Dokumen tersebut membahas interaksi antara antihistamin dan obat-obat lain yang dapat memperpanjang interval QT seperti SSRI. Antihistamin seperti astemizole dan terfenadine dikontraindikasikan dengan obat penghambat CYP2D6 karena dapat meningkatkan risiko perpanjangan interval QT dan aritmia. Bukti interaksi antara SSRI dan terfenadine masih terbatas, meskipun terdapat kemungkinan kontraindikasi dengan astemizole. Pengg
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
Anti histamin
1. Anti histamin + Obat-obat yang memperpanjang interval
Astemizole dan terfenadine umumnya tidak digunakan dengan obat-obatan yang juga dapat
memeperpanjang interval QT. Produsen dari mizolastine mengeluarkan hal yang sama. Studi
awal menemukan bahwa hydroxyzine menyebabkan kelainan EKG dalam dosis tinggi. Para
peneliti menyatakan bahwa penggunaannya bersama obat lain dapat menyebabkan kelainan
jantung yaitu aritmia dan kematian mendadak, namun belum ada bukti atas kejadian ini.
a. Antihistamin non sedatif
Astemizole dan terfenadine memiliki kontraindikasi jika penggunaanya bersamaan
dengan obat lain akan memperpanjang interval QT. Namun perlu diketahui bahwa
risiko utama perpanjangan QT dan aritmia terjadi jika astemizole dan terfenadine
signifikan menghambat metabolisme azole dan makrolida. Bukti klinis belum
menunjukan pada antihistamin lainnya. Meskipun produsen mizolastine menyatakan
terdapat kontraindikasi dengan obat yang memperpanjang interval QT. Kasus
terisolasi dengan antihistamin lainnya: kasus dari torsade de pointes di kaitkan dengan
penggunaan bersamaan dengan amiodorane dan loratadine, dilaporkan kasus torsade
de ponters dengan sotalol dan terfenadine menyebabkan efek aditif dari perpanjangan
QT dari obat diatas, dan dilaporkan perpanjangan QT pada terfenadine dengan
sparfloxacin.
b. Antihistamin sedatif
Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 1958, pada 25 pasien psikotik dengan dosis
tinggi hydroxyzine 300mg setiap hari selama 9 minggu, ditemukan bahwa terjadi
perubahan ringan, kecuali untuk perubahan gelombang T pada 9 pasien. Dalam kasus
selanjutnya yang dilakukan terhadap beberapa pasien , diberikan hydroxyzine 400mg,
ditemukan efek yang sama, perubahan yang paling menonjol adalah atenuasi yang
ditandai dengan repolarisasi jantung. Atas dasar ini disarankan bahwa obat yang
menyebabkan kelainan EKG seperti thioridazine mungkin memperburuk dan
membesakan induksi hydroxyzine, dan meningkatkan risiko kematian mendadak.
Namun perlu diketahui dalam penggunaan hydroxyzine yang dilaporkan terjadi
aritmia (takikardia) terkait penggunaannya. Produsen juga memberikan peringatan
mengenai penggunaan hydroxyzine dengan penyakit jantung, dan terdapat efek
samping jika overdosis.
Antihistamin + SSRIs
Bukti klinis
a. Astemizole
Astemizol dikontraindikasikan penggunaannya dengan SSRI karena berresiko
menghambat metabolisme astemizole, menyebabkan kenaikan kadar serum, dapat
mengakibatkan perpanjangan interval QT dan aritmia.
b. Desloratadine
Penggunaan bersamaan dengan desloratadine 5 mg setiap hari dan fluoxentine 20
mg setiap hari selama 7 hari, tidak secara klinis menunjukan efek farmakokinetik
(perubahan tingkatmaksimum danAUC kurang dari 15%). Tidak ada perubahan
parameter EKG termasuk interval QT, dan kombinasi tidak meningkatkan efek
yang merugikan.
c. Loratadine
Fluoxentine merupakan inhibitor sitokrom P450 isoenzime CYP3A4 (inhibitor
lemah) dan CYP2D6 (inhibitor moderat), dimana laratadine dimetabolisme.
Fluoxentine mungkin meningkatkan kadar loratadine. Studi menunjukan bahwa
2. dosis tinggi loratadinetidak menyebabkan kerugian pada jantung. Namun pada
penelitian baru dilaporkan telah meragukan terhadap keselamatan jantung.
d. Terfenadine
a). Fluoxentin
seorang pria 41 tahun tanpa riwayat penyakit jantung terbangun pada malam hari
karena sesak napas, dengan detak jantung tidak teratur. Dia juga mengalami
hipotensi ortostatik. Namun, Ekg menunjukan irama sinus normal, dia
mendaptkan dosis harian120 mg terfenadine, fluoxentine 20 mg (mulai bulan
sebelumnya), ibuprofen 2,4 g, misoprostol 400 mikrogram, midrin (paracetamol,
dikloralphenazone, isometheptene mucate) dan ranitidine 300 mg. Reaksi ini
disebabkan interaksi antara fluoxentine dan terfenadine. Namun, beberapa hari
setelah berhenti menggunakan terfenadine, irama jantung yang dicatat selama 24
jam menunjukan beberapa kelainan minor (takikardia sinus intermiten, denyut
prematur), meskipun belum mengkhawatirkan.
Penelitian secara in vitro terhadap mikrosomal hati manusia menunjukan bahwa
fluoxetine memiliki efek menghambat metabolisme terfenadine.
b). Paroxentin
sebuah studi silang dua periode di 11 subjek sehat diberikan terfenadine 60 mg
dua kali sehari ditemukan bahwa paroxentine 20 mg selama 8 hari tidak
berpengaruh padaAUC terfenadine. Dalam studi in vitro pada hari manusia
menunjukan bahwa paroxetine hanya memiliki efek menghambat metabolisme
terfenadine.
c). Sertaline
penggunaan sertaline dengan terfenadine masih dipertimbangkan interaksi yang
terjadi.
Mekanisme
Studi in vitro yang menggunakan mikrosomal hati manusia secara akurat
diprediksi memiliki interaksi yang besar dan berpotensi berbahaya antara
terfenadine dan ketokonazole atau iatkonazole. Hal ini menunjukkan bahwa
semua
SSRI ini sangat tidak mungkin untuk berinteraksi dengan terfenadine secara
klinis, meskipun telah diperingatkan oleh penulis untuk hati-hati dalam
penggunaan dosis tinggi SSRI dengan astemizole yang dimetabolisme sebagian
oleh sitokrom P450 isoenzim CYP2D6.
Hal penting dan penanganannya
Interaksi antara SSRI dan terfenadine tidak ditetapkan, ada sedikit bukti mengenai
interaksi antara terfenadine dengan astemizole. Ada kemungkinan terjadi
kontraindikasi yang disebabkan oleh astemizole. Hati-hati dalampenggunaan
terfenadine dengan SSRI (kecuali sertraline), dan pertimbangkan alternatif
antihistamin yang tidak menyebabkan efek samping jantung. Saat ini semua bukti
adalah teoritis.