Literasi Informasi dan Aliterasi dalam Penulisan Skripsi
1. 1
ALITERASI DALAM PEMBUATAN SKRIPSI
(KAJIAN EFEKTIFITAS PELATIHAN LITERASI INFORMASI DI UMY)
Novy Diana Fauzie
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Jl. Lingkar Selatan Tamantirto Kasihan Bantul
Email: novy_fauzie@yahoo.co.id
ABSTRAK
Beberapa program studi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) telah
memasukkan pelatihan literasi informasi yang diampu oleh pustakawan dalam silabus mata
kuliah metode penelitian. Penulisan skripsi, tinjauan pustaka dan landasan teori telah
diajarkan oleh dosen metodologi penelitian. Pustakawan melengkapinya dalam pelatihan
literasi informasi agar mahasiswa dapat menentukan topik penelitian, menemukan informasi
yang mendukung, mengevaluasi informasi yang diperoleh dan menuliskan dengan benar.
Kajian ini berdasarkan pada observasi terhadap daftar pustaka skripsi dan wawancara
kepada mahasiswa UMY yang telah mengikuti pelatihan literasi informasi.
Diperoleh hasil bahwa evaluasi yang dilakukan menemukan aliterasi dalam penulisan skripsi
disebabkan oleh mahasiswa pribadi, lingkungan yang belum mendukung dan peraturan
yang belum mengikat. Kajian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi untuk
pelaksanaan kegiatan literasi informasi dan bahan evaluasi anggaran melanggan database
e-jurnal di perpustakaan UMY. Lebih lanjut, pimpinan Universitas dapat membuat aturan
dan persyaratan atas pemakaian artikel ilmiah dari jurnal berkualitas dalam tugas akhir
mahasiswa.
Keywords: aliterasi, literasi informasi, daftar pustaka, skripsi
PENDAHULUAN
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta telah melaksanakan program
pelatihan literasi informasi sejak tahun 2013. Pelatihan tersebut mengalami
perkembangan yang cukup baik hingga saat ini. Beberapa program studi telah
mewajibkan mahasiswanya untuk mengikuti pelatihan yang diadakan oleh
perpustakaan baik dalam acara pengenalan mahasiswa baru, bridging, dan mata
kuliah dasar komputer. Bahkan beberapa program studi juga telah memasukkan
program pelatihan literasi informasi ini dalam silabus mata kuliah metodologi
penelitian. Bahkan pelatihan literasi informasi UMY sudah menjadi agenda tetap
untuk mahasiswa program pasca sarjana baik S2 maupun S3.
Hal tersebut telah dapat membuktikan peranan perpustakaan sebagai
jantung perguruan tinggi dengan langsung terlibat dalam proses pembelajaran
mahasiswa. Perpustakaan dalam hal ini pustakawan berkolaborasi dengan dosen
dalam pengajaran kepada mahasiswa. Dengan perkembangan program ini pula
2. 2
akhirnya perpustakaan UMY mengajukan pengembangan koleksi elektronik berupa
langgan data base jurnal internasional.
Di saat yang bersamaan pimpinan universitas juga berencana untuk
melanggan beberapa data base jurnal. Hal tersebut untuk memenuhi tuntutan
kebutuhan informasi bagi dosen, peneliti dan mahasiswa dalam pelaksanaan
kegiatan penelitian, pembelajaran dan pengajaran. Dengan dilanggannya data base
di UMY, maka perpustakaan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar lagi
untuk dapat mengajak mahasiswa memanfaatkannya.
Dalam pelatihan literasi informasi kepada mahasiswa, pustakawan
menyampaikan tahapan dalam literasi informasi yaitu investigasi topik, mencari dan
menemukan informasi, mengevaluasi serta memanfaatkannya. Dalam pelatihan itu
juga dilakukan brainstorming untuk dapat menemukan fokus penelitian untuk tugas
akhir dan juga melakukan mind mapping. Mahasiswa diajak untuk mencari dan
menemukan sumber informasi yang disediakan oleh perpustakaan, internet dan lain
sebagainya. Pustakawan juga menekankan besarnya manfaat yang akan diperoleh
ketika menggunakan sumber informasi yang tepat dalam mengerjakan tugas kuliah
maupun tugas akhirnya. Selain menyampaikan tentang jurnal yang diterbitkan di
dalam negeri pustakawan juga mengajarkan cara mengakses artikel yang ada
dalam jurnal dan database internasional baik yang dilanggan oleh UMY, Dikti,
Perpusnas bahkan juga yang open access jurnal. Selain itu bagaimana
menuliskannya dan menyampaikan dalam bentuk tulisan agar tidak terlibat
plagiarisme juga menjadi perhatian khusus perpustakaan.
Setelah pengajaran mengenai literasi informasi ini dilakukan oleh
pustakawan, proses selanjutnya diserahkan kepada dosen dan mahasiswa sendiri.
Mahasiswa dalam mengerjakan skripsinya akan merujuk pada sumber informasi
yang tepat. Diharapkan dengan apa yang telah disampaikan dalam pelatihan literasi
informasi tersebut, mahasiswa dapat menulis karya akhirnya dengan lebih baik lagi.
Akan tetapi, perlu dilakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan pelatihan
literasi informasi ini baik secara internal maupun eksternal. Hal ini dilakukan untuk
mengukur efek program literasi informasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan
yaitu mahasiswa yang literate informasi dalam melaksanakan proses belajarnya,
menyelesaikan tugas akhirnya bahkan hingga long life learning-nya. Kirkpatrick
(1998, 41) dalam teorinya The Four Levels Techniques for Evaluating Training
Program dalam Munajatisari (2014) menyatakan bahwa terdapat 4 (empat)
tingkat/level dalam evaluasi training yaitu 1. Level 1: reaction, level 2: learning, level
3:behaviour dan level 4: result evaluation. Pelaksanaan evaluasi terhadap pelatihan
3. 3
literasi informasi yang diselenggarakan oleh UMY akan dibahas lebih lanjut dalam
pembahasan tulisan ini.
Berdasarkan hasil observasi terhadap daftar pustaka dan wawancara yang
diadakan, ditemukan mahasiswa yang literate, illiterate dan alliterate. Perbedaan
hasil tersebut yang menjadi latar belakang dalam tulisan ini.
TUJUAN PENULISAN
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pelatihan literasi informasi
yang dilaksanakan di UMY dari segi perencanaan, pelaksanaan program, pengaruh
yang ditimbulkan dan tingkat efisiensinya. Tulisan ini juga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan koleksi dalam hal ini data base
e-jurnal. Tulisan ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan untuk bahan acuan dalam
penentuan kebijakan universitas dalam penentuan jumlah artikel dari jurnal
internasional yang dilanggan yang harus ada dalam skripsi.
PEMBAHASAN
Ketrampilan mahasiswa dalam menulis sangat berkaitan dengan
ketrampilannya dalam membaca. Ketrampilan membaca dan menulis ini juga
selayaknya diajarkan lebih dini dalam dunia pendidikan. Akan tetapi menurut
UNESCO, minat baca di Negara ASEAN adalah paling rendah di dunia, hal ini juga
mencerminkan hal yang sama di Indonesia. Bahkan hanya satu orang dari 1000
orang di Indonesia yang memiliki minat baca yang tinggi. Hal ini menjadi
keprihatinan bersama, terutama perpustakaan yang ikut bertanggung jawab
terhadap pengembangan minat baca. Untuk itulah perpustakaan perguruan tinggi
berusaha untuk meningkatkan minat baca mahasiswanya dengan
menyelenggarakan pelatihan literasi informasi ini agar mahasiswa lebih “melek”
informasi.
Menghadapi perubahan teknologi informasi sekarang ini, dengan produksi
informasi yang massive dan konsumsi informasi melalui media digital yang berubah
besar-besaran membuktikan adanya perubahan orientasi dalam membaca. Teks
yang tercetak tidak lagi menjadi pilihan utama untuk dibaca tetapi sudah bergeser
kepada teks yang digital. Dan hal ini menggaris-bawahi bahwa literasi, illiterasi dan
aliterasi yang akan dibahas, bukan hanya kepada buku, tetapi juga dunia digital
bahkan membaca situasi dan kondisi untuk pembelajaran yang lebih lengkap.
Menurut Chong (2016) “literacy and reading not simply as skill sets required
in genre and teks decoding but as being experience-based meaning making,
shaped by historical and socio-cultural consideration”. Jadi sebelum memutuskan
4. 4
untuk mengatakan bahwa seseorang itu illiterate maupun aliterasi maka kita harus
memahami literasi dan membaca itu tidak sesederhana sebagai kemampuan
memahami teks akan tetapi menjadikannya suatu pengalaman untuk membuat
pemaknaan berdasarkan pada pertimbangan sejarah dan sosial budaya serta
motivasinya.
Literasi Informasi
Literasi informasi bukanlah hal yang baru. Kemampuan dalam mencari,
mengevaluasi dan menggunakan informasi mengalami perubahan dengan adanya
perkembangan teknologi informasi. Sebelumnya sumber informasi didominasi
dengan buku, jurnal tercetak, majalah dan lain lain. Perubahan bentuk sumber
informasi yang ada juga merubah cara mencari sumber informasi tersebut sehingga
diperlukan kemampuan literasi informasi.Dihadapkan pada informasi yang sangat
banyak dan kecepatan perkembangan teknologi informasi dan kemudahan untuk
mendapatkannya dengan teknologi informasi, dibutuhkan keahlian untuk menyaring
informasi. Hal ini tidak hanya bermanfaat dalam perkuliahan tetapi juga kehidupan
manusia secara keseluruhan.
Di perguruan tinggi, penguasaan literasi informasi sangat penting. Hakekat
dari literasi informasi adalah seperangkat ketrampilan yang diperlukan untuk
mencari, menelusur menganalisis dan memanfaatkan informasi. Mencari informasi
bisa dilakukan melalui perpustakaan, internet dan lainnya. Literasi Infomasi menurut
The American Library Association adalah serangkaian kemampuan yang
dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan dan memiliki
kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang
dibutuhkan secara efektif.
Mossberger et all’s (2003) dalam Agee (2012) menyebutkan bahwa
“information literacy in practical sense is many uses of the internet also
demand more general information literacy, rooted in basic literacy (…) the
ability to locate, read, comprehend, and evaluate information (both its
content and it source”.
Jadi literasi informasi tidak hanya mencari sumbernya saja akan tetapi juga
membacanya, memahaminya dan mengevaluasinya.
Manfaat kompetensi literasi informasi di perguruan tinggi menurut Hasugian
(2009) adalah menyediakan metode yang telah teruji untuk dapat
memandumahasiswa kepada sumber informasi yang beragam, mendukung usaha
nasional untuk meningkatkan kualitas pembelajaran,menyediakan perangkat
tambahan untuk memperkuat isi perkuliahan, meningkatkan pembelajaran seumur
hidup.
5. 5
Aliterasi
Menjadi tanggung jawab pustakawan di perpustakaan perguruan tinggi
menjembatani mahasiswa yang mencari informasi yang ada. Menjadi tanggung
jawab pustakawan juga mengajak mahasiswa untuk lebih literate dan menjadi
lifelong learners. Perpustakaan dan pustakawan adalah tempat penting yang
dibutuhkan oleh pencari informasi.
Agee (2005) menyebutkan bahwa aliterasi di era informasi media semakin
sering diperbincangkan oleh perpustakaan dan pustakawan, karena literasi adalah
landasan yang sangat mendasar untuk belajar, lebih lanjut untuk pembelajaran
seumur hidup juga sangat penting. “Acquiring and maintaining literacy skill at the
highest level is of major importance to successful life long learning”.
Lebih lanjut Agee menyebutkan bahwa menurut Gorman (2003) “Aliteracy is
a choice not to practice literacy skill”, aliterasi adalah pilihan untuk tidak
mempraktekan kemampuan literasinya. Dalam kehidupan sehari-hari dapat
dicontohkan untuk aliterasi misalnya tetap melajukan mobil meskipun tanda lalu
lintas adalah lampu merah, menyeberang jalan tidak pada zebra cross, tidak
menggunakan sabuk pengaman dan lain-lain. Sedangkan contoh dunia pendidikan
adalah menggunakan sandal japit ketika mengikuti kuliah, tidak menjadi anggota
perpustakaan dan tidak meminjam buku di perpustakaan.
Beers (1999) dalam Agee menyebutkan bahwa pembaca yang aliterasi
memilih untuk tidak membaca, ketrampilan membacanya gagal, dan kemudian
kemungkinan untuk sukses di masa depan juga meredup. Mereka ini dapat disebut
dengan berbagai panggilan yang artinya tetap aliterasi.
“Aliterate readers chose not to read, their skill fail and then their possibilities
for successful future learning dims.Whether you call them nonreaders, literate
nonreaders, reluctant readers, or alliterates, the group of people who can read
but do not is large and growing”
Kelompok orang aliterasi ini semakin besar dan berkembang. Mereka akan
mendengarkan radio dan menonton televisi untuk memenuhi kebutuhan akan
informasinya dengan lebih mudah.
Bagi dunia pendidikan, aliterasi menjadi hal yang sangat menyedihkan.
Bisa membaca tapi tidak ada kemauan untuk membaca. Sudah mengetahui,
memahami tetapi dengan kesadaran tidak melakukan. Apabila diterapkan dalam
pelatihan literasi informasi maka mahasiswa sudah mendapatkannya,
memahaminya tetapi tidak melakukannya. Akan tetapi mahasiswa tidak
menggunakan hasil dari literasi informasi ini juga dipengaruhi oleh beberapa hal
terutama belum adanya peraturan yang mengikat
6. 6
Evaluasi
Evaluasi merupakan upaya yang dilakukan untuk menilai pengaruh dan dan
dampak akhir program kerja, yang akan menjadi landasan untuk meningkatkan atau
menyempurnakan program kebijakan. Evaluasi berfungsi untuk memberikan
informasi yang tepat dan dapat dipercaya mengenai kinerja yang dilakukan.
Dalam tulisan ini evaluasi yang digunakan adalah berdasarkan pada teori
Kirkpatrik (1998) yang membagi 4 level dalam evaluasi training yaitu reaction,
learning, behavior dan result evaluation. Pada level pertama yaitu reaction,
evaluasi dilakukan untuk mengukur reaksi kepuasan peserta terhadap materi
training, pemberi training (trainer), fasilitas yang disediakan, waktu
penyelenggaraan, serta metode yang digunakan. Evaluasi ini berguna untuk
memberikan umpan balik bagi manajerial, penyelenggara training, dan pemberi
materi untuk penyempurnaan penyelenggaraan training berikutnya.
Pada level satu ini, penelitian pernah dilakukan oleh Winata (2015) dalam
tesisnya mengenai Evaluasi terhadap Pelatihan Literasi Informasi (Perbandingan di
UAJY dan di UMY). Penelitian tersebut dilakukan dengan menyebarkan kuisioner
sebelum dan sesudah pelatihan. Pada tahun 2014, pelatihan literasi informasi
masih dalam bentuk pelatihan akses jurnal saja. Diperoleh hasil bahwa pencarian
informasi dengan cara yang diajarkan sudah biasa dilakukan oleh mahasiswa,
hanya saja untuk jurnal yang dilanggan oleh Dikti dan Perpusnas menjadi informasi
baru yang penting, akan tetapi jurnal internasional kurang diminati mahasiswa untuk
memanfaatkannya karena keterbatasan kemampuan berbahasa Inggris.
Berdasarkan evaluasi yang telah disampaikan dalam penelitian tersebut,
perpustakaan UMY melakukan perbaikan perencanaan program dengan
menyesuaikan dengan kebutuhan pemustakanya. Pengembangan materi pelatihan
LI yang lebih lengkap yaitu dengan menemukan topik dan fokus penelitian,
pemakaian operator bolean, pencarian dan penemuan informasi, tata cara
penulisan, hingga kiat agar tidak terlibat plagiarisme. Akan tetapi karena
plagiarisme adalah ranah dosen, maka pada tahun 204-2015 pelatihan LI hanya
membahas sedikit saja tentang plagiarism.
Berdasarkan evaluasi itu pula, akhirnya pemberi materi (trainer) untuk
literasi informasi di UMY ditingkatkan lagi kemampuannya dengan dikirimkan untuk
mengikuti pelatihan, seminar, workshop maupun diklat literasi informasi. Selain itu
trainer juga dikelaskan atau diberi peringkat A dan B agar standar pemberian materi
lebih jelas dan terukur. Kemampuan trainer A lebih baik dan komplit dibandingkan
trainer B, sehingga B sementara waktu hanya bisa menjadi asisten dalam pelatihan
yang dilakukan.
7. 7
Untuk fasilitas dalam training, juga telah dilakukan peningkatan dengan
penambahan satu laboratorium komputer di perpustakaan untuk pelatihan yang
menampung sampai 48 mahasiswa. Disamping itu, trainer juga dapat diundang
dann datang ke tempat pelatihan yang disediakan oleh fakultas ataupun program
studi, untuk memudahkan mahasiswa mendapatkan layanan tersebut.
Pada tahapan kedua ini, penulis telah melakukan penelitian lanjutan,
melakukan kajian dan temuan pribadi. Pada level kedua yaitu learning, evaluasi
dilakukan untuk mengukur sejauh mana peserta memahami materi training yang
disampaikan dalam tiga domain yaitu knowledge, skill dan attitude. Evaluasi pada
level ini akan mengukur seberapa jauh pembelajaran (learning) peserta atas materi
training dalam konteks peningkatan kompetensi. Dalam wawancara yang dilakukan
kepada beberapa mahasiswa yang mengikuti pelatihan ini, mahasiswa yang sangat
tercerahkan dan terbantu dengan banyaknya sumber informasi yang kini dapat
diakses, akan tetapi permasalahan memilih dan membaca dan keterbatasan
berbahasa Inggris menjadi halangan dalam memakai sumber informasi tersebut.
Hal ini senada dengan hasil evaluasi yang dilakukan pada tahun 2015.
Dalam wawancara yang lain menyebutkan bahwa aturan dari fakultas,
program studi dan dosen pembimbing dalam menentukan berapa dan jurnal seperti
apa saja yang bisa menjadi referensi penulisan skripsinya membuat mahasiswa
melaksanakan aturan tersebut. Sehingga mau tidak mau mahasiswa akan mencari
informasi dengan sebanyak-banyaknya. Sehingga motivasi dalam pencarian
sumber informasi ini tidak semuanya karena kesadaran peningkatan hasil karya
akan tetapi karena aturan/paksaan.
Evaluasi pada tahap ketiga adalah behavior. Evaluasi pada tingkat ini
mengukur sejauh mana peserta menerapkan atau mengimplementasikan
pemahaman atas tiga domain kompetensi yang diperolehnya tersebut. Dalam hal
ini, ada beberapa hal yang ditemukan. Dalam literasi informasi untuk menemukan
topik dan fokus penelitian, mahasiswa akan diajak brainstorming dan berdiskusi
mengenai rencana penelitiannya disesuaikan dengan minat dan ketertarikan
utamanya. Metode yang digunakan juga dengan mindmapping.
Bagi beberapa mahasiswa hal ini sangat membantu, terutama yang
melakukan kuliah dengan lebih serius, karena ketika melakukan mindmapping
langsung dapat menemukan fokus penelitian, bahkan judul, hingga rumusan
masalahnya. Ada pula mahasiswa yang akan melanjutkan dengan konsultasi
pribadi setelah pelatihan.
Selain itu merujuk pada observasi yang dilakukan pada 60 daftar pustaka
dalam skripsi mahasiswa yang di wisuda pada bulan juni 2016, diperoleh hasil
8. 8
tingkat akses jurnal internasional lebih banyak pada skripsi mahasiswa kelas
internasional daripada mahasiswa kelas regular.100% Mahasiswa kelas
internasional menggunakan referensi dari sumber internet berbahasa Inggris,
sedangkan mahasiswa kelas regular hanya 20% saja yang menggunakan referensi
berbahasa Inggris. Akan tetapi dari 100% mahasiswa kelas internasional yang
menggunakan sumber internet berbahasa Inggris, hanya 20% yang mereferensi
artikel jurnal dari database yang dilanggan oleh UMY, Dikti, maupun Perpusnas.
Mereka lebih mereferensi kepada sumber informasi yang berbasis pemerintah
(.gov), organisasi (.org) dan media massa (.com).
Hal ini terlihat jelas dari hasil temuan dalam daftar pustaka skripsi
mahasiswa. Untuk program studi internasional, daftar pustaka akan memuat artikel
dan buku yang berbahasa Inggris dan jurnal internasional dengan jumlahnya lebih
dari 10 artikel. Akan tetapi untuk daftar pustaka untuk mahasiswa kelas reguler,
sumber referensinya cenderung berbahasa Indonesia dan jurnal terbitan dalam
negeri.Hal ini menggambarkan standar yang lebih tinggi dalam hal pengambilan
sumber rujukan internasional untuk mahasiswa kelas internasional dalam
penyelesaian tugas akhirnya.
Selain itu karena kemampuan berbahasa Inggris mahasiswa kelas
internasional rata rata lebih baik daripada mahasiswa kelas reguler, maka kesulitan
dalam memahami artikel jurnal relatif tidak terjadi. Lebih lanjut karena
menggunakan sumber yang berbahasa Indonesia tidak sesuai dengan fokus
penelitiannya sehingga harus merujuk pada jurnal internasional.
Penerapan lain yang dilakukan oleh mahasiswa adalah menerapkan
pelatihan daftar isi otomatis. Hal ini dirasakan sangat menguntungkan karena
sebelumnya hal tersebut dilakukan secara manual. Etika penulisan yang benar juga
menjadi hal yang selama ini tidak tergambar dengan jelas, sehinga dengan
mempraktekkannya secara langsung saat pelatihan sangat menguntungkan
mahasiswa.
Evaluasi tahap ke empat adalah Result. Pada tahapan ini akan mengukur
seberapa besar dampak yang dihasilkan dari pelaksanaan training yang dilakukan
terhadap kinerja pekerjaan maupun hasil akhir yang diharapkan, baik kepada
peserta, unit kerja maupun organisasi secara keseluruhan. Dampak pelatihan bagi
peserta yang telah mengikuti pelatihan selain skripsi yaitu pembelajaran
berkelanjutannya belum dapat diukur, semoga dapat menjadi penelitian lebih lanjut.
Dampak dari pelatihan literasi informasi di UMY untuk pustakawan dan
perpustakaan di lingkungan internal sangat terasa. Kini pustakawan dan
perpustakaan semakin dilibatkan dalam kegiatan belajar mengajar. Pustakawan
9. 9
tidak lagi dianggap sebelah mata oleh mahasiswa dan dosen dan pimpinan. Kini
perpustakaan tidak lagi mencari mahasiswa untuk dilatih, dosen telah menyarankan
mahasiswa mengikuti pelatihan literasi informasi di perpustakaan, bahkan sudah
masuk ke dalam silabus mata kuliah metodologi penelitian.
Selain itu pustakawan UMY juga telah dipercaya untuk menjadi nara sumber
dalam pelatihan mahasiswa dan dosen di Internal UMY. Pustakawan UMY juga
melatih pustakawan lain mengenai literasi informasi ini. Pelatihan literasi informasi
UMY juga telah dijadikan percontohan bagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang
lain di Indonesia.
PENUTUP
Dari tulisan tersebut diatas dapat disimpulkan:
1. Aliterasi dalam pembuatan skripsi dapat terjadi karena faktor pribadi
(tidak mau membaca, kurang memahami, mengetahui tapi tidak mau,
tidak termotivasi) dan faktor lingkungan (belum ada peraturan mengikat,
pelatihan yang kurang tepat, kurang bimbingan).
2. Evaluasi tahap pertama pada pelatihan literasi informasi UMY yaitu
reaction sudah dilakukan pada tahun 2015 dan hasilnya pelatihan
tersebut belum terlalu efektif. Akan tetapi dari hasil evaluasi tersebut,
sudah dilakukan banyak perbaikan terhadap materi pelatihan, trainer dan
fasilitas yang disediakan, meskipun perlu ditingkatkan lagi.
3. Evaluasi tahap kedua yaitu learning, pelatihan sangat efektif untuk
mahasiswa yang sedang menulis tugas akhir sangat berpengaruh positif
dan sangat membantu. Hal ini karena tingkat kebutuhannya tinggi,
sehingga memotivasi mahasiswa untuk mengikuti dengan baik. Akan
tetapi pelatihan ini menjadi kurang efektif apabila diberikan pada waktu
yang kurang tepat. Kesalahan pemilihan waktu pelatihan yang terlalu dini
dan belum konsentrasi membuat skripsi membuat mahasiswa tidak
fokus sehingga belum mau memanfaatkannya dan pada akhirnya lupa.
4. Evaluasi tahap ketiga behavior menunjukkan hasil sangat efektif untuk
penentuan fokus penelitian dan teknik penulisan. Akan tetapi untuk sisi
pencarian dan pemanfaatan sumber informasi belum efektif. Pelatihan
telah mengajarkan pencarian jurnal dengan sumber yang sangat
bervariasi, akan tetapi daftar pustaka tidak menunjukkan hasil/tujuan
diselenggarakannya pelatihan literasi informasi ini yaitu
termanfaatkannya jurnal yang dilanggan oleh UMY, DIKTI, dan
Perpusnas. Belum ada peraturan tertulis dari universitas, fakultas
10. 10
maupun program studi sebagai jumlah artikel jurnal nasional dan
internasional sebagai prasyarat skripsi dapat diterima. Ada pula
mahasiswa sudah mengetahuinya tapi tidak memakainya karena tidak
mau (aliterasi).
5. Evaluasi tahap keempat result menunjukkan hasil yang sangat efektif,
dengan melihat pengaruh pelatihan literasi informasi terhadap
pengembangan diri pustakawan serta pandangan dan perkembangan
perpustakaan di internal maupun eksternal UMY. Belum dapat diketahui
efektifitas dari pelatihan ini terhadap lifelong learning peserta.
Dari kesimpulan tersebut diatas, penulis menyarankan:
1. Pimpinan Universitas membuat peraturan artikel jurnal yang harus ada
dalam skripsi baik yang dilanggan oleh UMY, Dikti dan Perpusnas, agar
anggaran yang telah dikeluarkan dapat dimanfaatkan dengan lebih baik.
2. Penulis berharap penelitian ini dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi
perpustakaan universitas lain yang melakukan pelatihan literasi
informasi.
3. Penulis berharap ada penelitian lanjutan terhadap efektifitas pelatihan
literasi informasi untuk mahasiswa baru, dan mahasiswa pasca sarjana
di UMY.
DAFTAR PUSTAKA
Agee, J. (2005). Literacy, Aliteracy, and Lifelong Learning.New Library World,
106(5), 244-252. Diakses melalui
http://search.proquest.com/docview/229630344?accountid=38628
AIbright, J.(2001). The Logic of Our Failures in Literacy Practices and
Teaching.Journal Of Adolescent & Adult Literacy, 44(7), 644-658. Diakses
melalui http://search.proquest.com/docview/216911993/accountid=38628
Chong.S.L. (2016). Re-thinking Aliteracy: When Undergraduates Surrender Their
Reading Choices.Literacy, 50(1), 14-22.
Diakses melalui http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/lit.12063/full
Hasugian, J. (2009). Urgensi Literasi Informasi Dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi di Perguruan Tinggi.PUSTAHA, 4(2), 34-44.
Munajatisari, R.R., (2014). Analisis Efektifitas Metode Pembelajaran Klasikal dan E-
learning. Jurnal Administrasi Bisnis, 10 (2).
Winata, A. P. (2015). Efektifitas Pelatihan Literasi Informasi. Yogyakarta: UGM
Sekolah Pasca Sarjana.