SlideShare a Scribd company logo
1 of 61
Tuberkulosis
BAGIAN/KSM ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
dr. Ray Rattu, Mkes, Sp.PD
PENDAHULUAN
• Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang
disebabkan oleh bakteri berbentuk batang dan BTA, Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit TB Sebagian besar mengenai parenkim paru
(TB Paru), namun bakteri ini juga memiliki kemampuan
menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura,
kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya.
• Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB:
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis,
Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti and
Mycobacterium cannettii.
• Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat
udara melalui percik renik atau droplet nucleus (<5 microns) yang
keluar ketika seorang yang terinfeksi TB paru atau TB laring batuk,
bersin, atau bicara.
Epidemiologi
Berdasarkan Global TB Report 2018, diperkirakan di Indonesia
pada tahun 2017 terdapat 842.000 kasus TB baru (319 per
100.000 penduduk) dan kematian karena TB sebesar 116.400
(44 per 100.000 penduduk) termasuk pada TB-HIV positif.
Menurut
laporan WHO
tahun 2021,
insidensi kasus
TB paru
mengalami
penurunan
dibandingkan
tahun 2019.
The 30 high TB burden
countries account- ed for
86% of all estimated incident
cases worldwide, and eight of
these countries accounted for
two thirds of the global total:
India (26%), China (8.5%),
Indonesia (8.4%), the
Philippines (6.0%), Pakistan
(5.8%), Nigeria (4.6%),
Bangladesh (3.6%) and
South Africa (3.3%).
• Ada 3 faktor yang menentukan transmisi M.TB :
1. Jumlah organisme yang keluar ke udara.
2. Konsentrasi organisme dalam udara, ditentukan oleh
volume ruang dan ventilasi.
3. Lama seseorang menghirup udara terkontaminasi.
• Dosis yang diperlukan terjadinya suatu infeksi TB
adalah 1 sampai 10 basil.
• Kasus yang paling infeksius adalah penularan dari
pasien dengan hasil pemeriksaan sputum positif, dengan
hasil 3+
• Kasus TB ekstra paru hampir selalu tidak infeksius,
kecuali bila penderita juga memiliki TB paru.
FAKTOR RESIKO
Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki
risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit TB,
kelompok tersebut adalah :
1. Orang dengan HIV positif dan penyakit
imunokompromais lain
2. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan
dalam jangka waktu panjang.
3. Perokok
4. Konsumsi alkohol tinggi
5. Anak usia <5 tahun dan lansia
6. Memiliki kontak erat dengan orang dengan
penyakit TB aktif yang infeksius.
7. Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi
tuberkulosis (contoh: lembaga
permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka
panjang)
8. Petugas kesehatan
Patogenesis
Tuberkulosis
Patogenesis Tuberkulosis
A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas 
membentuk sarang pneumoni (afek primer)
Sarang primer akan terlihat peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal)
Peradangan diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional)
Afek primer + limfangitis lokal  kompleks primer
Patogenesis Tuberkulosis
Kompleks primer dapat menjadi salah satu nasib sebagai berikut:
• Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
• Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
• Menyebar dengan cara :
1. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
2. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan
3. Penyebaran secara hematogen dan limfogen
Patogenesis Tuberkulosis
B. TUBERKULOSIS PASCAPRIMER
TB pasca primer merupakan pola penyakit yang terjadi pada host yang sebelumnya
pernah tersensitisasi bakteri TB. Terjadi setelah periode laten yang memakan waktu
bulanan hingga tahunan setelah infeksi primer. Hal ini dapat dikarenakan reaktivasi
kuman laten atau karena reinfeksi.
• Dapat menjadi sumber penularan
• Sering terletak pada segmen apical lobus superior maupun apical lobus inferior
• Awalnya membentuk sarang pneumoni kecil, dapat berkembang menjadi salah satu
dari kejadian berikut:
– Direso p si kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
– Meluas dan terjadi penyem b uha n dengan jar. Fibros i s  pengapu ra n  sembuh . Sarang dapat aktif
kembali membentu k jar. Kaseosa dan dapat menjadi kaviti jika jar. Kaseosa dibatu ka n
Patogenesis Tuberkulosis
Sarang pneumoni meluas  membentuk jar. Kaseosa  terbentuk kaviti
karena jar. Kaseosa dibatukan. Kavitas awalnya berdinding tipis menjadi
berdinding tebal (kavitas skelorotik). Kavitas akan menjadi:
– Meluas dan menimbulkan sarang pneumoni baru
– Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat memadat dan sembuh tetapi mungkin juga aktif kembali
– Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity.
– Kavitas yang menyembuh dan membungkus dirinya sendiri dan akhirnya
mengecil. Biasanya terlihat seperti bintang (stellate shaped)
GEJALA KLINIS
Selain gejala disamping, perlu dicari juga
tentang faktor resiko infeksi TB :
Infeksi humanimmunodeficiencyvirus (HIV),
diabetes mellitus (DM), keganasan, dan
penggunaan obat-obatan yang
mensupresi sistem imun.
Faktor risiko infeksi lainnya adalah
kontak dengan penderita TB aktif, tinggal
di lingkungan padat penduduk,
tunawisma, dan malnutrisi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik tidak spesifik  Tergantung Luas Lesi dan
adanya Komplikasi.
Pada pemeriksaan fisik paru dapat ditemukan antara lain suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma atau mediastinum. Kelainan umumnya terletak di
daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen
posterior, serta daerah apeks lobus inferior.
Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi
Pemeriksaan Bisa Dari Sputum atau Cairan
• Sputum : Minimal 2 kali pemeriksaan, salah satunya di pagi hari
• Cairan : BAL (Bronchial Alveolar Lavage), Bilasan lambung dari NGT
Cara pemeriksaan Bakteriologis
1. Mikroskopis Langsung. Menggunakan pewarnaan Ziehl-Nielsen untuk melihat
Bakteri Tahan Asam
2. TCM – Tes Cepat Molekular (Xpert /MTB RIF)
• Hasil TCM dapat berupa : MTB Positif, Rifampisin sensitif ; MTB Positif, Rifampisin indeterminate ;
MTB Positif, Rifampisin resistan ; MTB negatif
• TCM tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.
3. Kultur & DST Lini 1,2. dilakukan pada medium Lowenstein Jensen
Pemeriksaan Laboratorium Darah
Interferon-gamma release assay (IGRA)
• Terdapat 2 jenis IGRA: Quantiferon dan T SPOT. Hanya mendiagnosis
TB laten, tidak direkomendasi untuk menegakkan TB aktif. Hasil IGRA
negatif tidak menyingkirkan TB laten maupun TB aktif
• Tidak dipengaruhi oleh vaksin BCG
PCR TB
Pemeriksaan Radiologi
Foto Thoraks
Gambaran foto toraks TB dapat berupa infiltrat, adenopati hilus,
atelektasis ,kavitas, scar dan kalsifikasi, nodul miliar, tetapi bisa
menunjukkan gambaran normal khususnya pada pasien HIV
lanjut.
CT-Scan Toraks
Ct Scan Toraks dapat dipertimbangkan untuk mendeteksi TB
pada pasien dengan foto toraks meragukan.
Tuberculin Skin Test
induras i ≥10 mm diang g a p positif
pada:
• Pendatan g baru dari area dengan
prevalan si TB tinggi
• Peng gu na narkoba jenis injeksi
• Residen atau pegawa i yang
bekerja pada tempat berisik o
tinggi (seper ti tempat
rehabili ta si , rumah sakit dan
fasilita s kesehatan lain, tempat
penampun g a n , rumah perawatan ,
dan fasilita s kesehatan untuk
pender ita HIV/AIDS )
• Pegaw ai laborato ri um
mikobak te r i ol o g i
• Orang- o ra n g dengan risiko tinggi
• Anak di bawah 5 tahun
Indura si ≥5 mm diang g a p positi f
pada:
• Pasien yang terinfek si HIV
• Individu yang mengalam i kontak
terus menerus dengan pasien
terdia gn o si s penyakit TB yang
infeksius
• Pasien dengan penampa ka n
fibro tik pada radio g ra fi toraks
yang konsi sten dengan riwayat
TB sebelumy a
• Pasien yang menda pa tk an
transpla nta si organ atau pasien
imunosu p re s if (termas uk pasien
yang menda pa tk an pengo ba ta n
predni s o n e dengan dosi s ≥15
mg/hari selama 1 bulan atau
lebih, atau dalam peng o ba tan
antago ni s TNF-α)
indurasi ≥15 mm
dianggap positif pada
Individu yang tidak
memiliki risiko TB
Diagnosis TB
TB Terkonfirmasi Klini s
Pasien yang tidak memenu hi kriteria terdiagnosis secara bakteriologi s tetapi
didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk
diberikan pengobatan TB.
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah :
1 . Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaa n foto toraks
mendukung TB.
2 . Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis setelah
diberikan antibiotika non OAT, dan mempunyai faktor risiko TB.
3 . Pasien TB ekstra paru yang terdiagno si s secara klinis maupun laboratoris
dan histopatologi s tanpa konfirmasi bakteriologi s .
4 . TB anak yang terdiagnosi s dengan sistim skoring.
TB Terkonfirmasi Bakteriologis
Pasien TB yang terbukti positif bakteriologi pada hasil pemeriksaan
mikroskopis langsung, TCM TB, atau biakan.
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah :
1 . Pasien TB paru BTA positif
2 . Pasien TB paru hasil biakan M.TB positif
3 . Pasien TB paru hasil tes cepat M.TB positif
4 . Pasien TB ekstra paru terkonfirma si secara bakteriologi s , baik dengan
BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena .
5 . TB anak yang terdiagnosi s dengan pemerik saan bakteriologi s .
Alur
Diagnosis TB
ALUR DIAGNOSIS
TB REVISI
DIRJEN 2020
Diagnosis
• Pemeriksaan TCM merupakan alat diagnosis utama yang digunakan untuk
penegakkan diagnose Tuberkulosis, baik TBC Paru maupun Ekstra Paru, baik
TBC Baru maupun yang memiliki riwayat Pengobatan TBC Sebelumnya, dan
pada semua golongan umur termasuk pada ODHA.
• Pemeriksaan TCM dilakukan dari specimen dahak (Untuk terduga TBC Paru),
dan non Dahak (untuk terduga ekstra paru)
• Seluruh Terduga TBC HARUS dilakukan pemeriksaan TCM pada fasilitas
pelayanan Kesehatan yang saat ini sudah mempunyai alat TCM
• Jumlah dahak yang dikumpulkan adalah dua (2) dahak, volume 3-5ml, dan
mukopurulen.
• Penegakkan diagnose TBC Klinis harus didahului pemeriksaan bakteriologis.
• Pasien TBC yanbg terdiagnosa dengan pemeriksaan mikroskopis harus
dilakukan pemeriksaan lanjutan menggunakan TCM.
Klasifikasi berdasarkan Lokasi
• TB Paru
kasus TB yang melibatkan parenkim
paru atau trakeobronkial. TB milier
diklasifikasikan sebagai TB paru
karena terdapat lesi di paru. Pasien
yang mengalami TB paru dan ekstra
paru harus diklasifikasikan sebagai
kasus TB paru.
• TB Ekstra Paru
Klasifikasi berdasarkan Riwayat
Pengobatan
Riwayat
Pengobatan
Pasien Baru TB
Pasien pernah
diobati TB
Riwayat
Pengobatan tidak
diketahui
Kambuh
Gagal Terapi
Loss to Follow up
(Drop Out
Kasus lain-lain
Klasifikasi berdasarkan Riwayat
Pengobatan
• Kasus Baru: Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (< 28
dosis)
• Kasus dengan riwayat pengobatan : Pasien yang pernah mendapatkan
OAT 1 bulan atau lebih (>28 dosis bila memakai obat program)
• Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan
OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir
pengobatan dan saat ini ditegakkan diagnosis TB episode kembali
Klasifikasi berdasarkan Riwayat
Pengobatan
• Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir pengobatan.
• Kasus setelah loss to follow up adalah pasien yang pernah menelan OAT 1
bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan
berturut-turut dan dinyatakan loss to follow up sebagai hasil pengobatan.
• Kasus lain-lain adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan
hasil akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan.
• Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui adalah pasien yang
tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya sehingga tidak dapat
dimasukkan dalam salah satu kategori di atas.
Klasifikasi berdasarkan Uji Kepekaan
Obat
• Monoresisten: resistensi terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
• Poliresisten: resistensi terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.
• Multidrug resistant (TB MDR) : minimal resistan terhadap isoniazid (H) dan
rifampisin (R) secara bersamaan.
• Extensive drug resistant (TB XDR) : TB-MDR yang juga resistan terhadap
salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT lini kedua
jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan amikasin).
• Rifampicin resistant (TB RR) : terbukti resistan terhadap Rifampisin baik
menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional), dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang
terdeteksi. Termasuk dalam kelompok TB RR adalah semua bentuk TB MR, TB
PR, TB MDR dan TB XDR yang terbukti resistan terhadap rifampisin.
Klasifikasi berdasarkan status HIV
• Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB terkonfirmasi bakteriologis atau
terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil tes HIV-positif, baik
yang dilakukan pada saat penegakan diagnosis TB atau ada bukti bahwa
pasien telah terdaftar di register HIV (register pra ART atau register ART).
• Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB terkonfirmasi bakteriologis
atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil negatif untuk tes
HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB. Bila pasien ini
diketahui HIV positif di kemudian hari harus kembali disesuaikan
klasifikasinya.
• Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB terkonfirmasi
bakteriologis atau terdiagnosis klinis yang tidak memiliki hasil tes HIV dan
tidak memiliki bukti dokumentasi telah terdaftar dalam register HIV. Bila
pasien ini diketahui HIV positif dikemudian hari harus kembali disesuaikan
klasifikasinya.
Tujuan Pengobatan TB
Tujuan pengobatan TB adalah :
• Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas
pasien
• Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
• Mencegah kekambuhan TB
• Mengurangi penularan TB kepada orang lain
• Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat
Prinsip Pengobatan TB
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
• Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi
• Diberikan dalam dosis yang tepat
• Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.
• Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
Tahapan Pengobatan TB
Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman
yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2
bulan. Daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2
minggu pertama.
Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih
ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan.
OAT KATEGORI 1
• OAT KAT 1 Dosis harian akan mulai dipergunakan secara bertahap. Prioritas
pemberian pada:
1. Pasien TBC HIV
2. Pasien TBC yang diobati di Rumah Sakit
3. Kasus TBC dengan hasil MTB pos Rifampisin sensitive dan Rifampisin
inderteminate dengan riwayat pengobatan sebelumnya
• Pasien TBC MTB positif Rifampisin sensitive yang berasal dari kriteria dengan
riwayat pengobatan sebelumnya (kambuh, gagal, dan loss to follow up)
diobati dengan OAT kategori 1 dosis harian
• Pemberian OAT Kategori 2 tidak direkomendasikan untuk pengobatan pasien
TBC.
OAT KATEGORI 1
OAT KATEGORI 1
• Fase intensif harus mencakup dua bulan pengobatan dengan
menggunakan Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol (2RHZE)
• Pada fase lanjutan harus diberikan Isoniazid dan Rifampisin selama 4
bulan (4RH).
• Penggunaan obat kombinasi dosis tetap dapat mempermudah pemberian
obat
• WHO merekomendasikan paduan standar untuk TB paru kasus baru
adalah 2RHZE/4RH. Jika tidak tersedia paduan dosis harian, dapat
dipakai paduan 2RHZE/4R3H3 dengan syarat harus disertai pengawasan
yang lebih ketat
• Pada akhir fase intensif, bila hasil apusan dahak tetap positif
maka fase sisipan tidak lagi direkomendasikan namun
dievaluasi untuk TB-RO (uji kepekaan), sementara pengobatan
diteruskan sebagai fase lanjutan.
• Pasien TB paru sebaiknya mendapatkan paduan obat :
2RHZE/4HR, selama 6 bulan. Untuk TB ekstra paru biasanya
diperlukan durasi pengobatan yang lebih dari 6 bulan.
EFEK
SAMPING
OAT
Efek samping
Kemungkinan
Penyebab
Tatalaksana
Minor OAT diteruskan
Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin, isoniazid,
pyrazinamide
Obat diminum malam sebelum tidur
Nyeri sendi INH Beri aspirin /NSAID/Parasetamol
Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki
Rasa Mengantuk
INH
INH
Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 50-75 mg
perhari
Obat diminum malam sebelum tidur
Warna kemerahan pada air seni
Sindrom Flu
Rifampisin
Pemberian Rifampisin
Intermitent
Beri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa
Ganti Rifampisin intermitent jadi setiap hari
Mayor Hentikan obat
Gatal dan kemerahan pada kulit Semua jenis OAT Beri antihistamin dan dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan (vertigo dan
nistagmus)
Streptomisin Streptomisin dihentikan
Ikterik / Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain
disingkirkan)
Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT sampai ikterik
menghilang dan boleh diberikan
hepatoprotektor
Confusion (suspected drug-induced pre-icteric
hepatitis)
Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT dan lakukan uji fungsi
hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol
Kelainan sistemik, termasuk syok dan purpura
Oliguria
Rifampisin
Streptomisin
Hentikan rifampisin
Hentikan Streptomisin
Pemantauan Hasil Pengobatan
• Respons terhadap pengobatan pada pasien dengan TB paru (termasuk
pada pasien yang di diagnosis dengan pemeriksaan molekular cepat)
harus dimonitor dengan pemeriksaan mikroskopis lanjutan pada saat
selesainya fase intensif (dua bulan).
• Jika sputum masih positif diakhir fase intensif, pemeriksaan
mikroskopis dilakukan lagi pada akhir bulan ketiga, dan jika tetap
positif, pemeriksaan kepekaan obat molekular cepat (line probe assays
atau TCM TB, MTB/RIF) atau biakan dengan uji kepekaan obat harus
dilakukan.
• Pada pasien dengan TB ekstra paru dan pada anak-anak, respons
pengobatan dinilai secara klinis.
Hasil
Pengobatan
TB pada Kondisi
Khusus
TB-HIV
• Tuberkulosis pada pasien HIV/AIDS (TB-HIV) sering dijumpai
dengan prevalensi 29-37 kali lebih banyak dibandingkan
dengan TB tanpa HIV.
• Konseling dan tes HIV perlu dilakukan untuk semua pasien
dengan, atau yang diduga TB kecuali sudah ada konfirmasi
hasil tes yang negatif dalam dua bulan terakhir.
Pengobatan
TB-HIV
• Prinsip tata laksana pengobatan TB pada pasien dengan
infeksi HIV sama seperti pasien TB tanpa HIV.
• Obat TB pada pasien HIV sama efektifnya dengan
pasien TB tanpa HIV.
• Pada koinfeksi TB HIV sering ditemukan infeksi hepatitis
sehingga mudah terjadi efek samping obat yang bersifat
hepatotoksik.
• Pada pasien dengan infeksi HIV dan TB yang menderita
imunosupresi berat (hitung CD4 kurang dari 50
sel /mm3), ARV harus dimulai dalam waktu 2
minggu setelah dimulainya pengobatan TB kecuali jika
ada meningitis tuberkulosis.
• Untuk semua pasien dengan HIV dan TB, terlepas dari
hasil hitung CD4, terapi antiretroviral harus dimulai
dalam waktu 8 minggu semenjak awal pengobatan
TB. Pasien dengan infeksi TB dan HIV harus diberikan
kotrimoksazol untuk pencegahan infeksi lain.
Pencegahan
TB pada HIV
Pengobatan Pencegahan Tuberkulosis diberikan sebagai
bagian dari upaya mencegah terjadinya TB aktif pada ODHA.
PP TB diberikan pada ODHA yang tidak terbukti TB dan tidak
mempunyai kontraindikasi terhadap pilihan obat. Ada
beberapa pilihan regimen pemberian pengobatan
pencegahan Tuberkulosis menurut rekomendasi WHO :
• Pengobatan Pencegahan dengan INH (PP INH) selama 6
bulan, dengan dosis INH 300 mg /hari selama 6 bulan
dan ditambah dengan B6 dosis 25mg /hari.
• Pengobatan Pencegahan dengan menggunakan
Rifapentine dan INH, seminggu sekali selama 12
minggu ( 12 dosis), dapat digunakan sebagai alternatif.
Dosis yang digunakan adalah INH 15 mg /BB untuk usia >
12 tahun dengan dosis maksimal 900 mg dan dosis
Rifapentine 900 mg untuk usia >12 tahun dan BB > 50 Kg
(untuk BB 32 – 50 kg = 750 mg)
Tuberkulosis dengan Diabetes
Melitus
Prevalensi terjadinya TB paru meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi pasien DM.
Frekuensi DM pada pasien TB dilaporkan sekitar 10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini
2-5 kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan yang non-diabetes
Pada setiap penyandang DM harus dilakukan skrining TB dengan pemeriksaan gejala TB dan
foto toraks
Prinsip pengobatan TB DM sama dengan TB tanpa DM apabila kadar gula darah terkontrol
Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan
sampai 9 bulan
Hal yang perlu diperhatikan :
• Ganggu an pada mata  Etambuto l atau retino pa ti diabetik um ?
• Rifampi si n mengur ta n g i efektivita s obat oral anti diabete s (sulfo ny lu re a ), sehing g a dosi s harus
ditingk a tka n
• INH dapat memper bu r uk atau menyerupa i neuro pa ti diabeti ku m
Tuberkulosis dengan kelainan Hati
Pada pasien dengan penyakit hati kronik lanjut pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan
sebelum pengobatan dimulai dan secara berkala selama pengobatan. Apabila kadar SGPT >3x
normal sebelum terapi dimulai maka paduan obat berikut ini perlu dipertimbangkan (yang
dibold adalah rekomendasi WHO):
 Dua obat hepatotoksik:
a) 9 bulan isoniazid + rifampisin + etambutol (9 RHE)
b) 2 bulan isoniazid + rifampisin + etambutol + streptomisin diikuti 6 bulan isoniazid + rifampisin (2
Tuberkulosis dengan Hepatitis Imbas
Obat
Kapan OAT distop?
• Klinis (+), LFT > 3x Normal
• Klinis (-), LFT > 5x Normal
• Bilirubi n> 2
Bagaima na memula i Kembali ?
Hen tik an O A T y an g be r s i fa t h e pato t o k si k (RH Z ) . S etel ah i tu, m o ni to r
g e jal a kl in i s dan l a bo r a to r iu m . B il a g e ja la k li ni s da n la bo r a to r i um
kem ba li n o r mal (bili r u bin , SG O T , SG PT ), ma ka mu lai di be ri ka n
r ifam pis i n dosi s nai k pe r la ha n s am pai do si s penuh . S ela m a i tu
pe rh a tik an k lin i s dan pe rik s a la bo r a to r iu m sa at ri f am pi si n do s i s pe nu h ,
bil a g e jal a kli ni s dan l a bo r a to r iu m n o r mal , tam ba hk a n I N H de n g an
do s i s n aik pe r la ha n sa m pai de n g an do s i s pe n uh ( s e s u ai be ra t ba dan ) .
Pa dua n O A T da pa t di be rik an se c a ra in div i dual se te la h dil aku ka n i ni s ia s i
ula n g a ta u rech all e nge . Ha ru s se la lu diin g a t a dan ya r i sik o k em un g k in an
te r ja din ya re s i s te n si O A T ak i ba t pe m be ri an de n ga n do s i s da n c a ra ya n g
ti dak a dek ua t . Pa da pa sie n ya n g me n g al am i i kte rik , m a ka d ia njur k an
ti dak m em as uk kan pi razi nami d k edal am paduan obat .
Tuberkulosis
dengan
Gangguan fungsi
Ginjal Kronik
TB Milier
• Manifestasi klinis TB milier tidak spesifik.
• Foto toraks menunjukkan gambaran klasik pola milier. Pemeriksaan
histopatologis dari biopsi jaringan, pemeriksaan biakan M. tuberculosis
dari sputum, cairan tubuh dan jaringan tubuh lain dapat menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
• Pengobatan TB milier perlu rawat inap bila sesuai indikasi. Paduan OAT
yang diberikan adalah 2 RHZE / 4 RH.
• Pemberian kortikosteroid tidak dilakukan secara rutin, hanya diberikan
pada keadaan tertentu yaitu apabila terdapat tanda / gejala meningitis,
sesak napas, tanda / gejala toksik, demam tinggi.
TB dan Kehamilan
TB dan Reaksi alergi pada kulit
• Jika seorang pasien terjadi gatal tanpa ruam dan tidak ada penyebab
yang jelas selain OAT pengobatan simtomatik dengan antihistamin dan
pelembab kulit, dan pengobatan TB dapat dilanjutkan sambil dimonitor.
• Jika terjadi ruam kulit, semua obat anti-TB harus dihentikan. Dosis
secara bertahap ditingkatkan selama 3 hari seperti yang tertera di tabel
berikut
TB Ekstra Paru
• Tuberkulosis (TB) ekstra paru adalah kasus TB yang terdiagnosis bakteriologis
maupun klinis yang melibatkan organ selain paru, seperti pleura, kelenjar getah
bening, abdomen, traktus genitorinarius, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak.
• Untuk semua pasien, termasuk anak, yang diduga memiliki TB ekstraparu,
spesimen yang tepat dari bagian tubuh yang sakit sebaiknya diambil untuk
pemeriksaan mikrobiologi dan histologi.
• Mengingat pentingnya diagnosis cepat pada terduga meningitis TB, maka
pemeriksaan TCM dari cairan serebrospinal direkomendasikan sebagai uji
mikrobiologi awal untuk pasien yang diduga meningitis TB.
• Secara umum pengobatan TB pada ekstra paru lebih dari 6 bulan, pada beberapa
kasus bahkan dapat diberikan sampai 18 bulan. Pada prinsipnya fase intensif
pada ekstra paru sama dengan TB paru yaitu 2 bulan, sedangkan untuk fase
lanjutan dapat diperpanjang.
TB Ekstra Paru
• Foto toraks dilakukan pada pasien TB ekstraparu untuk memastikan
koeksistensi TB paru.
• Paduan terapi adekuat dapat dimulai tanpa menunggu hasil biakan bila
histologi dan gambaran klinis sesuai dengan diagnosis tuberkulosis.
• Pasien dengan TB ekstraparu, paduan OAT selama 6-9 bulan (2 bulan
INH, RIF, PZA, dan EMB diikuti dengan 4-7 bulan INH dan RIF)
• TB sistem saraf pusat (tuberkuloma atau meningitis) dan TB tulang
dan sendi, OAT diberikan selama 9-12 bulan
• Kortikosteroid direkomendasikan pada TB sistem saraf pusat dan
pericardial
TB Ekstra Paru
• Bila memerlukan Kortikosteroid, rekomendasi kortikosteroid
yang digunakan adalah deksametason 0,3-0,4 mg /kg di
tapering-off selama 6-8 minggu atau prednison 1 mg /kg
selama 3 minggu, lalu tapering-off selama 3-5 minggu.
• Evaluasi pengobatan TB ekstra paru dilakukan dengan
memantau klinis pasien, tanpa melakukan pemeriksaan
histopatologi ataupun biakan.
TB Pleura
• Diagnosis TB pleura berdasarkan pada terdapatnya basil
tuberkulosis pada cairan pleura, biopsi pleura maupun
granuloma di pleura pada pemeriksaan histopatologis
• Diagnosis TB pleura dapat menggunakan aktifitas adenosine
deaminase (ADA), protein cairan pleura, laktat dehidrogenase
dan komponen seluler. Nilai ADA> 70 sangat
mengindikasikan suatu TB Pleura.
• Pengobatan TB pleura sama dengan pengobatan TB paru
dengan paduan 2RHZE/4RH.
Tuberkulosis pada SSP/Meningen
Setiap pasien TB meningen harus dilakukan CT-scan kepala dengan kontras sebelum diterapi atau
dalam 48 jam pertama terapi
CT-scan kepala dapat membantu diagnosis TB meningen dan memberikan informasi dasar yang
penting terutama untuk pertimbangan intervensi bedah pada hidrosefalus
Semua pasien dengan tuberkuloma serebral atau tuberkulosis spinal sebaiknya dilakukan MRI
untuk menentukan perlunya intervensi bedah dan melihat respons terapi
Foto toraks harus dilakukan pada seluruh pasien TB meningen
Tuberkulosis pada SSP/Meningen
Paduan obat terapi lini pertama untuk segala bentuk tuberkulosis sistem saraf pusat diberikan selama 9-12 bulan.
Setiap pasien TB meningen diberikan kortikosteroid tanpa memandang tingkat keparahan
Dosis kortikosteroid untuk dewasa (>14 tahun) dapat dimulai dari metil prednisolon 0,4 mg/kgBB/hari atau
prednison/ deksametason/ prednisolone dengan dosis setara selama 6-8 minggu laludilakukan tappering off
Indikasi bedah: hidrosefalus, abses serebral tuberkulosis
Dekompresi bedah segera harus dipertimbangkan pada lesi ekstradural yang menyebabkan paraparesis
Tuberkulosis pada SSP/Meningen
Penemuan BTA pada cairan serebrospinal dan jaringan merupakan
diagnosis cepat terbaik untuk diagnosis tuberkulosis sistem saraf pusat
Volume cairan serebrospinal yang dapat diambil untuk pemeriksaan,
setidaknya sebanyak 6 ml (Tabel 6.2)
Biopsi jaringan mempunyai nilai diagnostik yang lebih tinggi dibandingkan
cairan serebrospinal untuk dignosis tuberkuloma dan tuberkulosis spinal

More Related Content

Similar to Tuberkulosis.pptx

Asuhan keperawatan pada anak tbc
Asuhan keperawatan pada anak tbcAsuhan keperawatan pada anak tbc
Asuhan keperawatan pada anak tbcwhenny
 
4. Diagnosis TBC pada Dewasa OK.pptx
4. Diagnosis TBC pada Dewasa OK.pptx4. Diagnosis TBC pada Dewasa OK.pptx
4. Diagnosis TBC pada Dewasa OK.pptxssuser8fdb5d
 
Tuberculosis Pada Ginjal
Tuberculosis Pada GinjalTuberculosis Pada Ginjal
Tuberculosis Pada GinjalPhil Adit R
 
Askep TB.docx
Askep TB.docxAskep TB.docx
Askep TB.docxKPSRSUI
 
Askep ggn pernafasan_tbc
Askep ggn pernafasan_tbcAskep ggn pernafasan_tbc
Askep ggn pernafasan_tbcArdian Putra
 
Diagnosis dan Tatalaksana TB Sensitif Obat
Diagnosis dan Tatalaksana TB Sensitif ObatDiagnosis dan Tatalaksana TB Sensitif Obat
Diagnosis dan Tatalaksana TB Sensitif ObatMettaFerdy FerdianFamily
 
Apa itu TOSS TBC dan Kenali Gejala TBC.docx
Apa itu TOSS TBC dan Kenali Gejala TBC.docxApa itu TOSS TBC dan Kenali Gejala TBC.docx
Apa itu TOSS TBC dan Kenali Gejala TBC.docxErnaYanti21
 
12. tb.paru
12. tb.paru12. tb.paru
12. tb.parujuarta
 
Makalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisisMakalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisisAnbarAfifah
 
Lima provinsi dengan TB-paru terbesar di Indonesia
Lima provinsi dengan TB-paru terbesar di IndonesiaLima provinsi dengan TB-paru terbesar di Indonesia
Lima provinsi dengan TB-paru terbesar di Indonesiarobimarta19
 
Makalah tb paru di indonesia
Makalah tb paru di indonesiaMakalah tb paru di indonesia
Makalah tb paru di indonesiaaliyanoorfauziah
 

Similar to Tuberkulosis.pptx (20)

Asuhan keperawatan pada anak tbc
Asuhan keperawatan pada anak tbcAsuhan keperawatan pada anak tbc
Asuhan keperawatan pada anak tbc
 
4. Diagnosis TBC pada Dewasa OK.pptx
4. Diagnosis TBC pada Dewasa OK.pptx4. Diagnosis TBC pada Dewasa OK.pptx
4. Diagnosis TBC pada Dewasa OK.pptx
 
Skrofuloderma
SkrofulodermaSkrofuloderma
Skrofuloderma
 
Materi penyuluhan tuberculosis (tbc)
Materi penyuluhan tuberculosis (tbc)Materi penyuluhan tuberculosis (tbc)
Materi penyuluhan tuberculosis (tbc)
 
Tuberculosis Pada Ginjal
Tuberculosis Pada GinjalTuberculosis Pada Ginjal
Tuberculosis Pada Ginjal
 
2
22
2
 
Askep TB.docx
Askep TB.docxAskep TB.docx
Askep TB.docx
 
Makalah tuberculosis
Makalah tuberculosisMakalah tuberculosis
Makalah tuberculosis
 
ASKEP TB.docx
ASKEP TB.docxASKEP TB.docx
ASKEP TB.docx
 
Askep ggn pernafasan_tbc
Askep ggn pernafasan_tbcAskep ggn pernafasan_tbc
Askep ggn pernafasan_tbc
 
copy-of-infeksi.pptx
copy-of-infeksi.pptxcopy-of-infeksi.pptx
copy-of-infeksi.pptx
 
Diagnosis dan Tatalaksana TB Sensitif Obat
Diagnosis dan Tatalaksana TB Sensitif ObatDiagnosis dan Tatalaksana TB Sensitif Obat
Diagnosis dan Tatalaksana TB Sensitif Obat
 
Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA
Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA
Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA
 
Tbc pada ibu
Tbc pada ibuTbc pada ibu
Tbc pada ibu
 
Apa itu TOSS TBC dan Kenali Gejala TBC.docx
Apa itu TOSS TBC dan Kenali Gejala TBC.docxApa itu TOSS TBC dan Kenali Gejala TBC.docx
Apa itu TOSS TBC dan Kenali Gejala TBC.docx
 
12. tb.paru
12. tb.paru12. tb.paru
12. tb.paru
 
Makalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisisMakalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisis
 
Lima provinsi dengan TB-paru terbesar di Indonesia
Lima provinsi dengan TB-paru terbesar di IndonesiaLima provinsi dengan TB-paru terbesar di Indonesia
Lima provinsi dengan TB-paru terbesar di Indonesia
 
Makalah tb paru di indonesia
Makalah tb paru di indonesiaMakalah tb paru di indonesia
Makalah tb paru di indonesia
 
Makalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisisMakalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisis
 

Recently uploaded

penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxagussudarmanto9
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptKianSantang21
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosizahira96431
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptxgizifik
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikassuser1cc42a
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxmarodotodo
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitIrfanNersMaulana
 
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptxAyu Rahayu
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docxCAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docxPuskesmasTete
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfSeruniArdhia
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAcephasan2
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanDevonneDillaElFachri
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxDianaayulestari2
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 

Recently uploaded (20)

penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
 
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docxCAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 

Tuberkulosis.pptx

  • 1. Tuberkulosis BAGIAN/KSM ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO dr. Ray Rattu, Mkes, Sp.PD
  • 2. PENDAHULUAN • Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri berbentuk batang dan BTA, Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB Sebagian besar mengenai parenkim paru (TB Paru), namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya. • Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB: Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti and Mycobacterium cannettii. • Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat udara melalui percik renik atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar ketika seorang yang terinfeksi TB paru atau TB laring batuk, bersin, atau bicara.
  • 3. Epidemiologi Berdasarkan Global TB Report 2018, diperkirakan di Indonesia pada tahun 2017 terdapat 842.000 kasus TB baru (319 per 100.000 penduduk) dan kematian karena TB sebesar 116.400 (44 per 100.000 penduduk) termasuk pada TB-HIV positif.
  • 4. Menurut laporan WHO tahun 2021, insidensi kasus TB paru mengalami penurunan dibandingkan tahun 2019.
  • 5. The 30 high TB burden countries account- ed for 86% of all estimated incident cases worldwide, and eight of these countries accounted for two thirds of the global total: India (26%), China (8.5%), Indonesia (8.4%), the Philippines (6.0%), Pakistan (5.8%), Nigeria (4.6%), Bangladesh (3.6%) and South Africa (3.3%).
  • 6. • Ada 3 faktor yang menentukan transmisi M.TB : 1. Jumlah organisme yang keluar ke udara. 2. Konsentrasi organisme dalam udara, ditentukan oleh volume ruang dan ventilasi. 3. Lama seseorang menghirup udara terkontaminasi. • Dosis yang diperlukan terjadinya suatu infeksi TB adalah 1 sampai 10 basil. • Kasus yang paling infeksius adalah penularan dari pasien dengan hasil pemeriksaan sputum positif, dengan hasil 3+ • Kasus TB ekstra paru hampir selalu tidak infeksius, kecuali bila penderita juga memiliki TB paru.
  • 7. FAKTOR RESIKO Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah : 1. Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais lain 2. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu panjang. 3. Perokok 4. Konsumsi alkohol tinggi 5. Anak usia <5 tahun dan lansia 6. Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang infeksius. 7. Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis (contoh: lembaga permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka panjang) 8. Petugas kesehatan
  • 9. Patogenesis Tuberkulosis A. TUBERKULOSIS PRIMER Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas  membentuk sarang pneumoni (afek primer) Sarang primer akan terlihat peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) Peradangan diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional) Afek primer + limfangitis lokal  kompleks primer
  • 10. Patogenesis Tuberkulosis Kompleks primer dapat menjadi salah satu nasib sebagai berikut: • Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) • Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) • Menyebar dengan cara : 1. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya 2. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan 3. Penyebaran secara hematogen dan limfogen
  • 11. Patogenesis Tuberkulosis B. TUBERKULOSIS PASCAPRIMER TB pasca primer merupakan pola penyakit yang terjadi pada host yang sebelumnya pernah tersensitisasi bakteri TB. Terjadi setelah periode laten yang memakan waktu bulanan hingga tahunan setelah infeksi primer. Hal ini dapat dikarenakan reaktivasi kuman laten atau karena reinfeksi. • Dapat menjadi sumber penularan • Sering terletak pada segmen apical lobus superior maupun apical lobus inferior • Awalnya membentuk sarang pneumoni kecil, dapat berkembang menjadi salah satu dari kejadian berikut: – Direso p si kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat – Meluas dan terjadi penyem b uha n dengan jar. Fibros i s  pengapu ra n  sembuh . Sarang dapat aktif kembali membentu k jar. Kaseosa dan dapat menjadi kaviti jika jar. Kaseosa dibatu ka n
  • 12. Patogenesis Tuberkulosis Sarang pneumoni meluas  membentuk jar. Kaseosa  terbentuk kaviti karena jar. Kaseosa dibatukan. Kavitas awalnya berdinding tipis menjadi berdinding tebal (kavitas skelorotik). Kavitas akan menjadi: – Meluas dan menimbulkan sarang pneumoni baru – Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat memadat dan sembuh tetapi mungkin juga aktif kembali – Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. – Kavitas yang menyembuh dan membungkus dirinya sendiri dan akhirnya mengecil. Biasanya terlihat seperti bintang (stellate shaped)
  • 13.
  • 14. GEJALA KLINIS Selain gejala disamping, perlu dicari juga tentang faktor resiko infeksi TB : Infeksi humanimmunodeficiencyvirus (HIV), diabetes mellitus (DM), keganasan, dan penggunaan obat-obatan yang mensupresi sistem imun. Faktor risiko infeksi lainnya adalah kontak dengan penderita TB aktif, tinggal di lingkungan padat penduduk, tunawisma, dan malnutrisi.
  • 15. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik tidak spesifik  Tergantung Luas Lesi dan adanya Komplikasi. Pada pemeriksaan fisik paru dapat ditemukan antara lain suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma atau mediastinum. Kelainan umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior.
  • 16. Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi Pemeriksaan Bisa Dari Sputum atau Cairan • Sputum : Minimal 2 kali pemeriksaan, salah satunya di pagi hari • Cairan : BAL (Bronchial Alveolar Lavage), Bilasan lambung dari NGT Cara pemeriksaan Bakteriologis 1. Mikroskopis Langsung. Menggunakan pewarnaan Ziehl-Nielsen untuk melihat Bakteri Tahan Asam 2. TCM – Tes Cepat Molekular (Xpert /MTB RIF) • Hasil TCM dapat berupa : MTB Positif, Rifampisin sensitif ; MTB Positif, Rifampisin indeterminate ; MTB Positif, Rifampisin resistan ; MTB negatif • TCM tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan. 3. Kultur & DST Lini 1,2. dilakukan pada medium Lowenstein Jensen
  • 17. Pemeriksaan Laboratorium Darah Interferon-gamma release assay (IGRA) • Terdapat 2 jenis IGRA: Quantiferon dan T SPOT. Hanya mendiagnosis TB laten, tidak direkomendasi untuk menegakkan TB aktif. Hasil IGRA negatif tidak menyingkirkan TB laten maupun TB aktif • Tidak dipengaruhi oleh vaksin BCG PCR TB
  • 18. Pemeriksaan Radiologi Foto Thoraks Gambaran foto toraks TB dapat berupa infiltrat, adenopati hilus, atelektasis ,kavitas, scar dan kalsifikasi, nodul miliar, tetapi bisa menunjukkan gambaran normal khususnya pada pasien HIV lanjut. CT-Scan Toraks Ct Scan Toraks dapat dipertimbangkan untuk mendeteksi TB pada pasien dengan foto toraks meragukan.
  • 19.
  • 20.
  • 21.
  • 22. Tuberculin Skin Test induras i ≥10 mm diang g a p positif pada: • Pendatan g baru dari area dengan prevalan si TB tinggi • Peng gu na narkoba jenis injeksi • Residen atau pegawa i yang bekerja pada tempat berisik o tinggi (seper ti tempat rehabili ta si , rumah sakit dan fasilita s kesehatan lain, tempat penampun g a n , rumah perawatan , dan fasilita s kesehatan untuk pender ita HIV/AIDS ) • Pegaw ai laborato ri um mikobak te r i ol o g i • Orang- o ra n g dengan risiko tinggi • Anak di bawah 5 tahun Indura si ≥5 mm diang g a p positi f pada: • Pasien yang terinfek si HIV • Individu yang mengalam i kontak terus menerus dengan pasien terdia gn o si s penyakit TB yang infeksius • Pasien dengan penampa ka n fibro tik pada radio g ra fi toraks yang konsi sten dengan riwayat TB sebelumy a • Pasien yang menda pa tk an transpla nta si organ atau pasien imunosu p re s if (termas uk pasien yang menda pa tk an pengo ba ta n predni s o n e dengan dosi s ≥15 mg/hari selama 1 bulan atau lebih, atau dalam peng o ba tan antago ni s TNF-α) indurasi ≥15 mm dianggap positif pada Individu yang tidak memiliki risiko TB
  • 23. Diagnosis TB TB Terkonfirmasi Klini s Pasien yang tidak memenu hi kriteria terdiagnosis secara bakteriologi s tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah : 1 . Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaa n foto toraks mendukung TB. 2 . Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis setelah diberikan antibiotika non OAT, dan mempunyai faktor risiko TB. 3 . Pasien TB ekstra paru yang terdiagno si s secara klinis maupun laboratoris dan histopatologi s tanpa konfirmasi bakteriologi s . 4 . TB anak yang terdiagnosi s dengan sistim skoring. TB Terkonfirmasi Bakteriologis Pasien TB yang terbukti positif bakteriologi pada hasil pemeriksaan mikroskopis langsung, TCM TB, atau biakan. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah : 1 . Pasien TB paru BTA positif 2 . Pasien TB paru hasil biakan M.TB positif 3 . Pasien TB paru hasil tes cepat M.TB positif 4 . Pasien TB ekstra paru terkonfirma si secara bakteriologi s , baik dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena . 5 . TB anak yang terdiagnosi s dengan pemerik saan bakteriologi s .
  • 26. Diagnosis • Pemeriksaan TCM merupakan alat diagnosis utama yang digunakan untuk penegakkan diagnose Tuberkulosis, baik TBC Paru maupun Ekstra Paru, baik TBC Baru maupun yang memiliki riwayat Pengobatan TBC Sebelumnya, dan pada semua golongan umur termasuk pada ODHA. • Pemeriksaan TCM dilakukan dari specimen dahak (Untuk terduga TBC Paru), dan non Dahak (untuk terduga ekstra paru) • Seluruh Terduga TBC HARUS dilakukan pemeriksaan TCM pada fasilitas pelayanan Kesehatan yang saat ini sudah mempunyai alat TCM • Jumlah dahak yang dikumpulkan adalah dua (2) dahak, volume 3-5ml, dan mukopurulen. • Penegakkan diagnose TBC Klinis harus didahului pemeriksaan bakteriologis. • Pasien TBC yanbg terdiagnosa dengan pemeriksaan mikroskopis harus dilakukan pemeriksaan lanjutan menggunakan TCM.
  • 27. Klasifikasi berdasarkan Lokasi • TB Paru kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstra paru harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru. • TB Ekstra Paru
  • 28. Klasifikasi berdasarkan Riwayat Pengobatan Riwayat Pengobatan Pasien Baru TB Pasien pernah diobati TB Riwayat Pengobatan tidak diketahui Kambuh Gagal Terapi Loss to Follow up (Drop Out Kasus lain-lain
  • 29. Klasifikasi berdasarkan Riwayat Pengobatan • Kasus Baru: Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (< 28 dosis) • Kasus dengan riwayat pengobatan : Pasien yang pernah mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih (>28 dosis bila memakai obat program) • Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat ini ditegakkan diagnosis TB episode kembali
  • 30. Klasifikasi berdasarkan Riwayat Pengobatan • Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir pengobatan. • Kasus setelah loss to follow up adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut dan dinyatakan loss to follow up sebagai hasil pengobatan. • Kasus lain-lain adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan. • Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui adalah pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya sehingga tidak dapat dimasukkan dalam salah satu kategori di atas.
  • 31. Klasifikasi berdasarkan Uji Kepekaan Obat • Monoresisten: resistensi terhadap salah satu jenis OAT lini pertama • Poliresisten: resistensi terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan. • Multidrug resistant (TB MDR) : minimal resistan terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan. • Extensive drug resistant (TB XDR) : TB-MDR yang juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan amikasin). • Rifampicin resistant (TB RR) : terbukti resistan terhadap Rifampisin baik menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional), dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi. Termasuk dalam kelompok TB RR adalah semua bentuk TB MR, TB PR, TB MDR dan TB XDR yang terbukti resistan terhadap rifampisin.
  • 32. Klasifikasi berdasarkan status HIV • Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB terkonfirmasi bakteriologis atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil tes HIV-positif, baik yang dilakukan pada saat penegakan diagnosis TB atau ada bukti bahwa pasien telah terdaftar di register HIV (register pra ART atau register ART). • Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB terkonfirmasi bakteriologis atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil negatif untuk tes HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB. Bila pasien ini diketahui HIV positif di kemudian hari harus kembali disesuaikan klasifikasinya. • Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB terkonfirmasi bakteriologis atau terdiagnosis klinis yang tidak memiliki hasil tes HIV dan tidak memiliki bukti dokumentasi telah terdaftar dalam register HIV. Bila pasien ini diketahui HIV positif dikemudian hari harus kembali disesuaikan klasifikasinya.
  • 33. Tujuan Pengobatan TB Tujuan pengobatan TB adalah : • Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien • Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan • Mencegah kekambuhan TB • Mengurangi penularan TB kepada orang lain • Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat
  • 34. Prinsip Pengobatan TB Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip: • Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi • Diberikan dalam dosis yang tepat • Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan. • Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
  • 35. Tahapan Pengobatan TB Tahap awal Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama. Tahap lanjutan Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan.
  • 36. OAT KATEGORI 1 • OAT KAT 1 Dosis harian akan mulai dipergunakan secara bertahap. Prioritas pemberian pada: 1. Pasien TBC HIV 2. Pasien TBC yang diobati di Rumah Sakit 3. Kasus TBC dengan hasil MTB pos Rifampisin sensitive dan Rifampisin inderteminate dengan riwayat pengobatan sebelumnya • Pasien TBC MTB positif Rifampisin sensitive yang berasal dari kriteria dengan riwayat pengobatan sebelumnya (kambuh, gagal, dan loss to follow up) diobati dengan OAT kategori 1 dosis harian • Pemberian OAT Kategori 2 tidak direkomendasikan untuk pengobatan pasien TBC.
  • 39. • Fase intensif harus mencakup dua bulan pengobatan dengan menggunakan Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol (2RHZE) • Pada fase lanjutan harus diberikan Isoniazid dan Rifampisin selama 4 bulan (4RH). • Penggunaan obat kombinasi dosis tetap dapat mempermudah pemberian obat • WHO merekomendasikan paduan standar untuk TB paru kasus baru adalah 2RHZE/4RH. Jika tidak tersedia paduan dosis harian, dapat dipakai paduan 2RHZE/4R3H3 dengan syarat harus disertai pengawasan yang lebih ketat
  • 40. • Pada akhir fase intensif, bila hasil apusan dahak tetap positif maka fase sisipan tidak lagi direkomendasikan namun dievaluasi untuk TB-RO (uji kepekaan), sementara pengobatan diteruskan sebagai fase lanjutan. • Pasien TB paru sebaiknya mendapatkan paduan obat : 2RHZE/4HR, selama 6 bulan. Untuk TB ekstra paru biasanya diperlukan durasi pengobatan yang lebih dari 6 bulan.
  • 41. EFEK SAMPING OAT Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana Minor OAT diteruskan Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin, isoniazid, pyrazinamide Obat diminum malam sebelum tidur Nyeri sendi INH Beri aspirin /NSAID/Parasetamol Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki Rasa Mengantuk INH INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 50-75 mg perhari Obat diminum malam sebelum tidur Warna kemerahan pada air seni Sindrom Flu Rifampisin Pemberian Rifampisin Intermitent Beri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa Ganti Rifampisin intermitent jadi setiap hari Mayor Hentikan obat Gatal dan kemerahan pada kulit Semua jenis OAT Beri antihistamin dan dievaluasi ketat Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan Gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus) Streptomisin Streptomisin dihentikan Ikterik / Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan) Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor Confusion (suspected drug-induced pre-icteric hepatitis) Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT dan lakukan uji fungsi hati Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol Kelainan sistemik, termasuk syok dan purpura Oliguria Rifampisin Streptomisin Hentikan rifampisin Hentikan Streptomisin
  • 42. Pemantauan Hasil Pengobatan • Respons terhadap pengobatan pada pasien dengan TB paru (termasuk pada pasien yang di diagnosis dengan pemeriksaan molekular cepat) harus dimonitor dengan pemeriksaan mikroskopis lanjutan pada saat selesainya fase intensif (dua bulan). • Jika sputum masih positif diakhir fase intensif, pemeriksaan mikroskopis dilakukan lagi pada akhir bulan ketiga, dan jika tetap positif, pemeriksaan kepekaan obat molekular cepat (line probe assays atau TCM TB, MTB/RIF) atau biakan dengan uji kepekaan obat harus dilakukan. • Pada pasien dengan TB ekstra paru dan pada anak-anak, respons pengobatan dinilai secara klinis.
  • 45. TB-HIV • Tuberkulosis pada pasien HIV/AIDS (TB-HIV) sering dijumpai dengan prevalensi 29-37 kali lebih banyak dibandingkan dengan TB tanpa HIV. • Konseling dan tes HIV perlu dilakukan untuk semua pasien dengan, atau yang diduga TB kecuali sudah ada konfirmasi hasil tes yang negatif dalam dua bulan terakhir.
  • 46. Pengobatan TB-HIV • Prinsip tata laksana pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV sama seperti pasien TB tanpa HIV. • Obat TB pada pasien HIV sama efektifnya dengan pasien TB tanpa HIV. • Pada koinfeksi TB HIV sering ditemukan infeksi hepatitis sehingga mudah terjadi efek samping obat yang bersifat hepatotoksik. • Pada pasien dengan infeksi HIV dan TB yang menderita imunosupresi berat (hitung CD4 kurang dari 50 sel /mm3), ARV harus dimulai dalam waktu 2 minggu setelah dimulainya pengobatan TB kecuali jika ada meningitis tuberkulosis. • Untuk semua pasien dengan HIV dan TB, terlepas dari hasil hitung CD4, terapi antiretroviral harus dimulai dalam waktu 8 minggu semenjak awal pengobatan TB. Pasien dengan infeksi TB dan HIV harus diberikan kotrimoksazol untuk pencegahan infeksi lain.
  • 47. Pencegahan TB pada HIV Pengobatan Pencegahan Tuberkulosis diberikan sebagai bagian dari upaya mencegah terjadinya TB aktif pada ODHA. PP TB diberikan pada ODHA yang tidak terbukti TB dan tidak mempunyai kontraindikasi terhadap pilihan obat. Ada beberapa pilihan regimen pemberian pengobatan pencegahan Tuberkulosis menurut rekomendasi WHO : • Pengobatan Pencegahan dengan INH (PP INH) selama 6 bulan, dengan dosis INH 300 mg /hari selama 6 bulan dan ditambah dengan B6 dosis 25mg /hari. • Pengobatan Pencegahan dengan menggunakan Rifapentine dan INH, seminggu sekali selama 12 minggu ( 12 dosis), dapat digunakan sebagai alternatif. Dosis yang digunakan adalah INH 15 mg /BB untuk usia > 12 tahun dengan dosis maksimal 900 mg dan dosis Rifapentine 900 mg untuk usia >12 tahun dan BB > 50 Kg (untuk BB 32 – 50 kg = 750 mg)
  • 48. Tuberkulosis dengan Diabetes Melitus Prevalensi terjadinya TB paru meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi pasien DM. Frekuensi DM pada pasien TB dilaporkan sekitar 10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini 2-5 kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan yang non-diabetes Pada setiap penyandang DM harus dilakukan skrining TB dengan pemeriksaan gejala TB dan foto toraks Prinsip pengobatan TB DM sama dengan TB tanpa DM apabila kadar gula darah terkontrol Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan Hal yang perlu diperhatikan : • Ganggu an pada mata  Etambuto l atau retino pa ti diabetik um ? • Rifampi si n mengur ta n g i efektivita s obat oral anti diabete s (sulfo ny lu re a ), sehing g a dosi s harus ditingk a tka n • INH dapat memper bu r uk atau menyerupa i neuro pa ti diabeti ku m
  • 49. Tuberkulosis dengan kelainan Hati Pada pasien dengan penyakit hati kronik lanjut pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan sebelum pengobatan dimulai dan secara berkala selama pengobatan. Apabila kadar SGPT >3x normal sebelum terapi dimulai maka paduan obat berikut ini perlu dipertimbangkan (yang dibold adalah rekomendasi WHO):  Dua obat hepatotoksik: a) 9 bulan isoniazid + rifampisin + etambutol (9 RHE) b) 2 bulan isoniazid + rifampisin + etambutol + streptomisin diikuti 6 bulan isoniazid + rifampisin (2
  • 50. Tuberkulosis dengan Hepatitis Imbas Obat Kapan OAT distop? • Klinis (+), LFT > 3x Normal • Klinis (-), LFT > 5x Normal • Bilirubi n> 2 Bagaima na memula i Kembali ? Hen tik an O A T y an g be r s i fa t h e pato t o k si k (RH Z ) . S etel ah i tu, m o ni to r g e jal a kl in i s dan l a bo r a to r iu m . B il a g e ja la k li ni s da n la bo r a to r i um kem ba li n o r mal (bili r u bin , SG O T , SG PT ), ma ka mu lai di be ri ka n r ifam pis i n dosi s nai k pe r la ha n s am pai do si s penuh . S ela m a i tu pe rh a tik an k lin i s dan pe rik s a la bo r a to r iu m sa at ri f am pi si n do s i s pe nu h , bil a g e jal a kli ni s dan l a bo r a to r iu m n o r mal , tam ba hk a n I N H de n g an do s i s n aik pe r la ha n sa m pai de n g an do s i s pe n uh ( s e s u ai be ra t ba dan ) . Pa dua n O A T da pa t di be rik an se c a ra in div i dual se te la h dil aku ka n i ni s ia s i ula n g a ta u rech all e nge . Ha ru s se la lu diin g a t a dan ya r i sik o k em un g k in an te r ja din ya re s i s te n si O A T ak i ba t pe m be ri an de n ga n do s i s da n c a ra ya n g ti dak a dek ua t . Pa da pa sie n ya n g me n g al am i i kte rik , m a ka d ia njur k an ti dak m em as uk kan pi razi nami d k edal am paduan obat .
  • 52. TB Milier • Manifestasi klinis TB milier tidak spesifik. • Foto toraks menunjukkan gambaran klasik pola milier. Pemeriksaan histopatologis dari biopsi jaringan, pemeriksaan biakan M. tuberculosis dari sputum, cairan tubuh dan jaringan tubuh lain dapat menunjukkan gambaran tuberkulosis. • Pengobatan TB milier perlu rawat inap bila sesuai indikasi. Paduan OAT yang diberikan adalah 2 RHZE / 4 RH. • Pemberian kortikosteroid tidak dilakukan secara rutin, hanya diberikan pada keadaan tertentu yaitu apabila terdapat tanda / gejala meningitis, sesak napas, tanda / gejala toksik, demam tinggi.
  • 54. TB dan Reaksi alergi pada kulit • Jika seorang pasien terjadi gatal tanpa ruam dan tidak ada penyebab yang jelas selain OAT pengobatan simtomatik dengan antihistamin dan pelembab kulit, dan pengobatan TB dapat dilanjutkan sambil dimonitor. • Jika terjadi ruam kulit, semua obat anti-TB harus dihentikan. Dosis secara bertahap ditingkatkan selama 3 hari seperti yang tertera di tabel berikut
  • 55. TB Ekstra Paru • Tuberkulosis (TB) ekstra paru adalah kasus TB yang terdiagnosis bakteriologis maupun klinis yang melibatkan organ selain paru, seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, traktus genitorinarius, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. • Untuk semua pasien, termasuk anak, yang diduga memiliki TB ekstraparu, spesimen yang tepat dari bagian tubuh yang sakit sebaiknya diambil untuk pemeriksaan mikrobiologi dan histologi. • Mengingat pentingnya diagnosis cepat pada terduga meningitis TB, maka pemeriksaan TCM dari cairan serebrospinal direkomendasikan sebagai uji mikrobiologi awal untuk pasien yang diduga meningitis TB. • Secara umum pengobatan TB pada ekstra paru lebih dari 6 bulan, pada beberapa kasus bahkan dapat diberikan sampai 18 bulan. Pada prinsipnya fase intensif pada ekstra paru sama dengan TB paru yaitu 2 bulan, sedangkan untuk fase lanjutan dapat diperpanjang.
  • 56. TB Ekstra Paru • Foto toraks dilakukan pada pasien TB ekstraparu untuk memastikan koeksistensi TB paru. • Paduan terapi adekuat dapat dimulai tanpa menunggu hasil biakan bila histologi dan gambaran klinis sesuai dengan diagnosis tuberkulosis. • Pasien dengan TB ekstraparu, paduan OAT selama 6-9 bulan (2 bulan INH, RIF, PZA, dan EMB diikuti dengan 4-7 bulan INH dan RIF) • TB sistem saraf pusat (tuberkuloma atau meningitis) dan TB tulang dan sendi, OAT diberikan selama 9-12 bulan • Kortikosteroid direkomendasikan pada TB sistem saraf pusat dan pericardial
  • 57. TB Ekstra Paru • Bila memerlukan Kortikosteroid, rekomendasi kortikosteroid yang digunakan adalah deksametason 0,3-0,4 mg /kg di tapering-off selama 6-8 minggu atau prednison 1 mg /kg selama 3 minggu, lalu tapering-off selama 3-5 minggu. • Evaluasi pengobatan TB ekstra paru dilakukan dengan memantau klinis pasien, tanpa melakukan pemeriksaan histopatologi ataupun biakan.
  • 58. TB Pleura • Diagnosis TB pleura berdasarkan pada terdapatnya basil tuberkulosis pada cairan pleura, biopsi pleura maupun granuloma di pleura pada pemeriksaan histopatologis • Diagnosis TB pleura dapat menggunakan aktifitas adenosine deaminase (ADA), protein cairan pleura, laktat dehidrogenase dan komponen seluler. Nilai ADA> 70 sangat mengindikasikan suatu TB Pleura. • Pengobatan TB pleura sama dengan pengobatan TB paru dengan paduan 2RHZE/4RH.
  • 59. Tuberkulosis pada SSP/Meningen Setiap pasien TB meningen harus dilakukan CT-scan kepala dengan kontras sebelum diterapi atau dalam 48 jam pertama terapi CT-scan kepala dapat membantu diagnosis TB meningen dan memberikan informasi dasar yang penting terutama untuk pertimbangan intervensi bedah pada hidrosefalus Semua pasien dengan tuberkuloma serebral atau tuberkulosis spinal sebaiknya dilakukan MRI untuk menentukan perlunya intervensi bedah dan melihat respons terapi Foto toraks harus dilakukan pada seluruh pasien TB meningen
  • 60. Tuberkulosis pada SSP/Meningen Paduan obat terapi lini pertama untuk segala bentuk tuberkulosis sistem saraf pusat diberikan selama 9-12 bulan. Setiap pasien TB meningen diberikan kortikosteroid tanpa memandang tingkat keparahan Dosis kortikosteroid untuk dewasa (>14 tahun) dapat dimulai dari metil prednisolon 0,4 mg/kgBB/hari atau prednison/ deksametason/ prednisolone dengan dosis setara selama 6-8 minggu laludilakukan tappering off Indikasi bedah: hidrosefalus, abses serebral tuberkulosis Dekompresi bedah segera harus dipertimbangkan pada lesi ekstradural yang menyebabkan paraparesis
  • 61. Tuberkulosis pada SSP/Meningen Penemuan BTA pada cairan serebrospinal dan jaringan merupakan diagnosis cepat terbaik untuk diagnosis tuberkulosis sistem saraf pusat Volume cairan serebrospinal yang dapat diambil untuk pemeriksaan, setidaknya sebanyak 6 ml (Tabel 6.2) Biopsi jaringan mempunyai nilai diagnostik yang lebih tinggi dibandingkan cairan serebrospinal untuk dignosis tuberkuloma dan tuberkulosis spinal

Editor's Notes

  1. Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat masuk ke saluran napas melalui droplet penderita TB yang terhirup dan mencapai alveolus. Masuknya kuman TB akan dikenali oleh respons imun nonspesifik tubuh. Makrofag di alveolus akan melakukan fagositosis terhadap kuman TB dan umumnya dapat menghancurkan sebagian besar kuman TB. Apabila basilus dapat bertahan melewati mekanisme pertahanan awal ini, basilus dapat bermultiplikasi di dalam makrofag. Tuberkel bakteri akan tumbuh perlahan dan membelah setiap 23-32 jam sekali di dalam makrofag. Mycobacterium tidak memiliki endotoksin ataupun exotoksin, sehingga tidak terjadi reaksi imun segera pada host yang terinfeksi. Bakteri kemudian akan terus tumbuh dalam 2 - 12 minggu dan jumlahnya akan mencapai 103-104, yang merupakan jumlah yang cukup untuk menimbulkan sebuah respon imun seluler yang dapat dideteksi dalam reaksi pada uji tuberkulin skin test. Bakteri kemudian akan merusak makrofag dan mengeluarkan produk berupa tuberkel basilus dan kemokin yang kemudian akan menstimulasi respon imun. Basil tuberkulosis akan mengaktifasi limfosit T helper CD4 agar memproduksi interferon gamma guna aktifasi makrofag sehingga meningkatkan kemampuan fagositosisnya. Disamping itu juga diproduksi TNF oleh limfosit T dan makrofag dimana TNF berperan dalam aktifasi makrofag dan inflamasi lokal. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi yang disebut dengan focus primer atau Ghon focus yang merupakan infeksi primer. Infeksi primer ini dapat sembuh dengan atau tanpa bekas atau dapat berlanjut terus dan bakteri terus di fagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil dapat menyebar melalui kelenjar getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Gabungan terserangnya kelenjar getah bening dengan fokus primer disebut kompleks ghon. Infeksi primer kadang-kadang berlanjut terus dan perubahan patologisnya bersamaan seperti TB post primer.