SlideShare a Scribd company logo
1 of 57
Download to read offline
2000 
http. www.kalbe.co.id/cdk 
International Standard Serial Number: 0125 – 913X 
127. Daftar isi : 
Kanker 
Dan Antioksidan 
2. Editorial 
4. English Summary 
Artikel 
5. Terapi Kanker pada Tingkat Molekuler – Rochestry Sofyan 
11. Penelitian Aktivitas Biologik Infus Benalu Teh (Scurulla atro-purpurea 
Bl. Danser) terhadap Aktivitas Sistim Imun Mencit - M. 
Wien Winarno, Dian Sundari, Budi Nuratmi 
15. Daya Hambat Benalu Teh (Scurulla atropurpurea Bl. Danser) 
terhadap Proliferasi Sel Tumor Kelenjar Susu Mencit (Mus 
musculus L.) C3H – Yun Astuti Nugroho, Budi Nuratmi, Suhardi 
18. Aktivitas Antimutagenik dan Antioksidan Daun Puspa (Schima 
wallichii Kort.) – Didi Jauhari Purwadiwarsa, Anas Subarnas, 
Cucu Hadiansyah, Supriyatna 
22. Pengaruh Perasan Daun Ngokilo (Gynura procumbens Lour. Merr.) 
terhadap Aktivitas Sistim Imun Mencit Putih – Djoko Hargono, M. 
Wien Winarno, Ayu Werawati 
30. Radikal Bebas sebagai Prediktor Aterosklerosis pada Tikus Wistar 
Diabetes Melitus – Zainal Musthafa, Gatot S. Lawrence, Arifin 
Seweang 
32. Peran Antioksidan dalam Penghambatan Aterosklerosis pada Tikus 
Wistar Diabetes Melitus – Zainal Musthafa, Gatot S. Lawrence 
34. Endotelin dan Penyakit Kardiovaskuler – Muhammad Natsir Akil 
37. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus yang Baru – 
John MF Adam 
41. Hubungan antara Waktu Kadaluwarsa Ampisilina dengan Daya 
Hambat Pertumbuhan E. coli secara in vitro – Raharni, Sugeng 
Riyanto, Koesniyo 
45. Disolusi dan Penetapan Kadar Alopurinol Sediaan Generik dan 
Sediaan dengan Nama Dagang – Sukmayati Alegantina, Ani 
Isnawati, Kelik M. Arifin 
49. Resistensi M. tuberculosis terhadap Obat Anti Tuberkulosis Bahan 
Baku dan Obat Generik di Bagian Patologi Klinik Fakultas 
Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin 
Bandung – Hotman Sinaga, Idaningroem Sjahid, Monang 
Siahaan, Ida Parwati Santoso 
54. Abstrak 
56. RPPIK
Kanker merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih akan 
berkembang, antara lain karena patofisiologinya yang masih belum 
banyak dipahami dan penanggulangannya yang masih belum optimal. 
Artikel dalam edisi ini membahas masalah kanker pada tingkat dasar 
disertai dengan beberapa penelitian dasar beberapa tumbuhan obat yang 
mungkin dapat bermanfaat, dengan harapan dapat ditindaklanjuti 
sehingga dapat dimanfaatkan secara klinis. 
Masalah antioksidan juga disinggung dalam hubungannya dengan 
proses degenerasi, dalam hal ini penyakit kardiovaskuler. 
Artikel yang juga dapat dibaca di sini ialah beberapa penelitian 
mengenai farmakokinetik beberapa obat, dan ternyata obat generik tidak 
kalah mutunya dibandingkan dengan sediaan nama dagang. 
Selamat membaca 
Redaksi 
2 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
2000 
International Standard Serial Number: 0125 – 913X 
REDAKSI KEHORMATAN 
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro 
Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa 
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 
Jakarta. 
– Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo 
Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi 
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 
Jakarta. 
– Prof. DR. B. Chandra 
Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf 
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 
Surabaya. 
– Prof. Dr. R. Budhi Darmojo 
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam 
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 
Semarang. 
– Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo 
Staf Ahli Menteri Kesehatan, 
Departemen Kesehatan RI, 
Jakarta. 
– Prof. Drg. Siti Wuryan A. Prayitno 
SKM, MScD, PhD. 
Bagian Periodontologi,Fakultas Kedokteran Gigi 
Universitas Indonesia, Jakarta 
– Prof. DR. Hendro Kusnoto Drg.,Sp.Ort 
Laboratorium Ortodonti 
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, 
Jakarta 
– DR. Arini Setiawati 
Bagian Farmakologi 
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 
Jakarta, 
DEWAN REDAKSI 
KETUA PENGARAH 
Prof. Dr Oen L.H. MSc 
KETUA PENYUNTING 
Dr Budi Riyanto W 
PELAKSANA 
Sriwidodo WS 
TATA USAHA 
Sigit Hardiantoro 
ALAMAT REDAKSI 
Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung 
Enseval, 
Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 
10510, P.O. Box 3117 Jkt. Telp. (021)4208171 
NOMOR IJIN 
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 
Tanggal 3 Juli 1976 
PENERBIT 
Grup PT Kalbe Farma 
PENCETAK 
PT Temprint 
– Dr. B. Setiawan Ph.D – Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto 
Zahir MSc. 
PETUNJUK UNTUK PENULIS 
Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai 
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang-bidang 
tersebut. 
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk 
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau 
dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan me-ngenai 
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. 
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan 
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang 
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indo-nesia 
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi 
berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah 
harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan 
para pembaca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga 
dengan abstrak dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak mem-buat 
sendiri abstrak berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. 
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ 
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih 
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe-ngarang 
ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat 
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat 
sejelas-jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi 
nomor sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai 
keterangan yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai 
untuk meng-hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut 
sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan 
dalam Cummulated Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Man-uscripts 
Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). 
Contoh: 
Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London: 
William and Wilkins, 1984; Hal 174-9. 
Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-organisms. 
Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic phy-siology: 
Mechanisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72. 
Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin 
Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10. 
Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau 
lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk. 
Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, 
Gedung Enseval, JI. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 
10510 P.O. Box 3117 Jakarta. Telp. 4208171/4216223 
Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu 
secara tertulis. 
Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai 
dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup. 
Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis 
dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian 
tempat kerja si penulis. 
Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 3
English Summary 
THE INVESTIGATION ON ANTI-MUTAGENIC 
AND ANTIOXIDANT 
ACTIVITY OF SCHIMA WALLICHII 
KORT. LEAVES 
Didi Jauhari Purwadiwarsa, Anas 
Subarnas, Cucu Hadiansyah, 
Supriyatna 
Department of Pharmacy and Biology, 
Faculty of Mathematics and Physics, 
Padjadjoran University, Bandung, 
Indonesia 
An investigation on antimuta-genic 
and antioxidant activity of 
the butanol fraction of Schima 
wallichii Korth leaves has been 
carried out. The experiment of an 
in vivo antimutagenic activity using 
a micronucleus test showed that 
butanol fraction used orally de-creased 
the frequency of micro-nucleated 
polychromatic cell 
erythrocytes (MNPCE) from the 
bonemarrow smears of Swiss- 
Webster male mice elevated by 
cyclophosphamide at a dose of 
50 mg/kg intraperitoneally. The 
butanol fraction at a dose of 
300 mg/kg decreased the 
frequency of MNPCE by 10,5% 
while at a dose of 600 mg/kg 
decreased by 38,27%. 
An in vitro antioxidant activity 
using nitroblue tetrazolium (NBT) 
method showed that butanol frac-tion 
inhibited the reduction of NBT 
by superoxide generated by the 
xanthine oxidase system. The in-hibition 
by butanol fraction at a 
concentration of 200 μg/ml was 
68,66% while at a concentration 
of 400 μg/ml was 94,37%. 
The result indicated that the 
bu-tanol fraction had antimuta-genic 
and antioxidant activities. 
Cermin Dunia Kedokt. 2000; 127: 18-21 
djp, as, ch, s 
EFFECTS OF EXPIRED AMPICILLIN 
PRODUCT ON THE GROWTH OF E. 
COLI IN VITRO 
Raharni*, Sugeng Riyanto**, 
Koesniyo*** 
* Pharmacy Research and 
Development Centre Health Re-search 
and Development Cen-tre, 
Department of Health, 
Jakarta, Indonesia 
** Faculty of Pharmacy, Gajah 
Mada University, Yogyakarta 
Indonesia 
*** Faculty of Medicine. Gajah 
Mada University, Yogyakarta, 
Indonesia 
The purpose of the study is to 
determine the correlation between 
the length of expiration date of 
ampicillin products and the poten-cy 
to inhibit E. coli growth, com-pared 
to the standard ampicillin. 
Using dilution method, Minimal 
Inhibition Concentration (MIC) and 
Minimal Bactericidal Concentra-tion 
(MBC) of several different 
expired ampicillin products 
against E. coli are determined. 
The results indicate that MIC 
and MBC of the expired ampicillins 
are lower than the standard ampi-cillin. 
The longer the expiration date 
of ampicillin have been passed 
the smaller the potential against 
the growth of E. coli. 
Cermin Dunla Kedokt. 2000; 127: 41-4 
rh, sr, ko 
RESISTANCE OF M. TUBERCULOSIS 
TO THE PURE AND THE GENERIC 
ANTITUBERCULOSIS DRUGS IN THE 
DEPARTMENT OF CLINICAL PA-THOLOGY, 
FACULTY OF MEDICINE 
PADJADJARAN UNIVERSITY/ DR. 
HASAN SADIKIN GENERAL HOS-PITAL, 
BANDUNG 
Hotman Sinaga, Idaningroem 
Sjahid, Monang Siahaan, Ida 
Parwati Santoso 
Department of Clinical Pathology, 
Faculty of Medicine, Padjadjaran 
University, Dr. Hasan Sadikin General 
Hospital, Bandung, Indonesia 
The inappropriate treatment of 
tuberculosis may result in drug re-sistance 
that is more difficult to 
treat. Proper treatment should be 
based on susceptibility test; but this 
test is not easily performed and 
also expensive. So it is necessary 
to find cheaper and easier ob-tainable 
reagent and method. 
A comparative study on the sus-ceptibility 
test on 50 isolated of M. 
tuberculosis using pure and gene-ric 
antituberculosis drugs as media 
was carried out in the Department 
of Clinical Pathology, Faculty of 
Medicine, Padjadjaran University/ 
Hasan Sadikin General Hospital. 
This study revealed that the 
result was not significantly different 
(p > 0,05) and both methods 
have a 100% accuracy. 
Generic antituberculosis drugs 
can be used for the susceptibility 
test of M. tuberculosis. 
Cermln Dunla Kedokt. 2000; 127: 49-53 
hs, is, ms, ips 
4 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
Artikel 
TINJAUAN KEPUSTAKAAN 
Terapi Kanker 
pada Tingkat Molekuler 
Rochestry Sofyan 
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir - Batan, Jakarta 
ABSTRAK 
Dalam terapi kanker pada tingkat molekular, dikenal tiga kategori gen sebagai 
target yaitu onkogen, gen supresor tumor dan gen yang mengatur replikasi dan repair 
dari DNA. Kebanyakan kanker disebabkan oleh mutasi pada satu atau lebih dari ketiga 
kategori gen tersebut. Tinjauan ini membahas masing-masing kategori gen dan aspek 
biokimianya, serta menerangkan bagaimana obat anti kanker dapat diteruskan pada sel 
dan bagaimana obat tersebut dapat menghentikan perkembangan sel kanker. 
PENDAHULUAN 
Sel kanker merupakan the outlaw cell karena tumbuh 
secara tidak teratur, melanggar semua kaidah normal, tidak 
peduli akan kontrol dalam perbanyakan, dan menggunakan 
agendanya sendiri. Sifat lainnya adalah mempunyai kemampu-an 
untuk bermigrasi dari tempatnya tumbuh ke jaringan di 
dekatnya dan membentuk massa pada daerah baru di dalam 
tubuh. Kanker terdiri atas sel ganas, menjadi lebih agresif dari 
waktu ke waktu, dan menjadi letal apabila jaringan atau organ 
yang diperlukannya untuk bertahan hidup, mengalami 
gangguan. (Gambar 1). 
Pada awalnya pengetahuan para ahli hanya terbatas pada 
pengertian bahwa sifat yang membahayakan dari sel tumor 
adalah dapat tumbuh dan menyebar secara tidak terkendali. 
Khasiat suatu obat hanya dilihat dari dapat tidaknya meng-hambat 
pembelahan sel, atau dengan cara menginjeksikan 
senyawa kimia tersebut pada sel kanker hewan dan mengamati 
terjadinya penciutan. Ternyata, beberapa senyawa yang me-nyerang 
sel kanker juga dapat merusak jaringan sehat, 
sehingga terjadi efek samping yang membahayakan kesehatan 
penderita. 
Dewasa ini, kelainan atau kerusakan secara molekular 
yang mengubah sel normal menjadi sel ganas mulai jelas. 
Beberapa kelainan disebabkan oleh terjadinya mutasi pada 
kunci utama dari gen yang bertanggung jawab dalam 
reproduksi sel. Mutasi tersebut mengubah kuantitas atau sifat 
protein yang dikode oleh gen pengatur tumbuh dan selanjutnya 
mengganggu fungsi pengontrol pembelahan sel. Melalui pe-ngetahuan 
tentang adanya gen yang mengalami mutasi, 
memungkinkan para peneliti di bidang farmasi dapat me-rancang 
obat baru yang secara spesifik mampu menghambat 
kerja gen yang mengalami mutasi. Obat semacam ini di-harapkan 
akan dapat memulihkan sel dari keganasan menjadi 
normal kembali, atau memutuskan rantai keganasan tanpa 
membahayakan sel sehat. Sekalipun kebanyakan obat tersebut 
baru dalam tahap uji awal, hasilnya memperlihatkan harapan 
yang cukup menggembirakan. 
Gambar 1. Pengendalian kanker pada tingkat molekular meliputi 
repair dari DNA yang rusak, penghambatan dari protein 
kunci pertumbuhan dan meningkatkan sensitivitas tumor 
terhadap terapi konvensional seperti iradiasi (diambil dari 
pustaka 1). 
Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 5
Dalam terapi kanker pada tingkat molekular, dikenal tiga 
kategori gen sebagai target. Kategori pertama adalah onkogen, 
yang menstimulasi perkembangan sel melalui daur sel (cell 
cycle) yaitu serangkaian peristiwa meliputi pembesaran sel, 
replikasi DNA dan pembelahan sel, serta pemindahan set gen 
yang lengkap pada sel anak. Kategori lain adalah gen yang 
membatasi perkembangan tersebut yang disebut sebagai gen 
penekan atau supresor tumor. Kategori ketiga adalah kelompok 
gen yang mengatur replikasi dan repair dari DNA. Kebanyak-an 
tumor disebabkan oleh terjadinya mutasi pada satu atau 
lebih dari ketiga kategori gen tersebut. 
Tinjauan ini membahas masing-masing kategori gen dan 
aspek biokimia yang terlibat. Selain itu, akan menerangkan 
bagaimana obat antikanker dapat diteruskan pada sel dan 
bagaimana obat tersebut dapat menghentikan perkembangan 
sel kanker. 
Onkogen: Mengaktifkan kanker 
Onkogen adalah versi mutan dari gen normal, yang me-micu 
pertumbuhan sel. Gen pada sel normal yang dapat 
berubah menjadi onkogen aktif akibat mutasi, disebut proto 
onkogen. Mutasi mampu mengubah proto onkogen menjadi 
onkogen aktif. Perbedaan antara onkogen dan gen normal 
kadang kala tidak terlihat. Protein mutan dari mana asal 
onkogen muncul dapat berbeda hanya dengan satu asam amino 
tunggal dari versi yang sehat. Jadi hanya dengan satu per-ubahan 
tunggal telah dapat mengubah fungsi protein. 
Kanker pada umumnya terjadi apabila terdapat mutasi 
pada gen ras. Sekitar 20-30% dari kanker pada manusia 
mengandung satu gen ras yang abnormal. Protein yang dikode 
oleh gen ras (disebut sebagai protein ras) pada umumnya 
bertindak sebagai tombol penyambung di dalam rangkaian 
isyarat atau pesan yang memerintahkan sel untuk membelah, 
sebagai respon dari pengiriman stimulasi pada gen ras dari luar 
sel. Aktivasi terjadi pada rangkaian isyarat yang non aktif. 
Dengan tidak adanya pesan dari luar sel, protein ras akan tetap 
dalarn keadaan tidak aktif (dalam posisi off). Protein ras yang 
termutasi bertindak seperti tombol penekan yang selalu dalam 
posisi on, sehingga secara kontinu memberi informasi yang 
salah pada sel, yaitu menginstruksikannya untuk membelah 
pada saat yang tidak seharusnya membelah. Dari pengamatan 
ini dapat diperkirakan bahwa senyawa yang dapat memblok 
aksi protein ras mutan mungkin efektif sebagai senyawa anti 
kanker (senyawa pemblok semacam ini disebut antagonis). 
Masalahnya adalah bagaimana protein ras mutan dapat diin-aktivasi. 
Salah satu jawaban penting adalah apabila kita dapat 
memahami bagaimana protein ras dibuat. Di awal pembentuk-annya, 
molekul ras secara fungsional tidak aktif (immature). 
Prekursor ini harus mengalami modifikasi secara biokimiawi 
untuk menjadi mature sehingga menjadi aktif. Kemudian 
protein ras menyerang bagian permukaan sel atau bagian luar 
membran yang selanjutnya akan berinteraksi dengan protein 
selular untuk menstimulasi pertumbuhan sel. Perubahan terjadi 
pada salah satu ujung dari prekursor ras, tempat enzim bekerja 
dalarn suatu daerah yang disebut sebagai box CAAX. 
Modifikasi dapat terjadi dalam tiga tahap (Gambar 2). Tahap 
yang paling kritis adalah tahap awal yang disebut sebagai step 
farnesylation. Pada tahap ini 15 atom karbon ditambahkan 
pada prekursor. Suatu enzim spesifik bernama farnesyl-transferase 
mengkatalisis reaksi tersebut. 
Gambar 2. Berawal dari protein ras yang tidak aktif (sebagai prekursor 
yang tidak aktif). Pematangan (maturation) terjadi dalam 
tiga tingkat. Sesaat setelah protein ras termodifikasi, protein 
ras dapat berinteraksi dengan protein lain dan menstimulasi 
pertumbuhan sel. Obat yang dapat menghambat reaksi 
farnesylation sehingga mencegah protein ras menjadi aktif 
dapat menghentikan sel tumor membelah (diambil dari 
pustaka 1). 
Salah satu strategi untuk memblok aktivitas protein ras 
adalah menginhibisi enzim sehingga modifikasi dapat dicegah. 
Para peneliti telah mencoba berbagai inhibitor. Pada kultur sel, 
inhibitor memblok maturasi dari protein ras. Uji pada hewan 
percobaan juga memberikan hasil yang menggembirakan, yang 
memperlihatkan bahwa inhibitor farnesyltransferase mencegah 
pembentukan tumor baru oleh protein ras yang abnormal. 
Salah satu hal yang menguntungkan adalah inhibitor farnesyl-transferase 
bekerjanya sangat spesifik. Obat ini tidak mem-pengaruhi 
baik sel yang normal maupun sel yang ditrans-formasi 
oleh onkogen lain. Dengan spesifisitas yang tinggi; 
diharapkan bahwa efek sampingnya akan sangat minimal. 
Beberapa dari inhibitor yang diberikan dengan dosis tertentu 
telah dapat mengeliminasi preexisting atau bakal tumor. Pada 
hewan percobaan terlihat bahwa inhibisi terjadi tanpa me-nyebabkan 
toksisitas pada sel normal. 
Daerah lain dari onkogen yang siap dijadikan sasaran zat 
anti kanker adalah yang mengkode enzim protein kinase. 
Beberapa jenis kanker yang gen kinasenya mengalami mutasi 
ditemukan pada chronic myelogenous leukemia, kanker 
payudara dan kanker kandung kencing. Pada sel yang normal, 
protein kinase membantu mengatur proses-proses penting. 
Salah satu aktivitasnya adalah mengirim isyarat atau pesan dari 
membran sel ke inti sel; mengawali perkembangan sel melalui 
siklus sel, dan mengontrol berbagai fungsi metabolik dari sel. 
Protein kinase mengendalikan proses ini dengan cara 
mengaktivasi protein lain dalam memberikan tanggapan pada 
stimulan tertentu. 
Kinase dapat memicu kanker melalui beberapa cara 
sebagai berikut; terlalu banyak diproduksi, yang disebabkan 
oleh mutasi pada daerah gen pengontrol, sebagai satu ke-mungkinan. 
Dibandingkan dengan sel normal, sel tumor sering 
kali memproduksi satu atau lebih kinase dalam jumlah banyak. 
Jumlah yang terlalu banyak dapat memicu sel membelah diri 
pada saat yang seharusnya stop. Bagian sel yang sering mem- 
6 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
produksi kinase dalam jumlah berlebih pada jaringan kanker 
adalah reseptor untuk faktor pertumbuhan epidermal atau 
epidermal growth factor (EGF). Kinase dapat memberi kon-tribusi 
untuk menjadi kanker apabila strukturnya abnormal. 
Kebanyakan sel tumor mengandung protein kinase yang 
karena mengalami kerusakan secara struktural, maka meng-alami 
perubahan secara permanen. Karenanya dalam melang-sungkan 
reaksi dapat menstimulasi sel untuk membelah secara 
tidak normal. Beberapa contoh dari kinase yang bertindak 
secara abnormal pada kanker tertentu adalah Abl, Src dan 
Siklin (cyclin dependent) kinase. 
Terbukti bahwa satu inhibitor dari satu atau lebih kinase 
tersebut dapat berlaku sebagai senyawa anti kanker yang 
efektif. Tujuannya adalah menemukan suatu obat yang dapat 
membedakan satu kinase dengan yang lainnya. Beberapa dari 
hampir 1000 protein kinase pada sel mamalia mempunyai 
struktur yang hampir sama terutama dalam pusat aktif secara 
biokimia (biochemically active region). Jadi, suatu inhibitor 
dari setiap protein kinase tunggal dapat mengganggu aktivitas 
yang lainnya, padahal kinase yang tidak bersangkutan sangat 
penting untuk fungsi sel normal. 
Sekalipun adanya anggapan tersebut, beberapa tahun 
terakhir ini para peneliti di bidang farmasi telah mensintesis 
dan menguji berbagai inhibitor kinase. Selain yang ditujukan 
pada kinasenya sendiri, juga yang dapat menyerang pada tahap 
genetik (mencegah disintesisnya kinase). Sebagaimana kita 
ketahui, molekul m-RNA adalah kopi yang mobil (bergerak) 
dari gen-gen dan secara fisik adalah template/cetakan dari 
mana sel membentuk protein yang dikode oleh gen. Sebagai 
contoh, adanya potongan atau snippets materi genetik anta-gonis 
akan berinterfensi dengan m-RNA sel tumor dan 
selanjutnya menghalangi pembentukan protein dalarn hal ini 
pembentukan kinase . 
Inhibitor kinase bekerja sangat selektif. Temuan pada 
tabung reaksi secara in vitro menunjukkan bahwa inhibisi pada 
target yang diharapkan 1000 kali lebih sering daripada pada 
kinase yang bukan pasangannya. Lebih penting lagi penemuan 
pada seluruh kultur sel, yang memperlihatkan bahwa beberapa 
dari senyawa ini menginhibisi pertumbuhan dari sel kanker 
yang mengandung gen kinase protein yang termutasi. Terlihat 
pula bahwa beberapa diantaranya menghambat pertumbuhan 
sel tomor pada hewan, suatu tanda bahwa senyawa tersebut 
dapat bekerja pada tubuh manusia. Diharapkan bahwa bebe-rapa 
antagonis protein kinase dapat segera tersedia untuk 
pengobatan kanker pada manusia. 
Gen Supresor Tumor 
Kategori kedua dari gen yang turut berperan dalam 
perkembangan kanker adalah gen-gen yang bila bekerja secara 
normal dapat menekan perkembangan keganasan. Beberapa 
kanker timbul sebagai akibat dari hilangnya atau tidak ber-fungsinya 
secara sempurna kunci protein pengatur di mana gen 
ini dikode. Dua dari protein supresor adalah pRB dan p53. 
Protein pRB (RB diambil dari retinoblastoma) suatu jenis 
tumor yang setiap gennya disebut RB yang pertama kali 
diidentifikasi, membantu mengatur siklus sel. Bentuk aktif 
pRB dapat bertindak sebagai penghambat replikasi DNA. Di 
dalam setiap 40% kanker pada manusia, mutasi pada gen RB 
menyebabkan setiap proteinnya menjadi tidak aktif. Sebagai 
akibatnya sel membelah secara nonstop. 
Molekul pengatur lain yang sangat penting adalah protein 
p53. Sering juga disebut sebagai guardian atau pelindung dari 
genome. Protein ini mencegah replikasi dari DNA yang rusak 
pada sel normal dan mendorong penghancuran sendiri dari sel 
yang mengandung DNA yang tidak normal. Molekul p53 yang 
tidak normal akan membiarkan sel yang mengandung DNA 
yang rusak untuk tetap bertahan padahal seharusnya mati, atau 
melakukan replikasi padahal seharusnya berhenti. Sel yang 
terganggu dan mengalami mutasi diturunkan pada keturunan-nya 
dan selanjutnya mempunyai kesempatan untuk akumulasi 
dan terjadi mutasi tambahan; yang membuka peluang untuk 
membentuk tumor yang letal. Kebanyakan tumor pada 
manusia, disebabkan oleh adanya cacat pada gen p53. Siklus 
sel serta berbagai komponen yang dapat menyebabkan terjadi-nya 
kanker dapat dilihat pada Gambar 3. 
Strategi terapi apa yang dapat mengatasi kesalahan fungsi 
dari gen RB dan p53. Beberapa pendekatan umum telah 
dipertimbangkan. Secara konseptual yang paling penting 
adalah mengganti gen yang rusak dengan yang normal (normal 
counterpart). Mengacu kepada terapi gen, dilihat pada per-cobaan 
pada kultur sel, hasilnya memberikan harapan. 
Gen-gen RB dan p53 yang normal diintroduksikan pada sel 
tumor, dapat menghambat pertumbuhan dari sel tersebut. 
Sekarang para peneliti sedang merancang protokol untuk uji 
klinis. Mereka berharap dapat memasukkan gen p53 yang 
normal ke dalarn sel tumor manusia, serta secara giat mencari 
berbagai metode untuk memasukkan atau mengirimkan gen 
tersebut pada sel tumor. Diduga bahwa virus yang lemah dapat 
membawa gen yang normal dan meneruskan hanya pada sel 
tumor.Pendekatan dengan vektor virus ini masih baru dan 
dihadapkan pada berbagai kesulitan. Tidak satupun dari vektor 
virus tersebut yang dapat mendahului sistem imun, artinya sel 
imun telah lebih dahulu membunuh virus, sebelum virus 
pembawa gen p53 mendapat kesempatan untuk mencapai sel 
tumor. 
Menghadapi rintangan pada terapi gen, para onkolog 
mempelajari supresor tumor selain juga menggali pendekatan 
secara tradisional. Diperlukan pengkajian tentang pengaturan 
produk gen termasuk serangkaian peristiwa berawal dari 
Siklus sel 
(a) 
Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 7
Reseptor faktor 
pertumbuhan 
Sel mamalia 
(b) 
Gambar 3. Siklus sel serta berbagai komponen yang dapat menyebab-kan 
terjadinya kanker antara lain adalah reseptor faktor 
pertumbuhan, protein ras dan enzim-enzim kinase (b). 
Kekacauan/ketidak teraturan pada pRB dan p53 juga dapat 
memicu pertumbuhan kanker. Perubahan-perubahan ter-sebut 
dapat menyebabkan siklus sel (a) menjadi tidak 
terkontrol (diambil dari pustaka 1). 
kerusakan secara genetik di dalam sel dan kemudian 
mengembangkan obat yang menghambat satu dari peristiwa 
tersebut. Sebagai contoh pada jaringan sehat protein pRB 
memblok aktivitas dari protein lain (bernama E2F), yang 
apabila bebas akan memacu sintesis DNA. Tidak adanya 
protein pRB karenanya dapat menyebabkan aktivitas E2F 
menjadi tidak terkontrol dan menyebabkan pembelahan sel 
menjadi tidak terkendali. Karenanya obat yang sanggup meng-inhibisi 
E2F dapat menghentikan perkembangan tumor yang 
disebabkan oleh peristiwa yang diawali oleh hilangnya protein 
pRB. 
Dewasa ini, para peneliti telah dapat mengetahui jalur 
biokimia yang dikendalikan oleh gen RB, akan tetapi belum 
jelas apakah hal yang sama berlaku untuk p53. Hingga 
sekarang belum diketahui secara persis rantai molekular pada 
peristiwa yang mengawali hilangnya gen p53. Sebagai akibat-nya 
kebanyakan obat yang potensial ditujukan pada pemulihan 
p53 belum dapat diidentifikasi. Harapan utama adalah inakti-vasi 
protein dengan p53 menjadi kenyataan. Dari beberapa 
penelitian secara in vitro terlihat bahwa fungsi normal dari p53 
dapat dipulihkan dengan molekul kecil yang apabila ditempel-kan 
pada mutan protein p53 yang tidak aktif dapat meng-aktifkannya 
kembali. Apabila hal yang sama dapat dicapai 
pada sel tumor, maka dapatlah diharapkan bahwa sel-sel ganas 
dapat berhenti tumbuh atau mati, karena salah satu fungsi dari 
p53 adalah untuk membuat sel yang tidak normal melakukan 
Hubungan dengan 
kanker Pendekatan terapi 
Meningkatkan 20% dari 
kanker payudara 
- dihambat oleh antibodi 
atau menginhibisi fungsi 
biokimia dari reseptor 
Diaktivasi oleh mutasi 
pada 20-30% kanker 
- menginhibisi 
pematangan dari ras 
Diaktivasi oleh kromosom 
abnormal pada leukemia 
myelogenous kronik 
- inhibisi kinase atau 
menghambat sintesis 
dengan anti sense 
Diaktivasi oleh mutasi 
pada 2-5% kanker 
- inhibisi enzim yang ber-peran 
dalarn pathway 
yang kritis 
Mengalami mutasi atau 
deleted pada 40% kanker 
- perbaikan dengan terapi 
gen atau menghambat 
protein E 2F 
Mutasi atau deleted pada 
50% kanker 
- perbaikan dengan terapi 
gen atau membunuh sel 
dengan adenovirus 
penghancuran dirinya sendiri (Gambar 4). Kelayakan teknis 
dari pendekatan ini cukup menjanjikan, akan tetapi kegunaan-nya 
tidak spesifik, berlaku umum bagi berbagai jenis kanker 
yang memiliki gen p53. Di beberapa laboratorium, berbagai 
usaha sedang diteliti untuk menggali strategi ini. 
Gen-gen Pengontrol Repair DNA 
Kategori gen ke tiga adalah yang mengontrol dan menjaga 
integritas DNA, yang sering kali mengalami kerusakan pada 
waktu replikasi. Tanpa mekanisme ini, terjadinya perubahan 
pada sebuah gen yang seharusnya direparasi tidak terlaksana, 
maka kerusakan akan diturunkan kepada keturunan berikutnya 
sebagai mutasi yang permanen. Sesungguhnya sel tumor sering 
kali mengandung kerusakan atau cacat pada proses repair 
Gambar 4. Protein p53 menginstruksikan sel untuk memusnahkan diri 
bila DNA mengalami kerusakan baik karena senyawa 
polutan maupun radiasi. Bila protein p53 tidak normal, 
tidak dapat menghentikan DNA pada proses replikasi. Cara 
lain adalah dengan menggunakan sel virus, dimana virus 
hanya berkembang pada sel tumor atau p53 yang tidak 
normal, sehingga terjadi kematian dari sel tumor (diambil 
dari pustaka 1). 
8 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
DNA. Sebagai contoh, 10-20% dari kanker kolon pada 
manusia mengalami mutasi pada gen-gen yang membantu 
repair DNA (yaitu gen MLH, MSH2, PMS1 dan PMS2). 
Gen lain yang berpartisipasi secara tidak langsung pada 
repair DNA, pada kenyataannya mengalami mutasi pada gen 
ini, dan keadaan semacam ini sering terjadi. Salah satu gen 
tersebut adalah gen yang mengkode protein check point yang 
memantau perkembangan sel melalui daur sel dan mencegah 
tahapan berikutnya berlangsung, apabila tahap sebelumnya 
tidak berjalan secara normal. Sebagai contoh apabila DNA 
tidak dikopi secara akurat. Salah satu check point protein yang 
penting adalah ATM dan sekali lagi p53 yang berfungsi. 
Sel-sel tumor yang tidak mengandung baik gen ATM yang 
normal maupun gen p53 tidak mempunyai mekanisme pe-ngontrol 
semacam ini. Setiap DNA sibuk melakukan replikasi 
sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya mutasi secara 
random. 
Seperti halnya dengan gen-gen supresor mutan tumor, 
terapi gen dapat digunakan dalam mengganti gen yang hilang 
atau gen yang mengkode repair dari DNA atau protein terkait 
yang rusak. Pendekatan yang lebih radikal adalah membiarkan 
beberapa tumor untuk mengalami mutasi sendiri untuk mati. 
Sel tumor yang mengalami peningkatan kecepatan mutasi 
dapat mengalami beberapa mutasi yang letal dan dapat 
menyebabkan kematian dari sel anak. Tumor dapat menyebab-kan 
hilangnya beberapa turunan selama beberapa dari mutasi 
yang diperoleh memperbanyak sel yang survive dari turunan 
tumor. Akan tetapi apabila terlalu banyak sel mutan yang 
bergenerasi, kemungkinan tidak ada anakan sel tumor yang 
dapat hidup. Salah satu jalan yang mendorong sel-sel kanker 
untuk memproduksi sel anak yang tidak survive adalah dengan 
jalan menginhibisi beberapa mekanisme check point secara 
simultan. Nyatanya sel ragi yang DNA-nya dirusak dengan 
cara iradiasi dengan sinar X, mengalami kematian pada dosis 
yang relatif tinggi. Akan tetapi apabila satu dari gen check 
point mengalami mutasi, ragi tersebut menjadi lebih sensitif 
terhadap radiasi. Terbukti bahwa apabila dua atau lebih gen 
check point mengalami mutasi pada waktu bersamaan, sel 
menjadi hipersensitif terhadap radiasi; sekalipun dosisnya 
kecil, telah dapat membunuh sel kanker. 
Berdasarkan pengamatan tersebut, para onkolog meran-cang 
obat yang dapat menginhibisi protein-protein check point. 
Obat ini ditujukan untuk dapat bekerja pada sel tumor yang 
cacat pada suatu gen check point (misalnya suatu mutan p53). 
Dengan beberapa cacat seperti itu, sel kanker dapat mati atau 
paling tidak kolaps sehingga mati secara mudah pada per-lakuan 
berikutnya. Beberapa senyawa, pada pengamatan me-lalui 
kultur jaringan memperlihatkan harapan, sekalipun untuk 
uji klinis masih perlu menunggu sampai abad mendatang. 
Selain dengan cara yang melibatkan pertumbuhan sel, 
terapi molekular juga dapat ditujukan pada molekul penting 
lainnya, beberapa dari cara terapi tersebut diharapkan telah 
dapat digunakan dalam waktu empat tahun mendatang. Se-bagai 
contoh adalah beberapa protein yang menjaga agar sel 
tetap berada di suatu tempat pada tubuh manusia. Dengan 
pengetahuan ini, para peneliti dapat menemukan obat seperti 
inhibitor protease, yang dapat mencegah sel kanker mengalami 
metastasis atau menyebar ke seluruh tubuh. Obat lain diusaha-kan 
untuk mematikan telomerase, yaitu enzim yang dapat 
membentuk kembali ujung dari kromosom yang mengalami 
replikasi, sehingga dalam keadaan seperti ini sel kanker tidak 
sanggup untuk tetap hidup. Senyawa seperti ini adalah 
TNP-470, dapat menghambat pembentukan aliran darah baru 
(angiogenesis) yang memasok makanan pada sel tumor. 
Sekalipun target untuk berbagai obat yang dibicarakan 
tadi menggambarkan kemajuan yang cukup meyakinkan dalam 
biologi molekular tentang kanker, akan tetapi untuk sampai ke 
kenyataan terapi diperlukan waktu. Terapi metode baru dengan 
konsep tersebut, dapat mengatasi berbagai kekurangan dari 
kemoterapi. Obat tersebut selain harus terlokasi pada target 
kanker, juga harus terpenetrasi pada sel ganas dalam jumlah 
yang memadai agar efektif. Tumor yang solid atau kompak 
dan keras sulit ditembus oleh obat, dan tidak banyak saluran 
darah yang mengalir jauh ke saluran tumor. Di pihak lain 
beberapa obat tidak dapat secara mudah menuju sasaran tanpa 
harus melewati pembuluh darah yang mensuplai makanan 
pada jaringan tumor untuk kemudian menemukan jalan pada 
jaringan kanker. Jadi jelas adanya toksisitas, efek samping dan 
resistensi terhadap obat pada sel tumor. 
Penemuan terakhir dalam berbagai bidang iptek dapat 
digunakan untuk mempercepat penemuan berbagai obat baru. 
Metode tersebut termasuk gen rekombinan untuk memproduk-si 
senyawa baru antara lain menggunakan hewan yang direka-yasa 
secara genetik untuk digunakan sebagai sistem model, 
teknik kimia dam simulasi komputer. Sekalipun teknik ini 
telah berkembang, masih diperlukan waktu sekitar sepuluh 
tahun untuk realisasinya. Pada tahun pertama, kedua dan 
ketiga diperlukan studi genetik dan biologi molekular untuk 
dapat meyakinkan bahwa target benar-benar kritis pada 
perkembangan kanker pada manusia. Setelah itu, penentuan 
screening biokimiawi untuk menemukan senyawa penting, 
yang memerlukan waktu satu atau dua tahun. Kemudian 
pengoptimalan potensi ditinjau dari spesifitas dan farmako-kinetiknya. 
Usaha ini dapat memakan waktu 3 – 5 tahun, 
karena harus melalui sintesis beberapa ratus bahkan beberapa 
ribu senyawa (obat). Pendekatan terutama ditujukan pada tiga 
hal yaitu keamanan, kemanjuran dan dosis yang optimal. 
Pendekatan molekular dalam terapi kanker dapat dilihat pada 
Tabel 1. 
PENUTUP 
Penemuan cara pengobatan melalui pendekatan-pendekatan 
tadi merupakan suatu cara yang tepat, akan tetapi 
masih memerlukan penelitian dan jalan yang cukup panjang. 
Obat yang menginhibisi protein kinase mulai memasuki uji 
klinis pada awal tahun ini. Inhibitor farnesyltransferase dan 
beberapa inhibitor kinase lainnya akan dapat diuji coba dalam 
dua sampai empat tahun mendatang. Pendekatan dari terapi 
gen adalah dengan cara menggantikan gen yang mengalami 
mutasi dengan pasangannya atau counterpart-nya yang 
normal. Pendekatan secara molekular ini harus jelas karakteris-tiknya. 
Sel tumor yang mengalami beberapa cacat (multiple 
molecular defect), nampaknya tetap memberikan respon 
Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 9
sekalipun hanya satu dari cacat itu yang mengalami perlakuan. 
Karenanya pasien tidak perlu minum beberapa jenis obat 
secara simultan untuk memperoleh manfaat yang optimal. 
Sekalipun penelitian masih terus berlangsung, nampaknya di 
masa mendatang terapi kanker akan lebih efektif dan kurang 
toksik, dan yang lebih penting memberikan harapan hidup dan 
kenyamanan yang lebih pada penderita. 
KEPUSTAKAAN 
1. Oliff A, Gibbs JB., Mc Cormick, F. New molecular targets for cancer 
therapy. Scienti Am 1996; 275 (3) : 110-5. 
2. Tjahjono. Deteksi dini kanker: Peran pemeriksaan sitologik dan 
antisipasi era pasca genom. MKI 1999; 49 (7) : 278-90. 
3. Szeinfeld D. At molecular level. Nuclear Active, August (1989); 50-2. 
4. Frank LM, Teich NM. Introduction to cellular and molecular biology of 
cancer: Oxford University Press., 2nd ed, 1998. 
5. Hutchinson C, Glover DM. Cell cycle control, 1st ed., Oxford University 
Press., 1993. 
Tabel 1. Pendekatan Secara Molekular pada Terapi Kanker 
Status Kanker Molekul Target Cara Terapi 
Onkogen : 
Kelainan pada 
protein, ras atau 
aktivitas kinase 
- Protein ras 
- Abl, reseptor EGF, 
kinase Erb-B2 dan Src 
- PKC-α, Raf dan siklin 
dependen kinase 
- Inhibitor farnesytransferase L- 
744, 832; SCH 44342; BZA- 
5B 
- Inhibitor tirosin kinase tyrfos-tins 
(RG 13020) lavendustins 
(AG 957) quinazoline (PD 
153035) 
- Inhibitor antisense 
- Inhibitor serine/threonine ki-nase: 
olomousine: staulos-porine: 
butirolaktone 
Hilangnya gen 
supresor tumor 
- Gen-gen APC, AT, 
DCC, RB dan p53 
- Terapi gen untuk memulihkan 
supresor gen ke fungsi normal 
- Pemblokkan sintesis E2F de-ngan 
senyawa antisen 
Mekanisme repair 
DNA yang tidak 
normal 
- Enzim mismatch 
repair DNA: MSH2; 
MLH; PMSl; PMS2 
- Terapi gen untuk perbaikan 
aktivitas enzim 
- Inhibitor check point untuk 
meningkatkan suseptibilitas 
terhadap senyawa perusak 
DNA 
Tidak adanya 
penuaan sel pada sel 
tumor 
- Telomerase - Inhibitor telomerase 
Angiogenesis - Faktor pertumbuhan 
FGF, VEGF 
- Reseptor integrin 
- TNP-470; suramin 
- Antagonis αv, β3; α vβ5 
Metastase - Metaloprotease 
- Kolagenase 
- Inhibitor protease 
- Inhibitor kolagenase 
10 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
HASIL PENELITIAN 
Penelitian Aktivitas Biologik 
Infus Benalu Teh (Scurulla 
atropurpurea Bl. Danser) terhadap 
Aktivitas Sistim Imun Mencit 
M. Wien Winarno, Dian Sundari, Budi Nuratmi 
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, Jakarta 
ABSTRAK 
Telah dilakukan penelitian aktivitas biologik infusum benalu teh (Scurulla 
atropurpurea (BI) Danser) terhadap aktivitas sistem imun pada mencit. Bahan yang 
diteliti dalam bentuk infusum dengan dosis pemberian 15 mg, 75 mg, 150 mg, dan 
1500 mg/100 gram bb. Sebagai pembanding digunakan akuades. 
Infus diberikan secara oral, 1 kali sehari selama 7 hari berturut-turut, setelah 
imunisasi dengan sel darah merah domba. Pengamatan meliputi berat limpa dan 
pengukuran konsentrasi lg G. Selain itu dilakukan penentuan LD50 menggunakan 
hewan tikus putih, dengan cara Thompson-Weil. 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infusum benalu teh pada semua 
dosis tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap berat limpa dan konsentrasi lg G 
(P>0,01), tetapi pada pengamatan konsentrasi lg G setiap minggu, terlihat pola 
perkembangan yang meningkat terutama pada dosis 150 mg/100 g bb. yaitu 97,0 
mg/dl. Penghitungan LD50 mendapatkan nilai > 5 gram/kg bb, sehingga bahan dapat 
digolongkan tidak beracun. 
PENDAHULUAN 
Pada saat ini pengembangan obat anti tumor atau anti-kanker 
yang berasal dari tanaman banyak digalakkan, meng-ingat 
bahan obat asal tanaman tersebut banyak terdapat di 
Indonesia. Salah satu bahan obat asal tanaman tersebut adalah 
Scurulla atropurpurea (BI) Danser yang biasanya dikenal 
dengan nama benalu teh. 
Benalu teh (Scurulla atropurpurea (BI) Danser) adalah 
tumbuhan yang hidupnya menumpang pada tumbuhan teh dan 
menghisap makanan dari tumbuhan inang untuk kelangsungan 
hidupnya. Tanaman ini digunakan oleh sebagian masyarakat 
yang tinggal di daerah di Indonesia sebagai obat anti tumor 
atau antikanker(1). Daun dan batang tanaman ini mengandung 
senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, triterpen, saponin dan 
tanin(2,3). 
Di Eropa dan Amerika ada jenis tanaman misalnya Viscum 
album L. yang dipakai untuk mengobati tumor atau kanker. 
Penelitian yang pernah dilakukan tanaman tersebut bersifat 
imunostimulator yaitu, melalui pengaktifan sel granulosit dan 
makrofag, yang memberi sifat anti tumor(4), mungkin benalu 
teh mempunyai sifat tersebut dengan mekanisme imuno-stimulator 
yang lain yaitu meningkatkan konsentrasi lg G. 
Tumor atau neoplasma adalah suatu pertumbuhan jaringan 
baru yang tidak normal akibat pertumbuhan sel-sel baru yang 
terus menerus tanpa kontrol dan tidak berfungsi bagi tubuh. 
Secara garis besar tumor dapat digolongkan menjadi 2 jenis, 
yaitu : tumor jinak (benigna) dan tumor ganas (maligna)(5,6). 
Sampai sekarang penyakit kanker (tumor ganas) masih 
merupakan masalah dalam bidang kesehatan di Indonesia, 
dengan angka kematian yang terus meningkat, yaitu 1,4% 
tahun 1972 menjadi 4,3% pada tahun 1986 dan 4,4% pada 
tahun 1992(7,8,9). 
Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 11
Ada teori yang menyatakan dalam pembentukan antigen 
tumor invivo dilibatkan respon imun humoral maupun seluler. 
Respon antibodi terhadap tumor memerlukan bantuan efektor 
imun yang lain seperti makrofag dan Natural Killer (NK). 
Sampai saat ini belum ada bukti antibodi secara sendiri dapat 
menghambat perkembangan atau pertumbuhan sel tumor, 
kecuali bukti penelitian invitro terhadap beberapa jenis sel 
tumor yang dapat dilisiskan oleh antibodi(10,11). 
Imunoglobulin merupakan salah satu fraksi protein dalam 
darah yang diproduksi sebagai reaksi terhadap berbagai rang-sang 
antigenik yang diproduksi oleh limfosit B dan berperan 
dalam kekebalan humoral. Kerja sama imunoglobulin dengan 
sel NK terjadi karena sel NK memiliki reseptor Fc lg G. Bila 
imunoglobulin G (lg G) mengikat antigen berupa protein pada 
permukaan sel tumor yang disebabkan oleh virus, lg G melapisi 
permukaan sel tumor, maka terjadi tumorosida. Peran lg G 
sangat penting karena aktivitas sel NK terhadap antigen tumor 
sangat rendah(10,11). 
Tujuan penelitian ini untuk menambah dan melengkapi 
informasi mengenai benalu teh sebagai obat tumor atau kanker 
yaitu dengan melihat aktivitas lg G pada mencit putih dengan 
metode Uji difusi gel kuantitatif. 
BARAN DAN CARA 
a. Bahan dan Alat Penelitian 
1) Bahan 
Tanaman atau bagian tanaman yang diteliti ialah herba 
Scurulla atropurpurea (BI.) Danser., yang dikumpulkan dari 
daerah Probolinggo Jawa Timur dan telah dideterminasi, di 
Herbarium Bogoriensis, Bogor. 
2) Percobaan Toksisitas akut (LD50) 
• Tikus galur Sprague Dawley jenis kelamin jantan dan 
betina dengan berat 150-180 gram (40 ekor). 
• Natrium klorida 
• Akuades 
• Kapas steril 
• Sonde lambung 
3) Penelitian aktivitas sistem imun 
• Mencit galur C3H jenis kelamin jantan dengan berat 
18-23 gram (50 ekor) 
• Akuades 
• Buffer Saline Phosphat 
• EDTA 
• Lempeng agar imunodiffusion 
• Immuno viewer 
• Micrometer pipet 
• Pipet tips 
• Capillary tube dengan heparin 
• Micro tube centrifuge 
• Sonde lambung 
b. Rancangan Penelitian 
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan 
Acak Lengkap dengan 10 pengulangan, untuk melihat peng-aruh 
pemberian infusum benalu teh terhadap berat limpa pada 
minggu ke 2. Rancangan petak terbagi (split spot) terdiri dari 2 
faktor, melihat pengaruh pemberian infusum benalu terhadap 
konsentrasi lg G, dari minggu 0 sampai minggu ke-2. 
c. Cara Kerja 
1) Pembuatan infus benalu teh 
Pengolahan bahan tanaman benalu teh dengan cara di-keringkan 
dengan sinar matahari dan dalam lemari pengering 
dengan suhu tidak lebih dari 50° C sampai mendapatkan bobot 
yang konstan. Bahan digiling dan diayak dengan menggunakan 
ayakan Mesh 48, serbuk benalu dibuat infus sesuai Farmakope 
Indonesia(12). 
2) Pembuatan suspens antigen 
Sel darah merah domba (SDMD), dipisahkan dari plasma 
dengan pemusingan 1500 rpm. Plasma dikeluarkan kemudian 
dilakukan pencucian dengan larutan buffer saline phosphat 
(BSP) dengan pH 7,2. Pencucian dilakukan paling sedikit tiga 
kali. Setelah pencucian selesai BSP dibuang, sehingga diper-oleh 
suspensi SDMD 100%. Ke dalam suspensi SDMD 100% 
ditambahkan PBS dengan volume yang sama, sehingga 
didapatkan suspensi SDMD 50% menjadi 1% dengan 
penambahan BSP. 
3) Percobaan LD50 cara Thompson-Weil(13) 
Tikus diberi dosis obat dalam bentuk infus dengan sonde 
lambung. Dosis ditentukan dari percobaan pendahuluan dan 
kematian diobservasi selama 2 minggu. Pada hari terakhir 
pengamatan, semua hewan coba didekapitasi dan dilakukan 
pemeriksaan makroskopik. Bila terdapat kelainan organ dalam, 
dicatat dan diperiksa secara mikroskopik. 
4) Penelitian aktivitas sistem imun 
Lima puluh ekor mencit jantan galur C3H, dengan berat 
badan 20-30 gram, dibagi secara acak menjadi 5 kelompok 
diperlakukan dengan sepuluh ulangan (berdasarkan rumus 
Federer). Kelompok I mendapatkan akuades dan suntikan sus-pensi 
SDMD 1 % intraperitoneum; Kelompok II mendapatkan 
infus dengan dosis 15 mg/100 g dan suntikan suspensi SDMD 
1 %; Kelompok III mendapatkan infus dengan dosis 75 mg/100 
dan suntikan suspensi SDMD 1 %; Kelompok IV mendapatkan 
infus dengan dosis 150 mg/100 g dan suntikan suspensi SDMD 
1%; Kelompok V mendapatkan infusum dosis 1500 mg/100 g 
dan suntikan suspensi SDMD 1 %. Bahan percobaan diberikan 
secara oral setiap hari, selama 7 hari dan tiap kelompok men-dapat 
makanan dan minuman adlibitum. Satu minggu sebelum 
bahan obat dan suntikan SDMD diberikan, dilakukan peng-ambilan 
darah lewat vena orbitalis, kemudian diulang peng-ambilannya 
1 minggu setelah pemberian obat dan 2 minggu 
setelah pemberian obat pertama. Pemisahan serum darah di-lakukan 
dengan cara disentrifus pada 3000 rpm selama 10 
menit. Serum yang diperoleh langsung diukur kadar imunoglo-bulinnya 
untuk penelitian(13). 
d. Pengamatan 
1) Pengukuran konsentrasi imunoglobulin G (lg G) 
Ke dalam sumuran imunodifusi radial yang masing-masing 
mengandung anti lg G mouse, dengan mikro pipet dimasukkan 
5 μl serum. Pengukuran diameter presipitasi dilakukan pada 
hari ketiga menggunakan alat immunoviewer(10). 
2) Pengamatan berat limpa 
12 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
Pada akhir percobaan mencit dibius dengan menggunakan 
eter, dilakukan pembedahan dari bagian inguinal sampai 
torakal untuk mengangkat limpa, sisa cairan yang menempel 
pada organ dihisap dengan kertas saring. Berat limpa ditimbang 
menggunakan timbangan analitik merk Sartorius. 
e. Analisis data 
1) Analisis data toksisitas akut (LD50 dilakukan menurut 
metode Thompson-Weil dengan batas kepercayaan 95%. 
2) Analisis data aktivitas sistem imun dilakukan : 
• Bila data yang didapat distribusinya normal dilakukan 
uji parametrik dengan anova 2 way(11,12). 
• Bila data yang didapat distribusinya tidak normal di-lakukan 
uji dengan Friedman dan dilanjutkan dengan 
uji berganda(11,12). 
HASIL PENELITIAN 
1) Uji toksisitas akut (LD50) 
Pemberian infusum benalu teh dengan dosis tertinggi yang 
dapat diberikan pada tikus, selama 14 hari pengamatan, tidak 
menimbulkan kematian ataupun tanda-tanda intoksikasi, serta 
tidak menimbulkan perubahan tingkah laku maupun bobot 
badan. Pengamatan makroskopik tidak menunjukkan adanya 
penyimpangan morfologi pada organ hati, ginjal, limpa, paru 
dan jantung. Dengan demikian didapatkan harga LD50 > 5 
gram/kg bb, sehingga dapat digolongkan bahan termasuk 
kategori tidak beracun(14). 
2) Penelitian aktivitas sistem imun 
a) Pengukuran konsentrasi Imunoglobulin G (lg G) 
Pemberian infus benalu teh pada semua dosis, setelah 
diimunisasi dengan sel darah merah domba terlihat kenaikan 
konsentrasi lg G pada setiap minggunya (Tabel 1). Perhitungan 
uji normalitas dan homogenitas kadar lg G hewan perlakuan 
dan kontrol memperlihatkan distribusi normal dan sebaran 
yang homogen. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan per-hitungan 
analisis uji parametrik anova 2 way(14). 
Pada uji statistik tersebut tidak terdapat perbedaan nyata 
antar dosis perlakuan (P>0,01). Bila dilihat pola perkembangan 
lg G minggu ke-0,1 dan 2 terdapat perbedaan sangat nyata pada 
P<0,01. Pengujian dengan regresi Poli/nominal Orthogonal 
terhadap pola perkembangan lg G minggu ke-0,1, dan 2 pada 
dosis 15, 75, 1500 mg/100 g bb. dan akuades umumnya mem-punyai 
pola perkembangan yang sama (regresi mendatar), 
namun pada dosis 150 mg/100 g bb. menunjukkan pola 
perkembangan yang meningkat (regresi linier) dengan 
persamaan garis Y = 265,13 + 97X, dengan peningkatan kon-sentrasi 
97,0 mg/dl (Gambar 1). 
b) Berat limps 
Pengukuran berat relatif limpa (berat limpa per bobot 
badan akhir) disajikan dalam tabel 3. Bila dilihat kelompok per 
kelompok, maka kelompok akuades menunjukkan berat relatif 
limpa yang besar, yaitu 15,8 mg disusul Dosis 1, Dosis 2, Dosis 
4 dan Dosis 3. Pada uji homogenitas dan normalitas mem-perlihatkan 
data mempunyai distribusi tidak normal dan sebar-an 
yang tidak homogen. Berdasarkan hal tersebut dilakukan uji 
non-parametrik Krusal-Wallis dari uji statistik tersebut berat 
relatif limpa dari 5 kelompok perlakuan tidak berbeda nyata 
(P>0,05) (Tabel 2). 
Tabel 1. Hasil pengukuran rata-rata konsentrasi 1gG (dalam mg/dl). 
Dosis Waktu Rata-rata 
Dl 
Minggu 0 
Minggu 1 
Minggu 2 
452,0 ± 127,32 
485,0 ± 87,23 
527,7 ± 112,99 
D2 
Minggu 0 
Minggu 1 
Minggu 2 
472,7 ± 126,81 
601,8 ± 183,25 
523,2 ± 230,65 
D3 
Minggu 0 
Minggu 1 
Minggu 2 
366,7 ± 167,71 
450,0 ± 117,52 
560,7 ± 148,01 
D4 
Minggu 0 
Minggu 1 
Minggu 2 
435,6 ± 59,93 
443,8 ± 100,39 
452,2 ± 96,86 
Akuades 
Minggu 0 
Minggu 1 
Minggu 2 
429,9 ± 120,83 
507,3 ± 153,16 
500,3 ± 109,26 
Keterangan : 
D1 = Dosis infusum benalu teh 15 mg/100 g bb. 
D2 = Dosis infusum benalu teh 75 mg/100 g bb. 
D3 = Dosis infusum benalu teh 150 mg/100 g bb. 
D4 = Dosis infusum benalu teh 1500 mg/100 g bb. 
Akuades = akuades 0,3 ml/10 g bb. 
Gambar 1. Persamaan regresi hubungan pemberian infus benalu teh 
dosis 150 mg/100 g dengan peningkatan konsentrasi lgG. 
PEMBAHASAN 
Tanaman benalu teh (Scurulla atropurpurea (BI) Danser) 
secara empirik digunakan untuk mengobati penyakit tumor atau 
kanker. Aktifitasnya sebagai obat antitumor atau antikanker 
mungkin secara tidak langsung yaitu rnelalui pengaktifan 
sistem kekebalan tubuh dengan mengukur konsentrasi lgG. 
Pemakaian bahan sebagai obat anti tumor atau kanker me-nimbulkan 
dugaan bahwa bahan bersifat imunostimulator yaitu 
Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 13
Tabel 2. Berat relatif limpa mencit pada akhir percobaan. 
Ulangan 
Perlakuan 
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 
Jumlah Rata-rata 
Dosis 1 0,186 0,055 0,061 0,089 0,199 0,313 0,258 0,154 0,073 0,088 147,6 14,8 ± 0,09 
Dosis 2 0,082 0,500 0,209 0,278 0,970 0,940 0,570 0,580 0,075 0,081 108,1 10,8 ± 0,075 
Dosis 3 0,052 0,084 0,058 0,082 0,100 0,068 0,096 0,073 0,045 0,055 71,2 7,1 ± 0,019 
Dosis 4 0,151 0,075 0,070 0,069 0,137 0,070 0,248 0,052 0,090 0,055 101,7 10,1 ± 0,061 
Akuades 0,056 0,064 0,089 0,060 0,205 0,148 0,061 0,051 0,043 0,022 158,4 15,8 ± 0,084 
dapat meningkatkan konsentrasi lgG. Hasil pengujian pem-berian 
infusum benalu teh pada semua dosis perlakuan tidak 
memperlihatkan adanya peningkatan konsentrasi lgG (P>0,01), 
dengan pembanding akuades, tetapi pada dosis 150 mg/100 g. 
bobot badan terjadi kecenderungan peningkatan konsentrasi 
lgG. Sehingga dapat dikatakan infus benalu teh pada dosis 
tersebut di atas dapat dikatakan bersifat imunostimulator yaitu 
peningkatan konsentrasi lgG. Kemungkinan diantara senyawa-senyawa 
imunostimulator. Wagner (1985) secara umum 
menyebutkan golongan terpenoid, alkaloid atau polifenol mem-punyai 
sifat imunostimulator. 
Pengamatan terhadap berat relatif limpa, tidak terjadi 
perubahan pada berat limpa pada semua dosis perlakuan, 
sehingga tidak dapat ditarik kesimpulan dari pengamatan 
tersebut. 
KESIMPULAN 
Infusum benalu teh (Scurulla atropurpurea (Bl) Denser) 
merupakan bahan yang tidak toksik dengan LD50>5 gram/kg 
bobot badan. 
Pengaruhnya terhadap konsentrasi lgG tidak berbeda nyata 
antar dosis perlakuan (P>0,01), tetapi pada pengamatan kon-sentrasi 
lgG tiap minggu terlihat pola perkembangan yang 
meningkat, dengan peningkatan konsentrasi 97,0 mg/dl. 
UCAPAN TERIMA KASIH 
14 
Ditujukan kepada Kepala Puslitbang Farmasi, Badan Litbangkes Depkes 
RI. serta seluruh staf KPPOT yang telah memberikan saran dan bantuannya 
sejak perencanaan sampai selesai penelitian. 
KEPUSTAKAAN 
1. Sudarman Mardisiswojo, Harsono Rajakmangun S. Cabe Puyang Warisan 
Nenek Moyang. 2 Balai Pustaka Jakarta, Jakarta. 
2. Chairul, dkk. Skrining Fitokimia dan Analisis Komponen Kimia ekstrak 
batang Benalu Teh (Scurulla atropurpurea (Bl) Dans). Dibawakan dalam 
Seminar Nasional ke-IX. Penggalian, Pelestarian, Pengembangan dan 
Pemanfaatan Tumbuhan Obat : Secang dan Benalu. Yogyakarta, 21-22 
September 1995. 
3. IGP. Santa. Studi Kemotaksonomi-Farmakognasi Benalu Antikanker 
(Scurulla atropurpurea (B1.) Denser & Dendophtroe pentandra (L) Miq. 
Dibawakan dalam Seminar nasional ke-IX. Penggalian, Pelestarian, 
Pengembangan den Pemanfaatan Tumbuhan Obat : Secang dan Benalu. 
Yogyakarta, 21-22 September 1995. 
4. Wagner, Hildebert. Immunostimulants of Fungi and Higher Plants, 1984. 
5. Achmad Tjarta, Sutisna Himawan : Kumpulan Kuliah Patologi. Bag. 
Patologi Anatomik FK. UI. 
6. Departemen Kesehatan RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga, 1972. 
7. Departemen Kesehatan RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga, 1986. 
8. Departemen Kesehatan RI dan Biro Pusat Statistik. Survei Kesehatan 
Rumah Tangga, 1992. 
9. Abbas AK, Lictman AH, Pober JS. Cellular and Molecular Immunology 
Saunders Co. Philladelphia, 1991. 
11. Rott IM. Essential Immunology. Blackwell Science Publ. Oxford, 1991. 
12. Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia, 1979. 
13. Mohamad Sadikin dkk. Vitamin A dan Imunitas : 3. Peningkatan Titer 
Antibodies Tikus Anti Sel Darah Merah Domba oleh Pemberian Vitamin 
A secara Oral, MKI 1995; 45 (7). 
14. Sudjana. Metode Statistilk. Tarsito Bandung 
Exercise the muscles well, but spare the nerves always 
(Schopenhauer) 
Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
HASIL PENELITIAN 
Daya Hambat Benalu Teh 
(Scurulla atropurpurea Bl. Danser) 
terhadap Proliferasi Sel Tumor 
Kelenjar Susu Mencit 
(Mus musculus L) C3 H 
Yun Astuti Nugroho*, Budi Nuratmi*, Suhardi** 
*Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 
Departemen Kesehatan RI, Jakarta 
**Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 
Departemen Kesehatan RI, Jakarta 
ABSTRAK 
Benalu teh (Scurulla atropurpurea (BL) Danser) secara tradisional digunakan 
untuk pengobatan penyakit kanker. Oleh karena itu untuk konfirmasi ilmiah khasiat 
benalu teh sebagai antikanker telah dilakukan penelitian daya hambat infus benalu teh 
terhadap proliferasi kelenjar susu mencit C3H. 
Uji daya hambat terhadap proliferasi tumor kelenjar susu mencit C3H meng-gunakan 
cara Pringgoutomo (1992). Bahan berupa infus diberikan per oral dengan 
dosis 25; 250; 500 dan 750 mg/100 g bb, sebagai kontrol negatif adalah akuades. 
Hasil penelitian menunjukkan infus benalu teh dapat menghambat pertumbuhan 
tumor kelenjar susu Mus musculus L galur C3H, dan dosis 500 mg/ 100 g bb. me-rupakan 
dosis paling efektif. 
Kata kunci : Tanaman obat, Anti tumor, Scurulla atropupurea (BL) Danser, benalu teh 
PENDAHULUAN 
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahun 
penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta orang dan 10 
tahun mendatang diperkirakan 9 juta meninggal akibat kanker. 
Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terdapat 100 penderita 
baru dari setiap 100.000 penduduk dan penyakit kanker men-duduki 
urutan ke-3 penyebab kematian sesudah penyakit 
jantung dan paru-paru(1,2). 
Pengobatan kanker pada umumnya sama, yaitu salah satu 
atau kombinasi dari operasi, penyinaran (radioterapi), obat 
pembuluh sel kanker (sitostatika), meningkatkan daya tahan 
tubuh dan pengobatan dengan hormon. Hasilnya tentu ter-gantung 
dari keadaan pasien dan jenis kanker(3). Saat ini gagas-an 
yang tengah dikembangkan dan digalakan penggunaannya 
oleh pemerintah adalah upaya pengembangan tanaman obat. 
Gagasan ini tertuang dalam Program Departmen Kesehatan, 
khususnya Program Tanaman Obat Keluarga (TOGA) dan 
Program Apotik Hidup(4). 
Salah satu tanaman obat yang paling dikenal masyarakat 
untuk mengobati penyakit kanker adalah benalu teh dan salah 
satu jenis benalu teh tersebut adalah (Scurulla atropurpurea 
(BL) Danser). Selain secara empirik dipakai masyarakat se-bagai 
obat kanker, benalu teh terbukti secara in vitro dapat 
menghambat tumor crown gall dan penelitian deteksi aktivitas 
asparaginase dalam benalu teh dapat menghidrolisa asparagin. 
Asparaginase adalah enzim katalisator yang berperan meng-hidrolisa 
asparagin menjadi asam aspartat dan amonia. Dengan 
demikian sel kanker kekurangan asparagin yang berakibat ke-matian 
sel(3,5,6). 
Kandungan kimia benalu teh antara lain alkaloid; flavo- 
Dibawakan pada Seminar Sehari PERHIPBA, jakarta, 18 Februari 1999 
Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 15
noid; terpenoid; saponin; tanin dan dari ekstrak metanol ter-idenfifikasi 
senyawa quercetin-7-rhamnoside; caffein; theo-phyline( 
7,8). 
Adanya data empirik dan beberapa data ilmiah maka telah 
dilakukan Konfirmasi Ilmiah Keamanan dan Pemakaian Benalu 
Teh (Scurulla atropurpurea (BL) Danser) Sebagai Antikanker 
Pada Mus musculus L galur C3H. 
BAHAN 
1) Bahan Percobaan 
Tanaman benalu teh diperoleh dari Magelang Jawa Tengah 
dan telah diidentifikasi di Herbarium Bogor. Bahan yang sudah 
kering, dibuat serbuk, selanjutnya dibuat infus sesuai dengan 
Farmakope Indonesia(9). 
2) Hewan Percobaan 
Penelitian menggunakan mencit (Mus musculus L) galur 
C3H, jenis kelamin jantan bobot badan antara 18-25 gram ber-asal 
dari Bagian patologi UI. 
CARA KERJA 
Transplantasi tumor dilakukan berdasarkan metoda 
Pringgoutomo(10). Mencit donor dikorbankan dengan eter, 
kemudian diletakkan terlentang pada alas gabus. Kulit yang 
bertumor dibasahi alkohol 70% kemudian disayat dengan 
gunting untuk mengeluarkan tumornya. Tumor diletakkan pada 
cawan petri, kemudian jaringan tumor yang masih bagus, 
dipotong untuk dibuat bubur, pada bubur tumor ditambahkan 
NaCl 0,85%. Bubur tumor sebanyak 0,2 ml disuntikkan secara 
subkutan di aksila kanan mencit menggunakan jarum trokar. 
Pengamatan pertumbuhan tumor mulai dilakukan 1 hari setelah 
trasplantasi tumor. Setelah masa laten, mencit dikelompokkan 
menjadi 5 kelompok : 
Kelompok I : Akuades 
Kelompok II : Infus benalu teh dosis 25 mg/100 g bb 
Kelompok III : Infus benalu teh dosis 250 mg/100 g bb 
Kelompok IV : Infus benalu teh dosis 500 mg/100 g bb 
Kelompok V : Infus benalu teh dosis 750 mg/100 g bb 
Bahan diberikan per oral dengan sonde lambung selama 21 
hari. Parameter yang diamati meliputi masa laten, bobot badan 
dan volume tumor. 
ANALISIS DATA 
Untuk melihat ada/tidaknya efek infus benalu teh Scurulla 
atropurpurea (BL) Danser) terhadap besar (volume) tumor 
kelenjar susu mencit, data dianalisis dengan Kruskal-Wallis(11). 
HASIL 
Pengamatan bobot badan tidak menunjukkan adanya per-bedaan 
(tabel 1). Masa laten untuk setiap mencit tidak sama 
(tabel 2). Besar (volume) tumor terlihat adanya perbedaan 
antara kelompok yang diberi akuades dan kelompok yang 
diberi infus benalu teh (tabel 3). 
PEMBAHASAN 
Di Indonesia diperkirakan setiap tahunnya terdapat 100 
penderita kanker baru, dari setiap 100.000 penduduk. Kanker 
memang telah menjadi salah satu menyebab utama kematian 
usia produktif. Kanker timbul akibat pertumbuhan yang tidak 
normal dari sebagian sel-sel jaringan tubuh yang berubah 
menjadi sel-sel kanker dan sel-sel kanker ini suatu saat bisa 
menyebar ke seluruh tubuh. Walaupun penyebabnya memang 
belum dapat dipastikan tapi ada beberapa faktor penyebab yang 
diduga dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker, seperti 
bahan karsinogenik. Pengobatan kanker pada umumnya sama, 
yaitu salah satu atau kombinasi dari operasi, penyinaran, obat 
pembunuh sel kanker, meningkatkan daya tahan tubuh, dan 
dengan obat tradisional baik dengan tanaman obat maupun 
binatang(2). 
Tabel 1. Bobot badan mencit (Mus musculus L) setelah pemberian 
perlakuan selama 21 hari. 
Nomor Bobot badan mencit setelah pemberian perlakuan 
hewan A B C D E 
1 17 23 20 20 21 
2 21 24 20 20 20 
3 20 23 21 21 25 
4 20 22 23 22 25 
5 21 20 27 24 21 
6 20 21 22 22 23 
7 20 20 23 22 24 
8 20 24 20 22 21 
9 19 23 22 24 23 
10 19 21 24 22 22 
Juml 197 221 222 219 225 
Rata-rata 19,7 ± 1,15 22,1 ± 1,4 222 ± 2,2 2 1,9 ± 1,3 22,5 ± 1,7 
Keterangan : 
A. Akuades 
B. Inf. Benalu teh dosis 25 mg/ 100 g bb 
C. Inf. Benalu teh dosis 250 mg/ 100 g bb 
D. Inf. Benalu teh dosis 500 mg/ 100 g bb 
E. Inf. Benalu teh dosis 750 mg/ 100 g bb 
Tabel 2. Masa laten dari masing-masing mencit. 
Nomor Masa laten dari masing-masing mencit pada kelompok 
hewan A B C D E 
1 6 6 7 6 5 
2 6 7 7 6 6 
3 6 7 6 6 5 
4 7 7 7 6 7 
5 6 6 6 6 6 
6 6 6 6 5 6 
7 7 6 6 7 6 
8 7 6 6 7 7 
9 6 6 6 6 6 
10 6 6 5 7 6 
Keterangan : 
A. Akuades 
B. Inf. Benalu teh dosis 25 mg/ 100 g bb 
C. Inf. Benalu teh dosis 250 mg/ 100 g bb 
D. Inf. Benalu teh dosis 500 mg/ 100 g bb 
E. Inf. Benalu (eh dosis 750 mg/ 100 g bb 
Benalu teh (Scurulla atropurpurea (BL) Danser) oleh 
sebagian masyarakat diperdagangkan dan digunakan untuk 
pengobatan penyakit kanker. Beberapa literatur dan hasil pe-nelitian, 
benalu teh mempunyai kandungan kimia sterol triter- 
16 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
penoid, flavonoid, saponin dan tanin(6,7). Pada skrining anti-kanker 
ekstrak kloroform benalu teh dengan menggunakan 
metode Brine Shrimp Lethality Test ternyata menunjukkan 
hasil positif(12). 
Bubur tumor yang ditransplantasikan pada mencit oleh 
tubuh mencit resipien (inang) akan dikenali sebagai benda 
asing, oleh karena itu sistem imun inang akan bereaksi terhadap 
pertumbuhan tumor. Sistem imun setiap individu tidak sama 
oleh karena itu setiap mencit resipien akan memberikan respon 
yang berbeda. 
Tabel 3. Volume tumor kelenjar susu mencit (Mus musculus L) setelah 
pemberian perlakuan. 
Nomor Volume tumor setelah pemberian perlakuan 
hewan A B C D E 
1 5,48 10,93 3,28 5,00 7,14 
2 8,21 13,40 32,00 3,80 4,76 
3 9,75 20,00 9,92 9,14 5,65 
4 64,57 9,50 13,40 5,00 3,62 
5 42,08 26,34 18,80 8,68 5,93 
6 64,97 45,80 10,55 3,20 3,40 
7 59,00 13,56 11,06 2,85 7,66 
8 30,54 7,00 11,66 2,30 4,60 
9 29,074 40,20 13,85 2,60 10,75 
10 24,60 - 6,11 12,80 4,40 
Juml 338,29 186,74 130,65 55,38 57,93 
Rata-rata 33,82 20,74 13,06 5,53 5,79 
Keterangan : 
A. Akuades 
B. lnf. Benalu teh dosis 25 mg/ 100 g bb 
C. lnf. Benalu teh dosis 250 mg/ 100 g bb 
D. lnf. Benalu teh dosis 500 mg/ 100 g bb 
E. lnf. Benalu teh dosis 750 mg/ 100 g bb 
Tumor mulai berproliferasi setelah melewati masa laten, 
proliferasi sel tumor diukur berdasarkan persentasi pertambah-an 
volume tumor. Setelah masa laten mencit diberi infus benalu 
teh secara oral setiap hari selama 21 hari. Pemberian infus 
benalu teh ternyata mampu menghambat proliferasi sel tumor 
kelenjar susu. 
Hasil uji Kruskal - Wallis data volume tumor menunjuk-kan 
nilai Hc = 25,59, sedangkan H tabel = 9,48 berarti Ho 
ditolak pada 0,05 dan 0,01. Berdasarkan data tersebut dapat 
disimpulkan ada pengaruh bermakna infus benalu teh terhadap 
proliferasi sel tumor kelenjar susu mencit galur C3H. Pada 
umumnya bobot badan mencit berkurang tapi dari perhitungan 
statistik terlihat bahwa kelompok mencit yang diberi infus 
benalu teh ada beda nyata apabila dibanding kelompok akuades 
(p=0,05). Kelompok mencit yang diberi infus benalu teh mes-kipun 
mengalami penurunan bobot badan tapi penurunannya 
masih lebih kecil apabila dibanding kelompok mencit yang 
diberi akuades. Daya hambat infus benalu teh dimungkinkan 
karena kandungan steroida, glikosida, triterpenoid dan saponin. 
Namun demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut 
sampai pada kesimpulan benalu teh memang berkhasiat sebagai 
antikanker. 
KESIMPULAN DAN SARAN 
Kesimpulan : 
Infus benalu teh dapat mengurangi pertambahan volume 
tumor kelenjar susu mencit (Mus musculus L). 
Saran : 
Oleh karena kandungan kimia dari benalu teh adalah 
golongan antioksidan maka disarankan untuk melakukan pene-litian 
yang berhubungan dengan imunitas. 
KEPUSTAKAAN 
1. Soedoko R. Seminar dan Orientasi Penyakit Kanker Terpadu, Paripurna 
dengan peran serta Masyarakat. Malang, 1994. 
2. Wijayakusuma H. Kanker. Pos Kola, Oktober, 1995. 
3. Tjokronegoro A. Etik Penelitian Obat Tradisional. Fakultas Kedokteran 
UI. Jakarta, 1992. 
4. Pratiwi DK. Daya Hambat Ekstrak Air Teh Hijau (Camelia sinensis (L) 
Kuntze) Terhadap Proliferasi Sel Tumor Kelenjar Susu Mencit (Mus 
musculus L) Galur C3H. Jur. Biologi. FMIPA. UI, 1994. 
5. Fanoka. Uji Pendahuluan Efek Antitumor Ekstrak Etanol beberapa (6) 
Tanaman Menggunakan Cakram Kentang yang Diinokulasi dengan 
Agrobacterium Tumifaciens. Skripsi. JF FMIPA. UI, 1990. 
6. Nuraeni U. Deteksi Aktifitas Asparaginase dalam Daun Loranthus 
globosus Roxb. Skripsi. FF. UGM, 1990. 
7. Pasha IB. Penelitian Pendahuluan Kandungan Benalu Teh (Scurrula 
atropurpurea (BL) Danser) Simposium Penelitian Tumbuhan Obat V. 
Surabaya, 1996. 
8. Kardono BS. Beberapa Senyawa terisolasi dari benalu Teh (Scurulla 
parasitica L). Seminar POKJANAS TOI IX. Yogyakarta. 1995. 
9. Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia. Ed. III. Jakarta, 1979. 
10. Pringgoutomo S. Trasplantasi Jaringan Tumor pada Mencit. Penuntun 
Praktikum Patologi Anatomi. Bagian Anatomi. FK. UI. Jakarta, 1992. 
11. Steel RGD, Toriee JH. Prinsip dan Prosedur statistik. Suatu pendekatan 
biometrik. Terj dari Principles and Procedures Statistics, oleh Sumantri, 
B. PT. Gramedia. Jakarta. 
12. Leswara ND. Perbandingan Daya Antioksidan Beberapa Jenis Benalu 
Menggunakan metoda Spektrofotometri. Seminar POKJANAS TOI. IX. 
Yogyakarta, 1995. 
LAMPIRAN 
Grafik hubungan antara dosis dengan pertambahan besar tumor. 
Gardening requires lots of water – most of it in the form 
of perspiration 
Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 17
HASIL PENELITIAN 
Aktivitas Antimutagenik 
dan Antioksidan Daun Puspa 
(Schima wallichii Kort.) 
Didi Jauhari Purwadiwarsa*, Anas Subarnas*, Cucu Hadiansyah**, Supriyatna* 
*Jurusan Farmasi, ** Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 
Universitas Padjadjaran, Bandung. 
ABSTRAK 
Telah dilakukan penelitian mengenai aktivitas antimutagenik dan antioksidan 
fraksi butanol daun puspa (Schima wallichii Korth). Hasil pengujian aktivitas anti-mutagenik 
secara in vivo dengan metode uji mikronukleus menunjukkan bahwa 
pemberian fraksi butanol daun puspa secara oral mampu menurunkan frekuensi sel 
eritrosit polikromatik bermikronukleus (MNPCE) dari apusan sumsum tulang paha 
mencit jantan galur Swiss-Webster yang diinduksi dengan siklofosfamid dosis 50 
mg/kg secara intraperitoneal. Fraksi butanol dosis 300 mg/kg mampu menurunkan 
frekuensi MNPCE sebesar 10,51% sedangkan pada dosis 600 mg/kg memberikan 
penurunan sebesar 38,27%. 
Pada pengujian aktivitas antioksidan secara in vitro dengan metode NBT, fraksi 
butanol daun puspa mempunyai penghambatan reduksi NBT oleh superoksida yang 
dihasilkan dari reaksi enzimatis xantin dengan bantuan xantin oksidase. Nilai peng-hambatan 
reduksi NBT oleh fraksi butanol daun puspa adalah 68,66% pada konsentrasi 
200 μg/ml dan 94,37% pada konsentrasi 400 μg/ml. 
Dari hasil pengujian tersebut diperoleh kesimpulan fraksi butanol daun puspa 
mempunyai aktivitas antimutagenik dan antioksidan. 
PENDAHULUAN 
Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada gen atau 
pada kromosom. Mutasi dapat dikaitkan dengan timbulnya 
beragam kelainan, termasuk penyakit kanker. Selain dapat 
terjadi secara spontan, mutasi juga dapat diinduksi oleh ber-bagai 
faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. 
Faktor-faktor penginduksi mutasi dikenal sebagai mutagen(1,2). 
Salah satu indikator terjadinya mutasi adalah adanya 
mikronukleus. Mikronukleus merupakan hasil mutasi dari kro-mosom 
utuh yang patah dan kemudian tampak sebagai nukleus 
berukuran kecil di dalam suatu sel. Mikronukleus mudah di-amati 
pada sel polikromatik eritrosit. Jumlah sel eritrosit 
polikromatik bermikronukleus menunjukkan tingkat kerusakan 
genetik dalam sistem eritropoitik suatu makhluk hidup(3). 
Banyaknya pengunaan bahan-bahan kimia untuk berbagai 
keperluan mengakibatkan peningkatan pencemaran bahan-bahan 
kimia berbahaya ke dalam lingkungan hidup. Penelitian 
toksikologi memberikan informasi bahwa sebagian besar bahan 
kimia yang ada bersifat mutagenik(1,4). Meskipun tubuh kita 
sudah dilengkapi berbagai mekanisme pertahanan terhadap 
mutagen, peningkatan paparan terhadap bahan-bahan kimia 
tersebut dapat meningkatkan peluang terjadinya mutasi. Oleh 
karena itu diperlukan suatu zat yang dapat mengurangi risiko 
terjadinya mutasi oleh mutagen(5,6). 
Dugaan keterlibatan oksigen reaktif dalam terjadinya 
mutasi terutama dalam bentuk radikal bebas akhir-akhir ini 
makin mendapat perhatian para peneliti. Radikal bebas merupa-kan 
sebutan terhadap molekul yang mempunyai elektron yang 
18 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
tidak berpasangan pada kulit terluarnya, sehingga bersifat 
sangat reaktif dan dapat merusak komponen-komponen sel, ter-masuk 
asam deoksiribonukleat (DNA) (7). Beberapa laporan 
menyebutkan bahwa suatu antioksidan, yaitu senyawa yang 
dapat menetralkan radikal bebas juga mempunyai aktivitas 
antimutagenik(5,8,9). 
Upaya pencarian zat antimutagenik banyak dilakukan ter-hadap 
bahan alam, juga dari tumbuhan. Puspa (Schima 
wallichii Korth) merupakan salah satu tumbuhan tropis 
Indonesia(10) dan termasuk tumbuhan pakan primata. Ekstrak 
metanol daun puspa dilaporkan mempunyai aktivitas anti-promosi 
tumor dan antimutagenik(12). 
Sebagai kelanjutan dari hasil penelitian tersebut, dalam 
rangka usaha mengisolasi senyawa aktif antimutagenik serta 
untuk mengetahui kemungkinan adanya aktivitas antioksidan; 
maka dilakukan penelitian yang terfokus pada pengujian akti-vitas 
antimutagenik dan antioksidan fraksi butanol daun puspa. 
BAHAN DAN METODE 
Hewan Percobaan 
Mencit (Mus musculus) putih jantan galur Swiss-Webster 
didapat dari Laboratorium Struktur dan Perkembangan Hewan 
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Padjadjaran, usia 7-9 
minggu, berat 22,5 - 27,5 gram, kandang plastik dengan alas 
sekam (4-6 ekor). Suhu ruang hewan percobaan 23-25 °C, 
kelembaban 70-85%, dan cahaya diatur dengan regulator 12 
jam terang dan 12 jam gelap. Pakan mencit berupa pelet-789 
dan minuman dari air ledeng yang masing-masing diberikan 
secara ad libitum. 
Bahan Kimia 
Bahan kimia yang dipakai dalam penelitian ini adalah 
fraksi butanol dari ekstrak metanol daun puspa (Hutan 
Pangandaran, Ciamis), Siklofosfamid (Wako Pure Chemical 
Industries, Ltd. Jepang). 
Fraksi butanol pada pengujian aktivitas antimutagenik di-suspensikan 
dengan PGA (1% b/v) dalam akuades, sedangkan 
pada pengujian aktivitas antioksidan dilarutkan dalam DMSO. 
Siklofosfamid dilarutkan dalam larutan NaCl fisiologis. 
Ekstraksi dan Fraksinasi 
Serbuk daun puspa (650 gram) diekstraksi dengan metanol 
(3x24 jam), dan ekstrak metanol kemudian dipartisi dengan 
campuran etil asetat - air (3 : 1). Lapisan air diekstraksi dengan 
n-butanol sehingga diperoleh lapisan air dan lapisan n-butanol. 
Lapisan n-butanol kemudian diuapkan hingga diperoleh fraksi 
butanol kering yang akan dipakai dalam pengujian. 
Uji Mikronukleas - dengan penginduksi siklofosfamid 
Pengujian aktivitas antimutagenik menggunakan metode 
uji mikronukleus(3) dengan modifikasi. Perlakuan diberikan dua 
kali sesuai dengan cara Ghaskadbi dkk. (5) 
Mencit dipuasakan dahulu selama kurang lebih 18 jam. 
Setelah pemberian suspensi fraksi butanol secara oral (sebagai 
kontrol diberikan suspensi PGA tanpa fraksi butanol), siklo-fosfamid 
(50 mg/kg bb., i.p.) disuntikkan pada mencit 30 menit 
kemudian. Setelah 24 jam mencit diberi lagi suspensi fraksi 
butanol dan siklofosfamid dengan dosis yang sama. Enam jam 
setelah pemberian siklofosfamid yang kedua, mencit dibunuh 
dengan cara dislokasi leher dan dibedah untuk diambil kedua 
tulang pahanya. 
Sumsum tulang diaspirasi dengan semprit yang berisi NaCl 
fisiologis, selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 1000 rpm 
selama sepuluh menit. Sebagian supernatan yang dihasilkan di-buang 
dengan menggunakan pipet pasteur, sisanya dibuat pre-parat 
apusan pada kaca objek yang kemudian dikeringkan 
selama dua hari pada suhu kamar. 
Preparat ini diwarnai dengan pewarna Giemsa menurut 
cara Gollapudi & Kamra (1979)(13). Dari preparat tersebut 
diamati jumlah sel eritrosit polikromatik bermikronukleus 
(MNPCE) di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali, 
untuk setiap 1000 sel eritrosit polikromatik (PCE). Penghitung-an 
dilakukan oleh dua orang dan setiap kelompok perlakuan 
menggunakan lima ekor mencit. 
Data dianalisis dengan analisis variansi, dan sebaran t- 
Student untuk menguji perbedaan antara dua rata-rata. 
Uji NBT - sistim xantin/xantin oksidase 
Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode 
Nitroblue Tetrazolium (NBT) dengan kit pereaksi SOD seperti 
yang telah dilakukan oleh Murakami dkk. (1996). Kit tersebut 
mengandung lima pereaksi (Rl-R5). Rl mengandung buffer 
fosfat 0,1 M dengan pH 8, xantin 0,40 mmol/1 dan zat pem-bentuk 
warna nitroblue tetrazolium (NBT) dengan kadar 0,24 
mmol/l. R2 mengandung enzim xantin oksidase 0,049 unit/ml. 
R3 mengandung buffer fosfat 0,1 M dengan pH 8 yang 
digunakan untuk melarutkan enzim. R4 merupakan pereaksi 
kontrol yang mengandung buffer fosfat 0,1 M pH 8. Sedangkap 
R5 adalah penghenti reaksi yang mengandung natrium dodesil 
sulfat 69 mmol/1. 
Fraksi butanol dibuat sebagai larutan persediaan (LP) 
dengan konsentrasi 16 dan 32 mg/ml. Enzim dalam R2 diencer-kan 
dengan R3 dengan perbandingan 1:100 (RE). Disediakan 
empat kelompok tabung Effendorf (TI - T4) dan dilakukan 
prosedur pengujian sebagai berikut, pada suhu di bawah 10 °C. 
T1 (sampel) diisi 12,5 ml LP, 250 ml R1, dan 250 ml RE. 72 
(blanko) diisi 12,5 ml DMSO, 250 ml R1, dan 250ml RE. T3 
(sampel-blanko) diisi 12,5 ml LP, 250 ml R1, dan 250 ml R4. 
T4 (blanko-blanko) diisi 12,5 ml DMSO, 250 ml R1, dan 250 
ml R4. Keempat tabung Effendorf tersebut serta R5 diinkubasi 
pada penangas air dengan suhu 37 °C selama 20 menit. Kemu-dian 
dilakukan pengukuran serapan cahaya dengan spektro-fotometer 
pada panjang gelombang 560 nm. Pengujian tersebut 
dilakukan tiga kali. 
Data dinilai dengan menggunakan rumus persen peng-hambatan 
reduksi NBT. 
HASIL DAN PEMBAHASAN 
Efek fraksi butanol daun puspa terhadap frekuensi 
MNPCE 
Seperti terlihat pada Tabel l atau Gambar 1, rata-rata 
frekuensi MNPCE permil PCE pada kontrol, fraksi butanol 
dosis 300 dan 600 mg/kg masing-masing adalah 74,2 ± 13,08; 
66,4 ± 13,20; dan 45,8 ± 13,66. Dengan demikian pemberian 
Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 19
fraksi butanol daun puspa dosis 300 dan 600 mg/kg masing-masing 
memberikan penurunan frekuensi MNPCE sebesar 
10,51% dibandingkan. terhadap kontrol. Dari hasil analisis 
statistik, dosis 600 mg/kg memberikan efek yang signifikan 
(p<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa fraksi butanol daun 
puspa dapat menghambat efek mutagenik dari siklofosfamid. 
Tabel 1. Nilai rata-rata sel eritrosit polikromatik yang mengandung 
mikronukleus (MNPCE) untuk seluruh kelompok perlakuan. 
Perlakuan Dosis PCE MNPCE 
MNPCE permil 
PCE 
Rata-rata ± SD 
Kontrol - 000 371 74,2 ± 13,08 
Fraksi butanol 300 5000 332 66,4 ± 13,20 
Fraksi butanol 600 5000 229 45,8 ± 13,66* 
* Signifikan, dibandingkan terhadap kontrol (p<0,05) 
Tabel 2. Nilai penghambatan reduksi NBT pada pengujian aktivittis 
antioksidan berdasarkan serapan cahaya (A) rata-rata dari 
blanko (B1), blanko-blanko (B1-B1), sampel (S), dan sampel-blanko 
(S-B1) pada panjang gelombang (λ) 560 nm. 
Serapan cahaya rata-rata 
Konsentrasi fraksi pada 1560 nm 
butanol (μg/ml) AB1 AB1-B1 AS AS-B1 
Persentase 
penghambatan 
reduksi NBT 
200 0,2840 0,1117 0,217 0,1630 68,66% 
400 0,2840 0,1117 0,1647 0,1550 94,37% 
Gambar 1. Grafik nilai rata-rata frekuensi sel eritrosit polikromatik ber-mikronukleus 
(MNPCE) untuk seluruh kelompok perlakuan 
pada pengujian aktivitas antimutagenik. (*Signifikan, diban-dingkan 
terhadap kontrol (P<0,05) 
Menurut Czyzewska & Mazur (1995)(15) siklofosfamid 
menginduksi pembentukan mikronukleus melalui metabolit 
aktifnya yang bersifat pengalkilasi, yaitu mustard fosforamida, 
akrolein, dan 4-hidroksisiklofosfamid. Senyawa pengalkilasi 
tersebut dapat berikatan dengan berbagai gugus fungsi kom-ponen 
sel, termasuk terhadap basa-basa DNA. Selain itu dapat 
juga terjadi peristiwa pindah silang (cross-linkung) DNA. 
Reaksi reaksi tersebut antara lain mengakibatkan patahan rantai 
DNA yang diduga menyebabkan terjadinya patahan kromosom 
dan dapat terlihat sebagai mikronukleus. Metabolisme siklo-fosfamid 
juga dilaporkan menyebabkan peningkatan radikal 
anion superoksida dan hidroksil(16) yang mungkin ikut berperan 
dalam menginduksi pembentukan mikronukleus. Senyawa aktif 
antimutagenik yang terdapat pada fraksi butanol daun puspa ini 
belum diketahui secara pasti, diduga termasuk ke dalam se-nyawa 
fenolik yang mekanisme aktivitas antimutageniknya 
mungkin berkaitan dengan aktivitas antioksidan(12). 
Gambar 2. Grafik nilai penghambatan reduksi NBT pada pengujian 
aktivitas antioksidan. 
Efek fraksi butanol daun puspa terhadap reduksi NBT 
Seperti terlihat pada Tabel 2 atau Gambar 2, fraksi 
butanol daun puspa pada konsentrasi 200 dan 400 mg/ml mem-punyai 
nilai persentase penghambatan reduksi NBT oleh super-oksida 
dari reaksi enzimatis xantin dengan bantuan xantin 
oksidase masing-masing sebesar 68,66° dan 94,37%. Hasil ini 
menunjukkan bahwa fraksi butanol daun puspa mempunyai 
aktivitas antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD). 
KESIMPULAN 
Berdasarkan hasil pengujian mikronukleus secara in vivo 
dan pengujian NBT secara in vitro, diambil kesimpulan bahwa 
fraksi butanol daun puspa mempunyai aktivitas antimutagenik 
dan antioksidan. 
KEPUSTAKAAN 
1. Moutschen, J. Introduction to Genetic Toxicology. New York : John 
Wiley & Son; 1985. 
2. Mulyadi. Kanker, Karsinogen, Karsinogenesis dan Antikanker. Edisi I. 
Yogyakarta: PT. Tiara Wacana; 1996. 
3. Schmid, W. The micronucleus test. Mutation Res. 1975; 31, 9-15. 
4. Wild, D. Cytogenetic effects in the mouse of 17 chemical mutagens and 
carcinogens evaluated by the micronucleus test 1978; 56 : 319-27. 
5. Ghaskadbi, S., Rajmachikar S, Agate C, Kapadi AH., Vaidya VG. 
Modulation of cyclophosphamide mutagenicity by vitamin C in the vivo 
rodent micronucleus assay. Teratogenesis, Carcinog. Mutagen 1992; 12, 
11-3. 
6. Kong Z, Liu Z, Ding B. Study on the antimutagenic effect of pine needle 
extract. Mutation Res. 1995; 347, 101-4.7. 
7. Halliwell B. Free radicals, antioxidants, and human disease : curiosity, 
20 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
cause, or consequence? Lancet, 1994; 344 : 721-4 13. Gollapudi B, Kamra OP. Application of a simple Giemsa-staining method 
8. Shiraki M, Hara Y, Osawa T, Kumon H, Nakayama T, Kawakishi S. in the micronucleus test. Mutation Res. 1979; 64, 45-6. 
Antioxidative and antimutagenic effect of theaflavin from black tea. 
Mutation Res. 1994; 323 ; 29-34. 
14. Murakami A, Ohura S, Nakamura Y, Koshimizu K, Ohigashi H. I’- 
acetoxychawicol acetate, a superoxide anion generation inhibitor, 
potently inhibits tumor promotion by 12-O-tetradecanoylphorbol - 13 
-acetate in ICR mouse skin. Omcology 1996; 53 : 389-91. 
9. Rompelberg CJM, Stenhuis WH, de Vogel N, van Osenbruggen WA, 
Schouten A, Verhagen H. Antimutagenicity of eugenol in the rodent bone 
marrow micromucleus test. Mutation Res. 1995; 346 : 69-75. 15. Czyzewska A, Mazur L. Supressing effect or WR-2721 on micronuclei 
induced by cyclophosphamide in mice. Teratogenesis, Carcinog. Mutagen 
1995; 15 : 109-14. 
10. Heyne K. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Jakarta: Yayasan 
Sarana Wana Jaya. 1987; 1367. 
11. Koshimizu K, Murakami A. Hayashi H,Ohigashi H, Subarnas A, 
Gurmaya KJ, Ali AM. Biological activities of edible and medicinal plant 
from Indonesia and Malaysia 1998; submission,to publication. 
16. Ramu K, Perry CS, Ahmed T, Pakenham G, Kehrer JP. Studies on the 
basis for the toxicity of acrolein mercapturates. Toxicol. Appl. 
Pharmacol, 1996; 140 : 487-98. 
12. Pramana N. Aktivitas Antimutagenik Ekstrak Metanol Daun Puspa 
(Schima wallicihii Korth.) dan Fraksi-fraksinya dengan uji Mikronukleus 
pada Tikus Wistar. Skripsi. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas 
Padjadjaran Bandung 1998. 
17. Wagner H, Lacaille-Dubois MA. Recent pharmacological results on 
bioflavonoids. In S. Antus, M. Gabor & K. Vetschera (Eds) : Flavonoids 
and bioflavonoids. Vienna : 9th Hungarian Bioflavonoids Symposium 
1995; 53-7. 
70% terumbu-karang di Indonesia rusak 
40% rusak berat. 
Tinggal sekitar 7% yang masih sangat bagus. 
Semua karena : 
- ketidak tahuan manusia dan 
- kerakusan ulah manusia ! 
Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 21
HASIL PENELITIAN 
Pengaruh Perasan Daun Ngokilo 
(Gynura procumbens Lour. Merr.) 
terhadap Aktivitas 
Sistim Imun Mencit Putih 
Djoko Hargono*, M. Wien Winarno*, Ayu Werawati** 
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 
** Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Jakarta. 
PENDAHULUAN 
Indonesia kaya akan tumbuh-tumbuhan, yang berdasarkan 
pengalaman telah dimanfaatkan oleh nenek moyang kita sejak 
zaman dahulu kala untuk memenuhi keperluan hidupnya, 
antara lain untuk obat. Sampai saat inipun pemanfaatan 
tumbuhan obat sebagai obat tradisional masih dilakukan di 
samping obat-obat modern, bahkan ada kecenderungan 
meningkat (Depkes RI, 1983). Hal ini terlihat nyata sekali di 
daerah pedesaan, terlebih lebih daerah terpencil yang jauh dari 
fasilitas kesehatan modern, hingga untuk memenuhi 
keperluannya akan obat mereka menggunakan bahan-bahan 
nabati yang banyak terdapat di pekarangan sekeliling tempat 
tinggalnya, yang kemudian diramu sendiri di rumah masing-masing, 
sehingga dengan biaya yang relatif murah keperluan 
obat untuk pelayanan kesehatannya dapat dipenuhi. Dengan 
demikian dapat membantu meringankan beban hidupnya, 
karena pemanfaatan tumbuhan untuk obat dapat dilakukan 
dengan cara yang sederhana, misalnya dengan memanfaatkan 
bahan segar yang dikonsumsi sebagai ulam atau lalap. 
Dalam rangka pemerataan dan perluasan pelayanan 
kesehatan kepada masyarakat, sebagaimana dinyatakan dalam 
GBHN 1988 bangsa Indonesia bertekad untuk meningkatkan 
peranan tumbuh-tumbuhan obat. Karenanya upaya penggalian, 
penelitian dan pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat 
perlu ditingkatkan terus. Hal itu mungkin direalisasikan, 
mengingat di Indonesia terdapat kurang lebih 40.000 jenis 
tumbuhan dan baru 1.000 jenis yang telah dimanfaatkan 
sebagai obat. 
Dari informasi yang berhasil dikumpulkan, diketahui 
bahwa salah satu tumbuhan obat yang telah banyak digunakan 
oleh masyarakat secara turun temurun adalah daun Ngokilo 
atau daun Sambungnyawa [Gynura procumbens (Lour.) Merr.] 
untuk menurunkan kadar kolesterol darah, mengobati diabetes, 
mengobati tumor, penyakit hati (lever) sakit uluhati, wasir, 
kurap atau terkena bisa ular. Salah satu prinsip pengobatan 
dengan obat alam yang tengah berkembang saat ini adalah 
melalui peningkatan sistem imunitas. Jika penyakit tersebut 
adalah penyakit yang dapat dikategorikan penyakit infeksi, 
maka sistem imun dapat membunuh penyebab penyakit 
melalui mekanisme tidak langsung dengan peningkatan per-tahanan 
seluler. Agar sistem imun tumbuh dapat melawan 
penyebab penyakit maka aktivitas sistem imun penderita perlu 
ditingkatkan. 
Dalam kaitan ini telah dilakukan penelitian terhadap 
perasan daun Ngokilo [Gynura procumbens (Lour.) Merr.] 
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap sistem imunitas 
mencit putih. 
PERUMUSAN MASALAH 
Perlu dibuktikan ada atau tidaknya pengaruh perasan daun 
Ngokilo segar dengan pemberian secara oral kepada mencit 
putih terhadap sistem imunitasnya. 
Tujuan penelitian 
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perasan 
daun Ngokilo segar yang diberikan secara oral kepada mencit 
putih dapat mempengaruhi sistem imunitasnya. 
Hipotesis 
Pemberian perasan daun Ngokilo segar secara oral kepada 
mencit putih bersamaan dengan penyuntikan antigen dapat 
meningkatkan sistem imunitasnya. 
Manfaat penelitian 
Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adapah 
diperolehnya informasi ilmiah tentang pemanfaatan perasan 
22 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
daun Ngokilo segar secara oral pada mencit putih untuk 
meningkatkan aktivitas sistem imunitasnya. 
TINJAUAN PUSTAKA 
Tumbuhan asal 
1) Klasifikasi tumbuhan(1) 
Divisio : Spermatophyta 
Subdivisio : Magnoliophytina (Angiospermae) 
Classis : Magnoliatae (Dicotyledoneae) 
Subclassis : Sympetalae 
Ordo : Asterales 
Familia : Asteraceae 
Genus : Gynura 
Species : Gynura procumbens (Lour.) Merr. 
2) Sinonim(2) 
Sinonim : Cacalia procumbens Lour. 
Cacalia satmentosa B1. 
Gynura sarmentosa (B1.) DC. 
3) Pertelaan tumbuhan(2,3) 
Tumbuhan ini merupakan terna, memanjat atau menjalar, 
panjang 1-6 m, jika dimemarkan memberikan bau aromatik. 
Batang tumbuh ke atas, di kaki batang terbentuk akar, batang 
bersegi, agak berdaging, bercabang, berwarna keunguan dan di 
bagian ujung tidak berbulu atau berbulu jarang. Daun tunggal, 
bentuk bunder panjang, ujung meruncing. Bunga berwarna 
jingga, kuning kemudian coklat kemerahan. 
4) Kandungan kimia 
Daun Ngokilo [Gynura procumbens (Lour.) Merr.] me-ngandung 
senyawa-senyawa aromatik yang tersusun dari 
unsur-unsur kalium, kalsium, magnesium dan fosfor. Pada 
skrining fitokimia diketahui bahwa daun Ngokilo mengandung 
pula senyawa-senyawa organik, yakni senyawa karbohidrat, 
senyawa pereduksi, lendir, flavonoid, steroid, triterpenoid dan 
protein(4). Di samping itu dari penelitian terdahulu diketahui 
bahwa daun Ngokilo mengandung pula enzima asparaginase(5). 
5) Manfaat dan kegunaan(3,6) 
Manfaat dan kegunaan daun Ngokilo antara lain adalah 
untuk obat penurun kadar kolesterol darah, diabetes, tumor, 
penyakit hati (lever), sakit ulu hati, wasir, kurap atau 
menetralkan bisa ulat yang mengenai tubuh. 
6) Toksisitas akut (LD50) 
Berdasarkan penelitian sebelumnya(7) dengan mengguna-kan 
label dan rumus Weil C.S. dapat diperoleh nilai LD50 
calon obat (perasan daun Ngokilo) tersebut, yakni 44770 
mg/kg berat badan, dengan kisaran dosis antara 21615 mg/kg 
berat badan sampai 92730 mg/kg berat badan. 
Sistem pertahanan tubuh(8,9) 
Sejak lahir individu sudah dilengkapi dengan dua jenis 
sistem pertahanan, sehingga tubuh dapat mempertahankan 
keutuhannya dari berbagai gangguan yang datang dari luar 
maupun dari dalam tubuh (Gambar 1). 
a) Sistem imun nonspesifik 
Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh ter-depan 
dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, 
karena dapat memberikan respon langsung terhadap antigen, 
sedang sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk 
SISTEM IMUN 
NON SPESIFIK 
FISIK LARUT SELULER 
*Biokimia 
Asam lambung 
Lisozim 
Laktoterin 
Asam neuraminik 
*Humoral 
Komplemen 
Interferon 
CRP 
Fagosit 
Kulit Sel NK 
Selaput 
lendir 
SPESIFIK 
HUMORAL SELULAR 
Sel B Sel T 
Gambar 1. Sistem Pertahanan Tubuh (Baratawidjaja, 1988) 
mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan 
responnya. Sistem tadi disebut nonspesifik karena tidak 
ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Komponen-komponen 
sistem imun nonspesifik terdiri atas : 
1) Pertahanan fisik/mekanik 
Sistem pertahanan fisik/mekanik ini melibatkan kulit, 
selaput lendir, silia saluran napas, proses batuk dan bersin 
untuk mencegah masuknya berbagai kuman patogen kedalam 
tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput 
lendir yang rusak antara lain oleh asap rokok, akan mening-gikan 
resiko infeksi. 
2) Pertahanan biokimia 
Bahan yang disekresi mukosa saluran napas, kelenjar 
sebaseus kulit, telinga, spermin dalam semen mengandung 
bahan yang berperanan dalam pertahanan tubuh secara 
biokimiawi. Asam hidroklorida dalam lambung, lisozim dalam 
keringat, ludah, air mata dan air susu dapat melindungi tubuh 
terhadap berbagai kuman gram positif dengan jalan meng-hancurkan 
dinding selnya. Air susu ibu juga mengandung 
laktoferin dan asam neuroaminat yang mempunyai sifat 
antibakterial terhadap E. coli dan Staphylococcus. 
b) Sistem imun spesifik 
Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun 
spesifik mempunyai kemampaun untuk mengenal benda yang 
dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali 
muncul dalam tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik, 
sehingga terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Bila 
sel sistem imun tersebut berpapasan kembali dengan benda 
asing yang sama, maka benda asing yang terakhir ini akan 
dikenal lebih cepat den kemudian dihancurkan olehnya. 
Oleh karena sistem tersebut hanya dapat menghancurkan 
benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem ini 
disebut spesifik. Sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa 
bantuan sistem imun nonspesifik. Untuk menghancurkan 
benda asing yang berbahaya bagi badan; tetapi pada umumnya 
Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 23
terjalin kerjasama yang baik antara antibodi-komplemen 
fagosit dan antara sel T-makrofag. 
1) Sistem imun spesifik humoral 
Sel B merupakan sel-sel yang berdeferensiasi dalam 
sumsum tulang, jaringan limfoid sekunder yaitu meliputi 
limfonodus, limpa da nodulus limfatikus yang terletak di 
sepanjang saluran pernafasan, pencernaan dan urogenital, 
tepatnya dalam lamina propria saluran ini. Adanya rangsangan 
antigen dan dengan bantuan sel T, sel B akan berkembang 
menjadi sel plasma dan membentuk antibodi. 
2) Sistem imun spesifik selular 
Sel T mengalami perkembangan dan pematangan dalam 
organ timus. Dalam timus, sel T mulai berdeferensiasi dan 
memperoleh kemampuan untuk menjalankan fungsi farmako-logi 
tertentu. Berdasarkan perbedaan fungsi dan kerjanya, sel T 
dibagi dalam beberapa subpopulasi, yaitu sel T sitotoksik (Tc), 
sel T penindas atau supresor (Ts) dan sel T penolong (Th). 
Perbedaan ini tampak pula pada permukaan sel-sel tersebut. 
3) Makrofag atau “Antigen Presenting Cell” (APC) 
Kerja sel-sel APC dipengaruhi oleh Macrophage Activat-ing 
Factor (MAF), interferon gamma dan Interleukin-3 (IL-3) 
yang dihasilkan oleh sek T. Faktor-faktor ini bersifat sitolitik 
terhadap sel-sel APC. Sel-sel APC merupakan sel-sel yang 
berinti tunggal dari seri-seri monosit makrofag yang ber-peranan 
penting dalam menimbulkan respon imun. 
Rangsangan antigen akan meningkatkan kerja sel T 
penolong (Th) untuk merangsang bekerjanya sel B. Sel B 
kemudian akan berproliferasi dan berdiferensiasi membentuk 
sel plasma yang kemudian akan menghasilkan antibodi. 
c) Antibodi 
Antibodi adalah imunoglobulin (Ig) yang merupakan 
golongan protein yang dibetuk oleh sel plasma yang berasal 
dari proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen. 
Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan mengikat 
antigen sejenis yang baru lainnya. 
Bila protein serum tersebut dipisahkan dengan cara 
elektroliferesis, maka imunoglobulin ditemukan terbanyak 
dalam fraksi globulin gamma, meskipun ada beberapa imuno-globulin 
yang juga ditemukan dalam fraksi globulin alfa dan 
beta. 
Dua fragmen imunoglobulin yang identik disebut Fab 
yang merupakan bagian imunoglobulin yang mengikat antigen 
serta bereaksi dengan determinan antigen dan hapten. Bagian 
tunggal imunoglobulin disebut Fc oleh karena mudah di-kristalkan 
(c = crystalible). 
Imunoglobulin G (IgG) merupakan komponen utama 
imunoglobulin serum, dengan berat molekul 160.000. Kadar-nya 
dalam serum sekitar 13 mg/mL, merupakan 75% dari 
semua imunoglobulin. IgG dan komplemen bekerja saling 
membantu sebagai opsonin pada pemusnahan antigen. 
IgG juga berperanan pada imunitas selular, karena dapat 
merusak antigen selular melalui interaksi dengan sistem 
komplemen atau melalui efek sitolitik killer cell (sel K), 
eosinofil, neutrofil, yang semuanya mengandung reseptor 
untuk Fc dari IgG. Sel K merupakan efektor antibody 
dependent cellular cytotoxicity cell (ADCC). 
ADCC tidak hanya merusak sel tunggal, tetapi juga 
mikroorganisme multiselular seperti telur skistosoma. Peranan 
efektor ADCC ini penting pada penghancuran kanker, pe-nolakan 
transplan dan penyakit autoimun, sedang ADCC 
melalui neutrofil dan eosinofil berperan pada infestasi parasit. 
Kadar IgG meninggi pada infeksi penyakit kronis dan penyakit 
autoimun. 
d) Limpa 
Limpa adalah organ imun sekunder yang berperan penting 
dalam pertahanan tubuh spesifik. Terdapat hubungan yang erat 
antara perubahan ukuran limpa pada kasus-kasus imunologik 
yang kemudian diikuti dengan peningkatan jumlah limfosit. 
Sesuai dengan pernyataan bahwa adanya pembesaran ukuran 
limpa disebabkan oleh kerja limpa yang lebih berat dalam 
memproduksi sel-sel limfosit. 
RANCANGAN PENELITIAN 
A) Determinasi tumbuhan 
Tumbuhan yang akan diuji dideterminasi di Herbarium 
Bogoriense, Balitbang Botani, Puslitbang Biologi, LIPI Bogor. 
Determinasi dilakukan untuk mendapatkan klasifikasi dan 
nama tumbuhan yang tepat. 
B) Bahan percobaan adalah daun Ngokilo yang dikumpul-kan 
dari kebun Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 
(Balittro) Bogor. Digunakan daun segar yang berwarna hijau 
dan dibersihkan dari bahan organik asing serta kotoran lainnya 
dengan cara pencucian dengan air, kemudian diangin-anginkan 
di udara sampai tidak terlihat sisa-sisa air di permukaan daun. 
C) Penyediaan dan persiapan hewan coba 
Digunakan hewan coba mencit putih galur DDY (Deutsch 
Democratic Yokohama), jantan, berat badan 25-35 g, diperoleh 
dari Bagian Perhewanan Pusat Pemeriksaan Obat dan Makan-an 
(PPOM). 
Sebelum penelitian dilakukan, masing-masing hewan 
dipelihara selama satu minggu untuk penyesuaian diri terhadap 
lingkungan, menyeragamkan makanannya dan diamati ke-sehatannya. 
Selama pemeliharaan bobot hewan coba diperiksa 
dan dinilai sehat untuk percobaan jika selama pemeliharaan 
bobot hewan coba tersebut tetap atau bertambah serta perilaku-nya 
normal. 
D) Analisis karakteristik bahan uji (daun Ngokilo) 
1) Pemeriksaan makroskopik 
Pengamatan pada analisis makroskopik meliputi 2 hal 
pokok, yakni ukuran dan ciri ciri khas bahan uji. 
2) Pemeriksaan organoleptik 
Pemeriksaan ini dilakukan terhadap warna, rasa dan bau 
bahan uji. 
3) Pemeriksaan mikroskopik 
Pemeriksaan ini dilakukan terhadap penampang melintahg 
daun Ngokilo melalui ibu tulang daunnya serta serbuk daun 
Ngokilo yang telah dikeringkan untuk mengetahui fragmen-fragmen 
pengenalnya, seperti rambut penutup, rambut 
kelenjar, hablur kalsium oksalat, tipa stomata dan tipe berkas 
pengangkut. 
4) Pemeriksaan mikroskopik 
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui gambaran 
24 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
kromatogram kandungan kimia daun Ngokilo. 
E) Penelitian Aktivitas Sistem Imun 
Untuk penelitian aktivitas sistem imun ini dilakukan: 
1) Pengamatan bobot badan hewan coba 
Selama dilakukan penelitian setiap minggu dilakukan 
pengamatan bobot badan hewan coba untuk mengetahui 
apakah metabolisme hewan coba dipengaruhi oleh sediaan uji 
yang digunakan atau tidak. Di samping itu pengamatan bobot 
badan hewan coba itu untuk mengetahui juga apakah 
perlakuan yang dilakukan, yakni pengambilan darah setiap 
minggu dapat mempengaruhi bobot badan hewan coba. 
2) Pembacaan titer antibodi terhadap SDMD 
Hewan coba diimunisasi dengan SDMD (sel darah merah 
domba) dengan cara penyuntikan intra peritoneal, 1 jam 
kemudian perasan segar daun Ngokilo diberikan per oral 
kepada mencit selama 7 hari berturut-turut. Pengukuran titer 
antibodi terhadap SDMD dilakukan dengan Hemaglutinasi 
test. Pengamatan dilakukan tiap minggu selama 3 minggu 
berturut-turut. 
Antibodi adalah Imunoglobulin yang merupakan golongan 
protein yang dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari 
proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen. Titer 
antibodi yang tinggi menunjukkan bahwa sediaan uji dapat 
meningkatkan sistem imun. 
3) Pengamatan berat relatif limpa 
Berat relatif limpa (berat limpa/bobot akhir badan mencit) 
diukur dengan penimbangan pada neraca Sartorius di akhir 
perlakuan. Pengamatan ini dilakukan, karena kerja limpa yang 
lebih berat dalam memproduksi sel-sel limfosit diperkirakan 
dapat memperbesar ukuran limpa. 
F) Analisis data 
Pengolahan data secara statistik untuk mengetahui 
perbedaan masing-masing perlakuan dengan melakukan uji 
sebagai berikut: 
a. Bila data distribusinya normal dan homogen, dilakukan uji 
Anova. 
b. Bila data distribusinya tidak normal dan homogen, 
digunakan uji non parametrik Kruskall-Wallis. 
ALAT, BAHAN DAN METODE 
A) Bahan untuk penelitian aktivitas sistem imun dan hewan 
coba : 
1. Sediaan uji : perasan segar daun Ngokilo 
2. Hewan coba : mencit putih, jantan, galur DDY, berat 
badan 25-35 g 
3. Antigen : sel darah merah domba (SDMD) diperoleh 
dari Laboratorium Patologi Klinik FKUI, Jakarta. Jarak 
rambat Pereaksi Deteksi. 
4. Larutan Phosphate Buffered Saline (PBS): terdiri dari 
larutan A dan larutan B. Larutan A : Larutan NaH2P04. 
H20 1,38 g/L dan NaCl 8,3 g/L. Larutan B : Larutan 
NaH2P04. 1,42 g/L dan NaCl 8,5g/L. 280 mL. Larutan A 
ditambahkan pada 720 Larutan B untuk mendapatkan 
Larutan PBS dengan pH = 7,2. 
5. Eter untuk pembius mencit. 
6. Aquadest 
7. Alkoho1 96%. 
B) Bahan untuk pemeriksaan mikroskopik 
1. Air 2. Kloralhidrat LP 3. Floroglusin LP 4. HCI LP 
C) Bahan untuk pemeriksaan mikroskopik 
1. Lempeng silika gel 60 GF 254 2. zat warna II LP 3. Metil 
etil keton 4. Aluminium klorida P 5. Metanol P 6. Etil asetat P 
7. Asam formiat P 
D) Alat 
1. Kandang mencit 
2. Juicer (alat bantu peras) merk “National” 
3. Timbangan hewan merk “Fuji” 
4. Timbangan analitik merk “Sartorius” 
5. Micrometer pipet merk Eppen dorf 20-200L 
6. Heparin Capiller Tube 
7. Pipet tips 
8. Microcentrifuge tube 1,5 cc 
9. Drope plate 
10. Syringe 1 cc; 5 cc 
11. Sonde 12. Kain penyaring 
13. Gelas ukur 
14. Beaker glass 
15. Alat-alat bedah ringan 
16. Meja bedah 
17. Sungkup pembiusan 
18. Kapas 
19. Tangas air 
20. Mikroskop 
21. Chamber 
E) Metode pemeriksaan KLT 
Lempeng : Silika Gel 60 GF 254 
Penyari : Metanol P 
Jumlah totolan : 20 uL 
Cairan elusi : Etil asetat-etil metil keton-asam formiat (60 
- 30 - 4) 
Jarak rambat : 15 cm 
Pereaksi : Aluminium klorida 
Deteksi : Sinar biasa 
Sinar ultra violet 366 run 
Larutan cuplikan : 20 L perasan segar daun Ngokilo diuapkan 
di atas tangas sampai kering pada suhu 60° C. Tambahkan 10 
mL metanol, panaskan di atas tangas air selama 10 menit, 
dinginkan, saring, cuci endapan dengan metanol, pekatkan di 
atas tangas air hingga diperoleh 5 mL filtrat. 
F) Metode penelitian aktivitas sistem imun 
1) Penyiapan simplisia uji dan hewan coba 
a. Penyiapan simplisia 
Kumpulkan daun tumbuhan Ngokilo [Gynura procumbens 
(Lour.) Men.] yang telah dideterminasi. Gunakan daun segar 
yang berwarna hijau dan berukuran sedang. Bersihkan dari 
bahan organik asing dan kotoran lainnya dengan cara mencuci 
dengan air beberapa kali. Tiriskan dan angin-anginkan di udara 
terbuka hinga bebas dari air cucian. Daun telah siap untuk 
pengujian. 
b. Adaptasi hewan coba 
Adaptasi terlebih dahulu mencit terhadap lingkungan 
Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 25
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan
Kanker dan antioksidan

More Related Content

Viewers also liked

Viewers also liked (6)

Kanker fix
Kanker fixKanker fix
Kanker fix
 
Diuretik
DiuretikDiuretik
Diuretik
 
Analgetik & antipiretik
Analgetik & antipiretikAnalgetik & antipiretik
Analgetik & antipiretik
 
farmakologi Diuretik
farmakologi Diuretikfarmakologi Diuretik
farmakologi Diuretik
 
Tentir+menulis+resep+fkui2007
Tentir+menulis+resep+fkui2007Tentir+menulis+resep+fkui2007
Tentir+menulis+resep+fkui2007
 
uji obat anti inflamasi secara in vivo
uji obat anti inflamasi secara in vivouji obat anti inflamasi secara in vivo
uji obat anti inflamasi secara in vivo
 

Similar to Kanker dan antioksidan

Cdk 120 gizi_dan_fertilitas
Cdk 120 gizi_dan_fertilitasCdk 120 gizi_dan_fertilitas
Cdk 120 gizi_dan_fertilitasrahmawati90
 
SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...
SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...
SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...Repository Ipb
 
PERBANDINGAN EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK (Curcuma xantlwrriza Roxh.) DE...
PERBANDINGAN EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK (Curcuma xantlwrriza Roxh.) DE...PERBANDINGAN EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK (Curcuma xantlwrriza Roxh.) DE...
PERBANDINGAN EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK (Curcuma xantlwrriza Roxh.) DE...Repository Ipb
 
Full jrki vol 4 no 1 th 2022
Full jrki vol 4 no 1 th 2022Full jrki vol 4 no 1 th 2022
Full jrki vol 4 no 1 th 2022AnNisaaPeanut
 
ppra - 1.ppt
ppra - 1.pptppra - 1.ppt
ppra - 1.pptMuliNur
 
RPS_MK Farmakologi Keperawatan.docx
RPS_MK Farmakologi Keperawatan.docxRPS_MK Farmakologi Keperawatan.docx
RPS_MK Farmakologi Keperawatan.docxMuliaNti4
 
Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...
Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...
Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...Farhan Yuzevan
 
Kadar tokoferol dalam tauge
Kadar tokoferol dalam taugeKadar tokoferol dalam tauge
Kadar tokoferol dalam taugeFarhan Yuzevan
 
new potensi fraksi antikanker ulva fasciata
new potensi fraksi antikanker ulva fasciatanew potensi fraksi antikanker ulva fasciata
new potensi fraksi antikanker ulva fasciataUmarFarhad
 
Buku kegawatan anak pkb-64
Buku  kegawatan anak pkb-64Buku  kegawatan anak pkb-64
Buku kegawatan anak pkb-64Eli Subekti
 
XAMthone Plus jus kulit manggis - 087861575969
XAMthone Plus jus kulit manggis - 087861575969XAMthone Plus jus kulit manggis - 087861575969
XAMthone Plus jus kulit manggis - 087861575969yantuar
 
Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdf
Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdfTata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdf
Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdfRioMRajagukguk
 

Similar to Kanker dan antioksidan (20)

Cdk 120 gizi_dan_fertilitas
Cdk 120 gizi_dan_fertilitasCdk 120 gizi_dan_fertilitas
Cdk 120 gizi_dan_fertilitas
 
Tumor otak
Tumor otakTumor otak
Tumor otak
 
Masalah hati
Masalah hatiMasalah hati
Masalah hati
 
Kulit
KulitKulit
Kulit
 
SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...
SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...
SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...
 
Buku10
Buku10Buku10
Buku10
 
PERBANDINGAN EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK (Curcuma xantlwrriza Roxh.) DE...
PERBANDINGAN EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK (Curcuma xantlwrriza Roxh.) DE...PERBANDINGAN EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK (Curcuma xantlwrriza Roxh.) DE...
PERBANDINGAN EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK (Curcuma xantlwrriza Roxh.) DE...
 
Full jrki vol 4 no 1 th 2022
Full jrki vol 4 no 1 th 2022Full jrki vol 4 no 1 th 2022
Full jrki vol 4 no 1 th 2022
 
Standar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter IndonesiaStandar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter Indonesia
 
ppra - 1.ppt
ppra - 1.pptppra - 1.ppt
ppra - 1.ppt
 
Skdi tahun-2012
Skdi tahun-2012Skdi tahun-2012
Skdi tahun-2012
 
RPS_MK Farmakologi Keperawatan.docx
RPS_MK Farmakologi Keperawatan.docxRPS_MK Farmakologi Keperawatan.docx
RPS_MK Farmakologi Keperawatan.docx
 
Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...
Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...
Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...
 
Kadar tokoferol dalam tauge
Kadar tokoferol dalam taugeKadar tokoferol dalam tauge
Kadar tokoferol dalam tauge
 
new potensi fraksi antikanker ulva fasciata
new potensi fraksi antikanker ulva fasciatanew potensi fraksi antikanker ulva fasciata
new potensi fraksi antikanker ulva fasciata
 
Buku kegawatan anak pkb-64
Buku  kegawatan anak pkb-64Buku  kegawatan anak pkb-64
Buku kegawatan anak pkb-64
 
Skdi new
Skdi newSkdi new
Skdi new
 
XAMthone Plus jus kulit manggis - 087861575969
XAMthone Plus jus kulit manggis - 087861575969XAMthone Plus jus kulit manggis - 087861575969
XAMthone Plus jus kulit manggis - 087861575969
 
Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdf
Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdfTata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdf
Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdf
 
IDAI EPILEPSI.pdf
IDAI EPILEPSI.pdfIDAI EPILEPSI.pdf
IDAI EPILEPSI.pdf
 

More from Helmon Chan

We believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
We believe in_all_the_prophets_and_the_messengersWe believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
We believe in_all_the_prophets_and_the_messengersHelmon Chan
 
Understand quran
Understand   quranUnderstand   quran
Understand quranHelmon Chan
 
The message of_islam
The message of_islamThe message of_islam
The message of_islamHelmon Chan
 
My lord i_love_you
My   lord i_love_youMy   lord i_love_you
My lord i_love_youHelmon Chan
 
Turkish Islam 08
Turkish Islam      08Turkish Islam      08
Turkish Islam 08Helmon Chan
 
Turkish Islam 09
Turkish Islam   09Turkish Islam   09
Turkish Islam 09Helmon Chan
 
Turkish Islam 10
Turkish Islam  10Turkish Islam  10
Turkish Islam 10Helmon Chan
 
Turkish Islam 15
Turkish Islam  15Turkish Islam  15
Turkish Islam 15Helmon Chan
 
Turkish Islam 16
Turkish Islam  16Turkish Islam  16
Turkish Islam 16Helmon Chan
 
Turkish Islam 17
Turkish Islam  17Turkish Islam  17
Turkish Islam 17Helmon Chan
 
Turkish Islam 18
Turkish Islam  18Turkish Islam  18
Turkish Islam 18Helmon Chan
 
Turkish Islam 03
Turkish Islam 03Turkish Islam 03
Turkish Islam 03Helmon Chan
 
Turkish Islam 02
Turkish Islam  02Turkish Islam  02
Turkish Islam 02Helmon Chan
 

More from Helmon Chan (20)

We believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
We believe in_all_the_prophets_and_the_messengersWe believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
We believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
 
Understand quran
Understand   quranUnderstand   quran
Understand quran
 
The message of_islam
The message of_islamThe message of_islam
The message of_islam
 
My lord i_love_you
My   lord i_love_youMy   lord i_love_you
My lord i_love_you
 
Hajj and umrah
Hajj    and  umrahHajj    and  umrah
Hajj and umrah
 
Haji and umrah
Haji   and umrahHaji   and umrah
Haji and umrah
 
Haji and umrah
Haji and umrahHaji and umrah
Haji and umrah
 
Turkish Islam 08
Turkish Islam      08Turkish Islam      08
Turkish Islam 08
 
Turkish Islam 09
Turkish Islam   09Turkish Islam   09
Turkish Islam 09
 
Turkish Islam 10
Turkish Islam  10Turkish Islam  10
Turkish Islam 10
 
Turkish Islam 15
Turkish Islam  15Turkish Islam  15
Turkish Islam 15
 
Turkish Islam 16
Turkish Islam  16Turkish Islam  16
Turkish Islam 16
 
Turkish Islam 17
Turkish Islam  17Turkish Islam  17
Turkish Islam 17
 
Turkish Islam 18
Turkish Islam  18Turkish Islam  18
Turkish Islam 18
 
Turkish Islam 03
Turkish Islam 03Turkish Islam 03
Turkish Islam 03
 
Turkish Islam 02
Turkish Islam  02Turkish Islam  02
Turkish Islam 02
 
Yoruba Islam 01
Yoruba Islam  01Yoruba Islam  01
Yoruba Islam 01
 
Yoruba Islam 03
Yoruba Islam  03Yoruba Islam  03
Yoruba Islam 03
 
Yoruba Islam 05
Yoruba Islam  05Yoruba Islam  05
Yoruba Islam 05
 
telugu islam 13
telugu  islam 13telugu  islam 13
telugu islam 13
 

Recently uploaded

Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 

Recently uploaded (20)

Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 

Kanker dan antioksidan

  • 1.
  • 2. 2000 http. www.kalbe.co.id/cdk International Standard Serial Number: 0125 – 913X 127. Daftar isi : Kanker Dan Antioksidan 2. Editorial 4. English Summary Artikel 5. Terapi Kanker pada Tingkat Molekuler – Rochestry Sofyan 11. Penelitian Aktivitas Biologik Infus Benalu Teh (Scurulla atro-purpurea Bl. Danser) terhadap Aktivitas Sistim Imun Mencit - M. Wien Winarno, Dian Sundari, Budi Nuratmi 15. Daya Hambat Benalu Teh (Scurulla atropurpurea Bl. Danser) terhadap Proliferasi Sel Tumor Kelenjar Susu Mencit (Mus musculus L.) C3H – Yun Astuti Nugroho, Budi Nuratmi, Suhardi 18. Aktivitas Antimutagenik dan Antioksidan Daun Puspa (Schima wallichii Kort.) – Didi Jauhari Purwadiwarsa, Anas Subarnas, Cucu Hadiansyah, Supriyatna 22. Pengaruh Perasan Daun Ngokilo (Gynura procumbens Lour. Merr.) terhadap Aktivitas Sistim Imun Mencit Putih – Djoko Hargono, M. Wien Winarno, Ayu Werawati 30. Radikal Bebas sebagai Prediktor Aterosklerosis pada Tikus Wistar Diabetes Melitus – Zainal Musthafa, Gatot S. Lawrence, Arifin Seweang 32. Peran Antioksidan dalam Penghambatan Aterosklerosis pada Tikus Wistar Diabetes Melitus – Zainal Musthafa, Gatot S. Lawrence 34. Endotelin dan Penyakit Kardiovaskuler – Muhammad Natsir Akil 37. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus yang Baru – John MF Adam 41. Hubungan antara Waktu Kadaluwarsa Ampisilina dengan Daya Hambat Pertumbuhan E. coli secara in vitro – Raharni, Sugeng Riyanto, Koesniyo 45. Disolusi dan Penetapan Kadar Alopurinol Sediaan Generik dan Sediaan dengan Nama Dagang – Sukmayati Alegantina, Ani Isnawati, Kelik M. Arifin 49. Resistensi M. tuberculosis terhadap Obat Anti Tuberkulosis Bahan Baku dan Obat Generik di Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung – Hotman Sinaga, Idaningroem Sjahid, Monang Siahaan, Ida Parwati Santoso 54. Abstrak 56. RPPIK
  • 3. Kanker merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih akan berkembang, antara lain karena patofisiologinya yang masih belum banyak dipahami dan penanggulangannya yang masih belum optimal. Artikel dalam edisi ini membahas masalah kanker pada tingkat dasar disertai dengan beberapa penelitian dasar beberapa tumbuhan obat yang mungkin dapat bermanfaat, dengan harapan dapat ditindaklanjuti sehingga dapat dimanfaatkan secara klinis. Masalah antioksidan juga disinggung dalam hubungannya dengan proses degenerasi, dalam hal ini penyakit kardiovaskuler. Artikel yang juga dapat dibaca di sini ialah beberapa penelitian mengenai farmakokinetik beberapa obat, dan ternyata obat generik tidak kalah mutunya dibandingkan dengan sediaan nama dagang. Selamat membaca Redaksi 2 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
  • 4. 2000 International Standard Serial Number: 0125 – 913X REDAKSI KEHORMATAN – Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. – Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. – Prof. DR. B. Chandra Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. – Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo Staf Ahli Menteri Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. – Prof. Drg. Siti Wuryan A. Prayitno SKM, MScD, PhD. Bagian Periodontologi,Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta – Prof. DR. Hendro Kusnoto Drg.,Sp.Ort Laboratorium Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta – DR. Arini Setiawati Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, DEWAN REDAKSI KETUA PENGARAH Prof. Dr Oen L.H. MSc KETUA PENYUNTING Dr Budi Riyanto W PELAKSANA Sriwidodo WS TATA USAHA Sigit Hardiantoro ALAMAT REDAKSI Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510, P.O. Box 3117 Jkt. Telp. (021)4208171 NOMOR IJIN 151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976 PENERBIT Grup PT Kalbe Farma PENCETAK PT Temprint – Dr. B. Setiawan Ph.D – Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto Zahir MSc. PETUNJUK UNTUK PENULIS Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang-bidang tersebut. Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan me-ngenai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indo-nesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak mem-buat sendiri abstrak berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe-ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Man-uscripts Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh: Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London: William and Wilkins, 1984; Hal 174-9. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic phy-siology: Mechanisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10. Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval, JI. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O. Box 3117 Jakarta. Telp. 4208171/4216223 Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu secara tertulis. Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup. Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis. Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 3
  • 5. English Summary THE INVESTIGATION ON ANTI-MUTAGENIC AND ANTIOXIDANT ACTIVITY OF SCHIMA WALLICHII KORT. LEAVES Didi Jauhari Purwadiwarsa, Anas Subarnas, Cucu Hadiansyah, Supriyatna Department of Pharmacy and Biology, Faculty of Mathematics and Physics, Padjadjoran University, Bandung, Indonesia An investigation on antimuta-genic and antioxidant activity of the butanol fraction of Schima wallichii Korth leaves has been carried out. The experiment of an in vivo antimutagenic activity using a micronucleus test showed that butanol fraction used orally de-creased the frequency of micro-nucleated polychromatic cell erythrocytes (MNPCE) from the bonemarrow smears of Swiss- Webster male mice elevated by cyclophosphamide at a dose of 50 mg/kg intraperitoneally. The butanol fraction at a dose of 300 mg/kg decreased the frequency of MNPCE by 10,5% while at a dose of 600 mg/kg decreased by 38,27%. An in vitro antioxidant activity using nitroblue tetrazolium (NBT) method showed that butanol frac-tion inhibited the reduction of NBT by superoxide generated by the xanthine oxidase system. The in-hibition by butanol fraction at a concentration of 200 μg/ml was 68,66% while at a concentration of 400 μg/ml was 94,37%. The result indicated that the bu-tanol fraction had antimuta-genic and antioxidant activities. Cermin Dunia Kedokt. 2000; 127: 18-21 djp, as, ch, s EFFECTS OF EXPIRED AMPICILLIN PRODUCT ON THE GROWTH OF E. COLI IN VITRO Raharni*, Sugeng Riyanto**, Koesniyo*** * Pharmacy Research and Development Centre Health Re-search and Development Cen-tre, Department of Health, Jakarta, Indonesia ** Faculty of Pharmacy, Gajah Mada University, Yogyakarta Indonesia *** Faculty of Medicine. Gajah Mada University, Yogyakarta, Indonesia The purpose of the study is to determine the correlation between the length of expiration date of ampicillin products and the poten-cy to inhibit E. coli growth, com-pared to the standard ampicillin. Using dilution method, Minimal Inhibition Concentration (MIC) and Minimal Bactericidal Concentra-tion (MBC) of several different expired ampicillin products against E. coli are determined. The results indicate that MIC and MBC of the expired ampicillins are lower than the standard ampi-cillin. The longer the expiration date of ampicillin have been passed the smaller the potential against the growth of E. coli. Cermin Dunla Kedokt. 2000; 127: 41-4 rh, sr, ko RESISTANCE OF M. TUBERCULOSIS TO THE PURE AND THE GENERIC ANTITUBERCULOSIS DRUGS IN THE DEPARTMENT OF CLINICAL PA-THOLOGY, FACULTY OF MEDICINE PADJADJARAN UNIVERSITY/ DR. HASAN SADIKIN GENERAL HOS-PITAL, BANDUNG Hotman Sinaga, Idaningroem Sjahid, Monang Siahaan, Ida Parwati Santoso Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine, Padjadjaran University, Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung, Indonesia The inappropriate treatment of tuberculosis may result in drug re-sistance that is more difficult to treat. Proper treatment should be based on susceptibility test; but this test is not easily performed and also expensive. So it is necessary to find cheaper and easier ob-tainable reagent and method. A comparative study on the sus-ceptibility test on 50 isolated of M. tuberculosis using pure and gene-ric antituberculosis drugs as media was carried out in the Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine, Padjadjaran University/ Hasan Sadikin General Hospital. This study revealed that the result was not significantly different (p > 0,05) and both methods have a 100% accuracy. Generic antituberculosis drugs can be used for the susceptibility test of M. tuberculosis. Cermln Dunla Kedokt. 2000; 127: 49-53 hs, is, ms, ips 4 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
  • 6. Artikel TINJAUAN KEPUSTAKAAN Terapi Kanker pada Tingkat Molekuler Rochestry Sofyan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir - Batan, Jakarta ABSTRAK Dalam terapi kanker pada tingkat molekular, dikenal tiga kategori gen sebagai target yaitu onkogen, gen supresor tumor dan gen yang mengatur replikasi dan repair dari DNA. Kebanyakan kanker disebabkan oleh mutasi pada satu atau lebih dari ketiga kategori gen tersebut. Tinjauan ini membahas masing-masing kategori gen dan aspek biokimianya, serta menerangkan bagaimana obat anti kanker dapat diteruskan pada sel dan bagaimana obat tersebut dapat menghentikan perkembangan sel kanker. PENDAHULUAN Sel kanker merupakan the outlaw cell karena tumbuh secara tidak teratur, melanggar semua kaidah normal, tidak peduli akan kontrol dalam perbanyakan, dan menggunakan agendanya sendiri. Sifat lainnya adalah mempunyai kemampu-an untuk bermigrasi dari tempatnya tumbuh ke jaringan di dekatnya dan membentuk massa pada daerah baru di dalam tubuh. Kanker terdiri atas sel ganas, menjadi lebih agresif dari waktu ke waktu, dan menjadi letal apabila jaringan atau organ yang diperlukannya untuk bertahan hidup, mengalami gangguan. (Gambar 1). Pada awalnya pengetahuan para ahli hanya terbatas pada pengertian bahwa sifat yang membahayakan dari sel tumor adalah dapat tumbuh dan menyebar secara tidak terkendali. Khasiat suatu obat hanya dilihat dari dapat tidaknya meng-hambat pembelahan sel, atau dengan cara menginjeksikan senyawa kimia tersebut pada sel kanker hewan dan mengamati terjadinya penciutan. Ternyata, beberapa senyawa yang me-nyerang sel kanker juga dapat merusak jaringan sehat, sehingga terjadi efek samping yang membahayakan kesehatan penderita. Dewasa ini, kelainan atau kerusakan secara molekular yang mengubah sel normal menjadi sel ganas mulai jelas. Beberapa kelainan disebabkan oleh terjadinya mutasi pada kunci utama dari gen yang bertanggung jawab dalam reproduksi sel. Mutasi tersebut mengubah kuantitas atau sifat protein yang dikode oleh gen pengatur tumbuh dan selanjutnya mengganggu fungsi pengontrol pembelahan sel. Melalui pe-ngetahuan tentang adanya gen yang mengalami mutasi, memungkinkan para peneliti di bidang farmasi dapat me-rancang obat baru yang secara spesifik mampu menghambat kerja gen yang mengalami mutasi. Obat semacam ini di-harapkan akan dapat memulihkan sel dari keganasan menjadi normal kembali, atau memutuskan rantai keganasan tanpa membahayakan sel sehat. Sekalipun kebanyakan obat tersebut baru dalam tahap uji awal, hasilnya memperlihatkan harapan yang cukup menggembirakan. Gambar 1. Pengendalian kanker pada tingkat molekular meliputi repair dari DNA yang rusak, penghambatan dari protein kunci pertumbuhan dan meningkatkan sensitivitas tumor terhadap terapi konvensional seperti iradiasi (diambil dari pustaka 1). Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 5
  • 7. Dalam terapi kanker pada tingkat molekular, dikenal tiga kategori gen sebagai target. Kategori pertama adalah onkogen, yang menstimulasi perkembangan sel melalui daur sel (cell cycle) yaitu serangkaian peristiwa meliputi pembesaran sel, replikasi DNA dan pembelahan sel, serta pemindahan set gen yang lengkap pada sel anak. Kategori lain adalah gen yang membatasi perkembangan tersebut yang disebut sebagai gen penekan atau supresor tumor. Kategori ketiga adalah kelompok gen yang mengatur replikasi dan repair dari DNA. Kebanyak-an tumor disebabkan oleh terjadinya mutasi pada satu atau lebih dari ketiga kategori gen tersebut. Tinjauan ini membahas masing-masing kategori gen dan aspek biokimia yang terlibat. Selain itu, akan menerangkan bagaimana obat antikanker dapat diteruskan pada sel dan bagaimana obat tersebut dapat menghentikan perkembangan sel kanker. Onkogen: Mengaktifkan kanker Onkogen adalah versi mutan dari gen normal, yang me-micu pertumbuhan sel. Gen pada sel normal yang dapat berubah menjadi onkogen aktif akibat mutasi, disebut proto onkogen. Mutasi mampu mengubah proto onkogen menjadi onkogen aktif. Perbedaan antara onkogen dan gen normal kadang kala tidak terlihat. Protein mutan dari mana asal onkogen muncul dapat berbeda hanya dengan satu asam amino tunggal dari versi yang sehat. Jadi hanya dengan satu per-ubahan tunggal telah dapat mengubah fungsi protein. Kanker pada umumnya terjadi apabila terdapat mutasi pada gen ras. Sekitar 20-30% dari kanker pada manusia mengandung satu gen ras yang abnormal. Protein yang dikode oleh gen ras (disebut sebagai protein ras) pada umumnya bertindak sebagai tombol penyambung di dalam rangkaian isyarat atau pesan yang memerintahkan sel untuk membelah, sebagai respon dari pengiriman stimulasi pada gen ras dari luar sel. Aktivasi terjadi pada rangkaian isyarat yang non aktif. Dengan tidak adanya pesan dari luar sel, protein ras akan tetap dalarn keadaan tidak aktif (dalam posisi off). Protein ras yang termutasi bertindak seperti tombol penekan yang selalu dalam posisi on, sehingga secara kontinu memberi informasi yang salah pada sel, yaitu menginstruksikannya untuk membelah pada saat yang tidak seharusnya membelah. Dari pengamatan ini dapat diperkirakan bahwa senyawa yang dapat memblok aksi protein ras mutan mungkin efektif sebagai senyawa anti kanker (senyawa pemblok semacam ini disebut antagonis). Masalahnya adalah bagaimana protein ras mutan dapat diin-aktivasi. Salah satu jawaban penting adalah apabila kita dapat memahami bagaimana protein ras dibuat. Di awal pembentuk-annya, molekul ras secara fungsional tidak aktif (immature). Prekursor ini harus mengalami modifikasi secara biokimiawi untuk menjadi mature sehingga menjadi aktif. Kemudian protein ras menyerang bagian permukaan sel atau bagian luar membran yang selanjutnya akan berinteraksi dengan protein selular untuk menstimulasi pertumbuhan sel. Perubahan terjadi pada salah satu ujung dari prekursor ras, tempat enzim bekerja dalarn suatu daerah yang disebut sebagai box CAAX. Modifikasi dapat terjadi dalam tiga tahap (Gambar 2). Tahap yang paling kritis adalah tahap awal yang disebut sebagai step farnesylation. Pada tahap ini 15 atom karbon ditambahkan pada prekursor. Suatu enzim spesifik bernama farnesyl-transferase mengkatalisis reaksi tersebut. Gambar 2. Berawal dari protein ras yang tidak aktif (sebagai prekursor yang tidak aktif). Pematangan (maturation) terjadi dalam tiga tingkat. Sesaat setelah protein ras termodifikasi, protein ras dapat berinteraksi dengan protein lain dan menstimulasi pertumbuhan sel. Obat yang dapat menghambat reaksi farnesylation sehingga mencegah protein ras menjadi aktif dapat menghentikan sel tumor membelah (diambil dari pustaka 1). Salah satu strategi untuk memblok aktivitas protein ras adalah menginhibisi enzim sehingga modifikasi dapat dicegah. Para peneliti telah mencoba berbagai inhibitor. Pada kultur sel, inhibitor memblok maturasi dari protein ras. Uji pada hewan percobaan juga memberikan hasil yang menggembirakan, yang memperlihatkan bahwa inhibitor farnesyltransferase mencegah pembentukan tumor baru oleh protein ras yang abnormal. Salah satu hal yang menguntungkan adalah inhibitor farnesyl-transferase bekerjanya sangat spesifik. Obat ini tidak mem-pengaruhi baik sel yang normal maupun sel yang ditrans-formasi oleh onkogen lain. Dengan spesifisitas yang tinggi; diharapkan bahwa efek sampingnya akan sangat minimal. Beberapa dari inhibitor yang diberikan dengan dosis tertentu telah dapat mengeliminasi preexisting atau bakal tumor. Pada hewan percobaan terlihat bahwa inhibisi terjadi tanpa me-nyebabkan toksisitas pada sel normal. Daerah lain dari onkogen yang siap dijadikan sasaran zat anti kanker adalah yang mengkode enzim protein kinase. Beberapa jenis kanker yang gen kinasenya mengalami mutasi ditemukan pada chronic myelogenous leukemia, kanker payudara dan kanker kandung kencing. Pada sel yang normal, protein kinase membantu mengatur proses-proses penting. Salah satu aktivitasnya adalah mengirim isyarat atau pesan dari membran sel ke inti sel; mengawali perkembangan sel melalui siklus sel, dan mengontrol berbagai fungsi metabolik dari sel. Protein kinase mengendalikan proses ini dengan cara mengaktivasi protein lain dalam memberikan tanggapan pada stimulan tertentu. Kinase dapat memicu kanker melalui beberapa cara sebagai berikut; terlalu banyak diproduksi, yang disebabkan oleh mutasi pada daerah gen pengontrol, sebagai satu ke-mungkinan. Dibandingkan dengan sel normal, sel tumor sering kali memproduksi satu atau lebih kinase dalam jumlah banyak. Jumlah yang terlalu banyak dapat memicu sel membelah diri pada saat yang seharusnya stop. Bagian sel yang sering mem- 6 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
  • 8. produksi kinase dalam jumlah berlebih pada jaringan kanker adalah reseptor untuk faktor pertumbuhan epidermal atau epidermal growth factor (EGF). Kinase dapat memberi kon-tribusi untuk menjadi kanker apabila strukturnya abnormal. Kebanyakan sel tumor mengandung protein kinase yang karena mengalami kerusakan secara struktural, maka meng-alami perubahan secara permanen. Karenanya dalam melang-sungkan reaksi dapat menstimulasi sel untuk membelah secara tidak normal. Beberapa contoh dari kinase yang bertindak secara abnormal pada kanker tertentu adalah Abl, Src dan Siklin (cyclin dependent) kinase. Terbukti bahwa satu inhibitor dari satu atau lebih kinase tersebut dapat berlaku sebagai senyawa anti kanker yang efektif. Tujuannya adalah menemukan suatu obat yang dapat membedakan satu kinase dengan yang lainnya. Beberapa dari hampir 1000 protein kinase pada sel mamalia mempunyai struktur yang hampir sama terutama dalam pusat aktif secara biokimia (biochemically active region). Jadi, suatu inhibitor dari setiap protein kinase tunggal dapat mengganggu aktivitas yang lainnya, padahal kinase yang tidak bersangkutan sangat penting untuk fungsi sel normal. Sekalipun adanya anggapan tersebut, beberapa tahun terakhir ini para peneliti di bidang farmasi telah mensintesis dan menguji berbagai inhibitor kinase. Selain yang ditujukan pada kinasenya sendiri, juga yang dapat menyerang pada tahap genetik (mencegah disintesisnya kinase). Sebagaimana kita ketahui, molekul m-RNA adalah kopi yang mobil (bergerak) dari gen-gen dan secara fisik adalah template/cetakan dari mana sel membentuk protein yang dikode oleh gen. Sebagai contoh, adanya potongan atau snippets materi genetik anta-gonis akan berinterfensi dengan m-RNA sel tumor dan selanjutnya menghalangi pembentukan protein dalarn hal ini pembentukan kinase . Inhibitor kinase bekerja sangat selektif. Temuan pada tabung reaksi secara in vitro menunjukkan bahwa inhibisi pada target yang diharapkan 1000 kali lebih sering daripada pada kinase yang bukan pasangannya. Lebih penting lagi penemuan pada seluruh kultur sel, yang memperlihatkan bahwa beberapa dari senyawa ini menginhibisi pertumbuhan dari sel kanker yang mengandung gen kinase protein yang termutasi. Terlihat pula bahwa beberapa diantaranya menghambat pertumbuhan sel tomor pada hewan, suatu tanda bahwa senyawa tersebut dapat bekerja pada tubuh manusia. Diharapkan bahwa bebe-rapa antagonis protein kinase dapat segera tersedia untuk pengobatan kanker pada manusia. Gen Supresor Tumor Kategori kedua dari gen yang turut berperan dalam perkembangan kanker adalah gen-gen yang bila bekerja secara normal dapat menekan perkembangan keganasan. Beberapa kanker timbul sebagai akibat dari hilangnya atau tidak ber-fungsinya secara sempurna kunci protein pengatur di mana gen ini dikode. Dua dari protein supresor adalah pRB dan p53. Protein pRB (RB diambil dari retinoblastoma) suatu jenis tumor yang setiap gennya disebut RB yang pertama kali diidentifikasi, membantu mengatur siklus sel. Bentuk aktif pRB dapat bertindak sebagai penghambat replikasi DNA. Di dalam setiap 40% kanker pada manusia, mutasi pada gen RB menyebabkan setiap proteinnya menjadi tidak aktif. Sebagai akibatnya sel membelah secara nonstop. Molekul pengatur lain yang sangat penting adalah protein p53. Sering juga disebut sebagai guardian atau pelindung dari genome. Protein ini mencegah replikasi dari DNA yang rusak pada sel normal dan mendorong penghancuran sendiri dari sel yang mengandung DNA yang tidak normal. Molekul p53 yang tidak normal akan membiarkan sel yang mengandung DNA yang rusak untuk tetap bertahan padahal seharusnya mati, atau melakukan replikasi padahal seharusnya berhenti. Sel yang terganggu dan mengalami mutasi diturunkan pada keturunan-nya dan selanjutnya mempunyai kesempatan untuk akumulasi dan terjadi mutasi tambahan; yang membuka peluang untuk membentuk tumor yang letal. Kebanyakan tumor pada manusia, disebabkan oleh adanya cacat pada gen p53. Siklus sel serta berbagai komponen yang dapat menyebabkan terjadi-nya kanker dapat dilihat pada Gambar 3. Strategi terapi apa yang dapat mengatasi kesalahan fungsi dari gen RB dan p53. Beberapa pendekatan umum telah dipertimbangkan. Secara konseptual yang paling penting adalah mengganti gen yang rusak dengan yang normal (normal counterpart). Mengacu kepada terapi gen, dilihat pada per-cobaan pada kultur sel, hasilnya memberikan harapan. Gen-gen RB dan p53 yang normal diintroduksikan pada sel tumor, dapat menghambat pertumbuhan dari sel tersebut. Sekarang para peneliti sedang merancang protokol untuk uji klinis. Mereka berharap dapat memasukkan gen p53 yang normal ke dalarn sel tumor manusia, serta secara giat mencari berbagai metode untuk memasukkan atau mengirimkan gen tersebut pada sel tumor. Diduga bahwa virus yang lemah dapat membawa gen yang normal dan meneruskan hanya pada sel tumor.Pendekatan dengan vektor virus ini masih baru dan dihadapkan pada berbagai kesulitan. Tidak satupun dari vektor virus tersebut yang dapat mendahului sistem imun, artinya sel imun telah lebih dahulu membunuh virus, sebelum virus pembawa gen p53 mendapat kesempatan untuk mencapai sel tumor. Menghadapi rintangan pada terapi gen, para onkolog mempelajari supresor tumor selain juga menggali pendekatan secara tradisional. Diperlukan pengkajian tentang pengaturan produk gen termasuk serangkaian peristiwa berawal dari Siklus sel (a) Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 7
  • 9. Reseptor faktor pertumbuhan Sel mamalia (b) Gambar 3. Siklus sel serta berbagai komponen yang dapat menyebab-kan terjadinya kanker antara lain adalah reseptor faktor pertumbuhan, protein ras dan enzim-enzim kinase (b). Kekacauan/ketidak teraturan pada pRB dan p53 juga dapat memicu pertumbuhan kanker. Perubahan-perubahan ter-sebut dapat menyebabkan siklus sel (a) menjadi tidak terkontrol (diambil dari pustaka 1). kerusakan secara genetik di dalam sel dan kemudian mengembangkan obat yang menghambat satu dari peristiwa tersebut. Sebagai contoh pada jaringan sehat protein pRB memblok aktivitas dari protein lain (bernama E2F), yang apabila bebas akan memacu sintesis DNA. Tidak adanya protein pRB karenanya dapat menyebabkan aktivitas E2F menjadi tidak terkontrol dan menyebabkan pembelahan sel menjadi tidak terkendali. Karenanya obat yang sanggup meng-inhibisi E2F dapat menghentikan perkembangan tumor yang disebabkan oleh peristiwa yang diawali oleh hilangnya protein pRB. Dewasa ini, para peneliti telah dapat mengetahui jalur biokimia yang dikendalikan oleh gen RB, akan tetapi belum jelas apakah hal yang sama berlaku untuk p53. Hingga sekarang belum diketahui secara persis rantai molekular pada peristiwa yang mengawali hilangnya gen p53. Sebagai akibat-nya kebanyakan obat yang potensial ditujukan pada pemulihan p53 belum dapat diidentifikasi. Harapan utama adalah inakti-vasi protein dengan p53 menjadi kenyataan. Dari beberapa penelitian secara in vitro terlihat bahwa fungsi normal dari p53 dapat dipulihkan dengan molekul kecil yang apabila ditempel-kan pada mutan protein p53 yang tidak aktif dapat meng-aktifkannya kembali. Apabila hal yang sama dapat dicapai pada sel tumor, maka dapatlah diharapkan bahwa sel-sel ganas dapat berhenti tumbuh atau mati, karena salah satu fungsi dari p53 adalah untuk membuat sel yang tidak normal melakukan Hubungan dengan kanker Pendekatan terapi Meningkatkan 20% dari kanker payudara - dihambat oleh antibodi atau menginhibisi fungsi biokimia dari reseptor Diaktivasi oleh mutasi pada 20-30% kanker - menginhibisi pematangan dari ras Diaktivasi oleh kromosom abnormal pada leukemia myelogenous kronik - inhibisi kinase atau menghambat sintesis dengan anti sense Diaktivasi oleh mutasi pada 2-5% kanker - inhibisi enzim yang ber-peran dalarn pathway yang kritis Mengalami mutasi atau deleted pada 40% kanker - perbaikan dengan terapi gen atau menghambat protein E 2F Mutasi atau deleted pada 50% kanker - perbaikan dengan terapi gen atau membunuh sel dengan adenovirus penghancuran dirinya sendiri (Gambar 4). Kelayakan teknis dari pendekatan ini cukup menjanjikan, akan tetapi kegunaan-nya tidak spesifik, berlaku umum bagi berbagai jenis kanker yang memiliki gen p53. Di beberapa laboratorium, berbagai usaha sedang diteliti untuk menggali strategi ini. Gen-gen Pengontrol Repair DNA Kategori gen ke tiga adalah yang mengontrol dan menjaga integritas DNA, yang sering kali mengalami kerusakan pada waktu replikasi. Tanpa mekanisme ini, terjadinya perubahan pada sebuah gen yang seharusnya direparasi tidak terlaksana, maka kerusakan akan diturunkan kepada keturunan berikutnya sebagai mutasi yang permanen. Sesungguhnya sel tumor sering kali mengandung kerusakan atau cacat pada proses repair Gambar 4. Protein p53 menginstruksikan sel untuk memusnahkan diri bila DNA mengalami kerusakan baik karena senyawa polutan maupun radiasi. Bila protein p53 tidak normal, tidak dapat menghentikan DNA pada proses replikasi. Cara lain adalah dengan menggunakan sel virus, dimana virus hanya berkembang pada sel tumor atau p53 yang tidak normal, sehingga terjadi kematian dari sel tumor (diambil dari pustaka 1). 8 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
  • 10. DNA. Sebagai contoh, 10-20% dari kanker kolon pada manusia mengalami mutasi pada gen-gen yang membantu repair DNA (yaitu gen MLH, MSH2, PMS1 dan PMS2). Gen lain yang berpartisipasi secara tidak langsung pada repair DNA, pada kenyataannya mengalami mutasi pada gen ini, dan keadaan semacam ini sering terjadi. Salah satu gen tersebut adalah gen yang mengkode protein check point yang memantau perkembangan sel melalui daur sel dan mencegah tahapan berikutnya berlangsung, apabila tahap sebelumnya tidak berjalan secara normal. Sebagai contoh apabila DNA tidak dikopi secara akurat. Salah satu check point protein yang penting adalah ATM dan sekali lagi p53 yang berfungsi. Sel-sel tumor yang tidak mengandung baik gen ATM yang normal maupun gen p53 tidak mempunyai mekanisme pe-ngontrol semacam ini. Setiap DNA sibuk melakukan replikasi sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya mutasi secara random. Seperti halnya dengan gen-gen supresor mutan tumor, terapi gen dapat digunakan dalam mengganti gen yang hilang atau gen yang mengkode repair dari DNA atau protein terkait yang rusak. Pendekatan yang lebih radikal adalah membiarkan beberapa tumor untuk mengalami mutasi sendiri untuk mati. Sel tumor yang mengalami peningkatan kecepatan mutasi dapat mengalami beberapa mutasi yang letal dan dapat menyebabkan kematian dari sel anak. Tumor dapat menyebab-kan hilangnya beberapa turunan selama beberapa dari mutasi yang diperoleh memperbanyak sel yang survive dari turunan tumor. Akan tetapi apabila terlalu banyak sel mutan yang bergenerasi, kemungkinan tidak ada anakan sel tumor yang dapat hidup. Salah satu jalan yang mendorong sel-sel kanker untuk memproduksi sel anak yang tidak survive adalah dengan jalan menginhibisi beberapa mekanisme check point secara simultan. Nyatanya sel ragi yang DNA-nya dirusak dengan cara iradiasi dengan sinar X, mengalami kematian pada dosis yang relatif tinggi. Akan tetapi apabila satu dari gen check point mengalami mutasi, ragi tersebut menjadi lebih sensitif terhadap radiasi. Terbukti bahwa apabila dua atau lebih gen check point mengalami mutasi pada waktu bersamaan, sel menjadi hipersensitif terhadap radiasi; sekalipun dosisnya kecil, telah dapat membunuh sel kanker. Berdasarkan pengamatan tersebut, para onkolog meran-cang obat yang dapat menginhibisi protein-protein check point. Obat ini ditujukan untuk dapat bekerja pada sel tumor yang cacat pada suatu gen check point (misalnya suatu mutan p53). Dengan beberapa cacat seperti itu, sel kanker dapat mati atau paling tidak kolaps sehingga mati secara mudah pada per-lakuan berikutnya. Beberapa senyawa, pada pengamatan me-lalui kultur jaringan memperlihatkan harapan, sekalipun untuk uji klinis masih perlu menunggu sampai abad mendatang. Selain dengan cara yang melibatkan pertumbuhan sel, terapi molekular juga dapat ditujukan pada molekul penting lainnya, beberapa dari cara terapi tersebut diharapkan telah dapat digunakan dalam waktu empat tahun mendatang. Se-bagai contoh adalah beberapa protein yang menjaga agar sel tetap berada di suatu tempat pada tubuh manusia. Dengan pengetahuan ini, para peneliti dapat menemukan obat seperti inhibitor protease, yang dapat mencegah sel kanker mengalami metastasis atau menyebar ke seluruh tubuh. Obat lain diusaha-kan untuk mematikan telomerase, yaitu enzim yang dapat membentuk kembali ujung dari kromosom yang mengalami replikasi, sehingga dalam keadaan seperti ini sel kanker tidak sanggup untuk tetap hidup. Senyawa seperti ini adalah TNP-470, dapat menghambat pembentukan aliran darah baru (angiogenesis) yang memasok makanan pada sel tumor. Sekalipun target untuk berbagai obat yang dibicarakan tadi menggambarkan kemajuan yang cukup meyakinkan dalam biologi molekular tentang kanker, akan tetapi untuk sampai ke kenyataan terapi diperlukan waktu. Terapi metode baru dengan konsep tersebut, dapat mengatasi berbagai kekurangan dari kemoterapi. Obat tersebut selain harus terlokasi pada target kanker, juga harus terpenetrasi pada sel ganas dalam jumlah yang memadai agar efektif. Tumor yang solid atau kompak dan keras sulit ditembus oleh obat, dan tidak banyak saluran darah yang mengalir jauh ke saluran tumor. Di pihak lain beberapa obat tidak dapat secara mudah menuju sasaran tanpa harus melewati pembuluh darah yang mensuplai makanan pada jaringan tumor untuk kemudian menemukan jalan pada jaringan kanker. Jadi jelas adanya toksisitas, efek samping dan resistensi terhadap obat pada sel tumor. Penemuan terakhir dalam berbagai bidang iptek dapat digunakan untuk mempercepat penemuan berbagai obat baru. Metode tersebut termasuk gen rekombinan untuk memproduk-si senyawa baru antara lain menggunakan hewan yang direka-yasa secara genetik untuk digunakan sebagai sistem model, teknik kimia dam simulasi komputer. Sekalipun teknik ini telah berkembang, masih diperlukan waktu sekitar sepuluh tahun untuk realisasinya. Pada tahun pertama, kedua dan ketiga diperlukan studi genetik dan biologi molekular untuk dapat meyakinkan bahwa target benar-benar kritis pada perkembangan kanker pada manusia. Setelah itu, penentuan screening biokimiawi untuk menemukan senyawa penting, yang memerlukan waktu satu atau dua tahun. Kemudian pengoptimalan potensi ditinjau dari spesifitas dan farmako-kinetiknya. Usaha ini dapat memakan waktu 3 – 5 tahun, karena harus melalui sintesis beberapa ratus bahkan beberapa ribu senyawa (obat). Pendekatan terutama ditujukan pada tiga hal yaitu keamanan, kemanjuran dan dosis yang optimal. Pendekatan molekular dalam terapi kanker dapat dilihat pada Tabel 1. PENUTUP Penemuan cara pengobatan melalui pendekatan-pendekatan tadi merupakan suatu cara yang tepat, akan tetapi masih memerlukan penelitian dan jalan yang cukup panjang. Obat yang menginhibisi protein kinase mulai memasuki uji klinis pada awal tahun ini. Inhibitor farnesyltransferase dan beberapa inhibitor kinase lainnya akan dapat diuji coba dalam dua sampai empat tahun mendatang. Pendekatan dari terapi gen adalah dengan cara menggantikan gen yang mengalami mutasi dengan pasangannya atau counterpart-nya yang normal. Pendekatan secara molekular ini harus jelas karakteris-tiknya. Sel tumor yang mengalami beberapa cacat (multiple molecular defect), nampaknya tetap memberikan respon Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 9
  • 11. sekalipun hanya satu dari cacat itu yang mengalami perlakuan. Karenanya pasien tidak perlu minum beberapa jenis obat secara simultan untuk memperoleh manfaat yang optimal. Sekalipun penelitian masih terus berlangsung, nampaknya di masa mendatang terapi kanker akan lebih efektif dan kurang toksik, dan yang lebih penting memberikan harapan hidup dan kenyamanan yang lebih pada penderita. KEPUSTAKAAN 1. Oliff A, Gibbs JB., Mc Cormick, F. New molecular targets for cancer therapy. Scienti Am 1996; 275 (3) : 110-5. 2. Tjahjono. Deteksi dini kanker: Peran pemeriksaan sitologik dan antisipasi era pasca genom. MKI 1999; 49 (7) : 278-90. 3. Szeinfeld D. At molecular level. Nuclear Active, August (1989); 50-2. 4. Frank LM, Teich NM. Introduction to cellular and molecular biology of cancer: Oxford University Press., 2nd ed, 1998. 5. Hutchinson C, Glover DM. Cell cycle control, 1st ed., Oxford University Press., 1993. Tabel 1. Pendekatan Secara Molekular pada Terapi Kanker Status Kanker Molekul Target Cara Terapi Onkogen : Kelainan pada protein, ras atau aktivitas kinase - Protein ras - Abl, reseptor EGF, kinase Erb-B2 dan Src - PKC-α, Raf dan siklin dependen kinase - Inhibitor farnesytransferase L- 744, 832; SCH 44342; BZA- 5B - Inhibitor tirosin kinase tyrfos-tins (RG 13020) lavendustins (AG 957) quinazoline (PD 153035) - Inhibitor antisense - Inhibitor serine/threonine ki-nase: olomousine: staulos-porine: butirolaktone Hilangnya gen supresor tumor - Gen-gen APC, AT, DCC, RB dan p53 - Terapi gen untuk memulihkan supresor gen ke fungsi normal - Pemblokkan sintesis E2F de-ngan senyawa antisen Mekanisme repair DNA yang tidak normal - Enzim mismatch repair DNA: MSH2; MLH; PMSl; PMS2 - Terapi gen untuk perbaikan aktivitas enzim - Inhibitor check point untuk meningkatkan suseptibilitas terhadap senyawa perusak DNA Tidak adanya penuaan sel pada sel tumor - Telomerase - Inhibitor telomerase Angiogenesis - Faktor pertumbuhan FGF, VEGF - Reseptor integrin - TNP-470; suramin - Antagonis αv, β3; α vβ5 Metastase - Metaloprotease - Kolagenase - Inhibitor protease - Inhibitor kolagenase 10 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
  • 12. HASIL PENELITIAN Penelitian Aktivitas Biologik Infus Benalu Teh (Scurulla atropurpurea Bl. Danser) terhadap Aktivitas Sistim Imun Mencit M. Wien Winarno, Dian Sundari, Budi Nuratmi Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, Jakarta ABSTRAK Telah dilakukan penelitian aktivitas biologik infusum benalu teh (Scurulla atropurpurea (BI) Danser) terhadap aktivitas sistem imun pada mencit. Bahan yang diteliti dalam bentuk infusum dengan dosis pemberian 15 mg, 75 mg, 150 mg, dan 1500 mg/100 gram bb. Sebagai pembanding digunakan akuades. Infus diberikan secara oral, 1 kali sehari selama 7 hari berturut-turut, setelah imunisasi dengan sel darah merah domba. Pengamatan meliputi berat limpa dan pengukuran konsentrasi lg G. Selain itu dilakukan penentuan LD50 menggunakan hewan tikus putih, dengan cara Thompson-Weil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infusum benalu teh pada semua dosis tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap berat limpa dan konsentrasi lg G (P>0,01), tetapi pada pengamatan konsentrasi lg G setiap minggu, terlihat pola perkembangan yang meningkat terutama pada dosis 150 mg/100 g bb. yaitu 97,0 mg/dl. Penghitungan LD50 mendapatkan nilai > 5 gram/kg bb, sehingga bahan dapat digolongkan tidak beracun. PENDAHULUAN Pada saat ini pengembangan obat anti tumor atau anti-kanker yang berasal dari tanaman banyak digalakkan, meng-ingat bahan obat asal tanaman tersebut banyak terdapat di Indonesia. Salah satu bahan obat asal tanaman tersebut adalah Scurulla atropurpurea (BI) Danser yang biasanya dikenal dengan nama benalu teh. Benalu teh (Scurulla atropurpurea (BI) Danser) adalah tumbuhan yang hidupnya menumpang pada tumbuhan teh dan menghisap makanan dari tumbuhan inang untuk kelangsungan hidupnya. Tanaman ini digunakan oleh sebagian masyarakat yang tinggal di daerah di Indonesia sebagai obat anti tumor atau antikanker(1). Daun dan batang tanaman ini mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, triterpen, saponin dan tanin(2,3). Di Eropa dan Amerika ada jenis tanaman misalnya Viscum album L. yang dipakai untuk mengobati tumor atau kanker. Penelitian yang pernah dilakukan tanaman tersebut bersifat imunostimulator yaitu, melalui pengaktifan sel granulosit dan makrofag, yang memberi sifat anti tumor(4), mungkin benalu teh mempunyai sifat tersebut dengan mekanisme imuno-stimulator yang lain yaitu meningkatkan konsentrasi lg G. Tumor atau neoplasma adalah suatu pertumbuhan jaringan baru yang tidak normal akibat pertumbuhan sel-sel baru yang terus menerus tanpa kontrol dan tidak berfungsi bagi tubuh. Secara garis besar tumor dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu : tumor jinak (benigna) dan tumor ganas (maligna)(5,6). Sampai sekarang penyakit kanker (tumor ganas) masih merupakan masalah dalam bidang kesehatan di Indonesia, dengan angka kematian yang terus meningkat, yaitu 1,4% tahun 1972 menjadi 4,3% pada tahun 1986 dan 4,4% pada tahun 1992(7,8,9). Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 11
  • 13. Ada teori yang menyatakan dalam pembentukan antigen tumor invivo dilibatkan respon imun humoral maupun seluler. Respon antibodi terhadap tumor memerlukan bantuan efektor imun yang lain seperti makrofag dan Natural Killer (NK). Sampai saat ini belum ada bukti antibodi secara sendiri dapat menghambat perkembangan atau pertumbuhan sel tumor, kecuali bukti penelitian invitro terhadap beberapa jenis sel tumor yang dapat dilisiskan oleh antibodi(10,11). Imunoglobulin merupakan salah satu fraksi protein dalam darah yang diproduksi sebagai reaksi terhadap berbagai rang-sang antigenik yang diproduksi oleh limfosit B dan berperan dalam kekebalan humoral. Kerja sama imunoglobulin dengan sel NK terjadi karena sel NK memiliki reseptor Fc lg G. Bila imunoglobulin G (lg G) mengikat antigen berupa protein pada permukaan sel tumor yang disebabkan oleh virus, lg G melapisi permukaan sel tumor, maka terjadi tumorosida. Peran lg G sangat penting karena aktivitas sel NK terhadap antigen tumor sangat rendah(10,11). Tujuan penelitian ini untuk menambah dan melengkapi informasi mengenai benalu teh sebagai obat tumor atau kanker yaitu dengan melihat aktivitas lg G pada mencit putih dengan metode Uji difusi gel kuantitatif. BARAN DAN CARA a. Bahan dan Alat Penelitian 1) Bahan Tanaman atau bagian tanaman yang diteliti ialah herba Scurulla atropurpurea (BI.) Danser., yang dikumpulkan dari daerah Probolinggo Jawa Timur dan telah dideterminasi, di Herbarium Bogoriensis, Bogor. 2) Percobaan Toksisitas akut (LD50) • Tikus galur Sprague Dawley jenis kelamin jantan dan betina dengan berat 150-180 gram (40 ekor). • Natrium klorida • Akuades • Kapas steril • Sonde lambung 3) Penelitian aktivitas sistem imun • Mencit galur C3H jenis kelamin jantan dengan berat 18-23 gram (50 ekor) • Akuades • Buffer Saline Phosphat • EDTA • Lempeng agar imunodiffusion • Immuno viewer • Micrometer pipet • Pipet tips • Capillary tube dengan heparin • Micro tube centrifuge • Sonde lambung b. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 10 pengulangan, untuk melihat peng-aruh pemberian infusum benalu teh terhadap berat limpa pada minggu ke 2. Rancangan petak terbagi (split spot) terdiri dari 2 faktor, melihat pengaruh pemberian infusum benalu terhadap konsentrasi lg G, dari minggu 0 sampai minggu ke-2. c. Cara Kerja 1) Pembuatan infus benalu teh Pengolahan bahan tanaman benalu teh dengan cara di-keringkan dengan sinar matahari dan dalam lemari pengering dengan suhu tidak lebih dari 50° C sampai mendapatkan bobot yang konstan. Bahan digiling dan diayak dengan menggunakan ayakan Mesh 48, serbuk benalu dibuat infus sesuai Farmakope Indonesia(12). 2) Pembuatan suspens antigen Sel darah merah domba (SDMD), dipisahkan dari plasma dengan pemusingan 1500 rpm. Plasma dikeluarkan kemudian dilakukan pencucian dengan larutan buffer saline phosphat (BSP) dengan pH 7,2. Pencucian dilakukan paling sedikit tiga kali. Setelah pencucian selesai BSP dibuang, sehingga diper-oleh suspensi SDMD 100%. Ke dalam suspensi SDMD 100% ditambahkan PBS dengan volume yang sama, sehingga didapatkan suspensi SDMD 50% menjadi 1% dengan penambahan BSP. 3) Percobaan LD50 cara Thompson-Weil(13) Tikus diberi dosis obat dalam bentuk infus dengan sonde lambung. Dosis ditentukan dari percobaan pendahuluan dan kematian diobservasi selama 2 minggu. Pada hari terakhir pengamatan, semua hewan coba didekapitasi dan dilakukan pemeriksaan makroskopik. Bila terdapat kelainan organ dalam, dicatat dan diperiksa secara mikroskopik. 4) Penelitian aktivitas sistem imun Lima puluh ekor mencit jantan galur C3H, dengan berat badan 20-30 gram, dibagi secara acak menjadi 5 kelompok diperlakukan dengan sepuluh ulangan (berdasarkan rumus Federer). Kelompok I mendapatkan akuades dan suntikan sus-pensi SDMD 1 % intraperitoneum; Kelompok II mendapatkan infus dengan dosis 15 mg/100 g dan suntikan suspensi SDMD 1 %; Kelompok III mendapatkan infus dengan dosis 75 mg/100 dan suntikan suspensi SDMD 1 %; Kelompok IV mendapatkan infus dengan dosis 150 mg/100 g dan suntikan suspensi SDMD 1%; Kelompok V mendapatkan infusum dosis 1500 mg/100 g dan suntikan suspensi SDMD 1 %. Bahan percobaan diberikan secara oral setiap hari, selama 7 hari dan tiap kelompok men-dapat makanan dan minuman adlibitum. Satu minggu sebelum bahan obat dan suntikan SDMD diberikan, dilakukan peng-ambilan darah lewat vena orbitalis, kemudian diulang peng-ambilannya 1 minggu setelah pemberian obat dan 2 minggu setelah pemberian obat pertama. Pemisahan serum darah di-lakukan dengan cara disentrifus pada 3000 rpm selama 10 menit. Serum yang diperoleh langsung diukur kadar imunoglo-bulinnya untuk penelitian(13). d. Pengamatan 1) Pengukuran konsentrasi imunoglobulin G (lg G) Ke dalam sumuran imunodifusi radial yang masing-masing mengandung anti lg G mouse, dengan mikro pipet dimasukkan 5 μl serum. Pengukuran diameter presipitasi dilakukan pada hari ketiga menggunakan alat immunoviewer(10). 2) Pengamatan berat limpa 12 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
  • 14. Pada akhir percobaan mencit dibius dengan menggunakan eter, dilakukan pembedahan dari bagian inguinal sampai torakal untuk mengangkat limpa, sisa cairan yang menempel pada organ dihisap dengan kertas saring. Berat limpa ditimbang menggunakan timbangan analitik merk Sartorius. e. Analisis data 1) Analisis data toksisitas akut (LD50 dilakukan menurut metode Thompson-Weil dengan batas kepercayaan 95%. 2) Analisis data aktivitas sistem imun dilakukan : • Bila data yang didapat distribusinya normal dilakukan uji parametrik dengan anova 2 way(11,12). • Bila data yang didapat distribusinya tidak normal di-lakukan uji dengan Friedman dan dilanjutkan dengan uji berganda(11,12). HASIL PENELITIAN 1) Uji toksisitas akut (LD50) Pemberian infusum benalu teh dengan dosis tertinggi yang dapat diberikan pada tikus, selama 14 hari pengamatan, tidak menimbulkan kematian ataupun tanda-tanda intoksikasi, serta tidak menimbulkan perubahan tingkah laku maupun bobot badan. Pengamatan makroskopik tidak menunjukkan adanya penyimpangan morfologi pada organ hati, ginjal, limpa, paru dan jantung. Dengan demikian didapatkan harga LD50 > 5 gram/kg bb, sehingga dapat digolongkan bahan termasuk kategori tidak beracun(14). 2) Penelitian aktivitas sistem imun a) Pengukuran konsentrasi Imunoglobulin G (lg G) Pemberian infus benalu teh pada semua dosis, setelah diimunisasi dengan sel darah merah domba terlihat kenaikan konsentrasi lg G pada setiap minggunya (Tabel 1). Perhitungan uji normalitas dan homogenitas kadar lg G hewan perlakuan dan kontrol memperlihatkan distribusi normal dan sebaran yang homogen. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan per-hitungan analisis uji parametrik anova 2 way(14). Pada uji statistik tersebut tidak terdapat perbedaan nyata antar dosis perlakuan (P>0,01). Bila dilihat pola perkembangan lg G minggu ke-0,1 dan 2 terdapat perbedaan sangat nyata pada P<0,01. Pengujian dengan regresi Poli/nominal Orthogonal terhadap pola perkembangan lg G minggu ke-0,1, dan 2 pada dosis 15, 75, 1500 mg/100 g bb. dan akuades umumnya mem-punyai pola perkembangan yang sama (regresi mendatar), namun pada dosis 150 mg/100 g bb. menunjukkan pola perkembangan yang meningkat (regresi linier) dengan persamaan garis Y = 265,13 + 97X, dengan peningkatan kon-sentrasi 97,0 mg/dl (Gambar 1). b) Berat limps Pengukuran berat relatif limpa (berat limpa per bobot badan akhir) disajikan dalam tabel 3. Bila dilihat kelompok per kelompok, maka kelompok akuades menunjukkan berat relatif limpa yang besar, yaitu 15,8 mg disusul Dosis 1, Dosis 2, Dosis 4 dan Dosis 3. Pada uji homogenitas dan normalitas mem-perlihatkan data mempunyai distribusi tidak normal dan sebar-an yang tidak homogen. Berdasarkan hal tersebut dilakukan uji non-parametrik Krusal-Wallis dari uji statistik tersebut berat relatif limpa dari 5 kelompok perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 2). Tabel 1. Hasil pengukuran rata-rata konsentrasi 1gG (dalam mg/dl). Dosis Waktu Rata-rata Dl Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 452,0 ± 127,32 485,0 ± 87,23 527,7 ± 112,99 D2 Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 472,7 ± 126,81 601,8 ± 183,25 523,2 ± 230,65 D3 Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 366,7 ± 167,71 450,0 ± 117,52 560,7 ± 148,01 D4 Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 435,6 ± 59,93 443,8 ± 100,39 452,2 ± 96,86 Akuades Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 429,9 ± 120,83 507,3 ± 153,16 500,3 ± 109,26 Keterangan : D1 = Dosis infusum benalu teh 15 mg/100 g bb. D2 = Dosis infusum benalu teh 75 mg/100 g bb. D3 = Dosis infusum benalu teh 150 mg/100 g bb. D4 = Dosis infusum benalu teh 1500 mg/100 g bb. Akuades = akuades 0,3 ml/10 g bb. Gambar 1. Persamaan regresi hubungan pemberian infus benalu teh dosis 150 mg/100 g dengan peningkatan konsentrasi lgG. PEMBAHASAN Tanaman benalu teh (Scurulla atropurpurea (BI) Danser) secara empirik digunakan untuk mengobati penyakit tumor atau kanker. Aktifitasnya sebagai obat antitumor atau antikanker mungkin secara tidak langsung yaitu rnelalui pengaktifan sistem kekebalan tubuh dengan mengukur konsentrasi lgG. Pemakaian bahan sebagai obat anti tumor atau kanker me-nimbulkan dugaan bahwa bahan bersifat imunostimulator yaitu Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 13
  • 15. Tabel 2. Berat relatif limpa mencit pada akhir percobaan. Ulangan Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata Dosis 1 0,186 0,055 0,061 0,089 0,199 0,313 0,258 0,154 0,073 0,088 147,6 14,8 ± 0,09 Dosis 2 0,082 0,500 0,209 0,278 0,970 0,940 0,570 0,580 0,075 0,081 108,1 10,8 ± 0,075 Dosis 3 0,052 0,084 0,058 0,082 0,100 0,068 0,096 0,073 0,045 0,055 71,2 7,1 ± 0,019 Dosis 4 0,151 0,075 0,070 0,069 0,137 0,070 0,248 0,052 0,090 0,055 101,7 10,1 ± 0,061 Akuades 0,056 0,064 0,089 0,060 0,205 0,148 0,061 0,051 0,043 0,022 158,4 15,8 ± 0,084 dapat meningkatkan konsentrasi lgG. Hasil pengujian pem-berian infusum benalu teh pada semua dosis perlakuan tidak memperlihatkan adanya peningkatan konsentrasi lgG (P>0,01), dengan pembanding akuades, tetapi pada dosis 150 mg/100 g. bobot badan terjadi kecenderungan peningkatan konsentrasi lgG. Sehingga dapat dikatakan infus benalu teh pada dosis tersebut di atas dapat dikatakan bersifat imunostimulator yaitu peningkatan konsentrasi lgG. Kemungkinan diantara senyawa-senyawa imunostimulator. Wagner (1985) secara umum menyebutkan golongan terpenoid, alkaloid atau polifenol mem-punyai sifat imunostimulator. Pengamatan terhadap berat relatif limpa, tidak terjadi perubahan pada berat limpa pada semua dosis perlakuan, sehingga tidak dapat ditarik kesimpulan dari pengamatan tersebut. KESIMPULAN Infusum benalu teh (Scurulla atropurpurea (Bl) Denser) merupakan bahan yang tidak toksik dengan LD50>5 gram/kg bobot badan. Pengaruhnya terhadap konsentrasi lgG tidak berbeda nyata antar dosis perlakuan (P>0,01), tetapi pada pengamatan kon-sentrasi lgG tiap minggu terlihat pola perkembangan yang meningkat, dengan peningkatan konsentrasi 97,0 mg/dl. UCAPAN TERIMA KASIH 14 Ditujukan kepada Kepala Puslitbang Farmasi, Badan Litbangkes Depkes RI. serta seluruh staf KPPOT yang telah memberikan saran dan bantuannya sejak perencanaan sampai selesai penelitian. KEPUSTAKAAN 1. Sudarman Mardisiswojo, Harsono Rajakmangun S. Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang. 2 Balai Pustaka Jakarta, Jakarta. 2. Chairul, dkk. Skrining Fitokimia dan Analisis Komponen Kimia ekstrak batang Benalu Teh (Scurulla atropurpurea (Bl) Dans). Dibawakan dalam Seminar Nasional ke-IX. Penggalian, Pelestarian, Pengembangan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat : Secang dan Benalu. Yogyakarta, 21-22 September 1995. 3. IGP. Santa. Studi Kemotaksonomi-Farmakognasi Benalu Antikanker (Scurulla atropurpurea (B1.) Denser & Dendophtroe pentandra (L) Miq. Dibawakan dalam Seminar nasional ke-IX. Penggalian, Pelestarian, Pengembangan den Pemanfaatan Tumbuhan Obat : Secang dan Benalu. Yogyakarta, 21-22 September 1995. 4. Wagner, Hildebert. Immunostimulants of Fungi and Higher Plants, 1984. 5. Achmad Tjarta, Sutisna Himawan : Kumpulan Kuliah Patologi. Bag. Patologi Anatomik FK. UI. 6. Departemen Kesehatan RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga, 1972. 7. Departemen Kesehatan RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga, 1986. 8. Departemen Kesehatan RI dan Biro Pusat Statistik. Survei Kesehatan Rumah Tangga, 1992. 9. Abbas AK, Lictman AH, Pober JS. Cellular and Molecular Immunology Saunders Co. Philladelphia, 1991. 11. Rott IM. Essential Immunology. Blackwell Science Publ. Oxford, 1991. 12. Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia, 1979. 13. Mohamad Sadikin dkk. Vitamin A dan Imunitas : 3. Peningkatan Titer Antibodies Tikus Anti Sel Darah Merah Domba oleh Pemberian Vitamin A secara Oral, MKI 1995; 45 (7). 14. Sudjana. Metode Statistilk. Tarsito Bandung Exercise the muscles well, but spare the nerves always (Schopenhauer) Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
  • 16. HASIL PENELITIAN Daya Hambat Benalu Teh (Scurulla atropurpurea Bl. Danser) terhadap Proliferasi Sel Tumor Kelenjar Susu Mencit (Mus musculus L) C3 H Yun Astuti Nugroho*, Budi Nuratmi*, Suhardi** *Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta **Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta ABSTRAK Benalu teh (Scurulla atropurpurea (BL) Danser) secara tradisional digunakan untuk pengobatan penyakit kanker. Oleh karena itu untuk konfirmasi ilmiah khasiat benalu teh sebagai antikanker telah dilakukan penelitian daya hambat infus benalu teh terhadap proliferasi kelenjar susu mencit C3H. Uji daya hambat terhadap proliferasi tumor kelenjar susu mencit C3H meng-gunakan cara Pringgoutomo (1992). Bahan berupa infus diberikan per oral dengan dosis 25; 250; 500 dan 750 mg/100 g bb, sebagai kontrol negatif adalah akuades. Hasil penelitian menunjukkan infus benalu teh dapat menghambat pertumbuhan tumor kelenjar susu Mus musculus L galur C3H, dan dosis 500 mg/ 100 g bb. me-rupakan dosis paling efektif. Kata kunci : Tanaman obat, Anti tumor, Scurulla atropupurea (BL) Danser, benalu teh PENDAHULUAN Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahun penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta orang dan 10 tahun mendatang diperkirakan 9 juta meninggal akibat kanker. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terdapat 100 penderita baru dari setiap 100.000 penduduk dan penyakit kanker men-duduki urutan ke-3 penyebab kematian sesudah penyakit jantung dan paru-paru(1,2). Pengobatan kanker pada umumnya sama, yaitu salah satu atau kombinasi dari operasi, penyinaran (radioterapi), obat pembuluh sel kanker (sitostatika), meningkatkan daya tahan tubuh dan pengobatan dengan hormon. Hasilnya tentu ter-gantung dari keadaan pasien dan jenis kanker(3). Saat ini gagas-an yang tengah dikembangkan dan digalakan penggunaannya oleh pemerintah adalah upaya pengembangan tanaman obat. Gagasan ini tertuang dalam Program Departmen Kesehatan, khususnya Program Tanaman Obat Keluarga (TOGA) dan Program Apotik Hidup(4). Salah satu tanaman obat yang paling dikenal masyarakat untuk mengobati penyakit kanker adalah benalu teh dan salah satu jenis benalu teh tersebut adalah (Scurulla atropurpurea (BL) Danser). Selain secara empirik dipakai masyarakat se-bagai obat kanker, benalu teh terbukti secara in vitro dapat menghambat tumor crown gall dan penelitian deteksi aktivitas asparaginase dalam benalu teh dapat menghidrolisa asparagin. Asparaginase adalah enzim katalisator yang berperan meng-hidrolisa asparagin menjadi asam aspartat dan amonia. Dengan demikian sel kanker kekurangan asparagin yang berakibat ke-matian sel(3,5,6). Kandungan kimia benalu teh antara lain alkaloid; flavo- Dibawakan pada Seminar Sehari PERHIPBA, jakarta, 18 Februari 1999 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 15
  • 17. noid; terpenoid; saponin; tanin dan dari ekstrak metanol ter-idenfifikasi senyawa quercetin-7-rhamnoside; caffein; theo-phyline( 7,8). Adanya data empirik dan beberapa data ilmiah maka telah dilakukan Konfirmasi Ilmiah Keamanan dan Pemakaian Benalu Teh (Scurulla atropurpurea (BL) Danser) Sebagai Antikanker Pada Mus musculus L galur C3H. BAHAN 1) Bahan Percobaan Tanaman benalu teh diperoleh dari Magelang Jawa Tengah dan telah diidentifikasi di Herbarium Bogor. Bahan yang sudah kering, dibuat serbuk, selanjutnya dibuat infus sesuai dengan Farmakope Indonesia(9). 2) Hewan Percobaan Penelitian menggunakan mencit (Mus musculus L) galur C3H, jenis kelamin jantan bobot badan antara 18-25 gram ber-asal dari Bagian patologi UI. CARA KERJA Transplantasi tumor dilakukan berdasarkan metoda Pringgoutomo(10). Mencit donor dikorbankan dengan eter, kemudian diletakkan terlentang pada alas gabus. Kulit yang bertumor dibasahi alkohol 70% kemudian disayat dengan gunting untuk mengeluarkan tumornya. Tumor diletakkan pada cawan petri, kemudian jaringan tumor yang masih bagus, dipotong untuk dibuat bubur, pada bubur tumor ditambahkan NaCl 0,85%. Bubur tumor sebanyak 0,2 ml disuntikkan secara subkutan di aksila kanan mencit menggunakan jarum trokar. Pengamatan pertumbuhan tumor mulai dilakukan 1 hari setelah trasplantasi tumor. Setelah masa laten, mencit dikelompokkan menjadi 5 kelompok : Kelompok I : Akuades Kelompok II : Infus benalu teh dosis 25 mg/100 g bb Kelompok III : Infus benalu teh dosis 250 mg/100 g bb Kelompok IV : Infus benalu teh dosis 500 mg/100 g bb Kelompok V : Infus benalu teh dosis 750 mg/100 g bb Bahan diberikan per oral dengan sonde lambung selama 21 hari. Parameter yang diamati meliputi masa laten, bobot badan dan volume tumor. ANALISIS DATA Untuk melihat ada/tidaknya efek infus benalu teh Scurulla atropurpurea (BL) Danser) terhadap besar (volume) tumor kelenjar susu mencit, data dianalisis dengan Kruskal-Wallis(11). HASIL Pengamatan bobot badan tidak menunjukkan adanya per-bedaan (tabel 1). Masa laten untuk setiap mencit tidak sama (tabel 2). Besar (volume) tumor terlihat adanya perbedaan antara kelompok yang diberi akuades dan kelompok yang diberi infus benalu teh (tabel 3). PEMBAHASAN Di Indonesia diperkirakan setiap tahunnya terdapat 100 penderita kanker baru, dari setiap 100.000 penduduk. Kanker memang telah menjadi salah satu menyebab utama kematian usia produktif. Kanker timbul akibat pertumbuhan yang tidak normal dari sebagian sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel-sel kanker dan sel-sel kanker ini suatu saat bisa menyebar ke seluruh tubuh. Walaupun penyebabnya memang belum dapat dipastikan tapi ada beberapa faktor penyebab yang diduga dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker, seperti bahan karsinogenik. Pengobatan kanker pada umumnya sama, yaitu salah satu atau kombinasi dari operasi, penyinaran, obat pembunuh sel kanker, meningkatkan daya tahan tubuh, dan dengan obat tradisional baik dengan tanaman obat maupun binatang(2). Tabel 1. Bobot badan mencit (Mus musculus L) setelah pemberian perlakuan selama 21 hari. Nomor Bobot badan mencit setelah pemberian perlakuan hewan A B C D E 1 17 23 20 20 21 2 21 24 20 20 20 3 20 23 21 21 25 4 20 22 23 22 25 5 21 20 27 24 21 6 20 21 22 22 23 7 20 20 23 22 24 8 20 24 20 22 21 9 19 23 22 24 23 10 19 21 24 22 22 Juml 197 221 222 219 225 Rata-rata 19,7 ± 1,15 22,1 ± 1,4 222 ± 2,2 2 1,9 ± 1,3 22,5 ± 1,7 Keterangan : A. Akuades B. Inf. Benalu teh dosis 25 mg/ 100 g bb C. Inf. Benalu teh dosis 250 mg/ 100 g bb D. Inf. Benalu teh dosis 500 mg/ 100 g bb E. Inf. Benalu teh dosis 750 mg/ 100 g bb Tabel 2. Masa laten dari masing-masing mencit. Nomor Masa laten dari masing-masing mencit pada kelompok hewan A B C D E 1 6 6 7 6 5 2 6 7 7 6 6 3 6 7 6 6 5 4 7 7 7 6 7 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 6 7 7 6 6 7 6 8 7 6 6 7 7 9 6 6 6 6 6 10 6 6 5 7 6 Keterangan : A. Akuades B. Inf. Benalu teh dosis 25 mg/ 100 g bb C. Inf. Benalu teh dosis 250 mg/ 100 g bb D. Inf. Benalu teh dosis 500 mg/ 100 g bb E. Inf. Benalu (eh dosis 750 mg/ 100 g bb Benalu teh (Scurulla atropurpurea (BL) Danser) oleh sebagian masyarakat diperdagangkan dan digunakan untuk pengobatan penyakit kanker. Beberapa literatur dan hasil pe-nelitian, benalu teh mempunyai kandungan kimia sterol triter- 16 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
  • 18. penoid, flavonoid, saponin dan tanin(6,7). Pada skrining anti-kanker ekstrak kloroform benalu teh dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test ternyata menunjukkan hasil positif(12). Bubur tumor yang ditransplantasikan pada mencit oleh tubuh mencit resipien (inang) akan dikenali sebagai benda asing, oleh karena itu sistem imun inang akan bereaksi terhadap pertumbuhan tumor. Sistem imun setiap individu tidak sama oleh karena itu setiap mencit resipien akan memberikan respon yang berbeda. Tabel 3. Volume tumor kelenjar susu mencit (Mus musculus L) setelah pemberian perlakuan. Nomor Volume tumor setelah pemberian perlakuan hewan A B C D E 1 5,48 10,93 3,28 5,00 7,14 2 8,21 13,40 32,00 3,80 4,76 3 9,75 20,00 9,92 9,14 5,65 4 64,57 9,50 13,40 5,00 3,62 5 42,08 26,34 18,80 8,68 5,93 6 64,97 45,80 10,55 3,20 3,40 7 59,00 13,56 11,06 2,85 7,66 8 30,54 7,00 11,66 2,30 4,60 9 29,074 40,20 13,85 2,60 10,75 10 24,60 - 6,11 12,80 4,40 Juml 338,29 186,74 130,65 55,38 57,93 Rata-rata 33,82 20,74 13,06 5,53 5,79 Keterangan : A. Akuades B. lnf. Benalu teh dosis 25 mg/ 100 g bb C. lnf. Benalu teh dosis 250 mg/ 100 g bb D. lnf. Benalu teh dosis 500 mg/ 100 g bb E. lnf. Benalu teh dosis 750 mg/ 100 g bb Tumor mulai berproliferasi setelah melewati masa laten, proliferasi sel tumor diukur berdasarkan persentasi pertambah-an volume tumor. Setelah masa laten mencit diberi infus benalu teh secara oral setiap hari selama 21 hari. Pemberian infus benalu teh ternyata mampu menghambat proliferasi sel tumor kelenjar susu. Hasil uji Kruskal - Wallis data volume tumor menunjuk-kan nilai Hc = 25,59, sedangkan H tabel = 9,48 berarti Ho ditolak pada 0,05 dan 0,01. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan ada pengaruh bermakna infus benalu teh terhadap proliferasi sel tumor kelenjar susu mencit galur C3H. Pada umumnya bobot badan mencit berkurang tapi dari perhitungan statistik terlihat bahwa kelompok mencit yang diberi infus benalu teh ada beda nyata apabila dibanding kelompok akuades (p=0,05). Kelompok mencit yang diberi infus benalu teh mes-kipun mengalami penurunan bobot badan tapi penurunannya masih lebih kecil apabila dibanding kelompok mencit yang diberi akuades. Daya hambat infus benalu teh dimungkinkan karena kandungan steroida, glikosida, triterpenoid dan saponin. Namun demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut sampai pada kesimpulan benalu teh memang berkhasiat sebagai antikanker. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan : Infus benalu teh dapat mengurangi pertambahan volume tumor kelenjar susu mencit (Mus musculus L). Saran : Oleh karena kandungan kimia dari benalu teh adalah golongan antioksidan maka disarankan untuk melakukan pene-litian yang berhubungan dengan imunitas. KEPUSTAKAAN 1. Soedoko R. Seminar dan Orientasi Penyakit Kanker Terpadu, Paripurna dengan peran serta Masyarakat. Malang, 1994. 2. Wijayakusuma H. Kanker. Pos Kola, Oktober, 1995. 3. Tjokronegoro A. Etik Penelitian Obat Tradisional. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta, 1992. 4. Pratiwi DK. Daya Hambat Ekstrak Air Teh Hijau (Camelia sinensis (L) Kuntze) Terhadap Proliferasi Sel Tumor Kelenjar Susu Mencit (Mus musculus L) Galur C3H. Jur. Biologi. FMIPA. UI, 1994. 5. Fanoka. Uji Pendahuluan Efek Antitumor Ekstrak Etanol beberapa (6) Tanaman Menggunakan Cakram Kentang yang Diinokulasi dengan Agrobacterium Tumifaciens. Skripsi. JF FMIPA. UI, 1990. 6. Nuraeni U. Deteksi Aktifitas Asparaginase dalam Daun Loranthus globosus Roxb. Skripsi. FF. UGM, 1990. 7. Pasha IB. Penelitian Pendahuluan Kandungan Benalu Teh (Scurrula atropurpurea (BL) Danser) Simposium Penelitian Tumbuhan Obat V. Surabaya, 1996. 8. Kardono BS. Beberapa Senyawa terisolasi dari benalu Teh (Scurulla parasitica L). Seminar POKJANAS TOI IX. Yogyakarta. 1995. 9. Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia. Ed. III. Jakarta, 1979. 10. Pringgoutomo S. Trasplantasi Jaringan Tumor pada Mencit. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Bagian Anatomi. FK. UI. Jakarta, 1992. 11. Steel RGD, Toriee JH. Prinsip dan Prosedur statistik. Suatu pendekatan biometrik. Terj dari Principles and Procedures Statistics, oleh Sumantri, B. PT. Gramedia. Jakarta. 12. Leswara ND. Perbandingan Daya Antioksidan Beberapa Jenis Benalu Menggunakan metoda Spektrofotometri. Seminar POKJANAS TOI. IX. Yogyakarta, 1995. LAMPIRAN Grafik hubungan antara dosis dengan pertambahan besar tumor. Gardening requires lots of water – most of it in the form of perspiration Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 17
  • 19. HASIL PENELITIAN Aktivitas Antimutagenik dan Antioksidan Daun Puspa (Schima wallichii Kort.) Didi Jauhari Purwadiwarsa*, Anas Subarnas*, Cucu Hadiansyah**, Supriyatna* *Jurusan Farmasi, ** Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran, Bandung. ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai aktivitas antimutagenik dan antioksidan fraksi butanol daun puspa (Schima wallichii Korth). Hasil pengujian aktivitas anti-mutagenik secara in vivo dengan metode uji mikronukleus menunjukkan bahwa pemberian fraksi butanol daun puspa secara oral mampu menurunkan frekuensi sel eritrosit polikromatik bermikronukleus (MNPCE) dari apusan sumsum tulang paha mencit jantan galur Swiss-Webster yang diinduksi dengan siklofosfamid dosis 50 mg/kg secara intraperitoneal. Fraksi butanol dosis 300 mg/kg mampu menurunkan frekuensi MNPCE sebesar 10,51% sedangkan pada dosis 600 mg/kg memberikan penurunan sebesar 38,27%. Pada pengujian aktivitas antioksidan secara in vitro dengan metode NBT, fraksi butanol daun puspa mempunyai penghambatan reduksi NBT oleh superoksida yang dihasilkan dari reaksi enzimatis xantin dengan bantuan xantin oksidase. Nilai peng-hambatan reduksi NBT oleh fraksi butanol daun puspa adalah 68,66% pada konsentrasi 200 μg/ml dan 94,37% pada konsentrasi 400 μg/ml. Dari hasil pengujian tersebut diperoleh kesimpulan fraksi butanol daun puspa mempunyai aktivitas antimutagenik dan antioksidan. PENDAHULUAN Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada gen atau pada kromosom. Mutasi dapat dikaitkan dengan timbulnya beragam kelainan, termasuk penyakit kanker. Selain dapat terjadi secara spontan, mutasi juga dapat diinduksi oleh ber-bagai faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. Faktor-faktor penginduksi mutasi dikenal sebagai mutagen(1,2). Salah satu indikator terjadinya mutasi adalah adanya mikronukleus. Mikronukleus merupakan hasil mutasi dari kro-mosom utuh yang patah dan kemudian tampak sebagai nukleus berukuran kecil di dalam suatu sel. Mikronukleus mudah di-amati pada sel polikromatik eritrosit. Jumlah sel eritrosit polikromatik bermikronukleus menunjukkan tingkat kerusakan genetik dalam sistem eritropoitik suatu makhluk hidup(3). Banyaknya pengunaan bahan-bahan kimia untuk berbagai keperluan mengakibatkan peningkatan pencemaran bahan-bahan kimia berbahaya ke dalam lingkungan hidup. Penelitian toksikologi memberikan informasi bahwa sebagian besar bahan kimia yang ada bersifat mutagenik(1,4). Meskipun tubuh kita sudah dilengkapi berbagai mekanisme pertahanan terhadap mutagen, peningkatan paparan terhadap bahan-bahan kimia tersebut dapat meningkatkan peluang terjadinya mutasi. Oleh karena itu diperlukan suatu zat yang dapat mengurangi risiko terjadinya mutasi oleh mutagen(5,6). Dugaan keterlibatan oksigen reaktif dalam terjadinya mutasi terutama dalam bentuk radikal bebas akhir-akhir ini makin mendapat perhatian para peneliti. Radikal bebas merupa-kan sebutan terhadap molekul yang mempunyai elektron yang 18 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
  • 20. tidak berpasangan pada kulit terluarnya, sehingga bersifat sangat reaktif dan dapat merusak komponen-komponen sel, ter-masuk asam deoksiribonukleat (DNA) (7). Beberapa laporan menyebutkan bahwa suatu antioksidan, yaitu senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas juga mempunyai aktivitas antimutagenik(5,8,9). Upaya pencarian zat antimutagenik banyak dilakukan ter-hadap bahan alam, juga dari tumbuhan. Puspa (Schima wallichii Korth) merupakan salah satu tumbuhan tropis Indonesia(10) dan termasuk tumbuhan pakan primata. Ekstrak metanol daun puspa dilaporkan mempunyai aktivitas anti-promosi tumor dan antimutagenik(12). Sebagai kelanjutan dari hasil penelitian tersebut, dalam rangka usaha mengisolasi senyawa aktif antimutagenik serta untuk mengetahui kemungkinan adanya aktivitas antioksidan; maka dilakukan penelitian yang terfokus pada pengujian akti-vitas antimutagenik dan antioksidan fraksi butanol daun puspa. BAHAN DAN METODE Hewan Percobaan Mencit (Mus musculus) putih jantan galur Swiss-Webster didapat dari Laboratorium Struktur dan Perkembangan Hewan Jurusan Biologi FMIPA Universitas Padjadjaran, usia 7-9 minggu, berat 22,5 - 27,5 gram, kandang plastik dengan alas sekam (4-6 ekor). Suhu ruang hewan percobaan 23-25 °C, kelembaban 70-85%, dan cahaya diatur dengan regulator 12 jam terang dan 12 jam gelap. Pakan mencit berupa pelet-789 dan minuman dari air ledeng yang masing-masing diberikan secara ad libitum. Bahan Kimia Bahan kimia yang dipakai dalam penelitian ini adalah fraksi butanol dari ekstrak metanol daun puspa (Hutan Pangandaran, Ciamis), Siklofosfamid (Wako Pure Chemical Industries, Ltd. Jepang). Fraksi butanol pada pengujian aktivitas antimutagenik di-suspensikan dengan PGA (1% b/v) dalam akuades, sedangkan pada pengujian aktivitas antioksidan dilarutkan dalam DMSO. Siklofosfamid dilarutkan dalam larutan NaCl fisiologis. Ekstraksi dan Fraksinasi Serbuk daun puspa (650 gram) diekstraksi dengan metanol (3x24 jam), dan ekstrak metanol kemudian dipartisi dengan campuran etil asetat - air (3 : 1). Lapisan air diekstraksi dengan n-butanol sehingga diperoleh lapisan air dan lapisan n-butanol. Lapisan n-butanol kemudian diuapkan hingga diperoleh fraksi butanol kering yang akan dipakai dalam pengujian. Uji Mikronukleas - dengan penginduksi siklofosfamid Pengujian aktivitas antimutagenik menggunakan metode uji mikronukleus(3) dengan modifikasi. Perlakuan diberikan dua kali sesuai dengan cara Ghaskadbi dkk. (5) Mencit dipuasakan dahulu selama kurang lebih 18 jam. Setelah pemberian suspensi fraksi butanol secara oral (sebagai kontrol diberikan suspensi PGA tanpa fraksi butanol), siklo-fosfamid (50 mg/kg bb., i.p.) disuntikkan pada mencit 30 menit kemudian. Setelah 24 jam mencit diberi lagi suspensi fraksi butanol dan siklofosfamid dengan dosis yang sama. Enam jam setelah pemberian siklofosfamid yang kedua, mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher dan dibedah untuk diambil kedua tulang pahanya. Sumsum tulang diaspirasi dengan semprit yang berisi NaCl fisiologis, selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 1000 rpm selama sepuluh menit. Sebagian supernatan yang dihasilkan di-buang dengan menggunakan pipet pasteur, sisanya dibuat pre-parat apusan pada kaca objek yang kemudian dikeringkan selama dua hari pada suhu kamar. Preparat ini diwarnai dengan pewarna Giemsa menurut cara Gollapudi & Kamra (1979)(13). Dari preparat tersebut diamati jumlah sel eritrosit polikromatik bermikronukleus (MNPCE) di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali, untuk setiap 1000 sel eritrosit polikromatik (PCE). Penghitung-an dilakukan oleh dua orang dan setiap kelompok perlakuan menggunakan lima ekor mencit. Data dianalisis dengan analisis variansi, dan sebaran t- Student untuk menguji perbedaan antara dua rata-rata. Uji NBT - sistim xantin/xantin oksidase Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode Nitroblue Tetrazolium (NBT) dengan kit pereaksi SOD seperti yang telah dilakukan oleh Murakami dkk. (1996). Kit tersebut mengandung lima pereaksi (Rl-R5). Rl mengandung buffer fosfat 0,1 M dengan pH 8, xantin 0,40 mmol/1 dan zat pem-bentuk warna nitroblue tetrazolium (NBT) dengan kadar 0,24 mmol/l. R2 mengandung enzim xantin oksidase 0,049 unit/ml. R3 mengandung buffer fosfat 0,1 M dengan pH 8 yang digunakan untuk melarutkan enzim. R4 merupakan pereaksi kontrol yang mengandung buffer fosfat 0,1 M pH 8. Sedangkap R5 adalah penghenti reaksi yang mengandung natrium dodesil sulfat 69 mmol/1. Fraksi butanol dibuat sebagai larutan persediaan (LP) dengan konsentrasi 16 dan 32 mg/ml. Enzim dalam R2 diencer-kan dengan R3 dengan perbandingan 1:100 (RE). Disediakan empat kelompok tabung Effendorf (TI - T4) dan dilakukan prosedur pengujian sebagai berikut, pada suhu di bawah 10 °C. T1 (sampel) diisi 12,5 ml LP, 250 ml R1, dan 250 ml RE. 72 (blanko) diisi 12,5 ml DMSO, 250 ml R1, dan 250ml RE. T3 (sampel-blanko) diisi 12,5 ml LP, 250 ml R1, dan 250 ml R4. T4 (blanko-blanko) diisi 12,5 ml DMSO, 250 ml R1, dan 250 ml R4. Keempat tabung Effendorf tersebut serta R5 diinkubasi pada penangas air dengan suhu 37 °C selama 20 menit. Kemu-dian dilakukan pengukuran serapan cahaya dengan spektro-fotometer pada panjang gelombang 560 nm. Pengujian tersebut dilakukan tiga kali. Data dinilai dengan menggunakan rumus persen peng-hambatan reduksi NBT. HASIL DAN PEMBAHASAN Efek fraksi butanol daun puspa terhadap frekuensi MNPCE Seperti terlihat pada Tabel l atau Gambar 1, rata-rata frekuensi MNPCE permil PCE pada kontrol, fraksi butanol dosis 300 dan 600 mg/kg masing-masing adalah 74,2 ± 13,08; 66,4 ± 13,20; dan 45,8 ± 13,66. Dengan demikian pemberian Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 19
  • 21. fraksi butanol daun puspa dosis 300 dan 600 mg/kg masing-masing memberikan penurunan frekuensi MNPCE sebesar 10,51% dibandingkan. terhadap kontrol. Dari hasil analisis statistik, dosis 600 mg/kg memberikan efek yang signifikan (p<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa fraksi butanol daun puspa dapat menghambat efek mutagenik dari siklofosfamid. Tabel 1. Nilai rata-rata sel eritrosit polikromatik yang mengandung mikronukleus (MNPCE) untuk seluruh kelompok perlakuan. Perlakuan Dosis PCE MNPCE MNPCE permil PCE Rata-rata ± SD Kontrol - 000 371 74,2 ± 13,08 Fraksi butanol 300 5000 332 66,4 ± 13,20 Fraksi butanol 600 5000 229 45,8 ± 13,66* * Signifikan, dibandingkan terhadap kontrol (p<0,05) Tabel 2. Nilai penghambatan reduksi NBT pada pengujian aktivittis antioksidan berdasarkan serapan cahaya (A) rata-rata dari blanko (B1), blanko-blanko (B1-B1), sampel (S), dan sampel-blanko (S-B1) pada panjang gelombang (λ) 560 nm. Serapan cahaya rata-rata Konsentrasi fraksi pada 1560 nm butanol (μg/ml) AB1 AB1-B1 AS AS-B1 Persentase penghambatan reduksi NBT 200 0,2840 0,1117 0,217 0,1630 68,66% 400 0,2840 0,1117 0,1647 0,1550 94,37% Gambar 1. Grafik nilai rata-rata frekuensi sel eritrosit polikromatik ber-mikronukleus (MNPCE) untuk seluruh kelompok perlakuan pada pengujian aktivitas antimutagenik. (*Signifikan, diban-dingkan terhadap kontrol (P<0,05) Menurut Czyzewska & Mazur (1995)(15) siklofosfamid menginduksi pembentukan mikronukleus melalui metabolit aktifnya yang bersifat pengalkilasi, yaitu mustard fosforamida, akrolein, dan 4-hidroksisiklofosfamid. Senyawa pengalkilasi tersebut dapat berikatan dengan berbagai gugus fungsi kom-ponen sel, termasuk terhadap basa-basa DNA. Selain itu dapat juga terjadi peristiwa pindah silang (cross-linkung) DNA. Reaksi reaksi tersebut antara lain mengakibatkan patahan rantai DNA yang diduga menyebabkan terjadinya patahan kromosom dan dapat terlihat sebagai mikronukleus. Metabolisme siklo-fosfamid juga dilaporkan menyebabkan peningkatan radikal anion superoksida dan hidroksil(16) yang mungkin ikut berperan dalam menginduksi pembentukan mikronukleus. Senyawa aktif antimutagenik yang terdapat pada fraksi butanol daun puspa ini belum diketahui secara pasti, diduga termasuk ke dalam se-nyawa fenolik yang mekanisme aktivitas antimutageniknya mungkin berkaitan dengan aktivitas antioksidan(12). Gambar 2. Grafik nilai penghambatan reduksi NBT pada pengujian aktivitas antioksidan. Efek fraksi butanol daun puspa terhadap reduksi NBT Seperti terlihat pada Tabel 2 atau Gambar 2, fraksi butanol daun puspa pada konsentrasi 200 dan 400 mg/ml mem-punyai nilai persentase penghambatan reduksi NBT oleh super-oksida dari reaksi enzimatis xantin dengan bantuan xantin oksidase masing-masing sebesar 68,66° dan 94,37%. Hasil ini menunjukkan bahwa fraksi butanol daun puspa mempunyai aktivitas antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD). KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian mikronukleus secara in vivo dan pengujian NBT secara in vitro, diambil kesimpulan bahwa fraksi butanol daun puspa mempunyai aktivitas antimutagenik dan antioksidan. KEPUSTAKAAN 1. Moutschen, J. Introduction to Genetic Toxicology. New York : John Wiley & Son; 1985. 2. Mulyadi. Kanker, Karsinogen, Karsinogenesis dan Antikanker. Edisi I. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana; 1996. 3. Schmid, W. The micronucleus test. Mutation Res. 1975; 31, 9-15. 4. Wild, D. Cytogenetic effects in the mouse of 17 chemical mutagens and carcinogens evaluated by the micronucleus test 1978; 56 : 319-27. 5. Ghaskadbi, S., Rajmachikar S, Agate C, Kapadi AH., Vaidya VG. Modulation of cyclophosphamide mutagenicity by vitamin C in the vivo rodent micronucleus assay. Teratogenesis, Carcinog. Mutagen 1992; 12, 11-3. 6. Kong Z, Liu Z, Ding B. Study on the antimutagenic effect of pine needle extract. Mutation Res. 1995; 347, 101-4.7. 7. Halliwell B. Free radicals, antioxidants, and human disease : curiosity, 20 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
  • 22. cause, or consequence? Lancet, 1994; 344 : 721-4 13. Gollapudi B, Kamra OP. Application of a simple Giemsa-staining method 8. Shiraki M, Hara Y, Osawa T, Kumon H, Nakayama T, Kawakishi S. in the micronucleus test. Mutation Res. 1979; 64, 45-6. Antioxidative and antimutagenic effect of theaflavin from black tea. Mutation Res. 1994; 323 ; 29-34. 14. Murakami A, Ohura S, Nakamura Y, Koshimizu K, Ohigashi H. I’- acetoxychawicol acetate, a superoxide anion generation inhibitor, potently inhibits tumor promotion by 12-O-tetradecanoylphorbol - 13 -acetate in ICR mouse skin. Omcology 1996; 53 : 389-91. 9. Rompelberg CJM, Stenhuis WH, de Vogel N, van Osenbruggen WA, Schouten A, Verhagen H. Antimutagenicity of eugenol in the rodent bone marrow micromucleus test. Mutation Res. 1995; 346 : 69-75. 15. Czyzewska A, Mazur L. Supressing effect or WR-2721 on micronuclei induced by cyclophosphamide in mice. Teratogenesis, Carcinog. Mutagen 1995; 15 : 109-14. 10. Heyne K. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. 1987; 1367. 11. Koshimizu K, Murakami A. Hayashi H,Ohigashi H, Subarnas A, Gurmaya KJ, Ali AM. Biological activities of edible and medicinal plant from Indonesia and Malaysia 1998; submission,to publication. 16. Ramu K, Perry CS, Ahmed T, Pakenham G, Kehrer JP. Studies on the basis for the toxicity of acrolein mercapturates. Toxicol. Appl. Pharmacol, 1996; 140 : 487-98. 12. Pramana N. Aktivitas Antimutagenik Ekstrak Metanol Daun Puspa (Schima wallicihii Korth.) dan Fraksi-fraksinya dengan uji Mikronukleus pada Tikus Wistar. Skripsi. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Padjadjaran Bandung 1998. 17. Wagner H, Lacaille-Dubois MA. Recent pharmacological results on bioflavonoids. In S. Antus, M. Gabor & K. Vetschera (Eds) : Flavonoids and bioflavonoids. Vienna : 9th Hungarian Bioflavonoids Symposium 1995; 53-7. 70% terumbu-karang di Indonesia rusak 40% rusak berat. Tinggal sekitar 7% yang masih sangat bagus. Semua karena : - ketidak tahuan manusia dan - kerakusan ulah manusia ! Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 21
  • 23. HASIL PENELITIAN Pengaruh Perasan Daun Ngokilo (Gynura procumbens Lour. Merr.) terhadap Aktivitas Sistim Imun Mencit Putih Djoko Hargono*, M. Wien Winarno*, Ayu Werawati** Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta. ** Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Jakarta. PENDAHULUAN Indonesia kaya akan tumbuh-tumbuhan, yang berdasarkan pengalaman telah dimanfaatkan oleh nenek moyang kita sejak zaman dahulu kala untuk memenuhi keperluan hidupnya, antara lain untuk obat. Sampai saat inipun pemanfaatan tumbuhan obat sebagai obat tradisional masih dilakukan di samping obat-obat modern, bahkan ada kecenderungan meningkat (Depkes RI, 1983). Hal ini terlihat nyata sekali di daerah pedesaan, terlebih lebih daerah terpencil yang jauh dari fasilitas kesehatan modern, hingga untuk memenuhi keperluannya akan obat mereka menggunakan bahan-bahan nabati yang banyak terdapat di pekarangan sekeliling tempat tinggalnya, yang kemudian diramu sendiri di rumah masing-masing, sehingga dengan biaya yang relatif murah keperluan obat untuk pelayanan kesehatannya dapat dipenuhi. Dengan demikian dapat membantu meringankan beban hidupnya, karena pemanfaatan tumbuhan untuk obat dapat dilakukan dengan cara yang sederhana, misalnya dengan memanfaatkan bahan segar yang dikonsumsi sebagai ulam atau lalap. Dalam rangka pemerataan dan perluasan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, sebagaimana dinyatakan dalam GBHN 1988 bangsa Indonesia bertekad untuk meningkatkan peranan tumbuh-tumbuhan obat. Karenanya upaya penggalian, penelitian dan pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat perlu ditingkatkan terus. Hal itu mungkin direalisasikan, mengingat di Indonesia terdapat kurang lebih 40.000 jenis tumbuhan dan baru 1.000 jenis yang telah dimanfaatkan sebagai obat. Dari informasi yang berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa salah satu tumbuhan obat yang telah banyak digunakan oleh masyarakat secara turun temurun adalah daun Ngokilo atau daun Sambungnyawa [Gynura procumbens (Lour.) Merr.] untuk menurunkan kadar kolesterol darah, mengobati diabetes, mengobati tumor, penyakit hati (lever) sakit uluhati, wasir, kurap atau terkena bisa ular. Salah satu prinsip pengobatan dengan obat alam yang tengah berkembang saat ini adalah melalui peningkatan sistem imunitas. Jika penyakit tersebut adalah penyakit yang dapat dikategorikan penyakit infeksi, maka sistem imun dapat membunuh penyebab penyakit melalui mekanisme tidak langsung dengan peningkatan per-tahanan seluler. Agar sistem imun tumbuh dapat melawan penyebab penyakit maka aktivitas sistem imun penderita perlu ditingkatkan. Dalam kaitan ini telah dilakukan penelitian terhadap perasan daun Ngokilo [Gynura procumbens (Lour.) Merr.] untuk mengetahui pengaruhnya terhadap sistem imunitas mencit putih. PERUMUSAN MASALAH Perlu dibuktikan ada atau tidaknya pengaruh perasan daun Ngokilo segar dengan pemberian secara oral kepada mencit putih terhadap sistem imunitasnya. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perasan daun Ngokilo segar yang diberikan secara oral kepada mencit putih dapat mempengaruhi sistem imunitasnya. Hipotesis Pemberian perasan daun Ngokilo segar secara oral kepada mencit putih bersamaan dengan penyuntikan antigen dapat meningkatkan sistem imunitasnya. Manfaat penelitian Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adapah diperolehnya informasi ilmiah tentang pemanfaatan perasan 22 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
  • 24. daun Ngokilo segar secara oral pada mencit putih untuk meningkatkan aktivitas sistem imunitasnya. TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan asal 1) Klasifikasi tumbuhan(1) Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Magnoliophytina (Angiospermae) Classis : Magnoliatae (Dicotyledoneae) Subclassis : Sympetalae Ordo : Asterales Familia : Asteraceae Genus : Gynura Species : Gynura procumbens (Lour.) Merr. 2) Sinonim(2) Sinonim : Cacalia procumbens Lour. Cacalia satmentosa B1. Gynura sarmentosa (B1.) DC. 3) Pertelaan tumbuhan(2,3) Tumbuhan ini merupakan terna, memanjat atau menjalar, panjang 1-6 m, jika dimemarkan memberikan bau aromatik. Batang tumbuh ke atas, di kaki batang terbentuk akar, batang bersegi, agak berdaging, bercabang, berwarna keunguan dan di bagian ujung tidak berbulu atau berbulu jarang. Daun tunggal, bentuk bunder panjang, ujung meruncing. Bunga berwarna jingga, kuning kemudian coklat kemerahan. 4) Kandungan kimia Daun Ngokilo [Gynura procumbens (Lour.) Merr.] me-ngandung senyawa-senyawa aromatik yang tersusun dari unsur-unsur kalium, kalsium, magnesium dan fosfor. Pada skrining fitokimia diketahui bahwa daun Ngokilo mengandung pula senyawa-senyawa organik, yakni senyawa karbohidrat, senyawa pereduksi, lendir, flavonoid, steroid, triterpenoid dan protein(4). Di samping itu dari penelitian terdahulu diketahui bahwa daun Ngokilo mengandung pula enzima asparaginase(5). 5) Manfaat dan kegunaan(3,6) Manfaat dan kegunaan daun Ngokilo antara lain adalah untuk obat penurun kadar kolesterol darah, diabetes, tumor, penyakit hati (lever), sakit ulu hati, wasir, kurap atau menetralkan bisa ulat yang mengenai tubuh. 6) Toksisitas akut (LD50) Berdasarkan penelitian sebelumnya(7) dengan mengguna-kan label dan rumus Weil C.S. dapat diperoleh nilai LD50 calon obat (perasan daun Ngokilo) tersebut, yakni 44770 mg/kg berat badan, dengan kisaran dosis antara 21615 mg/kg berat badan sampai 92730 mg/kg berat badan. Sistem pertahanan tubuh(8,9) Sejak lahir individu sudah dilengkapi dengan dua jenis sistem pertahanan, sehingga tubuh dapat mempertahankan keutuhannya dari berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam tubuh (Gambar 1). a) Sistem imun nonspesifik Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh ter-depan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, karena dapat memberikan respon langsung terhadap antigen, sedang sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk SISTEM IMUN NON SPESIFIK FISIK LARUT SELULER *Biokimia Asam lambung Lisozim Laktoterin Asam neuraminik *Humoral Komplemen Interferon CRP Fagosit Kulit Sel NK Selaput lendir SPESIFIK HUMORAL SELULAR Sel B Sel T Gambar 1. Sistem Pertahanan Tubuh (Baratawidjaja, 1988) mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Sistem tadi disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Komponen-komponen sistem imun nonspesifik terdiri atas : 1) Pertahanan fisik/mekanik Sistem pertahanan fisik/mekanik ini melibatkan kulit, selaput lendir, silia saluran napas, proses batuk dan bersin untuk mencegah masuknya berbagai kuman patogen kedalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak antara lain oleh asap rokok, akan mening-gikan resiko infeksi. 2) Pertahanan biokimia Bahan yang disekresi mukosa saluran napas, kelenjar sebaseus kulit, telinga, spermin dalam semen mengandung bahan yang berperanan dalam pertahanan tubuh secara biokimiawi. Asam hidroklorida dalam lambung, lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu dapat melindungi tubuh terhadap berbagai kuman gram positif dengan jalan meng-hancurkan dinding selnya. Air susu ibu juga mengandung laktoferin dan asam neuroaminat yang mempunyai sifat antibakterial terhadap E. coli dan Staphylococcus. b) Sistem imun spesifik Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai kemampaun untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik, sehingga terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Bila sel sistem imun tersebut berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat den kemudian dihancurkan olehnya. Oleh karena sistem tersebut hanya dapat menghancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem ini disebut spesifik. Sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi badan; tetapi pada umumnya Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 23
  • 25. terjalin kerjasama yang baik antara antibodi-komplemen fagosit dan antara sel T-makrofag. 1) Sistem imun spesifik humoral Sel B merupakan sel-sel yang berdeferensiasi dalam sumsum tulang, jaringan limfoid sekunder yaitu meliputi limfonodus, limpa da nodulus limfatikus yang terletak di sepanjang saluran pernafasan, pencernaan dan urogenital, tepatnya dalam lamina propria saluran ini. Adanya rangsangan antigen dan dengan bantuan sel T, sel B akan berkembang menjadi sel plasma dan membentuk antibodi. 2) Sistem imun spesifik selular Sel T mengalami perkembangan dan pematangan dalam organ timus. Dalam timus, sel T mulai berdeferensiasi dan memperoleh kemampuan untuk menjalankan fungsi farmako-logi tertentu. Berdasarkan perbedaan fungsi dan kerjanya, sel T dibagi dalam beberapa subpopulasi, yaitu sel T sitotoksik (Tc), sel T penindas atau supresor (Ts) dan sel T penolong (Th). Perbedaan ini tampak pula pada permukaan sel-sel tersebut. 3) Makrofag atau “Antigen Presenting Cell” (APC) Kerja sel-sel APC dipengaruhi oleh Macrophage Activat-ing Factor (MAF), interferon gamma dan Interleukin-3 (IL-3) yang dihasilkan oleh sek T. Faktor-faktor ini bersifat sitolitik terhadap sel-sel APC. Sel-sel APC merupakan sel-sel yang berinti tunggal dari seri-seri monosit makrofag yang ber-peranan penting dalam menimbulkan respon imun. Rangsangan antigen akan meningkatkan kerja sel T penolong (Th) untuk merangsang bekerjanya sel B. Sel B kemudian akan berproliferasi dan berdiferensiasi membentuk sel plasma yang kemudian akan menghasilkan antibodi. c) Antibodi Antibodi adalah imunoglobulin (Ig) yang merupakan golongan protein yang dibetuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan mengikat antigen sejenis yang baru lainnya. Bila protein serum tersebut dipisahkan dengan cara elektroliferesis, maka imunoglobulin ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin gamma, meskipun ada beberapa imuno-globulin yang juga ditemukan dalam fraksi globulin alfa dan beta. Dua fragmen imunoglobulin yang identik disebut Fab yang merupakan bagian imunoglobulin yang mengikat antigen serta bereaksi dengan determinan antigen dan hapten. Bagian tunggal imunoglobulin disebut Fc oleh karena mudah di-kristalkan (c = crystalible). Imunoglobulin G (IgG) merupakan komponen utama imunoglobulin serum, dengan berat molekul 160.000. Kadar-nya dalam serum sekitar 13 mg/mL, merupakan 75% dari semua imunoglobulin. IgG dan komplemen bekerja saling membantu sebagai opsonin pada pemusnahan antigen. IgG juga berperanan pada imunitas selular, karena dapat merusak antigen selular melalui interaksi dengan sistem komplemen atau melalui efek sitolitik killer cell (sel K), eosinofil, neutrofil, yang semuanya mengandung reseptor untuk Fc dari IgG. Sel K merupakan efektor antibody dependent cellular cytotoxicity cell (ADCC). ADCC tidak hanya merusak sel tunggal, tetapi juga mikroorganisme multiselular seperti telur skistosoma. Peranan efektor ADCC ini penting pada penghancuran kanker, pe-nolakan transplan dan penyakit autoimun, sedang ADCC melalui neutrofil dan eosinofil berperan pada infestasi parasit. Kadar IgG meninggi pada infeksi penyakit kronis dan penyakit autoimun. d) Limpa Limpa adalah organ imun sekunder yang berperan penting dalam pertahanan tubuh spesifik. Terdapat hubungan yang erat antara perubahan ukuran limpa pada kasus-kasus imunologik yang kemudian diikuti dengan peningkatan jumlah limfosit. Sesuai dengan pernyataan bahwa adanya pembesaran ukuran limpa disebabkan oleh kerja limpa yang lebih berat dalam memproduksi sel-sel limfosit. RANCANGAN PENELITIAN A) Determinasi tumbuhan Tumbuhan yang akan diuji dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Balitbang Botani, Puslitbang Biologi, LIPI Bogor. Determinasi dilakukan untuk mendapatkan klasifikasi dan nama tumbuhan yang tepat. B) Bahan percobaan adalah daun Ngokilo yang dikumpul-kan dari kebun Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Bogor. Digunakan daun segar yang berwarna hijau dan dibersihkan dari bahan organik asing serta kotoran lainnya dengan cara pencucian dengan air, kemudian diangin-anginkan di udara sampai tidak terlihat sisa-sisa air di permukaan daun. C) Penyediaan dan persiapan hewan coba Digunakan hewan coba mencit putih galur DDY (Deutsch Democratic Yokohama), jantan, berat badan 25-35 g, diperoleh dari Bagian Perhewanan Pusat Pemeriksaan Obat dan Makan-an (PPOM). Sebelum penelitian dilakukan, masing-masing hewan dipelihara selama satu minggu untuk penyesuaian diri terhadap lingkungan, menyeragamkan makanannya dan diamati ke-sehatannya. Selama pemeliharaan bobot hewan coba diperiksa dan dinilai sehat untuk percobaan jika selama pemeliharaan bobot hewan coba tersebut tetap atau bertambah serta perilaku-nya normal. D) Analisis karakteristik bahan uji (daun Ngokilo) 1) Pemeriksaan makroskopik Pengamatan pada analisis makroskopik meliputi 2 hal pokok, yakni ukuran dan ciri ciri khas bahan uji. 2) Pemeriksaan organoleptik Pemeriksaan ini dilakukan terhadap warna, rasa dan bau bahan uji. 3) Pemeriksaan mikroskopik Pemeriksaan ini dilakukan terhadap penampang melintahg daun Ngokilo melalui ibu tulang daunnya serta serbuk daun Ngokilo yang telah dikeringkan untuk mengetahui fragmen-fragmen pengenalnya, seperti rambut penutup, rambut kelenjar, hablur kalsium oksalat, tipa stomata dan tipe berkas pengangkut. 4) Pemeriksaan mikroskopik Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui gambaran 24 Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000
  • 26. kromatogram kandungan kimia daun Ngokilo. E) Penelitian Aktivitas Sistem Imun Untuk penelitian aktivitas sistem imun ini dilakukan: 1) Pengamatan bobot badan hewan coba Selama dilakukan penelitian setiap minggu dilakukan pengamatan bobot badan hewan coba untuk mengetahui apakah metabolisme hewan coba dipengaruhi oleh sediaan uji yang digunakan atau tidak. Di samping itu pengamatan bobot badan hewan coba itu untuk mengetahui juga apakah perlakuan yang dilakukan, yakni pengambilan darah setiap minggu dapat mempengaruhi bobot badan hewan coba. 2) Pembacaan titer antibodi terhadap SDMD Hewan coba diimunisasi dengan SDMD (sel darah merah domba) dengan cara penyuntikan intra peritoneal, 1 jam kemudian perasan segar daun Ngokilo diberikan per oral kepada mencit selama 7 hari berturut-turut. Pengukuran titer antibodi terhadap SDMD dilakukan dengan Hemaglutinasi test. Pengamatan dilakukan tiap minggu selama 3 minggu berturut-turut. Antibodi adalah Imunoglobulin yang merupakan golongan protein yang dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen. Titer antibodi yang tinggi menunjukkan bahwa sediaan uji dapat meningkatkan sistem imun. 3) Pengamatan berat relatif limpa Berat relatif limpa (berat limpa/bobot akhir badan mencit) diukur dengan penimbangan pada neraca Sartorius di akhir perlakuan. Pengamatan ini dilakukan, karena kerja limpa yang lebih berat dalam memproduksi sel-sel limfosit diperkirakan dapat memperbesar ukuran limpa. F) Analisis data Pengolahan data secara statistik untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan dengan melakukan uji sebagai berikut: a. Bila data distribusinya normal dan homogen, dilakukan uji Anova. b. Bila data distribusinya tidak normal dan homogen, digunakan uji non parametrik Kruskall-Wallis. ALAT, BAHAN DAN METODE A) Bahan untuk penelitian aktivitas sistem imun dan hewan coba : 1. Sediaan uji : perasan segar daun Ngokilo 2. Hewan coba : mencit putih, jantan, galur DDY, berat badan 25-35 g 3. Antigen : sel darah merah domba (SDMD) diperoleh dari Laboratorium Patologi Klinik FKUI, Jakarta. Jarak rambat Pereaksi Deteksi. 4. Larutan Phosphate Buffered Saline (PBS): terdiri dari larutan A dan larutan B. Larutan A : Larutan NaH2P04. H20 1,38 g/L dan NaCl 8,3 g/L. Larutan B : Larutan NaH2P04. 1,42 g/L dan NaCl 8,5g/L. 280 mL. Larutan A ditambahkan pada 720 Larutan B untuk mendapatkan Larutan PBS dengan pH = 7,2. 5. Eter untuk pembius mencit. 6. Aquadest 7. Alkoho1 96%. B) Bahan untuk pemeriksaan mikroskopik 1. Air 2. Kloralhidrat LP 3. Floroglusin LP 4. HCI LP C) Bahan untuk pemeriksaan mikroskopik 1. Lempeng silika gel 60 GF 254 2. zat warna II LP 3. Metil etil keton 4. Aluminium klorida P 5. Metanol P 6. Etil asetat P 7. Asam formiat P D) Alat 1. Kandang mencit 2. Juicer (alat bantu peras) merk “National” 3. Timbangan hewan merk “Fuji” 4. Timbangan analitik merk “Sartorius” 5. Micrometer pipet merk Eppen dorf 20-200L 6. Heparin Capiller Tube 7. Pipet tips 8. Microcentrifuge tube 1,5 cc 9. Drope plate 10. Syringe 1 cc; 5 cc 11. Sonde 12. Kain penyaring 13. Gelas ukur 14. Beaker glass 15. Alat-alat bedah ringan 16. Meja bedah 17. Sungkup pembiusan 18. Kapas 19. Tangas air 20. Mikroskop 21. Chamber E) Metode pemeriksaan KLT Lempeng : Silika Gel 60 GF 254 Penyari : Metanol P Jumlah totolan : 20 uL Cairan elusi : Etil asetat-etil metil keton-asam formiat (60 - 30 - 4) Jarak rambat : 15 cm Pereaksi : Aluminium klorida Deteksi : Sinar biasa Sinar ultra violet 366 run Larutan cuplikan : 20 L perasan segar daun Ngokilo diuapkan di atas tangas sampai kering pada suhu 60° C. Tambahkan 10 mL metanol, panaskan di atas tangas air selama 10 menit, dinginkan, saring, cuci endapan dengan metanol, pekatkan di atas tangas air hingga diperoleh 5 mL filtrat. F) Metode penelitian aktivitas sistem imun 1) Penyiapan simplisia uji dan hewan coba a. Penyiapan simplisia Kumpulkan daun tumbuhan Ngokilo [Gynura procumbens (Lour.) Men.] yang telah dideterminasi. Gunakan daun segar yang berwarna hijau dan berukuran sedang. Bersihkan dari bahan organik asing dan kotoran lainnya dengan cara mencuci dengan air beberapa kali. Tiriskan dan angin-anginkan di udara terbuka hinga bebas dari air cucian. Daun telah siap untuk pengujian. b. Adaptasi hewan coba Adaptasi terlebih dahulu mencit terhadap lingkungan Cermin Dunia Kedokteran No. 127, 2000 25