggi mesensefalon 
dan rombensefalon bagian belakang. Pelekukan pertama disebut 
fleksura sefalik dan yang kedua fleksura servikal. 
Prosensefalon berdiferensiasi menjadi telensefalon dan 
diensefalon. Telensefalon pada perkembangan selanjutnya akan 
menjadi hemisferium dan lumennya akan menjadi ventrikel 
lateral dan ventrikel III. Diensefalon akan berkembang menjadi 
talamus, epitalamus dan hipotalamus. Mesensefalon tidak 
banyak perubahan hanya batasnya lcbih nyata karena adanya 
fleksura sefalik. Rombensefalon menjadi bangunan yang terdiri 
dari dua bagian, bagian depan mesensefalon, yang nantinya 
menjadi pons dan serebellum dan bagian belakang mielensefalon 
yang akan menjadi medulla oblangata. Tabung neural di bagian 
belakang mielensefalon berkembang menjadi medulla spinalis(5,6). 
ANATOMI SUSUNAN SARAF PUSAT 
Susunan saraf pusat terdiri dari otak besar (cerebrum), 
batang otak, otak kecil (cerebellum) dan sumsum tulang be-lakang 
(medulla spinalis) dan diliputi oleh selaput otak 
(mening) yang terdiri atas bagian luarpakhimening (durameter) 
dan bagian dalam leptomening. 
Otak dipisahkan oleh fisura media menjadi dua hemisfer. 
Permukaan lateral masing-masing hcmisfer dibedakan menjadi 
lobus frontal, parietal, temporal, dan oksipital. Otak mempunyai 
sistem perhubungan, yaitu ventrikel. Ventrikel lateral masuk ke 
dalam lobus frontal, temporal dan oksipital. Cairan serebrospinal 
dibentuk setiap hari oleh plexus choroid pada ventrikel, melalui 
ventrikel III dan IV terus ke subarachnoid dan medulla spinalis. 
Otak diliputi oleh leptomening, membrana arachnoid dan pia-meter 
dan bagian paling luar durameter. Durameter berlapis dua, 
sebagai lapisan dalam periosteum dari tulang tengkorak, dan 
pada garis tengah sebagai falx cerebri, pada fosa posterior ter-bentang 
seperti tenda membentuk tentorium cerebri, memisah-kan 
lobus oksipital dan serebellum. Aspek ventral dari otak 
adalah batang otak dan serebellum, menutupi aspek posterior 
(otak tengah) yaitu : pons dan medula oblongata yang mengeli-lingi 
ventrikel IV.Otak mendapat darah dari a. carotis interna dan 
a. vertebralis(7). 
KLASIFIKASI 
Klasifikasi merupakan pembagian dari suatu organ indi-vidu, 
menjadi suatu grup, disusun secara sistematis berdasarkan 
suatu prinsip serta selengkap mungkin. Dan yang paling penting 
dapat bermanfaat untuk penelitian dan klinik(8). Klasifikasi tumor 
susunan saraf pusat merupakan persoalan yang rumit dan sejak 
lama menjadi persoalan dan perdebatan. 
Banyak klasifikasi tumor susunan saraf pusat, perpaduan 
dari semuanya telah dirangkum dalam klasifikasi WHO(2). Di sini 
dikemukakan modifikasi klasifikasi histogenesis dari Bailey dan 
Cushing(4). Klasifikasi glioma ini merupakan dasar terbesar dari 
prinsip klasifikasi tumor susunan saraf pusat serta mengurangi 
berbagai keruwetan dan keanckaragaman dari tumor ini. Dasar 
dari modifikasi klasifikasi Bailey dan Cushing ini ialah per-sangkaan 
migrasi dan difcrensiasi dari primitive lining cells dari 
embryonic neural canal menjadi meduloblas yang bipotensial; 
dapat menjadi seri neuronal (neuroblas dan neuron) atau men-jadi 
seri glial melalui spongioblas akan menjadi astrosit atau 
oligodcndrosit. Sel-sel yang melapisi kanal neural akan menjadi 
sel ependimal yang matang. Dari sel-sel tersebut di atas bila 
timbul keganasan diberi nama-nama sebagai berikut : me-duloblastoma, 
neuroblastoma, ganglioneuroma (dari neuron 
matur), astrositoma, oligodendrogliomadan ependimoma. Tumor-tumor 
yang berasal dari sel glia disebut glioma. 
Tabel 1. Histogenesis tumor neurocktodermal (modifikasi Bailey dan 
Cushing)4 
GLIOMA 
Astrositoma 
Merupakan tumor susunan saraf pusat yang paling sering 
dijumpai. Pada orang dewasa tumbuh di hcmisfer serebri. Pada 
anak-anak dan dewasa muda di serebelum, dan pada umumnya 
kistik(9,10,11). 
Astrositoma dibagi menjadi empat tingkatan, semuanya 
bersifat invasif, tingkat (grade) 1 dan 2 banyak pada anak-anak, 
tingkat (grade) 3 dan 4 90% pada orang tua(1,8,9), Kernohan dan 
kawan-kawan berkesimpulan adanya hubungan yang erat antara 
tingkatan (grading) dan prognosis penderita(1,2). 
Astrositoma tingkat (grade) 1 
Ada dua tipe astrosit, fibrilcr dan protoplasmik, maka ter- 
Cermin 22 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
dapat dua tipe astrositoma yaitu Astrositoma fibriler dan Mikroskopik 
Astrositoma protoplasmik (jarang ditemukan). Dikenal tiga jenis : 
Jenis Epitelial : terdiri atas sel-sel yang membentuk roset 
sejati (Roset Flexner–Wintersteiner), kadang-kadang ditemukan 
rongga-rongga yang dilapisi oleh sel kuboid atau torak yang 
menyerupai ventrikel blepharoplas dapat dilihat dengan pe-ngecatan 
PTAH (Rubinstein), jenis ini merupakan gambaran 
khas yang sering dijumpai(2,4,6). 
Makroskopik 
Astrositoma fibriler berwama putih keabu-abuan sangat 
padat dan pipih, tidak berbatas jelas, tepi tumor dapat dirasakan 
dengan perabaan jari jari tangan, bila letaknya di serebelum 
maka 2/3 selalu kistik dan umumnya kecil (mural model). 
Astrositoma protoplasmik, lunak dan gelatinous. Batas lrbih 
jelas, tampak spongiosa. Jenis Papiler : Sel-sel berstruktur papiler dengan stroma 
myxomatous (myxopapillary ependymoma). Bentuk lain pa-Mikroskopik 
pilloma plexus choroideus. 
Jenis Seluler : Tumor dibentuk sel-sel ependim mengeliling 
pembuluh darah, atau masa tanpa gambaran khas. 
Sel tumor menyerupai astrosit normal, inti sedikit lebih 
besar, kromatin kasar, sedikit pleomorfik, jumlahnya bertam-bah, 
cabang-cabang lebih tebal dan banyak, berstruktur fibriler, 
mitosis tidak ditemukan, tidak ditemukan datia tumor, tampak 
proliferasi pembuluh darah tidal( disertai proliferasi endotel. 
Oligodendroglioma 
Pertama kali diberi nama oleh Bailey dan Cushing (1928); 
merupakan tumor glioma terbanyak ketiga. 5% dari semua 
tumor susunan saraf pusat. Dapat ditemukan pada semua usia 
terbanyak pada dekade 4 dan 5. Sebagian besar tumor terletak 
pada lobus frontal, tumbuh dominan pada substantia alba jarang 
pada korteks serebri(2"), 
Astrositoma tingkat (grade) 2 
Sel-sel tumor lebih banyak dan lebih pleomorfik. Inti besar 
sering dijumpai namun tidak dijumpai mitosis dan sel datia 
tumor. Proliferasi pembuluh darah, nekrosis dan perdarahan 
tidak ditemukan. Makroskopik 
Astrositoma tingkat (grade) 3 dan 4 (glioblastoma multi-forme) 
Tumor dapat mencapai ukuran besar, batas tumor nyata 
warna abu-abu atau abu-abu pink. Sering lunak, 20% kistik di 
tengah tumor, nekrosis jarang dijumpai. Kalsifikasi banyak 
ditemukan, bila radiologik terlihat maka prognosisnya lebih 
baik. 
Merupakan 40–60% tumor glioma jaringan otak. Lokasi 
terutama pada pons dan cerebrum dan 90% tumor ini pada usia 
lanjut. 
Meskipun astrositoma tingkat 4 sangat ganas, namun 
jarang sekali metastasis keluar dari jaringan serebrospinal(19.12). Mikroskopik 
Mempunyai perangai histologik yang khas, terdiri atas sel-sel 
kecil yang rapat, stroma sedikit. Sel-sel dengan inti kecil, 
bulat dan gelap menyerupai limfosit. Sering di jumpai gambaran 
honeycomb, mitosis dan kalsifikasi. 
Makroskopik 
Pada tingkat 3 masih dapat dikenal sel-sel astrosit, tingkat 4 
sudah sukar diindentifikasi, sangat pleomorfik, banyak mitosis 
dan sel datia tumor, dapat dijumpai daerah nekrosis dan per-darahan. 
Ependimoma Meduloblastoma Nama diberikan oleh Bailey dan Cushing (1925). Tumor 
ini khas sekali karena selalu ditemukan pada garis tengah sere-bellum 
pada bayi dan anak-anak(11,12). 
Merupakan tumorglioma kedua terbanyak. Sel-sel ependim 
normal terdapat melapisi kanal vcntrikel, kanal pusat dari 
medulla spinalis, ventrikulus terminalis dari konus medularis 
medulla spinalis dan sedikit di hemisfer serebri. Maka di tempat 
tersebutlah ependimoma ditemukan; 40% supratentorium, 60% 
infratentorium. Pada infratentorium hampir selalu di garis tengah 
dari dasar atau atap dari vcntrikel. 60% dari glioma medulla 
spinalis adalah ependimoma. Tumor ini banyak ditemukan pada 
anak-anak dan dewasa mudaw.12) 
Makroskopik 
Tumor berbatas tegas, selalu pada garis tengah atau vermis 
serebellum, dapat menekan atau invasif ke ventrikel IV, menim-bulkan 
hidrosefalus internal. Tumor ini cireumseribed tidak 
berkapsul, warna putih keabu-abuan dan sangat lunak, jarang 
berbentuk kistik, nekrosis banyak dijumpai. Karena mudah ter-lepas 
dan invasif ke ventrikel IV, maka dapat ditemui pada cair-an 
serebrospinal dan bermetastasis lugs melalui ruang sub-arachnoid. 
Sifatnya ganas sekali dan radiosensitif. 
Makroskopik 
Ependimoma intrakranial dapat tumbuh besar sebelum 
menimbulkan gejala, batas tumor kurang nyata, yang di medulla 
spinalis sebagian berkapsul, ini memudahkan untuk pengangkat-an. 
Tumor warna abu-abu pink, agak tipis, granola. Kista di-temukan 
pada ependimoma serebral, sedangkan yang di fosa 
posterior jarang. Keadaan ini merupakan kebalikan dari 
astrositoma. Kalsifikasi bisa dijumpai(11,12). 
Mikroskopik 
Sangat seluler, stroma hampir tidak dijumpai. Sel-sel pleo-morfik, 
bentuk klasik sel-selnya kecil-kecil tersusun sebagai 
sheets atau trabeculae, sering dijumpai formasi pseudorosette. 
Mitosis banyak dijumpai. 
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 23
MENINGIOMA 
Nomenklatur dan Sitogenesis 
Meningioma berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan 
mening serta dcrivat-dcrivatnya. Di antara sel-sel mening itu 
belum dapat dipastikan sel mana yang membentuk tumor, tetapi 
terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan villi arachnoid. 
Tumbuhnva meningioma kebanvakan di temnat ditemukan 
banyak villi arachnoid. Dari observasi yang dilakukan Mallary 
(1920) dan didukung Penfield (1923), didapatkan suatu konsep 
bahwa sel yang membentuk tumor ini ialah fibroblast, sehingga 
mereka menycbutnya arachnoid fibroblast atau meningeal 
fibroblastoma(14). 
Ahli patologi pada umumnya lcbih menyukai label histologi 
dari pada label anatomi untuk suatu tumor. Namun istilah 
meningioma yang diajukan Cushing (1922) ternyata dapat di-terima 
dan didukung oleh Bailey dan Bucy (1931)(13,14) Orville 
Bailey (1940) mengemukakan bahwa sel-sel arachnoid berasal 
dari neural crest, sel-sel arachnoid disebut Cap cells; pendapat 
ini didukung Harstadius (1950), bermula dari unsur ektoderm(13,14), 
Zuich tetap menggolongkan meningioma ke dalam tumor me-sodermal. 
Kejadian, Umur dan Jenis Kelamin 
Meningioma dapat dijumpai pada semua umur, namun pa-ling 
banyak pada usia pertengahan. Meningioma intrakranial 
merupakan 15–20% dari semua tumor primer di regio ini(1,13). 
Meningioma juga bisa timbul di sepanjang kanalis spinalis, dan 
frekuensinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tumor 
lain yang tumbuh di regio ini(12,13). 
Di rongga kepala, meningioma banyak ditemukan pada 
wanita dibanding pria (2 : 1), sedangkan pada kanalis spinalis 
lebih tinggi lagi (4 : 1)(1,12,13). Meningioma pada bayi lebih 
banyak pada priat'l. 
Gambaran Makroskopik 
Meningioma intrakranial banyak ditemukan di regio para-sagital, 
selanjutnya di daerah permukaan konveks lateral dan 
falx cerebri. Di kanalis spinalis meningioma lcbih sering me-nempati 
regio torakal. Pertumbuhan tumor ini mengakibatkan 
tekanan hebat pada jaringan sekitamya, namun jarang menyebuk 
ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan fokus-fokus kalsi-fikasi 
kecil-kecil yang berasal dari psammoma bodies, bahkan 
dapat ditemukan pembentukan jaringan tulang baru. 
Klasifikasi Histologi 
Gambaran mikroskopik meningioma amat bervariasi, ma-cam- 
macam klasifikasi diusulkan, namun Orville Bailey 
(1940) menganggap klasifikasi meningioma tidak diperlukan. 
Pandangan ini didasarkan secara biologis karma variasi-variasi 
histologis tersebut tidak banyak kaitannya dengan perangai bio-logi 
kelompok tumor init' 13,'4> 
Klasifikasi menurut Kernohan dan Sayre, yaitu (1) Me-ningioma 
meningotheliomatosa (syncytial, endothclimatous). 
(2) Meningioma fibroblastik dan (3) Meningioma angioblastik. 
Yang terakhir ada yang menggolongkan sebagai haemangiope-risitoma. 
Tipe transisional atau tipe campuran digolongkan ke 
dalam kelompok meningioma meningotheliomatosa(13). 
Meningioma meningotheliomatosa 
Terdiri atas sel-sel uniform, berinti bulat atau oval, me-ngandung 
satu/dua nuklcoii yang nyata, sedangkan membran 
sel tidak jelas, sebagian dari kelompok-kelompok sel tersebut 
tersusun dalam lobulus-lobulus membentuk massa yang solid. 
Jaringan ikat pada batas-batas lobulus. Whorls dan psammoma 
bodies juga merupakan gambaran khas tumor ini. 
Meningioma ftbroblastik 
Terdiri alas sel-sel pipih yang membentuk berkas-berkas 
yang sating beranyaman, kadang-kadang dengan bagian-bagian 
menyerupai struktur palisade. Sol-sel tersebut mirip dengan 
fibroblast, namun inti sel identik dengan inti sel meningioma 
meningiomatosa. Adanya serabut retikulin yang berlebihan dan 
serabut kolagen yang menjadi pemisah antara sel pada 
meningioma tipe ini, merupakan tanda yang khas. 
Meningioma angioblastik 
Terdiri alas sel-sel tersusun padat, batas-batas sitoplasma 
tidak jelas, inti sel tersusun rapat. Sel-sel tersebut umumnya 
menempel pada dinding kapiler, namun kapiler-kapiler tersebut 
sebagian mengalami dilatasi, sebagian lagi kompresi, sehingga 
sukar untuk diidentifikasi. Bailey dkk. (1928) beranggapan bahwa 
sel-sel tumor ini berasal dari elemen dinding pembuluh darah. 
Beberapa penulis melaporkan bahwa meningioma angioblastik 
lebih sering kambuh. 
RINGKASAN 
Telah dikemukakan histopatologi tumor otak yang sering 
dijumpai. Patologi susunan saraf pusat bersifat amat kompleks, 
diperlukan penanganan berbagai disiplin ilmu agar didapatkan 
diagnosis Berta tindakan yang tepat 
KEPUSTAKAAN 
1. Leestma JE. Brain tumor. Am. J. Pathol 1980; 100(1). 
2. Zuich KJ. Histological Typing of Tumours of the Central Nervous 
System. Geneva: WHO, 1979. 
3. Esiri MM, Oppenheimer DR. Diagnostic neuropathology. London: Black-well 
Seient Pub!, 1989, 171-224. 
4. Treip CS. A Colour atlas of neuropathology. London: Wolfe Medical 
Publication Ltd, 1978, 151-86. 
5. William C, Barrett JR. Development of brain and spinal cord. In: Neuro-pathology. 
(Ed) Tedesehi CG. Boston: Litle Brown and Co, 170, 3-8. 
6. Sidharta P, Dewanto G. Susunan Saraf Pusat. Jakarta: Dian Rakyat,1986, 
41-7. 
7. Regato JA, Spjut 11J. Cancer. Diagnosis, treatment and prognosis. St 
Louis: Mosby, 1977, 131-56. 
8. Butner AB, Brooks WH, Natshy MG. Classification and biology of brain 
tumors. In: Neurological Surgery. Julian R, Youmans JR. (eds.) Philadel-phia: 
Saunders, 1973, 2659-93. 
9. Cobb CA. Youmans JR. Glial and neuronal tumors of the brain in adult. 
In: Neurological Surgery. Julian R, Youmans JR. (eds.) Philadelphia: 
Saunders, 1973, 2759-2823. 
10. Hoffman I-li. Supratentorial brain tumor in children. In: Neurological 
Surgery. Julian R, Youmans JR. (eds.) Philadelphia: Saunders, 1973, 
2702-30.
11. Humphreys RP.Posterior cranial fossa brain tumor in children. In: Neuro-logical 
Surgery. Julian R, Youmans JR. (eds.) Philadelphia: Saunders, 
1973, 2733–57. 
13. Maccarty CS, Pupgras DG, Ebersold MJ. Meningeal tumors of the brain. 
In: Neurological Surgery. Julian R, Youmans JR. (eds.) Philadelphia: 
Saunders, 1973, 2936–66. 
12. Kemohan JW, Sayre GP. Tumor of the central nervous system. A.F.I.P. 
Washington, 1952. 
14. Anwar IIR. Aktivitas fosfatase basa pada meningioma, suatu studi enzym 
histokimia. Disertasi. FK. Undip Semarang, 1984. 
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 25
Peranan Radioterapi pada 
Neoplasma Susunan Saraf Pusat 
DR. R. Susworo 
Bagian Radiologi/Unit Radioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusūmo 
Bagian Radiologi RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta 
PENDAHULUAN 
Radioterapi merupakan salah satu metoda pengobatan pada 
penatalaksanaan tumor-tumor ganas di samping metoda lain 
seperti pembedahan dan khemo serta imunoterapi. Berbeda hal-nya 
dengan pembedahan maka radioterapi merupakan sarana 
pengobatan yang relatif masih baru, dan sampai saat ini pengem-bangan 
ilmu ini masih berlangsung terus sejalan dengan kemaju-an 
di bidang teknologi dengan diciptakannya berbagai sarana 
radiasi yang lebih canggih beserta sarana pembantunya. Semua 
upaya ini terutama bertujuan untuk memperoleh dosis semaksi-mal 
mungkin pada tumor, tetapi seminimal mungkin pada ja-ringan 
(sekitamya) sehingga akan diperoleh kematian tumor 
tanpa meninggalkan efek samping yang terlalu banyak. 
PENATALAKSANAAN RADIASI TUMOR OTAK 
Pengobatan terpilih tumor otak adalah ekstirpasi radikal(1) 
namun apabila hal ini tidak dapat dilakukan maka dekompresi 
merupakan hal yang harus dikerjakan semaksimal mungkin. 
Selanjutnya radiasi diberikan sebagai pengobatan ajuvan setelah 
dilakukan pengangkatan tumor tersebut. Tindakan ajuvan ini 
dilakukan pada astrositoma (derajat keganasan II, III,IV), epen-dimoma, 
oligodcndroglioma, kraniofaringioma, serta kordoma. 
Pada kasus-kasus yang tidak lagi resektabel atau tidak layak 
operasi ataupun menolak operasi maka radioterapi harus ber-peran 
sebagai modalitas tunggal. Kasus ini terjadi pada tumor-tumor 
yang letaknya sentral, pada batang otak,ventrikel 3, pada 
metastasis otak yang multipel. 
Sebagai terapi kombinasi maka radioterapi pada pengobatan 
tumor-tumor intrakranial dilakukan setelah pembedahan (radiasi 
pasea bedah), yakni bertujuan untuk mengeradikasi sisa-sisa sel 
tumor yang masih tertinggal baik secara mikroskopik dan bila 
mungkin juga untuk tumor yang masih tampak. 
Untuk mencegah terjadinya udem yang mikroskopik pada 
parenkim otak yang dapat menambah tinggi tekanan intra-kranial 
maka dianjurkan pemberian kortikosteroid dosis tinggi. 
Dosis radiasi ditentukan oleh jenis histologik, respons ter-hadap 
radiasi, lokasi anatomik dan toleransi jaringan sehat di 
sekitarnya. Luas lapangan radiasi ditentukan oleh ekstensi tumor 
dan daerah-daerah potensial, seperti halnya radiasi elektif yang 
dianjurkan diberikan pada meduloblastoma. 
Usia merupakan faktor penting pada anak-anak usia muda, 
pada umumnya tumor ini lebih sensitif, tetapi tingkat toleransi-nya 
juga rendah. 
Teknik radiasi seluruh otak (So; whole brain) serta sebagian 
otak (parsial) atau hanya lokal pada lesi yang tampak, sampai saat 
ini masih tetap kontroversial. 
Berbagai upaya harus dilakukan pada pengobatan radiasi 
tumor otak untuk memperoleh basil yang paling optimal, antara 
lain : 
• Mengetahui letak tumor (prabedah) secara tepat terhadap 
titik-titik anatomi intrakranial tertentu. 
Sebelum ada CT Scan, maka pemeriksaan radiologik dengan 
kontras (angiografi serebral) merupakan satu-satunya sarana, 
pada saat ini dengan CT Scan dapat diketahui dengan tepat selain 
lokasi juga volume tumor sehingga dapat ditetapkan volume 
target radiasi. Pemeriksaan yang kurang invasif sifatnya ini juga 
sangat bermanfaat dalam menilai hasil pengobatan. 
• Penggunaan simulator. 
Simulator adalah sarana pembantu pada radioterapi yang 
berfungsi untuk meniru (to simulate) alat radiasi yang sebenar- 
Dibacakan pada Simposium Tumor Otak, RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, 30 
lull 1991. 
Cermin 26 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak
Tumor Otak

More Related Content

What's hot

Bahan-Ajar-3_Trauma-Medulla-Spinalis.pdf
Bahan-Ajar-3_Trauma-Medulla-Spinalis.pdfBahan-Ajar-3_Trauma-Medulla-Spinalis.pdf
Bahan-Ajar-3_Trauma-Medulla-Spinalis.pdfAkmalFahrezzy1
 
Osteoarthritis dan Artritis Gout
Osteoarthritis dan Artritis GoutOsteoarthritis dan Artritis Gout
Osteoarthritis dan Artritis GoutRindang Abas
 
Balans cairan & elektrolit
Balans cairan & elektrolitBalans cairan & elektrolit
Balans cairan & elektrolitAzis Aimaduddin
 
Management of Acute Coronary Syndrome - Non STEMI
Management of Acute Coronary Syndrome - Non STEMIManagement of Acute Coronary Syndrome - Non STEMI
Management of Acute Coronary Syndrome - Non STEMIIsman Firdaus
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialisfikri asyura
 
Buku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus MalariaBuku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus Malariahersu12345
 
Laporan kolelitiasis
Laporan kolelitiasisLaporan kolelitiasis
Laporan kolelitiasisHerlan Boga
 
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)Lena Setianingsih
 
Ppt osteomielitis
Ppt osteomielitisPpt osteomielitis
Ppt osteomielitisKANDA IZUL
 
soal osce comprehensive
soal osce comprehensivesoal osce comprehensive
soal osce comprehensiveYoseph Buga
 
Sdki, slki, siki keb rasa aman nyaman patologis system integument imun
Sdki, slki, siki keb rasa aman nyaman patologis system integument imunSdki, slki, siki keb rasa aman nyaman patologis system integument imun
Sdki, slki, siki keb rasa aman nyaman patologis system integument imunIda Djafar
 
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Surya Amal
 
Penyakit rabies.PPT
Penyakit rabies.PPTPenyakit rabies.PPT
Penyakit rabies.PPT_Dian
 
Demam berdarah dengue
Demam berdarah dengueDemam berdarah dengue
Demam berdarah dengueJoni Iswanto
 
rumus pemberian obat melalui syringe pump
rumus pemberian obat melalui syringe pumprumus pemberian obat melalui syringe pump
rumus pemberian obat melalui syringe pumpade anggara
 

What's hot (20)

Bahan-Ajar-3_Trauma-Medulla-Spinalis.pdf
Bahan-Ajar-3_Trauma-Medulla-Spinalis.pdfBahan-Ajar-3_Trauma-Medulla-Spinalis.pdf
Bahan-Ajar-3_Trauma-Medulla-Spinalis.pdf
 
MATERI PENYULUHAN DEMAM BERDARAH
MATERI PENYULUHAN DEMAM BERDARAHMATERI PENYULUHAN DEMAM BERDARAH
MATERI PENYULUHAN DEMAM BERDARAH
 
Osteoarthritis dan Artritis Gout
Osteoarthritis dan Artritis GoutOsteoarthritis dan Artritis Gout
Osteoarthritis dan Artritis Gout
 
Balans cairan & elektrolit
Balans cairan & elektrolitBalans cairan & elektrolit
Balans cairan & elektrolit
 
Management of Acute Coronary Syndrome - Non STEMI
Management of Acute Coronary Syndrome - Non STEMIManagement of Acute Coronary Syndrome - Non STEMI
Management of Acute Coronary Syndrome - Non STEMI
 
2. konjungtiva
2. konjungtiva2. konjungtiva
2. konjungtiva
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialis
 
Buku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus MalariaBuku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus Malaria
 
Laporan kolelitiasis
Laporan kolelitiasisLaporan kolelitiasis
Laporan kolelitiasis
 
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
 
Ppt osteomielitis
Ppt osteomielitisPpt osteomielitis
Ppt osteomielitis
 
soal osce comprehensive
soal osce comprehensivesoal osce comprehensive
soal osce comprehensive
 
Sdki, slki, siki keb rasa aman nyaman patologis system integument imun
Sdki, slki, siki keb rasa aman nyaman patologis system integument imunSdki, slki, siki keb rasa aman nyaman patologis system integument imun
Sdki, slki, siki keb rasa aman nyaman patologis system integument imun
 
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
 
Penyakit rabies.PPT
Penyakit rabies.PPTPenyakit rabies.PPT
Penyakit rabies.PPT
 
Demam berdarah dengue
Demam berdarah dengueDemam berdarah dengue
Demam berdarah dengue
 
Hnp
HnpHnp
Hnp
 
rumus pemberian obat melalui syringe pump
rumus pemberian obat melalui syringe pumprumus pemberian obat melalui syringe pump
rumus pemberian obat melalui syringe pump
 
Referat low back pain
Referat low back painReferat low back pain
Referat low back pain
 
Radiology pada urolithiasis
Radiology pada urolithiasisRadiology pada urolithiasis
Radiology pada urolithiasis
 

Similar to Tumor Otak

Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidanKanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidanHelmon Chan
 
Kanker dan teratogenesis
Kanker dan teratogenesisKanker dan teratogenesis
Kanker dan teratogenesisHelmon Chan
 
Deteksi-Dini-Keganasan-Kepala-Leher-28-Juli-2018.pdf
Deteksi-Dini-Keganasan-Kepala-Leher-28-Juli-2018.pdfDeteksi-Dini-Keganasan-Kepala-Leher-28-Juli-2018.pdf
Deteksi-Dini-Keganasan-Kepala-Leher-28-Juli-2018.pdfssuserd9c13e
 
Cdk 120 gizi_dan_fertilitas
Cdk 120 gizi_dan_fertilitasCdk 120 gizi_dan_fertilitas
Cdk 120 gizi_dan_fertilitasrahmawati90
 
Kejang demam-neurology-2012
Kejang demam-neurology-2012Kejang demam-neurology-2012
Kejang demam-neurology-2012Agung Zukhruf
 
Konsensus-Penatalaksanaan-Kejang-Demam.pdf
Konsensus-Penatalaksanaan-Kejang-Demam.pdfKonsensus-Penatalaksanaan-Kejang-Demam.pdf
Konsensus-Penatalaksanaan-Kejang-Demam.pdfedipurwanto81
 
Kejang demam-neurology-2012
Kejang demam-neurology-2012Kejang demam-neurology-2012
Kejang demam-neurology-2012Ovi Chris
 
Kosa kata dalam bahasa indonesia Sugeng Iskandar ICP`12 STAIN salatiga
Kosa kata dalam bahasa indonesia Sugeng Iskandar ICP`12 STAIN salatigaKosa kata dalam bahasa indonesia Sugeng Iskandar ICP`12 STAIN salatiga
Kosa kata dalam bahasa indonesia Sugeng Iskandar ICP`12 STAIN salatigaAbdul Rosyid
 
Persentasion PBL 1 Modul Hemiparesis
Persentasion PBL 1 Modul HemiparesisPersentasion PBL 1 Modul Hemiparesis
Persentasion PBL 1 Modul HemiparesisAulia Amani
 
[2019] Pedoman Kanker Ginjal - Edisi 2.docx
[2019] Pedoman Kanker Ginjal - Edisi 2.docx[2019] Pedoman Kanker Ginjal - Edisi 2.docx
[2019] Pedoman Kanker Ginjal - Edisi 2.docxJohanesWerluka
 
27925999 karsinoma-nasofaring
27925999 karsinoma-nasofaring27925999 karsinoma-nasofaring
27925999 karsinoma-nasofaring0812200200
 
Andrew hidayat tetap sehat di usia produktif
Andrew hidayat tetap sehat di usia produktifAndrew hidayat tetap sehat di usia produktif
Andrew hidayat tetap sehat di usia produktifAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat tetap sehat di usia mapan
Andrew hidayat tetap sehat di usia mapanAndrew hidayat tetap sehat di usia mapan
Andrew hidayat tetap sehat di usia mapanAndrew Hidayat
 
Tumor tumor di-kepala_dan_leher
Tumor tumor di-kepala_dan_leherTumor tumor di-kepala_dan_leher
Tumor tumor di-kepala_dan_leherHelmon Chan
 
pre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdf
pre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdfpre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdf
pre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdfandis yuswanto
 
Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
Asuhan Keperawatan Cidera KepalaAsuhan Keperawatan Cidera Kepala
Asuhan Keperawatan Cidera Kepalapjj_kemenkes
 

Similar to Tumor Otak (20)

Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidanKanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
 
Kanker dan teratogenesis
Kanker dan teratogenesisKanker dan teratogenesis
Kanker dan teratogenesis
 
Masalah hati
Masalah hatiMasalah hati
Masalah hati
 
Kanker 2010
Kanker 2010Kanker 2010
Kanker 2010
 
Kulit
KulitKulit
Kulit
 
Deteksi-Dini-Keganasan-Kepala-Leher-28-Juli-2018.pdf
Deteksi-Dini-Keganasan-Kepala-Leher-28-Juli-2018.pdfDeteksi-Dini-Keganasan-Kepala-Leher-28-Juli-2018.pdf
Deteksi-Dini-Keganasan-Kepala-Leher-28-Juli-2018.pdf
 
Cdk 120 gizi_dan_fertilitas
Cdk 120 gizi_dan_fertilitasCdk 120 gizi_dan_fertilitas
Cdk 120 gizi_dan_fertilitas
 
Kejang demam-neurology-2012
Kejang demam-neurology-2012Kejang demam-neurology-2012
Kejang demam-neurology-2012
 
Konsensus-Penatalaksanaan-Kejang-Demam.pdf
Konsensus-Penatalaksanaan-Kejang-Demam.pdfKonsensus-Penatalaksanaan-Kejang-Demam.pdf
Konsensus-Penatalaksanaan-Kejang-Demam.pdf
 
Kejang demam-neurology-2012
Kejang demam-neurology-2012Kejang demam-neurology-2012
Kejang demam-neurology-2012
 
Kosa kata dalam bahasa indonesia Sugeng Iskandar ICP`12 STAIN salatiga
Kosa kata dalam bahasa indonesia Sugeng Iskandar ICP`12 STAIN salatigaKosa kata dalam bahasa indonesia Sugeng Iskandar ICP`12 STAIN salatiga
Kosa kata dalam bahasa indonesia Sugeng Iskandar ICP`12 STAIN salatiga
 
Persentasion PBL 1 Modul Hemiparesis
Persentasion PBL 1 Modul HemiparesisPersentasion PBL 1 Modul Hemiparesis
Persentasion PBL 1 Modul Hemiparesis
 
[2019] Pedoman Kanker Ginjal - Edisi 2.docx
[2019] Pedoman Kanker Ginjal - Edisi 2.docx[2019] Pedoman Kanker Ginjal - Edisi 2.docx
[2019] Pedoman Kanker Ginjal - Edisi 2.docx
 
27925999 karsinoma-nasofaring
27925999 karsinoma-nasofaring27925999 karsinoma-nasofaring
27925999 karsinoma-nasofaring
 
ASKEP KANKER new.pdf
ASKEP KANKER new.pdfASKEP KANKER new.pdf
ASKEP KANKER new.pdf
 
Andrew hidayat tetap sehat di usia produktif
Andrew hidayat tetap sehat di usia produktifAndrew hidayat tetap sehat di usia produktif
Andrew hidayat tetap sehat di usia produktif
 
Andrew hidayat tetap sehat di usia mapan
Andrew hidayat tetap sehat di usia mapanAndrew hidayat tetap sehat di usia mapan
Andrew hidayat tetap sehat di usia mapan
 
Tumor tumor di-kepala_dan_leher
Tumor tumor di-kepala_dan_leherTumor tumor di-kepala_dan_leher
Tumor tumor di-kepala_dan_leher
 
pre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdf
pre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdfpre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdf
pre hospital delay_faktor yg mempengaruhi.pdf
 
Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
Asuhan Keperawatan Cidera KepalaAsuhan Keperawatan Cidera Kepala
Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
 

More from Helmon Chan

We believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
We believe in_all_the_prophets_and_the_messengersWe believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
We believe in_all_the_prophets_and_the_messengersHelmon Chan
 
Understand quran
Understand   quranUnderstand   quran
Understand quranHelmon Chan
 
The message of_islam
The message of_islamThe message of_islam
The message of_islamHelmon Chan
 
My lord i_love_you
My   lord i_love_youMy   lord i_love_you
My lord i_love_youHelmon Chan
 
Turkish Islam 08
Turkish Islam      08Turkish Islam      08
Turkish Islam 08Helmon Chan
 
Turkish Islam 09
Turkish Islam   09Turkish Islam   09
Turkish Islam 09Helmon Chan
 
Turkish Islam 10
Turkish Islam  10Turkish Islam  10
Turkish Islam 10Helmon Chan
 
Turkish Islam 15
Turkish Islam  15Turkish Islam  15
Turkish Islam 15Helmon Chan
 
Turkish Islam 16
Turkish Islam  16Turkish Islam  16
Turkish Islam 16Helmon Chan
 
Turkish Islam 17
Turkish Islam  17Turkish Islam  17
Turkish Islam 17Helmon Chan
 
Turkish Islam 18
Turkish Islam  18Turkish Islam  18
Turkish Islam 18Helmon Chan
 
Turkish Islam 03
Turkish Islam 03Turkish Islam 03
Turkish Islam 03Helmon Chan
 
Turkish Islam 02
Turkish Islam  02Turkish Islam  02
Turkish Islam 02Helmon Chan
 

More from Helmon Chan (20)

We believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
We believe in_all_the_prophets_and_the_messengersWe believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
We believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
 
Understand quran
Understand   quranUnderstand   quran
Understand quran
 
The message of_islam
The message of_islamThe message of_islam
The message of_islam
 
My lord i_love_you
My   lord i_love_youMy   lord i_love_you
My lord i_love_you
 
Hajj and umrah
Hajj    and  umrahHajj    and  umrah
Hajj and umrah
 
Haji and umrah
Haji   and umrahHaji   and umrah
Haji and umrah
 
Haji and umrah
Haji and umrahHaji and umrah
Haji and umrah
 
Turkish Islam 08
Turkish Islam      08Turkish Islam      08
Turkish Islam 08
 
Turkish Islam 09
Turkish Islam   09Turkish Islam   09
Turkish Islam 09
 
Turkish Islam 10
Turkish Islam  10Turkish Islam  10
Turkish Islam 10
 
Turkish Islam 15
Turkish Islam  15Turkish Islam  15
Turkish Islam 15
 
Turkish Islam 16
Turkish Islam  16Turkish Islam  16
Turkish Islam 16
 
Turkish Islam 17
Turkish Islam  17Turkish Islam  17
Turkish Islam 17
 
Turkish Islam 18
Turkish Islam  18Turkish Islam  18
Turkish Islam 18
 
Turkish Islam 03
Turkish Islam 03Turkish Islam 03
Turkish Islam 03
 
Turkish Islam 02
Turkish Islam  02Turkish Islam  02
Turkish Islam 02
 
Yoruba Islam 01
Yoruba Islam  01Yoruba Islam  01
Yoruba Islam 01
 
Yoruba Islam 03
Yoruba Islam  03Yoruba Islam  03
Yoruba Islam 03
 
Yoruba Islam 05
Yoruba Islam  05Yoruba Islam  05
Yoruba Islam 05
 
telugu islam 13
telugu  islam 13telugu  islam 13
telugu islam 13
 

Recently uploaded

Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 

Recently uploaded (20)

Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 

Tumor Otak

  • 1.
  • 2. 1992 International Standard Serial Number: 0125 – 913X Daftar Isi : 2. Editorial 4. English Summary Artikel: 5. Pengenalan Gejala Klinis Tumor Otak – A. Chalim Muntasir 8. Gejala Psikiatrik Tumor Otak – Suwondo 12. Peran CT Sean pada Diagnosis Tumor Otak – Tri Astuti Wonoyudo 19. Diagnosis Tumor Otak dengan MRI – Arman Adel Abdullah 21. Histopatologi Tumor Otak – FX Eddy Gunawan Yusup 26. Peranan Radioterapi pada Neoplasma Susunan Saraf Pusat – R. Susworo 30. Terapi Pembedahan Tumor Otak – Djoko Riadi 33. Biopsi Stereotaksi Tumor Otak – Ali Shahab 37. The Role of Occupational Therapy in Patient with Brain Tumor – Martina V. Tobing 39. Rehabilitasi Pasien dengan Tumor Otak – PT Simatupang 44. Pengelolaan Nyeri pada Kanker Stadium Lanjut – MN Jenie 52. Penatalaksanaan Fase Akut Cedera Kepala – Budi Riyanto W. 56. Lingkungan Sosial Pasien Ketergantungan Obat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat dan di Inabah – Sudibyo Supardi, Rini Sasanti Handayani, Max Joseph Herman 61. Pengalaman Praktek 62. Abstrak 64. RPPIK Karya Sriwidodo
  • 3. Tumor otak merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti manusia. Betapa tidak; kita semua mengetahui bahwa otak merupakan organ sentral yang sangat penting bagi kehidupan yang berguna; sementara orang bahkan mengatakan bahwa manusia berbeda dari makhuk hidup lainnya terutama karena fungsi otaknya. Dan tumor sampai saat ini merupakan jenis penyakit yang belum dapat diatasi sepenuhnya oleh pengetahuan kedokteran, apalagi bila temasuk jenis tumor yang ganas. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa diagnosis tumor otak selalu merupakan vonis kematian bagi penderitanya; dewasa ini ilmu kedokteran telah berkembang pesat, teknik diagnostik dan pengobatan terus menerus disempurnakan, dan harapan hidup para penderitanya semakin meningkat. Untuk lebih mengenali gejala klinis tumor otak sedini mungkin , sekaligus memahami perangainya, maka beberapa waktu yang lalu Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto telah menyelenggarakan Simposium Tumor Otak dengan PT Kalbe Farma sebagai sponsor tunggal. Dalam simpōsium ini dibahas pule; cara-cara diagnosis, pengobatan - balk secara operasi maupun cara-cara lainnya - dan tindakan rehabilitasi bagi para penderita tumor otak. Simposium ini diadakan sebagai penyegar pengetahuan bagi para sejawat agar tetap waspada terhadap kemungkinan penyakit ini, karena seperti juga berlaku bagi penyakit lain pada umumnya, semakin dini penyakit diketahui, semakin baik prognosisnya. Selamat membaca. Redaksi Cermin 2 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
  • 4. Cermin Dunia Kedokteran 1992 International Standard Serial Number: 0125 – 913X REDAKSI KEHORMATAN – Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. – Prof. Dr. R.P. Sidabutar Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. – Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. – Prof. DR. B. Chandra Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. – Drg. I. Sadrach Lembaga Penelitian Universitas Trisakti, Jakarta – DR. Arini Setiawati Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, REDAKSI KEHORMATAN KETUA PENGARAH Dr Oen L.H KETUA PENYUNTING Dr Budi Riyanto W PELAKSANA Sriwidodo WS TATA USAHA Sigit Hardiantoro ALAMAT REDAKSI Majalah Cermin Dunia Kedokteran P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Telp. 4892808 Fax. 4893549, 4891502 NOMOR IJIN 151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976 PENERBIT Grup PT Kalbe Farma PENCETAK PT Midas Surya Grafindo – DR. B. Setiawan – Drs. Oka Wangsaputra – DR. Ranti Atmodjo – Drs. Victor S Ringoringo, SE, MSe. – Dr. P.J. Gunadi Budipranoto – DR. Susy Tejayadi PETUNJUK UNTUK PENULIS Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang-bidang tersebut. Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan menge-nai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di-sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem-baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe-ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuseripts Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh: Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London: William and Wilkins, 1984; Hal 174–9. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10. Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu secara tertulis. Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup. Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis. Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 3
  • 5. English Summary CT SEAN IN THE DIAGNOSIS OF BRAIN TUMORS Tri Astuti Wonoyudo Department of Radiology, Gatot Soe-broto Army General Hospital, Jakarta, Indonesia Computerized Tomography Sean (CT Sean) has become an important diagnostic tool, par-ticularly in patients with brain tumors. This technique has re-placed older procedure such as pneumoencephalography, and more sensitive than conventional tomography; although in some cases, It must be further verified by angiography, particularly in tumors with abnormal vaseula-lure. CT Sean has a high sensitivity (80–98%) in detecting intracranial mass lesions; it can give addi-tional informations in order to differentiate tumors from non-neoplastic lesions, particularly infarets or abeesses. Although each tumor usually gives a rather specific pattern in CT sean, the exact diagnosis still awaits pa-thological examinations. Cermin Dunia Kedokt. 1992; 77: 12–8 brw THE ROLE OF OCCUPATIONAL THERAPY IN PATIENTS WITH BRAIN TUMOR Martina V. Tobing Department of Rehabilitational Medicine, Gatot Soebroto Army General Hospital, Jakarta, Indonesia Occupational therapy for patients with brain tumor, either before or after surgery, consists mainly of improvement and preservation of ADL skills. The goal is to allow the patient as much independence as possible and thgrefore help him create a sense of self-esteem, which will improve the quality of life. Essential to successful rehabili-tation is an immediate start with occupational therapy to prevent contractures and atrophy, main-tain self-care skills, and create a positive attitude on life. Cermin Duda Kedokt. 1992; 77: 37-8 mvf MANAGEMENT OF ACUTE HEAD INJURY Budi Riyanto W. Mental Organic Division, Bogor Mental Hospital, Bogor, Indonesia Head injury is one of the most frequent case seen in acute emergency ward in hospitals; and with the increasing mobility of people, those cases are expected to be more prevalent in the future. Head Injury cases' have seve-ral unique aspects, due to the limited regeneration potentials of neurons; and since the cases were mainly consist of males in productive age, the burden to the community can be enermous. The prompt and adequate management in acute phase - which consist of management of vital functions, assessment of the state of conseiousness and pre-vention of complications– is very crucial in order to prevent further deterioration and late disability. Cermin Dunia Kedokt. 1992; 77: 52-5 brw In Skating over tin ice, our safety is in our speed (Ralph Waldo Emerson) Cermin 4 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
  • 6. Artikel Pengenalan Gejala Klinis Tumor Otak Dr. A. Chalim Ms Departemen Neurologi RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta PENDAHULUAN Selama tahun 1988–1990 tereatat sejumlah 112 penderita tumor otak berbagai jenis yang dirawat di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Sebagian dari penderita tumor otak tersebut memang path mulanya ditemukan di klinik Neurologi karena umumnya menunjukkan gejala-gejala yang sifatnya neurologis. Di kalangan medis pada umumnya sudah dikenal trias gejala tumor otak yaitu nyeri kepala, muntah dan ditemukannya edema papil pada pemeriksaan fundus. Tetapi sebenarnya gejala klinis tumor otak sering tidak sejelas itu, apalagi pada fase dini. Tumor otak bisa memberikan gejala klinis beragam tergantung kepada lokasi dan ukurannya. Gejala itu bisa khas, tapi bisa pula kabur, sehingga bila kita tidak waspada bisa terkecoh dengan dugaan yang keliru. Tulisan ini dimaksudkan agar kita bisa mengenali gejala tumor otak secara lebih dini dengan penekanan pada gejala spesifiknya, khususnya berkaitan dengan lokasi tumornya. GEJALA TUMOR OTAK Tumor otak bisa mengenai segala.usia, tapi umumnya pada usia dewasa muda atau pertengahan, jarang di bawah usia 10 tahun atau di alas 70 tahun. Sebagian ahli menyatakan insidens pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita, tapi sebagian lagi menyatakan tak ada perbedaan insidens antara pria dan wanita. Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut. Nyeri Kepala (Headache) Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan ber-langsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam. Se-rangan semakin lama semakin sering dengan interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepaia juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis. Muntah Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasa-nya proyektil (menyemprot) tanpa didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri kepala. Edema Papil Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil berubah menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebar atau kadang-kadang tampak terputus-putus. Untuk mengetahui gambaran edema papil seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal terlcbih dahulu. Pe-nyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan terhadap vena sentralis retinae. Biasanya terjadi bila tumor yang lokasi atau pembesarannya menckan jalan aliran likuor sehingga mengakibatkan bendungan dan terjadi hidro- Disajikan dalam Simposium Tumor Otak, 20 Juli 1991 di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 5
  • 7. sefalus interim. Kejang Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta me-rangsang korteks motorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum/general sukar dibedakan dengan kejang karma epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan ada-nya tumor otak. GEJALA TUMOR OTAK BERDASAR LOKASI Tumor di lobus frontalis daerah prefrontal bisa memberikan gejala gangguan mental sebelum munculnya gejala lainnya, berupa perubahan perasaan, kepribadian dan tingkah laku serta penderita merasakan perasaan selalu senang (euforia); jadi menyerupai gejala psikiatris. Makin besar tumomya, gejala gangguan mental ini semakin nyata dan kompleks. Afasia mo-torik (gangguan bicara bahasa berupa hilangnya kemampuan mengutarakan maksud) bisa terjadi bila tumor mengenai daerah area Broca yang terletak di belahan kiri belakang. Reflck me-megang (grasp reflex) juga khas untuk tumor di lobus frontalis ini. Pada stadium yang lebih lanjut bisa terjadi gangguan pem-bauan (anosmia), gangguan visual, gangguan keseimbangan dalam berjalan, gangguan bola maw karena kelumpuhan saraf-nya serta edema papil. Tumor di daerah presentral bisa menimbulkan gejala kejang fokal pada sisi kontralateral. Kelumpuhan motorik timbul bila terjadi destruksi atau penekanan oleh tumor terhadap jalur kortikospinal. Tumor di kelenjar hipofisis akan memberikan gejala sesuai dengan sel kelenjar endokrin yang terkena. Adenoma eosinofil pada anak akan menyebabkan pertumbuhan raksasa, sehingga lebih besar dan tinggi dibanding anak seumurnya. Sedang pada orang dewasa akan menyebabkan pembesaran tangan, kaki, jari-jari, mandibula, penebalan kulit dan lidah (akromegali). Adenoma basofil menyebabkan penimbunan lemak di daerah wajah, bahu, abdomen disertai pengecilan alat genital (distrofia adiposogenitalis). Adenoma khromofob menyebabkan bertam-bahnya berat badan dan menurunnya libido. Tumor lobus temporalis bila berada di daerah unkus akan menimbulkan gejala halusinasi pembauan dan pengecapan (uncinate fits) disertai gerakan-gerakan bibir dan lidah (mengecap-ngecap). Bila lesinya destruktif akan menimbulkan gangguan pembauan dan pengecapan walau tidak sampai total. Tumor di lobus temporal bagian media bisa menimbulkan gejala "seperti pernah mengalami kejadian semacam ini sebelumnya" (deja vu). Bisa juga terjadi gangguan kesadaran sesaat (misalnya selagi penderita berjalan kaki) tapi tidak sampai terjatuh. Gangguan cmosi berupa rasa takut/panik bisa juga muncul. Berkurangnya pendengaran bisa terjadi pada tumor yang mengenai korteks di bagian belakang lobus temporal. Tumor di hemisfer dominan bagian belakang (area Wcrnicke) menimbulkan gejala afasia sensoris, yaitu kehilangan kemampuan memahami maksud pembicaraan orang lain. Tumor yang berkembang lebih lanjut akan melibatkan jalur kortikospinal sehingga menyebabkan kelumpuhan anggota badan sisi kontralateral. Bisa juga terjadi herniasi dan menekan batang otak sehingga menyebabkan gangguan pada beberapa saraf kranial, misalnya terjadi dilatasi pupil sesisi yang menetap atau menghilangkan reflek kornea. Tumor di lobus parietalis pada umumnya akan memberikan gejala pelbagai bentuk gangguan sensoris. Lesi iritatif bisa menimbulkan gejala parestesi (rasa tebal, kesemutan atau seperti terkena aliran listrik) di satu lokasi, yang kemudian bisa me-nyebar ke lokasi lainnya. Lesi destruktif akan menyebabkan hilangnya berbagai bentuk sensasi, tapi jarang anestesi total. Gangguan diskriminasi terhadap rangsang taktil, astereognosis (tak bisa mengenali bentuk benda yang ditaruh di tangan) me-rupakan bentuk-bentuk gejala yang sering timbul. Tumor yang tumbuh ke arah lebih dalam bisa menimbulkan gejala hiperestesi, seperti merasakan rangsang yang berlebih padahal rangsang yang sebenarnya terjadi hanya ringan. Atau bisa juga mengenai jalur optik (radiatio optica) sehingga timbul gangguan penglihat-an sebagian. Tumor pada girus angularis kiri bisa menimbulkan gejala yang disebut aleksia (kehilangan kemampuan memahami kata-kata tertulis). Sedang pada yang kanan menyebabkan gejala berupa gangguan dalam menyadari adanya sisi sebelah dari tubuh. Tumor di lobus oksipitalis memberikan gejala awal ter-utama nyeri kepala. Gejala khas yang muncul yaitu defek la-pangan penglihatan sebagian. Lesi di hemisfer dominan bisa menimbulkan gejala tidak mengenal benda yang dilihat (visual object agnosia) dan kadang-kadang tidak mengenal warna (agnosia warna), juga tidak mengenal wajah orang lain (pro-sopagnosia). Tumor di daerah mesensefalon sering menekan jalur supra nuklear dari nukleus n. III & IV sehingga menimbulkan gangguan konyugasi bola mata. Juga terjadi dilatasi pupil sebelah mata (anisokori) yang bereaksi negatif terhadap rangsang cahaya. Tremor, nistagmus dan ataksia bisa terjadi bila jalur ke serebelum ikut terlibat, dcmikian juga spastisitas anggota badan karena terlibatnya jalur kortikospinal. Penekanan terhadap jalur aliran likuor menimbulkan hidrosefalus sehingga nycri kepala ke-mudian edema papil timbul. Tumor di daerah pons dan medula oblongata biasanya menimbulkan gejala fokal permulaan berupa paresis n. VI unilateral sehingga bola mats tidak bisa melirik ke sisi lesi, disertai diplopia (melihat dobel). Nycri kepala dan pusing (vertigo) yang diperberat oleh rotasi kepala juga merupakan gejala yang umum terjadi. Mengingat daerah ini merupakan tempat beradanya Beberapa inti saraf kranial, maka akan timbul pula beberapa gejala akibat disfungsi saraf kranial tersebut. Hemiparesis alternans merupakan salah satu ciri lesi di daerah ini. Tumor di serebellum biasanya menyerang anak-anak. Gejala yang menonjol pada fase awal berupa kenaikan tekanan intrakranial akibat penekanan jalan likuor sehingga terjadi hidrosefalus. Biasanya terjadi pula gangguan keseimbangan Cermin 6 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
  • 8. dalam berdiri dan berjalan. Ini bisa diperiksa dengan menyuruh penderita berdiri sambil menutup mata, penderita akan goyang (test Romberg). Tumor serebelum di daerah lateral (hemisfer) lebih menonjolkan gejala nistagmus yang nyata ke arah sisi lesi, sedang bila tumor di daerah median tidak menunjukkan nistagmus yang jelas. Juga ataksia lcbih menonjol pada anggota badan sebelah sisi lesi. PENUTUP Dengan dikemukakannya berbagai gejala tumor otak di-harapkan setidak-tidaknya kita menjadi lebih waspada akan kemungkinan adanya tumor di dalam otak. Untuk konfirmasi diagnostik lebih lanjut tentu dibutuhkan berbagai alat bantu diagnostik seperti EEG, CT Sean atau MRI. Masih banyak gejala klinis tumor otak lain yang sangat komplek, yang secara keseluruhan belum mungkin untuk di-bicarakan satu persatu dalam kesempatan ini. Beberapa bagian lokasi otak di mana tumor otak bisa bersarang belum dibicarakan gejala-gejalanya. Untuk lebih memperdalam gejala-gejala tumor otak yang kompleks tersebut, dianjurkan untuk menelaah kem-bali sumber-sumber kepustakaan yang ada. KEPUSTAKAAN 1. Chusid JG. Correlative Ncuroanatomy and Functional Neurology 17th.ed. California : Lange Med Publ, 1979. 2. De Jong RN. Neurologic Examination. 4th.cd. Hagerstown : I larper & Row Pub], 1979. 3. Kennard C, Clifford RF. Physiological Aspects of Clinical Ncuro- Ophthalmology, Year Book Medical Publisher, Inc., 1988. 4. Markam S. Neurologi Praktis. Jakarta : Kalman Book Service, 1975. 5. Merrit I1I1. A Textbook of Neurology. 6th.ed. Philadelphia : Lca & Febigcr, 1979. 6. Walton SJ. Brain's Diseases of the Nervous System. 9th.ed. Oxford Uni-versity Press, 1985. 7. Referat co-assisten Dep. Neurologi RSPAD Gatot Socbroto. Cermin Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 7
  • 9. Gejala Psikiatrik Tumor Otak Dr. Suwondo Departemen Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta PENDAHULUAN Hampir semua insan akan merasa ngeri manakala sudah ditetapkan diagnosis bahwa dirinya menderita tumor apalagi tumor otak. Hal demikian tidaklah berlebihan karena hingga saat ini belum juga ditemukan sistem pengobatan yang mujarab untuk penyembuhan tumor secara tuntas; sehingga wajarlah jika persepsi orang terhadap diagnosis tumor adalah identik dengan menunggu datangnya kematian, yang pada umumnya sejak di-tegakkan diagnosis sampai datangnya maut waktunya diper-kirakan tidak akan lama lagi. Meskipun sudah disadari bahwa maut pasti datang, namun sangatlah jarang orang yang siap menghadapinya. Yang lazim terjadi peristiwa itu selalu me-rupakan stressor bagi yang bersangkutan maupun keluarga yang ditinggalkan. Reaksi pasien dan keluarganya dalam menghadapi tumor otak bermacam-macam, ada yang dengan tabah dan pasrah; tetapi kebanyakan orang akan merasa sangat menderita tekanan batin setelah mengetahui diagnosis dan gambaran perjalanan penyakit itu. Reaksi emosional tersebut perlu diketahui dalam rangka menentukan sikap (approach) dari berbagai disiplin ilmu terkait dalam menangani tumor otak secara bersama-sama, yang menyangkut aspek organobiologik (fisik) psiko edukatif dan sosio kultural. Hal ini penting karena aspek psikiatri tumor otak dapat muncul dalam berbagai situasi, misalnya : 1. Adanya gejala psikiatri yang erat mendahului gejala klinis yang lain. 2. Reaksi emosional setelah diagnosis adanya tumor. 3. Reaksi emosional pada tindakan (pra operasi). 4. Reaksi emosional pasea tindakan/post operasi dan rehabili-tasi. 5. Menghadapi pasien path stadium terminal. 6. Reaksi emosional dari keluarga dan lingkungan. Dalam uraian berikut akan dibahas peran serta psikiatri dalam menangani tumor otak; dalam hal diagnosis dini, terapi dan rehabilitasi sera menghadapi pasien dalam stadium terminal. TUMOR OTAK DAN KELAINAN PSIKIATRI Tumor otak dapat timbul di berbagai bagian dari otak; di jaringan otak, selaput otak, sistim. ventrikel, pleksus koroid, glandula pinealis, hipofisis dan lain-lain. Tumor otak dapat bersifat primer atau sekunder sebagai akibat metastasis dari tumor di bagian lain. Manifestasi klinis tumor otak tergantung dari beberapa faktor, antara lain : ∗ Jenis dan sifat tumor ∗ Kecepatan pertumbuhan dan penyebaran ∗ Lokalisasi tumor ∗ Kecepatan kenaikan tekanan intrakranial. Tumor ōtak paling sering mengakibatkan timbulnya ke-lainan psikiatri baik secara langsung maupun tidak langsung. Timbulnya gejala psikiatri biasanya akan terlihat lebih awal. Kalau perjalanan penyakit demikian, maka tidak terlalu sulit untuk mendeteksi tumor otak tersebut. Namun seringkali di-dapatkan perjalanan penyakit yang sebaliknya, yaitu gejala psikiatri muncul lebih dahulu sehingga tidak jarang pasien di-diagnosis dan diterapi sebagai sehizophreniform, karena pada kasus demikian memang tidak ditemukan gejala-gejala yang nyata; atau kalau didapatkan gejala neurologis, penyakitnya sudah semakin parah. Gejala psikiatri ini perjalanannya dapat cepat atau pelan-pelan dan bervariasi cukup luas; sehingga tidak dapat untuk pedoman dalam menentukan stadium tumor otak. Disajikan dalam Simposiwn Tumor Otak, 20 Juli 1991 di RSPAD Gatot Soebrōto, Jakarta. *) Psikiater Departemen Keswa RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Cermin 8 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
  • 10. Dengan perkataan lain, kelainan psikiatri yang timbul pada tumor otak yang tidak menunjukkan gejala neurologik yang jelas perlu diwaspadakan. Pada kasus demikian perlu dilakukan pemeriksaan CT Sean kepala dan penanganan selanjutnya. PROBLEM PSIKIATRI PASIEN TUMOR OTAK Pasien yang menderita tumor otak seringkali menghadapi problem psikiatri yang berpengaruh pula terhadap keluarganya, lingkungannya dan semua yang terkait dengannya. Aspek psikiatri akan muncul setelah diketahui ada tumor otak, selama dalam perawatan, pengobatan, rehabilitasi maupun saat meng-hadapi stadium terminal. Problem psikiatri yang timbul pada umumnya berkisar pada permasalahan sebagai berikut : 1) Keadaan penyakitnya sendiri 2) Antisip'asi dari dokter yang merawatnya 3) Lasputaksasi (yang pada umumnya cukup lama) 4) Informasi mengenai diagnosis penyakit, terapi/operasi dan pasea operasi serta rehabilitasi 5) Fungsi organ tubuh pasea operasi 6) Keadaan terminal. Frekuensi problem pada pasien tumor otak (yang se-belumnya bukan penderita gangguan jiwa) menurut Leponski : 1) Basic Stress Psychology yang berhubungan dengan diagno-sis, perawatan dan rencana penanganan selanjutnya. 2) Komunikasi informatif tentang rencana tindakan (operasi) dengan berbagai alternatif yang mungkin timbul. 3) Persiapan pre dan post operasi. 4) Pengertian psikodinamik mengenai hubungan antarapasien-dokter- keluarga dan lingkungan. Dengan mengetahui hal-hal tersebut diharapkan para dokter yang menangani tumor akan memperhitungkan bahwa kemungkinan akan dapat timbul kelainan psikiatri pada pasien itu sendiri maupun keluarganya. GEJALA PSIKIATRI TUMOR OTAK Gejala psikiatri tumor otak variasinya cukup banyak, ber-beda- beda bagi tiap-tiap pasien walaupun diagnosisnya sama, bahkan pada seorang pasien seringkali gejalanya berubah-ubah dari waktu ke waktu. Karena gejala psikiatri ini tidak membentuk suatu sindrom psikiatri yang khas maka kelakuan psikiatri yang timbul pada tumor otak tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis tumor dan lokalisasinya. Namun demikian kalau dicurigai dapat diperiksa lebih lanjut (misalnya CT Sean kepala) untuk me-yakinkan diagnosis dan tindakan selan jutnya. Gejala psikiatri yang sering timbul pada tumor otak antara lain . 1) Gangguan fungsi intelek; yang paling menonjol ialah menurunnya fungsi pertimbangan dan tata sosial pada umumnya. Kelakuan ini tergantung pada jenis dan lokalisasi tumor serta gambaran kepribadian premorbid. 2) Gangguan fungsi berbahasa; gejala ini biasanya mengabur-kan gejala psikiatri lain namun justru pada kasus demikian perlu diperiksa lebih teliti. 3) Hilangnya daya ingat; terutama atas peristiwa yang baru saja terjadi, sedang peristiwa yang sudah lama kadang-kadang masih diingat baik. Seringkali dapat muncul seperti sindrom Korsakoff. 4) Gangguan emosi; pasien menjadi Icbih Ickas marah, atau dapat pula dalam keadaan depresi. 5) Kemunduran taraf kecerdasan secara umum. 6) Gangguan orientasi. 7) Kelainan dan perubahan tingkah laku/kepribadian (per-sonality changes). 8) Gejala-gejala neurologik yang samar. Di samping gejala-gejala psikiatri yang timbul akibat tumor otak, juga timbul reaksi dari pasien terhadap penyakit tersebut antara lain : 1) Stres emosional meliputi terapi/perawatan dan prognosis-nya serta problem biaya. 2) Sikap pasien terhadap tumor otak : a) Menerima apa adanya (accepting the diagnosis). b) Sedih dan bingung (apprehension ). c) Acuh tak acuh dengan penyakitnya (apathy). d) Berusaha mencari berbagai upaya penyembuhan. e) Cemas menghadapi kematian. 3) Timbulnya keluhan fisik dan psikis yang umumnya berlatar belakang pada rasa cemas, depresi dan penolakan terhadap penyakitnya. Pada umumnya kelakuan psikiatri akan timbul bila pasien mempunyai : a) Perasaan berdosa dan bersalah yang tidak atau belum ter-selesaikan. b) Kesadaran akan tugas yang belum selesai. c) Kesempatan-kesempatan yang terbengkalai. d) Cemas akan perpisahan. e) Problema psikis yang belum terselesaikan. Kelainan psikiatri dapat pula timbul setelah tindakan (ope-rasi) terhadap tumor otak, misalnya : 1) Komplikasi psikiatri postoperatif yang berhubungan dengan : a) Tingkat anxietas pre operatif. b) Harapan yang realistik/tidak realistik. c) Sikap denial dari pasien. 2) Anxietas, kecemasan dan persepsi lingkungan. 3) Dependency; bahkan sering terjadi tingkah laku regresif (regressive behaviour) baik fisik maupun emosional. 4) Reaksi depresi, murung, lesu, tak ada gairah hidup, merasa berdosa, merasa mendapat kutukan, menyesali diri sendiri, ke-inginan untuk bunuh diri. 5) Keluhan-keluhan hipokondriasis. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kelainan psikiatri pada tumor otak timbul sebagai : a) Gejala dari tumor yang dapat timbul lebih dini maupun pada saat-saat Ian jut. b) Reaksi pasien terhadap tumor. c) Reaksi pasien terhadap rencana tindakan, pasea tindakan dan problem finansial. Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 9
  • 11. d) Komplikasi psikiatrik pasea operasi. CONTOH KASUS (I) Seorang laki-laki bernama Sy, umur 23 tahun, pendidikan AKABRI tahun terakhir. Pasien anak ke 7 dari 10 bersaudara. Sejak kecil diasuh oleh orang tuanya, hubungan dengan saudara-saudaranya cukup baik. Riwayat pendidikan sejak SD hingga AKABRI prestasinya baik, selalu mendapat ranking di kelas. Sifatnya agak keras dibandingkan dengan saudaranya, tetapi ia pandai bergaul walaupun dari fihak keluarga tidak ada yang menjadi ABRI. Semenjak berada di tingkat terakhir AKABRI, pasien mengeluh tidak dapat berkonsentrasi, pikirannya suing kacau dan tingkah lakunya semakin aneh. Pernah terjadi sewaktu latihan luar, tiba-tiba pasien bicaranya kacau, tingkah lakunya anch, tidak selayaknya sebagai taruna AKABRI dan dianggapnya karena kesurupan. Akhirnya pasien dirawat di rumah sakit di bagian jiwa kira-kira 1 bulan. Untuk tahun terakhir ini pasien tinggal kelas. Setelah mengikuti pendidikan lagi prestasinya semakin menurun dan sekali-kali menunjukkan keanehan. Sewaktu dalam pendidikan penyakitnya kambuh lagi, se-lanjutnya pasien dirawat lagi di rumah sakit dan oleh psikiater setempat didiagnosis Skizofrenia. Selama dalam perawatan kira-kira 6 bulan, respon terhadap terapi kurang begitu baik. Hasil konsultasi dengan bagian Neurologi dan pungsi lumbal semuanya tidak menemukan kelainan neurologis. Pada tanggal 10-1-1986, pasien dirujuk ke RSPAD dengan surat pengantar dan diagnosis Skizofrenia. Pasien datang dalam keadaan sadar, dapat berjalan sendiri, menggunakan seragam AKABRI tempi kurang memperhatikan tata tertib militer yang biasanya ditaati sekali. Sikapnya acuh tak acuh, ekspresi wajah tampak kosong, kontak psikis tidak adckuat, kadang-kadang bicara sendiri. Orientasi terhadap waktu, tempat, personal tidak jelas terganggu. Hasil pemeriksaan neurologis, tidak jelas ada kelainan. EEG dalam batas normal. Setelah 5 hari dalam perawatan di Bagian Jiwa RSPAD, pasien menunjukkan adanya nystagmus dan penglihatan merasa kurang terang. Hasil konsultasi Bagian Mata dijawab; Gambaran fundus ODS baik, ada nystagmus. Hasil konsultasi ulang Bagian Neurologi didapat kesan Observasi tumor hipofisis dan disarankan untuk CT Sean kepala. Hasil CT Sean kepala tanggal 16-1-1989 : Neoplasma daerah pineal dengan ukuran yaitu 5 x 4 x 5 cm yang meluas ke supra sellar. Selanjutnya pasien ditangani oleh bagian Bedah Saraf. Selama dalam perawatan di Bedah Saraf pasien sempat dicutikan ke daerah asalnya, sambil menunggu persiapan operasi. Kemudian pasien dioperasi, dengan tindakan pembedahan V-P Shunt, dan diagnosa akhir : Tumor ventrikel III dengan hidrosefalus. CONTOH KASUS (II) Pasien seorang laki-laki, umur 45 tahun, pangkat Serka. Pada tanggal 15-12-1986, pasien dibawa berobat ke bagian Psikiatri RSPAD Gatot Soebroto, karena bicaranya kacau, marah-marah, suka telanjang (tidak malu sama sekali), buang air kecil sembarangan dan di tempat umum, ingin pergi dari rumah dan sukar dikendalikan. Keadaan ini dialaminya untuk yang pertama kalinya. Sebelumnya pasien sifatnya peramah, sangat sopan kepada siapa saja, rajin bekerja, tidak pemah menēntang perintah atasan, rukun dengan teman sekerjanya. Sebulan sebelum sakit, pasien sempat pergi membawa mobil beserta keluarganya ke Garut dari Jakarta pulang balik. Semenjak pulang dari Garut, itu pasien sering termenung, kadang-kadang bicara sendiri, berani membolos dari dinas bahkan pernah tidak mau melaksanakan perintah atasannya, serta tingkah lakunya aneh. Oleh keluarga pasien dikira kesurupan, lalu di-bawa ke dukun. Setelah kira-kira sebulan tidak ada kemajuan, lalu dibawa ke bagian Jiwa RSPAD Gatot Soebroto. Selama dalam perawatan di bagian Jiwa : Keadaan umum kompos mentis, pakaian kurang teratur, dan pasien tidak mem-perhatikan tata tertib militer sama sekali. Kontak psikis tidak adekuat, bicara kacau, pasien minta dipegangi istrinya terus. Pasien buang air kecil sembarangan, suhu badan 30°C, tensi 140/ 80 mmHg. Hasil konsultasi dengan bagian lain : Interna : Observasi UTI dan DD/thypoid fever Urologi : Nocturia ec psikogenik. Neurologi : Suspek meningoencephalitais EEG : dalam batas normal. Selanjutnya pasien dipindah rawat di Bagian Neurologi. CT Sean kepala : tanpa/dengan kontras menunjukkan gambaran butterfly glioblastoma corpus callosum bagian interior. DD/Astrocytoma. Pasien meninggal setelah 21 hari perawatan, sebelum tindakan pembedahan yang direncanakan setelah keadaan umumnya membaik. PEMBAHASAN Dari kedua contoh kasus di atas, pasien dirujuk ke bagian Jiwa dengan kesan suatu keadaan psikosis, dan sewaktu datang belum menunjukkan kelainan neurologis yang nyata. Perjalanan penyakit untuk kasus pertama lebih dari satu tahun dalam perawatan psikiatrik, sedang kasus kedua hanya sekitar satu bulan (yang dugaan semu sehingga dibawa ke dukun) dan dibawa ke bagian Jiwa dengan kesan suatu psikosis. Dari kedua kasus tersebut upaya untuk menegakkan diagnosis adanya tumor serebri dilakukan dengan CT Sean kepala karena pemeriksaan sebelumnya termasuk pemeriksaan EEG tidak jelas menunjukkan adanya kelainan. Akhirnya pasien meninggal di Bagian Bedah Saraf setelah dilakukan tindakan operasi, sedang kasus kedua belum sempat dilakukan operasi sudah meninggal. Di sini jelas bahwa pasien tersebut datang dengan kelainan psikiatrik, padahal sebenarnya ia juga menderita tumor intra kranial yang tidak terdcteksi sejak dini. Cermin 10 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
  • 12. KESIMPULAN Telah diuraikan secara singkat aspek psikiatri tumor otak dengan contoh kasus. Kelainan psikiatri akibat tumor otak dapat limbul lebih dini dari kelainan klinik yang lain sehingga jika kasus psikiatri dengan kecurigaan latar belakang tumor otak perlu pemeriksaan Iebih cermat (misal CT Sean) agar penangan-an tidak terlambat. Meskipun ada kelainan psikiatri pada tumor otak namun tidak merupakan sindrom klinik yang khas sehingga kelainan tersebut tidak dapat untuk menentukan jenis dan lokalisasi tumor. Psikiatri dapat berperanserta dalam penanganan tumor otak sejak penentuan diagnosis, perawatan, persiapan operasi, pasea operasi dan rehabilitasi serta pada stadium terminal. KEPUSTAKAAN 1. Goldman H. Organic Mental Disorders, Review of General Psichiatry, Singapore: Maruzen Asia, 1984. 2. Haus P. When the Patient doesn't Die. General Hospital Psichiatry, Boston, 1988. 3. Kaplan III, Sadock BJ. Comprehensive Textbook of Psychiatry, V. Balti-more, London: William and Wilkins Co, 1989. 4. Kolb LC. Psychological Factors Affecting Physical Condition. Modem Clinical Psychiatry. 10th ed. London: WB. Saunders Co, 1982. 5. Ledenberg Marquerete, FMD. Psychooncology. Review of Comprehensive Textbook of Psychiatry V. Baltimore, 1989. 6. Lucete FE. Strain J. Psychological Problem of the Patient with Head and Neck Cancer, Comprehensive Management of Head and Neck Tumors, Philadelphia: WB. Saunders Co., 1987. 7. Sehwartz SI. Psychiatry complication. Principles of Surgery 4th ed. Singa-pore: MeGraw Hill International Book co, 1983. 8. Silvan Arieti. American Hand Book of Psychiatry, 2nd ed. vol. IV. USA: Basic Book Inc. 1975. Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 11
  • 13. Peran CT Sean pada Diagnosis Tumor Otak Dr. Tri Astuti Wonoyudo Departemen Radiologi RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta PENDAHULUAN CT sudah menjadi prosedur diagnostik yang paling penting dalam cvaluasi penderita yang diduga mengidap tumor intra-kranial. Sensitifitas CT untuk mendeteksi dini masa intrakranial khususnya neoplasma cukup tinggi (80% – 98%)(1,2,3,4). Karena gambaran CT dari beberapa lesi intrakranial dapat menyerupai satu sama lain seperti kata Kricheff "Everything can look like everything", maka CT tidak selalu dapat membuat diagnosis patologi secara tepat. Rangkaian pemeriksaan CT dapat mem-bantu membedakan kondisi non-neoplastik, misalnya infark, hematoma, lcsi vaskuler dari suatu neoplasma. CT lebih sensitif daripada foto polos kranium dalam men-deteksi kalsifikasi intrakranial; namun demikian pemeriksaan foto polos kranium dan tomografi konvensional dapat me-lengkapi dan memberikan informasi tambahan yang penting, misalnya adanya perubahan karena erosi tulang yang khas. Adanya perubahan pada tulang sangat penting di dalam menilai regio seta tursika dan kanalis akustikus internus. Angiografi penting sebagai prosedur tambahan dan pe-lengkap untuk menentukan pola vaskuler yang abnormal dari beberapa neoplasma, juga di dalam menentukan adanya lesi vaskuler yang menyerupai neoplasma. CT sudah menggantikan pemeriksaan dengan mengguna-kan udara, misalnya pneumoensefalografi, kecuali pada diagno-sis neurinoma akustik intrakanalikuler yang sangat kecil; lcsi tersebut dapat ditentukan dengan air CT-cysternogram atau gas meatografi(3,4,5). KEKHASAN CT PADA DIAGNOSIS NEOPLASMA INTRAKRANIAL 1. Lokasi yang khas Lokasi tumor merupakan salah satu kekhasan CT yang sangat membantu untuk mendcfcrensiasi diagnosis suatu neo-plasma. Lokasi ekstraaksial adalah khas untuk tumor-tumor jinak (sela tursika, sudut serebelopontin dan daerah di sekitar duramater). Lokasi intraaksial di dalam substansi otak bagian dalam biasanya khas untuk neoplasma ganas. (Gambar ) 2. Usia penderita saat pertama kali menunjukkan gejala. 3. Absorpsi radiasi yang khas (density) sebelum dan sesudah enhancement media kontras. 4. Komposisi tumor. 5. Konfigurasi tumor. Tepi yang rata biasanya suatu tumor jinak, sedangkan tepi yang ireguler dan berbatas tidak tegas biasanya suatu tumor ganas. 6. Multiplikasi. Multiplikasi suatu tumor intraaksial biasanya suatu metastasis(1,2). I. NEOPLASMA SUPRATENTORIAL A. MENINGIOMA Pada umumnya terjadi di daerah yang banyak mengandung granulatio arakhnoid yaitu zona parasagital, falk, lengkung serebral, sphenoid ridge dan celah olfaktorius, Berlokasi ekstra-serebral (ekstraaksial) dan berkapsel. Gambaran histologinya jinak dan biasanya tidak residif sesudah ekstirpasi bedah yang lengkap. CT dapat mendeteksi meningioma yang kecil 5 – 7 mm dan biasanya tumor-tumor ini ditemukan secara kebetulan. Gambaran CT : Meningioma mempunyai gambaran yang agak khas tetapi tidak cukup spesifik apabila diagnosis tanpa dilengkapi pe-meriksaan angiografi dan eksplorasi bedah. Angiografi penting untuk menentukan suplai pembuluh darah ke meningiomanya Disajikan daimon Simposium Tumor Otak, 20 full 1991 di RSPAD Cato: Soebroto, Jakarta Cermin 12 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
  • 14. LATERAL CORPUS CEREBRAL Ependymoma Astrocytoma Astrocytoma Meningioma Glioblastoma Glioblastoma Choroid plexus Lipoma Meningioma Epidermoid tumor Oligodendrogliom PINEAL REGION Germinoma Teratoma Glioma Pincocytoma CEREBELLUM Astrocytoma Medulloblastoma (children) Hemangioblastoma THIRD VENTRICLE Colloid cyst Ependymoma OPTIC CIIIASM Astrocytoma Meningioma PITUITARY REGION Adenoma Craniopharyngioma Meningioma Germinoma FOURTH VENTRICLE Ependymoma Choroid plexus papilloma Dermoid tumor Epidennoid cyst BRAIN STEM Astrocytoma Glioblastoma CEREBELLO-PONTINE ANGLE Acoustic ncurinoma Meningioma Epidermoid cyst Ependymoma Arachnoid cyst FORAMEN MAGNUM REGION Meningioma Neurofrbroma Gambar : Lokasi tumor yang khas(1) dan untuk menilai efek di sekitar struktur arteri dan venanya. CT tanpa kontras : • Kebanyakan meningioma memperlihatkan lesi hiperdens yang homogen atau berbintik-bintik, bentuknya reguler dan berbatas tegas. Bagian yang hiperdens dapat memperlihatkan gambaran psammomatous calcifications. • Kadang-kadang meningioma memperlihatkan komponen hipodens yang prominen apabila disertai dengan komponen kistik, nckrosis, dcgencrasi lipomatous atau rongga-rongga CSF yang loculated. • Sepertiga dari meningioma memperlihatkan gambaran isodens yang biasanya dapat dilihat berbeda dari jaringan pa-renkim di sekitamya dan, hampir semua lesi-lesi isodens ini menyebabkan efck masa yang bermakna. CT dengan kontras : • Semua meningioma memperlihatkan enhancement kontras yang nyata kecuali lesi-lesi dengan perkapuran. Pola enhance-ment biasanya homogen tajam (intense) dan berbatas tegas. Duramater yang berlanjut ke lesinya biasanya tebal, tanda yang relatif spesifik karena bisa tampak juga pada glioma dan metastasis. • Di sekitar lesi yang menunjukkan enhancement, bisa disertai gambaran hypodense semilunar collar atau berbentuk cincin. • Meningioma sering menunjukkan enhancement heterogen yang kompleks('.z.a,ea.e) B. GLIOMA Glioma merupakan neoplasma intraserebral (intraaksial) yang maligna. Gambaran infiltrat tumornya berbatas ireguler, tepinya bergerigi (jagged-edged border). Tumor-tumor supra-tentorial dapat berasal dari dalam korteks serebri dan meng-adakan ekstensi ke dalam korpus kalosum, basal ganglia atau talamus. Gambaran patologi glioma bervariasi dalam derajat kalsifikasi, nekrosis, perdarahan, pembentukan kista, neovaskuler dan aplasia seluler di dalam individual gliomanya. li r u Neoplasma ini dapat diklasifikasikan sebagai astrositoma gradasi rendah, astrositoma anaplastik atau glioblastoma multi-forme. Klasifikasinya dipersulit oleh 2 problem. Ke satu, per-bedaan regio dari suatu individual glioma dapat mempunyai per-bedaan gambaran patologik yang khas. Ke dua, glioma dapat memperlihatkan perubahan dengan waktu dan menjelma men-jadi maligna. Gambaran CT : Biasanya meretleksikan suatu lesi infiltratif dan patologi keganasan tumor yang khas. 1. Astrositoma Gradasi Rendah : It • Dapat memperlihatkan gambaran hipodens dengan bentuk yang iregulcr dan tepinya bergerigi. Astrositoma yang lain ber-bentuk bulat atau oval dengan tepi yang tegas yang dapat disertai a dengan kista. Adanya tumor kistik akan lebih nyata bila ditemu- Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 13
  • 15. kan fluid level di dalam lesi atau adanya kebocoran kontras media ke dalam tumornya. Kalsifikasi tampak path 8–10% dan efek masa tampak pada 50%. • Enhancement terlihat pada 50%, biasanya merata dan tidak tajam. 2. Astrositoma Anaplastik : • CT polos, tampak sebagai gambaran hipodens atau dcnsitas campuran yang heterogen. • Enhancement media kontras tampak pada 78%, dapat berupa gambaran lesi yang homogen, nodulcr atau pola cincin yang kompleks. 3. Glioblastoma Multiforme • Gambaran CT bervariasi, hal ini merefleksikan gambaran patologinya yang heterogen. Pola yang khas, lesi berdensitas campuran yang heterogen atau hipodens, yang pada pemeriksa-an paseakontras menunjukkan bentuk yang ireguler dengan pola enhancement cincin yang ketebalannya bervariasi, dan biasanya ada efek masa. Adanya penebalan dan pelebaran dari septum pelusidum yang tampak path enhanced sean sangat spesifik untuk nco-plasma intraaksial. Hal ini tampak pada glioma dan metastasis tetapi tidak tampak pada meningioma atau adenoma hipofisis. Diagnosis Diferensial : • Tanda khas glioma berupa lesi yang bentuknya ireguler, berdensitas heterogen dengan enhancement cincin yang tebalnya bervariasi biasanya dapat dibedakan dari suatu meningioma yang bentuknya lebih reguler dan densitasnya lebih homogen (pada pemeriksaan dengan media kontras). • Bila lesinya tunggal, tidak selalu dapat dibedakan antara glioma dari metastasis, limfoma atau sarkoma. • Pada beberapa kasus, pola CT dari infark serebri dapat menyerupai suatu glioma. Bila di ferensiasinya tidak dapat dibuat pada CT polos, ulangan CT dapat dilakukan 7 – 10 hari kemudian. 14 Hal-hal penting dalam diagnosis diferensial suatu infark adalah : — bentuknya reguler dibatasi vaskuler. — efek masa kurang dibanding dengan glioma. — pada umumnya menyebabkan gyral enhancement dan ja-rang menunjukkan enhancement noduler atau cincin tipis di bagian perifernya. 4. Thrombosed angioma. CT menunjukkan gambaran lesi hiperdcns dengan per-kapuran- perkapuran yang tersebar dan seringkali mempunyai pola kurvilinier. Lesi ini seringkali tidak menunjukkan enhance-ment, dapat juga memperlihatkan enhancement yang tubuler atau serpiginous. Pola lebih lanjut adalah pembuluh darah yang abnormal, efek masa yang minimal dan peicbaran ventrikuler dan sisterna di dekatnya karena perubahan atrofi degenerasi yang disebabkan oleh angioma(2,3,4,6,7,8,9,10). C. METASTASIS Metastasis intrakranial dilaporkan terjadi pada 20% – 30% penderita dengan karsinoma sistemik. Metastasis intraserebral pada umumnya berlokasi pada perbatasan substansia alba dan grisea atau di dalam kortek superfisial. Nodul-nodul tumor biasanya tersebar dan hanya sedikit yang disertai edema peritumoral yang ekstensif di sekitarnya. Deposit-deposit metastasis ini merupakan basil dari penyebaran hematogen yang mengikuti distribusi aliran darah dan paling sering berlokasi pada daerah arteria serebri media; 80% berlokasi supratentorial dan 20% infratentorial; 35% soliter dan 65% lesi-lesi yang multipel. Metastasis intrakranial secara nyata dapat dideteksi oleh CT bahkan pada diameter kurang dari 10 mm, lesi terkecil yang dapat dideteksi adalah 5 mm. Gambaran CT : — Suatu lesi hipodens (disertai dengan edema peritumoral) dan gambaran seperti daun pakis. — Suatu nodul hiperdens kecil yang terletak perifer dan me-nunjukkan enhancement pada pasea kontras. — Suatu lesi hipodens (pada CT polos) dan enhancement cincin yang kompleks pada pasea kontras. Gambaran ini dapat identik dengan glioma. — Suatu lesi kistik metastasis, berupa lesi hipodens bertepi tegas dengan enhancement cincin di bagian perifernya. Lesi kistik non-metastasis dapat memberikan gambaran yang identik. — Suatu lesi hiperdens tidak berkapur dengan enhancement yang dens. Pola ini dapat menyerupai meningioma. Hal yang penting adalah melakukan pemeriksaan dengan media kontras pada semua kasus yang dicurigai suatu metastasis intrakranial karena lesi-lesi metastasis seringkali memperlihatkan gambaran isodens path CT polos. Pemeriksaan kontras dengan double dose dan delayed sean (misalnya 1 jam sesudah infus) dilakukan pada lesi-lesi yang tidak tampak pada pemeriksaan biasa. Dapat terjadi penderita dengan keluhan, pada permulaan pemeriksaan CT masih negatif, tetapi pada ulangan pemeriksa-an CT 2 minggu kemudian memperlihatkan lesinya. CT sangat membantu mendeteksi suatu occult metastases pada suatu neo-plasma bronkogenik primer. Pada penderita-penderita dengan dugaan suatu metastasis, penting mengadakan evaluasi adanya perubahan atau destruksi tulang. Lesi-lesi maligna lain yang memberikan gambaran identik dengan metastasis adalah lim-foma, sarkoma, plasmasitoma aura deposit leukemik(l.Z.". D. TUMOR-TUMOR SUPRATENTORIAL YANG LAIN 1. Gliosis dengan penyebab yang tidak diketahui. Hal ini dapat terlihat pada perubahan reaktifitas yang non-spesifik dari suatu jaringan misalnya pasea bedah, trauma, neo-plasma, infeksi, dan lesi-lesi demielinisasi. Gliosis reaktif dapat terjadi pada bagian perifer dari neoplasmanya atau pada daerah demielinisasinya yang terjadi spontan tanpa diketahui kausanya. Gambaran CT : • Suatu lcsi hipodens yang tidak menunjukkan enhancement. • Suatu lesi berdensitas campuran dengan enhancement noduler, cincin atau bentuk serpiginous. Gambaran CT suatu lesi dapat berubah dengan meningginya Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992
  • 16. enhancement kontras pada pemeriksaan berikutnya. Diagnosis pasti hanya dapat ditentukan secara biopsi dan tidak diketahui mengapa resolusi spontan dari keadaan ini dapat terjadi. Diagnosis gliosis hanya dapat ditentukan secara bedah atau nekropsi patologis. 2. Sarkoma Sel Retikulum : Neoplasma ini biasanya terjadi pada penderita-penderita dengan kelainan imunologi, dapat berupa lesi yang tunggal atau ganda, berlokasi khas pada basal ganglia, talamus, korpus kalo-sum, periventrikuler pada substansia alba dan vermis serebeli. Gambaran CT : Berupa lesi-lesi iso atau hiperdens, non-kalsifikasi dan dengan enhancement noduler yang homogen. 3. Ependimoma Epenaimoma pada hemisferium serebri dapat memperlihat-kan gambaran kistik atau kalsifikasi. Biasanya memperlihatkan enhancement kontras dengan densitas yang komplek, dan tidak dapat dibedakan dari glioma yang lain. 4. Oligodendroglioma Biasanya berlokasi di dalam hemisferium serebri. Tanda patologi yang sangat khas adalah perkapuran peritumoral yang padat. Gambaran CT : Perkapuran di bagian perifer, linear atau pola globuler yang padat. Dapat mempunyai gambaran hipodens di bagian sentral yang merupakan nekrosis sentral, pembentukan kista atau degenerasi mukoid gelatinosa. Oligodcndroglioma biasanya memperlihatkan enhancement yang lemah. Apabila ada per-ubahan anaplastik, maka enhancement kontras yang intensif dapat terlihat(2,4,8,). II. NEOPLASMA YANG BERLOKASI DI GARIS TENGAH A. Neoplasma yang berdampingan dengan sela tursika (Juxtasellar Neoplasms) : Proses-proses patologik pada juxtasellar yang paling sering adalah adenoma hipofisis, kraniofaringioma, meningioma dan glioma pada traktus optikus anterior (anterior visual pathway). Yang kurang sering tetapi penting secara klinik adalah ancurisma dan teratoma-teratoma yang atipik. Karena penting menentukan batasan suatu aneurisma juxtasellar, maka angiografi harus di-lakukan pada semua penderita yang pemeriksaan CT nya menunjukkan adanya lesi juxtasellar. Gambaran CT Lesi-lesi infra dan juxtasellar tergantung alas ukuran dan gambaran patologik yang khas dari lesi. Untuk pemeriksaan yang lengkap, diperlukan penampang aksial dan koronal yang tipis dari sela tursika dan sekitarnya (sinus kavcrnosus, sisterna supraseler, sisterna intra pendunkularis, arteria karotis, ventrikel III, sinus sfenoidalis, lobus frontalis dan temporalis). Untuk visualisasi lesi-lesi besar yang mengadakan ckstensi ke dalam sistema supraseler, sudah cukup dengan penampang aksial tetapi untuk lesi-lesi yang kecil yang lokasinya predominan intraselar (mikroadenoma hipofisis) diperlukan penampang-penampang koronal untuk mencntukan kelenjar hipofisis dan infundibulum. Diagnosis masa intra seler ditentukan oleh beberapa pe-nemuan : – Pelebaran fosa hipofise dengan perubahan tulang. – Tinggi kelenjar hipofise lebih dari 9 mm dengan konfigu-rasi konveks ke atas (ukuran nyata pada penampang koronal). – Pasea kontras menunjukkan enhancement intraseler yang abnormal. – Infundibulum hipofisis mengalami cicvasi dan distorsi. Ekstensi supraseler dimanifestasikan oleh penemuan berupa densitas yang abnormal atau enhancement di dalam sistema supraseler. Ekstensi juxtasellar : – Ke lateral, enhancement yang asimetris dari sinus kaver-nosus dan/atau pergeseran dari arteria karotis. – Densitas atau enhancement yang abnormal di bagian anterior atau di dalam lobus frontalis. – Densitas yang abnormal di bagian posterior di dalam sis-terna interpedunkuler atau pergeseran arteria basilaris ke kaudal. – Densitas jaringan lunak yang abnormal di bagian inferior di dalam sinus sfenoidalis dan erosi dari dasar sela. 1. Adenoma Hipofisis Biasanya merupakan tumor solid. Pada 25% kasus disertai dengan pembentukan kista, nekrosis, perdarahan atau per-kapuran. Penampang-penamnpang yang tipis dari CT (koronal) merupakan prosedur pelengkap untuk mendeteksi mikroade-noma hipofisis pada penderita-penderita dengan tanda-tanda hiperfungsi keicnjar hipofisis dan konfirmasi laboratorium. Gambaran CT : Suatu daerah hipodens fokal berlokasi di dalam sela tursika yang meicbar dengan lengkungan konveks ke atas dari kelenjar hipofisis. Makroadenoma hipofisis lebih dari 10 mm, biasanya terlihat agak hiperdens, membulat atau oval dengan tepi yang tajam menunjukkan enhancement kuat (dense homogen) dan bertepi tajam. Bila adenoma hipofisis ini kistik maim dapat memperlihatkan gambaran hipodens dengan enhancement cincin di sekitarnya. Perdarahan di dalam adenoma memperlihatkan suatu bagian yang hiperdens tidak berkapur. Enhancement dapat terlihat di dalam adenoma hipofisis di bagian yang tidak ber-darah( 1,2,4,11). 2. Kraniofaringioma Seringkali mempunyai perbedaan penampilan dari ade-noma hipofisis. Lebih sering berkapur. Lokasi biasanya path supraseicr dengan obstruksi dini dari foramen intraventrikuler yang menyebabkan hidrosefalus. Kraniofaringioma juga.dapat tumbuh dari dasar ventrikel III atau lamina terminalis. Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 15
  • 17. Gambaran CT CT polos memperlihatkan densitas iso, hipo atau hiperdens yang heterogen dan mempunyai tepi yang iregulcr. Enhancement dapat terlihat di bagian tepi (peripheral rim) atau memper-lihatkan pola cincin dens yang hcterogcn (menycrupai yang terlihat pada glioma). Kraniofaringioma kistika biasanya memperlihatkan lesi-lesi hipodens yang membulat dengan enhancement cincin pe-fifer. Gambaran ini dapat identik dengan : – Adenoma pituitari kistika. Apabila kraniofaringioma tidak terlihat pada ketebalan 10 mm, maka dibuat penampang-pe-nampang yang lcbih tipis misalnya 4 mm. – Meningioma juxtasellar biasanya tumbuh di dalam tuber-kulum, sela atau planum sfenoidale. CT biasanya memper-lihatkan gambaran speckled (salt and pepper appearance), masa multilobulated yang hiperdens dan biasanya berlokasi di bagian lateral dan anterior sela tursika. Meningioma ini memperlihatkan gambaran dense dengan enhancement kontras yang homogcn tetapi kadang-kadang disertai gambaran hipodens tipis di sekitarnya. Pada regio juxtasellar selalu harus dievaluasi secara hati-hati adanya hiperostosis tulang karena meningioma. – Glioma primer dapat tumbuh dari chiasma optikum, lebih sering mengadakan ekstensi intrakranial melalui foramen optikum atau dari regio hipotalamus. Gambaran CT dari suatu glioma nervus optikus berupa pembesaran nervus optikus berbentuk fusiform yang merata. Ekstensi intrakranial melalui foramen optikum ke dalam sisterna supraseicr dapat terlihat jelas dengan CT. Glioma chiasma dapat terlihat sebagai lesi yang iso atau hiperdens, tidak berkapur, menunjukkan enhancement, berbatas tegas. Hal ini dapat me-libatkan sisterna supraseicr dan ventrikel III bagian anterior. – Ancurisma juxtasellar, tidak dapat dideferensiasikan dari neoplasma yang lain tanpa angiografi. Gambaran CT tergantung was ukuran lesi, perkapuran intraluminal, trombus mural, atau ukuran bloodpool intralumi-nal. Ancurisma nontrombus terlihat isodens, bulat, menunjukkan enhancement dens; sebagian dari aneurisma trombus menunjuk-kan perkapuran pada dindingnya dengan beberapa enhancement intraluminal(2,4,8,12). III. NEOPLASMA YANG BERLOKASI INTRAVENTRI-KULER A. Neoplasma-neoplasma Intraventrikuler Lateralis Papiloma pleksus khoroidalis, meningioma, ependimoma dan glioma merupakan neoplasma yang paling suing ditemu-kan. Tumor-tumor ini menyebabkan hidrosefalus obstruktif dan kemungkinan disertai dengan dilatasi lokal dari rongga ventrikel yang berhubungan dengan tumomya dan hipertensi intrakranial. Meningioma dan papiloma plcksus khoroidalis mencapai din-ding ventrikel melalui pedikel, sedangkan glioma tidak mem-punyai pedikel tetapi dapat mengadakan infiltrasi melalui dinding ventrikel dan mencapai hemisfer serebri. Cermin 16 Dunia Kedokteran No. 77, 1992 Gambaran CT Memperlihatkan dilatasi ventrikel lateralis yang sangat jelas di daerah yang berhubungan dengan tumor. Papiloma pleksus khoroidalis dan meningioma memperlihatkan gambaran hiper-dens berkapur (speckled in appearance) tetapi biasanya tidak menunjukkan enhancement. Lesi intraventrikuler yang jarang ditemukan adalah dermoid dan kista epidermoid yang dapat memperlihatkan. gambaran hipodens (identik dengan likuor serebrospinalis) dan jarang menunjukkan enhancement. Pada lesi-lesi intravcntrikulcr hipodens, tumor dapat menycbabkan hidrosefalus obstruktif tetapi batasnya sulit ditentukan sehingga ventrikulogram metrisamid perlu dilakukan(1,2,4,8,13). B. Neoplasma-neoplasma di bagian Anterior Ventrikel-III Kista-kista koloid biasanya berasal dari bagian antero-superior vcntrikel-III. Kista ini dapat menyumbat foramen inter-ventrikularis dan menyebabkan hidrosefalus obstruktif. Gambaran CT Kista-kista koloid dapat memperlihatkan masa yang bulat iso atau hiperdens pada foramen interventrikularis. Dapat terjadi enhancement homogen yang ringan dari lesinya, tetapi setengah dari lesi-lesi ini tidak menunjukkan enhancement. Penampang-penampang koronal memperlihatkan pelebaran dari septum pelusidum dan terpisahnya kornu anterior bagian inferior. Pada kasus-kasus jarang, dimana kista-kista koloid ini isodens dan non-enhancing, diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan metrisamid sisternogram; namun demikian, pada kasus-kasus yang sudah menyebabkan hidrosefalus, sulit untuk menentukan diagnosis sebelum operasi(1,2,4,8). C. Neoplasma-neoplasma di bagian Posterior Ventrikel-III Neoplasma-neoplasma di bagian posterior ventrikel-III ter-masuk : (1) tumor-tumor dari kelenjar pineal (pinealoma, pine-oblastoma); (2) teratoma; dan (3) macam-macam tumor ter-masuk glioma, metastasis, meduloblastoma dan meningioma. Lesi-lesi non-neoplasma termasuk aneurisma vena galenik, kista pada quadrigeminal plate, hematoma pada midbrain atau infark. Penderita dengan tumor-tumor di bagian posterior ven-trikel- III biasanya disertai tanda-tanda hipertensi intrakranial, bila daerah quadrigeminal plate terkena maka akan terjadi pa-resis dari gerakan bola mata ke atas dengan dilatasi dan reaksi pupil yang jelek. Diagnosis tumor-tumor di bagian ventrikel-III ini ditegakkan secara nyata dengan CT, namun demikian pe-nentuan gambaran histopatologi yang persis biasanya tidak mungkin ditentukan sebelum biopsi bedah. Gambaran CT Distorsi dan pergeseran (biasanya elevasi) dari ventrikel-III (normal berbentuk konveks); dan distorsi dari sisterna kuadri-geminal, sisterna ambiens atau sigma serebelaris superior. Pinealoma dan teratoma memperlihatkan gambaran masa yang multilobulated dengan perkapuran yang tersebar; glioma dan metastasis biasanya tidak berkapur. Teratoma biasanya kurang padat dibanding dengan pinealoma dan cenderung disertai komponen kistik hipodens dan perkapuran. Pinealoma memper-
  • 18. lihatkan suatu gambaran dens berkapur yang berukuran cukup besar pads kelenjar pineal. Pada teratoma, jaringan kelenjar pineal yang normal dapat terlihat tersebar di dalam neoplasma-nya. Pinealoma dan teratoma memperlihatkan enhancement homogen sedangkan glioma dan metastasis memperlihatkan enhancement yang ireguler dan kompleks. Setiap pinealoma dan teratoma memperlihatkan enhancement pads subependimal dan sisterna(4,8). IV. LESI-LESI FOSA POSTERIOR Lesi-lesi ini dapat diklasifikasikan sebagai ekstraaksial (berasal dari meninges yaitu meningioma dan berasal dari nerve sheath yaitu neurinoma) atau intraaksial yang berasal dari dalam batang otak, serebelum atau ventrikel-IV. A. Tumor-tumor Ekstraaksial Tumor-tumor ini paling sering berasal dari sudut serebelo-pontin yaitu neurinoma akustik dan meningioma. Lesi-lesi lain yaiw kista-kista (dermoid, epidermoid, subarakhnoid), meta-stasis, aneurisma dan malformasi vaskuler. Meningioma juga dapat berasal dari tentorium dan dapat mengadakan ekstensi ke supra dan infratentorial. Gambaran CT Sesuai dengan diagnosis dari lesi infratentorial ekstraaksial yaitu erosi tulang, pelebaran sistema yang berhubungan dengan tumor, pergeseran batang otak dan struktur serebeler ke kontra-lateral, bentuk lesi yang regular, bertepi tegas dan lesi ber-hubungan dengan foramen magnum dan tentorium. B. Lesi-lesi Intraaksial Lesi-lesi intraaksial yang paling sering adalah neoplasma serebeler (astrositoma, hemangioblastoma, metastasis), neo-plasma intraventrikuler (meduloblastoma, ependimoma) dan tumor-tumor batang otak. Gambaran CT Sesuai dengan diagnosis dari lesi intraaksial yaitu asimetri dengan adanya penyempitan atau pergeseran dari sisterna basalis yang ipsilateral terhadap tumor, tidak ada keabnormalan tulang, bentuk lesi yang ireguler dan tepi lesi yang berbatas tidak tegas. Tumor-tumor intraaksial di dalam ventrikel-IV yaitu medulo-blastoma, ependimoma dan papiloma pleksus khoroidalis, ber-lokasi di fosa posterior bagian sentral dan mengadakan ekspansi lebih dari sekedar mendesak ventrikel-IV. Tumor-tumor sere-beler dapat mendesak ventrikel-IV ke sisi kontralateral. 1. Lesi-lesi Batang Otak Glioma paling banyak didapatkan pada anak-anak dan remaja, glioma dan metastasis frekuensinya lebih kurang sama dengan penderita-penderita dewasa. Tanda-tanda klinik berkembang secara samar dengan tanda-tanda permulaan gangguan gait, parese fasial dan diplopia karena parese nervus VI (abducens). Bila tanda-tanda neurologi onsetnya akut, cenderung suatu brain-stem telangiectasia daripada suatu glioma. Hipertensi intra-kranial dan hidrosefalus obstruktif biasanya tidak terjadi pada stadium awal tetapi pada stadium lanjut. Gambaran CT Batang otak ukurannya membesar, pendesakan ke arah posterior dan distorsi dari ventrikel-IV, pendesakan ke arah anterior dan distorsi dari sistema interpedunkularis serta distors dari struktur-struktur di sekitar batang otak (sisterna kuadri gemina, arteria basilaris dan arteria serebri posterior). Pada Cl polos, regio batang otak dapat iso atau hipodens, dapat me nunjukkan enhancement noduler atau cincin. Glioma biasanyt tidak memperlihatkan perdarahan, perkapuran atau pemben tukan kista; penderita dapat menunjukkan tanda-tanda klinil tetapi CT tidak menunjukkan adanya kelainan. Maka apabil, terdapat perburukan kelainan neurologinya, perlu pemeriksaar CT segera. 2. Lesi-lesi Serebeler Tumor-tumor ini dapat berasal dari dalam vermis atau di dalam hemisfer serebeli. Gambaran klinik dari tumor-tumor vermis di garis tengah adalah gait ataxia dan tekanan intrakranial yang meninggi. Tumor-tumor pada hemisfer lateralis dapat me-nyebabkan ipsilateral limb ataxia dan hidrosefalus obstruktif. Lesi-lesi neoplastik termasuk astrositoma, metastasis, sarkoma, hemangioblastoma; lesi-lesi non-neoplastik yang sering dijumpai adalah abses, hematoma, infark, malformasi vaskuler dan gliosis non-neoplastik. CT mempunyai kesensitifan yang tinggi di dalam memperlihatkan adanya masa-masa serebeler, tetapi bagai-manapun CT kurang sensitif di dalam menentukan gambaran patologi yang persis dari lesinya, jadi CT mempunyai limitasi di dalam menentukan diagnosa patologi. Angiografi penting untuk menyingkirkan suatu hemangioblastoma atau malformasi vas-kuler yang lain. Gambaran CT • Suatu densitas yang abnormal atau enhancement yang po-sitif pada vermis atau hemisfer, pendesakan dan distorsi dari ventrikel-IV, sisterna basalis tidak tampak dan tidak ada per-ubahan tulang. • Astrositoma serebeler mempunyai gambaran yang khas, berupa lesi-lesi hipodens bulat atau oval dengan nodul kecil hiperdens di bagian perifernya yang menunjukkan enhancement. Pada astrositoma yang lain, lesi noduler di bagian perifer tidak tampak sedangkan lesi hipodens tidak menunjukkan enhance-ment. Astrositoma serebeler yang solid, pada CT polos memper-lihatkan lesi berdensitas campuran heterogen. Dapat terjadi enhancement dengan pola cincin yang kompleks. • Hemangioblastoma dapat berupa masa solid atau kistik. Lesi-lesi kistik tampak hipodens dengan enhancement cincin di bagian puffer lesi nodulernya. Lesi solid memperlihatkan densitas iso- atau hiperdens pada CT polos dan memperlihatkan enhancement yang dense pasea pemberian media kontras. • Metastasis dapat memperlihatkan beberapa pola gambaran pada CT, namun demikian adanya lesi hipodens (bulat) dengan ketebalan ring enhancement yang bervariasi, sugestif suatu metastasis serebeler. • Limfoma dan sarkoma sel retikulum dapat terlihat sebagai Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 17
  • 19. lesi iso- atau hiperdens dan memperlihatkan enhancement no-duler. Lesi ini sering tampak pada vermis serebeli sedangkan lesi yang multipel tampak pada ganglion basalis, talamus dan korpus kalosum. 3. Lesi-lesi pada ventrikel IV 18 Tumor-tumor ini cepat menyebabkan tanda-tanda tekanan intrakranial tinggi karena hidrosefalus obstruktif. Meduloblas-toma dan ependimoma merupakan tumor terbanyak, sedangkan papiloma pleksus koroid kurang sering terjadi. Gambaran CT Lesi-lesi intraventrikuler di dalam fosa posterior, masa hiperdens di garis tengah dengan halo hipodcns di sekitarnya; ventrikel IV tidak tampak sebagai struktur berbentuk segitiga; dan suatu lesi bulat hipodens di garis tengah yang menggambar-kan pelebaran (expanded) ventrikel-IV. 4. Meduloblastoma berasal dari atap ventrikel-IV Masa ini mengisi dan meluas ke dalam ventrikel-IV dan dapat mengadakan ekspansi secara eksofitik ke dalam rongga sisterna. Meduloblastoma merupakan tumor-tumor solid, jarang memperlihatkan kista, perdarahan atau perkapuran. Gambaran CT • Suatu lesi yang agak hiperdens di garis tengah dengan dense enhancement yang homogen, di sekitarnya ada cincin hipodens yang menunjukkan adanya dilatasi ventrikel-IV. • Pada penderita yang lebih tua, meduloblastoma desmoplas-tik (sarkoma serebeler) terjadi di hemisfer serebeler lateral yang tampak sebagai lesi dengan densitas campuran yang heterogen dengan ring enhancement yang ketebalannya bervariasi. 5. Ependimoma tumbuh dari dasar ventrikel-IV Secara patologi seringkali disertai komponen-komponen kista, perkapuran dan perdarahan. Tumor dapat mengadakan ekstensi secara eksofitik melalui resesus lateralis dari ventrikel- IV ke dalam rongga-rongga sisternal. Gambaran CT Suatu lesi hipodens dengan regio perkapuran hiperdens baik tunggal atau ganda. Regio-regio iso dan hipodens dapat memper-lihatkan enhancement yang heterogen. Ventrikel-IV dilatasi di-sertai dengan cincin hipodens di sekitar lesinya (1,2,4,6,7,8,14,15,16,17). KESIMPULAN 1. CT sudah menjadi salah satu sarana neurodiagnostik yang terpilih untuk mendiagnosis neoplasma intrakranial karena mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sarana neurodiagnostik konvensional yang tersedia. 2. CT mempunyai keterbatasan dalam menentukan diagnosis patologi suatu neoplasma secara tepat tanpa angiografi dan biopsi bedah, karena gambaran CT suatu neoplasma intrakranial sering menyerupai satu sama lainnya. 3. CT mempunyai kemampuan yang akurat untuk menentukan lokasi dan ekstensi suatu neoplasma; balk dengan potongan aksial maupun koronal sehingga CT dapat membantu menen-tukan lapangan penyinaran radioterapi dengan tepat. 4. CT merupakan suatu pemeriksaan yang mudah, sederhana dan non-invasif sehingga CT sangat sesuai untuk follow-up dan pengawasan hasil terapi bedah maupun radiasi pada neoplasma intrakranial. r KEPUSTAKAAN 1. Grossman CB, Masdeu JC, Maravilla KR, Gonzalez CF. Intracranial Neoplasma of the Adult, in: Head and Spine Imaging. John Wiley and Sons, 1985; p. 225–281. 2. Kazner E, Wende S, Grumme T, Lankseh W; Stochdorph O. Computed Tomography in Brain Tumors. In: Computed Tomography in Intracranial Tumor, Differential Diagnosis and Clinical Aspects. Berlin, Heidelberg: Springer – Verlag, 1982; p. 18–454. 3. Rothfus WE. Intracranial Mass. In: Manual Diagnostic Imaging. A Little Borwn Spiral Manual, 1984; p. 52–55. 4. Weisberg LA. Intracranial Neoplasms. In: Symposium on Neuroimaging. Neurologic Clinics. W.B. Saunders Co, 1984; p. 695–718. 5. Sutanto A. Pemeriksaan Tomografi dengan bantuan Komputer dalam Diagnostik Neoplasma Intrakranial, satu tinjauan retrospektif pada 226 kasus, 1983. 6. George AE, Russell EJ, Kricheff H. White Matter Buckling : CT Sign of Extraaxial Intracranial Mass, AJR 1980; 135: 1031–6. 7. hammock MK, Milhorat TH. Brain Tumors and Vaseular Disorders of the Brain. In: Cranial Computed Tomography in Infancy and Childhood. William & Wilkins, 1981; p. 163–290. 8. Weisberg LA, Nice C, Katz M. Progressive Neurological Deficit, Meta-static Disease and Juxtasellar Region Abnormalities. In: Cerebral Com-puted Tomography. A Text-Atlas. Second Edition. W.B. Saunders Co, 1984; p. 47–80, 158–173, 174–192. 9. Geehr RB, Dohrmann GJ, Rothman SLG. "Cireumseribed" Glioblastoma Multiforme : the Role of Computed Tomography in Two Cases, AJR 1979; 132: 127–9. 10. Lee YY, Tassel PV. Intracranial Oligodcndrogliomas. AJR 1989; 152: 361–9. 11. Bonneville JF, Catlin F, Dietemann JL. Computed Tomography of the Pituitary Gland. Berlin, Heidelberg: Springer-Verlag, 1986; p. 1–221. 12. Lanzieri CF, Sacher M, Som PM. CT Changes in the Septum Pellucidum associated with Intraventricular Craniopharyngiomas, J Computer Assist-ed Tomography, 1985; 9(3): 507–510. 13. Jelinek J, Smimiotopoulos JG, Parisi JE, Kanner M. Lateral Ventricular Neoplasms of the Brain, AJR 1990; 15: 365–72. 14. Buetow P, Smimiotopoulos JG, Done S. Congenital Brain Tumors, AJR 1990; 155: 587-93. 15. Fitz CR. Neoplastic Diseases. in: Pathologic Cerebral Conditions in Children. in: Head and Spine Imaging. John Wiley and Sons, 1985; p. 483–521. 16. Yamada H. Supratentorial and Infratentorial Cystic Lesions and Brain Tumors. In: Pediatric Cranial Computed Tomography. Igaku – Shoin, 1983; p. 82–104 and 230–253. 17. Zimmerman RA, Bilaniuk LT, Bruno L, Rosenstock J. Computed Tomo-graphy of Cerebellar Astrocytoma. AJR 1978; 130: 929–33. Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992
  • 20. Diagnosis Tumor Otak dengan MRI Dr Arman Adel Abdullah Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta Bloch dan Pureell pada 1946 menemukan prinsip dasar MRI yaitu inti atom (proton) akan bergetar dalam medan magnit. Penemuan ini dikembangkan terus menerus oleh para ahli fisika dan elektro sehingga pada tahun 1980 aplikasinya dalam ilmu kedokteran dipakai secara besar-besaran terutama di negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat dan negara Eropa Barat dan Jepang. Di Indonesia baru September 1990 untuk pertama kali dilakukan di RSEM yang kemudian diikuti oleh RS Pertamina dan Husada. Dalam mendiagnosis suatu tumor otak, selain klinis, pe-ranan radiologi sangat besar. Dahulu angiografi, kemudian CT Sean dan terakhir MRI; terutama untuk tumor-tumor di daerah fossa posterior, karena CT Sean sukar mendiagnosis tumor otak akibat banyaknya artefak, sekalipun dengan kontras. Dengan MRI suatu tumor dapat dengan jelas tervisualisasi melalui di potongan 3 dimensi, sehingga memudahkan ahli bedah saraf untuk dapat menentukan teknik operasi atau menentukan tumor tersebut tidak dapat dioperasi mengingat risiko/komplikasi yang akan timbul. Melalui MRI, suatu jaringan menunjukkan sifat-sifat karakteristik tertentu pada gambar Tl dan T2 maupun proton density. Intensitas jaringan tersebut biasanya berbeda pada gam-bar Tl dan T2, kecuali lemak, darah segar, kalsifikasi, maupun peredaran darah yang cepat. Dengan melihatgambarTl maupun T2 dapat ditentukan karakteristik suatu tumor apakah tumor tersebut padat, kistik, ada perdarahan, kalsifikasi, nekrosis mau-pun lemak dan lain-lain. Intensitas jaringan tersebut mulai dari hipo, iso dan hiper intensitas terlihat jelas pada T1 dan T2. Pada umumnya tumor otak path Tl mempunyai gambaran hipo intensitas dan pada T2 menjadi hiper intensitas, bahkan dengan adanya perbedaan intensitas tumor yang kurang di-bandingkan udem perifokal pada T1 dan T2, dapat didiagnosis suatu tumor seperti pada glioblastoma. Kalsifikasi tidak baik dilihat dengan MRI, karena sedikit sekali mengandung air sehingga baik pada T1 maupun T2 akan temp memberikan gambaran hipo intensitas. Kalsifikasi lebih baik dilihat dengan CT Sean. Udem perifokal yang biasa pada tumor memberikan mass effect dapat dengan jelas sekali terlihat pada T1 hipo intensitas sedangkan pada T2 menjadi hiperintensitas. Tumor dengan perdarahan subakut dan kronik dapat dengan jelas dilihat pada T1 hiperintensitas dan T2 tetap hiperintensitas (subakut); sedangkan perdarahan akut lebih jelas dengan CT Sean daripada MRI. Tumor-tumor yang berasal dari saraf (sehwanoma, neuroma dan neurinoma) serta tumor-tumor lokal (tumor hipofisis, chor-doma, glomus tumor) sama sekali tidak mempunyai udem peri-fokal. Tumor-tumor oligodendroglia sedikit mempunyai udem perifokal maupun mass effect dan banyak mengandung kalsi-fikasi. ZAT KONTRAS Pada umumnya pemeriksaan MRI tanpa kontras sudah dapat memvisualisasikan suatu massa. Akan tetapi pada tumor otak, pemberian kontras sangat membantu suatu diagnosis. Dengan kontras dapat dibedakan antara tumor dengan udem, jaringan parut maupun sisa tumor bila sudah pernah dioperasi. Kontras yang digunakan ialah Gadolinium DTPA (Diet hylene Triamine Pentaacetic Acid) dengan dosis 0.2 mg/kgBB yang disuntikkan intravena. Untuk perbandingan selalu dipakai parameter Tl tanpa kontras dengan T1 dengan kontras. Pada umumnya se- Dirajikan data. Simporirrn Tumor Otak, 20 Jdi 1991 di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 19
  • 21. sudah pemberian kontras suatu tumor akan terjadi penyangatan (enhancement). ISTILAH PADA MRI T1 : Longitudinal relaxation time (mempunyai TR pendek dan TE yang pendek). T2 : Tranversal relaxation time (mempunyai TR panjang dan TE yang panjang). TR : Repetition times TE : Echo delay times IR : Inversion recovery. Proton density : bagian dari T2 (mempunyai TR panjang dan TE yang pendek). KENDALA PADA MRI 1. Alat mahal (biaya pemeriksaan tinggi). 2. Waktu pemeriksaan cukup lama. 3. Pasien yang mengandung metal tak dapat diperiksa (alat pacu jantung, protese, clips). 4. Pasien emergency akibat kecelakaan lalu lintas tak dapat diperiksa bila memakai alat pernafasan buatan/tabung 02. 5. Klaustrofobi (takut akan ruang sempit) perlu anestesi. KESIMPULAN Dengan MRI + kontras Gadolinium DTPA diagnosis tumor otak dapat lcbih jelas (sensitivitasnya tinggi dibandingkan CT Sean) baik untuk tumor supratentorial dan khusus fossa poste-rior. Potongan dapat menghasilkan tiga dimensi sehingga me-mudahkan ahli bedah saraf inencntukan teknik operasi. KEPUSTAKAAN 1. Arran Adel Abdullah. Resonansi Magnctik. Radiologi Diagnostik, Balai Penerbit FKUI Jakarta, 1989. 2. Kazner E, Wende S, Gmmme 'lip, Stochdorphg 0, Felik R, Claussen C. Computer and Kemspintomographie lntrakranieller tumoren. Berlin, Heidelberg: Springer Verlag, 1981. 3. IissnerJ, Seiderer M. Klinisehe Kemspintomographie, Stuttgart: Ferdinand Enke Verlag, 1987. 4. Stark DD, Bradley WG. Jr. Magnetic Resonance Imaging. Washington D.C: C.V. Mosby Company, 1988. Cermin 20 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
  • 22. Histopatologi Tumor Otak Dr. F.X. Eddy Gunawan Yusup Departemen Patologi Anatomi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta PENDAHULUAN Patologi susunan saraf pusat bersifat amat komplek karena berbagai alasan, misalnya variabilitas struktur jaringan saraf sendiri maupun karena pengaruh letak anatominya. Diagnosis neuropatologis didacarkan atas analisis morfo-logi dan analisis topografi, keduanya dibandingkan dengan data klinik atau penemuan-penemuan pada otopsi selengkapnya. Klasifikasi tumor susunan saraf yang lengkap adalah oleh Zuilch (1979) Histological Typing of Tumours of the Central Nervous System(1,2,3). Dikemukakan modifikasi kiasifikasi histogenesis tumor glioma yang sederhana dari Bailey dan Cushing(4), dan histopatologi dari meningioma. Maksud dari makalah ini adalah mengemukakan histopato-logi tumor glioma dan meningioma. HISTOGENESIS Untuk memahami pertumbuhan bangunan otak, hendaknya dibayangkan bahwa pertumbuhan susunan saraf pusat terjadi dalam bentuk pipa. Pada pipa tersebut dapat di lihat sebuah dasar, atap dan dua dinding sisi yang mengelilingi sebuah rongga yang terletak di tengah-tengah. Susunan saraf pusat berkembang dari lempeng ektoderm (neural plate), kemudian melengkung ke dalam sehingga terben-tuk alur saraf (neural groove). Bagian kanan dan kiri alur saraf disebut lipatan saraf (neural folds). Pada batas neuroektodermal terdapat sel-sel yang disebut birai saraf (neural crest). Lipatan saraf kemudian tumbuh ke arah medial sehingga saling bertemu dan terjadi bumbung saraf (neural tube). Gambar : Notochord Somila Dorsal root ganglion G , Diagram penutupan neural tube, asal dari neural crest dan akar dorsal ganglia. Irisan melintang alas dasar basil foto dari embryo 19 hart (dikutip dari 5) Dibacakan pada Simposium Tumor Otak, di RSPAD Gatot Soebroto, 30 Juli 1991. Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 21
  • 23. Neural tube sebagai bangunan tunggal, akan berkembang menebal, melipat dan sebagainya yang disebut vesikel serebral primitif. Dari depan ke belakang akan terbentuk : – Prosensefalon (otak bagian depan). – Mesensefalon (otak bagian tengah). – Rombensefalo,n (otak bagian belakang). Sejalan dengan pembentukan vesikel serebral primitif, ter-jadi pelekukan ke depan pada dua tempat, setinggi mesensefalon dan rombensefalon bagian belakang. Pelekukan pertama disebut fleksura sefalik dan yang kedua fleksura servikal. Prosensefalon berdiferensiasi menjadi telensefalon dan diensefalon. Telensefalon pada perkembangan selanjutnya akan menjadi hemisferium dan lumennya akan menjadi ventrikel lateral dan ventrikel III. Diensefalon akan berkembang menjadi talamus, epitalamus dan hipotalamus. Mesensefalon tidak banyak perubahan hanya batasnya lcbih nyata karena adanya fleksura sefalik. Rombensefalon menjadi bangunan yang terdiri dari dua bagian, bagian depan mesensefalon, yang nantinya menjadi pons dan serebellum dan bagian belakang mielensefalon yang akan menjadi medulla oblangata. Tabung neural di bagian belakang mielensefalon berkembang menjadi medulla spinalis(5,6). ANATOMI SUSUNAN SARAF PUSAT Susunan saraf pusat terdiri dari otak besar (cerebrum), batang otak, otak kecil (cerebellum) dan sumsum tulang be-lakang (medulla spinalis) dan diliputi oleh selaput otak (mening) yang terdiri atas bagian luarpakhimening (durameter) dan bagian dalam leptomening. Otak dipisahkan oleh fisura media menjadi dua hemisfer. Permukaan lateral masing-masing hcmisfer dibedakan menjadi lobus frontal, parietal, temporal, dan oksipital. Otak mempunyai sistem perhubungan, yaitu ventrikel. Ventrikel lateral masuk ke dalam lobus frontal, temporal dan oksipital. Cairan serebrospinal dibentuk setiap hari oleh plexus choroid pada ventrikel, melalui ventrikel III dan IV terus ke subarachnoid dan medulla spinalis. Otak diliputi oleh leptomening, membrana arachnoid dan pia-meter dan bagian paling luar durameter. Durameter berlapis dua, sebagai lapisan dalam periosteum dari tulang tengkorak, dan pada garis tengah sebagai falx cerebri, pada fosa posterior ter-bentang seperti tenda membentuk tentorium cerebri, memisah-kan lobus oksipital dan serebellum. Aspek ventral dari otak adalah batang otak dan serebellum, menutupi aspek posterior (otak tengah) yaitu : pons dan medula oblongata yang mengeli-lingi ventrikel IV.Otak mendapat darah dari a. carotis interna dan a. vertebralis(7). KLASIFIKASI Klasifikasi merupakan pembagian dari suatu organ indi-vidu, menjadi suatu grup, disusun secara sistematis berdasarkan suatu prinsip serta selengkap mungkin. Dan yang paling penting dapat bermanfaat untuk penelitian dan klinik(8). Klasifikasi tumor susunan saraf pusat merupakan persoalan yang rumit dan sejak lama menjadi persoalan dan perdebatan. Banyak klasifikasi tumor susunan saraf pusat, perpaduan dari semuanya telah dirangkum dalam klasifikasi WHO(2). Di sini dikemukakan modifikasi klasifikasi histogenesis dari Bailey dan Cushing(4). Klasifikasi glioma ini merupakan dasar terbesar dari prinsip klasifikasi tumor susunan saraf pusat serta mengurangi berbagai keruwetan dan keanckaragaman dari tumor ini. Dasar dari modifikasi klasifikasi Bailey dan Cushing ini ialah per-sangkaan migrasi dan difcrensiasi dari primitive lining cells dari embryonic neural canal menjadi meduloblas yang bipotensial; dapat menjadi seri neuronal (neuroblas dan neuron) atau men-jadi seri glial melalui spongioblas akan menjadi astrosit atau oligodcndrosit. Sel-sel yang melapisi kanal neural akan menjadi sel ependimal yang matang. Dari sel-sel tersebut di atas bila timbul keganasan diberi nama-nama sebagai berikut : me-duloblastoma, neuroblastoma, ganglioneuroma (dari neuron matur), astrositoma, oligodendrogliomadan ependimoma. Tumor-tumor yang berasal dari sel glia disebut glioma. Tabel 1. Histogenesis tumor neurocktodermal (modifikasi Bailey dan Cushing)4 GLIOMA Astrositoma Merupakan tumor susunan saraf pusat yang paling sering dijumpai. Pada orang dewasa tumbuh di hcmisfer serebri. Pada anak-anak dan dewasa muda di serebelum, dan pada umumnya kistik(9,10,11). Astrositoma dibagi menjadi empat tingkatan, semuanya bersifat invasif, tingkat (grade) 1 dan 2 banyak pada anak-anak, tingkat (grade) 3 dan 4 90% pada orang tua(1,8,9), Kernohan dan kawan-kawan berkesimpulan adanya hubungan yang erat antara tingkatan (grading) dan prognosis penderita(1,2). Astrositoma tingkat (grade) 1 Ada dua tipe astrosit, fibrilcr dan protoplasmik, maka ter- Cermin 22 Dunia Kedokteran No. 77, 1992
  • 24. dapat dua tipe astrositoma yaitu Astrositoma fibriler dan Mikroskopik Astrositoma protoplasmik (jarang ditemukan). Dikenal tiga jenis : Jenis Epitelial : terdiri atas sel-sel yang membentuk roset sejati (Roset Flexner–Wintersteiner), kadang-kadang ditemukan rongga-rongga yang dilapisi oleh sel kuboid atau torak yang menyerupai ventrikel blepharoplas dapat dilihat dengan pe-ngecatan PTAH (Rubinstein), jenis ini merupakan gambaran khas yang sering dijumpai(2,4,6). Makroskopik Astrositoma fibriler berwama putih keabu-abuan sangat padat dan pipih, tidak berbatas jelas, tepi tumor dapat dirasakan dengan perabaan jari jari tangan, bila letaknya di serebelum maka 2/3 selalu kistik dan umumnya kecil (mural model). Astrositoma protoplasmik, lunak dan gelatinous. Batas lrbih jelas, tampak spongiosa. Jenis Papiler : Sel-sel berstruktur papiler dengan stroma myxomatous (myxopapillary ependymoma). Bentuk lain pa-Mikroskopik pilloma plexus choroideus. Jenis Seluler : Tumor dibentuk sel-sel ependim mengeliling pembuluh darah, atau masa tanpa gambaran khas. Sel tumor menyerupai astrosit normal, inti sedikit lebih besar, kromatin kasar, sedikit pleomorfik, jumlahnya bertam-bah, cabang-cabang lebih tebal dan banyak, berstruktur fibriler, mitosis tidak ditemukan, tidak ditemukan datia tumor, tampak proliferasi pembuluh darah tidal( disertai proliferasi endotel. Oligodendroglioma Pertama kali diberi nama oleh Bailey dan Cushing (1928); merupakan tumor glioma terbanyak ketiga. 5% dari semua tumor susunan saraf pusat. Dapat ditemukan pada semua usia terbanyak pada dekade 4 dan 5. Sebagian besar tumor terletak pada lobus frontal, tumbuh dominan pada substantia alba jarang pada korteks serebri(2"), Astrositoma tingkat (grade) 2 Sel-sel tumor lebih banyak dan lebih pleomorfik. Inti besar sering dijumpai namun tidak dijumpai mitosis dan sel datia tumor. Proliferasi pembuluh darah, nekrosis dan perdarahan tidak ditemukan. Makroskopik Astrositoma tingkat (grade) 3 dan 4 (glioblastoma multi-forme) Tumor dapat mencapai ukuran besar, batas tumor nyata warna abu-abu atau abu-abu pink. Sering lunak, 20% kistik di tengah tumor, nekrosis jarang dijumpai. Kalsifikasi banyak ditemukan, bila radiologik terlihat maka prognosisnya lebih baik. Merupakan 40–60% tumor glioma jaringan otak. Lokasi terutama pada pons dan cerebrum dan 90% tumor ini pada usia lanjut. Meskipun astrositoma tingkat 4 sangat ganas, namun jarang sekali metastasis keluar dari jaringan serebrospinal(19.12). Mikroskopik Mempunyai perangai histologik yang khas, terdiri atas sel-sel kecil yang rapat, stroma sedikit. Sel-sel dengan inti kecil, bulat dan gelap menyerupai limfosit. Sering di jumpai gambaran honeycomb, mitosis dan kalsifikasi. Makroskopik Pada tingkat 3 masih dapat dikenal sel-sel astrosit, tingkat 4 sudah sukar diindentifikasi, sangat pleomorfik, banyak mitosis dan sel datia tumor, dapat dijumpai daerah nekrosis dan per-darahan. Ependimoma Meduloblastoma Nama diberikan oleh Bailey dan Cushing (1925). Tumor ini khas sekali karena selalu ditemukan pada garis tengah sere-bellum pada bayi dan anak-anak(11,12). Merupakan tumorglioma kedua terbanyak. Sel-sel ependim normal terdapat melapisi kanal vcntrikel, kanal pusat dari medulla spinalis, ventrikulus terminalis dari konus medularis medulla spinalis dan sedikit di hemisfer serebri. Maka di tempat tersebutlah ependimoma ditemukan; 40% supratentorium, 60% infratentorium. Pada infratentorium hampir selalu di garis tengah dari dasar atau atap dari vcntrikel. 60% dari glioma medulla spinalis adalah ependimoma. Tumor ini banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa mudaw.12) Makroskopik Tumor berbatas tegas, selalu pada garis tengah atau vermis serebellum, dapat menekan atau invasif ke ventrikel IV, menim-bulkan hidrosefalus internal. Tumor ini cireumseribed tidak berkapsul, warna putih keabu-abuan dan sangat lunak, jarang berbentuk kistik, nekrosis banyak dijumpai. Karena mudah ter-lepas dan invasif ke ventrikel IV, maka dapat ditemui pada cair-an serebrospinal dan bermetastasis lugs melalui ruang sub-arachnoid. Sifatnya ganas sekali dan radiosensitif. Makroskopik Ependimoma intrakranial dapat tumbuh besar sebelum menimbulkan gejala, batas tumor kurang nyata, yang di medulla spinalis sebagian berkapsul, ini memudahkan untuk pengangkat-an. Tumor warna abu-abu pink, agak tipis, granola. Kista di-temukan pada ependimoma serebral, sedangkan yang di fosa posterior jarang. Keadaan ini merupakan kebalikan dari astrositoma. Kalsifikasi bisa dijumpai(11,12). Mikroskopik Sangat seluler, stroma hampir tidak dijumpai. Sel-sel pleo-morfik, bentuk klasik sel-selnya kecil-kecil tersusun sebagai sheets atau trabeculae, sering dijumpai formasi pseudorosette. Mitosis banyak dijumpai. Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 23
  • 25. MENINGIOMA Nomenklatur dan Sitogenesis Meningioma berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan mening serta dcrivat-dcrivatnya. Di antara sel-sel mening itu belum dapat dipastikan sel mana yang membentuk tumor, tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan villi arachnoid. Tumbuhnva meningioma kebanvakan di temnat ditemukan banyak villi arachnoid. Dari observasi yang dilakukan Mallary (1920) dan didukung Penfield (1923), didapatkan suatu konsep bahwa sel yang membentuk tumor ini ialah fibroblast, sehingga mereka menycbutnya arachnoid fibroblast atau meningeal fibroblastoma(14). Ahli patologi pada umumnya lcbih menyukai label histologi dari pada label anatomi untuk suatu tumor. Namun istilah meningioma yang diajukan Cushing (1922) ternyata dapat di-terima dan didukung oleh Bailey dan Bucy (1931)(13,14) Orville Bailey (1940) mengemukakan bahwa sel-sel arachnoid berasal dari neural crest, sel-sel arachnoid disebut Cap cells; pendapat ini didukung Harstadius (1950), bermula dari unsur ektoderm(13,14), Zuich tetap menggolongkan meningioma ke dalam tumor me-sodermal. Kejadian, Umur dan Jenis Kelamin Meningioma dapat dijumpai pada semua umur, namun pa-ling banyak pada usia pertengahan. Meningioma intrakranial merupakan 15–20% dari semua tumor primer di regio ini(1,13). Meningioma juga bisa timbul di sepanjang kanalis spinalis, dan frekuensinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tumor lain yang tumbuh di regio ini(12,13). Di rongga kepala, meningioma banyak ditemukan pada wanita dibanding pria (2 : 1), sedangkan pada kanalis spinalis lebih tinggi lagi (4 : 1)(1,12,13). Meningioma pada bayi lebih banyak pada priat'l. Gambaran Makroskopik Meningioma intrakranial banyak ditemukan di regio para-sagital, selanjutnya di daerah permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis spinalis meningioma lcbih sering me-nempati regio torakal. Pertumbuhan tumor ini mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan sekitamya, namun jarang menyebuk ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan fokus-fokus kalsi-fikasi kecil-kecil yang berasal dari psammoma bodies, bahkan dapat ditemukan pembentukan jaringan tulang baru. Klasifikasi Histologi Gambaran mikroskopik meningioma amat bervariasi, ma-cam- macam klasifikasi diusulkan, namun Orville Bailey (1940) menganggap klasifikasi meningioma tidak diperlukan. Pandangan ini didasarkan secara biologis karma variasi-variasi histologis tersebut tidak banyak kaitannya dengan perangai bio-logi kelompok tumor init' 13,'4> Klasifikasi menurut Kernohan dan Sayre, yaitu (1) Me-ningioma meningotheliomatosa (syncytial, endothclimatous). (2) Meningioma fibroblastik dan (3) Meningioma angioblastik. Yang terakhir ada yang menggolongkan sebagai haemangiope-risitoma. Tipe transisional atau tipe campuran digolongkan ke dalam kelompok meningioma meningotheliomatosa(13). Meningioma meningotheliomatosa Terdiri atas sel-sel uniform, berinti bulat atau oval, me-ngandung satu/dua nuklcoii yang nyata, sedangkan membran sel tidak jelas, sebagian dari kelompok-kelompok sel tersebut tersusun dalam lobulus-lobulus membentuk massa yang solid. Jaringan ikat pada batas-batas lobulus. Whorls dan psammoma bodies juga merupakan gambaran khas tumor ini. Meningioma ftbroblastik Terdiri alas sel-sel pipih yang membentuk berkas-berkas yang sating beranyaman, kadang-kadang dengan bagian-bagian menyerupai struktur palisade. Sol-sel tersebut mirip dengan fibroblast, namun inti sel identik dengan inti sel meningioma meningiomatosa. Adanya serabut retikulin yang berlebihan dan serabut kolagen yang menjadi pemisah antara sel pada meningioma tipe ini, merupakan tanda yang khas. Meningioma angioblastik Terdiri alas sel-sel tersusun padat, batas-batas sitoplasma tidak jelas, inti sel tersusun rapat. Sel-sel tersebut umumnya menempel pada dinding kapiler, namun kapiler-kapiler tersebut sebagian mengalami dilatasi, sebagian lagi kompresi, sehingga sukar untuk diidentifikasi. Bailey dkk. (1928) beranggapan bahwa sel-sel tumor ini berasal dari elemen dinding pembuluh darah. Beberapa penulis melaporkan bahwa meningioma angioblastik lebih sering kambuh. RINGKASAN Telah dikemukakan histopatologi tumor otak yang sering dijumpai. Patologi susunan saraf pusat bersifat amat kompleks, diperlukan penanganan berbagai disiplin ilmu agar didapatkan diagnosis Berta tindakan yang tepat KEPUSTAKAAN 1. Leestma JE. Brain tumor. Am. J. Pathol 1980; 100(1). 2. Zuich KJ. Histological Typing of Tumours of the Central Nervous System. Geneva: WHO, 1979. 3. Esiri MM, Oppenheimer DR. Diagnostic neuropathology. London: Black-well Seient Pub!, 1989, 171-224. 4. Treip CS. A Colour atlas of neuropathology. London: Wolfe Medical Publication Ltd, 1978, 151-86. 5. William C, Barrett JR. Development of brain and spinal cord. In: Neuro-pathology. (Ed) Tedesehi CG. Boston: Litle Brown and Co, 170, 3-8. 6. Sidharta P, Dewanto G. Susunan Saraf Pusat. Jakarta: Dian Rakyat,1986, 41-7. 7. Regato JA, Spjut 11J. Cancer. Diagnosis, treatment and prognosis. St Louis: Mosby, 1977, 131-56. 8. Butner AB, Brooks WH, Natshy MG. Classification and biology of brain tumors. In: Neurological Surgery. Julian R, Youmans JR. (eds.) Philadel-phia: Saunders, 1973, 2659-93. 9. Cobb CA. Youmans JR. Glial and neuronal tumors of the brain in adult. In: Neurological Surgery. Julian R, Youmans JR. (eds.) Philadelphia: Saunders, 1973, 2759-2823. 10. Hoffman I-li. Supratentorial brain tumor in children. In: Neurological Surgery. Julian R, Youmans JR. (eds.) Philadelphia: Saunders, 1973, 2702-30.
  • 26. 11. Humphreys RP.Posterior cranial fossa brain tumor in children. In: Neuro-logical Surgery. Julian R, Youmans JR. (eds.) Philadelphia: Saunders, 1973, 2733–57. 13. Maccarty CS, Pupgras DG, Ebersold MJ. Meningeal tumors of the brain. In: Neurological Surgery. Julian R, Youmans JR. (eds.) Philadelphia: Saunders, 1973, 2936–66. 12. Kemohan JW, Sayre GP. Tumor of the central nervous system. A.F.I.P. Washington, 1952. 14. Anwar IIR. Aktivitas fosfatase basa pada meningioma, suatu studi enzym histokimia. Disertasi. FK. Undip Semarang, 1984. Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992 25
  • 27. Peranan Radioterapi pada Neoplasma Susunan Saraf Pusat DR. R. Susworo Bagian Radiologi/Unit Radioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusūmo Bagian Radiologi RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta PENDAHULUAN Radioterapi merupakan salah satu metoda pengobatan pada penatalaksanaan tumor-tumor ganas di samping metoda lain seperti pembedahan dan khemo serta imunoterapi. Berbeda hal-nya dengan pembedahan maka radioterapi merupakan sarana pengobatan yang relatif masih baru, dan sampai saat ini pengem-bangan ilmu ini masih berlangsung terus sejalan dengan kemaju-an di bidang teknologi dengan diciptakannya berbagai sarana radiasi yang lebih canggih beserta sarana pembantunya. Semua upaya ini terutama bertujuan untuk memperoleh dosis semaksi-mal mungkin pada tumor, tetapi seminimal mungkin pada ja-ringan (sekitamya) sehingga akan diperoleh kematian tumor tanpa meninggalkan efek samping yang terlalu banyak. PENATALAKSANAAN RADIASI TUMOR OTAK Pengobatan terpilih tumor otak adalah ekstirpasi radikal(1) namun apabila hal ini tidak dapat dilakukan maka dekompresi merupakan hal yang harus dikerjakan semaksimal mungkin. Selanjutnya radiasi diberikan sebagai pengobatan ajuvan setelah dilakukan pengangkatan tumor tersebut. Tindakan ajuvan ini dilakukan pada astrositoma (derajat keganasan II, III,IV), epen-dimoma, oligodcndroglioma, kraniofaringioma, serta kordoma. Pada kasus-kasus yang tidak lagi resektabel atau tidak layak operasi ataupun menolak operasi maka radioterapi harus ber-peran sebagai modalitas tunggal. Kasus ini terjadi pada tumor-tumor yang letaknya sentral, pada batang otak,ventrikel 3, pada metastasis otak yang multipel. Sebagai terapi kombinasi maka radioterapi pada pengobatan tumor-tumor intrakranial dilakukan setelah pembedahan (radiasi pasea bedah), yakni bertujuan untuk mengeradikasi sisa-sisa sel tumor yang masih tertinggal baik secara mikroskopik dan bila mungkin juga untuk tumor yang masih tampak. Untuk mencegah terjadinya udem yang mikroskopik pada parenkim otak yang dapat menambah tinggi tekanan intra-kranial maka dianjurkan pemberian kortikosteroid dosis tinggi. Dosis radiasi ditentukan oleh jenis histologik, respons ter-hadap radiasi, lokasi anatomik dan toleransi jaringan sehat di sekitarnya. Luas lapangan radiasi ditentukan oleh ekstensi tumor dan daerah-daerah potensial, seperti halnya radiasi elektif yang dianjurkan diberikan pada meduloblastoma. Usia merupakan faktor penting pada anak-anak usia muda, pada umumnya tumor ini lebih sensitif, tetapi tingkat toleransi-nya juga rendah. Teknik radiasi seluruh otak (So; whole brain) serta sebagian otak (parsial) atau hanya lokal pada lesi yang tampak, sampai saat ini masih tetap kontroversial. Berbagai upaya harus dilakukan pada pengobatan radiasi tumor otak untuk memperoleh basil yang paling optimal, antara lain : • Mengetahui letak tumor (prabedah) secara tepat terhadap titik-titik anatomi intrakranial tertentu. Sebelum ada CT Scan, maka pemeriksaan radiologik dengan kontras (angiografi serebral) merupakan satu-satunya sarana, pada saat ini dengan CT Scan dapat diketahui dengan tepat selain lokasi juga volume tumor sehingga dapat ditetapkan volume target radiasi. Pemeriksaan yang kurang invasif sifatnya ini juga sangat bermanfaat dalam menilai hasil pengobatan. • Penggunaan simulator. Simulator adalah sarana pembantu pada radioterapi yang berfungsi untuk meniru (to simulate) alat radiasi yang sebenar- Dibacakan pada Simposium Tumor Otak, RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, 30 lull 1991. Cermin 26 Dunia Kedokteran No. 77, 1992