1. Adzan dan iqomah adalah seruan yang menandai masuknya waktu shalat lima waktu dengan lafazh khusus.
2. Hukum adzan dan iqomah sama, yaitu fardhu kifayah bagi laki-laki.
3. Shalat jamaah adalah mengerjakan shalat bersama minimal dua orang, hukumnya sunah.
1. adzan dan iqomah
A. Pengertian Adzan dan Iqamah
Secara bahasa adzan berarti pemberitahuan atau seruan. Sebagaimana Allah berfirman
dalam surat At Taubah ayat 3 yang artinya “dan ini adalah seruan dari Allah dan Rasul-Nya
kepada umat manusia. Sedangkan secara istilah adalah seruan yang menandai masuknya
waktu shalat lima waktu dan dilafazhkan dengan lafazh-lafazh tertentu.
Iqamah secara istilah adalah pemberitahuan atau seruan bahwa shalat akan segera
didirikan dengan menyebut lafazh-lafazh khusus, Iqamah bisa disebut juga sebagai Adzan
kedua.
B. Hukum Adzan dan Iqamah
Ulama berselisih pendapat tentang hukum adzan. Sebagian ulama mengatakan bahwa
hukum adzan adalah sunnah muakkad. Namun pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini
adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum adzan adalah fardu kifayah. Akan tetapi
perlu diingat, hukum ini hanya berlaku bagi laki-laki. Wanita tidak diwajibkan atau pun
disunahkan untuk melakukan adzan. Hukum iqamah sama dengan hukum adzan yaitu fardhu
kifayah.
C. Melafalkan Adzan dan Iqamah
Lafal Adzan
D. رَبْكَا هللَا ،رَبْكَا هللَا ،رَبْكَا هللَا ،رَبْكَا هللَا
هللاَّالِإ َهَلِا َال ْنَا هدَهْشَأ ، هللاَّالِإ َهَلِا َال ْنَا هدَهْشَأ
ِللا هل ْهوسَر اًدَّمَحهم َّنَا هدَهْشَا ، ِللا هل ْهوسَر اًدَّمَحهم َّنَا هدَهْشَا
ِةَالَّصال ىَلَع َّيَح ، ِةَالَّصال ىَلَع َّيَح
ِحَالَفْال ىَلَع َّيَح ، ِحَالَفْال ىَلَع َّيَح
رَبْكَا هللَا ،رَبْكَا هللَا
للاَّالِإ َهَلِإ َال
2. Catatan:
Khusus untuk adzan shalat subuh, setelah membaca lafadz "Hayya 'Alal Falaah", mu'azin
kemudian membaca lafadz Ash shalaatu khairum minan nauum
Adapun untuk lafadz iqomah hampir sama seperti lafadz adzan, hanya saja diucapkan tidak
berulang-ulang namun hanya satu kali. Dan berikut adalah
lafadz iqomah
E. رَبْكَا هللَا ،رَبْكَا هللَا
هللاَّالِإ َهَلِا َال ْنَا هدَهْشَأ
ِللا هل ْهوسَر اًدَّمَحهم َّنَا هدَهْشَا
ِةَالَّصال ىَلَع َّيَح
ِحَالَفْال ىَلَع َّيَح
هةَالَّصال ِتَماَق ْدَق ، هةَالَّصال ِتَماَق ْدَق
رَبْكَا هللَا ،رَبْكَا هللَا
للاَّالِإ َهَلِإ َال
F. Pengertian Shalat Jama’ah, Dalil, dan Hukumya
Shalat jama’ah adalah mengerjakan shalat wajib ataupun shalat lainnya yang dilakukan
secara bersama-sama yang terdiri dari beberapa orang muslim baik perempuan maupun laki-
laki yang sekurang-kurangnya terdiri dari 2 orang dan maksimal tidak terbatas. Shalat secara
jama’ah ini juga sering dikenal dengan sebutan shalat makmum kemudian untuk
mengerjakannya dapat dilakukan di manapun seperti masjid, rumah, dan tanah lapang dan
lain-lain. Jamaah yang terlambat datang maka disebut dengan masbuq.
3. Untuk hukum shalat jam’ah bagi kaum laki-laki ataupun perempuan hukumnya adalah
sunah dan shalat memang lebih baik dilakukan dengan berjama’ah dari pada sendiri-sendiri,
hal ini seperti sabda nabi Muhammad Saw yang membahas tentang keutamaan shalat
berjama’ah seperti,” shalat berjama’ah itu lebih baik dan utama dari pada shalat sendirian.
Dan manusia yang paling besar pahalanya dalam shalat ialah yang paling jauh perjalananya,
lalu yang selanjutnya. Dan seseorang yang menunggu shalat hingga melakukannyasendirian
lalu tidur (HR. Muslim).
Diantara dalil-dalil tersebut adalah:
1. Perintah Allah Ta’ala untuk Ruku’ bersama orang-orang yang Ruku’
Berkata Al-Imam Abu Bakr Al-Kasaniy Al-Hanafiy ketika menjelaskan wajibnya
melaksanakan shalat berjama’ah: “Adapun (dalil) dari Al-Kitab adalah firman-Nya: “Dan
ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (Al-Baqarah:43).
Allah Ta’ala memerintahkan ruku’ bersama-sama orang-orang yang ruku’, yang
demikian itu dengan bergabung dalam ruku’ maka ini merupakan perintah menegakkan shalat
berjama’ah. Mutlaknya perintah menunjukkan wajibnya mengamalkannya.” (Bada`i’ush-
shana`i’ fi Tartibisy-Syara`i’ 1/155 dan Kitabush-Shalah hal.66).
2. Perintah melaksanakan Shalat berjama’ah dalam keadaan takut
Tidaklah perintah melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan biasa saja, bahkan
Allah telah memerintahkannya hingga dalam keadaan takut. Allah berfirman: “Dan apabila
kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat
bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu
dan menyandang senjata…”. (An-Nisa`:102).
Maka apabila Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk melaksanakan shalat
berjama’ah dalam keadaan takut maka dalam keadaan aman adalah lebih ditekankan lagi
(kewajibannya). Dalam masalah ini berkata Al-Imam Ibnul Mundzir: “Ketika Allah
memerintahkan shalat berjama’ah dalam keadaan takut menunjukkan dalam keadaan aman
lebih wajib lagi.” (Al-Ausath fis Sunan Wal Ijma’ Wal Ikhtilaf 4/135; Ma’alimus Sunan
karya Al-Khithabiy 1/160 dan Al-Mughniy 3/5).
3. Perintah Nabi untuk melaksanakan shalat berjama’ah
Al-Imam Al-Bukhariy telah meriwayatkan dari Malik bin Al-Huwairits: Saya
mendatangi Nabi dalam suatu rombongan dari kaumku, maka kami tinggal bersamanya
selama 20 hari, dan Nabi adalah seorang yang penyayang dan lemah lembut terhadap
shahabatnya, maka ketika beliau melihat kerinduan kami kepada keluarga kami, beliau
4. bersabda: “Kembalilah kalian dan jadilah bersama mereka serta ajarilah mereka dan
shalatlah kalian, apabila telah datang waktu shalat hendaklah salah seorang diantara kalian
adzan dan hendaklah orang yang paling tua (berilmu tentang Al-Kitab & As-Sunnah dan
paling banyak hafalan Al-Qur`annya) diantara kalian mengimami kalian.” (Hadits Riwayat
Al-Bukhari no. 628, 2/110 dan Muslim semakna dengannya no. 674, 1/465-466).
Maka Nabi yang mulia memerintahkan adzan dan mengimami shalat ketika masuknya
waktu shalat yakni beliau memerintahkan pelaksanakannya secara berjama’ah dan
perintahnya terhadap sesuatu menunjukkan atas kewajibannya.
G. Syarat menjadi Imam dan Makmum
Syarat untuk menjadi imam adalah sebagai berikut:
1) Lebih banyak mengerti dan paham masalah ibadah shalat
2) Lebih banyak hafal surat-surat Alqur’an
3) Lebih senior/tua daripada jama’ah lainnya
4) Laki-laki, tetapi jika semua makmum adalah wanita, maka imam boleh perempuan.
Sedangkan untuk syarat-syarat makmum adalah sebagai berikut:
1) Niat untuk mengikuti imam dan mengikuti gerakan imam
2) Berada satu tempat dengan imam
3) Laki-laki dewasa tidak syah jika menjadi makmum imam perempuan
4) Jika imam batal, maka seorang makmum menggantikan imam
5) Jika imam lupa jumlah raka’at atau salah gerakan shalat, makmum mengingatkan dengan
membaca SubhanAllah dengan suara yang dapat didengar imam. Untuk makmum perempuan
dengan cara bertepuk tangan.
6) Makmum dapat melihat dan mendengar imam
7) Makmum berada di belakang imam
8) Mengerjakan ibadah shalat yang sama dengan imam
9) Jika datang terlambat, maka makmum akan menjadi masbuq yang boleh mengikuti imam
sama seperti makmum lainnya, namun setelah imam salam masbuq menambah jumlah raka’at
yang tertinggal. Jika berhasil mulai dengan mendapatkan ruku’ bersama imam walaupun
sebentar maka masbuq mendapatkan satu raka’at. Jika masbuq adalah makmum pertama,
maka masbuq menepuk pundak imam untuk mengajak shalat berjama’ah.
5. H. Tata cara membuat shaf (baris) dalam Berjama’ah
Dianjurkan bagi para jama’ah untuk meluruskan shafnya didalam shalat, tidak
sebagiannya lebih maju dari sebagian lainnya (bengkok) dan tidak meninggalkan celah
didalamnya. Dianjurkan pula bagi seorang imam untuk mengingatkan jama’ahnya sebelum
shalat ditegakkan dengan mengatakan diantaranya:
“Luruskanlah shaf-shaf kalian maka sesungguhnya lurusnya barisan adalah diantara
kesempurnaan menegakkan shalat”.
Bagian dari kelurusan shaf jama’ah shalat adalah mengisi penuh terlebih dahulu shaf
pertama baru kemudian shaf kedua begitu seterusnya. Tidak mengisi shaf kedua sementara
shaf pertama masih kosong, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Anas
bin Malik dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda sempurnakanlah shaf yang pertama,
kemudian yang berikutnya. Kalaupun ada shaf yang kurang, maka hendaklah dia dishaf
belakang.
Adapun shaf dalam shalat jama’ah yaitu dimulai dari tengah lurus dengan imam
kemudian isi sebelah kanan terlebih dahulu setelah itu kiri secara bergantian hingga satu shaf
penuh. Kemudian ganti ke shaf berikutnya dengan cara yang sama.
I. Pengertian Makmum Masbuq dan Cara Shalatnya
Adalah makmum yang terlambat satu raka’at atau lebih bersama imam disaat shalat
berjama’ah. Raka’at disini adalah sampai ruku, jadi jika ada seorang makmum yang terlambat
ruku bersama imam dalam raka’at pertama saat shalat berjama’ah maka dia di sebut makmum
masbuq, (Pendapat jumhur Ulama). Namun ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa
makmum masbuq adalah makmum yang tertinggal bacaan Al-fatihahnya dari imam.
Sedangkan menurut imam Syafi’i adalah orang yang tidak mengikuti atau tidak mengetahui
takbiratul ihromnya imam maka dia di kategorikan makmum masbuq.
Cara shalat berjama’ah makmum masbuq memiliki ketentuan-ketentuan seperti,
a. Apabila makmum masbuq ketika takbiratul ihram mendapati imam mau atau sedang
melakukan ruku’ maka dia harus membaca Fatihah sedapatnya (meskipun tidak sempurna)
dengan tanpa membaca ta’awudz ataupun membaca bacaan iftitah dan wajiblah bersegera
melakukan rukuk bersama imam. Sebab bacaan Al-fatihah yang tidak sempurna oleh
makmum masbuq tadi sudah ditanggung imam. Namun apabila menurut perkiraan jika dia
membaca fatihah tapi telat rukuk bersama imam, maka dia harus langsung ruku’ setelah
melakukan takbiratul ihram.
b. Apabila makmum masbuq ketinggalan satu raka’at atau lebih dari imam, maka ketika dia
hendak menyempurnakan sholatnya harus mengikuti ketentuan-ketentuan shalat yang berlaku
6. dalam shalat itu (qunut dalam raka’at ke dua shalat subuh, tahiyyat awal di setiap dua raka’at
selain subuh dan tahiyyat akhir di setiap akhir raka’at shalat.
c. Apabila seorang musholli (orang yang shalat) terlambat satu raka’at dalam shalat subuh
kemudian dia ingin menyempurnakaan raka’at yang kedua, maka hendaknya ia membaca
qunut lagi meskipun pada raka’at sebelumnya ia sudah membaca qunut bersama imam.
d. Apabila ia ketinggalan dua raka’at dalam shalat maghrib, lalu ia ingin menyempurnakan dua
raka’at tersebut maka hendaknya ia membaca tahiyyat awal pada raka’at pertama (dari rakaat
yang tertinggal) dan harus membaca tahiyyat akhir pada raka’at terakhir
J. Cara-cara mengingatkan imam yang lupa dan Batal
Jika imam lupa dalam bacaan atau ayat, cara mengingtkannya dalah dengan meneruskan
bacaan atau ayat tersebut yang benar, jika imam terus saja maka makmum hendaknya tetap
mengikuti imamnya.
Jika imam keliru dalam gerakannya maka hendaklah makmum mengingatkannya,
caranya adalah dengan makmum mengucapkan tasbih (subhanAllah) bagi makmum laki-laki
dan bagi makmum perempuan dengan menepukkan punggung telapak tangan kiri pada
bagian dalam telapak tangan kanan. Kedua cara tersebut, baik ucapan tasbih ataupun tepuk
tangan harus bisa terdengar oleh imam. Apabila kekeliruan itu adalah bacaannya hendaklah
makmum membenarkannya.
Bila imam lupa meninggalkan rukun salat seperti sujud dan ruku’, dan makmum telah
mengingatkannya dengan tasbih, ia wajib segera melaksanakannya dan setelah itu
melaksanakan sujud sahwi.
Khusus pada masalah imam lupa melaksanakan tashyahud awal, bila imam telah
terlanjur berdiri tegak ketika makmum mengingatkannya, maka imam tidak perlu kembali
duduk, namun melanjutkan salat melakukan sujud sahwi. Namun bila imam belum berdiri
tegak, misalnya masih dalam keadaan jongkok, ia harus kembali duduk dan melakukan sujud
sahwi. Jadi hanya dalam masalah lupa meninggalkan amalan sunnah shalat, imam boleh
melanjutkan salat dan tidak menggubris peringatan dari makmum.
Apabila dalam melaksanakan shalat tiba-tiba imam batal maka dapat melakukan hal-
hal sebagai berikut:
Imam dapat melakukan salah satu dari dua hal berikut, (1) imam mundur dari barisan dan
memegang tangan makmum yang ditunjuk supaya maju ke depan. Inilah cara yang dilakukan
Umar bin Khattab saat beliau ditusuk ditengah shalat, kemudian ia memegang tangan
Abdurrahman bin ‘Awf agar menggantikan beliau berlaku sebagai imam (HR. Al- Bayhaqy).
7. (2) imam mundur dari tempatnyatanpa menunjuk pengganti, dalam situasi ini maka makmum
terdekat dapat mengambil inisiatif untuk maju atau menunjuk teman di sampingnya untuk
maju,
(3) kalau ternyata imam ngeloyor pergi, sedangkan makmum tidak ada yang maju mengganti
imam, maka seluruh makmum harus niat mufaroqoh atau niat keluar dari shalat jama’ah dan
shalat sendiri-sendiri. Apabila imam batal saat sujud, maka ia mundur dan menunjuk pada
makmum terdekat untuk menjadi imam dan meneruskan shalat berjama’ah. Makmum yang
ditunjuk lalu maju dan mengulangi sujud yang tidak sah. Pergantian imam oleh makmum
disebut istikhlaf sedangkan makmum yang mengganti imam disebut khalifah.