SlideShare a Scribd company logo
1 of 28
Download to read offline
LAPORAN FIELDTRIP
Mata Kuliah Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan (ARL 521) dan Mata Kuliah Ekologi
Lanskap (ARL 621)
Semester Genap 2013/2014
Disusun oleh :
Flourentina Dwiindah Pusparini
NRP. A451130231
Dosen :
Prof Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS.
Dr. Kaswanto, SP,Msi.
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan fieldtrip mata kuliah
Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan dan Mata Kuliah Ekologi Lanskap semester genap
2013/2014. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
khususnya kepada dosen mata kuliah Ekologi Lanskap dan Pengelolaan Lanskap
Berkelanjutan Bapak Prof. Dr.Ir. Hadi Susilo Arifin, MS., Bapak Dr. Kaswanto, SP, MSi dan
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Saya menyadari bahwa laporan yang saya buat ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu saya memohon maaf apabila ada kekurangan ataupun kesalahan. Kritik dan
saran sangat diharapkan agar tugas ini menjadi lebih baik dimasa yang akan datang.
Bogor, 27 Juni 2014
Flourentina Dwiindah Pusparini
3
DAFTAR ISI
Kata pengantar ………………………………………………………………………………….. 2
Daftar Isi …………………………………………………………………………………............ 3
Daftar Tabel ………………………………………………………………………..................... 4
Daftar Gambar ……………………………………………………………………..................... 4
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang………………………………………………………………....................... 5
Tujuan ……………………………………………………………………………………….. 6
BAB II Metode
Waktu dan Obyek pengamatan……………………………………………………………. 7
Lokasi obyek……………………………………………………………………………........ 9
BAB III Hasil dan Pembahasan
Aspek Ekologi Lanskap…………………………………………………………………….. 12
Aspek Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan……….…………………………………….. 21
BAB IV Kesimpulan …………………………………………………………………………….. 27
Daftar pustaka …………………………………………………………………………….. 28
4
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Waktu dan Obyek Pengamatan ……………………………………………………...... 7
Tabel 2. Obyek, data pengematan dan metode pengumpulan data ...……………………….. 7
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lokasi rest area km 57 Cikampek………………………………….……………...... 9
Gambar 2. Lokasi pantai Pangandaran...……………………………………………………… 10
Gambar 3. Lokasi Cagar Alam Pananjung Pangandaran………………………………........... 10
Gambar 4. Lokasi Kabupaten Pangandaran...………………………………………………….. 11
Gambar 5. Lokasi Green Canyon…………………………………………………...................... 11
Gambar 6. Lokasi Kampung Naga...……………………………………………………………... 11
Gambar 7. Rest Area KM 57…………………………………………………............................. 12
Gambar 8. Struktur lanskap rest area km 57...………………………………………………….. 13
Gambar 9. Cagar Alam Pananjung Pangandaran…………………………………………........ 14
Gambar 10. Tipe ekosistem Cagar alam Pangandaran...……………………………………… 15
Gambar 11. Hutan Cagar Alam sebagai habitat satwa……………………………………...... 15
Gambar 12. Mangrove sebagai ekosistem ekoton di Cagar Alam Pananjung Pangandaran 16
Gambar 13. Lanskap perdesaaan di wilayah Padaherang………………………………......... 17
Gambar 14. Perubahan ekologi kota Banjarsari karena urbanisasi...………………………… 17
Gambar 15. Sungai cijulang berbentuk meander……………………………………………..... 18
Gambar 16. Perbedaan formasi vegetasi riparian sungai Cijulang...…………………………. 18
Gambar 17. Gua dengan stalaktit dan stalaknit di Green Canyon...………………………….. 19
Gambar 18. Struktur lanskap kampung Naga………………………………………………....... 20
Gambar 19. Sungai Ciwulan dan vegetasi pelindung ………………………………………..... 20
Gambar 20. Sirkulasi masif pada kawasan ekoton perlu dihindari………………………........ 22
Gambar 21. Struktur penahan abrasi pantai Pangandaran...………………………………….. 22
Gambar 22. Persawahan yang terhimpit pembangunan rumah………………………............ 23
Gambar 23. Desain bangunan dan jalan di Kampung Naga memakai material alami...…… 25
Gambar 24. Pekarangan di Kampung Naga sebagai sumber bahan makanan & obat…….. 26
Gambar 25. Kelestarian hutan sangat dijaga oleh masyarakat Kampung Naga...………….. 26
Gambar 26. Struktur pengarah aliran sungai untuk mengurangi erosi ..…………………….. 26
5
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
keunikan dan keberagaman bentang alam yang tercipta dari proses geologi jutaan tahun
silam. Proses tersebut telah membentuk karakter wilayah Jawa Barat berupa daerah
pegunungan curam di bagian selatan (ketinggian > 1.500 m dpl), daerah lereng bukit landai
di bagian tengah (ketinggian 100-1.500 m dpl) dan daerah dataran rendah yang luas di
bagian utara (ketinggian 0-10 m dpl). Pada bagian tengah dapat ditemukan gunung-gunung
api aktif seperti Gunung Salak (2.211 m), Gede-Pangrango (3.019 m), Ciremai (3.078 m)
dan Tangkuban Perahu (2.076) berpadu dengan deretan pegunungan yang sudah tidak aktif
seperti Gunung Halimun (1.744 m), Gn. Ciparabakti (1.525 m) dan Gn. Cakrabuana (1.721
m). Demikian pula halnya di wilayah selatan, gunung-gunung api masih umum dijumpai
seperti Gunung Galunggung (2.168 m), Papandayan (2.622 m), dan Guntur (2.249 m);
bersama deretan pegunungan yang sudah tidak aktif seperti pegunungan selatan Jawa.
Jawa Barat memiliki iklim tropis dengan curah hujan berkisar antara 1.000 - 6.000
mm pertahun, terkecuali untuk daerah pesisir yang berubah menjadi kering pada musim
kemarau. Pada daerah selatan dan tengah, intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah utara. Menurut Balai Dinas Pengelolaan Air Provinsi Jawa Barat, di Jawa
Barat terdapat 40 Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah Aliran Sungai (DAS), bagian utara
menjadi muara bagi beberapa sungai besar seperti Citarum, Cimanuk, Ciliwung dan
Cisadane. Sedangkan di selatan terdapat lebih sedikit sungai besar yang mengalir ke arah
Samudra Hindia, yaitu Citanduy dan Cimandiri. Sebagian besar wilayah kabupaten /kota di
Jawa Barat juga berbatasan dengan laut, sehingga wilayah Jawa Barat memiliki garis pantai
cukup panjang, yaitu 755,83 km. Daerah utara berbatasan dengan Laut Jawa berupa
perairan dangkal sementara di selatan bersebelahan dengan Samudra Hindia yang memiliki
perairan dalam.
Disamping melimpahnya sumber daya alam dan keindahan alamnya, Provinsi Jawa
Barat sedang menghadapi ancaman terhadap penurunan kualitas lingkungan. Dari aspek
kualitas udara perkotaan, tingkat aktivitas yang cukup tinggi terutama di daerah perkotaan,
mengakibatkan polusi udara yang cukup memprihatinkan. Kontribusi gas buang kendaraan
bermotor terhadap polusi udara telah mencapai 60-70%. Sampai dengan tahun 2012,
kualitas air sungai di Jawa Barat masih memperlihatkan kondisi yang memperihatinkan.
Pencemaran sumberdaya air oleh industri maupun domestik menyebabkan kualitas air
tersebut menjadi semakin buruk. Persoalan lingkungan lainnya yang dihadapi di Jawa Barat
adalah kerusakan kawasan pesisir. Di wilayah pesisir utara Jawa Barat, kerusakan kawasan
ditandai oleh kerusakan hutan bakau, abarasi pantai, serta pendangkalan muara sungai
yang berdampak pada aktivitas lalu lintas perahu. Tingkat abrasi yang terjadi di pantai
selatan sekitar 35,35 ha/tahun dan di pantai utara sekitar 370,3 ha/tahun dengan indeks
pencemar air laut antara 7,391-9,843 yang menunjukan sudah tercemar berat. Bila dikaitkan
dengan kondisi kemiringan lereng/topografi, sifat tanah dan curah hujan, sesungguhnya
wilayah Jawa Barat merupakan wilayah rawan bencana, sehingga Jawa Barat
sesungguhnya memerlukan kawasan lindung seluas 45% (BPLDH Jawa Barat)
Kegiatan fieldtrip ini dilakukan untuk memahami karakter beberapa kawasan di
wilayah Jawa Barat baik dari sisi ekologi lanskap (struktur, fungsi dan dinamika) maupun
dari aspek pengelolaan lanskap secara berkelanjutan serta permasalahan yang terjadi di
kawasan tersebut. Obyek - obyek yang akan dikaji terdiri atas : lanskap perkotaan berupa
rest area km 57 Cikampek, lanskap semi urban yaitu lanskap kabupaten Pangandaran yang
telah mengalami urbanisasi, lanskap konservasi cagar alam Pananjung Pangandaran,
lanskap sungai Cijulang yatu Green Canyon/ Cukang Taneuh dan lanskap perdesaan yaitu
Kampung Naga Garut-Tasikmalaya.
6
Tujuan
Tujuan kegiatan dan penyusunan laporan fieldtrip ini adalah :
1. Mengkaji obyek - obyek pengamatan dari sisi ekologi lanskap yaitu melihat
bagaimana struktur, fungsi dan dinamika yang terjadi pada lanskap tersebut
2. Mengkaji obyek - obyek pengamatan dari sisi pengelolaan lanskap berkelanjutan,
yaitu dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya
7
BAB II
METODE
Waktu dan Obyek Pengamatan
Berikut ini adalah waktu pengamatan, jenis obyek pengematan dan metode yang digunakan
dalam selama kegiatan fieldtrip (Tabel 1 dan 2).
Tabel 1 Waktu dan Obyek Pengamatan
Waktu Obyek Pengamatan
Kamis, 19 Juni 2014
(malam hari)
Rest area km 57 Tol Cikampek
Jumat, 20 Juni 2014
(Pagi hari)
Lanskap kiri – kanan sepanjang perjalanan menuju ke Pantai
Pangandaran
Jumat, 20 Juni 2014
(Pagi – Siang)
Pantai Pangandaran (outdoor recreation) dan Suaka Alam
Pangandaran (nature reserve/conservation area)
Jumat, 20 Juni 2014
(Siang hari)
Lanskap kabupaten Pangandaran
Jumat, 20 Juni 2014
(Siang – sore)
Lanskap Cukang Taneuh/Green Canyon
Jumat, 20 Juni 2014
(Sore – petang)
Lanskap urbanisasi di Parigi sebagai ibukota Kabupaten
Pangandaran dan/atau kota berbasis wisata Pangandaran
Sabtu, 21 Juni 2014
(Pagi hari)
Lanskap sepanjang perjalanan antara penginapan dan
Kampung Naga
Sabtu, 21 Juni 2014
(Pagi – siang)
Lanskap Kampung Naga
Tabel 2 Obyek, data pengematan dan metode pengumpulan data
No Nama Obyek Data Pengamatan
Metode
Pengumpulan
data
1. Rest Area km 57
Cikampek
Ekologi Lanskap
Struktur, fungsi dan dinamika laskap rest area km
57 Cikampek
Pengelolaam Lanskap berkelanjutan
Aspek menejemen rest area :
Jarak antar rest area satu dengan lainnya, daya
dukung dan kapasitas kendaraan, jenis
kendaraan, fasilitas dan infrastruktur, durasi
kendaraan/ lamanya beristirahat, tata-ruang, serta
keseimbangan rest area pada dua sisi jalan toll,
pengelolaan lanskap jalan tol, pengelolaan
fasilitas rest area dan pengelolaan sebagai SPBU
terbaik se-Indonesia
Observasi
Lapang
Studi Pustaka
2. Pangandaran
a. Pantai
Pangandaran
Ekologi Lanskap
Struktur, fungsi dan dinamika laskap lanskap
(ekosistem terrestrial dan ekosistem aquatic,
serta peralihannya (ekoton)
Observasi
Lapang
Studi Pustaka
8
Pengelolaam Lanskap berkelanjutan
Aspek menejemen visual pantai :
Desain sempadan pantai, pemecah gelombang,
bangunan, sirkulasi
b. Taman Wisata
Alam/Cagar
Alam
Pananjung
Pangandaran
Ekologi Lanskap
Struktur, fungsi dan dinamika laskap lanskap
(ekosistem terrestrial dan ekosistem aquatic,
serta peralihannya (ekoton)
Pengelolaam Lanskap berkelanjutan
Aspek menejemen cagar alam :
kajian mitigasi dan adaptasi bencana tsunami
(manajemen evakuasi bencana alam), upaya
mitigasi (pengurangan emisi) dan adaptasi (upaya
pengurangan dampak) terhadap perubahan iklim
Observasi
Lapang
Wawancara
Studi Pustaka
c. Urbanisasi di
Ibu Kota
Kabupaten
Pangandaran
Ekologi Lanskap
Struktur-fungsi-dinamika lanskap kota
Pangandaran, sosio-kultur masyarakat, dinamika
urbanisasi dari wilayah perdesaan menuju ke
wilayah perkotaan, struktur wilayah/lanskap dilihat
dari perubahan bio-fisik/budaya dan perubahan
segi fungsi; permasalahan lanskap misal
perusakan alam/ekspoitasi tambang pada
lanskap perbukitan, deforestasi, hubungan
wilayah hulu dan hilir; perubahan formasi
tanaman pertanian, formasi hutan pada titik
wilayah yang signifikan.
Pengelolaam Lanskap berkelanjutan
Kajian model Von Thunen, Pembangunan
lanskap dan infrastruktur kota kabupaten,
fasilitas, sarana dan prasarana, manajemen,
pemberdayaan masyarakat, kelembagaan;
supply-demand rekreasi, daya dukung;
Window survey
Studi Pustaka
3. Cukang
Taneuh/Green
Canyon
Ekologi Lanskap
struktur-fungsi-dinamika lanskap dan budaya
masyarakat setempat/pengunjung
Pengelolaam Lanskap berkelanjutan
Supply-demand rekreasi, pengelolaan
sumberdaya alam dan rencana manajemen
lanskap
Observasi
Lapang
Wawancara
Studi Pustaka
4. Kampung Naga Ekologi Lanskap
struktur-fungsi-dinamika lanskap kampung naga
dan budaya masyarakat setempat/pengunjung
Pengelolaam Lanskap berkelanjutan
Lanskap perkampungan, lanskap pertanian,
proses urbanisasi, permasalahan lingkungan,
potensi alam dan budaya, sejarah, struktur
Observasi
Lapang
Wawancara
Studi Pustaka
9
lanskap kampung, pola kampung dan tata
ruangnya dan aksesibilitas, fungsi ruang, artefak
(tangible dan intangible); strata sosialbudaya,
pendidikan, ekonomi, kelembagaan masyarakat;
konservasi alam/bio-fisik, sosialbudaya; daya
dukung bio-fisik dan daya dukung sosial-budaya;
pengetahuan lokal dan kearifan lokal;
perkembangan wisata budaya, faktor pendorong
dan faktor penghambatnya
Lokasi Obyek
1. Rest Area km 57
Rest Area km. 57 terletak pada koordinat 6°22'4" Lintang Selatan
107°21'39"Bujur Timur, berada di pada jalan Toll dari Jakarta ke Cikampek. Fasilitas
yang ada di rest area ini antara lain pom bensin (SPBU), cafetaria, restaurants, ATM
center, masjid, toilet, dan area parkir.
Gambar 1 Lokasi rest area km 57 Cikampek
(Sumber : googlemaps.com)
2. Pantai Pangandaran dan Cagar Alam Pananjung Pangandaran
Pantai Pangandaran terletak di Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran/,
Kabupaten Pangandaran provinsi Jawa Barat. Pantai Pangandaran adalah objek
wisata andalan Kabupaten Pangandaran yaitu kabupaten baru dari pemekaran
Kabupaten Ciamis. Pantai ini dinobatkan sebagai pantai terbaik di P. Jawa.
Gambar 2 Lokasi pantai Pangandaran
(Sumber : googlemaps.com)
10
Cagar Alam Pananjung Pangandaran terletak di Desa Pananjung, Kabupaten
Pangandaran provinsi Jawa Barat. Sebelum di tetapkan sebagai Cagar Alam
kawasan hutan Pangandaran terlebih dahulu ditetapkan sebagai kawasan Suaka
Margasatwa pada 7 Desember 1934 Nomor 19 Stbl. 669, dengan luas 497 ha dan
taman laut seluas 470 ha.
Gambar 3 Lokasi Cagar Alam Pananjung Pangandaran
(Sumber : googlemaps.com)
3. Kabupaten Pangandaran
Kabupaten Pangandaran adalah pemekaran dari Kabupaten Ciamis yang
secara resmi ditetapkan pada 25 Oktober 2012. Kabupaten yang terdiri dari 10
kecamatan beribukota di Kecamatan Parigi ini telah mengalami proses urbanisasi
dan perubahan tata guna lahan.
Gambar 4 Lokasi Kabupaten Pangandaran
(Sumber : googlemaps.com)
4. Cukang Taneuh/Green Canyon
Cukang Taneuh (Jembatan Tanah) dikenal dengan Green Canyon (Ngarai
Hijau) dipopulerkan oleh seorang berkebangsaan Perancis pada 1993, adalah
sebuah obyek wisata alam yang terletak di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang,
Kabupaten Pengandaran Jawa Barat. Lokasi Green Canyon berjarak ± 31 km dari
Pangandaran.
11
Gambar 5 Lokasi Green Canyon
(Sumber : googlemaps.com)
5. Kampung Naga
Kampung Naga terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya Jawa Barat. Sebagai kampung adat Sunda, Kampung Naga yang dihuni
oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat
peninggalan leluhurnya.
Gambar 6 Lokasi Kampung Naga
(Sumber : googlemaps.com)
12
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ASPEK EKOLOGI LANSKAP
Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos (rumah atau tempat hidup) dan logos
(ilmu). Secara harafiah ekologi merupakan ilmu yang mempelajari organisme dalam tempat
hidupnya atau dengan kata lain mempelajari hubungan timbal-balik antara organisme
dengan lingkungannya. Sedangkan lanskap dari kacamata ekologi adalah bentang lahan
yang heterogen, yang dibentuk dari elemen/unit pembentuk lanskap yang disebut Patch,
yang saling berinteraksi (Forman and Godron, 1986).
Pada bagian pertama, obyek pengamatan akan dibahas dengan keilmuan ekologi
lanskap yaitu akan dibahas tentang tiga hal, yaitu struktur, fungsi dan perubahan lanskap.
Struktur adalah hubungan spasial diantara patch atau patch dengan matriks atau lebih
spesifik karakter dari konfigurasi lanskap. Elemen struktur lanskap adalah Patch, Corridor,
Edge atau Boundaries, dan Matrix. Fungsi adalah interaksi diantara elemen spasial (diantara
patch atau patch dengan matriks yaitu aliran energi, materi, dan spesies diantara komponen
ekosistem/elemen lanskap. Perubahan/Dinamika adalah alterasi struktur dan fungsi dari
lanskap, baik karena gangguan manusia ataupun karena alam.
1. Ekologi Rest Area km 57 Cikampek
Rest area KM 57 adalah area istirahat bagi pengendara mobil atau kendaraan
besar seperti bus dan truk yang melaju di tol Jakarta - Cikampek. Struktur lanskap rest area
km 57 ini terbentuk dari beberapa patch yaitu patch rerumputan di bagian depan rest area,
patch pohon yang berada di dalam kawasan dan patch bangunan. Patch bangunan lebih
banyak daripada patch pohon/taman.
Gambar 7 Rest Area KM 57
(Sumber : wikipedia.org)
Koridor yang ada adalah berupa jalan raya tol di bagian selatan rest area sebagai
akses masuk dan keluar kendaraan serta area sirkulasi kendaraan di dalam rest area.
Koridor khusus bagi pejalan kaki tidak begitu terlihat sebagai penghubung antara patch –
patch bangunan yang ada. Matriks yang terbentuk dari rest area adalah matriks perkerasan
yang berupa paving karena dominasi paving yang luas di kawasan ini yang sekaligus
berfungsi sebagai area parkir kendaraan.
Koridor – koridor dalam sebuah mozaik lanskap berfungsi untuk sebagai jalur aliran
energi, material, dan spesies diantara komponen ekosistem/elemen lanskap. Pada lanskap
13
rest area KM 57 koridor dominan adalah koridor bagi pergerakan kendaraan. Sedangkan
koridor bagi pergerakan manusia belum begitu diperhatikan, sehingga dari segi keamanan
pejalan kaki masih rawan bersinggungan dengan sirkulasi kendaraan.
(a) (b) (c)
Gambar 8 Struktur lanskap rest area km 57
Gambar (a) Patch pohon (kiri), patch bangunan toko(kanan) dan koridor jalan perkerasan
(tengah); gambar (b) patch bangunan; gambar (c) koridor jalan sekaligus sebagai area parkir
Keberadaan patch pohon dengan luasan sempit dan terpencar menandakan
ketidakefektifan dalam hal penyerapan CO2 kendaraan, demikian pula tidak efektif sebagai
koridor bagi habitat satwa (kupu – kupu, burung, dsb). Pada siang hari dengan kondisi
dominasi perkerasan di rest area dan keterbatasan naungan pohon akan menyebabkan
ketidaknyamanan suhu. Titik – titik drainase yang terbatas dengan luasnya perkerasan
paving tanpa diimbangi dengan area resapan air akan menyebabkan besarnya air
permukaan yang terjadi bila terjadi hujan, walaupun sela - sela paving masih dapat
menyerap air namun akan membutuhkan waktu yang lama.
Dengan terbangunnya rest area ini sesungguhnya merupakan gangguan terhadap
kondisi lanskap awal yaitu sebagai area hijau di sisi jalan tol. Patch ruang hijau kemudian
terfragmnetasi dan menjadi patch – patch kecil yang lebih heterogen. Untuk meminimalisasi
gangguan lanskap tersebut maka lanskap yang terbangun tersebut harus dikelola dengan
mengakomodasi fungsi - fungsi ekologi sehingga tercipta keberlanjutan. Penambahan
luasan area pohon (jumlah dan jenis), area resapan air, koridor pedestrian akan
meningkatkan kualitas ekologi lanskap rest area.
14
2. Ekologi Cagar Alam Pangandaran
Cagar Alam Pangandaran secara geografis terletak pada : 7o
30’ LS dan 108o
30’-
109o
BT, terletak pada ketinggian 0 s/d 75 meter dpl dengan luas + 37,7 Ha, dengan luas
Blok Pemanfaatan seluas + 20 Ha. Secara administratif termasuk ke dalam Desa
Pangandaran Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran, Propinsi Jawa Barat.
Resort Konservasi Wilayah XX Pangandaran mempunyai 4 kawasan konservasi, yaitu :
Cagar Alam (CA), Cagar Alam Laut (CAL), Taman Wisata Alam (TWA), dan Suaka
Margasatwa (SM).
Gambar 9 Cagar Alam Pananjung Pangandaran
(Sumber : Resort Konservasi Wilayah XX Pangandaran )
Terdapat 4 tipe ekosistem yang merupakan heterogenitas patch pada lanskap
cagar alam Pananjung Pangandaran, yaitu ekosistem hutan dataran rendah, ekosistem
hutan tanaman, ekosistem hutan pantai dan ekosistem padang rumput (Resort Konservasi
Wilayah XX Pangandaran) :
a. Ekosistem Hutan Dataran Rendah
Ekosistem ini bisa dijumpai hampir di seluruh kawasan cagar alam Pangandaran.
Tumbuhan yang dominan di ekosistem ini diantaranya: Syzygium sp, Pterospermum
javanicum, Dillenia excelsa, Cratoxylum formasum, Vitex pubescens, Buchanania
arborescens, beberapa jenis pohon yang termasuk famili Moraceae dan sebagainya.
b. Ekosistem Hutan Tanaman
Pohon-pohon yang berada di ekosistem ini sengaja diintroduksi pada masa
penjajahan Belanda dengan tujuan awal adalah untuk diproduksi. Pohon-pohon
tersebut yaitu Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni )dan Sonokeling
(Dalbergia latifolia.)
c. Ekosistem Hutan Pantai
Formasi hutan pantai yang masih terlihat bagus di kawasan ini hanya terdapat di
kawasan Cagar Alam tepatnya di blok Rajamantri dan blok Karangpandan.
Didominasi oleh Ipomea pres-caprae, Wedelia biflora, Allophylus cobbe, Hernandia
peltata, Calophyllum inophyllum, Terminalia catappa, Pandanus sp, Thespesia
populnea dan sebagainya.
d. Ekosistem Padang Rumput
Ekosistem bisa ditemukan di blok Cikamal, karena 2 padang rumput yang lain
(Nanggorak dan Badeto) sudah mengalami suksesi yang mengakibatkan padang
rumput hanya tersisa sekitar 5-10% saja dari luasan semula. Tumbuhan yang ada di
15
padang rumput di dominasi oleh jenis Axonopus compressus, Chrysopogon
aciculatus, Imperata cylindrica, Mimosa pudica dan sebagainya.
(a) (b) (c) (d)
Gambar 10 Tipe ekosistem Cagar alam Pangandaran
(Sumber : Resort Konservasi Wilayah XX )
Di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, hutan hujan tropis dataran rendah dapat
dijumpai di kawasan Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang merupakan salah satu
kawasan konservasi dengan ekosistem hutan yang dominan.Kawasan hutan lindung ini
sangat berperan dalan konservasi biodiversitas dan persebaran flora dan fauna.
Keberadaan pantai sebagai zona peralihan ekosistem darat dan laut dipengaruhi oleh
proses proses yang ada di darat maupun yang ada di laut. Wilayah ini disebut sebagai
ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat tajam antara dua atau lebih komunitas.
Gambar 11 Hutan Cagar Alam sebagai habitat satwa
Salah satu contoh ekosistem yang berada di wilayah pesisir pantai yaitu hutan
mangrove. Sebagai salah satu ekosistem ekoton, hutan mangrove merupakan ekosistem
yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi
ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut,
habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan
pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota
perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Dampak ekologis akibat berkurang dan
rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang
berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu
keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya.
16
Gambar 12 Mangrove sebagai ekosistem ekoton di Cagar Alam Pananjung Pangandaran
Proses alam serta aktivitas manusia berperan dalam perubahan – perubahan yang
terjadi pada sebuah lanskap. Dahulu pananjung merupakan sebuah pulau kecil, akibat
proses sedimentasi dari daratan Pulau Jawa maka menyebabkan pulau ini terhubung
sehingga berbentuk sebuah tanjung. Hutan di dalam cagar alam merupakan sisa – sisa
aktivitas penanaman di Jaman Belanda. Namun seiring dengan ditetapkannya kawasan
menjadi kawasan konservasi maka kegiatan produksi hasil hutan dihentikan sekitar tahun
1960-an hingga sekarang. Perubahan lanskap cagar alam pun terjadi karena proses
suksesi. Pada awalnya terdapat 3 padang rumput yang ada di Cagar Alam, yaitu
Nanggorak, Badeto dan Cikamal namun hanya padang rumput Cikamal yang masih terjaga
hingga sekarang, namun dua padang rumput telah mengalami suksesi dan berganti menjadi
hutan sekunder muda dengan didominasi oleh tumbuhan Harendong (Melastoma
malabathricum L.), Marong (Cratoxylum formasum), Rukem (Flacourtia rukam), dan
sebagainya. Kejadian tsunami yang menerjang daerah Pangandaran tahun 2006
mengakibatkan rusaknya 27 hektar mangrove, 383 hektar hutan pantai, dan 62 hektar
tanaman pandan laut sehingga turut merubah karakteristik lanskap di cagar alam ini
terutama di wilayah pesisir yang memiliki dataran landai.
2. Urbanisasi Wilayah Kabupaten Pangandaran
Kabupaten Pangandaran merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari
kabupaten Ciamis. Berdiri tgl 25 Oktober 2012 berdasarkan Undang-undang No 21 tahun
2012, dengan luas wilayah mencapai sekitar 168.000 hektar, terdiri dari 10 kecamatan
dengan ibukota Parigi. Karakter lanskap kabupaten pangandaran bervariasi dari lanskap
perdesaan hingga lanskap kota. Keberadaan jalan raya kabupaten dan akses jalan di
masing - masing wilayah kecamatan turut menyumbang perubahan karakter lanskap dan
arus urbanisasi (proses perubahan karakter desa menjadi kota). Sejak perjalanan dari
kecamatan Pangandaran menuju Kecamatan Cijulang, terdapat perubahan karakter lanskap
yang signifikan yaitu dari lanskap perdesaan yang didominasi patch lahan hutan, sawah dan
kebun menuju wilayah dengan karakter kota dengan dominasi patch bangunan disepanjang
jalan. Setelah semakin menjauh dari wilayah kota karakter lanskap kembali didominasi
dengan lahan persawahan, perkebunan, kolam/empang dan hutan produksi.
17
Gambar 13 Lanskap perdesaaan di wilayah Padaherang
Lanskap hutan, sawah dan kebun yang ada di kawasan ini memiliki fungsi ekologi dan
ekonomi. Secara ekologi keberadaan hutan merupakan penghasil oksigen, area konservasi
air, habitat satwa, dan penyimpan karbon. Sedangkan secara ekonomi adalah lahan
produksi kayu dan hasil hutan lainnya. Daur air dan oksigen akan terjaga dengan
keberadaan hutan yang lestari.
Gambar 14 Perubahan ekologi kota Banjarsari karena urbanisasi
Proses urbanisasi yang terjadi pada kota – kota kecil contohnya di kota Banjarsari
sesuai dengan teori Strip Development Von Thunen yaitu kota berkembang mengikuti jalur
jalan. Hilangnya RTH berupa hutan, kebun dan sawah dan berganti menjadi bangunan –
bangunan rapat disepanjang jalan akan mempengaruhi ekologi lanskap terutama dalam hal
penyediaan jasa lanskap yaitu konservasi air, biodiversitas, penyerapan karbon, dan
keindahan serta kenyamanan lingkungan.
4. Ekologi Green Canyon/Cukang Teneuh
Green Canyon, berlokasi tepatnya di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat . Green Canyon berjarak sekitar 130 km dari kota Ciamis
atau kurang lebih 30 km dari obyek wisata Pantai Pangandaran. Nama asli lokasi ini adalah
Cukang Taneuh (bahasa Sunda) yang berarti Jembatan Tanah. Julukan Cukang Taneuh
muncul karena di tengah sungai tersebut terdapat sebuah jembatan dari tanah selebar 3
meter dengan panjang 40 meter. Jembatan tersebut menghubungkan dua desa yang juga
menjadi obyek wisata terkenal, yakni Desa Kertayasa dengan Desa Batukaras.
Green Canyon adalah ngarai yang terbentuk dari erosi tanah akibat aliran Sungai
Cijulang selama ratusan tahun. Area ngarai berada di tepi kiri dan kanan sungai Cijulang
yang airnya mengarah ke perairan laut Batukaras (Disdikbudpora,2013).
18
Gambar 15 Sungai cijulang berbentuk meander
Sungai cijulang merupakan sungai yang berbentuk meander dengan karakter
riparian sungai yang beragam dan formasi vegetasi yang berbeda. Bentuk meander
menunjukkan adanya proses erosi terhadap tebing dan area riparian sungai. Berdasarkan
pengamatan formasi vegetasi yang berfungsi untuk menahan proses erosi di bagian sungai
memiliki perbedaan, dimana di bagian sungai yang dengan darmaga kapal didominasi oleh
kelapa bambu dan nipha. Sedangkan di bagian sungai yang dekat dengan ngarai berupa
hutan dengan pohon berstata tinggi,semak belukar dan paku – pakuan yang menutupi
tebing.
Gambar 16 Perbedaan formasi vegetasi riparian sungai Cijulang dekat darmaga (kiri) bagian tengah
sebelum ngarai (kanan)
Fenomena alam luar biasa yang terbentuk dari erosi arus sungai cijulang adalah
bentukan gua dengan pemandangan tebing tinggi disisi kiri dan kanan serta rimbunnya
pepohonan diatas tebing. Aliran air jatuh kebawah sungai dari atas tebing, terbentuk stalaktit
dan stalaknit di bagian dalam gua. Bebatuan stalagtit dan stalagmit yang di sepanjang
Green Canyon terbentuk selama ratusan tahun. Karena proses alamiah yang lama tersebut,
Green Canyon termasuk cagar budaya yang dilindungi.
19
Gambar 17 Gua dengan stalaktit dan stalaknit di Green Canyon
Ekosistem sungai cijulang beserta ngarai di bagian hulu merupakan rumah bagi
beberapa ekosistem flora dan fauna. Gua yang menjadi habitat bagi kelelawar. Vegetasi di
sepanjang riparian sungai memudahkan biota sungai bermigrasi dan jalan masuk keluarnya
biota dari bantaran sungai. Perdu dan herba merupakan habitat bagi fauna sungai yang
berperan sebagai pelindung matahari, peredaran kecepatan aliran air dan sebagai penyedia
bahan makanan. Zona ini juga digunakan sebagai tempat berlindung, beristirahat, dan
sebagai tempa meletakkan telur dari fauna sungai (Maryono, 2005). Sedangkan hutan di
riparian sungai memiliki fungsi ekologinya yaitu sebagai pemasok bahan makanan bagi
fauna sungai, sebagai stabilisator temperatur dan kelembaban udara, pemasok oksigen
(O2), penyerap CO2, dsb (Maryono, 2005).
Perubahan yang terjadi pada aliran sungai dipengaruhi oleh musim. Pada musim
kemarau warna air adalah hijau sedangkan pada musim kemarau selain debit air sungai
meningkat, warna air berubah menjadi coklat. Banjir merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi perubahan kualitas dan kuantitas habitat serta morphologi sungai (Maryono,
2005). Dengan semakin ramainya Wisata Green Canyon maka proses pembangunan
dermaga jetti di beberapa bagian sungai dapat merubah karakter bantaran sungai dari
formasi vegetasi menjadi elemen terbangun.
6. Ekologi Lanskap Kampung Naga
Kampung ini berada di lebah yang subur, dengan batas wilayah di sebelah barat
dibatasi oleh hutan keramat (tempat makam leluhur) di sebelah selatan dibatasi oleh sawah
- sawah penduduk dan disebelah utara dan timur dibatasi oleh Sungai Ciwulan yang
bermata air dari sungai Cikurai. Kampung Naga memiliki area seluas satu setengah hektar,
terdiri dari tata-guna lahan perumahan dan pekarangan, kolam dan pertanian sawah yang
ditanami padi dua kali per tahun. Struktur lanskap kampung Naga terdiri atas patch sawah,
patch kolam ikan, patch bangunan, patch pekarangan, patch kebun dan patch hutan.
Sedangkan koridor yang ada adalah berupa sungai dan jalan setapak baik bermaterial
tanah saja maupun bebatuan.
20
Gambar 18 Struktur lanskap kampung Naga
Topografi Kampung Naga berupa perbukitan dengan produktivitas tanah yang
subur. Sistem pertanian masyarakat Kampung Naga memiliki dua kelompok besar yaitu
sistem persawahan yang merupakan sistem pertanian menetap dengan menggunakan
pengairan dari saluran irigasi yang bersumber dari sungai Ciwulan dan selokan/parit. Sistem
yang kedua ialah sistem lahan kering yang terdiri dari pekarangan, kebun campuran,dan
hutan. Lahan persawahan dilengkapi dengan petak dan pematang, sehingga sawah menjadi
berteras mengikuti garis kontur. Keadaan ini merupakan salah satu bentuk konservasi lahan.
Petak dan pematang akan menahan aliran air dari satu petak ke petak lain sehingga
melindungi tanah dan erosi. Sungai Ciwulan merupakan sumber air bagi kehidupan
masyarakat Kampung Naga ini. Sungai ini berbatasan dengan sawah di satu sisi dan
vegetasi hutan di sisi lainnya. Keberadaan pohon bambu di sisi sungai menjaga sungai ini
dari proses erosi.
Gambar 19 Sungai Ciwulan dan vegetasi pelindung
Hutan yang berada di kawasan Kampung Naga memiliki fungsi ekologis.
Pemeliharaan hutan akan membawa pengaruh positif natara lain : 1) Menjaga stabilitas dan
perlindungan tanah dari erosi 2) mencegah bahaya banjir dan tersedianya tanah subur 3)
Ameliorasi iklim daerah sekitarnya, 4) biodiversitas flora dan dauna, 5) menghindari
pendangkalan sungai, danau, waduk dan lain – lain.
21
B. ASPEK PENGELOLAAN LANSKAP BERKELANJUTAN
1. Pengelolaan Rest Area km 57 Cikampek
Dalam peraturan perundangan tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ada
ketentuan yang menyebutkan bahwa setiap mengemudikan kendaraan selama 4 jam harus
istirahat selama sekurang-kurangnya setengah jam, untuk melepaskan kelelahan, tidur
sejenak ataupun untuk minum kopi, makan ataupun ke kamar kecil/toilet. Tempat istirahat
atau dikenal secara lebih luas sebagai rest area adalah tempat beristirahat sejenak untuk
melepaskan kelelahan, kejenuhan, ataupun ke toilet selama dalam perjalanan jarak jauh.
Tempat istirahat ini banyak ditemukan di jalan tol ataupun dijalan nasional dimana para
pengemudi jarak jauh beristirahat. Di jalan tol rest dilengkapi dengan lajur percepatan dan
lajur perlambatan agar kendaraan yang masuk ataupun keluar dari tempat istirahat dapat
menyesuaikan kecepatan pada lajur percepatan ataupun lajur perlambatan.
Rest Area KM 57 berlokasi di Tol Jakarta – Cikampek KM 57, Klari, Karawang ini
dibangun dengan konsep ’One Stop & The Most Integrated Area’, yang memadukan semua
kebutuhan pengunjung untuk berhenti beristirahat dengan nyaman dan segala
kebutuhannya terpenuhi. Pada hari - hari biasa, rest area KM 57 memiliki traffic lebih dari
50.000 kendaraan (pribadi, bus, truk,travel).Rest area ini dilengkapi dengan berbagai
fasilitas antara lain SPBU dengan sistem komputerisasi, swalayan, masjid , yoilet yang
bersih dan nyaman serta kamar mandi air panas, posko mudik terlengkap yang diikuti oleh
40 vendor dari otomotif, bank, rumah sakit dll, serta pengelolaan daur ulang sampah
menjadi pupuk organik.Rest area ini dikelola oleh PT. Mitra Buana Jaya Lestari yang Mulai
mulai beroperasi pada tanggal 19 Mei 2006 yang menempati are 5,2 kektar yang
bekerjasama dengan PT. Jasa Marga (Persero). Sampai saat ini, Rest Area KM 57
mendapatkan predikat 'Diamond', yaitu predikat paling tinggi yang disandang SPBU dan
mendapat predikat terbaik selama 3 tahun berturut - turut : 2007,2008,2009.
Pengelolaan rest area harus mengacu pada daya dukung di kawasan, terutama
pada waktu – waktu akhir minggu,hari besar atau hari libur nasional, karena rest area akan
ramai dengan pengunjung dan pelanggan. Keberadaan pohon – pohon penyerap polusi,
penaung dan area resapan air pada kawasan ini perlu diperbanyak untuk meningkatkan
kualitas lanskap rest area.
2. Pengelolaan Area Pantai dan Cagar Alam Pananjung Pangandaran
Berdasarkan administrasi pengelolaannya, Resort Konservasi Wilayah XX
Pangandaran berada dibawah Seksi Konservasi Wilayah VI Tasikmalaya, Bidang
Konservasi Wilayah III Ciamis, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat.
Sedangkan pengusahaan Taman Wisata Alam ditangani oleh Perum Perhutani KPH Ciamis,
Unit III Jawa Barat seluas 20 Ha. Kawasan Hutan Cagar Alam Pangandaran seluas 454,615
Ha dan Taman Wisata Alam Pangandaran seluas 343.210 m2 (Keputusan Menteri
Kehutanan Republik Indonesia Nomor.Sk.484/MENHUT-II/2010), Kawasan Cagar Alam Laut
seluas 470 Ha (SK. Menteri Kehutanan No. 225/Kpts-II/90 tanggal 8 Mei 1990). Sementara
kawasan Suaka Margasatwa Sindangkerta seluas 90 Ha : luas perairan 76,48 Ha dan
daratan/pantai 13,52 Ha (SK Menteri Kehutanan No.6964/Kpts-II/2002). Berdasarkan
pengamatan pada Cagar Alam Pananjung Pangandaran belum terdapat perbedaan zona
perlindungan (zona core hingga buffer), hal ini akan dapat menyebabkan kelemahan dalam
manajemen kawasan terutama perlindungan terhadap flora dan fauna di dalam kawasan.
Pembangunan di kawasan cagar alam perlu memperhatikan dampak yang akan
timbul sehingga tidak mengganggu proses ekologi yang berlangsung di dalam kawasan
tersebut. Pada zona ekoton misalnya, pembangunan sirkulasi masif di zona ini perlu
22
dihindari karena akan menyebabkan gangguan, baik karena menyebabkan fragmentasi
patch maupun mengganggu jalur migrasi satwa.
Gambar 20 Sirkulasi masif pada kawasan ekoton perlu dihindari
Pada kawasan sepanjang pantai pangandaran, keberadaan bangunan – bangunan
yang dekat dengan pantai adalah permasalahan area pesisir. Kawasan pesisir seharusnya
bebas dari bangunan, selain menutup view ke arah laut, bangunan tersebut dari segi
keamanan sangat rentan terkena dampak bahaya, misalnya bencana tsunami. Sedangkan
untuk perlindungan daerah pantai dari abrasi gelombang laut, beberapa pendekatan dapat
ditempuh antara lain (Arifin, 2014):
a. Pembuatan tembok laut atau “revetment” untuk melindungi dan memperkuat pantai
bagian darat terhadap erosi akibat gempuran gelombang dan arus.
b. Pembuatan krib tegak lurus pantai untuk mengurangi laju angkutan sedimen sejajar
pantai yang menyebabkan erosi pantai.
c. Pembuatan bangunan pemecah gelombang sejajar pantai atau pulau tiruan untuk
mengurangi energi gelombang yang menyeret sedimen baik arah sejajar maupun
arah tegak lurus pantai.
d. Penambahan suplai sedimen pada pantai yang tererosi, sehingga sedimen pada
pantai yang diangkut dari pantai tersebut dapat diimbangi. Wisata pantai berpasir
bentuk garis pantai dikombinasikan dengan pembuatan bangunan kendali.
e. Penghijauan daerah pantai mengurangi laju erosi karena akar tanaman pantai cukup
kuat meredam arus dan gelombang yang menerjang pantai.
Gambar 21 Struktur penahan abrasi pantai Pangandaran
23
3. Pengelolaan Lanskap Kabupaten Pangandaran
Derasnya arus urbanisasi yang terjadi di kabupaten Pangandaran ditandai dengan
perubahan tata guna lahan yang semula berupa persawahan, perkebunan dan hutan
berubah menjadi area terbangun. Luasan ruang – ruang terbuka hijau semakin
menyempit dan terancam hilang karena terdesak dengan pembangunan rumah – rumah
penduduk. Untuk mencegah perubahan tata guna lahan yang lebih besar diperlukan
pengelolaan berupa penegakan aspek legal tata guna lahan yang telah ditetapkan dalam
RTRW maupun peraturan wilayah lain terutama perlindungan terhadap keberadaan
ruang – ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi ekologis di dalam lanskap.
Gambar 22 Persawahan yang terhimpit pembangunan rumah
4. Pengelolaan Lanskap Green Canyon/Cukang Teneuh
Green Canyon merupakan kawasan cagar budaya menurut Undang-undang No. 11
tahun 2012 termasuk cagar budaya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan. Panjang kawasan Geen Canyon
adalah 6000 meter. Bebatuan berupa stalagtit dan stalagmit di sepanjang Sungai Cijulang
atau lebih dikenal dengan sebutan Green Canyon (Cukang Taneuh) dilindungi secara
Undang-undang sehingga semua pihak yang terkait dengan pengelolaan pariwisata Green
Canyon, harus turut serta melestarikan fenomena alam tersebut.
Pengelolaan wisata Green Canyon saat ini dilakukan oleh Dishubparkominfo dan
UMKM, namun pengendalian/pengawasan cagar budaya disana dilakukan oleh
Disdikbudpora Kabupaten Pangandaran. Program Bidang Budpora berkaiatan dengan
keberadaan cagar budaya yaitu berkaitan dengan upaya pelestarian kawasan. Manajemen
wisata yang teramati dari kegiatan fieldtrip ini adalah adanya peraturan jadwal memasuki
kawasan wisata, jumlah kapal yang beroperasi, standar keamanan dan durasi wisata.
Selain manajemen wisata, untuk memperbaiki dan melindungi ekologi sungai
Cijulang dapat ditempuh dengan metode bioengineering. Bioengineering atau
ekoengineering dimaksudkan sebagai usaha dengan semaksimal mungkin menggunakan
komponen vegetasi (tanaman - tanaman) di sepanjang bantaran sungai untuk
menanggulangi longsoran dan erosi tebing sungai dan kerusakan bantaran sungai lainnya.
Metode bioengineering atau sering disebut ekoengineering ini merupakan metode yang
murah dengan sustainabilitas tinggi (Maryono, 2005). Syarat - syarat yang ditentukan agar
suatu vegetasi dapat berfungsi dalam bioengineering:
24
a. Menggunakan Jenis tanaman lokal (setempat)
Longsoran akibat abrasi dapat ditanggulangi dengan memanfaatkan tumbuhan sekitar
daerah longsoran sebagai pelindung tebing. Misalnya dapat digunakan rumput gelagah,
ilalang, pohon bambu, nipah atau bakau.
b. Dapat berfungsi sebagai penangkal erosi banjir akibat hujan (pelindung tebing).
Besarnya kecepatan air perlu menjadi bahan pertimbangan dalam memilih jenis vegetasi
yang akan digunakan . Vegetasi sungai angat penting kaitannya dengan tahanan
terhadap erosi di kaki tebing sungai. Vegetasi umumnya didominasi oleh golongan
rumput – rumputan (familia Graminae Dan Cyperaceae), kangkung – kangkungan
(Familia Convolvulaceae), karena bersifat lentur dapat digunakan untuk perlindungan
tebing pada kecepatan arus tinggi. Jenis bambu yang pendek dan kecil dapat ditanam
pada sungai yang relatif kecil, sedangkan jenis bambu yang tinggi dan berbatang besar
dapat ditanam pada tebing sungai besar. Selain sebagai pelindung tebing, tanaman ini
juga berfungsi sebagai retensi aliran, sehingga kecepatan aliran turun dan banjir di
daerah hilir dapat dikurangi.
c. Dapat mempertahankan fungsi ekologi bantaran sungai
Vegetasi bantaran sungai berfungsi untuk menjaga stabilitas tebing sungai dari gempuran
arus air, dari energi mekanik hujan dan dari peresapan air ke pori – pori rekahan tebing
sungai. Ranting, cabang dan daun tanaman yang tumbuh di pinggir sungai berperan
sebagai komponen pemecah energi mekanik arus air maupun air hujan, juga berfungsi
sebagai pengarah arus dan pengarah aliran sekunder memanjang sungai. Perakaran
tanaman berfungsi sebagai komponen stabilitas tebing sungai dan sebagai barrier
(penangkal) untuk mengurangi erosi akibat gerusan tebing maupun erosi dari aliran
permukaan. Vegetasi alami yang tumbuh di sepanjang sungai memiliki keteraturan
formasi yang spesifik. Konfigurasi vegetasi sepanjang sungai dipengaruhi oleh formasi
arus sungai. Sebaliknya bentuk meander sungai akan ditentukan oleh formasi vegetasi
sepanjang sungai tersebut.
Dalam penerapan bioengineering perlu diperhatikan zona - zona yang harus
dipertahankan pada daerah sungai adalah, zona tersebut antara lain :
a. Zona Perakaran Pohon
Zona perakaran pohon pinggir sungai merupakan tempat yang sangat disenangi berbagai
jenis ikan. Lokasi ini sangat perlu dipertahankan karena secara hidraulik dapat menahan
gerusan atau erosi tebing sungai, sekaligus menjadi pemecah energi sungai (Maryono,
2005).Jenis tanaman lokal yang dapat digunakan untuk mempertahankan zona ini adalah
jenis rengas (Glutha renghas) dan bintaro (Cerbera manghas, L)
b. Zona Tumbuhan Perdu dan Herba
Perdu dan herba hidup di daerah batas zona aquatik dan zona darat. Keberadaan
vegetasi ini berperan penting bagi ekologi fauna sungai maupun secara hydraulik sungai.
Jenis – jenis tanaman lokal dari hasil identifikasi yang dapat digunakan untuk
mempertahankan zona ini yaitu pandan (Pandanus, sp), keduduh (Melastoma candidum
D.Don), rumput teki (Cyperus rotundus), rumput kumpai (Hymenachne acutigluma) dan
alang – alang (Imperata cylindrica
c. Zona Tumbuhan Besar
Vegetasi pada zona ini mempunyai fungsi hidraulik dan ekologi yang signifikan sehingga
perlu dipertahankan. Fungsi hidrauliknya antara lain sebagai penahan tebing dari longsor,
penahan erosi kaki tebing, peredam energi zona perakaran yang masuk ke badan
sungai, serta sebagai media munculnya mata air di pinggir sungai.Jenis tanaman yang
dapat digunakan untuk mempertahankan Zona Tumbuhan Besar adalah bambu kuning
25
(Bambusa vulgaris, Schrad), bambu kasap (Pogonatherum, sp), nipah (Nypa fruticans,
Wurmb).
4. Pengelolaan Lanskap Kampung Naga
Kampung naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan
Salawu, Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Lokasi kampung Naga tidak jauh dari jalan
raya yang menghubungkan kota garut dengan kota Tasikmalaya. Nama kampung naga
merupakan singkatan dari kampung diNAGAwiR, dalam bahsa sunda berarti sebuah
kampung yang berada di lembah yang subur. Sistem perekonomian masyarakat terutama
bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan mata pencaharian sampingan adalah
membuat kerajinan, beternak dan berdagang. Masyarakat kampung naga merupakan
masyarakat yang menggunakan teknologi sederhana seperti tungku dengan bahan bakar
kayu untuk memasak, bajak dan cangkul untuk menggarap sawah, dan tidak menggunakan
listrik.
Elemen bangunan maupun sirkulasi menunjukkan kesatuan dari alam. bentuk
rumah di Kampung Naga berupa rumah panggung, dengan bahan dari bambu dan kayu.
Atap rumah terbuat dari daun nipah, ijuk/alang alang, lantai rumah terbuat dari bambu atau
papan kayu. Rumah menghadap kesebelah utara atau ke selatan dengan memanjang ke
arah Barat -Timur. Praktek pembangunan di Kampung Naga memiliki wawasan lingkungan
yaitu secara ekologi sosial ekonomi dan budaya.
Gambar 23 Desain bangunan dan jalan di Kampung Naga memakai material alami
Dari segi pengelolaan, kampung naga dipimpin oleh dua lembaga yaitu lembaga
pemerintahan desa dan pemimpin adat. Keduanya saling bersinergi satu sama lain.
Lembaga pemerintahan terdiri atas RT,RW,dan kepala Dusun. Lembaga adat di kampung
naga terdiri dari kuncen (pemangku adat dan pemimpin upacara adat dalam berziarah),
punduh dan lebe (mengurusi jenasah).
Untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari masyarakat kampung naga mendapatkan
bahan makanan dari hasil pertanian sawah, beternak, berkebun. Sebagian bahan makanan
dan tanaman obat berasal dari tanaman pekarangan.
26
Gambar 24 Pekarangan rumah di Kampung Naga sebagai sumber bahan makanan dan obat
Pengaruh budaya yang sangat kuat yaitu berupa nilai - nilai, norma, tradisi
kesenian, upacara ritual, dan corak arsitektur rumah tatanan lanskap permukiman sangat
berpengaruh terhadap kelestarian lanskap Kampung Naga. Pengelolaan terhadap hutan
tercermin dalam nilai budaya kampung Naga, dimana salah satu aturan adat yang melarang
memasuki hutan larangan yang ada disekitar Kampung Naga. Dengan terjaganya hutan
maka jasa ekologi dari hutan akan tetap terjaga yaitu konservasi air, konservasi
biodiversitas, penyerapan karbon serta keindahan dan kenyamanan lanskap.
Gambar 25 Kelestarian hutan sangat dijaga oleh masyarakat Kampung Naga
Beberapa contoh pengelolaan yang telah baik di kampung naga ini adalah tentang
pengelolaan sampah dimana pemisahan sampah organik dan anorganik telah dilakukan.
Sampah organik dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dan kandang, hanya saja sampah
anorganik tidak di daur ulang namun dibakar sehingga masih meninggalkan residu. Di
kampung ini juga telah diterapkan teknologi rekayasa sungai untuk mengurangi erosi yaitu
dengan adanya struktur pengarah aliran sungai pada sungai Ciwulan.
Gambar 26 Struktur pengarah aliran sungai untuk mengurangi erosi
27
BAB IV
KESIMPULAN
Kegiatan fieldtrip ini dilakukan untuk memahami karakter beberapa kawasan di
wilayah Jawa Barat baik dari sisi ekologi lanskap (struktur, fungsi dan dinamika) maupun
dari aspek pengelolaan lanskap secara berkelanjutan serta permasalahan yang terjadi di
kawasan tersebut. Obyek - obyek yang akan dikaji terdiri atas : lanskap perkotaan berupa
rest area km 57 Cikampek, lanskap semi urban yaitu lanskap kabupaten Pangandaran yang
telah mengalami urbanisasi, lanskap konservasi cagar alam Pananjung Pangandaran,
lanskap sungai Cijulang yatu Green Canyon/ Cukang Taneuh dan lanskap perdesaan yaitu
Kampung Naga Garut-Tasikmalaya. Agar suatu lanskap dapat berlangsung secara
berkelanjutan, maka dibutuhkan adanya integrasi kuat antara aspek ekologi, ekonomi dan
sosial budaya. Pada aspek ekologi, hal yang harus diperhatikan dalam mengidentifikasi
suatu kawasan adalah dengan cara mengetahui struktur, fungsi dan dinamika suatu lanskap
agar mengetahui cara terbaik dalam menangani gangguan yang akan terjadi. Pada lanskap
Cagar Alam Penanjung Pangandaran dibutuhkan pengelolaan yang hati – hati yaitu dengan
memetakan zona perlindungan dari zona inti ke zona buffer. Perlindungan terhadap cagar
budaya Green Canyon adalah berupa upaya mempertahankan struktur lanskap alami yang
ada sehingga meminimalisir terjadinya gangguan akibat aktivitas wisata. Keberadaan ruang
– ruang terbuka hijau harus dipertahankan sehingga tidak berkurang/hilang akibat urbanisasi
yang terjadi di Kabupaten Pangandaran. Pengelolaan berbasis budaya tercermin dalam
pengelolaan lanskap oleh masyarakat Kampung Naga. Kearifan lokal dan nilai – nilai adat
yang dimiliki masyarakat setempat secara tidak langsung merupakan perlindungan terhadap
hutan dan lanskap perdesaan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anonim Taman Wisata Alam Pangandaran. http://perhutani.kphciamis.com/ diunduh 25 Juni
2014
Arifin, Hadi Susilo. 2014. Pengelolaan Kawasan Pesisir. Materi Kuliah Pengelolaan Lanskap
Berkelanjutan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Disdikbudpora, 2013. Bebatuan Di Green Canyon, Dilindungi UU Sebagai Cagar Budaya.
http://disdikbudpora-pnd.org diunduh 25 juni 2014
Maryono, A., 2005. Eko – Hidraulik. Pembangunan Sungai. Edisi Eedua. Magister Sistem
Teknik Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Nachrowi,Dita RK, 2012.Pengaruh Kekohesifan Kelompok terhadap kinerja Karyawan pada
PT Mitra Buana Jaya Lestari Rest Area KM 57. Skripsi. Universitas Indonesia
Resort Konservasi Wilayah XX Pangandaran. Ekosistem Cagar Alam Pananjung
Pangandaran. http://cagaralam-pangandaran.com/kawasan/ekosistem diunduh 25
Juni 2014
Sittadewi, Euthalia Hanggari.2008. Identifikasi Vegetasi Di Koridor Sungai Siak Dan
Peranannya Dalam Penerapan Metode Bioengineering. Jurnal Sains Dan Teknologi
Indonesia Vol. 10 No. 2 Agustus 2008 Hlm. 112-118
Yulianingsih, Dewi. 2002. Etnobotani Pada Masyarakat Adat Kampung Naga. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor

More Related Content

What's hot

Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )
Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )
Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )
Helmas Tanjung
 
Laporan Biologi Fermentasi
Laporan Biologi Fermentasi Laporan Biologi Fermentasi
Laporan Biologi Fermentasi
Hilya Auliya
 
Pengertian Larutan, Suspensi, dan Koloid
Pengertian Larutan, Suspensi, dan KoloidPengertian Larutan, Suspensi, dan Koloid
Pengertian Larutan, Suspensi, dan Koloid
Siti Farida
 
Laporan Praktikum Kimia indikator asam basa
Laporan Praktikum Kimia indikator asam basaLaporan Praktikum Kimia indikator asam basa
Laporan Praktikum Kimia indikator asam basa
Feren Jr
 

What's hot (20)

Laporan Praktikum Kimia (Uji pH)
Laporan Praktikum Kimia (Uji pH)Laporan Praktikum Kimia (Uji pH)
Laporan Praktikum Kimia (Uji pH)
 
9 larutan ideal
9 larutan ideal9 larutan ideal
9 larutan ideal
 
Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )
Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )
Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )
 
PowerPoint Pemanasan Global (Global Warming) kelas 11
PowerPoint Pemanasan Global (Global Warming) kelas 11PowerPoint Pemanasan Global (Global Warming) kelas 11
PowerPoint Pemanasan Global (Global Warming) kelas 11
 
Koloid (dalam kehidupan sehari hari)
Koloid (dalam kehidupan sehari hari)Koloid (dalam kehidupan sehari hari)
Koloid (dalam kehidupan sehari hari)
 
Proses terjadinya sedimentasi ppt
Proses terjadinya sedimentasi pptProses terjadinya sedimentasi ppt
Proses terjadinya sedimentasi ppt
 
Evaporasi (Penguapan)
Evaporasi (Penguapan)Evaporasi (Penguapan)
Evaporasi (Penguapan)
 
Laporan Biologi Fermentasi
Laporan Biologi Fermentasi Laporan Biologi Fermentasi
Laporan Biologi Fermentasi
 
Kimia analisis ku
Kimia analisis kuKimia analisis ku
Kimia analisis ku
 
Mengenal lebih dekat tentang air sadah
Mengenal lebih dekat tentang air sadahMengenal lebih dekat tentang air sadah
Mengenal lebih dekat tentang air sadah
 
Continuous Tunnel Dryer
Continuous Tunnel DryerContinuous Tunnel Dryer
Continuous Tunnel Dryer
 
Runtuhnya Teori Evolusi Darwin Hanya Dengan 20 Pertanyaan
Runtuhnya Teori Evolusi Darwin Hanya Dengan 20 PertanyaanRuntuhnya Teori Evolusi Darwin Hanya Dengan 20 Pertanyaan
Runtuhnya Teori Evolusi Darwin Hanya Dengan 20 Pertanyaan
 
Dampak Perubahan Iklim Global Pada Masalah Pembangunan Dan Lingkungan
Dampak Perubahan Iklim Global Pada Masalah Pembangunan Dan LingkunganDampak Perubahan Iklim Global Pada Masalah Pembangunan Dan Lingkungan
Dampak Perubahan Iklim Global Pada Masalah Pembangunan Dan Lingkungan
 
Laporan Praktikum Biologi Pengaruh Warna Cahaya terhadap Fotosintesis Tanaman...
Laporan Praktikum Biologi Pengaruh Warna Cahaya terhadap Fotosintesis Tanaman...Laporan Praktikum Biologi Pengaruh Warna Cahaya terhadap Fotosintesis Tanaman...
Laporan Praktikum Biologi Pengaruh Warna Cahaya terhadap Fotosintesis Tanaman...
 
Review Jurnal
Review JurnalReview Jurnal
Review Jurnal
 
Ppt hujan asam
Ppt hujan asamPpt hujan asam
Ppt hujan asam
 
Pengertian Larutan, Suspensi, dan Koloid
Pengertian Larutan, Suspensi, dan KoloidPengertian Larutan, Suspensi, dan Koloid
Pengertian Larutan, Suspensi, dan Koloid
 
Laporan Praktikum Kimia indikator asam basa
Laporan Praktikum Kimia indikator asam basaLaporan Praktikum Kimia indikator asam basa
Laporan Praktikum Kimia indikator asam basa
 
Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Sejarah Perkembangan Teknologi Pengind...
Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Sejarah Perkembangan Teknologi Pengind...Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Sejarah Perkembangan Teknologi Pengind...
Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Sejarah Perkembangan Teknologi Pengind...
 
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan KlimatologiLaporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
 

Viewers also liked (6)

Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga SatwaPelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa
 
Karbohidrat i
Karbohidrat iKarbohidrat i
Karbohidrat i
 
Fisika bumi sebagai planet
Fisika bumi sebagai planetFisika bumi sebagai planet
Fisika bumi sebagai planet
 
Cover psikologi tugas akhir
Cover psikologi tugas akhirCover psikologi tugas akhir
Cover psikologi tugas akhir
 
Bumi sebagai planet
Bumi sebagai planetBumi sebagai planet
Bumi sebagai planet
 
Slide powerpoint bumi & alam semesta
Slide powerpoint bumi & alam semestaSlide powerpoint bumi & alam semesta
Slide powerpoint bumi & alam semesta
 

Similar to Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

Usul Peningkatanstatus S Kampar
Usul Peningkatanstatus S KamparUsul Peningkatanstatus S Kampar
Usul Peningkatanstatus S Kampar
guest150909
 
1. laporan barles kel 14 kkl ekologi alas purwo (fix)
1. laporan barles kel 14 kkl ekologi alas purwo (fix)1. laporan barles kel 14 kkl ekologi alas purwo (fix)
1. laporan barles kel 14 kkl ekologi alas purwo (fix)
ELsagha Bintang
 
Potensi Wisata Gunung Papandayan
Potensi Wisata Gunung PapandayanPotensi Wisata Gunung Papandayan
Potensi Wisata Gunung Papandayan
Indah Yuliana
 
SPAB_Satker-SPAB-Disdik-Jabar.pdf
SPAB_Satker-SPAB-Disdik-Jabar.pdfSPAB_Satker-SPAB-Disdik-Jabar.pdf
SPAB_Satker-SPAB-Disdik-Jabar.pdf
Aa Agus Koswara
 
Pp presentasi ujian tesis muldan martin k4_a009018_msdp_2009
Pp presentasi ujian tesis muldan martin k4_a009018_msdp_2009Pp presentasi ujian tesis muldan martin k4_a009018_msdp_2009
Pp presentasi ujian tesis muldan martin k4_a009018_msdp_2009
MULDAN MARTIN, A.Pi., M.Si
 
ekowisata Pendidikan Biologi IAIN Raden Intan 2010
ekowisata Pendidikan Biologi IAIN Raden Intan 2010 ekowisata Pendidikan Biologi IAIN Raden Intan 2010
ekowisata Pendidikan Biologi IAIN Raden Intan 2010
Bunga Naria
 
Ringkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasRingkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhas
Yuga Rahmat S
 
Laporan PKL tahap 2 - Kelompok 4
Laporan PKL tahap 2 - Kelompok 4Laporan PKL tahap 2 - Kelompok 4
Laporan PKL tahap 2 - Kelompok 4
Ricky Ramadhan
 

Similar to Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga (20)

LAPORAN PRAKTIK KULIAH LAPANGAN (PKL) KAWASAN PANTAI PANGANDARAN
LAPORAN PRAKTIK KULIAH LAPANGAN (PKL) KAWASAN PANTAI PANGANDARANLAPORAN PRAKTIK KULIAH LAPANGAN (PKL) KAWASAN PANTAI PANGANDARAN
LAPORAN PRAKTIK KULIAH LAPANGAN (PKL) KAWASAN PANTAI PANGANDARAN
 
Usul Peningkatanstatus S Kampar
Usul Peningkatanstatus S KamparUsul Peningkatanstatus S Kampar
Usul Peningkatanstatus S Kampar
 
Syahrani ayu sabila
Syahrani ayu sabilaSyahrani ayu sabila
Syahrani ayu sabila
 
Makalah Mata Kuliah Ekologi dan Lingkungan - S1 Pariwisata 2014
Makalah Mata Kuliah Ekologi dan Lingkungan - S1 Pariwisata 2014 Makalah Mata Kuliah Ekologi dan Lingkungan - S1 Pariwisata 2014
Makalah Mata Kuliah Ekologi dan Lingkungan - S1 Pariwisata 2014
 
1. laporan barles kel 14 kkl ekologi alas purwo (fix)
1. laporan barles kel 14 kkl ekologi alas purwo (fix)1. laporan barles kel 14 kkl ekologi alas purwo (fix)
1. laporan barles kel 14 kkl ekologi alas purwo (fix)
 
Potensi Wisata Gunung Papandayan
Potensi Wisata Gunung PapandayanPotensi Wisata Gunung Papandayan
Potensi Wisata Gunung Papandayan
 
SPAB_Satker-SPAB-Disdik-Jabar.pdf
SPAB_Satker-SPAB-Disdik-Jabar.pdfSPAB_Satker-SPAB-Disdik-Jabar.pdf
SPAB_Satker-SPAB-Disdik-Jabar.pdf
 
LAPORAN_AKHIR - EDI YANTO.docx
LAPORAN_AKHIR - EDI YANTO.docxLAPORAN_AKHIR - EDI YANTO.docx
LAPORAN_AKHIR - EDI YANTO.docx
 
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
 
Climate change policy from the oceans aspect
Climate change policy from the oceans aspectClimate change policy from the oceans aspect
Climate change policy from the oceans aspect
 
Pp presentasi ujian tesis muldan martin k4_a009018_msdp_2009
Pp presentasi ujian tesis muldan martin k4_a009018_msdp_2009Pp presentasi ujian tesis muldan martin k4_a009018_msdp_2009
Pp presentasi ujian tesis muldan martin k4_a009018_msdp_2009
 
ekowisata Pendidikan Biologi IAIN Raden Intan 2010
ekowisata Pendidikan Biologi IAIN Raden Intan 2010 ekowisata Pendidikan Biologi IAIN Raden Intan 2010
ekowisata Pendidikan Biologi IAIN Raden Intan 2010
 
“OBSERVASI EKOSISTEM JALUR PENDAKIAN GUNUNG SINGGALANG DAN MARAPI PADANG SUMA...
“OBSERVASI EKOSISTEM JALUR PENDAKIAN GUNUNG SINGGALANG DAN MARAPI PADANG SUMA...“OBSERVASI EKOSISTEM JALUR PENDAKIAN GUNUNG SINGGALANG DAN MARAPI PADANG SUMA...
“OBSERVASI EKOSISTEM JALUR PENDAKIAN GUNUNG SINGGALANG DAN MARAPI PADANG SUMA...
 
3 bab 2 deskripsi umum lokasi studi
3 bab 2 deskripsi umum lokasi studi3 bab 2 deskripsi umum lokasi studi
3 bab 2 deskripsi umum lokasi studi
 
Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya Edisi 09
Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya Edisi 09Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya Edisi 09
Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya Edisi 09
 
Ringkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasRingkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhas
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
 
Analisis kesesuaian lahan kab. pangandaran
Analisis kesesuaian lahan kab. pangandaranAnalisis kesesuaian lahan kab. pangandaran
Analisis kesesuaian lahan kab. pangandaran
 
Laporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraLaporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputra
 
Laporan PKL tahap 2 - Kelompok 4
Laporan PKL tahap 2 - Kelompok 4Laporan PKL tahap 2 - Kelompok 4
Laporan PKL tahap 2 - Kelompok 4
 

Recently uploaded

mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
saptari3
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
dpp11tya
 

Recently uploaded (20)

7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.pptLingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10
algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10
algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 

Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

  • 1. LAPORAN FIELDTRIP Mata Kuliah Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan (ARL 521) dan Mata Kuliah Ekologi Lanskap (ARL 621) Semester Genap 2013/2014 Disusun oleh : Flourentina Dwiindah Pusparini NRP. A451130231 Dosen : Prof Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS. Dr. Kaswanto, SP,Msi. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
  • 2. 2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan fieldtrip mata kuliah Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan dan Mata Kuliah Ekologi Lanskap semester genap 2013/2014. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu khususnya kepada dosen mata kuliah Ekologi Lanskap dan Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan Bapak Prof. Dr.Ir. Hadi Susilo Arifin, MS., Bapak Dr. Kaswanto, SP, MSi dan Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Saya menyadari bahwa laporan yang saya buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya memohon maaf apabila ada kekurangan ataupun kesalahan. Kritik dan saran sangat diharapkan agar tugas ini menjadi lebih baik dimasa yang akan datang. Bogor, 27 Juni 2014 Flourentina Dwiindah Pusparini
  • 3. 3 DAFTAR ISI Kata pengantar ………………………………………………………………………………….. 2 Daftar Isi …………………………………………………………………………………............ 3 Daftar Tabel ………………………………………………………………………..................... 4 Daftar Gambar ……………………………………………………………………..................... 4 BAB I Pendahuluan Latar Belakang………………………………………………………………....................... 5 Tujuan ……………………………………………………………………………………….. 6 BAB II Metode Waktu dan Obyek pengamatan……………………………………………………………. 7 Lokasi obyek……………………………………………………………………………........ 9 BAB III Hasil dan Pembahasan Aspek Ekologi Lanskap…………………………………………………………………….. 12 Aspek Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan……….…………………………………….. 21 BAB IV Kesimpulan …………………………………………………………………………….. 27 Daftar pustaka …………………………………………………………………………….. 28
  • 4. 4 DAFTAR TABEL Tabel 1. Waktu dan Obyek Pengamatan ……………………………………………………...... 7 Tabel 2. Obyek, data pengematan dan metode pengumpulan data ...……………………….. 7 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Lokasi rest area km 57 Cikampek………………………………….……………...... 9 Gambar 2. Lokasi pantai Pangandaran...……………………………………………………… 10 Gambar 3. Lokasi Cagar Alam Pananjung Pangandaran………………………………........... 10 Gambar 4. Lokasi Kabupaten Pangandaran...………………………………………………….. 11 Gambar 5. Lokasi Green Canyon…………………………………………………...................... 11 Gambar 6. Lokasi Kampung Naga...……………………………………………………………... 11 Gambar 7. Rest Area KM 57…………………………………………………............................. 12 Gambar 8. Struktur lanskap rest area km 57...………………………………………………….. 13 Gambar 9. Cagar Alam Pananjung Pangandaran…………………………………………........ 14 Gambar 10. Tipe ekosistem Cagar alam Pangandaran...……………………………………… 15 Gambar 11. Hutan Cagar Alam sebagai habitat satwa……………………………………...... 15 Gambar 12. Mangrove sebagai ekosistem ekoton di Cagar Alam Pananjung Pangandaran 16 Gambar 13. Lanskap perdesaaan di wilayah Padaherang………………………………......... 17 Gambar 14. Perubahan ekologi kota Banjarsari karena urbanisasi...………………………… 17 Gambar 15. Sungai cijulang berbentuk meander……………………………………………..... 18 Gambar 16. Perbedaan formasi vegetasi riparian sungai Cijulang...…………………………. 18 Gambar 17. Gua dengan stalaktit dan stalaknit di Green Canyon...………………………….. 19 Gambar 18. Struktur lanskap kampung Naga………………………………………………....... 20 Gambar 19. Sungai Ciwulan dan vegetasi pelindung ………………………………………..... 20 Gambar 20. Sirkulasi masif pada kawasan ekoton perlu dihindari………………………........ 22 Gambar 21. Struktur penahan abrasi pantai Pangandaran...………………………………….. 22 Gambar 22. Persawahan yang terhimpit pembangunan rumah………………………............ 23 Gambar 23. Desain bangunan dan jalan di Kampung Naga memakai material alami...…… 25 Gambar 24. Pekarangan di Kampung Naga sebagai sumber bahan makanan & obat…….. 26 Gambar 25. Kelestarian hutan sangat dijaga oleh masyarakat Kampung Naga...………….. 26 Gambar 26. Struktur pengarah aliran sungai untuk mengurangi erosi ..…………………….. 26
  • 5. 5 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keunikan dan keberagaman bentang alam yang tercipta dari proses geologi jutaan tahun silam. Proses tersebut telah membentuk karakter wilayah Jawa Barat berupa daerah pegunungan curam di bagian selatan (ketinggian > 1.500 m dpl), daerah lereng bukit landai di bagian tengah (ketinggian 100-1.500 m dpl) dan daerah dataran rendah yang luas di bagian utara (ketinggian 0-10 m dpl). Pada bagian tengah dapat ditemukan gunung-gunung api aktif seperti Gunung Salak (2.211 m), Gede-Pangrango (3.019 m), Ciremai (3.078 m) dan Tangkuban Perahu (2.076) berpadu dengan deretan pegunungan yang sudah tidak aktif seperti Gunung Halimun (1.744 m), Gn. Ciparabakti (1.525 m) dan Gn. Cakrabuana (1.721 m). Demikian pula halnya di wilayah selatan, gunung-gunung api masih umum dijumpai seperti Gunung Galunggung (2.168 m), Papandayan (2.622 m), dan Guntur (2.249 m); bersama deretan pegunungan yang sudah tidak aktif seperti pegunungan selatan Jawa. Jawa Barat memiliki iklim tropis dengan curah hujan berkisar antara 1.000 - 6.000 mm pertahun, terkecuali untuk daerah pesisir yang berubah menjadi kering pada musim kemarau. Pada daerah selatan dan tengah, intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah utara. Menurut Balai Dinas Pengelolaan Air Provinsi Jawa Barat, di Jawa Barat terdapat 40 Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah Aliran Sungai (DAS), bagian utara menjadi muara bagi beberapa sungai besar seperti Citarum, Cimanuk, Ciliwung dan Cisadane. Sedangkan di selatan terdapat lebih sedikit sungai besar yang mengalir ke arah Samudra Hindia, yaitu Citanduy dan Cimandiri. Sebagian besar wilayah kabupaten /kota di Jawa Barat juga berbatasan dengan laut, sehingga wilayah Jawa Barat memiliki garis pantai cukup panjang, yaitu 755,83 km. Daerah utara berbatasan dengan Laut Jawa berupa perairan dangkal sementara di selatan bersebelahan dengan Samudra Hindia yang memiliki perairan dalam. Disamping melimpahnya sumber daya alam dan keindahan alamnya, Provinsi Jawa Barat sedang menghadapi ancaman terhadap penurunan kualitas lingkungan. Dari aspek kualitas udara perkotaan, tingkat aktivitas yang cukup tinggi terutama di daerah perkotaan, mengakibatkan polusi udara yang cukup memprihatinkan. Kontribusi gas buang kendaraan bermotor terhadap polusi udara telah mencapai 60-70%. Sampai dengan tahun 2012, kualitas air sungai di Jawa Barat masih memperlihatkan kondisi yang memperihatinkan. Pencemaran sumberdaya air oleh industri maupun domestik menyebabkan kualitas air tersebut menjadi semakin buruk. Persoalan lingkungan lainnya yang dihadapi di Jawa Barat adalah kerusakan kawasan pesisir. Di wilayah pesisir utara Jawa Barat, kerusakan kawasan ditandai oleh kerusakan hutan bakau, abarasi pantai, serta pendangkalan muara sungai yang berdampak pada aktivitas lalu lintas perahu. Tingkat abrasi yang terjadi di pantai selatan sekitar 35,35 ha/tahun dan di pantai utara sekitar 370,3 ha/tahun dengan indeks pencemar air laut antara 7,391-9,843 yang menunjukan sudah tercemar berat. Bila dikaitkan dengan kondisi kemiringan lereng/topografi, sifat tanah dan curah hujan, sesungguhnya wilayah Jawa Barat merupakan wilayah rawan bencana, sehingga Jawa Barat sesungguhnya memerlukan kawasan lindung seluas 45% (BPLDH Jawa Barat) Kegiatan fieldtrip ini dilakukan untuk memahami karakter beberapa kawasan di wilayah Jawa Barat baik dari sisi ekologi lanskap (struktur, fungsi dan dinamika) maupun dari aspek pengelolaan lanskap secara berkelanjutan serta permasalahan yang terjadi di kawasan tersebut. Obyek - obyek yang akan dikaji terdiri atas : lanskap perkotaan berupa rest area km 57 Cikampek, lanskap semi urban yaitu lanskap kabupaten Pangandaran yang telah mengalami urbanisasi, lanskap konservasi cagar alam Pananjung Pangandaran, lanskap sungai Cijulang yatu Green Canyon/ Cukang Taneuh dan lanskap perdesaan yaitu Kampung Naga Garut-Tasikmalaya.
  • 6. 6 Tujuan Tujuan kegiatan dan penyusunan laporan fieldtrip ini adalah : 1. Mengkaji obyek - obyek pengamatan dari sisi ekologi lanskap yaitu melihat bagaimana struktur, fungsi dan dinamika yang terjadi pada lanskap tersebut 2. Mengkaji obyek - obyek pengamatan dari sisi pengelolaan lanskap berkelanjutan, yaitu dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya
  • 7. 7 BAB II METODE Waktu dan Obyek Pengamatan Berikut ini adalah waktu pengamatan, jenis obyek pengematan dan metode yang digunakan dalam selama kegiatan fieldtrip (Tabel 1 dan 2). Tabel 1 Waktu dan Obyek Pengamatan Waktu Obyek Pengamatan Kamis, 19 Juni 2014 (malam hari) Rest area km 57 Tol Cikampek Jumat, 20 Juni 2014 (Pagi hari) Lanskap kiri – kanan sepanjang perjalanan menuju ke Pantai Pangandaran Jumat, 20 Juni 2014 (Pagi – Siang) Pantai Pangandaran (outdoor recreation) dan Suaka Alam Pangandaran (nature reserve/conservation area) Jumat, 20 Juni 2014 (Siang hari) Lanskap kabupaten Pangandaran Jumat, 20 Juni 2014 (Siang – sore) Lanskap Cukang Taneuh/Green Canyon Jumat, 20 Juni 2014 (Sore – petang) Lanskap urbanisasi di Parigi sebagai ibukota Kabupaten Pangandaran dan/atau kota berbasis wisata Pangandaran Sabtu, 21 Juni 2014 (Pagi hari) Lanskap sepanjang perjalanan antara penginapan dan Kampung Naga Sabtu, 21 Juni 2014 (Pagi – siang) Lanskap Kampung Naga Tabel 2 Obyek, data pengematan dan metode pengumpulan data No Nama Obyek Data Pengamatan Metode Pengumpulan data 1. Rest Area km 57 Cikampek Ekologi Lanskap Struktur, fungsi dan dinamika laskap rest area km 57 Cikampek Pengelolaam Lanskap berkelanjutan Aspek menejemen rest area : Jarak antar rest area satu dengan lainnya, daya dukung dan kapasitas kendaraan, jenis kendaraan, fasilitas dan infrastruktur, durasi kendaraan/ lamanya beristirahat, tata-ruang, serta keseimbangan rest area pada dua sisi jalan toll, pengelolaan lanskap jalan tol, pengelolaan fasilitas rest area dan pengelolaan sebagai SPBU terbaik se-Indonesia Observasi Lapang Studi Pustaka 2. Pangandaran a. Pantai Pangandaran Ekologi Lanskap Struktur, fungsi dan dinamika laskap lanskap (ekosistem terrestrial dan ekosistem aquatic, serta peralihannya (ekoton) Observasi Lapang Studi Pustaka
  • 8. 8 Pengelolaam Lanskap berkelanjutan Aspek menejemen visual pantai : Desain sempadan pantai, pemecah gelombang, bangunan, sirkulasi b. Taman Wisata Alam/Cagar Alam Pananjung Pangandaran Ekologi Lanskap Struktur, fungsi dan dinamika laskap lanskap (ekosistem terrestrial dan ekosistem aquatic, serta peralihannya (ekoton) Pengelolaam Lanskap berkelanjutan Aspek menejemen cagar alam : kajian mitigasi dan adaptasi bencana tsunami (manajemen evakuasi bencana alam), upaya mitigasi (pengurangan emisi) dan adaptasi (upaya pengurangan dampak) terhadap perubahan iklim Observasi Lapang Wawancara Studi Pustaka c. Urbanisasi di Ibu Kota Kabupaten Pangandaran Ekologi Lanskap Struktur-fungsi-dinamika lanskap kota Pangandaran, sosio-kultur masyarakat, dinamika urbanisasi dari wilayah perdesaan menuju ke wilayah perkotaan, struktur wilayah/lanskap dilihat dari perubahan bio-fisik/budaya dan perubahan segi fungsi; permasalahan lanskap misal perusakan alam/ekspoitasi tambang pada lanskap perbukitan, deforestasi, hubungan wilayah hulu dan hilir; perubahan formasi tanaman pertanian, formasi hutan pada titik wilayah yang signifikan. Pengelolaam Lanskap berkelanjutan Kajian model Von Thunen, Pembangunan lanskap dan infrastruktur kota kabupaten, fasilitas, sarana dan prasarana, manajemen, pemberdayaan masyarakat, kelembagaan; supply-demand rekreasi, daya dukung; Window survey Studi Pustaka 3. Cukang Taneuh/Green Canyon Ekologi Lanskap struktur-fungsi-dinamika lanskap dan budaya masyarakat setempat/pengunjung Pengelolaam Lanskap berkelanjutan Supply-demand rekreasi, pengelolaan sumberdaya alam dan rencana manajemen lanskap Observasi Lapang Wawancara Studi Pustaka 4. Kampung Naga Ekologi Lanskap struktur-fungsi-dinamika lanskap kampung naga dan budaya masyarakat setempat/pengunjung Pengelolaam Lanskap berkelanjutan Lanskap perkampungan, lanskap pertanian, proses urbanisasi, permasalahan lingkungan, potensi alam dan budaya, sejarah, struktur Observasi Lapang Wawancara Studi Pustaka
  • 9. 9 lanskap kampung, pola kampung dan tata ruangnya dan aksesibilitas, fungsi ruang, artefak (tangible dan intangible); strata sosialbudaya, pendidikan, ekonomi, kelembagaan masyarakat; konservasi alam/bio-fisik, sosialbudaya; daya dukung bio-fisik dan daya dukung sosial-budaya; pengetahuan lokal dan kearifan lokal; perkembangan wisata budaya, faktor pendorong dan faktor penghambatnya Lokasi Obyek 1. Rest Area km 57 Rest Area km. 57 terletak pada koordinat 6°22'4" Lintang Selatan 107°21'39"Bujur Timur, berada di pada jalan Toll dari Jakarta ke Cikampek. Fasilitas yang ada di rest area ini antara lain pom bensin (SPBU), cafetaria, restaurants, ATM center, masjid, toilet, dan area parkir. Gambar 1 Lokasi rest area km 57 Cikampek (Sumber : googlemaps.com) 2. Pantai Pangandaran dan Cagar Alam Pananjung Pangandaran Pantai Pangandaran terletak di Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran/, Kabupaten Pangandaran provinsi Jawa Barat. Pantai Pangandaran adalah objek wisata andalan Kabupaten Pangandaran yaitu kabupaten baru dari pemekaran Kabupaten Ciamis. Pantai ini dinobatkan sebagai pantai terbaik di P. Jawa. Gambar 2 Lokasi pantai Pangandaran (Sumber : googlemaps.com)
  • 10. 10 Cagar Alam Pananjung Pangandaran terletak di Desa Pananjung, Kabupaten Pangandaran provinsi Jawa Barat. Sebelum di tetapkan sebagai Cagar Alam kawasan hutan Pangandaran terlebih dahulu ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa pada 7 Desember 1934 Nomor 19 Stbl. 669, dengan luas 497 ha dan taman laut seluas 470 ha. Gambar 3 Lokasi Cagar Alam Pananjung Pangandaran (Sumber : googlemaps.com) 3. Kabupaten Pangandaran Kabupaten Pangandaran adalah pemekaran dari Kabupaten Ciamis yang secara resmi ditetapkan pada 25 Oktober 2012. Kabupaten yang terdiri dari 10 kecamatan beribukota di Kecamatan Parigi ini telah mengalami proses urbanisasi dan perubahan tata guna lahan. Gambar 4 Lokasi Kabupaten Pangandaran (Sumber : googlemaps.com) 4. Cukang Taneuh/Green Canyon Cukang Taneuh (Jembatan Tanah) dikenal dengan Green Canyon (Ngarai Hijau) dipopulerkan oleh seorang berkebangsaan Perancis pada 1993, adalah sebuah obyek wisata alam yang terletak di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pengandaran Jawa Barat. Lokasi Green Canyon berjarak ± 31 km dari Pangandaran.
  • 11. 11 Gambar 5 Lokasi Green Canyon (Sumber : googlemaps.com) 5. Kampung Naga Kampung Naga terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Sebagai kampung adat Sunda, Kampung Naga yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya. Gambar 6 Lokasi Kampung Naga (Sumber : googlemaps.com)
  • 12. 12 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. ASPEK EKOLOGI LANSKAP Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos (rumah atau tempat hidup) dan logos (ilmu). Secara harafiah ekologi merupakan ilmu yang mempelajari organisme dalam tempat hidupnya atau dengan kata lain mempelajari hubungan timbal-balik antara organisme dengan lingkungannya. Sedangkan lanskap dari kacamata ekologi adalah bentang lahan yang heterogen, yang dibentuk dari elemen/unit pembentuk lanskap yang disebut Patch, yang saling berinteraksi (Forman and Godron, 1986). Pada bagian pertama, obyek pengamatan akan dibahas dengan keilmuan ekologi lanskap yaitu akan dibahas tentang tiga hal, yaitu struktur, fungsi dan perubahan lanskap. Struktur adalah hubungan spasial diantara patch atau patch dengan matriks atau lebih spesifik karakter dari konfigurasi lanskap. Elemen struktur lanskap adalah Patch, Corridor, Edge atau Boundaries, dan Matrix. Fungsi adalah interaksi diantara elemen spasial (diantara patch atau patch dengan matriks yaitu aliran energi, materi, dan spesies diantara komponen ekosistem/elemen lanskap. Perubahan/Dinamika adalah alterasi struktur dan fungsi dari lanskap, baik karena gangguan manusia ataupun karena alam. 1. Ekologi Rest Area km 57 Cikampek Rest area KM 57 adalah area istirahat bagi pengendara mobil atau kendaraan besar seperti bus dan truk yang melaju di tol Jakarta - Cikampek. Struktur lanskap rest area km 57 ini terbentuk dari beberapa patch yaitu patch rerumputan di bagian depan rest area, patch pohon yang berada di dalam kawasan dan patch bangunan. Patch bangunan lebih banyak daripada patch pohon/taman. Gambar 7 Rest Area KM 57 (Sumber : wikipedia.org) Koridor yang ada adalah berupa jalan raya tol di bagian selatan rest area sebagai akses masuk dan keluar kendaraan serta area sirkulasi kendaraan di dalam rest area. Koridor khusus bagi pejalan kaki tidak begitu terlihat sebagai penghubung antara patch – patch bangunan yang ada. Matriks yang terbentuk dari rest area adalah matriks perkerasan yang berupa paving karena dominasi paving yang luas di kawasan ini yang sekaligus berfungsi sebagai area parkir kendaraan. Koridor – koridor dalam sebuah mozaik lanskap berfungsi untuk sebagai jalur aliran energi, material, dan spesies diantara komponen ekosistem/elemen lanskap. Pada lanskap
  • 13. 13 rest area KM 57 koridor dominan adalah koridor bagi pergerakan kendaraan. Sedangkan koridor bagi pergerakan manusia belum begitu diperhatikan, sehingga dari segi keamanan pejalan kaki masih rawan bersinggungan dengan sirkulasi kendaraan. (a) (b) (c) Gambar 8 Struktur lanskap rest area km 57 Gambar (a) Patch pohon (kiri), patch bangunan toko(kanan) dan koridor jalan perkerasan (tengah); gambar (b) patch bangunan; gambar (c) koridor jalan sekaligus sebagai area parkir Keberadaan patch pohon dengan luasan sempit dan terpencar menandakan ketidakefektifan dalam hal penyerapan CO2 kendaraan, demikian pula tidak efektif sebagai koridor bagi habitat satwa (kupu – kupu, burung, dsb). Pada siang hari dengan kondisi dominasi perkerasan di rest area dan keterbatasan naungan pohon akan menyebabkan ketidaknyamanan suhu. Titik – titik drainase yang terbatas dengan luasnya perkerasan paving tanpa diimbangi dengan area resapan air akan menyebabkan besarnya air permukaan yang terjadi bila terjadi hujan, walaupun sela - sela paving masih dapat menyerap air namun akan membutuhkan waktu yang lama. Dengan terbangunnya rest area ini sesungguhnya merupakan gangguan terhadap kondisi lanskap awal yaitu sebagai area hijau di sisi jalan tol. Patch ruang hijau kemudian terfragmnetasi dan menjadi patch – patch kecil yang lebih heterogen. Untuk meminimalisasi gangguan lanskap tersebut maka lanskap yang terbangun tersebut harus dikelola dengan mengakomodasi fungsi - fungsi ekologi sehingga tercipta keberlanjutan. Penambahan luasan area pohon (jumlah dan jenis), area resapan air, koridor pedestrian akan meningkatkan kualitas ekologi lanskap rest area.
  • 14. 14 2. Ekologi Cagar Alam Pangandaran Cagar Alam Pangandaran secara geografis terletak pada : 7o 30’ LS dan 108o 30’- 109o BT, terletak pada ketinggian 0 s/d 75 meter dpl dengan luas + 37,7 Ha, dengan luas Blok Pemanfaatan seluas + 20 Ha. Secara administratif termasuk ke dalam Desa Pangandaran Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran, Propinsi Jawa Barat. Resort Konservasi Wilayah XX Pangandaran mempunyai 4 kawasan konservasi, yaitu : Cagar Alam (CA), Cagar Alam Laut (CAL), Taman Wisata Alam (TWA), dan Suaka Margasatwa (SM). Gambar 9 Cagar Alam Pananjung Pangandaran (Sumber : Resort Konservasi Wilayah XX Pangandaran ) Terdapat 4 tipe ekosistem yang merupakan heterogenitas patch pada lanskap cagar alam Pananjung Pangandaran, yaitu ekosistem hutan dataran rendah, ekosistem hutan tanaman, ekosistem hutan pantai dan ekosistem padang rumput (Resort Konservasi Wilayah XX Pangandaran) : a. Ekosistem Hutan Dataran Rendah Ekosistem ini bisa dijumpai hampir di seluruh kawasan cagar alam Pangandaran. Tumbuhan yang dominan di ekosistem ini diantaranya: Syzygium sp, Pterospermum javanicum, Dillenia excelsa, Cratoxylum formasum, Vitex pubescens, Buchanania arborescens, beberapa jenis pohon yang termasuk famili Moraceae dan sebagainya. b. Ekosistem Hutan Tanaman Pohon-pohon yang berada di ekosistem ini sengaja diintroduksi pada masa penjajahan Belanda dengan tujuan awal adalah untuk diproduksi. Pohon-pohon tersebut yaitu Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni )dan Sonokeling (Dalbergia latifolia.) c. Ekosistem Hutan Pantai Formasi hutan pantai yang masih terlihat bagus di kawasan ini hanya terdapat di kawasan Cagar Alam tepatnya di blok Rajamantri dan blok Karangpandan. Didominasi oleh Ipomea pres-caprae, Wedelia biflora, Allophylus cobbe, Hernandia peltata, Calophyllum inophyllum, Terminalia catappa, Pandanus sp, Thespesia populnea dan sebagainya. d. Ekosistem Padang Rumput Ekosistem bisa ditemukan di blok Cikamal, karena 2 padang rumput yang lain (Nanggorak dan Badeto) sudah mengalami suksesi yang mengakibatkan padang rumput hanya tersisa sekitar 5-10% saja dari luasan semula. Tumbuhan yang ada di
  • 15. 15 padang rumput di dominasi oleh jenis Axonopus compressus, Chrysopogon aciculatus, Imperata cylindrica, Mimosa pudica dan sebagainya. (a) (b) (c) (d) Gambar 10 Tipe ekosistem Cagar alam Pangandaran (Sumber : Resort Konservasi Wilayah XX ) Di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, hutan hujan tropis dataran rendah dapat dijumpai di kawasan Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang merupakan salah satu kawasan konservasi dengan ekosistem hutan yang dominan.Kawasan hutan lindung ini sangat berperan dalan konservasi biodiversitas dan persebaran flora dan fauna. Keberadaan pantai sebagai zona peralihan ekosistem darat dan laut dipengaruhi oleh proses proses yang ada di darat maupun yang ada di laut. Wilayah ini disebut sebagai ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat tajam antara dua atau lebih komunitas. Gambar 11 Hutan Cagar Alam sebagai habitat satwa Salah satu contoh ekosistem yang berada di wilayah pesisir pantai yaitu hutan mangrove. Sebagai salah satu ekosistem ekoton, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya.
  • 16. 16 Gambar 12 Mangrove sebagai ekosistem ekoton di Cagar Alam Pananjung Pangandaran Proses alam serta aktivitas manusia berperan dalam perubahan – perubahan yang terjadi pada sebuah lanskap. Dahulu pananjung merupakan sebuah pulau kecil, akibat proses sedimentasi dari daratan Pulau Jawa maka menyebabkan pulau ini terhubung sehingga berbentuk sebuah tanjung. Hutan di dalam cagar alam merupakan sisa – sisa aktivitas penanaman di Jaman Belanda. Namun seiring dengan ditetapkannya kawasan menjadi kawasan konservasi maka kegiatan produksi hasil hutan dihentikan sekitar tahun 1960-an hingga sekarang. Perubahan lanskap cagar alam pun terjadi karena proses suksesi. Pada awalnya terdapat 3 padang rumput yang ada di Cagar Alam, yaitu Nanggorak, Badeto dan Cikamal namun hanya padang rumput Cikamal yang masih terjaga hingga sekarang, namun dua padang rumput telah mengalami suksesi dan berganti menjadi hutan sekunder muda dengan didominasi oleh tumbuhan Harendong (Melastoma malabathricum L.), Marong (Cratoxylum formasum), Rukem (Flacourtia rukam), dan sebagainya. Kejadian tsunami yang menerjang daerah Pangandaran tahun 2006 mengakibatkan rusaknya 27 hektar mangrove, 383 hektar hutan pantai, dan 62 hektar tanaman pandan laut sehingga turut merubah karakteristik lanskap di cagar alam ini terutama di wilayah pesisir yang memiliki dataran landai. 2. Urbanisasi Wilayah Kabupaten Pangandaran Kabupaten Pangandaran merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari kabupaten Ciamis. Berdiri tgl 25 Oktober 2012 berdasarkan Undang-undang No 21 tahun 2012, dengan luas wilayah mencapai sekitar 168.000 hektar, terdiri dari 10 kecamatan dengan ibukota Parigi. Karakter lanskap kabupaten pangandaran bervariasi dari lanskap perdesaan hingga lanskap kota. Keberadaan jalan raya kabupaten dan akses jalan di masing - masing wilayah kecamatan turut menyumbang perubahan karakter lanskap dan arus urbanisasi (proses perubahan karakter desa menjadi kota). Sejak perjalanan dari kecamatan Pangandaran menuju Kecamatan Cijulang, terdapat perubahan karakter lanskap yang signifikan yaitu dari lanskap perdesaan yang didominasi patch lahan hutan, sawah dan kebun menuju wilayah dengan karakter kota dengan dominasi patch bangunan disepanjang jalan. Setelah semakin menjauh dari wilayah kota karakter lanskap kembali didominasi dengan lahan persawahan, perkebunan, kolam/empang dan hutan produksi.
  • 17. 17 Gambar 13 Lanskap perdesaaan di wilayah Padaherang Lanskap hutan, sawah dan kebun yang ada di kawasan ini memiliki fungsi ekologi dan ekonomi. Secara ekologi keberadaan hutan merupakan penghasil oksigen, area konservasi air, habitat satwa, dan penyimpan karbon. Sedangkan secara ekonomi adalah lahan produksi kayu dan hasil hutan lainnya. Daur air dan oksigen akan terjaga dengan keberadaan hutan yang lestari. Gambar 14 Perubahan ekologi kota Banjarsari karena urbanisasi Proses urbanisasi yang terjadi pada kota – kota kecil contohnya di kota Banjarsari sesuai dengan teori Strip Development Von Thunen yaitu kota berkembang mengikuti jalur jalan. Hilangnya RTH berupa hutan, kebun dan sawah dan berganti menjadi bangunan – bangunan rapat disepanjang jalan akan mempengaruhi ekologi lanskap terutama dalam hal penyediaan jasa lanskap yaitu konservasi air, biodiversitas, penyerapan karbon, dan keindahan serta kenyamanan lingkungan. 4. Ekologi Green Canyon/Cukang Teneuh Green Canyon, berlokasi tepatnya di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang Kabupaten Ciamis, Jawa Barat . Green Canyon berjarak sekitar 130 km dari kota Ciamis atau kurang lebih 30 km dari obyek wisata Pantai Pangandaran. Nama asli lokasi ini adalah Cukang Taneuh (bahasa Sunda) yang berarti Jembatan Tanah. Julukan Cukang Taneuh muncul karena di tengah sungai tersebut terdapat sebuah jembatan dari tanah selebar 3 meter dengan panjang 40 meter. Jembatan tersebut menghubungkan dua desa yang juga menjadi obyek wisata terkenal, yakni Desa Kertayasa dengan Desa Batukaras. Green Canyon adalah ngarai yang terbentuk dari erosi tanah akibat aliran Sungai Cijulang selama ratusan tahun. Area ngarai berada di tepi kiri dan kanan sungai Cijulang yang airnya mengarah ke perairan laut Batukaras (Disdikbudpora,2013).
  • 18. 18 Gambar 15 Sungai cijulang berbentuk meander Sungai cijulang merupakan sungai yang berbentuk meander dengan karakter riparian sungai yang beragam dan formasi vegetasi yang berbeda. Bentuk meander menunjukkan adanya proses erosi terhadap tebing dan area riparian sungai. Berdasarkan pengamatan formasi vegetasi yang berfungsi untuk menahan proses erosi di bagian sungai memiliki perbedaan, dimana di bagian sungai yang dengan darmaga kapal didominasi oleh kelapa bambu dan nipha. Sedangkan di bagian sungai yang dekat dengan ngarai berupa hutan dengan pohon berstata tinggi,semak belukar dan paku – pakuan yang menutupi tebing. Gambar 16 Perbedaan formasi vegetasi riparian sungai Cijulang dekat darmaga (kiri) bagian tengah sebelum ngarai (kanan) Fenomena alam luar biasa yang terbentuk dari erosi arus sungai cijulang adalah bentukan gua dengan pemandangan tebing tinggi disisi kiri dan kanan serta rimbunnya pepohonan diatas tebing. Aliran air jatuh kebawah sungai dari atas tebing, terbentuk stalaktit dan stalaknit di bagian dalam gua. Bebatuan stalagtit dan stalagmit yang di sepanjang Green Canyon terbentuk selama ratusan tahun. Karena proses alamiah yang lama tersebut, Green Canyon termasuk cagar budaya yang dilindungi.
  • 19. 19 Gambar 17 Gua dengan stalaktit dan stalaknit di Green Canyon Ekosistem sungai cijulang beserta ngarai di bagian hulu merupakan rumah bagi beberapa ekosistem flora dan fauna. Gua yang menjadi habitat bagi kelelawar. Vegetasi di sepanjang riparian sungai memudahkan biota sungai bermigrasi dan jalan masuk keluarnya biota dari bantaran sungai. Perdu dan herba merupakan habitat bagi fauna sungai yang berperan sebagai pelindung matahari, peredaran kecepatan aliran air dan sebagai penyedia bahan makanan. Zona ini juga digunakan sebagai tempat berlindung, beristirahat, dan sebagai tempa meletakkan telur dari fauna sungai (Maryono, 2005). Sedangkan hutan di riparian sungai memiliki fungsi ekologinya yaitu sebagai pemasok bahan makanan bagi fauna sungai, sebagai stabilisator temperatur dan kelembaban udara, pemasok oksigen (O2), penyerap CO2, dsb (Maryono, 2005). Perubahan yang terjadi pada aliran sungai dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau warna air adalah hijau sedangkan pada musim kemarau selain debit air sungai meningkat, warna air berubah menjadi coklat. Banjir merupakan faktor dominan yang mempengaruhi perubahan kualitas dan kuantitas habitat serta morphologi sungai (Maryono, 2005). Dengan semakin ramainya Wisata Green Canyon maka proses pembangunan dermaga jetti di beberapa bagian sungai dapat merubah karakter bantaran sungai dari formasi vegetasi menjadi elemen terbangun. 6. Ekologi Lanskap Kampung Naga Kampung ini berada di lebah yang subur, dengan batas wilayah di sebelah barat dibatasi oleh hutan keramat (tempat makam leluhur) di sebelah selatan dibatasi oleh sawah - sawah penduduk dan disebelah utara dan timur dibatasi oleh Sungai Ciwulan yang bermata air dari sungai Cikurai. Kampung Naga memiliki area seluas satu setengah hektar, terdiri dari tata-guna lahan perumahan dan pekarangan, kolam dan pertanian sawah yang ditanami padi dua kali per tahun. Struktur lanskap kampung Naga terdiri atas patch sawah, patch kolam ikan, patch bangunan, patch pekarangan, patch kebun dan patch hutan. Sedangkan koridor yang ada adalah berupa sungai dan jalan setapak baik bermaterial tanah saja maupun bebatuan.
  • 20. 20 Gambar 18 Struktur lanskap kampung Naga Topografi Kampung Naga berupa perbukitan dengan produktivitas tanah yang subur. Sistem pertanian masyarakat Kampung Naga memiliki dua kelompok besar yaitu sistem persawahan yang merupakan sistem pertanian menetap dengan menggunakan pengairan dari saluran irigasi yang bersumber dari sungai Ciwulan dan selokan/parit. Sistem yang kedua ialah sistem lahan kering yang terdiri dari pekarangan, kebun campuran,dan hutan. Lahan persawahan dilengkapi dengan petak dan pematang, sehingga sawah menjadi berteras mengikuti garis kontur. Keadaan ini merupakan salah satu bentuk konservasi lahan. Petak dan pematang akan menahan aliran air dari satu petak ke petak lain sehingga melindungi tanah dan erosi. Sungai Ciwulan merupakan sumber air bagi kehidupan masyarakat Kampung Naga ini. Sungai ini berbatasan dengan sawah di satu sisi dan vegetasi hutan di sisi lainnya. Keberadaan pohon bambu di sisi sungai menjaga sungai ini dari proses erosi. Gambar 19 Sungai Ciwulan dan vegetasi pelindung Hutan yang berada di kawasan Kampung Naga memiliki fungsi ekologis. Pemeliharaan hutan akan membawa pengaruh positif natara lain : 1) Menjaga stabilitas dan perlindungan tanah dari erosi 2) mencegah bahaya banjir dan tersedianya tanah subur 3) Ameliorasi iklim daerah sekitarnya, 4) biodiversitas flora dan dauna, 5) menghindari pendangkalan sungai, danau, waduk dan lain – lain.
  • 21. 21 B. ASPEK PENGELOLAAN LANSKAP BERKELANJUTAN 1. Pengelolaan Rest Area km 57 Cikampek Dalam peraturan perundangan tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ada ketentuan yang menyebutkan bahwa setiap mengemudikan kendaraan selama 4 jam harus istirahat selama sekurang-kurangnya setengah jam, untuk melepaskan kelelahan, tidur sejenak ataupun untuk minum kopi, makan ataupun ke kamar kecil/toilet. Tempat istirahat atau dikenal secara lebih luas sebagai rest area adalah tempat beristirahat sejenak untuk melepaskan kelelahan, kejenuhan, ataupun ke toilet selama dalam perjalanan jarak jauh. Tempat istirahat ini banyak ditemukan di jalan tol ataupun dijalan nasional dimana para pengemudi jarak jauh beristirahat. Di jalan tol rest dilengkapi dengan lajur percepatan dan lajur perlambatan agar kendaraan yang masuk ataupun keluar dari tempat istirahat dapat menyesuaikan kecepatan pada lajur percepatan ataupun lajur perlambatan. Rest Area KM 57 berlokasi di Tol Jakarta – Cikampek KM 57, Klari, Karawang ini dibangun dengan konsep ’One Stop & The Most Integrated Area’, yang memadukan semua kebutuhan pengunjung untuk berhenti beristirahat dengan nyaman dan segala kebutuhannya terpenuhi. Pada hari - hari biasa, rest area KM 57 memiliki traffic lebih dari 50.000 kendaraan (pribadi, bus, truk,travel).Rest area ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas antara lain SPBU dengan sistem komputerisasi, swalayan, masjid , yoilet yang bersih dan nyaman serta kamar mandi air panas, posko mudik terlengkap yang diikuti oleh 40 vendor dari otomotif, bank, rumah sakit dll, serta pengelolaan daur ulang sampah menjadi pupuk organik.Rest area ini dikelola oleh PT. Mitra Buana Jaya Lestari yang Mulai mulai beroperasi pada tanggal 19 Mei 2006 yang menempati are 5,2 kektar yang bekerjasama dengan PT. Jasa Marga (Persero). Sampai saat ini, Rest Area KM 57 mendapatkan predikat 'Diamond', yaitu predikat paling tinggi yang disandang SPBU dan mendapat predikat terbaik selama 3 tahun berturut - turut : 2007,2008,2009. Pengelolaan rest area harus mengacu pada daya dukung di kawasan, terutama pada waktu – waktu akhir minggu,hari besar atau hari libur nasional, karena rest area akan ramai dengan pengunjung dan pelanggan. Keberadaan pohon – pohon penyerap polusi, penaung dan area resapan air pada kawasan ini perlu diperbanyak untuk meningkatkan kualitas lanskap rest area. 2. Pengelolaan Area Pantai dan Cagar Alam Pananjung Pangandaran Berdasarkan administrasi pengelolaannya, Resort Konservasi Wilayah XX Pangandaran berada dibawah Seksi Konservasi Wilayah VI Tasikmalaya, Bidang Konservasi Wilayah III Ciamis, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat. Sedangkan pengusahaan Taman Wisata Alam ditangani oleh Perum Perhutani KPH Ciamis, Unit III Jawa Barat seluas 20 Ha. Kawasan Hutan Cagar Alam Pangandaran seluas 454,615 Ha dan Taman Wisata Alam Pangandaran seluas 343.210 m2 (Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor.Sk.484/MENHUT-II/2010), Kawasan Cagar Alam Laut seluas 470 Ha (SK. Menteri Kehutanan No. 225/Kpts-II/90 tanggal 8 Mei 1990). Sementara kawasan Suaka Margasatwa Sindangkerta seluas 90 Ha : luas perairan 76,48 Ha dan daratan/pantai 13,52 Ha (SK Menteri Kehutanan No.6964/Kpts-II/2002). Berdasarkan pengamatan pada Cagar Alam Pananjung Pangandaran belum terdapat perbedaan zona perlindungan (zona core hingga buffer), hal ini akan dapat menyebabkan kelemahan dalam manajemen kawasan terutama perlindungan terhadap flora dan fauna di dalam kawasan. Pembangunan di kawasan cagar alam perlu memperhatikan dampak yang akan timbul sehingga tidak mengganggu proses ekologi yang berlangsung di dalam kawasan tersebut. Pada zona ekoton misalnya, pembangunan sirkulasi masif di zona ini perlu
  • 22. 22 dihindari karena akan menyebabkan gangguan, baik karena menyebabkan fragmentasi patch maupun mengganggu jalur migrasi satwa. Gambar 20 Sirkulasi masif pada kawasan ekoton perlu dihindari Pada kawasan sepanjang pantai pangandaran, keberadaan bangunan – bangunan yang dekat dengan pantai adalah permasalahan area pesisir. Kawasan pesisir seharusnya bebas dari bangunan, selain menutup view ke arah laut, bangunan tersebut dari segi keamanan sangat rentan terkena dampak bahaya, misalnya bencana tsunami. Sedangkan untuk perlindungan daerah pantai dari abrasi gelombang laut, beberapa pendekatan dapat ditempuh antara lain (Arifin, 2014): a. Pembuatan tembok laut atau “revetment” untuk melindungi dan memperkuat pantai bagian darat terhadap erosi akibat gempuran gelombang dan arus. b. Pembuatan krib tegak lurus pantai untuk mengurangi laju angkutan sedimen sejajar pantai yang menyebabkan erosi pantai. c. Pembuatan bangunan pemecah gelombang sejajar pantai atau pulau tiruan untuk mengurangi energi gelombang yang menyeret sedimen baik arah sejajar maupun arah tegak lurus pantai. d. Penambahan suplai sedimen pada pantai yang tererosi, sehingga sedimen pada pantai yang diangkut dari pantai tersebut dapat diimbangi. Wisata pantai berpasir bentuk garis pantai dikombinasikan dengan pembuatan bangunan kendali. e. Penghijauan daerah pantai mengurangi laju erosi karena akar tanaman pantai cukup kuat meredam arus dan gelombang yang menerjang pantai. Gambar 21 Struktur penahan abrasi pantai Pangandaran
  • 23. 23 3. Pengelolaan Lanskap Kabupaten Pangandaran Derasnya arus urbanisasi yang terjadi di kabupaten Pangandaran ditandai dengan perubahan tata guna lahan yang semula berupa persawahan, perkebunan dan hutan berubah menjadi area terbangun. Luasan ruang – ruang terbuka hijau semakin menyempit dan terancam hilang karena terdesak dengan pembangunan rumah – rumah penduduk. Untuk mencegah perubahan tata guna lahan yang lebih besar diperlukan pengelolaan berupa penegakan aspek legal tata guna lahan yang telah ditetapkan dalam RTRW maupun peraturan wilayah lain terutama perlindungan terhadap keberadaan ruang – ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi ekologis di dalam lanskap. Gambar 22 Persawahan yang terhimpit pembangunan rumah 4. Pengelolaan Lanskap Green Canyon/Cukang Teneuh Green Canyon merupakan kawasan cagar budaya menurut Undang-undang No. 11 tahun 2012 termasuk cagar budaya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan. Panjang kawasan Geen Canyon adalah 6000 meter. Bebatuan berupa stalagtit dan stalagmit di sepanjang Sungai Cijulang atau lebih dikenal dengan sebutan Green Canyon (Cukang Taneuh) dilindungi secara Undang-undang sehingga semua pihak yang terkait dengan pengelolaan pariwisata Green Canyon, harus turut serta melestarikan fenomena alam tersebut. Pengelolaan wisata Green Canyon saat ini dilakukan oleh Dishubparkominfo dan UMKM, namun pengendalian/pengawasan cagar budaya disana dilakukan oleh Disdikbudpora Kabupaten Pangandaran. Program Bidang Budpora berkaiatan dengan keberadaan cagar budaya yaitu berkaitan dengan upaya pelestarian kawasan. Manajemen wisata yang teramati dari kegiatan fieldtrip ini adalah adanya peraturan jadwal memasuki kawasan wisata, jumlah kapal yang beroperasi, standar keamanan dan durasi wisata. Selain manajemen wisata, untuk memperbaiki dan melindungi ekologi sungai Cijulang dapat ditempuh dengan metode bioengineering. Bioengineering atau ekoengineering dimaksudkan sebagai usaha dengan semaksimal mungkin menggunakan komponen vegetasi (tanaman - tanaman) di sepanjang bantaran sungai untuk menanggulangi longsoran dan erosi tebing sungai dan kerusakan bantaran sungai lainnya. Metode bioengineering atau sering disebut ekoengineering ini merupakan metode yang murah dengan sustainabilitas tinggi (Maryono, 2005). Syarat - syarat yang ditentukan agar suatu vegetasi dapat berfungsi dalam bioengineering:
  • 24. 24 a. Menggunakan Jenis tanaman lokal (setempat) Longsoran akibat abrasi dapat ditanggulangi dengan memanfaatkan tumbuhan sekitar daerah longsoran sebagai pelindung tebing. Misalnya dapat digunakan rumput gelagah, ilalang, pohon bambu, nipah atau bakau. b. Dapat berfungsi sebagai penangkal erosi banjir akibat hujan (pelindung tebing). Besarnya kecepatan air perlu menjadi bahan pertimbangan dalam memilih jenis vegetasi yang akan digunakan . Vegetasi sungai angat penting kaitannya dengan tahanan terhadap erosi di kaki tebing sungai. Vegetasi umumnya didominasi oleh golongan rumput – rumputan (familia Graminae Dan Cyperaceae), kangkung – kangkungan (Familia Convolvulaceae), karena bersifat lentur dapat digunakan untuk perlindungan tebing pada kecepatan arus tinggi. Jenis bambu yang pendek dan kecil dapat ditanam pada sungai yang relatif kecil, sedangkan jenis bambu yang tinggi dan berbatang besar dapat ditanam pada tebing sungai besar. Selain sebagai pelindung tebing, tanaman ini juga berfungsi sebagai retensi aliran, sehingga kecepatan aliran turun dan banjir di daerah hilir dapat dikurangi. c. Dapat mempertahankan fungsi ekologi bantaran sungai Vegetasi bantaran sungai berfungsi untuk menjaga stabilitas tebing sungai dari gempuran arus air, dari energi mekanik hujan dan dari peresapan air ke pori – pori rekahan tebing sungai. Ranting, cabang dan daun tanaman yang tumbuh di pinggir sungai berperan sebagai komponen pemecah energi mekanik arus air maupun air hujan, juga berfungsi sebagai pengarah arus dan pengarah aliran sekunder memanjang sungai. Perakaran tanaman berfungsi sebagai komponen stabilitas tebing sungai dan sebagai barrier (penangkal) untuk mengurangi erosi akibat gerusan tebing maupun erosi dari aliran permukaan. Vegetasi alami yang tumbuh di sepanjang sungai memiliki keteraturan formasi yang spesifik. Konfigurasi vegetasi sepanjang sungai dipengaruhi oleh formasi arus sungai. Sebaliknya bentuk meander sungai akan ditentukan oleh formasi vegetasi sepanjang sungai tersebut. Dalam penerapan bioengineering perlu diperhatikan zona - zona yang harus dipertahankan pada daerah sungai adalah, zona tersebut antara lain : a. Zona Perakaran Pohon Zona perakaran pohon pinggir sungai merupakan tempat yang sangat disenangi berbagai jenis ikan. Lokasi ini sangat perlu dipertahankan karena secara hidraulik dapat menahan gerusan atau erosi tebing sungai, sekaligus menjadi pemecah energi sungai (Maryono, 2005).Jenis tanaman lokal yang dapat digunakan untuk mempertahankan zona ini adalah jenis rengas (Glutha renghas) dan bintaro (Cerbera manghas, L) b. Zona Tumbuhan Perdu dan Herba Perdu dan herba hidup di daerah batas zona aquatik dan zona darat. Keberadaan vegetasi ini berperan penting bagi ekologi fauna sungai maupun secara hydraulik sungai. Jenis – jenis tanaman lokal dari hasil identifikasi yang dapat digunakan untuk mempertahankan zona ini yaitu pandan (Pandanus, sp), keduduh (Melastoma candidum D.Don), rumput teki (Cyperus rotundus), rumput kumpai (Hymenachne acutigluma) dan alang – alang (Imperata cylindrica c. Zona Tumbuhan Besar Vegetasi pada zona ini mempunyai fungsi hidraulik dan ekologi yang signifikan sehingga perlu dipertahankan. Fungsi hidrauliknya antara lain sebagai penahan tebing dari longsor, penahan erosi kaki tebing, peredam energi zona perakaran yang masuk ke badan sungai, serta sebagai media munculnya mata air di pinggir sungai.Jenis tanaman yang dapat digunakan untuk mempertahankan Zona Tumbuhan Besar adalah bambu kuning
  • 25. 25 (Bambusa vulgaris, Schrad), bambu kasap (Pogonatherum, sp), nipah (Nypa fruticans, Wurmb). 4. Pengelolaan Lanskap Kampung Naga Kampung naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Lokasi kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota garut dengan kota Tasikmalaya. Nama kampung naga merupakan singkatan dari kampung diNAGAwiR, dalam bahsa sunda berarti sebuah kampung yang berada di lembah yang subur. Sistem perekonomian masyarakat terutama bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan mata pencaharian sampingan adalah membuat kerajinan, beternak dan berdagang. Masyarakat kampung naga merupakan masyarakat yang menggunakan teknologi sederhana seperti tungku dengan bahan bakar kayu untuk memasak, bajak dan cangkul untuk menggarap sawah, dan tidak menggunakan listrik. Elemen bangunan maupun sirkulasi menunjukkan kesatuan dari alam. bentuk rumah di Kampung Naga berupa rumah panggung, dengan bahan dari bambu dan kayu. Atap rumah terbuat dari daun nipah, ijuk/alang alang, lantai rumah terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah menghadap kesebelah utara atau ke selatan dengan memanjang ke arah Barat -Timur. Praktek pembangunan di Kampung Naga memiliki wawasan lingkungan yaitu secara ekologi sosial ekonomi dan budaya. Gambar 23 Desain bangunan dan jalan di Kampung Naga memakai material alami Dari segi pengelolaan, kampung naga dipimpin oleh dua lembaga yaitu lembaga pemerintahan desa dan pemimpin adat. Keduanya saling bersinergi satu sama lain. Lembaga pemerintahan terdiri atas RT,RW,dan kepala Dusun. Lembaga adat di kampung naga terdiri dari kuncen (pemangku adat dan pemimpin upacara adat dalam berziarah), punduh dan lebe (mengurusi jenasah). Untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari masyarakat kampung naga mendapatkan bahan makanan dari hasil pertanian sawah, beternak, berkebun. Sebagian bahan makanan dan tanaman obat berasal dari tanaman pekarangan.
  • 26. 26 Gambar 24 Pekarangan rumah di Kampung Naga sebagai sumber bahan makanan dan obat Pengaruh budaya yang sangat kuat yaitu berupa nilai - nilai, norma, tradisi kesenian, upacara ritual, dan corak arsitektur rumah tatanan lanskap permukiman sangat berpengaruh terhadap kelestarian lanskap Kampung Naga. Pengelolaan terhadap hutan tercermin dalam nilai budaya kampung Naga, dimana salah satu aturan adat yang melarang memasuki hutan larangan yang ada disekitar Kampung Naga. Dengan terjaganya hutan maka jasa ekologi dari hutan akan tetap terjaga yaitu konservasi air, konservasi biodiversitas, penyerapan karbon serta keindahan dan kenyamanan lanskap. Gambar 25 Kelestarian hutan sangat dijaga oleh masyarakat Kampung Naga Beberapa contoh pengelolaan yang telah baik di kampung naga ini adalah tentang pengelolaan sampah dimana pemisahan sampah organik dan anorganik telah dilakukan. Sampah organik dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dan kandang, hanya saja sampah anorganik tidak di daur ulang namun dibakar sehingga masih meninggalkan residu. Di kampung ini juga telah diterapkan teknologi rekayasa sungai untuk mengurangi erosi yaitu dengan adanya struktur pengarah aliran sungai pada sungai Ciwulan. Gambar 26 Struktur pengarah aliran sungai untuk mengurangi erosi
  • 27. 27 BAB IV KESIMPULAN Kegiatan fieldtrip ini dilakukan untuk memahami karakter beberapa kawasan di wilayah Jawa Barat baik dari sisi ekologi lanskap (struktur, fungsi dan dinamika) maupun dari aspek pengelolaan lanskap secara berkelanjutan serta permasalahan yang terjadi di kawasan tersebut. Obyek - obyek yang akan dikaji terdiri atas : lanskap perkotaan berupa rest area km 57 Cikampek, lanskap semi urban yaitu lanskap kabupaten Pangandaran yang telah mengalami urbanisasi, lanskap konservasi cagar alam Pananjung Pangandaran, lanskap sungai Cijulang yatu Green Canyon/ Cukang Taneuh dan lanskap perdesaan yaitu Kampung Naga Garut-Tasikmalaya. Agar suatu lanskap dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka dibutuhkan adanya integrasi kuat antara aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Pada aspek ekologi, hal yang harus diperhatikan dalam mengidentifikasi suatu kawasan adalah dengan cara mengetahui struktur, fungsi dan dinamika suatu lanskap agar mengetahui cara terbaik dalam menangani gangguan yang akan terjadi. Pada lanskap Cagar Alam Penanjung Pangandaran dibutuhkan pengelolaan yang hati – hati yaitu dengan memetakan zona perlindungan dari zona inti ke zona buffer. Perlindungan terhadap cagar budaya Green Canyon adalah berupa upaya mempertahankan struktur lanskap alami yang ada sehingga meminimalisir terjadinya gangguan akibat aktivitas wisata. Keberadaan ruang – ruang terbuka hijau harus dipertahankan sehingga tidak berkurang/hilang akibat urbanisasi yang terjadi di Kabupaten Pangandaran. Pengelolaan berbasis budaya tercermin dalam pengelolaan lanskap oleh masyarakat Kampung Naga. Kearifan lokal dan nilai – nilai adat yang dimiliki masyarakat setempat secara tidak langsung merupakan perlindungan terhadap hutan dan lanskap perdesaan.
  • 28. 28 DAFTAR PUSTAKA Anonim Taman Wisata Alam Pangandaran. http://perhutani.kphciamis.com/ diunduh 25 Juni 2014 Arifin, Hadi Susilo. 2014. Pengelolaan Kawasan Pesisir. Materi Kuliah Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Disdikbudpora, 2013. Bebatuan Di Green Canyon, Dilindungi UU Sebagai Cagar Budaya. http://disdikbudpora-pnd.org diunduh 25 juni 2014 Maryono, A., 2005. Eko – Hidraulik. Pembangunan Sungai. Edisi Eedua. Magister Sistem Teknik Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Nachrowi,Dita RK, 2012.Pengaruh Kekohesifan Kelompok terhadap kinerja Karyawan pada PT Mitra Buana Jaya Lestari Rest Area KM 57. Skripsi. Universitas Indonesia Resort Konservasi Wilayah XX Pangandaran. Ekosistem Cagar Alam Pananjung Pangandaran. http://cagaralam-pangandaran.com/kawasan/ekosistem diunduh 25 Juni 2014 Sittadewi, Euthalia Hanggari.2008. Identifikasi Vegetasi Di Koridor Sungai Siak Dan Peranannya Dalam Penerapan Metode Bioengineering. Jurnal Sains Dan Teknologi Indonesia Vol. 10 No. 2 Agustus 2008 Hlm. 112-118 Yulianingsih, Dewi. 2002. Etnobotani Pada Masyarakat Adat Kampung Naga. Skripsi. Institut Pertanian Bogor