1. My Dream Must Be Come True….
Proposal Skripsi
KAJIAN PENAMBAHAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza)
DALAM RANSUM AYAM BROILER TERHADAP KECERNAAN
PAKAN DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN
Diah Nugrahani Pristihadi
B04090039
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
2. My Dream Must Be Come True….
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ayam broiler merupakan komoditas ternak unggas yang paling diminati di
Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2011 jumlah populasi
ayam pedaging di Indonesia sebanyak 1.115.108.000 ekor. Angka ini melebihi
jumlah populasi unggas lain di peternakan seperti ayam ayam buras (268,957 juta
ekor), ayam petelur (103,841 juta ekor), dan itik (45,292 juta ekor). Jumlah ini terus
merangkak seiring dengan kenaikan permintaan pemenuhan kebutuhan protein
penduduk Indonesia.
Unggas (terutama ayam broiler) berpotensi sebagai penghasil daging utama di
Indonesia daripada ternak lain seperti sapi, kerbau, dan babi. Hal ini dikarenakan
waktu pembudidayaannya yang singkat, mudah dipelihara, diminati produknya, dan
dapat dikonsumsi oleh segala lapisan masyarakat. Untuk meningkatkan produktivitas
pada peternakan ayam broiler, ransum yang diberikan harus memiliki kualitas yang
baik, mengandung semua zat nutrisi yang dibutuhkan oleh ayam dan mudah diserap
oleh saluran pencernaan (Palupi 2002).
Ayam broiler mempunyai nafsu makan yang tinggi yang disertai dengan
tingginya penyerapan nutrisi. Akan tetapi, kurangnya pengeluaran energi melalui
gerakan tubuh, mengakibatkan terjadi penumpukan lemak pada daging ayam broiler
(Pratikno 2011). Hal ini sangat bertentangan dengan keinginan masyarakat yang
menginginkan pangan asal hewan yang tinggi protein tetapi rendah lemak.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan tanaman obat yang banyak
ditemui dan digunakan di Asia Tenggara. Tanaman ini berkhasiat memperlancar
pengeluaran ASI (laktagoga), anti radang (anti inflamasi), memperlancar
pengeluaran empedu ke usus (kolagoga), tonikum, dan peluruh kencing (diuretic)
(Dalimartha 2008).
Menurut pada hasil penelitian yang dilakukan Hendrawati (1999), penambahan
temulawak dalam ransum dapat dipakai untuk menurunkan kadar kolesterol daging
3. My Dream Must Be Come True….
broiler pada penambahan 6% temulawak. Selain mampu menurunkan kadar lemak
daging, temulawak diharapkan mampu meningkatkan produktivitas daging ayam
broiler dengan mekanisme peningkatan nafsu makan. Hal ini dikarenakan dalam
pengobatan herbal tradisional, temulawak digunakan sebagai obat penambah nafsu
makan.
Penelitian ini mencoba mengukur pengaruh pemberian temulawak dalam pakan
ayam broiler terhadap kenaikan bobot badan. Parameter yang digunakan adalah
kecernaan pakan dan pertambahan bobot badan.
I.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk
1. Mempelajari pengaruh pemberian temulawak dalam pakan ayam broiler
terhadap kecepatan pertumbuhan berat badan ayam broiler
2. Mengetahui dosis pemberian temulawak terbaik untuk menghasilkan
performa terbaik ayam broiler
I.3. Hipotesis
Penambahan temulawak dalam ransum ayam broiler akan meningkatkan
kecernaan, sehingga kecepatan pertumbuhan berat badannya meningkat, tetapi
karena manfaatnya sebagai laktagoga, penambahan nafsu makan karena penambahan
temulawak tidak meningkatkan kadar lemak.
I.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempu menjadi sumber inovasi pemanfaatan
temulawak sebagai zat additive pada pakan ternak.
4. My Dream Must Be Come True….
II. TINJAUAN PUSTAKA
Temulawak merupakan tanaman obat yang banyak ditemui di Asia Tenggara,
Asia Selatan, dan Australia bagian utara. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
berasal dari kata kurkum (bahasa Arab) yang berarti kuning dan xanthorhiza yang
merupakan gabungan kata dari bahasa Yunani: xantos (kuning) dan riza (umbi akar).
Temulawak merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang banyak tersebar
di seluruh tanah air. Tanaman ini dikenal dengan berbagai nama seperti koneng gede
(Sunda), temo lobak (Madura), tetemulawak (Sumatra), dan kunyit ketumbu (Aceh)
(Rukmana 1995).
II.1. Karakteristik Temulawak
Secara taksonomi klasifikasi temulawak adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceace
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb (Rukmana 1995).
Gambar 1. Tanaman & Rimpang Temulawak
(Afifah 2005)
5. My Dream Must Be Come True….
Menurut Afifah (2005) sulit untuk mengidentifikasi masing-masing anggota
family Zingiberaceace. Termasuk dalam mengidentifikasi temulawak, diperlukan
ketelitian dan kecermatan. Temulawak memiliki batang semu yang berwarna hijau
dan coklat gelap. Tinggi batang antara 1.5–2.0 m. Batang seperti batang pisang,
tumbuh tegak dan berumpun. Daun tanaman temulawak panjang dan sedikit lebar
dengan tulang daun berwarna hitam. Daun temulawak berbentuk seperti lembing dan
berwarna hijau tua. Panjang daun antara 31–84 cm dengan lebar 10–18 cm, panjang
tangkai daun termasuk helaian 43–80 cm (Pari 2011). Akarnya berupa rimpang
(batang yang berada di dalam tanah). Di antara genus Curcuma, temulawak
mempunyai rimpang yang terbesar. Akarnya bercabang secara sempurna, besar, kuat,
dan berwarna hijau. Mahkota bunga temulawak berbentuk tabung berwarna putih
kuning atau kuning muda dengan warna merah di ujung puncaknya.
II.2. Kandungan Temulawak
Temulawak sebagai tanaman obat memiliki kandungan lebih dibanding dengan
tanaman lain. Rimpang temulawak mengandung pati, abu, serat, dan minyak atsiri
(Said 2004).
Tabel 1. Kandungan rimpang temulawak (Rukmana 1995)
No. Komponen Besaran
1. Abu 0.37%
2. Protein 1.52%
3. Lemak 1.35%
4. Serat Kasar 0.80%
5. Karbohidrat 79.76%
6. Kurkumin 15.00 ppm
7. K 11.45 ppm
8. Na 6.38 ppm
9. Ca 19.07 ppm
10. Mg 12.72 ppm
11. Fe 6.68 ppm
12. Mn 0.82 ppm
13. Cd 0.02 ppm
6. My Dream Must Be Come True….
Menurut Sidik (1995), kandungan temulawak dapat dibedakan atas beberapa
fraksi, yaitu: (a) fraksi pati, merupakan fraksi terbesar, berbentuk serbuk warna putih
kekuningan, (b) fraksi kurkuminoid, merupakan komponen yang memberi warna
kuning pada rimpang temulawak, mempunyai khasiat medis, (c) Fraksi minyak atsiri,
terdiri atas senyawa turunan monoterpen dan seskuiterpen. Minyak atsiri merupakan
zat cair yang terkandung di dalam temulawak, berbau harum, dan segar. Minyak
atsiri dapat digunakan untuk pengobatan, bumbu, kosmetika, atau pewangi.
II.3. Manfaat Temulawak
Manfaat temulawak telah banyak diketahui baik melalui pengalaman (secara
empiris) maupun hasil penelitian. Secara turun temurun, masyarakat Indonesia
menggunakan temulawak sebagai obat penambah nafsu makan. Dalam pengobatan
alternatif, temulawak sering digunakan sebagai obat kencing batu, sakit kuning,
ambeien, dan diare. Temulawak dapat dimanfaatkan sebagai obat, sumber
karbohidrat, bahan penyedap masakan dan minuman, serta pewarna alami untuk
makanan dan kosmetika (Afifah 2005). Martha Tilaar (2008) telah membuktikan
bahwa ekstrak tanaman temulawak aman dan dapat digunakan sebagai moisturizer
produk kecantikan.
Pati temulawak merupakan produk yang cukup prospektif untuk dikembangkan
dan digunakan sebagai bahan makanan, campuran bahan makanan, atau sumber
karbohidrat. Mengacu pada penggunaan pati di negara-negara maju, pati banyak
digunakan sebagai stabilisator, pembentuk tekstur, atau emulgator pembantu. Oleh
karena itu, usaha pengembangan obat tradisional ke arah produk filoterapi akan
memberi peluang kepada temulawak untuk berperan sebagai hasil ikutan yang
prospektif untuk dijadikan salah satu komoditi penghasil devisa non migas (Sidik
1995).
Kandungan lain yang berada dalam temulawak adalah kurkuminoid. Menurut
Sidik (1995), kurkuminoid dari rimpang temulawak sensitive terhadap cahaya yang
memungkinkan penggunaan kurkuminoid sebagai stabilisator bagi senyawa-senyawa
fotosensitif.
7. My Dream Must Be Come True….
Penelitian aktivitas ekstrak rimpang temulawak dilakukan oleh Liang (1985)
dengan menggunakan anjing sebagai hewan coba. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa minyak atsiri rimpang temulawak menunjukkan tingkat keaktivan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tingkat keaktivan minyak atsiri dalam kunyit
(Hendrawati 1999). Pada tahun 1988, penelitian mengenai kandungan minyak atsiri
rimpang temulawak dan kunyit dilakukan kembali oleh Ozaki dan Olei Ban Liang.
Peneliti membandingkan aktivitas kolagoga minyak atsiri rimpang temulawak dan
kunyit pada tikus percobaan. Dari hasil percobaan, rimpang temulawak memiliki
aktivitas kolagoga yang lebih tinggi dari pada kandungan minyak atsiri kunyit.
Diketahui juga, komponen kedua rimpang yang mempunyai aktivitas meningkatkan
sekresi empedu adalah d-kamfor (Said 1995).
Lebih lanjut Hendrawati (1999) meneliti pengaruh penambahan temulawak
terhadap pertambahan berat badan ayam broiler, didapat bahwa penambahan
temulawak dalam ransum nyata menurunkan konsumsi ransum, pertambahan berat
badan pada penambahan 9% temulawak, dan nyata menurunkan lemak abdominal
pada penambahan 6% temulawak.
Pengaruh temulawak terhadap penurunan kadar lemak tidak hanya pada ayam
broiler, tetapi juga pada hewan lain. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wientarsih
(2008), pemberian curcuma dalam pakan kelinci dapat menurunkan kadar LDL
dalam darah. Pada pemberian temulawak 0.4%, mengakibatkan kadar LDL-
peroksida dalam darah 1,572, sedang kadar LDL dalam darah normal kelinci adalah
4,683.
Studi mengenai pengaruh temulawak terhadap kenaikan bobot badan dilakukan
oleh Evacusiany (2008). Dilakukan penelitian dengan membandingkan pengaruh
pemberian temulawak dan kombinasi temulawak, lengkuas, dan meniran terhadap
penambahan berat badan. Didapatkan bahwa mencit yang diberi temulawak tanpa
kombinasi mengalami pertambahan berat badan 9% dari normal. Sedangkan
pemberian kombinasi temulawak, lengkuas, dan meniran tidak menyebabkan
terjadinya pertambahan bobot badan.
8. My Dream Must Be Come True….
Penelitian serupa dilakukan oleh Hermanu (2008). Penelitian berupaya
mempelajari pengaruh pemberian ekstrak temulawak terhadap pertambahan bobot
badan, nafsu makan, dan level leptin dalam serum dari tikus albino jantan (Off Male
Albino Rats). Dari hasil penelitian, etanol 96% ekstrak temulawak mempengaruhi
terjadinya peningkatan nafsu makan yang ditandai dengan jumlah pakan yang
dimakan.
Temulawak bermanfaat sebagai obat antiinflamasi. Ozaki (1990) melakukan
penelitian aktivitas antiinflamasi ekstrak methanol rimpang temulawak pada mencit.
Hasil dari penelitian menunjukkan aktivitas inflamasi ekstrak methanol rimpang
temulawak dengan dosis 3 gram per kilogram berat badan setara dengan aktivitas
antiinflamasi Indometasin® dengan dosis 10 mg per kilogram berat badan.
Pengujian khasiat temulawak dalam aktivits hepatoprotektor dilakukan oleh
Suyatna (1992). Tikus yang diinduksi dengan parasetamol dengan dosis tinggi (2500
mg per kilogram bobot badan). Hasil penelitian mennjukkan penghambatan aktivitas
hepatotoksis dapat dilakukan kurkuminoid temulawak dosis kecil (2 mg per kilogram
bobot badan).
Temulawak bersifat antibakteri dan antijamur. Dari penelitian Toussaint
(1982), minyak atsiri temulawak dapat menghambat pertumbuhan jamur
dermatophyta, Mycrosporum gypseum, Microsporum canis, dan Trichlorophyton
violaceum. Selain hal tersebut, kandungan minyak atsiri temulawak bersifat
bakteriostatik pada mikroba jenis Staphyllococcus dan Salmonella. Didapati bahwa
kandungan minyak atsiri yang menjadi zat antimikroba adalah turmeron.
Sifat antibakterial temulawak kembali diteliti oleh Djide (2008). Dari
penelitian yang telah dilakukan, temulawak dengan konsentrasi 20% dapat
menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. dysentriae.
Pengaruh kekebalan lain yang diinduksi dengan adanya temulawak adalah
kekebalan imunitas terhadap virus. Zainuddin (2008), menguji pemberian temulawak
dengan kombinasi sambiloto untuk meningkatkan efisiensi pakan dan kekebalan
ayam. Dari hasil studi yang dilakukan, berdasarkan titer hemaglutinin inhibisi (HI)
9. My Dream Must Be Come True….
terhadap Avian Influenza, ayam yang dikembangkan tidak menunjukkan gejala
terinfeksi AI, walaupun semua ayam belum pernah divaksin AI.
Manfaat temulawak banyak mengenai masalah kesehatan dan pangan. Akan
tetapi, Sonyarita (2008) membuktikan bahwa temulawak dapat digunakan sebagai
sumber energi masa depan. Dengan menggunakan ekstrak temulawak dalam sel yang
berukuran 2 2 cm2, sel ini menghasilkan arus 1.53,4 A dan 0.233 volt.
II.3. Karakteristik Ayam Broiler
Ayam pedaging atau yang disebut ayam broiler adalah ayam hasil budidaya
teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas sebagai
penghasil daging (Mulyantini 2011). Industri ayam broiler telah berkembang sejak
tahun 1920. Akan tetapi, perkembangannya di Indonesia baru dimulai pada
pertengahan dasawarsa 1970-an (Fadhillah 2004). Pertumbuhannya di Indonesia
cukup pesat. Dari data Badan Pusat Statistik, setelah 40 tahun dikembangbiakkan,
populasi ayam broiler di Indonesia sekitar 1.2 milyar. Perkembangan ini setimbang
dengan kualitas ayam broiler. Ayam ini diperoleh dari seleksi dan persilangan
genetik ayam-ayam berkualitas unggul.
Pengkajian perbaikan kualitas terus dilakukan demi mengarah kepada efisiensi
dan pemanfaatan potensi genetic secara maksimal (Solikhah 2006), sehingga ayam
broiler yang ditemui sekarang ini memiliki kecepatan pertumbuhan berat badan
cukup pesat. Pada waktu menetas, normalnya berat anak ayam berkisar 37-40 g
(Lacy 2002). Dalam waktu 35 hari, pertumbuhan berat badan dapat mencapai 1,5
kg/ekor. Pada minggu terakhir, broiler dapat tumbuh hingga 70-80 gram setiap
harinya (Amrullah 2003).
Ayam broiler memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Puspy (2011),
kelebihan ayam broiler adalah pertumbuhan badannya yang fantastis, kandungan gizi
dagingnya lengkap, tingkat kebutuhan pasar yang sangat tinggi, harga jual yang
sangat bagus, cara pengelolaan yang tidak terlalu sulit dan bisa dijalankan siapa saja,
serta potensial untuk dijadikan investasi usaha. Sedang kelemahan yang dimiliki
ayam ini adalah memerlukan pemeliharaan dan penanganan secara intensif dan lebih
10. My Dream Must Be Come True….
pelik daripada beternak ayam buras atau ayam pedaging, membutuhkan modal yang
besar, membutuhkan ransum makanan yang berkualitas, mudah terkena stress, sulit
beradaptasi dengan lingkungan sekitar, dan mudah terserang penyakit.
Rasyaf (2008) menyatakan bahwa ayam broiler sebagai ayam pedaging saingan
baru ayam kampung dengan rasa khasnya yang empuk dan berdaging banyak. Tetapi
dikatakan juga bahwa ayam broiler kurang disukai untuk pembuatan masakan seperti
ayam goreng atau rendang ayam. Masakan ini cederung menggunakan ayam
kampung yang mempunyai daging lebih liat. Seperti diketahui, ayam broiler
cenderung hancur ketika dilakukan perebusan dengan waktu lama.
Seperti hewan lainnya, nutrisi yang diperlukan oleh ayam broiler harus diberi
dari luar tubuh. Hal ini penting diketahui, karena pertumbuhan berat badan ayam
broiler yang tinggi sangat dipengaruhi oleh kelengkapan dan kecukupan nutrisi yang
diberikan.
Kebutuhan gizi ayam broiler perlu diperhatikan. Kelebihan gizi tidak berarti
mendukung pertumbuhan. Tetapi, kekurangan nutrisi menyebabkan tergangguhnya
pertumbuhan.
Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler yang Dikembangkan secara Berbaur
(NRC 1999)
Nutrisi Kebutuhan
Energi Metabolis Starter (1-14 hari) 3.080 kcal/kg
Grower (15-37 hari) 3.190 kcal/kg
Finisher (38 hari-dipasarkan) 3.300 kcal/kg
Protein Starter (1-14 hari) 21 % - 22%
Grower (15-37 hari) 19%
Finisher (38 hari-dipasarkan) 16%
Lemak 2-4%
11. My Dream Must Be Come True….
Tabel 3. Kebutuhan Vitamin dan Mineral Ayam Broiler (NRC 1994)
Nutrisi 0-3 minggu 3-6 minggu
Vitamin
A 1500 IU 1500 IU
D 150 ICU 200 ICU
E 10 IU 10 IU
K 0.5 mg 0.5 mg
B12 0.01 mg 0.01 mg
Biotin 0.15 mg 0.15 mg
Folacin 0.55 mg 0.55 mg
Niacin 30 mg 30 mg
Mineral
Kalsium 1.00 mg 0.90 mg
Fosfor 0.45 mg 0.35 mg
Natrium 0.20 mg 0.15 mg
Klor 0.20 mg 0.15 mg
Magnesium 0.30 mg 0.30 mg
Kalium 0.30 mg 0.30 mg
II.3. Alat Pencernaan Ayam Broiler
Saluran pencernaan merupakan saluran dari mulut sampai rektum, dengan
bantuan pankreas dan hati. Dalam saluran ini dilakukan proses pencernaan makanan
yang terdiri dari proses memasukkan makanan, menyalurkan makanan, melakukan
pencernaan kimia dan mekanis, menyerap nutisi, dan mengelurakan zat sisa.
Susunan histologi saluran pencernaan umumnya mempunyai pola penyusunan
dasar berupa lapisan-lapisan jaringan yang mengelilingi lumen. Keberadaan lapisan
jaringan yang mengelilingi lumen bermanfaat dalam mengurangi kemungkinan
terkena agen pathogen dari dalam tubuh.
Epitel sebagai lapisan pertama antara lumen dengan traktus digesti, memiliki
pertahanan pertama terhadap pathogen berupa sekreta mucus dan mikrovili. Lamina
propia merupakan lapisan kedua setelah epitel. Dengan jaringan longgar dan
mengandung jaringan ikat, lapisan ini berfungsi menghambat pergerakan agen
pathogen yang sudah melalui epitel. Di dalam lapisan ini terdapat buluh darah dan
sel radang jaringan sebagai agen imunitas tubuh. Di bawah lamina propria terdapat
12. My Dream Must Be Come True….
lapisan muscular yang memanjang dan melingkar, yang berfungsi sebagai motor
terjadinya gerakan peristaltik.
Gambar 2. Anatomi Tractus Digestatorius (Jacob 2011)
a. Ruang Mulut (Cavum Oris)
Paruh dalam pencernaan unggas merupakan pintu masuk pakan ke dalam
tubuh. Tidak seperti hewan lain, ayam tidak mempunyai bibir, lidah, pipi, dan
gigi sejati. Ayam memiliki gigi telur yang ditemukan pada akhir paruh dari ayam
baru menetas dan akan menghilang setelah satu atau dua hari (Choct 2010). Oleh
karena itu, pada bagian ruang mulut tidak terjadi pencernaan mekanis.
Pada bagian atas mulut (palatum) terdiri dari lapisan tanduk. Di sepanjang
garis tengah palatum terdapat celah medial yang berhubungan langsung dengan
13. My Dream Must Be Come True….
rongga hidung (Choct 2010). Untuk membantu agar makanan tidak terlepas dari
ruang mulut, pada palatum terdapat papilla.
Lidah unggas runcing seperti anak panah, berbentuk seperti kail. Lidah
berfungsi sebagai pendorong makanan ke esophagus. Mulut menghasilkan saliva
7-30 ml/hari yang mengandung amylase dan maltase saliva (Yuwanta 2004),
tetapi karena pakan yang ada di ruang mulut ini tidak terlalu lama, maka jumlah
yang dicerna dengan enzim ini cukup kecil.
b. Ruang Faring (Cavum Pharingis)
Merupakan ruangan di belakang rongga mulut. Di tengah-tengah dinding
atau langit-langit atas terdapat celah-celah yang sempit (rima infundibuli) yang
menuju ruangan gendang telinga (infundibulum pharingotympanicum)
(Andriyanto 2004). Di dalam ruang ini ditemui papila pharingealis di caudal
celah yang tersusun secara transversal.
Kelenjar-kelenjar ludah (glandula salivares) juga terdapat dalam ruang
faring, berfungsi untuk menyelimuti partikel makanan untuk mempermudah
proses menelan. Glandula pharingis seluruhnya berupa kelenjar pylostomatatis
yang mempunyai banyak saluran, yaitu glandula spenopterygoideum, glandula
mandibulares caudalis, dan glandula cricoarytenoideae (Setijanto 1998).
c. Oesophagus dan Tembolok
Oesophagus merupakan saluran lunak dan elastik yang menghubungkan
ruang mulut dengan lambung. Organ ini menghasilkan sekreta yang mampu
membantu melicinkan pakan yang melaluinya. Saluran ini mengalami perluasan
pada saat oesophagus akan memasuki rongga thorak yang disebut dengan
tembolok.
Tembolok memberi kesempatan untuk menahan sementara pakan yang
melalui oesophagus untuk dicerna secara fisik. Pada tembolok terdapat syaraf
yang berhubungan dengan pusat kenyang-lapar di hypothalamus. Hal inilah yang
menyebabkan jumlah pakan dalam tembolok akan memberi respon kepada
syaraf untuk makan atau menghentikan makan (Yuwanta 2004).
14. My Dream Must Be Come True….
d. Lambung Kelenjar dan Lambung Otot
Lambung kelenjar atau proventrikulus merupakan pelebaran dari ujung
oesophagus. Proventrikulus merupakan lambung sejati pada unggas. Di dalam
proventrikulus terdapat muara beberapa kelenjar yang membantu proses
pencernaan secara kimiawi. Selain sebagai kelenjar eksokrin yang menghasilkan
pepsinogen dan HCl, kelenjar profundal lambung ini juga merupakan kelenjar
endokrin yang menghasilkan somatostatin, VIP (Vasoaktives Intestinales
Polipeptida), dan enteroglucagon (Setijanto 1998). Pencernaan secara kimiawi
di lambung kelenjar relatif singkat karena pakan yang berlalu dengan cepat.
Pencernaan secara enzimatis dilanjutkan di gizzard, dimana enzim-enzim akan
mengalir ke organ ini.
e. Gizzard atau Ventrikulus
Merupakan lambung otot dimana di dalamnya terjadi pencernaan secara
mekanis. Organ ini dibentuk oleh dua lapis otot yang kuat. Otor-otot inilah yang
berperan sebagai gigi pengganti pada unggas. Di dalam gizzard terdapat grit,
yaitu benda keras yang ada di dalam gizzard yang dengan sengaja ditelan oleh
unggas, seperti pasir, granit, atau butiran keras lain (Mulyantini 2011). Untuk
mencerna pakan, otot-otot empedal akan bekerja sama dengan grit dan dibantu
dengan pencampuran sekreta enzim dari proventrikulus.
f. Usus Halus
Merupakan organ utama dalam pencernaan dan penyerapan nutrisi. Organ
ini terdiri dari tiga bagian, yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Pakan yang
telah dicerna oleh gizzard masuk ke dalam duodenum dalam kondisi asam.
Kondisi ini dinetralkan oleh sekreta pankreas (ion bicarbonate) yang dialirkan
ke dalam duodenum. Selain ion bicarbonate, sekreta pakreas, empedu, dan
intestinal juice (sekreta dinding usus) dialirkan ke dalam duodenum.
Jejunum dan ileum berperan dalam pencernaan nutrisi secara molekuler dan
absorbsi nutrisi. Batas antara jejunum dengan ileum ditandai dengan adanya
tanda berupa divertikulum Merkel. Di dalam lumen jejunum dan ileum, terdapat
vili (jonjot-jonjot) usus, yaitu penjuluran selaput mukosa usus yang berfungsi
15. My Dream Must Be Come True….
sebagai penggerak makanan dalam usus dan memperluas bidang penyerapan
nutrisi. Dalam setiap vilus mengandung pembuluh limfe yang disebut lacteal dan
pembuluh kapiler (Suprijatna 2008).
g. Ceca (Usus buntu)
Organ ini terletak di antara usus halus dan usus besar. Ceca berbentuk dua
kantong yang berukuran 120-178 cm (Mulayntini 2011). Di dalam organ inilah
penyerapan air kadang dilakukan selain di usus besar. Fungsi utama ceca adalah
untuk fermentasi pakan yang berserat. Hasil fermentasi ini menghasilkan asam
lemak dan delapan jenis vitamin B seperti halnya pada ruminansia, tetapi karena
letaknya yang sudah mendekati akhir proses pencernaan, sangat sedikit nutrisi
yang dihasilkan diserap oleh tubuh (Jacob 2011).
h. Usus Besar
Usus besar atau kolon terletak sebelum kloaka. Pada organ inilah terjadi
penyerapan air dan penyimpanan sementara eksreta yang akan dikeluarkan. Pada
ayam dewasa, panjangnya sekitar 10 cm (Suprijatna 2008). Usus besar terdiri
dari sepasang usus buntu (caeca) dan rektum yang pendek.
Pada usus buntu sering dijumpai bahan yang tidak tercerna yang
mengandung selulosa yang berwarna homogen kecoklatan. Meskipun fungsi
caecum belum diketahui, terlihat bahwa di organ ini terjadi proses pencernaan
terutama absorbsi (Setijanto 1998). Menurut Akoso (1993) usus buntu
membantu mencerna makanan yang memiliki serat kasar tinggi melalui aksi
jasad renik dalam makanan.
i. Kloaka dan Vent
Kloaka merupakan bagian bulat di akhir saluran pencernaan. Di tempat ini
bertemu muara saluran digesti, saluran urinari, dan saluran urogenital. Organ ini
bertaut pada bursa fabricious (Andriyanto 2004). Vent adalah lubang bagian luar
kloaka, tempat bertemunya saluran dalam tubuh dengan lingkungan. Melalui
vent inilah telur, urin, dan feses dikeluarkan. Urin unggas berbentuk asam urat,
berwarna putih, biasa dikeluarkan bersama dengan dikeluarkannya feses dari
dalam tubuh.
16. My Dream Must Be Come True….
j. Organ tambahan
Organ tambahan adalah organ-organ yang tidak secara langsung mencerna
pakan yang masuk ke dalam tubuh. Organ-organ ini mengeluarkan sekreta yang
membantu proses pencernaan ke dalam lumen saluran pencernaan. Organ-organ
tersebut adalah hati, empedu, dan pankreas.
Pankreas terletak diantara loop duodenum. Berwarna kuning pucat hingga
merah pucat (rose). Pankreas merupakan organ endokron dan eksokrin. Secara
histologi, pankreas memiliki sel-sel langerhans yang tersusun berkelompok
sebagai produsen hormon. Sel-sel ini dibedakan menjadi sel yang
menghasilkan hormon glucagon, sel yang menghasilkan hormon insulin, dan
sel yang menghasilkan hormon somatostatin. Hormon-hormon ini mempunyai
peran dalam membantu proses penyerapan dan pemecahan nutrisi di dalam
tubuh.
Dalam fungsinya sebagai organ eksokrin, pankreas menghasilkan enzim
amylase, trypsin, dan lipase pankreas. Enzim-enzim tersebut disalurkan ke
dalam lumen saluran cerna untuk membantu pencernaan makanan setidaknya
melalui tiga saluran, yaitu ductus pancreatic dorsalis, ductus pancreatic
ventralis, dan dustus pancreatic accessories (Setijanto 1998).
Hati tersusun atas dua lobus dan merupakan organ vital dalam sistem
pencernaan tubuh. Semua nutrisi yang berasal dari usus halus masuk ke dalam
vena porta, kemudian masuk ke dalam organ ini untuk mengalami detoksifikasi.
Anatomi hati ayam baru menetas berwarna kuning, berubah menjadi semakin
merah dan akhirnya merah kecoklatan pada hati ayam dewasa.
Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh dengan fungsi:
a. mensekresikan empedu,
b. mendetoksifikasi racun maupun zat toksik bagi tubuh,
c. melakukan metabolisme protein, karbohidrat, dan lipid,
d. menyimpan vitamin,
e. menyimpan karbohidrat,
17. My Dream Must Be Come True….
f. mendestruksi sel darah merah,
g. membentuk protein plasma, dan
h. menginaktivasi hormon polipeptida.
Cairan empedu merupakan hasil sekresi hati, bersifat lengket, berwarna
sedikit kuning kehijauan dan mengandung asam-asam empedu (Amrullah 2003).
Fungsi dari asam-asam ini adalah untuk mencerna lemak yang ada di duodenum.
Cairan empedu tidak mengandung enzim-enzim pencernaan. Meskipun tidak
dapat melakukan metabolisme seperti sekreta pencernaan lainnya, garam
empedu dapat meningkatkan absorbs usus terhadap vitamin yang larut dalam
lemak seperti A, D, E, K, dan meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal
dari pankreas, yaitu lypase, amylase, dan tripsin pankreas.
Cairan empedu disimpan di dalam kantung empedu (vesica velea). Ayam
memiliki saluran empedu, tetapi beberapa unggas lain tidak memiliki saluran
empedu.
II.3. Kecernaan Ayam Broiler
Kecernaan didefinisikan sebagai bagian yang tidak dapat dieksresikan dalam
faeces dimana bagian lainnya diasumsikan diserap oleh tubuh ternak, biasanya
dinyatakan dalam persentase bahan kering (Mc Donal 1995). Kecernaan atau
digestibility menunjukkan ketersediaan nutrien dalam pakan dan merupakan salah
satu indikator kualitas pakan. Kecernaan beberapa jenis pakan berbeda dikarenakan
oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut antara lain: jenis
hewan, jenis makanan, jumlah ransum yang diberikan, keadaan fisik makanan,
susunan kimia bahan makanan dan kadar zat-zat makanan yang terkandung dalam
suatu bahan makanan (Nurhaya 2001).
Pengukuran kecernaan suatu bahan pakan, dapat dilakukan dengan metode in
vivo (metode langsung) dan in vitro (metode tidak langsung) (Van Soest 1994).
Menurut Despal (2007), pengukuran kecernaan dapat dilakukan secara in vivo, in
vitro, in sacco, dengan indicator, dan dengan Menke Gas Test. Pengukuran kecernaan
bahan secara in vitro dilakukan untuk pengukuran kecernaan ternak ruminansia.
18. My Dream Must Be Come True….
Usaha penelitian pengukuran kecernaan telah dirintis oleh Hennenberg
Stohman (1860) dengan metode Analisis Proksimat (Amrullah 2003). Dinamakan
demikian karena metode terdekat dalam menggambarkan komposisi zat makanan
suatu bahan makanan. Dalam penghitungannya, terdapat enam jenis zat makanan
yang terwakili, yaitu air, mineral, protein, lemak, dan karbohidrat. Kelemahan dari
analisis proksimat adalah belum bisa mengukur kecernaan vitamin.
a. Kecernaan air
Air merupakan bahan dengan rumus kimia sederhana dan sangat vital bagi
kehidupan. Dalam tubuh ternak, air menyusun hampir dua per tiga bagian bobot
tubuh (55-75%) (Suprijatna 2008).
Air berperan sebagai pelarut berbagai senyawa, media transportasi tubuh,
membantu proses eksresi, terlibat dalam berbagai reaksi kimia tubuh, dan
sebagai pengontrol suhu tubuh. Kekurangan air di dalam tubuh dapat
mengkibatkan dehidrasi. Dalam tingkat yang lebih tinggi, kekurangan air dapat
mengakibatkan kematian. Air dalam tubuh didapat dari air minum, air dari
pakan, air metabolik, air hasil reaksi polymerase asam amino, dan air dari reaksi
katabolisme tubuh (Despal 2007). Dalam setiap mengonsumsi 1 gr pakan, ayam
harus mengonsumsi sekitar 2-2.5 gr air saat periode starter dan grower,
sedangkan saat periode layer sekitar 1.5-2.0 gr (Suprijatna 2008).
Penghitungan kadar air dalam makanan sangat mudah ditentukan. Kadar air
ditentukan sebagai persen kehilangan contoh bahan makanan setelah
dikeringkan dalam oven sampai bobotnya tidak susut lagi, pada tekanan satu
atmosfer dengan suhu sedikit di atas titik didih air (105oC) (Amrullah 2003).
b. Kecernaan bahan kering dan kadar abu
Kadar bahan kering bahan makanan dihitung sebagai selisih antara 100%
bahan dengan kadar air bahan. Penentuan kadar mineral dalam analisis
proksimat ditentukan dengan membakar contoh bahan makanan pada suhu 500-
600o C. Dengan suhu tinggi, semua bahan organik terbakar. Abu sisa hasil
pembakaran dianggap sebagai mineral. Hal ini didasarkan pada keilmuwan ahli
nutrisi, mineral yang terdapat dalam pakan alami berada dalam suatu bentuk
19. My Dream Must Be Come True….
kompleks dengan senyawa organic. Bentuk kompleks ini umumnya
meningkatkan ketersediaannya dibandingkan dengan sumber anorganik
(Simanjuntak 2004).
Dalam penggunaannya, mineral sangat sedikit digunakan oleh ayam. Akan
tetapi, mineral sangat vital. Mineral digunakan untuk membentuk kerangka
tubuh dan kerabang telur.
c. Kecernaan Protein
Dalam tubuh makhluk hidup, protein berperan sebagai sumber asam amino
sebagai pembangun struktur tubuh, sumber energi, pergantian jaringan,
pembentukan telur, dan sumber panas tubuh. Berdasarkan bobot kering, karkas
ayam broiler umur tujuh minggu mengandung protein 65%, sedang telur ayam
mengandung 50% protein (Suprijatna 2008).
Penggunaan protein dalam tubuh mengakibatkan terjadinya residu nitrogen
yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh (Despal 2007). Pada mamalia, residu
nitrogen yang terbentuk adalah urea, sedang pada monogastrik residu berbentuk
asam urat. Struktur anatomi unggas tidak memungkinkan pengeluaran urin yang
terpisah dengan faeces. Terjadinya percampuran faeces dan urin (asam urat),
mengakibatkan tidak dapat dilakukan pengukuran energi metabolis murni pada
monogastrik.
Pengukuran kadar protein kasar dapat dilakukan dengan menggunakan
metode Kjehdal. Dengan metode ini, didapatkan jumlah nitrogen dalam bahan
uji, kemudian dilakukan perkalian dengan factor 6,25. Protein tercerna
ditentukan dengan mengukur jumlah nitrogen yang ada di dalam bahan makanan
dan jumlah nitrogen yang ada di dalam faeces sehingga menggambarkan protein
yang terserap oleh tubuh (Despal 2007).
Pada monogastrik, pencernaan protein terjadi di lambung dan usus halus.
Tidak semua protein yang masuk ke dalam tubuh dapat dimanfaatkan. Hal ini
terjadi karena unggas tidak dapat memanfaatkan nitrogen yang bukan dari
protein (Despal 2007).
20. My Dream Must Be Come True….
d. Kecernaan Lemak
Lemak murni merupakan ester gliserol yang memiliki rantai panjang dan
merupakan gabungan senyawa karbon, oksigen, dan hydrogen. Hampir 40%
kandungan bahan kering telur, 17% daging broiler, dan 12% daging kalkun
tersusun atas lemak (Suprijatna 2008).
Dalam melakukan pengukuran kadar lemak, dilakukan dengan
mengekstraksi bahan makanan dalam pelarut organik setelah dijadikan bahan
kering. Bahan organic yang dapat digunakan adalah petroleum eter atau diethyl
eter. Penghitungan dilakukan dengan penimbangan bahan makanan setelah
dilakukan penguapan eter.
e. Kecernaan serat kasar
Karbohidrat yang berguna bagi unggas adalah heksosa, sukrosa, maltosa,
dan pati. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi utama dalam tubuh.
Kekurarangan zat ini mengakibatkan pertumbuhan yang buruk dan penurunan
produksi telur.
Karbohidrat dibagi dalam dua fraksi (Amrullah 2003), yaitu serat kasar yang
sukar dicerna dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN). Serat kasar dapat
dihitung dengan menghitung bahan yang tidak larut setelah dimasak dengan
menggunakan H2SO4 1,25% mendidih selama 30 menit dan dalam larutan NaOH
1,25% mendidih selama 30 menit.
21. My Dream Must Be Come True….
III. METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium PAU IPB. Hewan percobaan dipelihara
di Kandang Penelitian Mahasiswa desa Tegal Waru, pada bulan September sampai
bulan Agustus 2011.
III.2. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler berumur 1 hari
(DOC) sebanyak 150 ekor yang telah divaksinasi (strain A), ekstrak temulawak,
enzim, air gula, vitachick, dan sekam sekam.
Peralatang yang digunakan, kandang ayam, tempat pakan dan minum, trash
bag, plastic gula, kertas label.
III.3. Metode Penelitian
III.3.1. Desain Penelitian
Ayam ditempatkan pada kandang (indoor) secara berkelompok sebanyak
jumlah perlakuan. Perlakuan yang diberikan : bla bla bla
Ayam dipelihara selama empat minggu. Pengambilan sample faeces dan pakan
dilaksanakan sebanyak tiga kali selama minggu ketiga dan keempat. Sample yang
telah diambil dikirim ke laboratorium untuk mengetahui komposisi kandungannya.
III.3.2. Persiapan Kandang dan Pakan
Tahap pertama yang dilakukan adalah pembersihan kandang, tempat pakan,
dan tempat minum ayam yang akan digunakan. Kegitan dilangsungkan seminggu
sebelum ayam menempati kandang. Untuk mengurangi kejadian penyakit, kandang
diberi kapur. Selain itu, lantai kandang dilapisi dengan sekam yang telah dijemur dan
disemprot dengan desinfektan 10%.
22. My Dream Must Be Come True….
Hari pertama ayam masuk ke dalam kandang, ayam diberi air gula dan vitachik
untuk mencegah terjadinya stress. Tidak dilakukan vaksinasi kepada ayam uji,
karena ayam strain A sudah divaksin dari produsen.
Minum diberikan secara ad libitum. Pakan diberikan sesuai dengan kebutuhan.
Pakan yang diberikan adalah pakan komersial untuk broiler starter 5 -11 produk PT
Charoen Phokhpan. Kandungan pakan 5 -11.
III.3.3. Persiapan Temulawak
Temulawak didapatkan dari produk sari temulawak Curcuma Plus®. Produk
diperdagangkan sebagai multivitamin anak penambah nafsu makan. Sari temulawak
berbentuk cair dengan komposisi seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Curcuma Plus® (per 5ml cairan)
No. Komponen Besaran
1. Kurkuminoid 2 mg
2. Vitamin B1 3 mg
3. Vitamin B2 2 mg
4. Vitamin B6 5 mg
5. Vitamin B12 5 mcg
6. Betakaroten 10% 4 mg
7. Dekspantenol 3 mg
8. Lysine HCl 200 mg
III.4. Pengambilan dan Analisa Sampel
Pengambilan sample dilakukan pada pagi hari, dengan memberi alas trash bag
sebelumnya. Hal ini dilakukan agar pengambilan sampel tidak tercemar oleh bahan
lain seperti pakan atau sekam. Sample feses diambil tiap kandang perlakuan minimal
10 gr, dengan mengambil feses yang telah dikeluarkan oleh ayam. Sedangkan sample
sebelum dicerna, diambil dengan mengambil sampel pakan yang diberikan. Seperti
pengambilan sampel feses, sampel pakan diambil minimal 10 gr. Sample yang telah
diambil dikirim ke laboratorium PAU IPB untuk dilakukan Analisa Proksimat.
23. My Dream Must Be Come True….
III.4. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah:
Konsumsi pakan ayam broiler (gr)
Berat badan ayam broiler (gr)
Kecernaan serat kasar (%)
Kecernaan protein (%)
Kecernaan lemak (%)
III.4. Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisa dengan Analysis of Variance (ANOVA) dan
dilanjutkan dengan Uji Duncan.
24. My Dream Must Be Come True….
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1400
1200
1000
Flok 1
800
Flok 2
600 Flok 3
Flok 4
400
Flok 5
200 Flok 6
0
1 2 3 4 5
Grafik 1. Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler
25. My Dream Must Be Come True….
DAFTAR PUSTAKA
Afifah. 2005. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta: Agromedia Pustaka
Akoso, B. T. 1993. Kesehatan Unggas. Panduan Bagi Petugas Teknik, Penyuluh dan
Peternak. Yogyakarta: Kanisius.
Amrullah. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Bogor: Lembaga Satu Gunung Budi.
Andriyanto. 2004. Pengaruh Penambahan Daun Katuk (Sauropus androgymus (L.)
Merr). dalam Pakan Ayam Broiler terhadap Kecernaan Pakan dan Produksi
Cairan Empedu. [Skripsi] Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistic. 2011.
Choct Mingan. 2010. Digestive Sistem. [terhubung berkala].
http://www.poultryhub.org/blog/Digestive sistem _ Poultry Hub.htm 3/30/2012
10:39 AM
Dalimartha, Setiawan. 2008. 36 Resep Tumbuhan Obat. Depok: Penebar Swadaya.
Despal, Dewi A. A, Dwi M. S, Idat G. P, Rita M, Sumiati, Toto T, dan Widya H.
2007. Pengantar Ilmu Nutrisi. Modul Kuliah NTP-231. Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Djide Natsr & Sartini. 2008. Antibacterial of Curcuma xanthorrhizae Rhizoma
Infusion against Escherichia coli and Shigella disentriae. [Prosiding]. The First
International Symposium on Temulawak. IPB Convention Center, Bogor,
Indonesia. 27 – 29 Mei 2008.
Evacusiany Endang, Lusiana Darsono, dan Dini Yuliawati. 2008. Influence of
Curcuma xanthorrhiza Roxb, and Its Combination with Alpinia galanga Linn,
and Phyllanthus niruri Linn. toward Mice Body Weight. [Prosiding]. The First
International Symposium on Temulawak. IPB Convention Center, Bogor,
Indonesia. 27 – 29 Mei 2008.
Fadhillah Roni. 2004. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah Tropis.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Jackob Jacquine, Tony Pescatore, and Austin Cantor. 2011. Avian Digestive Sistem.
Cooperative Extension Service, University of Kentucky, College of Agriculture.
I FXINGTON, KY, 40546
Lacy MP. 2002. Broiler Management. In: Commercial Chicken Meat and Egg
Production. 5th Edition. Bell, D. D. and Weaver W. D. (ed). hal 829-840
26. My Dream Must Be Come True….
Hendrawati Afrrida. 1999. Penurunan Kadar Kolesterol Daging Broiler dengan
Penambahan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dalam Ransum. Skripsi.
Fakultas Kedokteran, Hewan Institut Pertanian Bogor.
Hermanu Liliek S, Aulya W, & Idayani H. The Effecf Ekstract (Curcuma
xanthorrhyza Roxb) to the Appetite Off Male Albino Rats Using Leptin Test.
[Prosiding] The First International Symposium on Temulawak. IPB Convention
Center, Bogor, Indonesia. 27 – 29 Mei 2008.
Mc Donald P, R. A. Edward, J. F. D Greenhalgh, & C. A Morgan. 1995. Animal
Nutrition. 5th Edition. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Mulyantini N. G. A. 2011. Produksi Ternak Unggas. Bogor: IPB Press.
NRC. 1994. Nutrient Requirement for Poultri. 9th Edition. National Academy of
Science, Washington DC.
Nurhaya Asiah. 2001. Kecernaan Bahan Kering, Serat Kasar, Selulosa, dan
Hemiselulosa Kayambang (Salvinia molesta) pada Itik Lokal. [Skripsi]. Jurusan
Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Ozaki Y. 1990. Antiinflamatory Effect of Curcuma xanthorrhyza and its Active
Principles. Chem. Pharm. Bull 38(4): 1045 – 1048.
Palupi Nanik Wahyu. 2002. Evaluasi Penggunaan Biochic dalam Air Minum
terhadap Performans Ayam Broiler. Skripsi. Fakultas Ilmu Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Pari. 2011. Manfaat dan Budidaya Temulawak. [terhubung berkala]
http://www.gerbangpertanian.com/2011/08/manfaat-dan-budidaya-temulawak.
html 3/29/2012 10:57 AM
Pratikno Hary. 2011. Lemak Abdominal Ayam Broiler (Galus sp.) karena Pengaruh
Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica). Bioma (13) 1
Puspy. 2011. Nilai Lebih dari Beternak Ayam Broiler. [terhubung berkala]
http://ternak-ayambroiler.blogspot.com/2011/09/nilai-lebih-dari-beternak-ayam-
broiler.html 3/29/2012 11:01 AM
Rukmana Rahmat. 1995. Temulawak Tanaman Rempah dan Obat. Yogyakarta:
Kanisius.
Rasyaf Muhammad. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Depok: Penebar
Swadaya
Said Ahmad. 2004. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta: Sinar Wadya Lestari.
27. My Dream Must Be Come True….
Setijanto Heru. 1998. Anatomi Unggas. Bahan Pengajaran Anatomi Veteriner II,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Sidik, Moelyono, Ahmad Muhtadi. 1995. Temu Lawak Curcuma Xanthorrhiza
(Roxb). ___: Phyto Medika.
Simanjuntak Mery C. 2004. Karakteristik Zn Organik dan Pengaruh
Suplementasinya terhadap Kecernaan Pakan Serat (In vitro). [Tesis] Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Solikhah Siti Hadiatun. 2006. Evaluasi Penambahan Tepung Daun Beluntas (Pulchea
indica L.) dalam Ransum terhadap Tampilan Produksi Ayam Broiler pada
Kepadatan yang Tinggi. Skripsi. Fakultas Ilmu Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Sonyarita & Ayafir Akhlus. 2008. The Extrac of Temulawak as A Light Antenna in
3rd Generation Solar Cell. [Prosiding] The First International Symposium on
Temulawak. IPB Convention Center, Bogor, Indonesia. 27 – 29 Mei 2008.
Suprijatna Edjeng, Umiyati Atmomarsono, Ruhyat Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar
Ternak Unggas. Edisi II. Depok: Penebar Swadaya.
Suyatna F. D. 1992. The Effect of Curcuma Against Paracetamol Induced Liver
Damage in Rats. Medical Journal of the University of Indonesia 1(1): 20- 34.
Tilaar Martha, Lip Wih Wongm Anna S. R., Sjarif M. W, Maily, Suryaningsih, Dan
Fransiska D. J. 2008. Safety and Efficacy Evaluation on Curcuma xanthorrhyza
Roxb. Extract in Cosmetics. [Prosiding] The First International Symposium on
Temulawak. IPB Convention Center, Bogor, Indonesia. 27 – 29 Mei 2008.
Wientarsih Ietje & Udo ter Meulen. 2008. The Effect of Diets Varying in Curcuma
(Curcuma xanthorrhyza Roxb) on Blood Plasma LDL-Peroxidaton in Rabbits.
[Prosiding] The First International Symposium on Temulawak. IPB Convention
Center, Bogor, Indonesia. 27 – 29 Mei 2008.
Van Soest P. J., 1994. Nutritional Ecology of the Ruminant. 2nd Edition. Yogyakarta:
Gajah Mada University.
Yuwanta Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta: Kanisius.