Mempelajari ilmu ushul fiqh sangat penting bagi kita,karena hal itu untuk memahami syari’at Islam,para ulama ushul fiqh mengemukakan dua pendekatan,yaitu selain melalui pendekatan maqashid syari’at (tujuan syara’ dalam menetapkan hukum) juga melalui kaidah-kaidah kebahasaan. Diantara kaidah kebahasaan yang digunakan untuk menetapkan dan menerangkan hukum-hukum syari’at adalah amr dan nahi.Sebab kebanyakan hukum-hukum syari’at yang taklif ditetapkan atas adanya tututan untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tuntutan untuk meninggalkannya.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang nahi sebagai salah satu kaidah kebahasaan untuk menetapkan dan menerangkan tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan.
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Nahi
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Mempelajari ilmu ushul fiqh sangat penting bagi kita,karena hal itu untuk memahami syari’at Islam,para ulama
ushul fiqh mengemukakan dua pendekatan,yaitu selain melalui pendekatan maqashid syari’at (tujuan syara’ dalam
menetapkan hukum) juga melalui kaidah-kaidah kebahasaan. Diantara kaidah kebahasaan yang digunakan untuk
menetapkan dan menerangkan hukum-hukum syari’at adalah amr dan nahi.Sebab kebanyakan hukum-hukum syari’at
yang taklif ditetapkan atas adanya tututan untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tuntutan untuk meninggalkannya.1
Dalam makalah ini akan dibahas tentang nahi sebagai salah satu kaidah kebahasaan untuk menetapkan dan
menerangkan tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan.
B. Rumusan Masalah.
Dari latar belakang di atas maka kami merumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Apakah pengertian al-Nahi?
2. Apa saja shighat al-Nahi?
3. Bagaimana kegunaan shighat al-Nahi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian.
Secara etimologi, al-Nahi berasal dari bahasa arab (ًانُه ) yang artinya mencegah atau melarang.2
Adapun menurut syara’ ialah :
االدَى انى االعهى ٍي انتزك طهب
“ Memerintah meninggalkan sesuatu dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah
tingkatannya”3
B. Shighat al-Nahi
Shighat al-Nahi merupakan tuntutan yang berisi larangan, maka bagian ini akan diuraikan berbagai macam
shighat al-Nahi.Adapun bentuk shighat al-Nahi itu adalah:
1. Fi’il Mudhari’ yang dihubungkan dengan َبهٍه ال yaitu yang menunjukkan larangan atau menyatakan tidak boleh
melakukan perbuatan.sebagaimana firman Allah dalam surat al-Isra’ ayat 32 :
ًبهٍِبَس َءَبسَو ًةَشِحَبف ٌََبك ُهََِإ َبَِّزان ُىابَزْقَت َبنَو
“ Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan
yang buruk.”(Q.S. al-Isra’ :32)
2. Kata yang berbentuk perintah untuk meninggalkan suatu perbuatan.Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-
Hajj:30
ِرُوّزان َلْىَق ُىابَُِتْجَاو ٌَِبثْوَأْنا ٍَِي َسْجِزان ُىابَُِتْجَبف
“Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.”(Q.S.al-Hajj:30)
3. Menggunakan kata ( ًَه ) itu sendiri dalam kalimat.sebagaimana dalam firman Allah
ٌٍَِزِبْكَتْسًُْنا ُبِحٌُ َبن ُهََِإ ٌَُىُِهْعٌُ َبيَو ٌَُوزِسٌُ َبي ُىَهْعٌَ َهَهان ٌََأ َوَزَج َبن
“ Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.Dia memberi pengajaran kepada kamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(Q.S.al-Nahl:23)
4. Jumlah Khabariyah, yaitu kalimat berita yang digunakan untuk menunjukkan larangan dengan cara pengharaman
sesuatu atau menyatakan tidak halalnya sesuatu.
ًبهْزَك َءَبسُِان ُىاثِزَت ٌَْأ ْىُكَن ُمِحٌَ َبن ُىاَُيآ ٌٍَِذَنا َبهٌَُأ َبٌ
“ Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa ( Q.S. an-Nisa’ :
19)
Dari keempat macam bentuk yang telah disebutkan di atas, merupakan shighat al-Nahi yang dapat digolongkan
kepada larangan.Akan tetapi, menurut Mustafa Said al-Khin,bahwa shighat al-Nahi yang sebenarnya adalah fi’il mudhari’,
yang dimasuki atau yang dihubungkan dengan ( الَبهٍه )
Pada dasarnya,terdapat keempat shighat al-Nahi yang telah disebutkan di atas tidak terdapat perbedaan pendapat
di kalangan ulama ushul fiqih.4
C. Penggunaan Shighat al-Nahi
Pada dasarnya nahi menunjukkan arti haram. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S.al-Isra’ : 32
ًبهٍِبَس َءَبسَو ًةَشِحَبف ٌََبك ُهََِإ َبَِّزان ُىابَزْقَت َبنَو
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang
buruk.”(Q.S.al-Isra’:32)
Akan tetapi dalam pemakaian bahasa Arab,terkadang bentuk nahi digunakan untuk beberapa arti (maksud) yang
bukan asli yang maksudnya dapat diketahui dari susunan perkataan itu yang antara lain:
1. Untuk menunjukkan makruh ( نهكزاهة ) sebagaimana hadits Rasulullah SAW.
االبم ٌاعطب ًف تصهىاع ال
“janganlah shalat ditempat peristirahatan unta” (H.R. Turmudzi)
Larangan hadits tersebut di atas untuk menunjukkan makruh karena kurang bersih walaupun suci.
1
Hal ini terkait hukum‐hukum syari’at yang oleh mayoritas ulama ushul fiqh dibagi kepada dua bagian besar, yaitu hukum taklifi dan hukum wad’i.
lihat Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Mesir: Dar al_Fikr al‐Arabi, 1958, hal. 26‐28
2
Moh. Rifa’i, Ushul Fiqih. Bandung: PT.Al-Ma’arif,hal.42
3
Abd. Hamid Hakim, Mabadi’ Awwaliyah. Jakarta: Maktabah al-Sa’idiyah Putra.Hal.8
4
Romli, Muqaranah Mazahib Fil Ushul.Jakarta: Gaya Media Pratama.Hal.189-190
2. 2. Untuk menyatakan permohonan ( (نهدعبء ,sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah : 286
َبَْأَطْخَأ ْوَأ َبٍُِسََ ٌِْإ َبَْذِخَاؤُت َبن َبَُبَر
"Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah.”(Q.S.al-Baqarah : 286)
Perkataan “ janganlah Engkau hukum kami…”bukan menunjukkan larangan sebab manusia tidak berhak
melarang Allah karena manusia di bawah kekuasaan-Nya,tetapi perkataan itu menunjukkan permohonan sebagai
doa kepada Allah.
3. Untuk menunjukkan pengarahan atau bimbingan ( نالرشبد ),sebagaimana firman Allah dalam .Q.S. al-Maidah :101.
ٌىٍِهَح ٌرُىفَغ ُهَهَانو َبهَُْع ُهَهان َبفَع ْىُكَن َدْبُت ٌُْآزُقْنا ُلَّزٌَُُ ٍٍَِح َبهَُْع ُىانَأْسَت ٌِْإَو ْىُكْؤُسَت ْىُكَن َدْبُت ٌِْإ َءَبٍْشَأ ٍَْع ُىانَأْسَت َبن ُىاَُيآ ٌٍَِذَنا َبهٌَُأ َبٌ
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan
kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan
diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.”(Q.S. al-Maidah : 101)
Larangan ini sebagai pelajaran agar kita jangan selalu menanyakan sesuatu yang akan merugikan diri,terutama
hal-hal yang menyangkut hubungan antara manusia dan manusiaagar hubungan itu senantiasa baik antara satu
dengan yang lain.
4. Untuk memutusasakan (نهتٍئٍس ), dalam firman Allah dalam Q.S. al-Tahrim : 7
ٌَُىهًَْعَت ْىُتُُْك َبي ٌَْوَّزْجُت َبًََِإ َوْىٍَْنا ُوارِذَتْعَت َبن ُوازَفَك ٌٍَِذَنا َبهٌَُأ َبٌ
“ Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi
Balasan menurut apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. al-Tahrim:7)
5. Untuk menghibur (نالئتُبس ), dalam firman Allah dalam Q.S.al-Taubah :40
َبَُعَي َهَهان ٌَِإ ٌَّْزْحَت َبن
"Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." (Q.S. al-taubah:40)
6. Untuk ancaman ( نهتهدٌد ),misalnya ucapan kepada pelayan:
ايزي تطع ال
" tak usah engkau turuti perintah ini”
Yang dimaksud bukan untuk melarang,melainkan menggertak agar ia takut.5
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Nahi adalah tuntutan untuk tidak melakukan suatu perbatan dari yang lebih tinggi tingkatannya kepada yang lebih
rendah tingkatannya.
2. Shighat atau bentu al-Nahi itu ada empat:
a. Fi’il mudhari’ yang dihubungkan dengan laa Naahiyah.
b. Kata yang berbentuk perintah untuk meninggalkan sesuatu.
c. Menggunakan kata ( ًَه ) itu sendiridalam kalimat.
d. Jumlah Khabariyah.
3. Shighat al-Nahi pada dasarnya utuk menunjukkan arti haram.Namun,bisa menuntut arti selain haram.Diantaranya
adalah:
a. Untuk menunjukkan makruh.
b. Untuk menyatakan permohonan.
c. Untuk mennjukkan pengarahan atau bimbingan.
d. Untuk memutusasakan.
e. Untuk menghibur
f. Untuk ancaman
B. Penutup
Demikianlah sedikit uraian mengenai nahi semoga bermanfaat dan dapat dikembangkan untuk penelitian
selanjutnya.Amin.
Daftar Pustaka
Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Fiqh, Mesir: Dar al_Fikr al‐Arabi, 1958
Hakim, Abd. Hamid.Mabadi’ Awwaliyah. Jakarta: Maktabah al-Sa’idiyah
Romli, Muqaranah Mazahib Fil Ushul.Jakarta: Gaya Media Pratama
Rifa’i, Moh., Ushul Fiqih. Bandung: PT Al-Ma’arif
5
Moh.Rifa’i, Ushul Fiqih.Bandung: PT Al-Ma’arif.Hal:44-46