Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas kasus pasien laki-laki berusia 70 tahun dengan keluhan tidak dapat buang air kecil selama 4 bulan dan sakit perut bagian bawah
2. Pemeriksaan fisik menemukan pembesaran prostat dan regio suprapubik membengkak
3. Dokumen tersebut menjelaskan pendekatan diagnosis dan pengkajian lanjut untuk kasus tersebut
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
Kasus bph
1. TUGAS
KASUS
OLEH :
KELOMPOK 3
LOKAL : III B
DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Lenni Sastra, S.Kep. MS
PROGRAM STUDI
S1 KEPERAWATAN
STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2018
3. KASUS 3
Seorang laki-laki berusia 70 tahun di rawat dirumah sakit dengan keluhan tidak dapat
buang air kecil sejak 4 bulan yang lalu walaupun ia merasakan keinginan untuk BAK.
Pasien juga mengeluh sakit pada perut bagian bawah. Pada pemeriksaan fisik di
dapatkan Regio Suprapubik Bulging dan pemeriksaan colok dubur didapatkan
prostate membesar.
Tugas :
1. Identifikasi masalah/ kondisi abnormal pada masing-masing kasus serta jelaskan
mekanisme terjadinya kondisi tersebut !
Pembahasan :
Keluhan tidak dapat buang air kecil sejak 4 bulan yang lalu, walaupun
merasakan ingin BAK.
- Saat laki-laki menjadi tua keseimbangan antara kadar 5a reduktase dan DHT dapat
terganggu yang mengakibatkan ketidakseimbangan produksi hormone testosterone
dan androgen. Yang mana fungsi testoteron ini adalah mendukung pertumbuhan
dan pembesaran prostat selama kehidupan dan androgen ini mempertahankan
ukuran dan fungsi prostat yang pada akhirnya akan berkontribusi terhadap
pembesaran prostat. Pembesaran prostat ini bisa mengobstruksi jalan keluar
kandung kemih yang mengakibatkan LUTS (gejala saluran kemih bawah),
peningkatan resiko ISK dan mengganggu saluran kemih atas. 2 proses yang
menyebabkan obstruksi ini adalah heiperplasia dan hipertrofi. (keperawatan
medikal bedah. Joyce M. Black dan Jane Hokanson Hawks. Edisi 8. 2014)
- Obtruksi terjadi pada saat hiperplasia menyempitkan lumen dan segmen uretra
yang melalui prostate. Obstruksi juga terjadi pada saat prostate melampaui atas
leher kandung kemih, menurunkan kemampuannya untuk menyalurkan urine
sebaai respon terhadap miksi dan saat perkemihan dari lobus median prostate
keluar meluas kedalam uretra prostatistika. (keperawatan medikal bedah. Joyce M.
Black dan Jane Hokanson Hawks. Edisi 8. 2014)
4. - Lobus yang mengalami hipertrofi dapat menyumbat kolum vesika / uretra
prostatik dengan demikian menyebabkan pengosongan urine inkomplit/ retensi
urin. (Brunner and Sudarth. 2001. keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Vol.2.)
- Pertumbuhan prostat dan obstruksi uretra lebih lanjut pada akhirnya akan
melampaui kemampuan otot detrusor untuk berkontraksi dan cukup kuat /
angguan pada kontraksi cukup lama, dan kontraksiterputus-putus. (Ilmu bedah. R.
Sjamsuhidayat dan Wim de Jong. Edisi 2. 2004)
- Gejala dan tanda obtruksi saluran kemih yaitu miksi terputus, menetes pada akhir
miksi, pancaran menjadi lemah dan merasakan belum puas setelah miksi.
- Apabila otot detrusor menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin sehingga
pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih dan timbul
rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan
terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. (Ilmu
bedah. R. Sjamsuhidayat dan Wim de Jong. Edisi 2. 2004)
- Selain ditemukan gejala obstruksi akan dtemukan tanda dan gejala iritasi. Gejala
iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi/
pembesasaran prostat menyebabakan pengosongan ada kandung kemih sehingga
vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh, oleh sebab itu penderita
sering merasakan keinginan untuk BAK. (Ilmu bedah. R. Sjamsuhidayat dan
Wim de Jong. Edisi 2. 2004)
Keluhan sakit pada perut bagian bawah.
- Pada gambaran Makroskopik bagian periuretra kelenjer paling sering terkena.
Secara keseluruhan, kelenjer membesar hingga sering mencapai ukuran masif dan
memiliki konsistensi padat kenyal seperti karet. Nodul-nodul kecil didapatkan di
seluruh kelenjer, umumnya berdiamater 0,5-1 cm, tetapi terkadang menajdi jauh
lebih besar. Beberapa nodul yang lebiyh besar menunjukkan perubahan kistik.
Uretra tampak seperti celah dan tertekan. (Patofisiologi anatomi. Parakrama
Chandrasoma, MD, MRCP (UK). Edisi 2. 2005)
- Pada gambaran Mikroskopik nosul tersusun oleh variasi campuran elemen
kelenjer hiperplastik dan otot stroma hiperplastik. Kelenjer tampak lebih besar
dari normal dan di lapisi oleh epitelyan sering kali membentuk tonjolan paplar.
Infark pada nodul serng di temukan dan mungkin menyebabkan akut yang dapat
mencetuskan nyeri akut dan retensi urin. Bila infark pada nodul periuretra
5. terjadi, pasien dapat mengalami hematuria. (Patofisiologi anatomi. Parakrama
Chandrasoma, MD, MRCP (UK). Edisi 2. 2005)
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan Regio Suprapubik Bulging
- Pada pemeriksaan fisik regio suprapubik di lakukan untuk mengetahui apakah
terdapat batu buli-buli/sistisis yang di tandai dengan terabanya masa dan
nyeri tekan pada suprapubik. Retensi urin jugadapat diketahui dengan kesan
penuh pada buli-buli pada penderta. Pada pemeriksaan regio suprapubik di
dapatkan adanya retensi urin.
- Saat seseorang mengalami retensi urin pada akhir miksi masih ditemukan urin
tertinggal di kandung kemih. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu
endapan didalam kandun kemih, batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
kematian. Batu tersebut juga dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks,
dapat terjadi pielonefritis. (Ilmu bedah. R. Sjamsuhidayat dan Wim de Jong. Edisi
2. 2004)
Pemeriksaan colok dubur didapatkan prostate membesar.
- Pemeriksaan colok dubur (DRE) dlakukan untuk menilai ukuran prostat dan
membedakan BPH dari pembesaran prostat yang disebabkan oleh
adenokarsinoma atau infeksi. BPH memperlihatkan prostat yang memperbesar
secara simetris dengan sulkus sentralis yang hilang. Infeksi prostat (prostatitis)
berkaitan dengan pembesaran simetris, konstensi yang lembab, dan
ketidaknyamanan pada palpasi. Adonekarsinoma prostat berkaitan denan
pembesaran asimetris, nodulyang keras, atau indurasi. Urinalisis dan tes darah
untuk fingsi ginjal (urea nitrogen) atau nitrogen area darah (BUN) dan kadar
kreatinin secara rutin dilakukan, dan kultur urineatau pengukuran antigen spesifik
prostate (PSA) serum untuk menilai kanker dilakukan pada kasus tertentu.
- Monitor kimiawi, seperti kadar elektrolit, fungsi liver, dan koagulasi darah, dapat
dilakukan jika di pertimbangkan untuk pembedahan. (keperawatan medikal bedah.
Joyce M. Black dan Jane Hokanson Hawks. Edisi 8. 2014)
6. 2. Jelaskan pengkajian lain yang harus di lakukan untuk melengkapi data pada kasus!
Pembahasan :
Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau
wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang di
deritanya.
Anamnesis itu meliputi :
Keluhan yang di rasakan dan berapa lama keluhan itu telah mengganggu ( Ikatan
Ahli Urologi Indonesia. 2015)
a. Gejala iritatif meliputi : (Menurut Arora. P.Et. al. 2006)
Peningkatan frekuensi berkemih
Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak atau tidak dapat ditunda
(urgensi)
Nyeri pada saat miksi ( disuria)
b. Gejala obstruktif meliputi : (Menurut Arora. P.Et. al. 2006)
Pancaran urin melemah
Rasa tidak puas setelah miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik
Ketika ingin miksi harus menunggu lama
Volume urin menurun dan harus mengedan pada saat berkemih
Aliran urin tidak lancar atau terputus-putus
Urin terus menetes setelah berkemih
Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkotinensia karena penumpukan berlebih
Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi azotemia (akumulasi
produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis
dan volume residu yang besar
c. Gejala generalisata seperti : keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik. (Menurut Arora. P.Et. al. 2006)
Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami
cidera, infeksi, kencing berdarah (hematuria), kencing batu, atau pembedahan
pada saluran kemih)
Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual.
7. Riwayat konsumsi obat yang dapat menimbulka keluhan berkemih
Skor Keluhan
Pemandu untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat
pembesaran prostat adalah sistem penskoran keluhan. Salah satu sistem penskoran
yang digunakan secara luas adalah International Prostat SymptomScore (IPSS) yang
telah di kembangkan American Urological Association (AUA) dan di standarisasi
oleh World Health Organization (WHO). Skor ini berguna untuk menilai dan
memantau keadaan pasien BPH. IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing
memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35. Kuesioner IPSS dibagikan
kepada pasien dan di harapkan pasien mengisi sendiri setiap pertanyaan. Berat
ringannya keluhan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh,
yaitu : skor 0-7 : ringan, skor 8-9 :sedang, dan skor 20-35 : berat. Selain 7 pertanyaan
tersebut, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai
hidup (quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7 kemungkinan jawaban.
Cacatan harian berkemih (voiding diaries)
Pencatatan harian berkemih sangat berguna pada pasien yang mengeluh nukturia
sebagai keluhan yang menonjol. Dengan mencatat kapan dan berapa jumlah asupan
cairan yang di konsumsi serta kapan dan berapa jumlah urine yang dikemihkan, dapat
diketahui seorang pasien menderita nokturia idiopatik, instabilitas detrusor akibat
obstruksi infravesika, atau karena poliuria akibat air yang berlebihan. Sebaiknya
pencatatan dikerjakan 3 hari berturut-turut untuk mendapatkan hasil yang baik.
Pemeriksaan Fisik
Status Urologis
Ginjal
Pemeriksaan fisik ginjal pada kasus BPH untuk mengevaluasi adanya
obstruksi atau tanda infeksi
Kandung kemih
Pemeriksaan kandung kemih dilakukan dengan palpasi dan perkusi untuk
menilai isi kandung kemih, ada tidaknya tanda infeksi.
8. Colok Dubur
Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan pemeriksaa
yang penting pada pasien BPH. Dan pemeriksaan colok dubur ini dapat
diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul
yang merupakan salah satu tanda keganasan prostat. Mengukur volume prostat
dengan DRE cenderung lebih kecil dari pada ukuran ang sebenarnya.
Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat menentukan adanya leukosituria dan
hematuria. Apabila di temukan hematuria, maka perlu dicari penyebabnya. Bila di
curigai adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine.
Pemeriksaan fungsi Ginjal
Obstruksi infravesika akibat BPH dapat menyebabkan gangguan pada
saluran kemih bagian atas. Gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30%
dengan rata-rata 13,6%. Pemeriksaan faal ginjal berguna sebagai petunjuk perlu
tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas.
Pemeriksaan PSA (Prostate Spesific Antigen)
PSA distensi oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan
cancer specific. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada
keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsy prostat atau TRUP), pada
retensi urin akut, kateterisasi,mkeganasan prostat, dan usia yang semakin tua.
Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH,
dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti :
a. Pertumbuhan volume prostat lebih cepat
b. Keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan
c. Lebih mudah terjadi retensi urin akut
Pertumbuhan volume kelenjer prostat dapat diprediksikan berdasarkan
kadar PSA. Semakin tinggi kadar PSA, maka semakin cepat laju pertumbuhan
prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA
0,2 -1,3 ng/dl adalah 0,7 Ml/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl
9. adalah 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3 mL/tahun. Serum PSA dapat meningkat
pada saat terjadi retensi urin akut dan kadarnya perlahan-lahan menurun terutama
setelah 72 jam di lakukan kateterisasi.
Pemeriksaan PSA bersama dengan colok dubur lebih superior dari pada
pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh
karena itu, pada usia di atas 50 tahun atau di atas 40 tahun (pad kelompok dengan
resiko tinggi) pemeriksaan PSA menjadi snagat penting guna mendeteksi
kemungkinan adanya karsinoma prostat. Apabila kadar PSA >4 ng/ml, biopsy
prostat dipertimbangkan setelah didiskusikan dengan pasien.
Uroflowmetry (Pancaran Urine)
Uroflowmetry adalah pemeriksaan pancaran urine selama proses berkemih.
Pemeriksaan non-invasif ini di tunjukkan untuk mendeteksi gejala obstruksi
slauran kemih bagian bawah. Dari Uroflowmetry dapat diperoleh informasi
mengenai volume berkemih, lalu pancaran maksimum (Qmax), laju pancaran rata-
rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai laju pancaran maksimum, dan
lama pancaran. Pemeriksaan ini di pakai untuk mengevaluasi, baik sebelum
maupun setelah terapi.
Hasil Uroflowmetry tidka spesifik menunjukkan penyebab terjadinya
kelainan pancaran urine. Pancaran urin yang lemah dapat disebabkan obstruksi
saluran kemih bagian bawah atau kelemahan otot destrusor. Terdapat hubungan
antara nilai Qmax dengan kemungkinan obstruksi saluran kemih bagian bawah
(BOO). Pada batas nilai Qmax sebebsar 10 mL/detik memiliki spesifikais sebesar
70% , positive predictive value (PPV)sebesar 70% dan sebesar 15mL/detik
memiliki spesifisitas sebesar 38%, PPV sebesar 67% dan spesitivitas sebesar 82%
untuk mendiagnosis BOO.
Sebaiknya, penilaian ada tidaknya obstruksi saluran kemih bagian bawah
tidak hanya di nilai dari hasil Qmax saja, tetapi juga digabungkan dengan
pemeriksaan lain. Kombinasi pemeriksaan skor IPSS, volume prostat, dan Qmax
cukup akurat dalam menentukan adanya obstruksi saluran kemih bagian bawah.
Pemeriksaan Uroflowmetry bermakna jika volume urine >150mL.
10. Residu Urine
Residu urine atau post voiding urine (PVR) adalah urine di kandung kemih
setelah berkemih. Jumlah residu urine normal rata-rata 12 Ml.
Pemeriksaan residu urine dapat dilakukan dengan cara USG, bladder scan
atau dengan kateter uretra. Pengukuran dengan kateter ini lebih akurat
dibandingkan USG, tetapi tidak nyaman bagi pasien, dapat menimbulkan cedera
uretra, infeksi saluran kemih, hingga bakteremia.
Peningkatan volume residu urin dapat disebabkan oleh obstruksi saluran
kemih bagian bawah atau kelemahan kontraksi otot detrusor. Volume residu urine
yang banyak pada pemeriksaan awal berkaitan dengan peningkatan resiko
perburukan gejala. Penibgkatan volume residu urine pada pemantauan berkala
berkaitan dengan resiko terjadinya retensi urine.
3. Tentukan diagnose keperawatan untuk masing-masing kasus serta jelaskan WOC
nya (berdasarkan nanda) !
Pembahasan :
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
DATA SUBJEKTIF (DS) DATA OBJEKTIF (DO)
1 Nyeri akut b.d
Agen Cidera
Biologis
- Klien mengeluh sakit
perut bagian bawah
- Klien mengeluh tidak
dapat BAK sejak 4
bulan lalu
- Ekspresi wajah klien
tampak menahan
nyeri
- Klien menunjukkan
rasa tidak nyaman
pada abdomen bagian
bawah
- Pemeriksaan fisik di
dapatkan region
suprapubik bulging
- Pemeriksaan colok
dubur di dapatkan
adanya pembesaran
prostat
11. 2 Retensi urin b.d
sumbatan saluran
perkemihan
- Klien mengeluh tidak
dapat BAK sejak 4
bulan lalu
- Merasakan ingin BAK
(miksi yg urgensi)
- Merasakan sakit pada
perut bagian bawah
- Pemeriksaan fisik di
dapatkan region
suprapubik bulging
- Pemeriksaan colok
dubur di dapatkan
adanya pembesaran
prostat
3 Gangguan
eliminasi urin b.d
obstruksi anatomik
- Klien mengatakan ada
rasa ingin BAK
- Klien mengeluh tidak
dapat BAK sejak 4
bulan lalu
- Merasakan sakit pada
perut bagian bawah
- Pemeriksaan fisik di
dapatkan region
suprapubik bulging
- Pemeriksaan colok
dubur di dapatkan
adanya pembesaran
prostat
12. 4. Rumuskan intervensi keperawatan untuk setiap diagnose keperawatan
(berdasarkan NOC NIC) !
Pembahasan :
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
NIC NOC
1 Nyeri akut b.d Agen
Cidera Biologis
Kontrol nyeri
Indikator :
Mengenali kapan nyeri
terjadi
Menggambarkan faktor
penyebab
Menggunakan tindakan
penguranggan (nyeri)
tanpa analgestik
Menggunakan
analgestik yang
direkomendasikan
Melaporkan perubahan
terhadap gejala nyeri
pada profesional
kesehatan
Menggunakan sumber
daya yang tesedia
Mengenali apa yang
terkait dengan gejala
nyeri
Melaporkan nyeri yang
kontrol
Tingkat nyeri
Manajemen nyeri
Aktivitas :
1. Lakukan pengakajian
nyeri secara
komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor
presifasi
2. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengatahui
pengalaman nyeri pasien
4. Kai kultrul yang
mempengaruhi respons
nyeri
5. Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
13. Indikator :
Mengerang dan
menangis
Ekspersi nyeri wajah
Tidak bisa beristirahat
Mengerinyit
Kehilangan nafsu
makan
Mual
7. Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengarui nyeri
seperti suhu ruangan
percahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor
presivitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervesi
12. Ajarkan tentang teknik
nonformakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istrirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajement nyeri
18. Pemberian analgesik
19. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
14. dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
20. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
21. Cek riwayat alergi
22. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
23. Tentukan pilihan
anagesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
24. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
25. Pilih rute pemberian
secara IV, IM, untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
26. Monitor vitalsign
sebelum dan sesudah
pemberian nalgesik
pertama kali
27. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
28. Evaluasi aktivitas
analgesik tanda dan
gejala
Administrasi analgesic
a. Tentukan lokasi,
15. karakteristik,
kualitas, dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesic ketika
pemberian lebih dari
Satu
e. Tentukan pilihan
analgesic tergantung
tipe dan berat nyeri
f. Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
g. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
h. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
pertama kali
i. Berikan analgesic
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
j. Evaluasi evektivitas
16. analgesic, tanda dan
gejala
2 Retensi urin b.d
sumbatan saluran
perkemihan
Retensi Urine
Eliminasi Urine
Indicator :
Pola eliminasi 1/3
Jumlah urine 1/5
Mengosongkan kandung
kemih sepenuhnya 1/5
Mengenali keinginan
untuk berkemih 1/3
Retensi urine 1/3
Nyeri saat berkemih 1/3
Ragu untuk berkemih
1/3
Keparahan Gejala
Indicator :
Intensitas gejala 1/3
Frekuensi gejala 1/3
Terkait kegelisahan 1/3
Kateter urin
Aktivitas-aktivitas :
Pasang alat dengan tepat
Berikan privasi dan
tutupi pasien dengan baik
untuk kesopanan yaitu
hanya mengekspos
daerah genitalia
Isi bola kateter sebelum
pemasangan kateter
untuk memeriksa ukuran
dan kepatenan kateter
Posisi pasien dengan
tepat ( misalnya,
perempuan terlentang
dengan kedua kaki
direnggangkan atau fleksi
pada bagian panggul dan
lutut; laki-laki dengan
posisis terlentang )
Bersihkan daerah miatus
uretra dengan larutan anti
bakteri, saline steril, atau
air steril sesuai
kewajiban lembaga
Masukkn dengan lurus
atau retensi kateter
kedalam kandung kemih
Gunakan ukuran kateter
yang sesuai
17. Pastikan bahwa kateter
yang dimasukkan cukup
jauh kedalam kandung
kemih untuk mencegah
trauma pada jaringan
uretra dengan inflamsi
balon
Isi bola kateter untuk
menetapkan kateter,
berdasarkan usia dan
ukuran tubuh sesuai
rekomendasi pabrik
Hubungkan retensi
kateter kekantong sisi
tempat tidur drenase atau
pada kantong kaki
Amankan kateter pada
kulit dengan plester yang
sesuai
Tempatkan kantong
drainase dibawah
permukaan kandung
kemih
Monitor imtake dan
output
Lakukan pengosongan
kantong kateter
Perawatan retensi urin
Aktivita-aktivitas :
Lakukan komperensif
system perkemihan focus
terhadap intekonensia
18. Monitor adanya
penggunaan agen-agen
yang tidak sesuai resep
mengandung bahan
anticholinergic
Atau alpha-agonist
Gunakan kekuatan
sugesti dengan
mengunakan air yang
mengalir dengan
menyiram toilet
Stimulasi reflek kandung
kemih dengan
membasahi abdomen
dengan air dingin,
memberikan sentuhan
pada paha bagian dalam
atau air yang mengalir
Pasangkan kateter urine
sesua kebutuhan
Anjurkan pasien tau
keluarga untuk mencatat
urine output sesuai
kebutuhan
Anjurkan cara untuk
menghindari konstipasi
peces
Monitor intake dan
output
Monitor derajat distensi
kandung kemih dengan
palpasi dan perkusi
19. 3 Gangguan eliminasi
urin b.d obstruksi
anatomik
Urinary elimination
Urinary Contiunence
Indikator :
Kandung kemih kosong
secara penuh
Tidak ada residu urine
>100-200 cc
Intake cairan dalam
rentang normal
Bebas dari ISK
Tidak ada spasme
bladder
Urinary Retention Care
Lakukan penilaian
kemih yang
komprehensif berfokus
pada inkontinensia
(misalnya, output urin,
pola berkemih kemih,
fungsi kognitif, dan
masalah kencing
praeksisten)
Memantau penggunaan
obat dengan sifat
antikolinergik atau
properti alpha agonis
Memonitor efek dari
obat-obatan yang
diresepkan, seperti
calcium channel
blockers dan
antikolinergik
Menyediakan
penghapusan privasi
Gunakan kekuatan
sugesti dengan
menjalankan air atau
disiram toilet
Merangsang refleks
kandung kemih dengan
menerapkan dingin
untuk perut, membelai
tinggi batin, atau air
Sediakan waktu yang
20. cukup untuk
pengosongan kandung
kemih (10 menit)
Gunakan spirit
wintergreen di pispot
atau urinal
Menyediakan manuver
Crede, yang diperlukan
Gunakan double-void
teknik
Masukkan kateter
kemih, sesuai
Anjurkan pasien /
keluarga untuk merekam
output urin, sesuai
Instruksikan cara-cara
untuk menghindari
konstipasi atau impaksi
tinja
Memantau asupan dan
keluaran
Memantau tingkat
distensi kandung kemih
dengan palpasi dan
perkusi
Membantu dengan toilet
secara berkala
Memasukkan pipa ke
dalam lubang tubuh
untuk sisa
Menerapkan kateterisasi
intermiten.
21. DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M and Jane Hokanson,2014. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH :
Manajemen Klinis untuk Hasil yang diharapkan. Edisi 8. Buku 2. Indonesia : CV. Pentasada
Media. Edukasi
Sjamsuhidayat. R and Win De Jong.2004. Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC
Chandarasoma, parakrama and Clive R. Taylor.2005.PATOLOGI ANATOMI. Edisi 2.
Jakarta : EGC
Brunner and Sudarth. 2001. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. Edisi 8. Vol.2. Jakarta :
EGC