2. UK
Menerapkan Keamanan,
Kesehatan, dan
Keselamatan Kerja (K3) di
Lembaga Pelatihan Kerja
ELEMEN KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA
1. Mengidentifikasi bahaya di
tempat pelatihan
a. Sumber informasi K3
diakses untuk
mengidentifikasi bahaya di
tempat pelatihan .
b. Kebutuhan spesifik K3 untuk
peserta pelatihan
diidentifikasi sesuai acuan
kebutuhan khusus K3 .
c. Potensi bahaya yang
dihadapi oleh peserta
pelatihan berkebutuhan
khusus diidentifikasi .
3. 2. Menilai risiko di tempat
pelatihan
a. Kemungkinan kecelakaan
akibat bahaya diidentifikasi
berdasarkan acuan penilaian
resiko .
b. Tingkat keparahan dari setiap
potensi bahaya dinilai
risikonya
c. Tindakan pengendalian
potensi bahaya dibuat
berdasarkan prioritas
3. Mengiimplementasikan
keselamatan dan kesehatan
kerja peserta pelatihan
a. Pengendalian risiko
dikembangkan berdasar
hirarki
b. Rencana tindakan
pengendalian risiko
dikonsultasikan dengan pihak
yang berkepentingan
4. c. Tindakan dalam pengendalian
dan tanggung jawab SDM
pelatihan
4. Memonitor implementasi K3
di lembaga pelatihan
a. Pencapaian terhadap
rencana pengendalian risiko
dimonitor sesuai acuan
implementasi K3 di lembaga
pelatihan kerja .
b. Pencapaian terhadap
rencana pengendalian risiko
dimonitor sesuai acuan
implementasi K3 di lembaga
pelatihan kerja
c. Pelaporan pengendalian
kecelakaan danbahaya yang
efektif serta proses
penyelidikan dikonfirmasi
secara berkelanjutan
6. KRITERIA CAPAIAN
•Menjelaskan pedoman K3 berdasarkan
ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
•Mengaplikasikan pedoman K3
berdasarkan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
7. POKOK PEMBAHASAN
1. Langkah kerja mengakses Sumber informasi K3
untuk Mengidentifikasi Bahaya di Tempat
Pelatihan
2. Langkah kerja mengidentifikasi Kebutuhan
Spesifik K3 untuk Peserta Pelatihan Sesuai
dengan Acuan Kebutuhan Khusus K3
3. Langkah kerja mengidentifikasi potensi bahaya
yang dihadapi oleh peserta Pelatihan
berkebutuhan khusus
4. Langkah kerja mengidentifikasi kemungkinan
kecelakaan akibat bahaya berdasarkan acuan
penilaian resiko
8. POKOK PEMBAHASAN
5. Cara menilai tingkat keparahan dari setiap
potensi bahaya sesuai dengan risikonya
6. Cara membuat tindakan pengendalian potensi
bahaya berdasarkan prioritas
7. Cara mengembangkan pengendalian risiko
bahaya berdasarkan hirarkinya
8. Langkah kerja mengonsultansikan rencana
tindakan pengendalian risiko dengan pihak yang
berkepentingan
9. POKOK PEMBAHASAN
9. Langkah mengimplementasikan tindakan dalam
pengendalian dan tanggung jawab SDM
pelatihan sesuai dengan acuanpelaksanaan
tindakan pengendalian
10. Langkah kerja memonitor pencapaian terhadap
rencana pengendalian risiko sesuai dengan acuan
implementasi K3 di lembaga pelatihan kerja
11. Langkah kerja mengkonfirmasi efektivitas dan
kehandalan implementasi pengendalian risiko
dengan pihak yang berkepentingan
10. POKOK PEMBAHASAN
12. Lankah kerja mengkonfirmasi pelaporan
pengendalian kecelakaan dan bahaya yang
efektif serta proses penyelidikan secara
berkelanjutan.
13. Mengaplikasikan pedoman K3 berdasarkan
potensi bahaya di tempat kerja LPK
12. Standar OHSAS 18001
(Occupational Health and Safety
Management System)
Standar OHSAS 18001 adalah suatu standard
internasonal untuk sistem manajemen K3.
Sistem Manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
merupakan sistem manajemen yang mempunyai
ragam standar.
Sedangkan dalam standar yang umum kita mengenal
OHSAS ~ Occupation Health and Safety Assessment
Series yang edisi terakhirnya terbit tahun 2007
13.
14. Pengertian (definisi) K3 umumnya
terbagi menjadi 3 (tiga) versi di
antaranya sbb.:
1. Pengertian (Definisi) K3 Menurut Filosofi
(Mangkunegara)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun
rohani tenaga kerja khususnya dan manusia pada
umumnya serta hasil karya dan budaya menuju
masyarakat adil dan makmur.
2. Pengertian (Definisi) K3 Menurut Keilmuan
….
15. Lanjutan definisi …
2. Pengertian (Definisi) K3 Menurut Keilmuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua
Ilmu dan penerapannya untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja
(PAK), kebakaran, peledakan dan pencemaran
lingkungan.
3. Pengertian (Definisi) K3 Menurut OHSAS
18001:2007
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua
kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada
keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun
orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu)
di tempat kerja.
OHSAS (Occupational Health and Safety Assesment)
16. Standar OHSAS 18001 disusun berdasar-
kan metode PDCA (Plan-Do-Check-
Act) yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Plan (Perencanaan) :
membangun tujauan-tujuan dan proses-proses yang
diperlukan untuk memberikan hasil yang sesuai
dengan Kebijakan K3 suatu organisasi.
2. Do (Pelaksanaan) :
Menerapkan proses-proses yang telah direncanakan.
3. Check (Pemeriksaan) :
Memantau dan mengukur proses-proses terhadap
Kebijakan K3 organisasi.
4. Act (Tindakan) :
Mengambil tindakan untuk peningkatan kinerja K3 secara
berkelanjutan.
17.
18. MOTIVASI UTAMA DALAM K3
•Motivasi utama dalam melaksanakan
keamanan, keselamatan, dan
kesehatan kerja adalah untuk
mencegah kecelakaan kerja dan penyakit
yang ditimbulkan oleh pekerjaan.
•Oleh karena itu, perlu melihat penyebab
dan dampak yang ditimbulkannya
20. PENGERTAN POTENSI BAHAYA
• Potensi Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi untuk
terjadinya insiden yang berakibat pada kerugian.
• Risiko adalah kombinasi dan konsekuensi suatu kejadian
yang berbahaya dan peluang terjadinya kejadian tersebut.
• Mustahil untuk mengetahui semua bahaya yang
ada.
Beberapa hal yang tampak jelas berbahaya, seperti bekerja dengan
menggunakan tangga yang tidak stabil atau penanganan bahan
kimia bersifat asam. Namun demikian, banyak
kecelakaan terjadi akibat dari situasi seharihari, misalnya tersan
dung tikar di lantai kantor. Ini tidak berarti bahwa tikar pada
umumnya berbahaya! Namun demikian, hal ini bisa terjadi,
tikar tersebut dalam posisi terlipat atau tidak seharusnya dan
menjadi potensi bahaya dalam kasus ini.
21. POTENSI BAHAYA DI LPK
FAKTOR
FISIK
FAKTOR
KIMIA
FAKTOR
BIOLOGI FAKTOR
ERGONOMI
FAKTOR
PSIKOLOGI
LINGKUNGAN KERJA
1
3
4
5
2
Klik
Klik
Klik
Klik
Klik
22. Langkah kerja mengakses
Sumber informasi K3 untuk
Mengidentifikasi Bahaya di Tempat
Pelatihan
1. Mempelajari SKKNI tentang K3 untuk mendapatkan
informasi tentang sumber informasi K3
2. Mencatat macam-macam sumber informasi yang
diperoleh dari SKKNI tsb.
3. Melakukan browsing untuk mendapatkan dokumen
tentang regulasi K3 yang berkaitan dengan jenis
pelatihan
4. Mempelajari regulasi K3
5. Mendapatkan data jenis pelatihan yang diselenggarakan
di LPPK
6. Mencatat hasil mempelajari regulasi K3 yang berkaitan
dengan jenis pelatihan
7. Merekap hasil mengakses sumber informasi K3
KUK
1.1
23. Langkah kerja Mengidentifikasi
Kebutuhan Spesifik K3 untuk Peserta
Pelatihan Sesuai dengan Acuan
Kebutuhan Khusus K3
1. Menyiapkan hasil merekap hasil mengakses sumber
informasi K3
2. Melakukan observasi di tempat pelatihan yang
diselenggarakan
3. Mendapatkan data kebutuhan spesifik apa untuk peserta
pelatihan berkaitan dengan K3
4. Mencatat data kebutuhan spesifik K3 bagi peserta
pelatihan manakala melaksanakan kegiatan pelatihan
yang diselenggarakan di LPK
5. Membuat laporan hasil mengidentifikasi kebutuhan
spesifik K3 bagi peserta pelatihan untuk jenis pelatihan
yang diselenggarakan.
KUK
1.2
24. Daftar Kebutuhan Spesifik K3
Jurusan: Menjahit
SUMBER BAHAYA KONDISI
KEBUTUHAN
SPESIFIK K3
Tempat pelatihan Bau pengap • Masker
• Pengharum ruangan
Kegiatan penyampaian
materi pengetahuan
Ada peserta yang tdk
tahan dingin AC
• Baju hangat
• Atur suhu ruangan
Kegiatan penyampaian
materi keterampilan
Ada peserta yang
pusing bau kain baru
• masker
Peralatan pelatihan Ada peserta yang tdk
tahan suara mesin
• penutup telinga
25. Daftar Kebutuhan Spesifik K3
Jurusan: Las SMAW
SUMBER BAHAYA KONDISI
KEBUTUHAN
SPESIFIK K3
Tempat pelatihan pengap masker
Kegiatan penyampaian
pengetahuan
Kegiatan penyampain
keterampilan
Ada peserta tidak
tahan asap las
Tutup hidung
Peralatan pelatihan
26. Langkah kerja mengidentifikasi
Potensi Bahaya yang Dihadapi oleh
Peserta Pelatihan Berkebutuhan
Khusus
1. Menyiapkan laporan hasil mengidentifikasi
kebutuhan spesifik K3 untuk setiap bidang
keahlian.
2. Mempelajari hasil laporan tersebut
3. Menetapkan potensi bahaya berdasarkan
kategori sesuai dengan bidang keahlian
yang ditempuh peserta pelatihan
KUK
1.3
27. Daftar Kebutuhan Spesifik K3
Jurusan: Menjahit
POTENSI BAHAYA MACAM BAHAYA KEBUTUHAN K3
Faktor fisik Getaran mesin jahit
Faktor kimia kain
Faktor biologi
Faktor ergonomi duduk
Faktor psikologi
28. Daftar Kebutuhan Spesifik K3
Jurusan: Las SMAW
POTENSI BAHAYA MACAM BAHAYA KEBUTUHAN K3
Faktor fisik
Faktor kimia
Faktor biologi
Faktor ergonomi
Faktor psikologi
30. Risiko yang ditimbulkan dapat berupa
berbagai konsekuensi dan dapat dibagi
menjadi empat kategori besar:
• Kategori A
Potensi bahaya yang menimbulkan risiko dampak jangka
panjang pada kesehatan
• Kategori B
Potensi bahaya yang menimbulkan risiko langsung pada
keselamatan
• Kategori C
Risiko terhadap kesejahteraan atau kesehatan sehari-hari
• Kategori D
Potensi bahaya yang menimbulkan risiko pribadi dan
psikologis.
Klik
31. Langkah kerja mengidentifikasi
kemungkinan kecelakaan akibat
bahaya berdasarkan acuan penilaian
resiko
1. Mempelajari lima kategori satu per satu
2. Menginventaris ruang lingkup kegiatan setiap bidang
keahlian
3. Mencatat potensi bahaya setiap kegiatan dalam ruang
lingkup kegiatan
4. Menghimpun kemungkinan kecelakaan setiap kegiatan
5. Mencatat jenis kecelakaan yang sama
6. Melaporkan hasil mengidentifikasi.
KUK
2.1
32. PENGERTIAN RISIKO K3
Pengertian
Ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan
apabila berkontak dengan suatu bahaya
ataupun terhadap kegagalan suatu fungsi.
Penilaian risiko merupakan hasil kali antara nilai
frekuensi dengan nilai keparahan suatu risiko.
Untuk menentukan kategori suatu risiko, apakah
itu rendah, sedang, tinggi, ataupun ekstrim dapat
menggunakan metode matriks risiko seperti tabel
matriks risiko slide berikut.
33. Kriteria menilai tingkat keparahan
dari setiap potensi bahaya risikonya
KEPARAHAN
Sangat
ringan
Ringan Sedang Berat
Sangat
Berat
F
R
E
K
U
E
N
S
I
Sangat
Sering
Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim Ekstrim
Sering Sedang Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim
Sedang Rendah Sedang Sedang Tinggi Ekstrim
Jarang Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
Sangat
jarang
Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi
KUK
2.2
Sumber: SistemManajemenKesehatanKerja.blogspot.com
34. Contoh Tabel Parameter Keseringan dari
Tabel Matriks Risiko
No.
Kategori
keseringan
Contoh parameter I Contoh parameter II
1. Sangat jarang Terjadi 1 X dalam masa
lebih dari 1 th
Probabiitas 1 dari
1000.000 jamkerja orang
2. Jarang Bisa terjadi 1 X dalam
masa lebih dari 1 th
Probabiitas 1 dari
1000.000 jamkerja orang
3. Sedang Bisa terjadi 1 X dalam
masa lebih dalam 1
bulan
Probabiitas 1 dari
100.000 jamkerja orang
4. Sering Bisa terjadi 1 X dalam
masa lebih dalam 1
minggu
Probabiitas 1 dari 1000
jamkerja orang
5. Sangat sering Terjadi hampir setiap
hari
Probabiitas 1 dari 100
jamkerja orang
Sumber: SistemManajemenKesehatanKerja.blogspot.com
35. Contoh Tabel Parameter Keparahan dari
Tabel Matriks Risiko
No.
Kategori
keparahan
Contoh parameter I Contoh parameter II
1. Sangat ringan Tidak terdapat cedera/pe-
nyakit, t.k. dpt langsung
bekerja kembali
Total kerugian
kecelakaan kerja kurang
dari Rp 1.000.000,-
2. Ringan Cedera ringan, tenaga
kerja dapat langsung
bekerja kembali
Total kerugian
kecelakaan kerja antara
1 juta – Rp 1.500.000,-
3. Sedang Mendapat P3K atau
tindakan medis, tdk ada
hilang jam kerja dari 1X
24 jam
Total kerugian
kecelakaan kerja antara
Rp 1.500.000,- - Rp
5.000.000,.
Sumber: SistemManajemenKesehatanKerja.blogspot.com
36. Contoh Tabel Parameter Keparahan dari
Tabel Matriks Risiko
No.
Kategori
keparahan
Contoh parameter I Contoh parameter II
4. Parah Memerlukan tindakan
medis lanjut/rujukan,
cacat sementara,
terdapat jam kerja hilang
1 X 24 jam
Total kerugian kecelakan
kerja antara Rp
5.000.000,- - Rp
10.000.000.-
5. Sangat parah Cacat permanen,
kematian, terdapat jam
kerja hilang lebih dari 1 X
24 jam
Total kerugian
kecelakaan kerja lebih
dari Rp 10.000.000,-
Sumber: SistemManajemenKesehatanKerja.blogspot.com
37. Contoh Tabel Representasi Kategori Risiko
yang Dihasilkan dari Penilaian Matriks
Risiko
1. Rendah Perlu aturah/prosedur/rambu
2.
Sedang Perlu tindakan langsung
3. Tinggi Perlu perencanaan pengendalian
4. Ekstrim Perlu perhatian Manajemen Puncak
Sumber: SistemManajemenKesehatanKerja.blogspot.com
38. Cara membuat tindakan pengendalian
potensi bahaya berdasarkan prioritas
kejadian
• Mengeliminasi atau meniadakan potensi bahaya
• Mengurangi potensi bahaya dari sumbernya
• Menutup sumber bahaya
• Memindahkan peserta pelatihan dari sumber
bahaya
• Mengurangi pemaparan peserta pelatihan dari
sumber bahaya
• Menggunakan alat pelindung diri.
KUK
2.3
39. CARA MENGENDALIKAN POTENSI BAHAYA
BERDASARKAN PEDOMAN YANG DITETAPKAN
1. Mengenali kekuatan bahaya yang ada ataupun risiko
yang mungkin muncul (Hazards Identification).
2. Menilai tingkat resiko yang mungkin muncul (Risks
Assessment).
3. Menetapkan serta menentukan tindakan
pencegahan serta pengendalian yang tepat dengan
memakai cara hirarki pengendalian (Risks Control).
4. Menunjuk yang diberi tugas serta tanggung jawab
untuk bertindak pencegahan serta pengendalian.
5. Meninjau lagi untuk mengukur efektivitas penerapan
fasilitas pengendalian yang sudah diaplikasikan
(Review of Control).
42. Pengurangan kemungkinan ini dapat dilakukan dengan
berbagai pendekatan yaitu: teknis, administrative, dan
pendekatan manusia.
a. Pendekatan teknis
1) Eliminasi
2) Substitusi
3) Rekayasa Teknik (misalnya perubahan metode kerja,
pengisolasian area berbahaya, Pengendalian jarak,
perubahan teknologi pekerjaan, dllnya)
Secara garis besar ada beberapa strategi
pengendalian, diantaranya dengan melakukan:
43. b. Pendekatan Administrative dan pendekatan Manusia
1) Pengendalian pajanan, Pendekatan ini dilakukan untu mengurangi
kontak antara penerima dengan sumber bahaya, contohnya dibuat
prosedur instruksi kerja yang jelas
2) Pendekatan manusia, dengan memberikan sosialisasi, penyuluhan
(briefing) keselamatan kerja, pelatihan kepada pekerja mengenai
cara kerja yang aman, budaya keselamatan dan prosedur
keselamatan.
c. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), yang sesuai dengan tingkat
risiko bahaya, pilihlah APD yang standar sebagaimana di
persyaratkan dalam standar pengendalian bahaya, misalnya harus
menggunakan APD harus dipatuhi.
Secara garis besar ada beberapa strategi
pengendalian, diantaranya dengan melakukan:
44. HIRARKI PENGENDALIAN RISIKO
Eliminasi Eliminasi bahaya
Tempat pelatihan
aman, mengurangi
bahaya
Substitusi
Penggantian alat/
mesin, tempat kerja
Rekayasa
Modifikasi alat/mesin,
tempat kerja
Administrasi
Prosedur, aturan,
latdas k3, rambu Peserta pelatihan
aman, mengurangi
paparan
APD
Menyediakan APD
bagi peserta pelat.
45. PRINSIP DASAR PENGENDALIAN RISIKO
1. Pengenalan kekuatan bahaya yang ada ataupun risiko yang
mungkin muncul (Hazards Identification).
2. Penilaian tingkat risiko yang mungkin muncul (Risks
Assessment).
3. Penetapan serta penentuan tindakan pencegahan serta
pengendalian yang tepat dengan memakai cara hirarki
pengendalian (Risks Control).
4. Penunjukan atau penempatan pada siapa yang akan diberi
tugas serta tanggung jawab untuk bertindak pencegahan
serta pengendalian (preventive control)
5. Tinjauan lagi untuk mengukur efektifitas penerapan fasilitas
pengendalian yang sudah diaplikasikan (Review of Control).
46. ELIMINASI ATAU MENIADAKAN POTENSI
BAHAYA
Skema pengendalian ini adalah program pengendalian
kekuatan bahaya yang penting untuk pengendalian
jangka panjang serta bersifat permanen.
Pengendalian ini adalah pengendalian dengan cara
menghilangkan atau menghapus potensi bahaya pada
sumbernya.
Contoh :
Eliminasi atau meniadakan potensi bahaya dalam tempat kerja
dengan tidak memakai beberapa bahan beracun bila beberapa
bahan yang lebih aman tersedia;
Kerjakan tugas-tugas mengangkat beban yang berat dengan
memakai alat Membantu mekanik atau hidrolik;
Menempatkan fasilitas pembersih tangki otomatis akan lebih aman
serta mudah daripada operator harus masuk ruangan tertutup; dan
lain-lain
47. Kurangi potensi bahaya pada sumbernya
termasuk meminimalkan jumlah pelepasan
energi yang tidak teratasi.
Contoh :
Mendesain perlengkapan kerja tangan yang tidak
mengakibatkan cedera dengan ujungnya tidak
kasar serta mudah dipakai;
Memasang satu alat mekanisasi untuk kegagalan
proses operasi;
dan lain-lain
48. MENUTUP SUMBER BAHAYA
Tutup sumber bahaya adalah langkah untuk
mencegah pelepasan daya yang tidak teratasi
dari sumbernya, hingga cidera atau kerusakan
tidak berlangsung.
Contoh:
Tutup rapat gas supaya masih aman di silinder;
memberikan penutup tahan panas pada pipa panas;
mengisolasi kabel listrik supaya tidak terbuka;
menempatkan alat pengaman mesin;
menyiapkan gudang spesial untuk beberapa bahan
gampang terbakar,
dan lain-lain.
49. MEMINDAHKAN PESERTA PELATIHAN DARI
SUMBER BAHAYA
Pengendalian kekuatan bahaya ini begitu
bergantung pada pemindahan peserta pelatihan
dari sumber bahaya.
Contoh:
Peserta pelatihan harus dipindahkan pada tempat yang
aman saat proses peledakan pada operasi peledakan di
tempat pelatihan;
Satu garis keliling daerah aman harus diberitakan dengan
jelas di seputar sarana tegangan tinggi;
Dan lain-lain.
50. Fasilitas pengendalian ini dibuat untuk meminimalkan
waktu buat peserta pelatihan terkena kekuatan bahaya
atau kurangi jumlahnya kekuatan bahaya yang
memapari peserta pelatihan.
Contoh:
Seseorang peserta pelatihan pada tempat dengan intensitas
kebisingan yang tinggi butuh diskedulkan supaya mereka
ada pada tempat itu untuk waktu yang tidak lama (sesuai
dengan standard batas pemaparan);
Peserta pelatihan yang kerja di luar ruang dihindarkan
terpapar cahaya matahari di dalam hari secara langsung;
dan lain-lain.
51. PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI
Semua alat pelindung diri dibuat untuk
memisahkan atau memberikan penghambat
pada badan manusia dengan kekuatan sumber
daya yang membahayakan.
Contoh:
Sumbat/tutup telinga adalah perlindungan pada daya suara;
Alat pelindung pernapasan adalah perlindungan pada daya
kimia;
Gloves adalah alat pelindung pada pelepasan daya panas;
dan lain-lain.
52. Langkah kerja mengonsultansikan rencana tindakan
pengendalian risiko dengan pihak yang berkepentingan
1 Mendapatkan akses dengan instansi yang
menangani tentang K3
2 Menghubungi person in charge di instansi tsb
3 Mengkonsultansikan tentang rencana tindakan
pengendalian risiko yang telah disusun
4 Mencatat hasil konsultansi
5 Melaporkan hasil konsultansi
KUK
3.2
53. CONTOH TABEL HASIL KONSULTANSI
NO. ITEM RENCANA
TANGGAPAN
PIHAK
BERKEMPEN-
TINGAN
HASIL
KONSUL-
TANSI
RENCANA
TINDAK
LANJUT
54. Langkah mengimplementasikan
tindakan dalam pengendalian dan
tanggung jawab SDM pelatihan sesuai
dengan acuan pelaksanaan
tindakan pengendalian
1. Menyediakan APD bagi peserta pelatihan
2. Membuat SOP/WI, rambu tentang K3
3. Melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang K3
4. Melakukan modifikasi/rekayasa sarana pelatihan agar
peserta aman menggunakan
5. Melakukan penggantian sarana pelatihan yang
berisiko bahaya
6. Mengeliminasi sumber bahaya
KUK
3.3
56. LANGKAH PENGENDALIAN AWAL YANG
DILAKUKAN PADA KEGIATAN PELATIHAN
KERJA
4 Pembinaan dan pengarahan tentang
pelaksanaan K3
5 Penyediaan sarana pendukung K3, rambu-
rambu, dll.
1 Jadwal Pelaksanaan program K3 dari awal sampai
dengan akhir pelatihan kerja
2
Rencana pembuatan pedoman/Prosedur/Petunjuk
Kerja pelaksanaan K3 atau tindakan pencegahan
kecelakaan.
3 Pembinaan dan Pengarahan penggunaan APD
melalui penyuluhan, dll.
57. LANGKAH PENGENDALIAN YANG
DILAKUKAN PADA SAAT KEGIATAN
PELATIHAN KERJA
1 Penyediaan Alat Pelindung Diri
2
Pemasangan Pelindung pada setiap mesin yang
menggunakan roda gigi, seperti :Disc Cutter.
Genset.Pompa Air.
3 Pemasangan Barikade / penghalang pada lokasi
pekerjaan yang mengandung resiko bahaya jatuh
58. Penyediaan
kendaraan untuk
mengangkut
korban
kecelakaan
Penyediaan
Data telepon
dan alamat
serta nama
petugas
1
2
Penyediaan
nomor
telepon
petugas
terkait K3
Penyediaan
Alat
Pemadam
Kebakaran
3
Penyediaan
Tandu
Kecelakaan
4
PENGENDALIA
N SESUDAH
KEGIATAN
PELATIHAN
KERJA
Penyediaan
sarana
penanggulangan
darurat akibat
kecelakaan
kerja
5
61. Langkah kerja memonitor pencapaian
terhadap rencana pengendalian risiko
sesuai dengan acuan implementasi K3
di lembaga pelatihan kerja
• Membentuk tim monitorng
• Menyusun rencana kerja berdasarkan rencana
pengendalian risiko
• Membuat jadwal monitoring
• Membuat instrumen monitoring
• Membahas hasil monitoring
• Menyusun hasil pembahasan hasil monitoring
KUK
4.1
63. Ahli K3 Umum
Sistem Manajemen K3 PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN BAHAYA
No. Dokumen:
No. Revisi:
No. Rilis
Halaman: 1 dari 1
Tgl PLAN AREA LOKASI
JENIS
BAHAYA
SUMBER
BAHAYA
RISIKO TINGKAT
REKOMEN-
DASI
STATUS KETERANGAN KONDISI AWAL
KONDISI
AKHIR
CONTOH FORM HASIL MONITORING
Sumber: Hebbie Ilma Adzim, S.ST Form dan Laporan K3
64. Langkah kerja mengkonfirmasi
efektivitas dan kehandalan implementasi
pengendalian risiko dengan pihak yang
berkepentingan
1. Menyiapkan hasil monitoring
2. Mengadakan pertemuan dengan pihak yang
berkepentingan
3. Mempresentasikan hasil monitoring
4. Meminta tanggapan dari pihak yang
berkepentingan
5. Mencatat hal-hal yang penting untuk perbaikan
program K3 selanjutnya
6. Membuat laporan hasil pembahasan hasil
monitoring
KUK
4.2
65.
66. Langkah kerja mengkonfirmasi Pelaporan
pengendalian kecelakaan dan bahaya yang
efektif serta proses penyelidikan secara
berkelanjutan
1. Mencatat hasil monitoring yang belum berjalan
sebagaimana mestinya seperti dalam Rencana
Pengendalian Risiko
2. Merumuskan tindakan korektif dan preventif
3. Mengadakan rapat manajemen untuk
membahas rencana tindak lanjut berdasarkan
tindakan korektif dan preventif
4. Membuat laporan hasil rapat manajemen.
KUK
4.3
67. Mengidentifikasi Potensi Bahaya dan
Pengendalian Bahaya
No
Pokok
Kegiatan
Proses Kegiatan Potensi Bahaya
Akibat Kecelakaan
dan
Penyakit Akibat
Kerja
Kendali
1 2 3 4 5
1 ... ...
...
...
...
...
...
...
...
...
2 ... ...
...
...
...
...
...
3 ... ...
...
...
...
...
...
4 ... ...
...
...
...
...
...
5 ... ...
...
...
...
...
...
72. KEBISINGAN
MERUPAKAN SUMBER
BAHAYA DARI
FAKTOR FISIK DI
TEMPAT KERJA YANG
SUMBER BAHAYA
TERSEBUT PERLU
DIKENDALIKAN AGAR
TERCIPTA
LINGKUNGAN KERJA
YANG SEHAT, AMAN,
NYAMAN, DAN
PRODUKTIF BAGI
TENAGA KERJA
74. PENGERTIAN KEBISINGAN
•Kebisingan adalah bunyi atau suara
yang timbul yang tidak dikehendaki
yang sifatnya mengganggu dan
menurunkan daya dengar seseorang.
•Masalah kebisingan tidak hanya
merupakan masalah di tempat kerja
saja, tetapi juga di sekitar kita seperti
suara pesawat terbang, senapan, dll.
77. • Suara yang ditangkap oleh daun telinga mengalir melalui
saluran telinga ke gendang telinga. Gendang telinga adalah
selaput tipis yang dilapisi oleh kulit, yang memisahkan telinga
tengah dengan telinga luar.
• Getaran suara yang dihantarkan dari tulang pendengaran di
telinga tengah ke jendela oval di telinga dalam menyebabkan
bergetarnya cairan dan sel rambut. Sel rambut yang berbeda
memberikan respon terhadap frekuensi suara yang berbeda
dan mengubahnya menjadi gelombang saraf.
• Gelombang saraf ini lalu berjalan di sepanjang serat-serat
saraf pendengaran yang akan membawanya ke otak.
Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh
tulang-tulang tersebut dan dihantarkan ke jendela oval.
• Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga
manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20.000 Hz pada
amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva
responsnya.
Suara yang sangat keras menyebabkan kerusakan pada sel
rambut, karena sel rambut yang rusak tidak dapat tumbuh
lagi maka bisa terjadi kerusakan sel rambut progresif dan
berkurangnya pendengaran
78. JENIS KEBISINGAN
1. Bising kontinyu atau terus-menerus
mis. suara mesin, kipas angin, dll.
2. Bising intermiten atau terputus-putus
suara pesawat terbang, lalu-lintas
3. Bising impulsif yang memiliki tekanan suara
melebihi 40 dB
mis. Suara mercon, senapan, dll.
4. Bising impulsif terjadi berulang pada periode yang
sama
Mis. Suara mesin tempa, dll.
80. ARTI DESIBEL
Umunya suara dengan intensitas 30-50 dB
adalah suara yang aman untuk didengar
oleh telinga manusia.
Contohnya:
Seperti suara orang yang sedang bercakap-
cakap.
dB adalah singkatan dari desibel, yakni
satuan ukuran untuk intensitas suara.
Telinga akan terasa sakit apabila
mendengar suara >90 dB.
81. Pengaruh Kebisingan terhadap tenaga kerja
adalah sebagai berikut:
1. Gangguan fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, nadi dan
dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris
2. Gangguan psikologis
Gannguan psikologis berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, emosional, dll.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi dapat menyebabkan terganggunya
pekerjaan, bahkan bisa berakibat kepada kecelakaan karena tidak
dapat mendengar isyarat ataupun tanda bahaya.
4. Gangguan pada pendengaran (Ketulian)
Merupakan gangguan yang paling serius karena pengaruhnya
dapat menyebabkan berkurangnya fungsi pendengaran. Gannguan
pendengaran ini bersifat progresif tapi apabila tidak dilakendalikan
dapat menyebabkan ketulian permanen.
82. Batasan tingkat kebisingan yang dapat
menyebabkan gangguan pendengaran
Batasan tingkat kebisingan dibagi menjadi 2,
yaitu:
1. untuk lingkungan dengan waktu pajanan
24 jam yang kita kenal dengan Baku
Mutu Lingkungan dan
2. untuk tempat kerja dengan waktu
pajanan 8 jam kerja atau Nilai Ambang
Batas (NAB)
83. Tabel di bawah ini adalah baku mutu lingkungan sesuai
Kepmen LH No. 48 tahun 1996
84. Tabel di bawah adalah NAB Kebisingan sesuai
Permenaker No. 13/Men/X/2011
85.
86. Gangguan Pendengaran Akibat Bising/GPAB
(Noise Induced hearing Loss/NIHL)
Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) adalah
penurunan pendengaran sensorineural yang pada awalnya
tidak disadari, karena belum mengganggu percakapan
sehari-hari. Penurunan pendengaran sensorineural tipe
koklea pada kedua telinga.
Faktor lama pajanan, intensitas kebisingan, umur serta
faktor lain akan berpengaruh terhadap penurunan
pendengaran tersebut.
Faktor yang mempercepat GPAB/NIHL adalah pajanan
intensitas kebisingan melebihi NAB (>85 dbA selama 8
jam).
87. GPAB tidak dapat disembuhkan, namun bisa
dicegah. Oleh karena itu tempat kerja yang
melebihi NAB harus menerapkan Program
Konservasi Pendengaran/Hearing Conservation
Program (HCP).
Program Konservasi Pendengaran meliputi :
1. Pemantauan Kebisingan
2. Audiometri Test
3. Pengendalian Kebisingan
4. Alat Pelindung Diri
5. Training Motivasi
6. Pemeliharaan Catatan/record
88. PEMANTAUAN KEBISINGAN
• Alat ukur untuk
pengukuran
kebisingan di tempat
kerja adalah Sound
Level Meter (SLM)
dan
• untuk personal
monitoring digunakan
Noise Dosimeter
89. Test Audiometri/Pendengaran
Apabila hasil pengukuran di tempat kerja
menunjukkan intensitas kebisingan melebihi NAB
maka lakukan audiometri test kepada karyawan
minimal 1 tahun sekali..
Audiometri test juga harus dilakukan pada
karyawan baru/rotasi /mutasi sebelum di tugaskan
ke area dengan intensitas kebisingan yang tinggi.
Target dari audiometri test adalah pemeriksaan
gangguan pendengaran persepsi, konduksi atau
campuran.
92. Faktor yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan Alat Pelindung Pendengaran
adalah:
1. Dapat melindungi pekerja dari
kebisingan
2. Nyaman diapakai dan efisien
3. Cocok dengan Alat Pelindung diri yang
lainnya, misal helm dan kacamata
4. Masih bisa berkomunikasi ketika
digunakan, karena jika berlebihan dapat
menimbulkan bahaya lainnya, misal tidak
dapat mendengar isyarat atau sirene
tanda bahaya
93. Penerangan
• Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat
untuk melakukan pekerjaan. Penerangan yang tepat sangat
penting untuk peningkatan kualitas dan produktivitas.
Sebagai contoh, pekerjaan perakitan benda kecil
membutuhkan tingkat penerangan lebih tinggi, misalnya
mengemas kotak.
• Studi menunjukkan bahwa perbaikan penerangan, hasil-
nya terlihat langsung dalam peningkatan produktivitas dan
pengurangan kesalahan. Bila penerangan kurang tepat,
para pekerja terpaksa membungkuk dan mencoba untuk
memfokuskan penglihatan mereka, sehingga tidak nyaman
dan dapat menyebabkan masalah pada punggung dan mata
pada jangka panjang dan dapat memperlambat pekerjaan
mereka.
94. ARTI LUX (simbol lx)
Lux adalah satuan turunan Sl dari
pencahayaan dan daya pancar cahaya,
mengukur fluks cahaya per satuan luas.
Ini sama dengan satu lumen per meter
persegi.
Dalam fotometri, ini digunakan sebagai
ukuran intensitas, sepert yang dirasakan
oleh mata manusia, cahaya yang mengenai
atau meliwati permukaan.
97. Getaran
• Getaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating),
memantul ke atas dan ke bawah atau ke belakang dan ke
depan. Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari benda
atau media dengan arah bolak balik dari kedudukannya. Hal
tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap semua atau
sebagian dari tubuh
• Misalnya, memegang peralatan yang bergetar sering
mempengaruhi tangan dan lengan pengguna,
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan
sirkulasi di tangan. Sebaliknya, mengemudi traktor di jalan
bergelombang dengan kursi yang dirancang kurang sesuai
sehingga menimbulkan getaran ke seluruh tubuh, dapat
mengakibatkan nyeri punggung bagian bawah.
• Batasan getaran alat kerja yang kontak langsung maupun
tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja
ditetapkan sebesar 4 m/detik2
98.
99. Temperatur Ruangan Kerja
• Ketika suhu berada di atas atau di bawah batas normal, keadaan
ini memperlambat pekerjaan. Ini adalah respon alami dan
fisiologis dan merupakan salah satu alasan mengapa sangat
penting untuk mempertahankan tingkat kenyamanan suhu dan
kelembaban ditempat kerja.
• Faktor- faktor ini secara signifikan dapat berpengaruh pada
efisiensi dan produktivitas individu pada pekerja. Sirkulasi udara
bersih di ruangan tempat kerja membantu untuk memastikan
lingkungan kerja yang sehat dan mengurangi pajanan bahan
kimia. Sebaliknya, ventilasi yang kurang sesuai dapat:
- mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang
berlebihan;
- menciptakan ketidaknyamanan bagi para pekerja;
- mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka
untuk praktek kerja yang aman.
100. lanjutan ..
• Agar tubuh manusia berfungsi secara efisien,
perlu untuk tetap berada dalam kisaran suhu
normal. Untuk itu diperlukan iklim kerja yang sesuai bagi
tenaga kerja saat melakukan pekerjaan.
• Iklim kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu,
kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi
dengan tingkat panas dari tubuh tenaga kerja sebagai
akibat dari pekerjaannya.iklim kerja berdasarkan suhu dan
kelembaban ditetapkan dalam Kepmenaker No 51 tahun
1999 diatur dengan memperhatikan perbandingan waktu
kerja dan waktu istirahat setiap hari dan berdasarkan beban
kerja yang dimiliki tenaga kerja saat bekerja (ringan, sedang
dan berat)
101. TINGKAT KENYAMANAN SUHU
RUANGAN KELAS
NO. SUHU TINGKAT KENYAMANAN
1. 20,5oC - 22,8oC Sejuk nyaman
2. 22,8oC - 25,8oC Nyaman optimal
3. 25,8oC - 27,1oC Hangat nyaman
4. 26,00 – 30,00oC Tidak nyaman
103. Radiasi Tidak Mengion
• Radiasi gelombang elektromagnetik yang berasal dari
radiasi tidak mengion antara lain gelombang mikro dan
sinar ultra ungu (ultra violet).
• Gelombang mikro digunakan antara lain untuk gelombang
radio, televisi, radar dan telepon. Gelombang mikro
mempunyai frekuensi 30 kilo hertz – 300 giga hertz dan
panjang gelombang 1 mm – 300 cm. Radiasi gelombang
mikro yang pendek < 1 cm yang diserap oleh permukaan
kulit dapat menyebabkan kulit seperti terbakar. Sedangkan
gelombang mikro yang lebih panjang (> 1 cm) dapat
menembus jaringan yang lebih dalam.
• Radiasi sinar ultra ungu berasal dari sinar matahari, las listrik,
laboratorium yang menggunakan lampu penghasil sinar
ultra violet. Panjang felombang sinar ultra violet berkisar 1 –
40 nm. Radiasi ini dapat berdampak pada kulit dan mata
106. Bahan Kimia Berbahaya
Defenisi : (Kep.Menaker RI No. 187/1999 tentang
pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja)
Bahan kimia dalam bentuk tunggal atau campuran yang
berdasarkan sifat kimia dan atau fisika dan atau toksikologi
berbahaya terhadap tenaga kerja, instalasi dan lingkungan.
Kriteria bahan kimia berbahaya:
•bahan beracun
•bahan sangat beracun
•cairan mudah terbakar
•cairan sangat mudah terbakar
•gas mudah terbakar
•bahan mudah meledak
•bahan reaktif
•bahan oksidator
107. Nilai Ambang Batas (NAB)
Definisi:
Standard faktor-faktor lingkungan kerja
yang dianjurkan di tempat kerja agar
tenaga kerja masih dapat menerimanya
tanpa mengakibatkan penyakit atau
gangguan kesehatan, dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8
jam sehari atau 40 jam seminggu
109. Bahan Kimia Berbahaya
Klasifikasi umum:
(Fundamentals of chemical safety/ Milos Nedved/p. 57/ ILO, 1991)
Bahan Kimia beracun (toxic)
Bahan Kimia Korosif (Corrosives)
Bahan mudah terbakar (Flammable
substances)
Bahan Peledak (Explosives)
Bahan Kimia Oxidator (Oxidation agents)
Bahan kimia yang reaktif terhadap air
(Water sensitivity substances)
111. FAKTOR BIOLOGI DI TEMPAT
KERJA
Sumber:
• Pekerjaan Pertanian
• Pekerjaan yang berhubungan dengan
penanganan hewan dan produknya (mis. Klinik
dokter hewan, rumah potong hewan, pasar
daging dan ikan)
• Pekerjaan lapangan dimana ada kemungkinan
berkontak dengan tinja hewan
• Laboratorium, dll.
112. FAKTOR BIOLOGI DI TEMPAT
KERJA
TEMPAT KERJA
VIRUS JAMUR
PROTOZOA
CACING
BAKTERI
113. VIRUS
• Merupakan partikel
hidup yang paling kecil
yang berdiameter
antara 0,025 s.d. 0,25
mikron
• Merupakan parasit
yang menginfeksi
manusia, hewan,
tumbuhan dan bakteri.
• Contoh: Hepatitis pada
petugas laboratorium
114. BAKTERI
• Organisme bersel tunggal
berdiameter 1-2 mikron
• Beberapa bakteri
menyebabkan penyakit,
seperti tetanus. Yang lain
berguna, sebagai sumber
antibiotik
• Contoh: Antraks pada
tenaga kerja
berhubungan dengan
wol, tetanus pada tenaga
kerja pertanian.
115. CACING
Jenis cacing:
1. Cacing Gelang (Ascaris
lumbricoides)
2. Cacing Daun (Trematoda)
3. Cacing Kremi (Oxyuris
vermicularis)
4. Cacing Tambang
(Ancylostoma Duodenale
dan Necator Americanus)
5. Cacing Pita pada Manusia
(Taeniasis)
116. PROTOZOA
1. Protozoa adalah hewan bersel
satu yang hidup sendiri atau
dalam bentuk koloni/kelompok.
2. Tiap Protozoa merupakan
kesatuan yang lengkap, baik
dalam susunan maupun fungsinya.
sanggup melakukan semua fungsi
kehidupan yang pada jasad lebih
besar dilakukan oleh sel-sel
khusus.
3. Arti penting protozoa : Sebagai
mata rantai penting dalam rantai
makanan untuk komunitas dalam
lingkungan akuatik
4. Contoh :
zooplankton (hewan) hidup dari
fitoplankton (tumbuhan) yang
fotosintetik Sebagai protozoa
saprofitik dan protozoa pemakan
bakteri
117. JAMUR
• Jamur adalah organisme
yang dapat hidup secara
alami di tanah atau
tumbuhan.
• Bahkan jamur bisa hidup di
kulit manusia.
• Meskipun normalnya tidak
berbahaya, namun
beberapa jamur dapat
mengakibatkan gangguan
kesehatan serius.
• Infeksi jamur merupakan
penyakit yang disebabkan
oleh jamur
118. PENGENDALIAN FAKTOR BIOLOGI
DI TEMPAT KERJA
1. Tenaga Kerja:
- Imunisasi
- Sanitasi dan
Hygiene Perseorangan
- Alat Pelindung diri.
2. Tempat Kerja:
- Desinfektan
- Perbaikan sistem
120. RUANG LINGKUP
Antropometri (Ukuran tubuh manusia)
Penciptaan lingk. kerja yang mendukung
Sikap tubuh dan sarana/alat kerja
Mengangkat dan mengangkut
Jam kerja, kerja lembur/gilir, istirahat
Kesegaran jasmani
Musik di tempat kerja
121. SIKAP TUBUH DALAM BEKERJA
Pekerjaan dilakukan dalam sikap duduk
atau duduk-berdiri bergantian
Sikap yang tidak alami dihindari, atau
beban statik diperkecil
Tempat duduk dapat memberikan
relaksasi pada otot yang tidak dipakai
Posisi dan sikap tubuh harus diusahakan
untuk menghindari upaya yang tidak
perlu.
128. MENGANGKAT DAN MENGANGKUT
Faktor yang mempengaruhi:
Beban, jarak angkut, intensitas pembebanan
Kondisi lingkungan
Keterampilan
Peralatan kerja dan keamanannya
Prinsip kinetik:
Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang
kuat, otot tulang belakang dibebaskan dari beban
Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk
mengawali gerakan.
134. Beberapa Aspek Psikologi Kerja
•Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja
•Seleksi dan Penempatan Pegawai
•Pelatihan dan Pengembangan
•Produktivitas Kerja
•Stres Kerja
135. Motivasi dan Kepuasan Kerja
• Termotivasi:
Bekerja untuk memenuhi kebutuhannya
• Motivasi Tinggi:
Bekerja untuk mendapat kesenangan dan
keuasan.
• Setelah bekerja orang melakukan
penilaian.
• Bila hasil pekerjaan telah sesuai dengan
harapan dan tujuan Kepuasan Kerja
• Bila belum timbul dorongan untuk
mencapainya.
136. Seleksi dan Penempatan Pegawai
•Seleksi:
Proses dalam penerimaan pegawai dengan
tujuan mengetahui sejauh mana calon tenaga
kerja memiliki ciri kepribadian yang
disyaratkan oleh perusahaan ditaksir sejauh
mana keberhasilan dalam bekerja.
•Penempatan:
Mencocokkan kualifikasi calon dengan
persyaratan yang telah ditetapkan dari setiap
jenis pekerjaan yang tersedia.
137. Pelatihan dan Pengembangan
• Pelatihan ialah proses pendidikan jangka
pendek dengan prosedur yang sistematis dan
terorganisasikan, yang tenaga kerja non-
managerial mempelajari pengetahuan dan
keterampilan teknis.
• Pengembangan ialah proses pendidikan
jangka panjang, dengan prosedur sistematis
dan terorganisasikan, yang tenaga kerja
manajerial mempelajari pengetahuan
konseptual dan teoritis.
138. Produktivitas Kerja
• Produktivitas: Perbandingan antara hasil atau
keluaran (Output) dengan masukan (Input).
Artinya: Menghasilkan lebih banyak dan
berkualitas (Output) dengan usaha yang sama
(Input).
• Produktivitas Tenaga Kerja: ialah efisiensi
proses menghasilkan sumber daya yang
digunakan, bukan dengan tenaga kerja bekerja
lebih berat tetapi dengan perencanaan yang tepat,
teknologi dan manajemen yang baik.
139. Stres Kerja
• Ialah suatu ketidakseimbangan yang
dihayati antara tuntutan pekerjaan
dengan kemampuan, bila kegagalan
yang terjadi berdampak penting.
• Merupakan dampak negatif dalam
bekerja dan dapat dialami oleh setiap
pekerja, apapun jabatan dan
kedudukannya.
140. JAM KERJA, KERJA
LEMBUR/GILIR
Jam kerja sebaiknya 8 jam sehari, bila lebih, perlu shift baru.
Kerja lembur sebaiknya ditiadakan, bila lebih 2 jam tidak akan
melindungi tenaga kerja.
ISTIRAHAT
4 Macam istirahat
• Istirahat curian
• Istirahat spontan
• Istirahat yg berhub. dng proses kerja
• Istirahat yg ditentukan
141. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Kerja Yang Ada sesuai PERMENAKER
03/1982 pasal 4
Dalam Perusahaan
Bentuk ini merupakan pelayanan yang
terbaik.
Di sini semua tenaga kerja bekerja full time
dan semua sarana ada di dalam
perusahaan.
Pekerja dan perusahaan tidak kehilangan
waktu dalam mencari pelayanan kesehatan
dan semua upaya kesehatan akan dapat
dilaksanakan dengan lebih mudah dan
murah.
146. Contoh Kategori A
• Bahaya factor kimia (debu,
uap logam, uap)
• Bahaya faktor biologi
(penyakit dan gangguan
oleh virus, bakteri, binatang
dsb.)
• Bahaya faktor fisik (bising,
penerangan, getaran, iklim
kerja, jatuh)
• Cara bekerja dan bahaya
factor ergonomis (posisi
bangku kerja, pekerjaan
berulang-ulang, jam kerja
yang lama)
UAP LOGAM
MACAM2 VIRUS
147. Contoh Kategori B
• Kebakaran
• Listrik
• Potensi bahaya
Mekanikal (tidak
adanya pelindung
mesin)
• House keeping
(perawatan buruk
pada peralatan)
TERSENGAT LISTRIK
148. Contoh Kategori C
• Air minum
• Ruang makan/Kantin
• Toilet dan fasilias
mencuci
• P3K di tempat kerja
149. Contoh Kategori D
• Pelecehan
• Termasuk intimidasi
dan pelecehan
seksual
• Terinfeksi HIV/AIDS
Kekerasan di tempat
kerja
• Stres
• Narkoba di tempat
kerja
150. APA ITU OHSAS?
• OHSAS (Occupational Health and Safety
Assesment) OHSAS 18001
adalah sebuah standar dalam skala internasional
bagaimana menerapkan sistem manajemen
kesehatan dan juga keselamatan kerja.
• Tujuan OHSAS 18001
yaitu melindungi para pekerja dari semua hal yang
tidak dinginkan karena tentunya dapat muncul
secara tiba – tiba dari lingkungan ataupun juga
pekerjaan yang dilakukan.