SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
Download to read offline
1
INVENTARISASI HASIL TIMUS UNTUK DIBAHAS DALAM RAPAT PANJA
Berdasarkan hasil Timus/Timsin terdapat 34 (tiga puluh empat) point yang perlu dibahas
dalam Rapat Panja.
A. Bab III Pasal 17 (Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang)
Terkait dengan Pasal 34A ayat (2) diusulkan ayat baru sbb :
Pasal 34A
(1) Dalam hal terdapat perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) huruf d, Pasal 23 ayat (5) huruf
d, dan Pasal 26 ayat (6) huruf d belum dimuat dalam rencana tata ruang
dan/atau rencana zonasi, pemanfaatan ruang tetap dapat dilaksanakan.
(2) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan setelah mendapat
rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dari Pemerintah Pusat.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 14.57WIB
B. Bab III Pasal 22 (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup)
1. DISETUJUI TIMUS untuk dibawa ke PANJA usulan rumusan Pasal 24 ayat (3)
sebagai berikut:
Pasal 24
(1) Dokumen Amdal merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup
untuk usaha atau kegiatan.
(2) Uji Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya
berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat.
(3) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat menunjuk lembaga dan/atau ahli bersertifikat
dalam melakukan Uji Kelayakan.
Usulan rumusan :
“Pemerintah Pusat wajib menunjuk lembaga dan/atau ahli bersertifikat
dalam melakukan Uji Kelayakan”.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.00WIB
(4) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya
menetapkan Keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan uji
kelayakan lingkungan.
(5) Keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), sebagai persyaratan penerbitan Perizinan Berusaha.
(6) Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh instansi Pemerintah, keputusan
kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
sebagai dasar pelaksanaan kegiatan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji kelayakan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
2
2. DISETUJUI TIMUS untuk diputuskan PANJA ketentuan Pasal 35 sebagaimana di
bawah ini:
Pasal 35
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib membuat surat
pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
yang diintegrasikan ke dalam Nomor Induk Berusaha.
(2) Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan terhadap kegiatan yang termasuk dalam kategori
beresiko rendah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat pernyataan kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.01WIB
3. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja Pasal 97A reposisi menjadi Pasal 82A
Pasal 97A
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal
59 ayat (4), atau Persetujuan dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (3) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun
atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.01WIB
C. Bab III Pasal 37 (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)
1. DISETUJUI TIMUS untuk diputuskan di PANJA dengan usulan rumusan Pasal 50
sebagaimana di bawah ini:
Pasal 50
(1) Setiap orang yang diberikan Perizinan Berusaha di kawasan hutan
dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
(2) Setiap orang dilarang :
a. mengerjakan dan/atau menggunakan dan/atau menduduki
kawasan hutan secara tidak sah;
b. membakar hutan;
c. memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa
memiliki hak atau persetujuan dari pejabat yang berwenang;
d. menyimpan hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal
dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;
e. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak
ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang
berwenang;
f. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan
kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan
fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan
3
g. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan
satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari
kawasan hutan tanpa persetujuan pejabat yang berwenang.
(3) Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan/atau mengangkut
tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.04WIB
2. DISETUJUI TIMUS untuk diputuskan di PANJA dengan usulan rumusan Pasal
50A sebagaimana di bawah terkait pengecualian sanksi administratif:
Pasal 50A
(1) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2)
huruf c, huruf d, dan/atau huruf e dilakukan oleh orang perseorangan
atau kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di
sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus
dikenai Sanksi Administratif.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikecualikan terhadap:
a. orang perseorangan atau kelompok masyarakat yang bertempat
tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5
(lima) tahun secara terus-menerus terdaftar dalam kebijakan
penataan Kawasan Hutan; atau
b. orang perseorangan yang telah mendapatkan sanksi sosial atau
sanksi adat.
Catatan:
 Ditambah penjelasan terkait kelompok-kelompok yang tinggal di dalam
Kawasan hutan.
 Ditambah definisi mengenai hutan konservasi
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.12WIB
3. DISETUJUI TIMUS untuk diputuskan di PANJA dengan usulan rumusan Pasal 78
sebagai berikut:
Pasal 78
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), diancam dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a, diancam dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b, diancam dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
4
(4) Setiap orang yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b, diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).
(5) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c, dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp3.500.000.000,00 (tiga
miliar lima ratus juta rupiah).
(6) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf d, dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 3.500.000.000,00 (tiga
miliar lima ratus juta rupiah).
(7) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 ayat (4), diancam dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh
miliar lima ratus juta rupiah).
(8) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (2) huruf e, diancam dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah).
(9) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (2) huruf f, diancam dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp2.000. 000.000,00 (dua
miliar rupiah).
(10) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf g, diancam dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(11) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat
(2) apabila dilakukan oleh dan/atau atas nama korporasi, selain
pengenaan sanksi pidana terhadap pengurusnya juga dikenakan
terhadap korporasi dengan pemberatan 1/3 (sepertiga) dari denda
pidana pokok.
(12) Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan/atau alat-
alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan
kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
dirampas untuk Negara.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.16WIB
D. Bab III Pasal 38 (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan)
1. DISETUJUI TIMUS Pasal 110A, Pasal 110B untuk dibawa ke Panja dengan
catatan diberi rumusan Penjelasan mengenai simulasi perhitungan denda.
Pasal 110A
5
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan
memiliki perizinan di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya Undang-
Undang ini yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, wajib
menyelesaikan persyaratan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-
Undang ini berlaku.
(2) Jika setelah lewat 3 (tiga) tahun sejak berlakunya undang-undang ini tidak
menyelesaikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi administratif, berupa:
a. penghentian sementara kegiatan usaha;
b. pembayaran denda administatif; dan/atau
c. pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara
pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 110A ayat (3) menjadi penjelasan Pasal 110B:
Besaran denda ditentukan berdasarkan:
a. luasan kawasan hutan yang dikuasai;
b. jangka waktunya dihitung sejak mulai panen;
c. prosentase dari keuntungan yang diperoleh setiap tahun;
 untuk dirumuskan sebagai contoh di penjelasan untuk denda di perkebunan
sawit akibat keterlanjuran sebesar minimal Rp. 5jt dan maksimal Rp. 15jt.
 ditambahkan rumusan norma untuk lahan masyarakat keterlanjuran sebagai
affirmative action (mekanisme pemberian haknya dapat diatur dalam PP
Perhutanan Sosial, rakyat maksimal 5Ha).
Pasal 110B
(1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf e, dan Pasal 17 ayat (2) huruf b,
huruf c, dan huruf e serta kegiatan lain di kawasan hutan tanpa memiliki
Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang
ini dikenai sanksi administratif, berupa:
a. penghentian sementara kegiatan usaha;
b. denda; dan/atau
c. paksaan pemerintah;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara
pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Disetujui Timus Pasal 110C untuk dihapus dan dibawa ke Panja
Pasal 110C
Setiap orang yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf a, huruf b, dan huruf c, Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf e,
dan Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf e serta kegiatan lain di
6
kawasan hutan tanpa Perizinan yang dilakukan setelah berlakunya Undang-
Undang tentang Cipta Kerja, dikenai sanksi pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 82, Pasal 83, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93
dan dikenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.27WIB
E. Bab III Pasal 41 (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi)
1. Usulan rumusan baru dari FPG Pasal 46 ayat (5) untuk dibawa ke Panja terkait
penetapan tarif pengangkutan gas bumi, dengan rumusan sebagai berikut:
“Badan Pengatur dalam pengaturan dan penetapan tarif pengangkutan gas
bumi melalui pipa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d wajib
mendapatkan persetujuan Menteri.”
Disetujui PANJA 3 Oktober 2020 pk. 18.40WIB Kembali ke UU eksisting
F. Bab III Pasal 42 (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan)
1. Disetujui Timus Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3), dihapus dan reformulasi
penyesuaian ayat (4) dan rujukan pasal untuk dibawa ke Panja.
Pasal 34
(1) Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga
listrik untuk konsumen dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.
(2) Tarif tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan nasional,
daerah, konsumen, dan pelaku usaha penyediaan tenaga listrik.
(3) Tarif tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat ditetapkan secara berbeda di setiap daerah dalam suatu wilayah
usaha.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.45WIB
2. Disetujui dihapus untuk dibawa ke Panja Pasal 54 ayat (2), sehingga rumusannya
hanya menjadi 2 (dua) ayat, yakni:
Pasal 54
(1) Setiap orang yang mengoperasikan instalasi tenaga listrik tanpa
sertifikat laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4)
yang mengakibatkan timbulnya korban, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal instalasi listrik rumah tangga masyarakat dioperasikan tanpa
sertifikat laik operasi, dampak yang timbul akibat ketiadaan sertifikat
laik operasi menjadi tanggung jawab penyedia tenaga listrik.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.46WIB
7
G. Bab III Pasal 49 (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk
Halal)
1. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait penambahan ayat pada Pasal 31
ayat (3a)
Pasal 31
(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dilakukan oleh Auditor Halal paling
lama 15 (lima belas) hari kerja.
(2) Pemeriksaan terhadap Produk dilakukan di lokasi usaha pada saat proses
produksi.
(3) Dalam hal pemeriksaan Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdapat Bahan yang diragukan kehalalannya, dapat dilakukan pengujian
di laboratorium.
(3a) Dalam hal pemeriksaan produk sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
memerlukan tambahan waktu pemeriksaan, LPH dapat mengajukan
perpanjangan waktu kepada BPJPH.
(4) Dalam pelaksanaan pemeriksaan di lokasi usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Pelaku Usaha wajib memberikan informasi kepada Auditor
Halal.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan dan/atau
pengujian kehalalan produk diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Catatan:
 Ayat (3a) sebagai konsekuensi logis dari dicabutnya Pasal 34A dan Pasal 35A
ayat (2).
 Ditambah penjelasan untuk MUI di Aceh dan LPH bersifat mandiri
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.51WIB
2. Disetujui Timus untuk untuk dibawa ke Panja terkait penambahan norma baru
pada Pasal 53 ayat (2) sebagai implementasi Pasal 4A
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai JPH;
b. pendampingan dalam proses produk halal;
c. publikasi bahwa produk berada dalam proses pendampingan;
d. pemasaran dalam jejaring ormas islam berbadan hukum; dan
e. pengawasan Produk Halal yang beredar.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.52WIB
H. Bab III Pasal 52 (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman)
1. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait dengan rumusan Pasal 55
Pasal 55
(1) Orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan kemudahan yang
diberikan Pemerintah atau Pemerintah Daerah hanya dapat menyewakan
dan/atau mengalihkan kepemilikannya atas rumah kepada pihak lain, dalam
hal:
a. pewarisan; atau
8
b. penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun.
(2) Dalam hal dilakukan pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b pengalihannya wajib dilaksanakan oleh lembaga yang
ditunjuk atau dibentuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam
bidang perumahan dan pemukiman.
(3) Jika pemilik meninggalkan rumah secara terus-menerus dalam waktu paling
lama 1 (satu) tahun tanpa memenuhi kewajiban berdasarkan perjanjian,
Pemerintah atau Pemerintah Daerah berwenang mengambil alih
kepemilikan rumah tersebut.
(4) Rumah yang telah diambil alih oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib didistribusikan kembali kepada
MBR.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penujukkan dan pembentukan lembaga,
kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah MBR
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Catatan:
Tambahan penjelasan untuk kondisi darurat, force majeure.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.55WIB
I. Bab III Pasal 53 (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun)
1. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja usulan rumusan Pasal 16
Pasal 16
(1) Pembangunan rumah susun komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (2) dapat dilaksanakan oleh setiap orang.
(2) Pelaku pembangunan rumah susun komersial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib menyediakan rumah susun umum paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun.
(3) Dalam hal pembangunan rumah susun umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), tidak dalam 1 (satu) lokasi kawasan rumah susun komersial
pembangunan rumah susun umum dapat dilaksanakan dalam 1 (satu)
daerah kabupaten/kota yang sama.
(4) Kewajiban menyediakan rumah susun umum paling sedikit 20% (dua puluh
persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikonversi dalam
bentuk dana untuk pembangunan rumah susun umum.
(5) Pengelolaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh
Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban menyediakan rumah susun
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.56WIB
2. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja usulan rumusan Pasal 54
Pasal 54
(1) Sarusun umum yang memperoleh kemudahan dari pemerintah hanya dapat
dimiliki atau disewa oleh MBR.
9
(2) Setiap orang yang memiliki sarusun umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dapat mengalihkan kepemilikannya kepada pihak lain dalam hal:
a. pewarisan; atau
b. perikatan kepemilikan rumah susun setelah jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun.
(3) Pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya dapat
dilakukan oleh Badan Pelaksana.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) dan kriteria dan tata cara pemberian kemudahan
kepemilikan sarusun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.58WIB
3. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja usulan rumusan Pasal 67
Pasal 67
(1) Dalam pelaksanaan peningkatan kualitas rumah susun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf a, PPPSRS dapat bekerja sama
dengan pelaku pembangunan rumah susun.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
perjanjian tertulis yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang
berdasarkan prinsip kesetaraan.
(3) Pelaksanaan peningkatan kualitas rumah susun umum dan rumah susun
khusus dilaksanakan oleh Badan Pelaksana.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.58WIB
4. Tambahan Badan Pelaksana, Badan Pengawas di KU Disetujui Timus untuk
dibawa ke Panja sebagaimana rumusan Pasal 72 :
Pasal 72
(1) Untuk mewujudkan rumah susun yang layak dan terjangkau bagi MBR,
Pemerintah membentuk Badan Pelaksana.
(2) Penugasan atau membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan untuk :
a. mempercepat penyediaan rumah susun khusus terutama di
perkotaan;
b. menjamin bahwa rumah susun umum hanya dimiliki dan dihuni oleh
MBR;
c. menjamin tercapainya asas manfaat rumah susun umum;
d. melaksanakan berbagai kebijakan di bidang rumah susun umum dan
rumah susun khusus.
(3) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai fungsi
pelaksanaan pembangunan, pengalihan kepemilikan, dan distribusi rumah
susun umum dan rumah susun khusus secara terkoordinasi dan
terintegrasi.
(4) Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan
Pelaksana bertugas:
a. melaksanakan pembangunan rumah susun umum dan rumah susun
khusus;
10
b. menyelenggarakan koordinasi operasional lintas sektor termasuk
dalam penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
c. melaksanakan peningkatan rumah susun umum dan rumah susun
khusus;
d. melaksanakan penyediaan tanah untuk pembangunan rumah susun
umum dan rumah susun khusus;
e. memfasilitasi penghunian, pengalihan, pemanfaatan, serta
pengelolaan rumah susun umum dan rumah susun khusus;
f. melaksanakan verifikasi pemenuhan persyaratan terhadap calon
pemilik dan/atau penghuni rumah susun umum dan rumah susun
khusus; dan
g. melakukan pengembangan dan kerjasama di bidang rumah susun
dengan berbagai instansi di dalam atau di luar negeri.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 16.03WIB
5. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Pasal 98A, jika tidak ada kejelasan
rumusan sanksi administratifnya maka akan dihapus
Pasal 98A
Pelaku pembangunan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 98 dikenai sanksi administratif.
Pasal 98A, 100A, dan Pasal 101A Pasal 107 DISETUJUI PANJA DIHAPUS 3
OKTOBER 16.06WIB
6. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Pasal 100A, jika tidak ada
kejelasan rumusan sanksi administratifnya maka akan dihapus
Pasal 100A
Setiap orang yang membangun rumah susun di luar lokasi yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dikenai sanksi administratif.
Pasal 98A, 100A, dan Pasal 101A Pasal 107 DISETUJUI PANJA DIHAPUS 3
OKTOBER 16.06WIB
7. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Pasal 101A, jika tidak ada
kejelasan rumusan sanksi administratifnya maka akan dihapus
Pasal 101A
Setiap orang yang:
a. mengubah peruntukan lokasi rumah susun yang sudah ditetapkan; atau
b. mengubah fungsi dan pemanfaatan rumah susun, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 101 dikenai sanksi administratif.
Pasal 98A, 100A, dan Pasal 101A Pasal 107 DISETUJUI PANJA DIHAPUS 3
OKTOBER 16.06WIB
8. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait penghapusan Pasal 98A, 100A,
atau Pasal 101A dalam Pasal 107 jika tidak ada kejelasan rumusan sanksi
administratifnya.
Pasal 107
Setiap orang yang menyelenggarakan rumah susun tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Pasal 22 ayat (3), Pasal 25 ayat
11
(1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 30, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat (1), Pasal 51 ayat
(3), Pasal 52, Pasal 59 ayat (1), Pasal 61 ayat (1), Pasal 66, Pasal 74 ayat (1), Pasal
98A, Pasal 100A, atau Pasal 101A dikenai sanksi administratif.
Pasal 98A, 100A, dan Pasal 101A Pasal 107 DISETUJUI PANJA DIHAPUS 3
OKTOBER 16.06WIB
9. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Pasal 113, jika tidak ada kejelasan
rumusan sanksi administratifnya maka akan dihapus
Pasal 113
Setiap orang yang:
a. mengubah peruntukan lokasi rumah susun yang sudah ditetapkan; atau
b. mengubah fungsi dan pemanfaatan rumah susun;
c. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 menimbulkan korban terhadap
manusia atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah).
DISETUJUI PANJA TETAP 3 OKTOBER 16.07WIB
J. Bab III Pasal 54 (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi)
1. Disetujui Timus hasil reformulasi Pasal 19 ayat (4) untuk dibawa ke Panja
Pasal 19
(1) Sebagian tugas dan wewenang Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 13, Pasal
14, Pasal 15, dan Pasal 16 dalam mengelola Sumber Daya Air yang meliputi
satu Wilayah Sungai dapat ditugaskan kepada Pengelola Sumber Daya Air.
(2) Pengelola Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa unit pelaksana teknis kementerian/unit pelaksana teknis daerah
atau badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah di bidang
Pengelolaan Sumber Daya Air.
(3) Sebagian tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
termasuk:
a. menetapkan kebijakan;
b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air;
c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air;
d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air;
e. menerbitkan Perizinan Berusaha atau Persetujuan;
Penjelasan huruf e:
Perizinan Berusaha diberikan untuk kegiatan yang bersifat komersil,
sedangkan Persetujuan diberikan untuk kegiatan yang bersifat non
komersil.
f. membentuk wadah kooordinasi;
g. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria;
h. membentuk Pengelola Sumber Daya Air; dan
i. menetapkan.nilai satuan BJPSDA.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
Milik Daerah di bidang Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
12
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 16.09WIB
K. Bab IV Ketenagakerjaan Pasal 83 (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan)
Disetujui PANJA 3 Oktober 2020 16.50WIB materi muatan Bab IV terkait dengan
alih daya, PKWT, dan syarat PHK – kembali ke uu eksisting
Usulan baru Pemerintah terkait perhitungan pesangon:
Yang menjadi kewajiban Pemberi Kerja 19x
JKP 6x
Total = 25x
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 17.10WIB – Catatan: FPKS tetap pada Keputusan Panja
sebelumnya (32X)
1. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja Pasal 13 ayat (1) huruf c
Pasal 13
(1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh :
a. lembaga pelatihan kerja pemerintah;
b. lembaga pelatihan kerja swasta; atau
c. lembaga pelatihan kerja perusahaan.
(2) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja.
(3) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dalam menyelenggarakan pelatihan kerja dapat bekerja sama
dengan swasta.
(4) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan lembaga pelatihan kerja perusahaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
2. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait dengan ketentuan Pasal 66
Pasal 66
(1) Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang
dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara
tertulis baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu
tidak tertentu.
(2) Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja
serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung
jawab perusahaan alih daya.
(3) Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka
perjanjian kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan pelindungan hak-
hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan
sepanjang objek pekerjaannya tetap ada.
(4) Perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk badan
hukum dan wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh
13
Pemerintah Pusat.
(5) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan pekerja/buruh sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Catatan :
Pasal 66 perubahan redaksional dan penambahan 2 ayat baru yaitu ayat
(3) dan (5).
3. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Pasal 88D ayat (3) didrop dan ayat
(4) menjadi ayat (3)
Pasal 88D
(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2)
dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum.
(2) Formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
(3) Formula dan variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau
oleh Pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai formula perhitungan upah minimum diatur
dengan Peraturan Pemerintah
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 16.52WIB
L. Bab IV Pasal 85 (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial)
1. Disetujui Timus usulan baru Pasal 42 untuk dibawa ke Panja
Pasal 42
(1) Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ditetapkan masing-masing paling banyak
Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk
Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan ditetapkan paling sedikit
Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 17.14WIB
M. Bab IV Pasal 86 (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan
Pekerja Migran Indonesia)
1. Disetujui Timus untuk rumusan Pasal 86 dibawa ke Panja
Pasal 86
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang
Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 6141)
14
diubah:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
16. Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang
selanjutnya disebut SIP3MI adalah izin tertulis yang diberikan oleh
Pemerintah Pusat kepada badan usaha berbadan hukum Indonesia
yang akan menjadi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia.
2. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 51
(1) Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 huruf b wajib memiliki izin yang memenuhi
Perizinan Berusaha dan diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan dan
dipindahtangankan kepada pihak lain.
(3) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
3. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia dapat membentuk
kantor cabang di luar wilayah domisili kantor pusatnya.
(2) Kegiatan yang dilakukan oleh kantor cabang Perusahaan Penempatan
Pekerja Migran Indonesia menjadi tanggung jawab kantor pusat
Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia.
(3) Kantor cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
(4) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
4. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 57
(1) Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia harus menyerahkan
pembaruan data paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja.
(2) Dalam hal Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia tidak
menyerahkan pembaruan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia diizinkan untuk
memperbarui izin paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja dengan
membayar denda keterlambatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai denda keterlambatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
5. Diantara Pasal 89 dan Pasal 90 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 89A yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 89A
Pada saat berlakunya Undang-Undang tentang Cipta Kerja maka pengertian
atau makna SIP3MI dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang
Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menyesuaikan dengan ketentuan
mengenai Perizinan Berusaha.
15
N. Bab VIII Pengadaan Lahan
1. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Judul Bab VIII semula
PENGADAAN LAHAN menjadi PENGADAAN TANAH
2. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait rumusan Pasal 140C
Pasal 140C:
a. 7 orang Dewan Pengawas yang terdiri atas 4 orang unsur profesional
dan 3 (tiga) orang dipilih oleh Pemerintah
b. 4 (empat) orang yang berasal dari unsur profesional proses seleksi
dilakukan oleh Pemerintah untuk kemudian disampaikan ke DPR untuk
dipilih dan disetujui.
c. Jumlah kandidat yang diajukan ke DPR minimal 2x jumlah kandidat
Rumusannya disempurnakan.
3. Pasal 140D ayat (4) Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja
Pasal 140D
(1) Badan Pelaksana terdiri dari Kepala dan Deputi.
(2) Jumlah Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Ketua Komite.
(3) Kepala dan Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Komite.
(4) Pengangkatan dan pemberhentian Kepala dan Deputi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat diusulkan oleh Dewan Pengawas.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 16.12WIB
O. Bab IX Kawasan Ekonomi Pasal 143 (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009
tentang Kawasan Ekonomi Khusus)
1. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja rumusan Pasal 3 ayat (4)
Pasal 3
(1) Kegiatan usaha di KEK terdiri atas:
a. produksi dan pengolahan;
b. logistik dan distribusi;
c. pengembangan teknologi;
d. pariwisata;
e. pendidikan;
f. kesehatan;
g. energi; dan/atau
h. ekonomi lain.
(2) Kegiatan ekonomi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h
ditetapkan oleh Dewan Nasional.
(3) Pelaksanaan Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan zonasi di KEK.
(4) Pelaksanaan kegiatan usaha pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e hanya dapat dilakukan pada KEK yang diusulkan Pemerintah
Pusat atau badan usaha milik negara.
Usulan Rumusan:
16
Pelaksanaan kegiatan usaha pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e hanya dapat dilakukan berdasarkan persetujuan yang
diberikan oleh Pemerintah Pusat.
(5) Pelaksanaan kegiatan usaha kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
(6) Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi
pekerja.
(7) Di dalam setiap KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah,
dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung
kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 16.17WIB
1. Bab III :
- Penyederhanaan Perizinan di UU Penanaman Modal;
Penjelasan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (3)
Pasal 12 ayat (1)
Pelaksanaan kegiatan penanaman modal didasarkan atas kepentingan nasional yang
mencakup antara lain pelindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan
usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi,
peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama
dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.
Kepentingan nasional tersebut dapat mencakup perlindungan atas kegiatan usaha
yang dapat membahayakan kesehatan (seperti obat, minuman keras mengandung
alkohol), pemberdayaan petani, nelayan, petambak ikan dan garam, usaha mikro
dan kecil dengan pengaturan dan persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh
Pemerintah, namun tetap memperhatikan aspek peningkatan ekosistem penanaman
modal.
Disetujui Timus 02 OKT 22.29 DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 17.16WIB
Pasal 12 ayat (3);
Draft Penjelasan:
Daftar Prioritas Investasi isinya:
1. bidang Usaha Prioritas yang diberikan fasilitas fiskal;
2. bidang Usaha yang diberi kemudahan sifatnya non fiskal antara lain persyaratan
perizinan, penyediaan bahan baku, lokasi dan lain-lain;
3. bidang usaha bagi UMKM dan kemitraan;
4. bidang usaha tertutup bagi Penanaman Modal; dan
5. bidang usaha terbuka dengan persyaratan tertentu.
2. Bab V: UMKM yang menjelaskan alokasi UMK bukan hanya di jalan tol tetapi juga
sarana publik lainnya seperti bandara, dll.
DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 16.42WIB
Ayat (1)
Dalam rangka pemberdayaan usaha mikro dan kecil, Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan/atau Badan Usaha
17
Swasta wajib mengalokasikan penyediaan tempat promosi, tempat usaha, dan
pengembangan Usaha Mikro dan Kecil pada infrastruktur publik yang mencakup:
a. terminal;
b. bandar udara;
c. pelabuhan;
d. stasiun kereta api;
e. tempat istirahat dan pelayanan jalan tol; dan
f. infrastruktur publik lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah.
Ayat (2)
Alokasi penyediaan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro dan Kecil pada
infrastruktur publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari luas tempat perbelanjaan dan/atau promosi yang strategis pada
infrastruktur publik yang bersangkutan.
3. Bab X: Investasi Pemerintah Pusat – tambahan penjelasan Pasal 147 ayat (4) huruf f
asset-aset yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Kerja sama dengan Pihak Ketiga.
Disetujui PANJA 3 OKTOBER 2020, Penjelasan Bab X, yaitu:
Pasal 147 ayat (1) yang direlokasi ke Pasal 150 ayat (2) pk. 18.43 dan Pasal 152 ayat (2)
pk. 18.45 sebagaimana lampiran yang disampaikan Pemerintah pada Rapat Panja 03
Oktober 2020
Usulan rumusan Penjelasan Pasal 150 ayat (2) yang disetujui Panja:
Aset negara yang berasal dari cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh nagara dan tidak dapat
dipindahtangankan kepada pihak lain termasuk lembaga.
Aset negara yang berisikan atau mengelola bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya tetap dikuasai oleh negara dan tidak dipindahtangankan
menjadi aset Lembaga.
Usulan rumusan Penjelasan Pasal 152 ayat (2) yang disetujui Panja:
Lembaga dalam kerja sama dengan pihak ketiga, tetap mempertahankan kedudukannya
sebagai penentu utama kebijakan usaha dan penentu dalam pengambilan keputusan di
badan usaha dengan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

More Related Content

Similar to OPTIMALKAN INVENTARISASI

Undang-Undang nomor 31 tahun 1999
Undang-Undang nomor 31 tahun 1999Undang-Undang nomor 31 tahun 1999
Undang-Undang nomor 31 tahun 1999Muhammad Sirajuddin
 
Uu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsi
Uu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsiUu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsi
Uu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsiMystic333
 
UU RI No. 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
UU RI No. 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiUU RI No. 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
UU RI No. 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiKacung Abdullah
 
Kebijakan KL-PL November 2020.pptx
Kebijakan KL-PL November 2020.pptxKebijakan KL-PL November 2020.pptx
Kebijakan KL-PL November 2020.pptxUtamiRizki4
 
presentasi hpp fpik ub
presentasi hpp fpik ubpresentasi hpp fpik ub
presentasi hpp fpik ubferi putra
 
Undang undang no. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
Undang undang no. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsiUndang undang no. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
Undang undang no. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsimapjmakassar
 
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...mapjmakassar
 
Tindak pidana korupsi 31 99
Tindak pidana korupsi 31 99Tindak pidana korupsi 31 99
Tindak pidana korupsi 31 99mapjmakassar
 
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananSudirman Sultan
 
Tindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang KehutananTindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang KehutananFachrul Kardiman
 
UU No 20 tahun 2001 ttg Pemberantasan Tipikor
UU No 20 tahun 2001  ttg Pemberantasan TipikorUU No 20 tahun 2001  ttg Pemberantasan Tipikor
UU No 20 tahun 2001 ttg Pemberantasan TipikorMas Kris
 
Uu nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas uu nomor 31 ta
Uu nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas uu nomor 31 taUu nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas uu nomor 31 ta
Uu nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas uu nomor 31 taIndonesia Anti Corruption Forum
 
Unsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatif
Unsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatifUnsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatif
Unsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatifAhmad Solihin
 
Uu 2001 nomor 20 perubahan atas undang undang nomor 31 tahun 1999 tentang pem...
Uu 2001 nomor 20 perubahan atas undang undang nomor 31 tahun 1999 tentang pem...Uu 2001 nomor 20 perubahan atas undang undang nomor 31 tahun 1999 tentang pem...
Uu 2001 nomor 20 perubahan atas undang undang nomor 31 tahun 1999 tentang pem...Mystic333
 
UU Nomor 20 Tahun 2001.pdf
UU Nomor 20 Tahun 2001.pdfUU Nomor 20 Tahun 2001.pdf
UU Nomor 20 Tahun 2001.pdfdeddy63
 

Similar to OPTIMALKAN INVENTARISASI (20)

uu311999.pdf
uu311999.pdfuu311999.pdf
uu311999.pdf
 
Undang-Undang nomor 31 tahun 1999
Undang-Undang nomor 31 tahun 1999Undang-Undang nomor 31 tahun 1999
Undang-Undang nomor 31 tahun 1999
 
Uu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsi
Uu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsiUu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsi
Uu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsi
 
UU RI No. 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
UU RI No. 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiUU RI No. 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
UU RI No. 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
 
PASAL TINDAK PIDANA
PASAL TINDAK PIDANA PASAL TINDAK PIDANA
PASAL TINDAK PIDANA
 
Kebijakan KL-PL November 2020.pptx
Kebijakan KL-PL November 2020.pptxKebijakan KL-PL November 2020.pptx
Kebijakan KL-PL November 2020.pptx
 
presentasi hpp fpik ub
presentasi hpp fpik ubpresentasi hpp fpik ub
presentasi hpp fpik ub
 
Undang undang no. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
Undang undang no. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsiUndang undang no. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
Undang undang no. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
 
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...
 
Tindak pidana korupsi 31 99
Tindak pidana korupsi 31 99Tindak pidana korupsi 31 99
Tindak pidana korupsi 31 99
 
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
 
Tindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang KehutananTindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang Kehutanan
 
UU No 20 tahun 2001 ttg Pemberantasan Tipikor
UU No 20 tahun 2001  ttg Pemberantasan TipikorUU No 20 tahun 2001  ttg Pemberantasan Tipikor
UU No 20 tahun 2001 ttg Pemberantasan Tipikor
 
Uu nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas uu nomor 31 ta
Uu nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas uu nomor 31 taUu nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas uu nomor 31 ta
Uu nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas uu nomor 31 ta
 
Unsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatif
Unsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatifUnsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatif
Unsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatif
 
Uu 2001 nomor 20 perubahan atas undang undang nomor 31 tahun 1999 tentang pem...
Uu 2001 nomor 20 perubahan atas undang undang nomor 31 tahun 1999 tentang pem...Uu 2001 nomor 20 perubahan atas undang undang nomor 31 tahun 1999 tentang pem...
Uu 2001 nomor 20 perubahan atas undang undang nomor 31 tahun 1999 tentang pem...
 
UU Nomor 20 Tahun 2001.pdf
UU Nomor 20 Tahun 2001.pdfUU Nomor 20 Tahun 2001.pdf
UU Nomor 20 Tahun 2001.pdf
 
Audit Investigatif Dengan Menganalisis Unsur Perbuatan Melawan Hukum
Audit Investigatif Dengan Menganalisis Unsur Perbuatan Melawan HukumAudit Investigatif Dengan Menganalisis Unsur Perbuatan Melawan Hukum
Audit Investigatif Dengan Menganalisis Unsur Perbuatan Melawan Hukum
 
Uu 20 2001
Uu 20 2001Uu 20 2001
Uu 20 2001
 
Uu no 20_2001
Uu no 20_2001Uu no 20_2001
Uu no 20_2001
 

More from glugutharipamungkas

Pernyataan sikap atas tindakan pemerintah melakukan pembubaran ormas tanpa me...
Pernyataan sikap atas tindakan pemerintah melakukan pembubaran ormas tanpa me...Pernyataan sikap atas tindakan pemerintah melakukan pembubaran ormas tanpa me...
Pernyataan sikap atas tindakan pemerintah melakukan pembubaran ormas tanpa me...glugutharipamungkas
 
Hasil Rapat Panja RUU Cipta Kerja 3 OKT 2020
Hasil Rapat Panja RUU Cipta Kerja 3 OKT 2020Hasil Rapat Panja RUU Cipta Kerja 3 OKT 2020
Hasil Rapat Panja RUU Cipta Kerja 3 OKT 2020glugutharipamungkas
 
02 OKT Hasil Timus Pasal 41-45 (Panas Bumi s.d Perdagangan) (1)
02 OKT Hasil Timus Pasal 41-45 (Panas Bumi s.d Perdagangan) (1)02 OKT Hasil Timus Pasal 41-45 (Panas Bumi s.d Perdagangan) (1)
02 OKT Hasil Timus Pasal 41-45 (Panas Bumi s.d Perdagangan) (1)glugutharipamungkas
 
02 OKT Hasil Timus BAB VIII Pengadaan Lahan Pasal 121-140
02 OKT Hasil Timus BAB VIII Pengadaan Lahan Pasal 121-14002 OKT Hasil Timus BAB VIII Pengadaan Lahan Pasal 121-140
02 OKT Hasil Timus BAB VIII Pengadaan Lahan Pasal 121-140glugutharipamungkas
 
02 OKT Hasil Timus Bab IX Pasal 141-146 (BAB IX) KEK
02 OKT Hasil Timus Bab IX Pasal 141-146 (BAB IX) KEK02 OKT Hasil Timus Bab IX Pasal 141-146 (BAB IX) KEK
02 OKT Hasil Timus Bab IX Pasal 141-146 (BAB IX) KEKglugutharipamungkas
 
02 OKT Hasil Timus BAB IV (Ketenagakerjaan) , V (UMKM)
02 OKT Hasil Timus BAB IV (Ketenagakerjaan) , V (UMKM)02 OKT Hasil Timus BAB IV (Ketenagakerjaan) , V (UMKM)
02 OKT Hasil Timus BAB IV (Ketenagakerjaan) , V (UMKM)glugutharipamungkas
 
Pelaksanaan skb dalam rangka penerimaan cpns atrbpn formasi tahun 2019
Pelaksanaan skb dalam rangka penerimaan cpns atrbpn formasi tahun 2019Pelaksanaan skb dalam rangka penerimaan cpns atrbpn formasi tahun 2019
Pelaksanaan skb dalam rangka penerimaan cpns atrbpn formasi tahun 2019glugutharipamungkas
 
Nota dinas dirjen prl ke ka bkipm tentang perdagangan karang hias 3 april 2020
Nota dinas dirjen prl ke ka bkipm tentang perdagangan karang hias   3 april 2020Nota dinas dirjen prl ke ka bkipm tentang perdagangan karang hias   3 april 2020
Nota dinas dirjen prl ke ka bkipm tentang perdagangan karang hias 3 april 2020glugutharipamungkas
 
Memo penerbitan skk pengangkutan koral karang hias
Memo penerbitan skk pengangkutan koral karang hiasMemo penerbitan skk pengangkutan koral karang hias
Memo penerbitan skk pengangkutan koral karang hiasglugutharipamungkas
 

More from glugutharipamungkas (14)

Pernyataan sikap atas tindakan pemerintah melakukan pembubaran ormas tanpa me...
Pernyataan sikap atas tindakan pemerintah melakukan pembubaran ormas tanpa me...Pernyataan sikap atas tindakan pemerintah melakukan pembubaran ormas tanpa me...
Pernyataan sikap atas tindakan pemerintah melakukan pembubaran ormas tanpa me...
 
Hasil Rapat Panja RUU Cipta Kerja 3 OKT 2020
Hasil Rapat Panja RUU Cipta Kerja 3 OKT 2020Hasil Rapat Panja RUU Cipta Kerja 3 OKT 2020
Hasil Rapat Panja RUU Cipta Kerja 3 OKT 2020
 
02 OKT Hasil Timus Pasal 60- 68
02 OKT Hasil Timus Pasal 60- 6802 OKT Hasil Timus Pasal 60- 68
02 OKT Hasil Timus Pasal 60- 68
 
02 OKT Hasil Timus Pasal 48-59
02 OKT Hasil Timus Pasal 48-5902 OKT Hasil Timus Pasal 48-59
02 OKT Hasil Timus Pasal 48-59
 
02 OKT Hasil Timus Pasal 1-41
02 OKT Hasil Timus Pasal 1-4102 OKT Hasil Timus Pasal 1-41
02 OKT Hasil Timus Pasal 1-41
 
02 OKT Hasil Timus Pasal 41-45 (Panas Bumi s.d Perdagangan) (1)
02 OKT Hasil Timus Pasal 41-45 (Panas Bumi s.d Perdagangan) (1)02 OKT Hasil Timus Pasal 41-45 (Panas Bumi s.d Perdagangan) (1)
02 OKT Hasil Timus Pasal 41-45 (Panas Bumi s.d Perdagangan) (1)
 
02 OKT Hasil Timus BAB VIII Pengadaan Lahan Pasal 121-140
02 OKT Hasil Timus BAB VIII Pengadaan Lahan Pasal 121-14002 OKT Hasil Timus BAB VIII Pengadaan Lahan Pasal 121-140
02 OKT Hasil Timus BAB VIII Pengadaan Lahan Pasal 121-140
 
02 OKT Hasil Timus Bab IX Pasal 141-146 (BAB IX) KEK
02 OKT Hasil Timus Bab IX Pasal 141-146 (BAB IX) KEK02 OKT Hasil Timus Bab IX Pasal 141-146 (BAB IX) KEK
02 OKT Hasil Timus Bab IX Pasal 141-146 (BAB IX) KEK
 
02 OKT Hasil Timus BAB IV (Ketenagakerjaan) , V (UMKM)
02 OKT Hasil Timus BAB IV (Ketenagakerjaan) , V (UMKM)02 OKT Hasil Timus BAB IV (Ketenagakerjaan) , V (UMKM)
02 OKT Hasil Timus BAB IV (Ketenagakerjaan) , V (UMKM)
 
Pelaksanaan skb dalam rangka penerimaan cpns atrbpn formasi tahun 2019
Pelaksanaan skb dalam rangka penerimaan cpns atrbpn formasi tahun 2019Pelaksanaan skb dalam rangka penerimaan cpns atrbpn formasi tahun 2019
Pelaksanaan skb dalam rangka penerimaan cpns atrbpn formasi tahun 2019
 
Nota dinas dirjen prl ke ka bkipm tentang perdagangan karang hias 3 april 2020
Nota dinas dirjen prl ke ka bkipm tentang perdagangan karang hias   3 april 2020Nota dinas dirjen prl ke ka bkipm tentang perdagangan karang hias   3 april 2020
Nota dinas dirjen prl ke ka bkipm tentang perdagangan karang hias 3 april 2020
 
Memo penerbitan skk pengangkutan koral karang hias
Memo penerbitan skk pengangkutan koral karang hiasMemo penerbitan skk pengangkutan koral karang hias
Memo penerbitan skk pengangkutan koral karang hias
 
Virtualization
VirtualizationVirtualization
Virtualization
 
Komputasi di bidang biologi
Komputasi di bidang biologiKomputasi di bidang biologi
Komputasi di bidang biologi
 

Recently uploaded

Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024DEDI45443
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1RomaDoni5
 
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAdministrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAnthonyThony5
 
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptxSOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptxwansyahrahman77
 
MAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara Hukum
MAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara HukumMAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara Hukum
MAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara Hukumbrunojahur
 
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...mayfanalf
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfNetraHartana
 
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptMuhammadNorman9
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxAmandaJesica
 
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...citraislamiah02
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxBudyHermawan3
 
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorevaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorDi Prihantony
 

Recently uploaded (13)

Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
 
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAdministrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
 
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptxSOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
 
MAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara Hukum
MAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara HukumMAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara Hukum
MAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara Hukum
 
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
 
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
 
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
 
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorevaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
 

OPTIMALKAN INVENTARISASI

  • 1. 1 INVENTARISASI HASIL TIMUS UNTUK DIBAHAS DALAM RAPAT PANJA Berdasarkan hasil Timus/Timsin terdapat 34 (tiga puluh empat) point yang perlu dibahas dalam Rapat Panja. A. Bab III Pasal 17 (Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang) Terkait dengan Pasal 34A ayat (2) diusulkan ayat baru sbb : Pasal 34A (1) Dalam hal terdapat perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) huruf d, Pasal 23 ayat (5) huruf d, dan Pasal 26 ayat (6) huruf d belum dimuat dalam rencana tata ruang dan/atau rencana zonasi, pemanfaatan ruang tetap dapat dilaksanakan. (2) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dari Pemerintah Pusat. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 14.57WIB B. Bab III Pasal 22 (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) 1. DISETUJUI TIMUS untuk dibawa ke PANJA usulan rumusan Pasal 24 ayat (3) sebagai berikut: Pasal 24 (1) Dokumen Amdal merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup untuk usaha atau kegiatan. (2) Uji Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. (3) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menunjuk lembaga dan/atau ahli bersertifikat dalam melakukan Uji Kelayakan. Usulan rumusan : “Pemerintah Pusat wajib menunjuk lembaga dan/atau ahli bersertifikat dalam melakukan Uji Kelayakan”. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.00WIB (4) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya menetapkan Keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan uji kelayakan lingkungan. (5) Keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sebagai persyaratan penerbitan Perizinan Berusaha. (6) Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh instansi Pemerintah, keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagai dasar pelaksanaan kegiatan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji kelayakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  • 2. 2 2. DISETUJUI TIMUS untuk diputuskan PANJA ketentuan Pasal 35 sebagaimana di bawah ini: Pasal 35 (1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang diintegrasikan ke dalam Nomor Induk Berusaha. (2) Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kegiatan yang termasuk dalam kategori beresiko rendah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Pemerintah. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.01WIB 3. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja Pasal 97A reposisi menjadi Pasal 82A Pasal 97A Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (4), atau Persetujuan dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.01WIB C. Bab III Pasal 37 (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) 1. DISETUJUI TIMUS untuk diputuskan di PANJA dengan usulan rumusan Pasal 50 sebagaimana di bawah ini: Pasal 50 (1) Setiap orang yang diberikan Perizinan Berusaha di kawasan hutan dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. (2) Setiap orang dilarang : a. mengerjakan dan/atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; b. membakar hutan; c. memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau persetujuan dari pejabat yang berwenang; d. menyimpan hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; e. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang; f. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan
  • 3. 3 g. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa persetujuan pejabat yang berwenang. (3) Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan/atau mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.04WIB 2. DISETUJUI TIMUS untuk diputuskan di PANJA dengan usulan rumusan Pasal 50A sebagaimana di bawah terkait pengecualian sanksi administratif: Pasal 50A (1) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c, huruf d, dan/atau huruf e dilakukan oleh orang perseorangan atau kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dikenai Sanksi Administratif. (2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan terhadap: a. orang perseorangan atau kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus-menerus terdaftar dalam kebijakan penataan Kawasan Hutan; atau b. orang perseorangan yang telah mendapatkan sanksi sosial atau sanksi adat. Catatan:  Ditambah penjelasan terkait kelompok-kelompok yang tinggal di dalam Kawasan hutan.  Ditambah definisi mengenai hutan konservasi DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.12WIB 3. DISETUJUI TIMUS untuk diputuskan di PANJA dengan usulan rumusan Pasal 78 sebagai berikut: Pasal 78 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah). (3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
  • 4. 4 (4) Setiap orang yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah). (5) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah). (6) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf d, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah). (7) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah). (8) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf e, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (9) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf f, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp2.000. 000.000,00 (dua miliar rupiah). (10) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf g, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (11) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) apabila dilakukan oleh dan/atau atas nama korporasi, selain pengenaan sanksi pidana terhadap pengurusnya juga dikenakan terhadap korporasi dengan pemberatan 1/3 (sepertiga) dari denda pidana pokok. (12) Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan/atau alat- alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.16WIB D. Bab III Pasal 38 (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan) 1. DISETUJUI TIMUS Pasal 110A, Pasal 110B untuk dibawa ke Panja dengan catatan diberi rumusan Penjelasan mengenai simulasi perhitungan denda. Pasal 110A
  • 5. 5 (1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki perizinan di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya Undang- Undang ini yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang- Undang ini berlaku. (2) Jika setelah lewat 3 (tiga) tahun sejak berlakunya undang-undang ini tidak menyelesaikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif, berupa: a. penghentian sementara kegiatan usaha; b. pembayaran denda administatif; dan/atau c. pencabutan izin. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penjelasan Pasal 110A ayat (3) menjadi penjelasan Pasal 110B: Besaran denda ditentukan berdasarkan: a. luasan kawasan hutan yang dikuasai; b. jangka waktunya dihitung sejak mulai panen; c. prosentase dari keuntungan yang diperoleh setiap tahun;  untuk dirumuskan sebagai contoh di penjelasan untuk denda di perkebunan sawit akibat keterlanjuran sebesar minimal Rp. 5jt dan maksimal Rp. 15jt.  ditambahkan rumusan norma untuk lahan masyarakat keterlanjuran sebagai affirmative action (mekanisme pemberian haknya dapat diatur dalam PP Perhutanan Sosial, rakyat maksimal 5Ha). Pasal 110B (1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf e, dan Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf e serta kegiatan lain di kawasan hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang ini dikenai sanksi administratif, berupa: a. penghentian sementara kegiatan usaha; b. denda; dan/atau c. paksaan pemerintah; (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Disetujui Timus Pasal 110C untuk dihapus dan dibawa ke Panja Pasal 110C Setiap orang yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, huruf b, dan huruf c, Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf e, dan Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf e serta kegiatan lain di
  • 6. 6 kawasan hutan tanpa Perizinan yang dilakukan setelah berlakunya Undang- Undang tentang Cipta Kerja, dikenai sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, Pasal 83, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dan dikenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1). DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.27WIB E. Bab III Pasal 41 (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi) 1. Usulan rumusan baru dari FPG Pasal 46 ayat (5) untuk dibawa ke Panja terkait penetapan tarif pengangkutan gas bumi, dengan rumusan sebagai berikut: “Badan Pengatur dalam pengaturan dan penetapan tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d wajib mendapatkan persetujuan Menteri.” Disetujui PANJA 3 Oktober 2020 pk. 18.40WIB Kembali ke UU eksisting F. Bab III Pasal 42 (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan) 1. Disetujui Timus Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3), dihapus dan reformulasi penyesuaian ayat (4) dan rujukan pasal untuk dibawa ke Panja. Pasal 34 (1) Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2) Tarif tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan nasional, daerah, konsumen, dan pelaku usaha penyediaan tenaga listrik. (3) Tarif tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan secara berbeda di setiap daerah dalam suatu wilayah usaha. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.45WIB 2. Disetujui dihapus untuk dibawa ke Panja Pasal 54 ayat (2), sehingga rumusannya hanya menjadi 2 (dua) ayat, yakni: Pasal 54 (1) Setiap orang yang mengoperasikan instalasi tenaga listrik tanpa sertifikat laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) yang mengakibatkan timbulnya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Dalam hal instalasi listrik rumah tangga masyarakat dioperasikan tanpa sertifikat laik operasi, dampak yang timbul akibat ketiadaan sertifikat laik operasi menjadi tanggung jawab penyedia tenaga listrik. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.46WIB
  • 7. 7 G. Bab III Pasal 49 (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal) 1. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait penambahan ayat pada Pasal 31 ayat (3a) Pasal 31 (1) Pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dilakukan oleh Auditor Halal paling lama 15 (lima belas) hari kerja. (2) Pemeriksaan terhadap Produk dilakukan di lokasi usaha pada saat proses produksi. (3) Dalam hal pemeriksaan Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat Bahan yang diragukan kehalalannya, dapat dilakukan pengujian di laboratorium. (3a) Dalam hal pemeriksaan produk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memerlukan tambahan waktu pemeriksaan, LPH dapat mengajukan perpanjangan waktu kepada BPJPH. (4) Dalam pelaksanaan pemeriksaan di lokasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha wajib memberikan informasi kepada Auditor Halal. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk diatur dengan Peraturan Pemerintah. Catatan:  Ayat (3a) sebagai konsekuensi logis dari dicabutnya Pasal 34A dan Pasal 35A ayat (2).  Ditambah penjelasan untuk MUI di Aceh dan LPH bersifat mandiri DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.51WIB 2. Disetujui Timus untuk untuk dibawa ke Panja terkait penambahan norma baru pada Pasal 53 ayat (2) sebagai implementasi Pasal 4A (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai JPH; b. pendampingan dalam proses produk halal; c. publikasi bahwa produk berada dalam proses pendampingan; d. pemasaran dalam jejaring ormas islam berbadan hukum; dan e. pengawasan Produk Halal yang beredar. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.52WIB H. Bab III Pasal 52 (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman) 1. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait dengan rumusan Pasal 55 Pasal 55 (1) Orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan kemudahan yang diberikan Pemerintah atau Pemerintah Daerah hanya dapat menyewakan dan/atau mengalihkan kepemilikannya atas rumah kepada pihak lain, dalam hal: a. pewarisan; atau
  • 8. 8 b. penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun. (2) Dalam hal dilakukan pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pengalihannya wajib dilaksanakan oleh lembaga yang ditunjuk atau dibentuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam bidang perumahan dan pemukiman. (3) Jika pemilik meninggalkan rumah secara terus-menerus dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun tanpa memenuhi kewajiban berdasarkan perjanjian, Pemerintah atau Pemerintah Daerah berwenang mengambil alih kepemilikan rumah tersebut. (4) Rumah yang telah diambil alih oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib didistribusikan kembali kepada MBR. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penujukkan dan pembentukan lembaga, kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah MBR diatur dengan Peraturan Pemerintah. Catatan: Tambahan penjelasan untuk kondisi darurat, force majeure. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.55WIB I. Bab III Pasal 53 (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun) 1. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja usulan rumusan Pasal 16 Pasal 16 (1) Pembangunan rumah susun komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dapat dilaksanakan oleh setiap orang. (2) Pelaku pembangunan rumah susun komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyediakan rumah susun umum paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun. (3) Dalam hal pembangunan rumah susun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dalam 1 (satu) lokasi kawasan rumah susun komersial pembangunan rumah susun umum dapat dilaksanakan dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota yang sama. (4) Kewajiban menyediakan rumah susun umum paling sedikit 20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikonversi dalam bentuk dana untuk pembangunan rumah susun umum. (5) Pengelolaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban menyediakan rumah susun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.56WIB 2. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja usulan rumusan Pasal 54 Pasal 54 (1) Sarusun umum yang memperoleh kemudahan dari pemerintah hanya dapat dimiliki atau disewa oleh MBR.
  • 9. 9 (2) Setiap orang yang memiliki sarusun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengalihkan kepemilikannya kepada pihak lain dalam hal: a. pewarisan; atau b. perikatan kepemilikan rumah susun setelah jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. (3) Pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya dapat dilakukan oleh Badan Pelaksana. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dan kriteria dan tata cara pemberian kemudahan kepemilikan sarusun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.58WIB 3. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja usulan rumusan Pasal 67 Pasal 67 (1) Dalam pelaksanaan peningkatan kualitas rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf a, PPPSRS dapat bekerja sama dengan pelaku pembangunan rumah susun. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang berdasarkan prinsip kesetaraan. (3) Pelaksanaan peningkatan kualitas rumah susun umum dan rumah susun khusus dilaksanakan oleh Badan Pelaksana. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 15.58WIB 4. Tambahan Badan Pelaksana, Badan Pengawas di KU Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja sebagaimana rumusan Pasal 72 : Pasal 72 (1) Untuk mewujudkan rumah susun yang layak dan terjangkau bagi MBR, Pemerintah membentuk Badan Pelaksana. (2) Penugasan atau membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk : a. mempercepat penyediaan rumah susun khusus terutama di perkotaan; b. menjamin bahwa rumah susun umum hanya dimiliki dan dihuni oleh MBR; c. menjamin tercapainya asas manfaat rumah susun umum; d. melaksanakan berbagai kebijakan di bidang rumah susun umum dan rumah susun khusus. (3) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai fungsi pelaksanaan pembangunan, pengalihan kepemilikan, dan distribusi rumah susun umum dan rumah susun khusus secara terkoordinasi dan terintegrasi. (4) Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan Pelaksana bertugas: a. melaksanakan pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus;
  • 10. 10 b. menyelenggarakan koordinasi operasional lintas sektor termasuk dalam penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; c. melaksanakan peningkatan rumah susun umum dan rumah susun khusus; d. melaksanakan penyediaan tanah untuk pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus; e. memfasilitasi penghunian, pengalihan, pemanfaatan, serta pengelolaan rumah susun umum dan rumah susun khusus; f. melaksanakan verifikasi pemenuhan persyaratan terhadap calon pemilik dan/atau penghuni rumah susun umum dan rumah susun khusus; dan g. melakukan pengembangan dan kerjasama di bidang rumah susun dengan berbagai instansi di dalam atau di luar negeri. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 16.03WIB 5. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Pasal 98A, jika tidak ada kejelasan rumusan sanksi administratifnya maka akan dihapus Pasal 98A Pelaku pembangunan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 dikenai sanksi administratif. Pasal 98A, 100A, dan Pasal 101A Pasal 107 DISETUJUI PANJA DIHAPUS 3 OKTOBER 16.06WIB 6. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Pasal 100A, jika tidak ada kejelasan rumusan sanksi administratifnya maka akan dihapus Pasal 100A Setiap orang yang membangun rumah susun di luar lokasi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dikenai sanksi administratif. Pasal 98A, 100A, dan Pasal 101A Pasal 107 DISETUJUI PANJA DIHAPUS 3 OKTOBER 16.06WIB 7. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Pasal 101A, jika tidak ada kejelasan rumusan sanksi administratifnya maka akan dihapus Pasal 101A Setiap orang yang: a. mengubah peruntukan lokasi rumah susun yang sudah ditetapkan; atau b. mengubah fungsi dan pemanfaatan rumah susun, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 dikenai sanksi administratif. Pasal 98A, 100A, dan Pasal 101A Pasal 107 DISETUJUI PANJA DIHAPUS 3 OKTOBER 16.06WIB 8. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait penghapusan Pasal 98A, 100A, atau Pasal 101A dalam Pasal 107 jika tidak ada kejelasan rumusan sanksi administratifnya. Pasal 107 Setiap orang yang menyelenggarakan rumah susun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Pasal 22 ayat (3), Pasal 25 ayat
  • 11. 11 (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 30, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat (1), Pasal 51 ayat (3), Pasal 52, Pasal 59 ayat (1), Pasal 61 ayat (1), Pasal 66, Pasal 74 ayat (1), Pasal 98A, Pasal 100A, atau Pasal 101A dikenai sanksi administratif. Pasal 98A, 100A, dan Pasal 101A Pasal 107 DISETUJUI PANJA DIHAPUS 3 OKTOBER 16.06WIB 9. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Pasal 113, jika tidak ada kejelasan rumusan sanksi administratifnya maka akan dihapus Pasal 113 Setiap orang yang: a. mengubah peruntukan lokasi rumah susun yang sudah ditetapkan; atau b. mengubah fungsi dan pemanfaatan rumah susun; c. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 menimbulkan korban terhadap manusia atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). DISETUJUI PANJA TETAP 3 OKTOBER 16.07WIB J. Bab III Pasal 54 (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi) 1. Disetujui Timus hasil reformulasi Pasal 19 ayat (4) untuk dibawa ke Panja Pasal 19 (1) Sebagian tugas dan wewenang Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 dalam mengelola Sumber Daya Air yang meliputi satu Wilayah Sungai dapat ditugaskan kepada Pengelola Sumber Daya Air. (2) Pengelola Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa unit pelaksana teknis kementerian/unit pelaksana teknis daerah atau badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah di bidang Pengelolaan Sumber Daya Air. (3) Sebagian tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk: a. menetapkan kebijakan; b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air; c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air; d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air; e. menerbitkan Perizinan Berusaha atau Persetujuan; Penjelasan huruf e: Perizinan Berusaha diberikan untuk kegiatan yang bersifat komersil, sedangkan Persetujuan diberikan untuk kegiatan yang bersifat non komersil. f. membentuk wadah kooordinasi; g. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria; h. membentuk Pengelola Sumber Daya Air; dan i. menetapkan.nilai satuan BJPSDA. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah di bidang Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  • 12. 12 DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 16.09WIB K. Bab IV Ketenagakerjaan Pasal 83 (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) Disetujui PANJA 3 Oktober 2020 16.50WIB materi muatan Bab IV terkait dengan alih daya, PKWT, dan syarat PHK – kembali ke uu eksisting Usulan baru Pemerintah terkait perhitungan pesangon: Yang menjadi kewajiban Pemberi Kerja 19x JKP 6x Total = 25x DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 17.10WIB – Catatan: FPKS tetap pada Keputusan Panja sebelumnya (32X) 1. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja Pasal 13 ayat (1) huruf c Pasal 13 (1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh : a. lembaga pelatihan kerja pemerintah; b. lembaga pelatihan kerja swasta; atau c. lembaga pelatihan kerja perusahaan. (2) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja. (3) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam menyelenggarakan pelatihan kerja dapat bekerja sama dengan swasta. (4) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan lembaga pelatihan kerja perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota. 2. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait dengan ketentuan Pasal 66 Pasal 66 (1) Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. (2) Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya. (3) Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perjanjian kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan pelindungan hak- hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada. (4) Perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh
  • 13. 13 Pemerintah Pusat. (5) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Catatan : Pasal 66 perubahan redaksional dan penambahan 2 ayat baru yaitu ayat (3) dan (5). 3. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Pasal 88D ayat (3) didrop dan ayat (4) menjadi ayat (3) Pasal 88D (1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum. (2) Formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi. (3) Formula dan variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau oleh Pemerintah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai formula perhitungan upah minimum diatur dengan Peraturan Pemerintah DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 16.52WIB L. Bab IV Pasal 85 (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) 1. Disetujui Timus usulan baru Pasal 42 untuk dibawa ke Panja Pasal 42 (1) Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ditetapkan masing-masing paling banyak Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan ditetapkan paling sedikit Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 17.14WIB M. Bab IV Pasal 86 (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) 1. Disetujui Timus untuk rumusan Pasal 86 dibawa ke Panja Pasal 86 Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 6141)
  • 14. 14 diubah: 1. Ketentuan Pasal 1 angka 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 16. Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang selanjutnya disebut SIP3MI adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada badan usaha berbadan hukum Indonesia yang akan menjadi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia. 2. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 51 (1) Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b wajib memiliki izin yang memenuhi Perizinan Berusaha dan diterbitkan oleh Pemerintah Pusat. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan dan dipindahtangankan kepada pihak lain. (3) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. 3. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 53 (1) Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia dapat membentuk kantor cabang di luar wilayah domisili kantor pusatnya. (2) Kegiatan yang dilakukan oleh kantor cabang Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia menjadi tanggung jawab kantor pusat Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia. (3) Kantor cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. (4) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. 4. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 57 (1) Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia harus menyerahkan pembaruan data paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja. (2) Dalam hal Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia tidak menyerahkan pembaruan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia diizinkan untuk memperbarui izin paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja dengan membayar denda keterlambatan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri. 5. Diantara Pasal 89 dan Pasal 90 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 89A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 89A Pada saat berlakunya Undang-Undang tentang Cipta Kerja maka pengertian atau makna SIP3MI dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menyesuaikan dengan ketentuan mengenai Perizinan Berusaha.
  • 15. 15 N. Bab VIII Pengadaan Lahan 1. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Judul Bab VIII semula PENGADAAN LAHAN menjadi PENGADAAN TANAH 2. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait rumusan Pasal 140C Pasal 140C: a. 7 orang Dewan Pengawas yang terdiri atas 4 orang unsur profesional dan 3 (tiga) orang dipilih oleh Pemerintah b. 4 (empat) orang yang berasal dari unsur profesional proses seleksi dilakukan oleh Pemerintah untuk kemudian disampaikan ke DPR untuk dipilih dan disetujui. c. Jumlah kandidat yang diajukan ke DPR minimal 2x jumlah kandidat Rumusannya disempurnakan. 3. Pasal 140D ayat (4) Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja Pasal 140D (1) Badan Pelaksana terdiri dari Kepala dan Deputi. (2) Jumlah Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Ketua Komite. (3) Kepala dan Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Komite. (4) Pengangkatan dan pemberhentian Kepala dan Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diusulkan oleh Dewan Pengawas. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 16.12WIB O. Bab IX Kawasan Ekonomi Pasal 143 (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus) 1. Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja rumusan Pasal 3 ayat (4) Pasal 3 (1) Kegiatan usaha di KEK terdiri atas: a. produksi dan pengolahan; b. logistik dan distribusi; c. pengembangan teknologi; d. pariwisata; e. pendidikan; f. kesehatan; g. energi; dan/atau h. ekonomi lain. (2) Kegiatan ekonomi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h ditetapkan oleh Dewan Nasional. (3) Pelaksanaan Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan zonasi di KEK. (4) Pelaksanaan kegiatan usaha pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e hanya dapat dilakukan pada KEK yang diusulkan Pemerintah Pusat atau badan usaha milik negara. Usulan Rumusan:
  • 16. 16 Pelaksanaan kegiatan usaha pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e hanya dapat dilakukan berdasarkan persetujuan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat. (5) Pelaksanaan kegiatan usaha kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. (6) Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. (7) Di dalam setiap KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 16.17WIB 1. Bab III : - Penyederhanaan Perizinan di UU Penanaman Modal; Penjelasan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (3) Pasal 12 ayat (1) Pelaksanaan kegiatan penanaman modal didasarkan atas kepentingan nasional yang mencakup antara lain pelindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah. Kepentingan nasional tersebut dapat mencakup perlindungan atas kegiatan usaha yang dapat membahayakan kesehatan (seperti obat, minuman keras mengandung alkohol), pemberdayaan petani, nelayan, petambak ikan dan garam, usaha mikro dan kecil dengan pengaturan dan persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah, namun tetap memperhatikan aspek peningkatan ekosistem penanaman modal. Disetujui Timus 02 OKT 22.29 DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 17.16WIB Pasal 12 ayat (3); Draft Penjelasan: Daftar Prioritas Investasi isinya: 1. bidang Usaha Prioritas yang diberikan fasilitas fiskal; 2. bidang Usaha yang diberi kemudahan sifatnya non fiskal antara lain persyaratan perizinan, penyediaan bahan baku, lokasi dan lain-lain; 3. bidang usaha bagi UMKM dan kemitraan; 4. bidang usaha tertutup bagi Penanaman Modal; dan 5. bidang usaha terbuka dengan persyaratan tertentu. 2. Bab V: UMKM yang menjelaskan alokasi UMK bukan hanya di jalan tol tetapi juga sarana publik lainnya seperti bandara, dll. DISETUJUI PANJA 3 OKTOBER 16.42WIB Ayat (1) Dalam rangka pemberdayaan usaha mikro dan kecil, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan/atau Badan Usaha
  • 17. 17 Swasta wajib mengalokasikan penyediaan tempat promosi, tempat usaha, dan pengembangan Usaha Mikro dan Kecil pada infrastruktur publik yang mencakup: a. terminal; b. bandar udara; c. pelabuhan; d. stasiun kereta api; e. tempat istirahat dan pelayanan jalan tol; dan f. infrastruktur publik lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah. Ayat (2) Alokasi penyediaan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro dan Kecil pada infrastruktur publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas tempat perbelanjaan dan/atau promosi yang strategis pada infrastruktur publik yang bersangkutan. 3. Bab X: Investasi Pemerintah Pusat – tambahan penjelasan Pasal 147 ayat (4) huruf f asset-aset yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kerja sama dengan Pihak Ketiga. Disetujui PANJA 3 OKTOBER 2020, Penjelasan Bab X, yaitu: Pasal 147 ayat (1) yang direlokasi ke Pasal 150 ayat (2) pk. 18.43 dan Pasal 152 ayat (2) pk. 18.45 sebagaimana lampiran yang disampaikan Pemerintah pada Rapat Panja 03 Oktober 2020 Usulan rumusan Penjelasan Pasal 150 ayat (2) yang disetujui Panja: Aset negara yang berasal dari cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh nagara dan tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain termasuk lembaga. Aset negara yang berisikan atau mengelola bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya tetap dikuasai oleh negara dan tidak dipindahtangankan menjadi aset Lembaga. Usulan rumusan Penjelasan Pasal 152 ayat (2) yang disetujui Panja: Lembaga dalam kerja sama dengan pihak ketiga, tetap mempertahankan kedudukannya sebagai penentu utama kebijakan usaha dan penentu dalam pengambilan keputusan di badan usaha dengan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.