SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Download to read offline
DESENTRALISASI PUBLIC SERVICE
DALAM ERA OTONOMI DAERAH
Oleh :
Sri Susilih
Staf Pengajar Jurusan Ilmu Administrasi, Program Studi Administrasi Negara,
Universitas Indonesia.

Dekonsentrasi diberikan pengertian
sebagai pelimpahan wewenang (delegation
of
authority),
desentralisasi
sebagai
penyerahan
wewenang
(transfer
of
authority) . Dalam dekonsentrasi delegation
of authority hanya menyangkut policy
executing yakni melaksanakan kebijakan
yang sudah ditentukan dari pemerintah
pusat. Sedangkan dalam desentralisasi
transfer of authority termasuk didalamnya
policy making dan policy executing, yakni
berwenang membuat kebijakan sendiri dan
sekaligus melaksanakannya.

administrasi atau B.C. Smith disebut Field
Administration.
Yaitu
propinsi
kabupaten/kota, kota administratif (sudah
tidak dikenal berdasarkan UU No 22/1999),
kecamatan. Pejabat-pejabat pusat didaerah
yang menerima pelimpahan wewenang
dalam yurisdikasi wilayah administrasi
disebut Field Administrator. Ada dua tipe
pejabat, yaitu pejabat pejabat yang disebut
Kepala Wilayah : Gubernur, Bupati,
Walikotamadya (Walokota Administratif),
Camat. Pejabat-pejabat ini menjalankan
pemerintahan
umum
(administrator
generalist) seperti ketertiban umum,
koordinasi. Disamping itu ada pejabat
Kepala Instansi Vertikal yang berasal dari
departemen teknis. Pejabat-pejabat ini
menjalankan
pemerintahan
umum
(administrator specialist) yakni memberikan
public service kepada masyarakat sesuai
dengan bidang yang menjadi tanggung
jawab departemen masing-masing. Aabila
diacu pendapat A.F. Leemans tentang
penentuan batas-batas wilayah administrasi,
maka dalam penyelenggaraan dekonsentrasi
di Indonesia menganut sistem integrated
field administration (B. Hossien ;2000) atau
apabila
dikaitkan
dengan
tipologi
pemerintahan daerah menurut Robert C.
Fried, maka Indonesia menganut integrated
prefectoral system (B. Hossein; 1978)

Jika dikatikan dengan pembagian
wilayah negara Republik Indonesia, maka
dekonsentrasi akan melahirkan wilayah

Pada sisi lain, jika dikaitkan dengan
pembagian wilayah negara Republik
Indonesia berdasarkan asas desentralisasi,

Ada dua tema yang menjadi perhatian
jika
membahas
tentang
pembagian
kekuasaan antara pusat dan daerah, yaitu
dekonsentrasi
dan
desentralisasi.
Dekonsentrasi (sebagai penghalusan dari
sentralisasi) diselenggarakan untuk mewakili
kepentingan
nasional.
Desentralisasi
diselenggarakan
untuk
mewakili
kepentingan
nasional.
Desentralisasi
diselenggarakan
untuk
mewakili
kepentingan masyarakat setempat (lokal) di
daerah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Mengingat masyarakat
tiap masyarakat lokal memiliki keunikan
masing-masing, dengan demikian hanya
cocok
jika
instrumen
desentralisasi
diterapkan.

36
37 Jurnal Administrasi Negara Vol. II No. 02. Maret 2002

maka akan melahirkan Daerah Otonom yaitu
kesatuan masyarakat yang mempunyai
wewenang
mengatur
dan
mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (UU No 22/1999). Di
Indonesia berdasarkan UU No 5/1974
dikenal dua tingkatan daerah otonom, yaitu
Daerah Tingkat I (Dati I) dan daerah Tingkat
II (Dati II). Namun menurut UU No 22/1999
tidak dikenal sebutan/nomenklatur daerah
Tingkat I dan DAERAH Tingkat II lagi
mengingat Indonesia menganut integrated
prefectoral system, maka batas-batas
wilayah administrasi berhimpit dengan
wilayah dari daerah otonomi (Fused Model
menurut A.F. Leemans). Demikian juga
elemen jabatan diintegrasikan di tangan
pejabat dari orang yang sama. Seorang
Kepalan Wilayah juga merangkap sebagai
Kepala Daerah, dalam hal ini seorang kepala
Wilayah lebih mengutamakan kepentingan
pemerintahan pusat dari pada kepentingan
masyarakat daerah.
Dari
uraian
tersebut,
jika
dekonsentrasi
dan
desentralisasi
diperbandingkan maka terlihat masih
kuatnya dominasi dekonsentrasi dari pada
desentralisasi. Struktur hirarkhi wilayah
administrasi
yang
lebih
banyak
dibandingkan dengan susunan daerah
otonom. Akan menimbulkan birokratisasi
yang melemahkan sendi-sendi demokrasi (B
Hoessein;2000) yang hendak dikembangkan
dalam penyelenggaraan desentralisasi.
Pemberian otonomi daerah sebagai
perwujudan
dari
desentralisasi
pada
hakekatnya
memberikan
kewenangan
kepada daerah untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat (UU No 22/1999).
Dengan otonomi sesungguhnya daerah

diberikan kebebasan untuk membuat dan
melaksanakan keputusan yang terbaik bagi
masyarakatnya. Dengan otonomi diharpkan
akan tercipta masyarakat yang tumbuh atas
dasar inisiatif/prakarsa sendiri, sehingga
akan melahirkan masyarakat yang kreatif –
inovatif tanpa ada kekangan dari pemerintah
pusat.
Desentralisai merupakan keharusan
dan kebutuhan setiap masyarakat apapun
bentuk dan ideologi negaranya. Praktek
penyelenggaraan
sentralisasi
yang
berlebihan
terbukti
menimbulkan
kekecewaan dan ketidakpuasan warga
masyarakat terhadap pemerintahannya.
Desentralisasi sangat didambakan/disukai,
dan karenanya memiliki nilai (value) baik
sedangkan sentralisasi bernilai buruk
sehingga cenderung ditolak. Desentralisasi
menurut berbagai pakar memiliki segi
positif, diantaranya : secara ekonomi,
meningkatkan efisiensi dalam penyediaan
jasa dan barang publik yang dibutuhkan
masyarakat setempat, megurangi biaya,
meningkatkan output dan lebih efektif dalam
penggunaan sumber daya manusia. Secara
politis, desentralisasi dianggap memprkuat
akuntabilitas, political skills dan integrasi
nasional. Desentralisasi lebih mendekatkan
pemerintah
dengan
masyarakatnya,
memberikan/menyediakan layanan lebih
baik,
mengembangkan
kebebasan,
persamaan dan kesejahteraan (B.C. Smith :
1985)
Desentralisasi/otonomi
adalah
persoalan yang menyangkut hak asasi
manusia,
oleh
karena
dalam
desentralisasi/otonomi individu diberikan
kebebasan untuk berpikir dan bertindak atas
dasar aspirasi masing-masing, tiap individu
dipenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara
dan kualitas yang terbaik, berpartisipasi
dalam kehidupan sosial, ekonomi dan
38 Sri Susilih – Desentralisasi Public Service

politik, dengan tidak ada kontrol langsung
dari pemerintah pusat.
Dalam era otonomi daerah, dituntu
peranan
pemerintah
daerah
untuk
memberikan
kesejahteraan
kepada
masyarakat daerahnya dengan penyediaan
public services yang sangat dibutuhkan.
Pergeseran paradigma dari good government
menuju
good
governance
(local
governance), akan melibatkan hubungan
antara
pemerintah
daerah
dengan
masyarakatnya
dalam
kegiatan/urusan
urusan
pemerintahan.
Dalam
good
governance harus ada keseimbangan antara
publik, privat dan sosial/ masyarakat.
Dengan demikian desentralisasi/otonomi
tidak hanya berupa penyerahan wewenang
dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah, tetapi juga penyerahan wewenang
kepada masyarakat (J.B. Kristiadi :1994).
Berkiatan dengan ini, bagaimana posisi
pemerintah daerah dalam penyediaan public
services yang melibatkan partisipasi privat
dan masyarakat.
Desentralisasi
melahirkan
local
government. Konsep local government dapat
mengandung tiga arti : (B. Hoessien :
makalah). Pertama, penggunaan istilah local
government sering kali saling dipertukarkan
dengan istilah local authority. Namun kedua
istilah tersebut mengacu pada council
(DPRD) dan major (KDH) yang rekruitment
pejabatnya atas dasar pemilihan.
Kedua,
local
government
berarti
pemerintahan lokal yang dilakukan oleh
pemerintahan lokal (mengacu pada fungsi).
Ketiga, local government berarti daerah
otonom.
Local government memiliki otonomi (lokal),
dalam arti self governmet.

Di Indonesia istilah local government
berarti pemrintah daerah yang memiliki
otonomi
daerah.
Pemerintah
daerah
diselenggarakan oleh Kepala Daerah (KDH)
selaku
penyelenggara
pemerintahan
tertinggi.
Bersama
dengan
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) KDH
melaksanakan fungsi policy making dan
sekaligus melakukan fungsi policy execuring
dengan menggunakan instrumen perangkat
birokrasi lokal (local burcaucracy). Dalam
hal yang menyangkut public services
dilaksanakan oleh dinas-dinas daerah,
BUMD (Badan Usaha Milik Daerah)
Public services (pelayanan publik)
memiliki
karakteristik
sebagaimana
dikemukakan oleh Olive Holtham (Leslie
Willcocks dan Jenny Harraw : 1992).
1. Generally cannot choose customer
2. Roles limited by legislation
3. Politics institutionalizes conflict
4. complex accountability
5. very open to security
6. action must be justified
7. Objectives-outputs
state /measure

difficult

to

Dengan
karakteristik
tersebut,
pelayanan publik memerlukan organisasi
yang berbeda dengan organisasi yang dapat
memilih konsumennya secara selektif. Setiap
terjadi kenaikan harga atas suatu public
services harus dibicarakan atau harus
mendapat persetujuan terlebih dahulu dari
pihak legislatif (Achmad Nurmadi :1999).
Terdapat jenis public service seperti
penyediaan air bersih, listrik, infrastruktur
dan sebagainya tidak sepenuhnya dapat
39 Jurnal Administrasi Negara Vol. II No. 02. Maret 2002

diserahkan berdasarkan mekanisme pasar
pasar. Ada kelompok masyarakat yang tidak
dapat menikmati public service tertentu (ini
berkaitan dengan aspek pemerataan), jika
ditangani oleh sistem pasar/privat. Gejala ini
disebut kegagalan pasar (market failure).
Salah satu bentuk intervensi pemerintah
adalah dengan penyediaan barang-barang
publik (public goods). Public goods
dicirikan oleh dua karakteristik yaitu (1)
“non-exludability” dan (2) non-rivalry
consumption”.
Karakteristik
nonexcludability barang publik diartikan bahwa
orang-orang yang membayar agar dapat
mengkonsumsi barang itu tidak dapat
dipisahkan dari orang-orang yang tidak
membayar tetapi dapat mengkonsumsinya
juga. Sedangkan karakteristik non rivalry
consumption diartikan bahwa bila seseorang
mengkonsumsi barang itu, orang lainpun
mempunyai kesempatan mengkonsumsinya
pula.
Oleh karena pihak swasta tidak
bersedia menghasilkan barang publik
(murni), maka pemerintahanlah yang harus
menyediakannya agar kesejahteraan seluruh
masyarakat dapat ditingkatkan (Nurdjaman
Arsjad, dkk :1992). Intervensi pemerintah
akan lebih menonjol dilakukan oleh
pemerintah daerah yang bercirikan pedesaan
(rural). Ini disebabkan tuntutan masyarakat
di perkotaan lebih mendesak daripada di
pedesaan. Kenyataan yang tidak dihindari
adalah terjadinya pergeseran barang/jasa
privat berubah menjadi barang/jasa publik
(dan sebaliknya), misal pemadam kebakaran.
Di pedesaan pemadam kebakaran bersifat
barang/jasa privat sehingga tidak diperlukan
Dinas Pemadam Kebakaran, tetapi di
Perkotaan berubah menjadi barang /jasa
publik. Konsekuensinya adalah bila semakin
banyak barang/jasa privat yang tidak dapat
dihindari berubah sifat menjadi barang /jasa
publik, maka beban pemrintah akan semakin
tinggi. Hal ini sering dikatakan sebagai

fenomena government growth (Sudarsono
H:1997). Pertumbuhan beban pemerintah ini
akan semakin berkebihan bukan hanya
karena berubahnya barang privat menjadi
barang publik saja, tetapi terurtama juga jika
pemerintah tidak secara selektif menentukan
batas-batas
pekerjaannya.
Adakalanya
barang/jasa yang sebenarnya bercirikan
barang/jasa privat masih di produksi atau
subsidi oleh pemerintah
kecenderungan
munculnya beban tambahan pemerintah
yang tidak dapat dihindari, maka efisiensi,
efektifitas
dan
akuntubulitas
penyelenggaraan
pemerintahan
dengan
sendirinya semakin menjadi kebutuhan.
Itulah sebabnya di banyak negara
dikembangkan
paradigma
reinventing
government. (Sudarsoono H : 1997)
Dalam penyediaan public services
oleh pemerintah, tidak tertutup kemungkinan
terjadinya government failure. Dalam hal ini
intervensi sektor privat dapat dimungkinkan.
Beberapa
alasan
keterlibatan
sektor
privat/swasta dalam pelayanan publik :
(Hendropronoto Susilo dan John L Taylor :
1995).
1. meningkatkanya penduduk di
perkotaan
sementara
sumber
keuangan pemerintah terbatas.
2. pelayanan yang diberikan sektor
privat/swasta
dianggap
lebih
efisien.
3. banyak bidang pelayanan (antara
lain penyehatan lingkungan dan
persampahan) idak ditangani
pemerintah
sehingga
sektor
privat/swasta dapat memenuhi
kebutuhan yang belum tertangani
tanpa mengambil alih tanggung
jawab pemerintah.
4. akan terjadi persaingan dan
mendorong pendekatan yang
bersifat kewiraswastaan dalam
pembangunan nasional.
40 Sri Susilih – Desentralisasi Public Service

Prinsip-prinsip yang tertuang dalam
reinventing government, terutama
prinsip catalytic government : steering
rather than rowing (Osborne dan
Gaebler
:1992),
mengisyaratkan
perlunya dikembangkan privatisasi
(debirokrasasi) atau public-private
partnership.
Istilah privatisasi pertama kali muncul
dalam kamus 1983 dan didefinisikan secara
sempit sebagai “menjadikan privat”,
mengalihkan kontrol dan kepemilikan dari
publik ke privat. Namun istilah ini telah
mendapatkan pengertian yang lebih laus ;
istilah privatisasi melambangkan suatu cara
baru dalam memperhatikan kebutuhan
masyarakat
dan
pemikiran
kembali
mengenai peranan pemerintah dalam :
memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini
berarti memberikan kewenangan yang lebih
besar pada institusi masyarakat dan
mengurangi kewenangan pemerintah dalam
merumuskan kebutuhan masyarakat. Dengan
demikian privatisasi merupakan tindakan
mengurangi
peran
pemerintah
atau
meningkatkan peran sektor privat dalam
aktivitas atau kepemilikan asset publik. (E.S.
Savas : 1986).

yang menghubungkan antara konsumen,
produsen
dengan
pengatur.
Dengan
demikian dalam penyediaan /pelayanan
barang
dan
jasa
terdapat
3
partisipasi/pihak/aktor utama yang terlibat
yaitu :
1. konsumen (service consumer)
2. produsen (service producer)
3. pengatur (service
service provider).

arranger

or

Konsumen : secara langsung memperoleh
atau menerima pelayanan.
Producer : adalah agen dapat berupa instansi
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
atau lembaga swasta yang secara nyata dan
langsung menghasilkan atau memberikan
pelayanan kepada konsumen.
Pengantar : adalah agen/lembaga yang
mengatur mekanisme antara produsen dan
konsumen. Lembaga ini dapat berasal dari
lembaga pemerintah ataupun lembaga
swadaya masyarakat (LSM).
Hubungan ketiga elemen /pihak yang terlibat
dalam pelayanan publik dapat diilustrasikan
sebagai berikut :

E.S. Savas mengajukan beberapa
bentuk/model penyediaan barang dan jasa

Arranger
41 Jurnal Administrasi Negara Vol. II No. 02. Maret 2002

Consumer

Producer

Keterangan :
= Garis kewenangan
= Garis pelayanan
= Garis pembayaran

Bentuk-bentuk /model-model pelayanan
barang dan jasa adalah sebagai berikut (E.S.
Savas :1986, Achmad Nurmadi : 1999)
1. Government Service
Model
pelayanan
ini
umum
dilakukan di semua negara, dimana
pemerintah memberikan semua jenis
pelayanan publik kepada pemerintah
memberikan semua jenis pelayanan
publik
kepada
masyarakat.
Pemerintah menjalankan fungsi
sebagai pengatur pelayanan (service
arranger) dan produsen pelayanan
(service procuder). Perangkapan
tugas produksi dan pengatur
(provisi)ini
berkaitan
dengan
kebijakan ekonomi makro yang
diatur suatu negara.
2. Intergovernmental Agreement
Di tingkat yang lebih tinggi,
pemerintah pusat dapat pula
mendelegasikan kewenangan kepada
pemerintah
daerah
untuk
memberikan pelayanan. Dalam
model ini konsumen membayar
secara langsung biaya pelayanan
kepada pemerintah daerah atau yang
menjalankan
fungsi
provisi.

Sedangkan fungsi produksinya tetap
dijalankan oleh pemerintah pusat.
3. Government vending
Dalam model ini seorang individu
dapat membeli pelayanan dari
pemerintah
sesuai
dengan
kebutuhannya. Dalam hal ini,
konsumen (individu organisasi)
bertindak sebagai pengatur (service
arranger)dan membayar kepada
pemerintah atas sejumlah pelayanan
publik.
Misalnya : seorang individu dapat
menggunakan tenaga polisi untuk
mengontrol (mengawasi) penonton
dalam pertandingan olah raga yang
dimiliki secara pribadi
4. Contract
Dalam model ini pemerintah dapat
mengontrak
atau
memberikan
mandat jkepada perusahaan negara
(atau daerah kalau di daerah) untuk
memberikan pelayanan. Pihak yang
dikontrak adalah perusahaan swasta,
misalnya pemerintah mengontrak
perusahaan swasta untuk penyapuan
jalan, pemeliharaan lampu jalan,
pemeliharaan
traffic
light,
penyedotan tinja, pengumpulan
37 Jurnal Administrasi Negara Vol. II No. 02. Maret 2002

sampah dan lain-lain. Dalam model
ini, produksi dan provisi pelayanan
dilakukan
oleh
pihak
yang
memperoleh hak kontrak, dalam hal
ini pihak swasta. Sedangkam
komsumen
membayar
secara
langsung atas biaya pelayanan yang
diterima kepada produsen.
5. Grant
Dalam model Grant, pemerintah
memberikan
subsidi
kepada
produsen,
dengan
tujuan
menurunkan harga barang dan jasa
pelayanan.
Secara
umum,
pemerintah memberikan penurunan
nilai pajak yang harus dibayar oleh
produsen pada berbagai bidang
pelayanan publik. Produsen adalah
pihak swasta, sedangkan pemerintah
dan
masyarakat
(konsumen)
bertindak
sebagai
co-arranger.
Artinya, pemerintah menyeleksi
perusahaan swasta tertentu dari
sejumlah perusahaan swasta yang
berminat, sedangkan masyarakatpun
melakukan pilihan pada pelayanan
yang diberikan perusahaan manakah
yang
layak
sesuai
dengan
mekanisme pasar.
6. Voucher
Dalam model voucher ini, konsumsi
barang-barang tertentu diarahkan
secara khusus kepada konsumen
tertentu. Perusahaan swasta yang
memberikan pelayanan dibayar
secara langsung oleh pemerintah.
Namun dalam kasus ini, konsumen
secara bebas memilih barang dan
jasa yang dikehendakinya.
7. Franchise
Dalam model ini pemerintah
memberikan hak monopoli kepada
suatu perusahaan swasa untuk
memberikan pelayanan dalam suatu
batas geografis tertentu, dan
pemerintah menentukn tarif yang

harus dibayar oleh konsumren.
Pemerintah
dalam
kasus
ini
melakukan fungsi sebagai pengatur
dan perusahaan swasta untuk
pelayanan
yang
diberikan,
sedangkan konsumen membayar
secara langsung kepada perusahaan
swasta tersebut.
8. Market
Dalam sistem pasar, konsumen
memilih secara produsen barang dan
jasa yang dikehendaki sesuai dengan
kualitasnya tanpa campur tangan
pem,erintah dalam mekanisme ini.
Dalam mekanisme pasar pemerintah
tidak berperan, baik sebagai
penyedia jasa maupun sebagai
pengatur pelayanan jasa (srvice
arranger). Semuanya tergantung
kepada produsen dan konsumen.
Mekanisme pasar seperti ini
memang mempunyai keuntungan,
terutama dalam mencapai tingkat
efisiensi yang tinggi dan kualitas
pelayanan yang diberikan.
9. Voluntary Service
Dalam sistem ini lembaga/organisasi
swadaya
secara
sukarela
memberikan
pelayanan
yang
dibutuhkan masyarakat. Lembaga
/organisasi
tersebut
bertindak
sebagai pengatur (service arranger)
dan penyedia /produsen pelayanan
(service producer).
10. Self Service
Bagian terbesar dari penyediaan
pelayanan jenis/model pelayanan
yang disediakan /dilakukan sendiri
oleh
individu/masyarakat
(self
service atau self-help).
Misalnya :
- pemeliharaan kesehatan
- perlindungan
dari
bahaya
kebakaran/pencurian
- kesejahteraan, dsb.
38 Sri Susilih – Desentralisasi Public Service

Jenis atau model pelayanan ini
umumnya dilakukan oleh sebagian
besar masyarakat Indonesia, baik
yang tinggal di daerah pedesaan
maupun di daerah perkotaan.
Misalnya :
-

Pelayanan pengumpulan sampah

-

Kebersihan desa/lingkungan

-

Pembuatan Jalan/Gang, dsb.

Model-model pelayanan publik yang
telah diuraikan merupakan ilustrasi aktivitas
penyediaan pelayanan publik di Amerika
Serikat. Sedangkan di Indonesia beberapa
bentuk pelayanan publik yang melibatkan
sektor swasta antara lain : BOT (Build,
operate and transfer), BOO (build, operate
and own), BOOT (build, operate, own, and
transfer) dan sebagainya.
Perkembangan pemikiran berikutnya
mengenai perlunya perubahan peran
pemerintah daerah dalam penyediaan public
services, adalah apa yang dikemukakan oleh
S. Leach tentang “enabling authority” (Steve
Leach, et.al, 1994). Dalam hal ini
pemerintah daerah tidak lagi menyediakan
public services secara sendiri tetapi
melibatkan
juga
kewenangan
sektor
privat/swasta dan masyarakat dengan
voluntary organisationnya sebagai alternatif
terdapat tiga dimensi public services :
1. dimensi ekonomi (the economic
dimension)
dalam produksi dan distribusi
local goods and services apakah
menekankan pada peranan pasar
peranan pasar (market emphasis)
atau pada peranan sektor publik
(public sector agencies).

2. dimensi
pemerintah
(the
governmental dimension)
dimensi ini membedakan antara
weak role for local government
dan strong role for local
government (peranan pemerintah
lemah) ditandai sempitnya fungsi
tanggung jawab, bertindak reaktif,
otonomi/diskresi
rendah
dan
derajat
kontrol
eksternal
(pemerintah pusat) yang tinggi.
Strong role for local government
(peranan pemerintah kuat)ditandai
oleh luasnya fungsi tanggung
jawab, bertindak positif, tingkat
otonomi/diskresi
tinggi
dan
tingkat kontrol eksternal terbatas.
3. dimensi bentuk demokrasi (the
form of democracy)
ada dua bentuk demokrasi lokal,
yaitu representative democracy
dan participatory democracy.
Dalam representative democracy
(demokrasi
perwakilan).
Preferensi
masyarakat
diekspresikan melalui sistem
pemilihan lokal.
Sedangkan dalam participatory
democracy
(demokrasi
partisipasi), partisipasi masyarakat
lokal dan forum demokrasi
dipandang sebagai unsur utama
dalam pengambilan keputusan
lokal, dengan suatu kerangka
kebijakan yang dilegitimasikan
melalui pemilihan yang sukses.
Berdasarkan ketiga dimensi tersebut
dikembangkan
emapt
model
kewenangan dalam public services,
yaitu :

The traditional bureaucratic authority
39 Jurnal Administrasi Negara Vol. II No. 02. Maret 2002

Model ini mengkombinasikan secara
relatif :
-

peranan local governance yang
kuat, dan

-

penekanan pada representative
democracy.

tidak memihak pada salah satu
bentuk demokrasi.

sektor publik yang kuat,

-

-

Dalam model traditional bureaucratic
authority, pemerintah menyediakan
public services secara langsung,
pemerintah adalah aktor utama yang
dapat menyediakan seluruh public
services yang sekiranya dibutuhkan
masyarakat,
pemerintah
bersifat
monopolistik.
Akibatnya
beban
pemerintah sangt berat, masyarakat
tidak dapat menolak public services
yang disediakan (walaupun tidak
dibutuhkan)
karena
pemerintah
cenderung
menyeragamkan
penyediaan public services.
Di masa depan, peran monopoli
pemerintah
dalam
model
traditional
bureaucratic authority ini perlu dirubah ke
arah
tig
model
berikutnya
yang
mencerminkan partisipasi dari aktor privat
dan masyarakat .
Dengan kata lain terjadi proses privatisasi.

Menurut model ini, pemerintah menyediakan
public services yang tidak diadakan oleh
sektor privat karena adanya kegagalan pasar.
Jadi peranan pemerintah terbatas pada jenis
public dan services tertentu yang
pengadaannya
harus
mengutamakan
pemerataan/keadilan untuk menghindari
terjadinya kesenjangan sosial (social gap).

The market-oriented authority
Mengkombinasikan dimensi-dimensi :
-

menekankan pada peranan pasar
yang kuat

-

peranan local governance yang
kuat, dan

-

representative democracy.

Public
services
disediakan
melalui
mekanisme pasar sehingga masyarakat dapat
memilih Public services yang sesuai dengan
kebutuhannya, dapat menikmati Public
services yang berkualitas. Pemerintah dalam
model ini mempunyai peranan kuat dalam
mengatur dan mengontrol mutu Public
services yang diadakan sektor privat/swasta.

The residual enabling authority
Model
yang
terbentuk
mengkombinasikan :

dengan

-

peranan pasar yang kuat

-

local governance lemah, dan

The community-oriented enabler
Model yang mengkombinasikan dimensidimensi :
-

partisipasi masyarakat
40 Sri Susilih – Desentralisasi Public Service

-

posisinya berada di antara
dimensi local governance dan
sektor publik/privat.

Dalam model ini, masyarakat melalui
voluntary organization berhak menolak
Public services yang tidak dikehendaki,
dapat mengusahakan Public services yang
dibutuhkan. Model ini dapat menumbuhkan
inovasi-inovasi dalam masyarakat.
Demikianlah yang dikemukakan oleh
Savas dan Steve Leach memperlihatkan
kecenderungan
untuk
menempatkan
masyarakat (diluar pemerintah) sebagai
subyek
dalam
aktivitas
pemenuhan

kebutuhan hidupnya baik fisik maupun
mental. Apabila masyarakat diberikan
kesempatan
berpartisipasi,
kebebasan
berkreasi tanpa terlalu dikontrol pemerintah,
akan tumbuh kreativitas sehingga muncul
inovasi-inovasi dalam masyarakat. Posisi
pemerintah hanyalah sebagai perantara,
fasilitator atau katalisator. Kata govern yang
berasal
dari
kata
Yunani
artinya
“mengarahkan”.
Tanggung
jawab
pemerintah adalah untuk mengarahkan
/mengemudikan
(steering)
masyarakat.
Dalam kaitan ini pemerintah menetapkan
kebijakan-kebijakan
sebagai
pedoman
berprilaku masyarakat.

Referensi :
Buku
Arsyad, Nurdjaman. et.al. Keuangan Negara. Jakarta : Intermedia, 1992
D.W. Nana Rukmana. et.al.Manajemen Pembangunan Prasarana Perkotaan. Ed. Jakarta : LP3ES,
1995
Leach, Steve. et.al. The Changing Organization and Management of Local government. London :
Macmillan Press Ltd, 1994.
Nurmadi, Achmad, Manajemen Perkotaan Yogyakarta : Lingkaran Bangsa, 1999.
41 Jurnal Administrasi Negara Vol. II No. 02. Maret 2002

Osborne, David dan Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi : Menstransformasi Semangat
Wirausaha Ke Dalam Sektor Publik, terj. Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo, 1996.
Savas, E.S. Privatisation : The Key To Better Government. New Jersey, 1987.
Smith, B.C. Decentralization : The Territorial Dimension of the State, 1985.
Willock, Leslie et.al.Rediscovering Public Services Managemet. Ed. London : McGraw-Hill,
1992.
Makalah
H Sudarsono “Pelayanan Prima Sektor Swasta Dalam Mendukung Daya Saing : Model Alternatif
Bagi Sektor Publik 1997.
Hoessein, B. makalah
----------, makalah
majalah dan Jurnal
Analisa, tahun VII No 8, Agustus, 1978
Bisnis & Birokrasi, Vol. II/Nomor 3/September, 1994
Bisnis & Birokrasi, Vol. VII/Nomor 3/ Oktober, 2000

More Related Content

What's hot

Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Jerry Makawimbang
 
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIAHUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIASanawiyah29
 
Konsep Otonomi Daerah
Konsep Otonomi DaerahKonsep Otonomi Daerah
Konsep Otonomi DaerahSiti Sahati
 
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...Researcher Syndicate68
 
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer MalangMakalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer MalangAulia Hamunta
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Dadang Solihin
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Dadang Solihin
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahFahmy Metala
 
Budaya politik lokal di era otonomi daerah
Budaya politik lokal di era otonomi daerahBudaya politik lokal di era otonomi daerah
Budaya politik lokal di era otonomi daerahFathor Rahman
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahsyabdan
 
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerahPaper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerahfuji kurniawan
 
Format baru otonomi daerah
Format baru otonomi daerahFormat baru otonomi daerah
Format baru otonomi daerahAgung Jatmiko
 
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan PencapaianDesentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan PencapaianIsnu Rahadi Wiratama
 
Makalah lembaga negara
Makalah lembaga negaraMakalah lembaga negara
Makalah lembaga negarabruh97
 
Presentasi desentralisasi dan politik lokal
Presentasi desentralisasi dan politik lokalPresentasi desentralisasi dan politik lokal
Presentasi desentralisasi dan politik lokalIke Hanisyah
 

What's hot (20)

Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
 
Denis anggun
Denis anggunDenis anggun
Denis anggun
 
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIAHUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
 
Masalah Otonomi Daerah
Masalah Otonomi DaerahMasalah Otonomi Daerah
Masalah Otonomi Daerah
 
Konsep Otonomi Daerah
Konsep Otonomi DaerahKonsep Otonomi Daerah
Konsep Otonomi Daerah
 
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
 
Nama kelompok 4
Nama kelompok 4Nama kelompok 4
Nama kelompok 4
 
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer MalangMakalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
 
Desentralisasi
DesentralisasiDesentralisasi
Desentralisasi
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerah
 
Budaya politik lokal di era otonomi daerah
Budaya politik lokal di era otonomi daerahBudaya politik lokal di era otonomi daerah
Budaya politik lokal di era otonomi daerah
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerah
 
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerahPaper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
 
Format baru otonomi daerah
Format baru otonomi daerahFormat baru otonomi daerah
Format baru otonomi daerah
 
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan PencapaianDesentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Makalah lembaga negara
Makalah lembaga negaraMakalah lembaga negara
Makalah lembaga negara
 
Presentasi desentralisasi dan politik lokal
Presentasi desentralisasi dan politik lokalPresentasi desentralisasi dan politik lokal
Presentasi desentralisasi dan politik lokal
 

Similar to Desentralisasi Public Service dalam Era Otonomi Daerah

Ika prawita tugas 1 pemda
Ika prawita tugas 1 pemdaIka prawita tugas 1 pemda
Ika prawita tugas 1 pemdaIka Prawita
 
Administrasi publik one number
Administrasi publik one numberAdministrasi publik one number
Administrasi publik one numberHarles Janang
 
Tugas system komunikasi indonesia
Tugas system komunikasi indonesiaTugas system komunikasi indonesia
Tugas system komunikasi indonesiaindraagus
 
Pkn0192 2 pembentukan daerah dan kawasan khusus (1)
Pkn0192 2 pembentukan daerah dan kawasan khusus (1)Pkn0192 2 pembentukan daerah dan kawasan khusus (1)
Pkn0192 2 pembentukan daerah dan kawasan khusus (1)JanuarRobiansyah
 
Makalah sentralisasi dan desentralisasi
Makalah sentralisasi dan desentralisasiMakalah sentralisasi dan desentralisasi
Makalah sentralisasi dan desentralisasiSeptian Muna Barakati
 
PPT Karakteristik dan Lingkungan Sektor Publik
PPT Karakteristik dan Lingkungan Sektor PublikPPT Karakteristik dan Lingkungan Sektor Publik
PPT Karakteristik dan Lingkungan Sektor PublikPutri Yulia
 
Otonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di IndonesiaOtonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di IndonesiaHIA Class.
 
Peranan Otonomi Daerah
Peranan Otonomi Daerah Peranan Otonomi Daerah
Peranan Otonomi Daerah Rizki Gumilar
 
Masalah otonomi daerah
Masalah otonomi daerahMasalah otonomi daerah
Masalah otonomi daerahIhrom Lestari
 
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...Iqbal Lfc
 

Similar to Desentralisasi Public Service dalam Era Otonomi Daerah (20)

Ika prawita tugas 1 pemda
Ika prawita tugas 1 pemdaIka prawita tugas 1 pemda
Ika prawita tugas 1 pemda
 
Administrasi publik one number
Administrasi publik one numberAdministrasi publik one number
Administrasi publik one number
 
Adm1
Adm1Adm1
Adm1
 
Hukum Pemerintah Daerah
Hukum Pemerintah DaerahHukum Pemerintah Daerah
Hukum Pemerintah Daerah
 
Tugas system komunikasi indonesia
Tugas system komunikasi indonesiaTugas system komunikasi indonesia
Tugas system komunikasi indonesia
 
Makalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerahMakalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerah
 
Pkn0192 2 pembentukan daerah dan kawasan khusus (1)
Pkn0192 2 pembentukan daerah dan kawasan khusus (1)Pkn0192 2 pembentukan daerah dan kawasan khusus (1)
Pkn0192 2 pembentukan daerah dan kawasan khusus (1)
 
Makalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerahMakalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerah
 
Presentasi ppkn
Presentasi ppknPresentasi ppkn
Presentasi ppkn
 
Makalah sentralisasi dan desentralisasi
Makalah sentralisasi dan desentralisasiMakalah sentralisasi dan desentralisasi
Makalah sentralisasi dan desentralisasi
 
PPT Karakteristik dan Lingkungan Sektor Publik
PPT Karakteristik dan Lingkungan Sektor PublikPPT Karakteristik dan Lingkungan Sektor Publik
PPT Karakteristik dan Lingkungan Sektor Publik
 
Otonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di IndonesiaOtonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di Indonesia
 
Peranan Otonomi Daerah
Peranan Otonomi Daerah Peranan Otonomi Daerah
Peranan Otonomi Daerah
 
Masalah otonomi daerah
Masalah otonomi daerahMasalah otonomi daerah
Masalah otonomi daerah
 
Ppkn materi 9
Ppkn materi 9Ppkn materi 9
Ppkn materi 9
 
Makalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerahMakalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerah
 
Otonomi Daerah (Perekonomian Indonesia BAB 7)
Otonomi Daerah (Perekonomian Indonesia BAB 7)Otonomi Daerah (Perekonomian Indonesia BAB 7)
Otonomi Daerah (Perekonomian Indonesia BAB 7)
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
 
Konsep desentralisas
Konsep desentralisasKonsep desentralisas
Konsep desentralisas
 

More from Enchink Qw

ekonomi sektor publik
ekonomi sektor publik ekonomi sektor publik
ekonomi sektor publik Enchink Qw
 
paulo freire, i oleh saifullah arif
paulo freire, i oleh saifullah arifpaulo freire, i oleh saifullah arif
paulo freire, i oleh saifullah arifEnchink Qw
 
Klhs wajib vs sukarela
Klhs wajib vs sukarelaKlhs wajib vs sukarela
Klhs wajib vs sukarelaEnchink Qw
 
Pengembangan lingkungan terhadap Ketahanan Pangan
Pengembangan lingkungan terhadap Ketahanan PanganPengembangan lingkungan terhadap Ketahanan Pangan
Pengembangan lingkungan terhadap Ketahanan PanganEnchink Qw
 
pengembangan transportasi
pengembangan transportasipengembangan transportasi
pengembangan transportasiEnchink Qw
 
reinventing goverment
reinventing govermentreinventing goverment
reinventing govermentEnchink Qw
 
desentralisasi public service dalam era otonomi daerah
desentralisasi public service dalam era otonomi daerahdesentralisasi public service dalam era otonomi daerah
desentralisasi public service dalam era otonomi daerahEnchink Qw
 
Isu dan potret buram
Isu dan potret buramIsu dan potret buram
Isu dan potret buramEnchink Qw
 
Penerapan Prinsip Governance pada PEMILU
Penerapan Prinsip Governance pada PEMILUPenerapan Prinsip Governance pada PEMILU
Penerapan Prinsip Governance pada PEMILUEnchink Qw
 
Resume buku james caporaso dan levine Bab 8
Resume buku james caporaso dan levine Bab 8Resume buku james caporaso dan levine Bab 8
Resume buku james caporaso dan levine Bab 8Enchink Qw
 
Lingkungan organisasi
Lingkungan organisasiLingkungan organisasi
Lingkungan organisasiEnchink Qw
 
Otonomi Daerah dan Perkembangannya didaerah
Otonomi Daerah dan Perkembangannya didaerahOtonomi Daerah dan Perkembangannya didaerah
Otonomi Daerah dan Perkembangannya didaerahEnchink Qw
 
Bu shinta spi kelompok 3
Bu shinta spi kelompok 3Bu shinta spi kelompok 3
Bu shinta spi kelompok 3Enchink Qw
 

More from Enchink Qw (15)

ekonomi sektor publik
ekonomi sektor publik ekonomi sektor publik
ekonomi sektor publik
 
paulo freire, i oleh saifullah arif
paulo freire, i oleh saifullah arifpaulo freire, i oleh saifullah arif
paulo freire, i oleh saifullah arif
 
Kuliah AMDAL
Kuliah AMDALKuliah AMDAL
Kuliah AMDAL
 
Klhs wajib vs sukarela
Klhs wajib vs sukarelaKlhs wajib vs sukarela
Klhs wajib vs sukarela
 
Pengembangan lingkungan terhadap Ketahanan Pangan
Pengembangan lingkungan terhadap Ketahanan PanganPengembangan lingkungan terhadap Ketahanan Pangan
Pengembangan lingkungan terhadap Ketahanan Pangan
 
pengembangan transportasi
pengembangan transportasipengembangan transportasi
pengembangan transportasi
 
reinventing goverment
reinventing govermentreinventing goverment
reinventing goverment
 
k
kk
k
 
desentralisasi public service dalam era otonomi daerah
desentralisasi public service dalam era otonomi daerahdesentralisasi public service dalam era otonomi daerah
desentralisasi public service dalam era otonomi daerah
 
Isu dan potret buram
Isu dan potret buramIsu dan potret buram
Isu dan potret buram
 
Penerapan Prinsip Governance pada PEMILU
Penerapan Prinsip Governance pada PEMILUPenerapan Prinsip Governance pada PEMILU
Penerapan Prinsip Governance pada PEMILU
 
Resume buku james caporaso dan levine Bab 8
Resume buku james caporaso dan levine Bab 8Resume buku james caporaso dan levine Bab 8
Resume buku james caporaso dan levine Bab 8
 
Lingkungan organisasi
Lingkungan organisasiLingkungan organisasi
Lingkungan organisasi
 
Otonomi Daerah dan Perkembangannya didaerah
Otonomi Daerah dan Perkembangannya didaerahOtonomi Daerah dan Perkembangannya didaerah
Otonomi Daerah dan Perkembangannya didaerah
 
Bu shinta spi kelompok 3
Bu shinta spi kelompok 3Bu shinta spi kelompok 3
Bu shinta spi kelompok 3
 

Recently uploaded

Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 

Recently uploaded (20)

Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 

Desentralisasi Public Service dalam Era Otonomi Daerah

  • 1. DESENTRALISASI PUBLIC SERVICE DALAM ERA OTONOMI DAERAH Oleh : Sri Susilih Staf Pengajar Jurusan Ilmu Administrasi, Program Studi Administrasi Negara, Universitas Indonesia. Dekonsentrasi diberikan pengertian sebagai pelimpahan wewenang (delegation of authority), desentralisasi sebagai penyerahan wewenang (transfer of authority) . Dalam dekonsentrasi delegation of authority hanya menyangkut policy executing yakni melaksanakan kebijakan yang sudah ditentukan dari pemerintah pusat. Sedangkan dalam desentralisasi transfer of authority termasuk didalamnya policy making dan policy executing, yakni berwenang membuat kebijakan sendiri dan sekaligus melaksanakannya. administrasi atau B.C. Smith disebut Field Administration. Yaitu propinsi kabupaten/kota, kota administratif (sudah tidak dikenal berdasarkan UU No 22/1999), kecamatan. Pejabat-pejabat pusat didaerah yang menerima pelimpahan wewenang dalam yurisdikasi wilayah administrasi disebut Field Administrator. Ada dua tipe pejabat, yaitu pejabat pejabat yang disebut Kepala Wilayah : Gubernur, Bupati, Walikotamadya (Walokota Administratif), Camat. Pejabat-pejabat ini menjalankan pemerintahan umum (administrator generalist) seperti ketertiban umum, koordinasi. Disamping itu ada pejabat Kepala Instansi Vertikal yang berasal dari departemen teknis. Pejabat-pejabat ini menjalankan pemerintahan umum (administrator specialist) yakni memberikan public service kepada masyarakat sesuai dengan bidang yang menjadi tanggung jawab departemen masing-masing. Aabila diacu pendapat A.F. Leemans tentang penentuan batas-batas wilayah administrasi, maka dalam penyelenggaraan dekonsentrasi di Indonesia menganut sistem integrated field administration (B. Hossien ;2000) atau apabila dikaitkan dengan tipologi pemerintahan daerah menurut Robert C. Fried, maka Indonesia menganut integrated prefectoral system (B. Hossein; 1978) Jika dikatikan dengan pembagian wilayah negara Republik Indonesia, maka dekonsentrasi akan melahirkan wilayah Pada sisi lain, jika dikaitkan dengan pembagian wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan asas desentralisasi, Ada dua tema yang menjadi perhatian jika membahas tentang pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah, yaitu dekonsentrasi dan desentralisasi. Dekonsentrasi (sebagai penghalusan dari sentralisasi) diselenggarakan untuk mewakili kepentingan nasional. Desentralisasi diselenggarakan untuk mewakili kepentingan nasional. Desentralisasi diselenggarakan untuk mewakili kepentingan masyarakat setempat (lokal) di daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengingat masyarakat tiap masyarakat lokal memiliki keunikan masing-masing, dengan demikian hanya cocok jika instrumen desentralisasi diterapkan. 36
  • 2. 37 Jurnal Administrasi Negara Vol. II No. 02. Maret 2002 maka akan melahirkan Daerah Otonom yaitu kesatuan masyarakat yang mempunyai wewenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No 22/1999). Di Indonesia berdasarkan UU No 5/1974 dikenal dua tingkatan daerah otonom, yaitu Daerah Tingkat I (Dati I) dan daerah Tingkat II (Dati II). Namun menurut UU No 22/1999 tidak dikenal sebutan/nomenklatur daerah Tingkat I dan DAERAH Tingkat II lagi mengingat Indonesia menganut integrated prefectoral system, maka batas-batas wilayah administrasi berhimpit dengan wilayah dari daerah otonomi (Fused Model menurut A.F. Leemans). Demikian juga elemen jabatan diintegrasikan di tangan pejabat dari orang yang sama. Seorang Kepalan Wilayah juga merangkap sebagai Kepala Daerah, dalam hal ini seorang kepala Wilayah lebih mengutamakan kepentingan pemerintahan pusat dari pada kepentingan masyarakat daerah. Dari uraian tersebut, jika dekonsentrasi dan desentralisasi diperbandingkan maka terlihat masih kuatnya dominasi dekonsentrasi dari pada desentralisasi. Struktur hirarkhi wilayah administrasi yang lebih banyak dibandingkan dengan susunan daerah otonom. Akan menimbulkan birokratisasi yang melemahkan sendi-sendi demokrasi (B Hoessein;2000) yang hendak dikembangkan dalam penyelenggaraan desentralisasi. Pemberian otonomi daerah sebagai perwujudan dari desentralisasi pada hakekatnya memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (UU No 22/1999). Dengan otonomi sesungguhnya daerah diberikan kebebasan untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang terbaik bagi masyarakatnya. Dengan otonomi diharpkan akan tercipta masyarakat yang tumbuh atas dasar inisiatif/prakarsa sendiri, sehingga akan melahirkan masyarakat yang kreatif – inovatif tanpa ada kekangan dari pemerintah pusat. Desentralisai merupakan keharusan dan kebutuhan setiap masyarakat apapun bentuk dan ideologi negaranya. Praktek penyelenggaraan sentralisasi yang berlebihan terbukti menimbulkan kekecewaan dan ketidakpuasan warga masyarakat terhadap pemerintahannya. Desentralisasi sangat didambakan/disukai, dan karenanya memiliki nilai (value) baik sedangkan sentralisasi bernilai buruk sehingga cenderung ditolak. Desentralisasi menurut berbagai pakar memiliki segi positif, diantaranya : secara ekonomi, meningkatkan efisiensi dalam penyediaan jasa dan barang publik yang dibutuhkan masyarakat setempat, megurangi biaya, meningkatkan output dan lebih efektif dalam penggunaan sumber daya manusia. Secara politis, desentralisasi dianggap memprkuat akuntabilitas, political skills dan integrasi nasional. Desentralisasi lebih mendekatkan pemerintah dengan masyarakatnya, memberikan/menyediakan layanan lebih baik, mengembangkan kebebasan, persamaan dan kesejahteraan (B.C. Smith : 1985) Desentralisasi/otonomi adalah persoalan yang menyangkut hak asasi manusia, oleh karena dalam desentralisasi/otonomi individu diberikan kebebasan untuk berpikir dan bertindak atas dasar aspirasi masing-masing, tiap individu dipenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara dan kualitas yang terbaik, berpartisipasi dalam kehidupan sosial, ekonomi dan
  • 3. 38 Sri Susilih – Desentralisasi Public Service politik, dengan tidak ada kontrol langsung dari pemerintah pusat. Dalam era otonomi daerah, dituntu peranan pemerintah daerah untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat daerahnya dengan penyediaan public services yang sangat dibutuhkan. Pergeseran paradigma dari good government menuju good governance (local governance), akan melibatkan hubungan antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya dalam kegiatan/urusan urusan pemerintahan. Dalam good governance harus ada keseimbangan antara publik, privat dan sosial/ masyarakat. Dengan demikian desentralisasi/otonomi tidak hanya berupa penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, tetapi juga penyerahan wewenang kepada masyarakat (J.B. Kristiadi :1994). Berkiatan dengan ini, bagaimana posisi pemerintah daerah dalam penyediaan public services yang melibatkan partisipasi privat dan masyarakat. Desentralisasi melahirkan local government. Konsep local government dapat mengandung tiga arti : (B. Hoessien : makalah). Pertama, penggunaan istilah local government sering kali saling dipertukarkan dengan istilah local authority. Namun kedua istilah tersebut mengacu pada council (DPRD) dan major (KDH) yang rekruitment pejabatnya atas dasar pemilihan. Kedua, local government berarti pemerintahan lokal yang dilakukan oleh pemerintahan lokal (mengacu pada fungsi). Ketiga, local government berarti daerah otonom. Local government memiliki otonomi (lokal), dalam arti self governmet. Di Indonesia istilah local government berarti pemrintah daerah yang memiliki otonomi daerah. Pemerintah daerah diselenggarakan oleh Kepala Daerah (KDH) selaku penyelenggara pemerintahan tertinggi. Bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) KDH melaksanakan fungsi policy making dan sekaligus melakukan fungsi policy execuring dengan menggunakan instrumen perangkat birokrasi lokal (local burcaucracy). Dalam hal yang menyangkut public services dilaksanakan oleh dinas-dinas daerah, BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) Public services (pelayanan publik) memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan oleh Olive Holtham (Leslie Willcocks dan Jenny Harraw : 1992). 1. Generally cannot choose customer 2. Roles limited by legislation 3. Politics institutionalizes conflict 4. complex accountability 5. very open to security 6. action must be justified 7. Objectives-outputs state /measure difficult to Dengan karakteristik tersebut, pelayanan publik memerlukan organisasi yang berbeda dengan organisasi yang dapat memilih konsumennya secara selektif. Setiap terjadi kenaikan harga atas suatu public services harus dibicarakan atau harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak legislatif (Achmad Nurmadi :1999). Terdapat jenis public service seperti penyediaan air bersih, listrik, infrastruktur dan sebagainya tidak sepenuhnya dapat
  • 4. 39 Jurnal Administrasi Negara Vol. II No. 02. Maret 2002 diserahkan berdasarkan mekanisme pasar pasar. Ada kelompok masyarakat yang tidak dapat menikmati public service tertentu (ini berkaitan dengan aspek pemerataan), jika ditangani oleh sistem pasar/privat. Gejala ini disebut kegagalan pasar (market failure). Salah satu bentuk intervensi pemerintah adalah dengan penyediaan barang-barang publik (public goods). Public goods dicirikan oleh dua karakteristik yaitu (1) “non-exludability” dan (2) non-rivalry consumption”. Karakteristik nonexcludability barang publik diartikan bahwa orang-orang yang membayar agar dapat mengkonsumsi barang itu tidak dapat dipisahkan dari orang-orang yang tidak membayar tetapi dapat mengkonsumsinya juga. Sedangkan karakteristik non rivalry consumption diartikan bahwa bila seseorang mengkonsumsi barang itu, orang lainpun mempunyai kesempatan mengkonsumsinya pula. Oleh karena pihak swasta tidak bersedia menghasilkan barang publik (murni), maka pemerintahanlah yang harus menyediakannya agar kesejahteraan seluruh masyarakat dapat ditingkatkan (Nurdjaman Arsjad, dkk :1992). Intervensi pemerintah akan lebih menonjol dilakukan oleh pemerintah daerah yang bercirikan pedesaan (rural). Ini disebabkan tuntutan masyarakat di perkotaan lebih mendesak daripada di pedesaan. Kenyataan yang tidak dihindari adalah terjadinya pergeseran barang/jasa privat berubah menjadi barang/jasa publik (dan sebaliknya), misal pemadam kebakaran. Di pedesaan pemadam kebakaran bersifat barang/jasa privat sehingga tidak diperlukan Dinas Pemadam Kebakaran, tetapi di Perkotaan berubah menjadi barang /jasa publik. Konsekuensinya adalah bila semakin banyak barang/jasa privat yang tidak dapat dihindari berubah sifat menjadi barang /jasa publik, maka beban pemrintah akan semakin tinggi. Hal ini sering dikatakan sebagai fenomena government growth (Sudarsono H:1997). Pertumbuhan beban pemerintah ini akan semakin berkebihan bukan hanya karena berubahnya barang privat menjadi barang publik saja, tetapi terurtama juga jika pemerintah tidak secara selektif menentukan batas-batas pekerjaannya. Adakalanya barang/jasa yang sebenarnya bercirikan barang/jasa privat masih di produksi atau subsidi oleh pemerintah kecenderungan munculnya beban tambahan pemerintah yang tidak dapat dihindari, maka efisiensi, efektifitas dan akuntubulitas penyelenggaraan pemerintahan dengan sendirinya semakin menjadi kebutuhan. Itulah sebabnya di banyak negara dikembangkan paradigma reinventing government. (Sudarsoono H : 1997) Dalam penyediaan public services oleh pemerintah, tidak tertutup kemungkinan terjadinya government failure. Dalam hal ini intervensi sektor privat dapat dimungkinkan. Beberapa alasan keterlibatan sektor privat/swasta dalam pelayanan publik : (Hendropronoto Susilo dan John L Taylor : 1995). 1. meningkatkanya penduduk di perkotaan sementara sumber keuangan pemerintah terbatas. 2. pelayanan yang diberikan sektor privat/swasta dianggap lebih efisien. 3. banyak bidang pelayanan (antara lain penyehatan lingkungan dan persampahan) idak ditangani pemerintah sehingga sektor privat/swasta dapat memenuhi kebutuhan yang belum tertangani tanpa mengambil alih tanggung jawab pemerintah. 4. akan terjadi persaingan dan mendorong pendekatan yang bersifat kewiraswastaan dalam pembangunan nasional.
  • 5. 40 Sri Susilih – Desentralisasi Public Service Prinsip-prinsip yang tertuang dalam reinventing government, terutama prinsip catalytic government : steering rather than rowing (Osborne dan Gaebler :1992), mengisyaratkan perlunya dikembangkan privatisasi (debirokrasasi) atau public-private partnership. Istilah privatisasi pertama kali muncul dalam kamus 1983 dan didefinisikan secara sempit sebagai “menjadikan privat”, mengalihkan kontrol dan kepemilikan dari publik ke privat. Namun istilah ini telah mendapatkan pengertian yang lebih laus ; istilah privatisasi melambangkan suatu cara baru dalam memperhatikan kebutuhan masyarakat dan pemikiran kembali mengenai peranan pemerintah dalam : memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini berarti memberikan kewenangan yang lebih besar pada institusi masyarakat dan mengurangi kewenangan pemerintah dalam merumuskan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian privatisasi merupakan tindakan mengurangi peran pemerintah atau meningkatkan peran sektor privat dalam aktivitas atau kepemilikan asset publik. (E.S. Savas : 1986). yang menghubungkan antara konsumen, produsen dengan pengatur. Dengan demikian dalam penyediaan /pelayanan barang dan jasa terdapat 3 partisipasi/pihak/aktor utama yang terlibat yaitu : 1. konsumen (service consumer) 2. produsen (service producer) 3. pengatur (service service provider). arranger or Konsumen : secara langsung memperoleh atau menerima pelayanan. Producer : adalah agen dapat berupa instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah atau lembaga swasta yang secara nyata dan langsung menghasilkan atau memberikan pelayanan kepada konsumen. Pengantar : adalah agen/lembaga yang mengatur mekanisme antara produsen dan konsumen. Lembaga ini dapat berasal dari lembaga pemerintah ataupun lembaga swadaya masyarakat (LSM). Hubungan ketiga elemen /pihak yang terlibat dalam pelayanan publik dapat diilustrasikan sebagai berikut : E.S. Savas mengajukan beberapa bentuk/model penyediaan barang dan jasa Arranger
  • 6. 41 Jurnal Administrasi Negara Vol. II No. 02. Maret 2002 Consumer Producer Keterangan : = Garis kewenangan = Garis pelayanan = Garis pembayaran Bentuk-bentuk /model-model pelayanan barang dan jasa adalah sebagai berikut (E.S. Savas :1986, Achmad Nurmadi : 1999) 1. Government Service Model pelayanan ini umum dilakukan di semua negara, dimana pemerintah memberikan semua jenis pelayanan publik kepada pemerintah memberikan semua jenis pelayanan publik kepada masyarakat. Pemerintah menjalankan fungsi sebagai pengatur pelayanan (service arranger) dan produsen pelayanan (service procuder). Perangkapan tugas produksi dan pengatur (provisi)ini berkaitan dengan kebijakan ekonomi makro yang diatur suatu negara. 2. Intergovernmental Agreement Di tingkat yang lebih tinggi, pemerintah pusat dapat pula mendelegasikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan. Dalam model ini konsumen membayar secara langsung biaya pelayanan kepada pemerintah daerah atau yang menjalankan fungsi provisi. Sedangkan fungsi produksinya tetap dijalankan oleh pemerintah pusat. 3. Government vending Dalam model ini seorang individu dapat membeli pelayanan dari pemerintah sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal ini, konsumen (individu organisasi) bertindak sebagai pengatur (service arranger)dan membayar kepada pemerintah atas sejumlah pelayanan publik. Misalnya : seorang individu dapat menggunakan tenaga polisi untuk mengontrol (mengawasi) penonton dalam pertandingan olah raga yang dimiliki secara pribadi 4. Contract Dalam model ini pemerintah dapat mengontrak atau memberikan mandat jkepada perusahaan negara (atau daerah kalau di daerah) untuk memberikan pelayanan. Pihak yang dikontrak adalah perusahaan swasta, misalnya pemerintah mengontrak perusahaan swasta untuk penyapuan jalan, pemeliharaan lampu jalan, pemeliharaan traffic light, penyedotan tinja, pengumpulan
  • 7. 37 Jurnal Administrasi Negara Vol. II No. 02. Maret 2002 sampah dan lain-lain. Dalam model ini, produksi dan provisi pelayanan dilakukan oleh pihak yang memperoleh hak kontrak, dalam hal ini pihak swasta. Sedangkam komsumen membayar secara langsung atas biaya pelayanan yang diterima kepada produsen. 5. Grant Dalam model Grant, pemerintah memberikan subsidi kepada produsen, dengan tujuan menurunkan harga barang dan jasa pelayanan. Secara umum, pemerintah memberikan penurunan nilai pajak yang harus dibayar oleh produsen pada berbagai bidang pelayanan publik. Produsen adalah pihak swasta, sedangkan pemerintah dan masyarakat (konsumen) bertindak sebagai co-arranger. Artinya, pemerintah menyeleksi perusahaan swasta tertentu dari sejumlah perusahaan swasta yang berminat, sedangkan masyarakatpun melakukan pilihan pada pelayanan yang diberikan perusahaan manakah yang layak sesuai dengan mekanisme pasar. 6. Voucher Dalam model voucher ini, konsumsi barang-barang tertentu diarahkan secara khusus kepada konsumen tertentu. Perusahaan swasta yang memberikan pelayanan dibayar secara langsung oleh pemerintah. Namun dalam kasus ini, konsumen secara bebas memilih barang dan jasa yang dikehendakinya. 7. Franchise Dalam model ini pemerintah memberikan hak monopoli kepada suatu perusahaan swasa untuk memberikan pelayanan dalam suatu batas geografis tertentu, dan pemerintah menentukn tarif yang harus dibayar oleh konsumren. Pemerintah dalam kasus ini melakukan fungsi sebagai pengatur dan perusahaan swasta untuk pelayanan yang diberikan, sedangkan konsumen membayar secara langsung kepada perusahaan swasta tersebut. 8. Market Dalam sistem pasar, konsumen memilih secara produsen barang dan jasa yang dikehendaki sesuai dengan kualitasnya tanpa campur tangan pem,erintah dalam mekanisme ini. Dalam mekanisme pasar pemerintah tidak berperan, baik sebagai penyedia jasa maupun sebagai pengatur pelayanan jasa (srvice arranger). Semuanya tergantung kepada produsen dan konsumen. Mekanisme pasar seperti ini memang mempunyai keuntungan, terutama dalam mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dan kualitas pelayanan yang diberikan. 9. Voluntary Service Dalam sistem ini lembaga/organisasi swadaya secara sukarela memberikan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat. Lembaga /organisasi tersebut bertindak sebagai pengatur (service arranger) dan penyedia /produsen pelayanan (service producer). 10. Self Service Bagian terbesar dari penyediaan pelayanan jenis/model pelayanan yang disediakan /dilakukan sendiri oleh individu/masyarakat (self service atau self-help). Misalnya : - pemeliharaan kesehatan - perlindungan dari bahaya kebakaran/pencurian - kesejahteraan, dsb.
  • 8. 38 Sri Susilih – Desentralisasi Public Service Jenis atau model pelayanan ini umumnya dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun di daerah perkotaan. Misalnya : - Pelayanan pengumpulan sampah - Kebersihan desa/lingkungan - Pembuatan Jalan/Gang, dsb. Model-model pelayanan publik yang telah diuraikan merupakan ilustrasi aktivitas penyediaan pelayanan publik di Amerika Serikat. Sedangkan di Indonesia beberapa bentuk pelayanan publik yang melibatkan sektor swasta antara lain : BOT (Build, operate and transfer), BOO (build, operate and own), BOOT (build, operate, own, and transfer) dan sebagainya. Perkembangan pemikiran berikutnya mengenai perlunya perubahan peran pemerintah daerah dalam penyediaan public services, adalah apa yang dikemukakan oleh S. Leach tentang “enabling authority” (Steve Leach, et.al, 1994). Dalam hal ini pemerintah daerah tidak lagi menyediakan public services secara sendiri tetapi melibatkan juga kewenangan sektor privat/swasta dan masyarakat dengan voluntary organisationnya sebagai alternatif terdapat tiga dimensi public services : 1. dimensi ekonomi (the economic dimension) dalam produksi dan distribusi local goods and services apakah menekankan pada peranan pasar peranan pasar (market emphasis) atau pada peranan sektor publik (public sector agencies). 2. dimensi pemerintah (the governmental dimension) dimensi ini membedakan antara weak role for local government dan strong role for local government (peranan pemerintah lemah) ditandai sempitnya fungsi tanggung jawab, bertindak reaktif, otonomi/diskresi rendah dan derajat kontrol eksternal (pemerintah pusat) yang tinggi. Strong role for local government (peranan pemerintah kuat)ditandai oleh luasnya fungsi tanggung jawab, bertindak positif, tingkat otonomi/diskresi tinggi dan tingkat kontrol eksternal terbatas. 3. dimensi bentuk demokrasi (the form of democracy) ada dua bentuk demokrasi lokal, yaitu representative democracy dan participatory democracy. Dalam representative democracy (demokrasi perwakilan). Preferensi masyarakat diekspresikan melalui sistem pemilihan lokal. Sedangkan dalam participatory democracy (demokrasi partisipasi), partisipasi masyarakat lokal dan forum demokrasi dipandang sebagai unsur utama dalam pengambilan keputusan lokal, dengan suatu kerangka kebijakan yang dilegitimasikan melalui pemilihan yang sukses. Berdasarkan ketiga dimensi tersebut dikembangkan emapt model kewenangan dalam public services, yaitu : The traditional bureaucratic authority
  • 9. 39 Jurnal Administrasi Negara Vol. II No. 02. Maret 2002 Model ini mengkombinasikan secara relatif : - peranan local governance yang kuat, dan - penekanan pada representative democracy. tidak memihak pada salah satu bentuk demokrasi. sektor publik yang kuat, - - Dalam model traditional bureaucratic authority, pemerintah menyediakan public services secara langsung, pemerintah adalah aktor utama yang dapat menyediakan seluruh public services yang sekiranya dibutuhkan masyarakat, pemerintah bersifat monopolistik. Akibatnya beban pemerintah sangt berat, masyarakat tidak dapat menolak public services yang disediakan (walaupun tidak dibutuhkan) karena pemerintah cenderung menyeragamkan penyediaan public services. Di masa depan, peran monopoli pemerintah dalam model traditional bureaucratic authority ini perlu dirubah ke arah tig model berikutnya yang mencerminkan partisipasi dari aktor privat dan masyarakat . Dengan kata lain terjadi proses privatisasi. Menurut model ini, pemerintah menyediakan public services yang tidak diadakan oleh sektor privat karena adanya kegagalan pasar. Jadi peranan pemerintah terbatas pada jenis public dan services tertentu yang pengadaannya harus mengutamakan pemerataan/keadilan untuk menghindari terjadinya kesenjangan sosial (social gap). The market-oriented authority Mengkombinasikan dimensi-dimensi : - menekankan pada peranan pasar yang kuat - peranan local governance yang kuat, dan - representative democracy. Public services disediakan melalui mekanisme pasar sehingga masyarakat dapat memilih Public services yang sesuai dengan kebutuhannya, dapat menikmati Public services yang berkualitas. Pemerintah dalam model ini mempunyai peranan kuat dalam mengatur dan mengontrol mutu Public services yang diadakan sektor privat/swasta. The residual enabling authority Model yang terbentuk mengkombinasikan : dengan - peranan pasar yang kuat - local governance lemah, dan The community-oriented enabler Model yang mengkombinasikan dimensidimensi : - partisipasi masyarakat
  • 10. 40 Sri Susilih – Desentralisasi Public Service - posisinya berada di antara dimensi local governance dan sektor publik/privat. Dalam model ini, masyarakat melalui voluntary organization berhak menolak Public services yang tidak dikehendaki, dapat mengusahakan Public services yang dibutuhkan. Model ini dapat menumbuhkan inovasi-inovasi dalam masyarakat. Demikianlah yang dikemukakan oleh Savas dan Steve Leach memperlihatkan kecenderungan untuk menempatkan masyarakat (diluar pemerintah) sebagai subyek dalam aktivitas pemenuhan kebutuhan hidupnya baik fisik maupun mental. Apabila masyarakat diberikan kesempatan berpartisipasi, kebebasan berkreasi tanpa terlalu dikontrol pemerintah, akan tumbuh kreativitas sehingga muncul inovasi-inovasi dalam masyarakat. Posisi pemerintah hanyalah sebagai perantara, fasilitator atau katalisator. Kata govern yang berasal dari kata Yunani artinya “mengarahkan”. Tanggung jawab pemerintah adalah untuk mengarahkan /mengemudikan (steering) masyarakat. Dalam kaitan ini pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan sebagai pedoman berprilaku masyarakat. Referensi : Buku Arsyad, Nurdjaman. et.al. Keuangan Negara. Jakarta : Intermedia, 1992 D.W. Nana Rukmana. et.al.Manajemen Pembangunan Prasarana Perkotaan. Ed. Jakarta : LP3ES, 1995 Leach, Steve. et.al. The Changing Organization and Management of Local government. London : Macmillan Press Ltd, 1994. Nurmadi, Achmad, Manajemen Perkotaan Yogyakarta : Lingkaran Bangsa, 1999.
  • 11. 41 Jurnal Administrasi Negara Vol. II No. 02. Maret 2002 Osborne, David dan Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi : Menstransformasi Semangat Wirausaha Ke Dalam Sektor Publik, terj. Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo, 1996. Savas, E.S. Privatisation : The Key To Better Government. New Jersey, 1987. Smith, B.C. Decentralization : The Territorial Dimension of the State, 1985. Willock, Leslie et.al.Rediscovering Public Services Managemet. Ed. London : McGraw-Hill, 1992. Makalah H Sudarsono “Pelayanan Prima Sektor Swasta Dalam Mendukung Daya Saing : Model Alternatif Bagi Sektor Publik 1997. Hoessein, B. makalah ----------, makalah majalah dan Jurnal Analisa, tahun VII No 8, Agustus, 1978 Bisnis & Birokrasi, Vol. II/Nomor 3/September, 1994 Bisnis & Birokrasi, Vol. VII/Nomor 3/ Oktober, 2000