1. Rencana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek kombinasi ekstrak etanol herba ciplukan dan daun jambu biji terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes tipe II.
2. Metode yang digunakan adalah eksperimen laboratorium dengan membandingkan kadar glukosa darah tikus sebelum dan sesudah pemberian kombinasi ekstrak herba ciplukan dan daun jambu biji dengan tiga perbandingan
1. 1
`RENCANA PENELITIAN
Judul Penelitian : Uji Efek Antidiabetes kombinasi ekstrak etanol herba
Ciplukan (Physalis angulata L). Dan ekstrak daun
jambu biji (psidium guajava L).Terhadap tikus putih
jantan (Rattus norvegicus) Diabetes tipe II yang
diinduksi streptozotocin
Nama : Dewi Rahma
Nomor Stambuk : 11 13 027
Koordinator Skripsi : Drs. Joni Tandi, M.Kes, Apt.
Pembimbing Utama : Ummul Fitiyani. S.Si.,M.Si.,Apt
Pembimbing Pertama : Niluh Puspita Dewi S.Farm.,M.Si.,Apt
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas, mempunyai
kurang lebih 35.000 pulau yang besar dan kecil dengan keanekaragaman jenis flora
dan fauna yang sangat tinggi. Daerah-daerah terisolir pemanfaatan lingkungan
terutama tumbuhan untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan seperti untuk obat-
obatan tradisional sangat tinggi(1). Obat tradisional merupakan warisan turun-
temurun dari nenek moyang berakar kuat dalam budaya bangsa,oleh karena itu baik
dalam ramuan maupun dalam penggunaannya sebagai obat tradisional masih
berdasarkan pengalaman yang diturunkan dari generasi ke generasi baik secara
lisan maupun tulisan(2). Pemanfaatan obat tradisional oleh masyarakat digunakan
sebagai pengobatan alternatif yaitu untuk menanggulangi penyakit rakyat dalam
pelayanan kesehatan formal(3).
2. 2
Diabetes militus adalah kelainan yang ditandai dengan kadar glukosa darah
yang melebihi normal (hiperglikemia) dan ganngguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif
maupun absolut, apabila dibiarkan tidak terkendali dapat terjadinya komplikasi
metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang . Diabetes millitus
adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin(4). Peranan insulin dalam proses metabolisme
adalah mengubah gula menjadi energi serta sintesis lemak oleh pengikatan insulin
pada reseptor spesifik dan aktivasi tirosin kinase. Keadaan insulin tubuh yang
rendah mengakibatkan terjadinya kelebihan gula dalam darah. Peran insulin dalam
berbagai metabolisme di jaringan target didahului oleh pengikatan insulin pada
reseptor spesifik dan aktivasi tirosin kinase(5).
Menurut statistik dari studi Global Burden of Disease WHO penderita
diabetes militus didunia sebesar 347 juta jiwa yang berakibat pada penderita DM
yang mengalami penurunan produktifitas yang berakhir pada disabilitas permanen
bahkan kematian(6). Menurut hasil riset intrenasional Diabetes federation (IDF)
pravelensi penderita DM di Indonesia sebesar 5,8% dan diperkirakan 1 dari 17
penduduk Indonesia penderita diabetes. Amerika Diabetes Association (ADA)
memperkirakan biaya pengeluaran negara sebesar 1,3 milyar USD selama tahun
2015-2024(7). Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menunjukan pravelensi
diabetes militus di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter
sebesar 1,5%, pravelensi diabetes militus tertingi di Indonesia terdapat di provinsi
Sulawesi tengah sebesar (3,7%)(8).
3. 3
Diabetes Melitus yang utama di klasifikasikan menjadi diabetes melitus tipe
I Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) dan Tipe II Non Insulin Dependen
Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes Melitus tipe II atau disebut juga dengan
insulin requirement (membutuhkan insulin) adalah penyakit ganguan metabolik
yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas dan ganguan fungsi insulin. Insulin merupakan hormon yang
berperan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Insulin meningkatkan
transport glukosa dari darah ke dalam sel target dijaringan perifer (otot,otak,
jaringan lemak,hati dan lain-lain) melalui transporter glukosa. Insulin juga berperan
dalam penghambatan lipolisis pada jaringan lemak dan mengurangi kadar asam
lemak bebas. Resistensi insulin merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan
kegagalan organ target yang secara normal merespon aktivitas hormon insulin(9).
Menanggapi tingginya prevalensi diabetes melitus yang belum dapat diatasi
sepenuhnya dengan obat-obatan yang telah ada dan adanya efek samping yang tidak
diinginkan seperti hipoglikemia akut, kerusakan ginjal, kerusakan hati dan asidosis
laktat maka diperlukan pengobatan alternatif dengan efikasi yang lebih baik dan
efek samping yang lebih minimal(10). Semakin banyaknya pilihan obat antidiabetes,
maka pasien diabetes akan memiliki banyak pilihan pengobatan, sehingga
meningkatkan berbagai macam peluang untuk hidup sehat dengan kadar glukosa
darah yang lebih terkontrol, efek samping yang lebih minimal serta biaya
pengobatan yang relatif lebih murah. Penelitian mengenai pengobatan antidiabetes
yang bersumber dari tanaman obat terus dilakukan dengan harapan akan ditemukan
senyawa-senyawa baru yang dapat menjadi obat alternatif dalam pengobatan
penyakit diabetes(11).
4. 4
Tanaman Ciplukan (Physalis angulata Linn) merupakan salah satu obat
tradisional yang sudah dikenal masyarakat sebagai peluruh seni, obat bengkak,
memperbaiki pencernaan, antiinflamasi, desinfektan, asma, bronkitis, orkitis,
kanker, tumor, leukimia, bisul, dan kencing manis. Telah dilakukan penelitian pra-
klinik oleh Sediarso, dkk (2013) ekstrak etanol daun ciplukan pada mencit putih,
hasilnya menunjukkan pemberian ekstrak etanol daun ciplukan pada dosis 10
mg/kg BB dan fraksi air herba Ciplukan 4,48 mg/kg BB mempunyai aktivitas
antidiabetes terhadap mencit yang diinduksi aloksan. Herba Ciplukan telah
diketahui mengandung berbagai macam senyawa, antara lain adalah asam
klorogenat, asam elaidat, asam sitrat, asam malat, tanin, kriptoxantin, fisalin,
saponin, terpenoid, flavonoid, polifenol, alkaloid, steroid, triterpenoid, dan
monoterpenoid(12).
Jambu biji (Psidium guajava) merupakan tumbuhan yang mudah tumbuh
dimana saja dan tanpa mengenal musim selalu dapat tumbuh dan berbuah lebat.
Daun jambu biji banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional
Psidium guajava L famili dari Myrtaceae memiliki kandungan diantaranya asam
psidiloat, asam krategolat, asam guaiavolat, dan minyak atsiri. Kandungan
terpenting pada ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava L). sebagai
Antidiabetik adalah tanin dan polifenol sebagai antioksidan yang dapat
meningkatkan konsentrasi insulin dalam plasma. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Ari Kurniawan (2011) menemukan bahwa pada pemberian dosis
etanol daun jambu biji 10 mg/200kg BB mampu menurunkan kadar Glukosa dalam
darah tikus wistar yang diberi beban Glukosa meskipun tidak signifikan bila
dibandingkan dengan obat standart glibenklamid13.
5. 5
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengkombinasi
kedua tanaman tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek pemberian
kombinasi ekstrak herba ciplukan dan daun jambu biji terhadap penurunan kadar
gula dalam darah pada tikus putih jantan dan pada kombinasi dosis berapa ekstrak
herba ciplukan dan daun jambu biji efektif sebagai antidiabetes pada tikus jantan
DM tipe II. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah untuk
mengetahui efek pemberian kombinasi ekstrak herba ciplukan dan daun jambu biji
terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan serta mengetahui
perbandingan kombinasi dosis ekstrak herba ciplukan dan daun jambu biji yang
efektif sebagai antidiabetes pada tikus putih jantan DM tipe II resistensi insulin.
Manfaat dari penelitian ini untuk menambah data ilmiah dalam mengembangkan
tanaman ciplukan dan jambu biji sebagai fitofarmaka.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen laboratorium
dengan membandingkan kadar glukosa darah tikus putih diabetes tipe II resistensi
insulin sebelum dan sesudah pemberian kombinasi dosis ekstrak herba ciplukan dan
daun jambu biji dengan kombinasi I 25%:75%, kombinasi II 50%: 50% dan
kombinasi III 75%: 25%. Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode
rancangan acak kelompok dengan 6 kelompok perlakuan yang masing masing
terdiri dari 5 ekor hewan uji tikus putih jantan. Hasil pengamatan yang diperoleh
dianalisis dengan mengunakan uji statistik analisis two way ANOVA pada taraf
kepercayaan 95%. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
yang signifikan antara komposisi kombinasi ekstrak herba ciplukan dan daun jambu
biji yang digunakan sebagai antidiabetes. Jika terdapat perbedaan yang signifikan
maka dilakukan uji lanjut sesuai dengan koefisien keragaman data yang diperoleh.
6. 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman
Kedudukan tanaman Ciplukan (Physalis angulata L) dalam sistematika
(taksonomi) tanaman dapat diklasifikasikan sebagi beriku :
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Herba Ciplukan
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Physalins
Species : Physalisn angulate (L.)
2.1.2 Nama Daerah
Sunda : Cicendedet
Jawa : Kopokopokan
Palu : Ciplukan
Makasar : Koto-koto
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Physalis angulata (L) umumnya dikenal dengan Ciplukan adalah herba yang
memiliki akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Akar tunggang dan serabut,
berbentuk bulat, dan berwarna putih percabangannya tumbuh melebar kesamping
dan bahkan sebagian mendatar hingga menyentuh tanah, tingginya bisa mencapai
7. 7
2 m, percabangan terjadi pada daun keenam hingga kesepuluh. Daun berwarna
hijau, permukaan berbulu, bentuk meruncing, berurat jelas, tulang daun menyirip,
daun bergerigi pada bagian tepinya, ujung daun meruncing, pangkal daun runcing,
panjang daun 5-12 cm dan lebar 4-7 cm, daun tipis cepat layu, berbau langu, dan
rasanya sangat pahit. Panjang tangkai daun berkisar 2-3 cm, dan berwarna hijau.
Bunga berbentuk tunggal muncul dari ketiak daun yang terdiri dari tangkai bunga
berwarna kuning berbentuk lonceng. Tangkai sari dan tangkai putik setelah terjadi
persarian pada bunga bakal buah tumbuh menjadi buah, kulit buah semula berwarna
hijau keputihan.
C
A
B D
Gambar 2.1 Tanaman Ciplukan(12)
Keterangan :
A : Buah
B : Batang
C : Tangkai
D : Daun
2.1.4 Kandungan Kimia
Ciplukan merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili Solanaceae
.Komponen kimia tanaman Ciplukan antara lain sebagai berikut: asam klorogenat,
asam elaidat, asam sitrat, asam malat, kriptoxantin, fisalin, tripeoid, flavonoid,
8. 8
saponin, tanin, polifenol. kandungan terpenting yang berefek sebagai Antidiabetik
yaitu flavonoid, polifenol dan tanin.
2.1.5 Kegunaan Tanaman
Tanaman Ciplukan (Physalisn angulate L) digunakan masyarakat dalam
pengobatan tradisional sebagai obat gusi berdarah, obat bisul dan mulas. Daunnya
berkhasiat sebagai obat bisul, obat bengkak dan peluruh seni. Akar ciplukan dapat
digunakan sebagai obat cacing yang berada di rongga perut, seduhan akar ciplukan
dapat digunakan sebagai obat sakit demam. Saponin yang terkandung dalam
Ciplukan memberikan rasa pahit dan berkhasiat sebagai anti tumor dan
mmenghambat pertumbuhan kanker, terutama kanker usus. Flavonoid, tanin dan
polifenol berkhasiat sebagai antioksidan.
2.2 Uraian Tanaman Daun Jambu Biji
Kedudukan tanaman Jambu biji (Psidium guajava L) dalam sistematika
(taksonomi) tanaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2.2.1 Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L
2.2.2 Nama Daerah
Sunda : Jambu klutuk
9. 9
Bali : Sotong
Madura : Jambu bhender
Ambon : Lutuhatu
Sulawesi : Gayawas, Dambu
2.2.3 Morfologi Tanaman
Daun Jambu biji tergolong daun tidak lengkap karena hanya terdiri tangkai
(petiolus) dan helaian (Lamina) saja yang disebut daun bertangkai. Dilihat dari letak
bagian terlebarnya pada daunnya bagian terlebar daun Jambu biji (Psidium guajava
L) berada ditengah-tengah dan memiliki bagian jorong karena perbandingan
panjang : lebarnya adalah 1,5-2 : 1(13-15 : 5,6-6 Cm). Daun jambu biji (Psidium
guajava L) memiliki tulang daun yang menyirip yang mana daun inimemiliki satu
ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupakan terusan tangkai daun
dari ibu tulang kesamping, keluar tulang-tulang cabang, sehingga susunannya
mengingatkan kita pada susunan sirip ikan. Jambu biji memiliki ujung daun yang
tumpul, pada umumya warna daun bagian atas tampak lebih hijau jika dibandingkan
sisi bawa daun. Tangkai daun berbentuk selindris dan tidak menebal pada bagian
tangkainya.
A
B
Gambar 2.2 Tanaman Daun Jambu Biji(13)
Keterangan:
A : Daun
B : Tangkai
10. 10
2.2.4 Kandungan kimia
Daun jambu biji merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili
Myrtaceae, komponen kimia daun jambu biji (Psidium guajava L) antara lain
psidiloat, asam ursolat, asam kratetegolat, asam guaiavolat, kuersetin dan minyak
atsiri.Daun jambu biji memiliki kandungan terpenting yaitu tanin dan polifenol
yang merupakan antioksidan yang dapat meningkatkan konsentrasi insulin dalam
plasma(13).
2.2.4.1 Alkalod
Alkaloid (Gambar 2.2) merupakan sekelompok metabolit sekunder alami
yang mengandung nitrogen yang aktif secara farmakologis yang berasal dari
tanaman, mikroba, atau hewan. Atom nitrogen pada kebanyakan alkaloid
merupakan bagian dari cincin. Alkaloid secara biosintesis diturunkan dari asam
amino. Nama alkaloid berasal dari kata “alkalin” yang berarti basa yang larut air.
Sejumlah alkaloid alami dan turunannya telah dikembangkan sebagai obat untuk
mengobati berbagai macam penyakit seperti morfin, reserpine, dan taxol(14).
Kegunaan alkaloid dalam bidang kesehatan adalah untuk memacu system saraf,
menarik atau menurunkan tekanan darah, untuk mengurangi rasa sakit dan
bertindak melawan infeksi mikroba (antibiotik), Glukosa 6-fosfatase dan fruktosa
1,6-bifosfatase merupakan enzim yang berperan dalam glukoneogenesis.(15)
N
H
Gambar 2.2 Struktur Kimia Alkaloid(15)
11. 11
2.2.4.2 Flavonoid
Flavanoid (Gambar 2.3), turunan 1,3-difenilpropan, merupakan sekelompok
produk alami yang luas dan tersebar dalam tanaman tingkat tinggi. Kelompok
senyawa ini juga ditemukan dalam tanaman tingkat rendah seperti algae.
Kebanyakan flavonoid merupakan senyawa berwarna kuning, dan beberapa pada
warna kuning bunga dan buah, yang mana flavonoid ini berada sebagai glikosida.
Kebanyakan flavonoid merupakan senyawa antioksidan yang paten. Beberapa
flavonoid mempunyai sifat anti-inflamasi, anti-hepatotoksik, anti-tumor, anti-
mikroba, dan anti-virus. Beberapa obat tradisional dan tanaman obat mengandung
flavonoid sebagai senyawa bioaktif. Sifat antioksidan flavonoid yang ada pada
buah-buahan dan sayuran segar diduga berkontribusi pada kemampuannya untuk
melindungi tubuh terhadap penyakit jantung dan penyakit kanker(14).
Gambar 2.3 Struktur Kimia Flavonoid(15)
2.2.4.3 Tanin
Tanin (Gambar 2.4) merupakan senyawa amorf, yang menghasilkan larutan
koloidal asidik, dengan garam-garam besi (FeCl3), tanin membentuk senyawa larut
air berwarna hitam kehijauan atau biru gelap. Tanin tidak larut dengan protein, ini
merupakan dasar penggunaannya dalam industri kulit (proses penyamakan), untuk
pengobatan diare, gusi berdarah, dan kulit yang luka. dapat menghambat kerja
enzim alfa-glukosidase di dalam usus untuk mengubah disakarida menjadi
glukosa(15).
12. 12
Gambar 2.4 Struktur Kimia Tanin(15)
2.2.4.4 Saponin
Glikosida saponin (Gambar 2.5) mempunyai tingkah laku “seperti sabun”
dalam air yakni glikosida saponin menghasilkan buih. Para hidrolisis, suatu aglikon
akan dihasilkan, yang disebut dengan sapogenin. Ada 2 jenis sapogenin yaitu :
streroidal dan triterpenoidal. Biasanya gula terikat pada C-3 saponin, karena dalam
kebanyakan sapogenin terdapat gugus hidroksil C-3. Glikosida-glikosida ini terjadi
secara melimpah dalam beberapa tanaman seperti akar gingseng dan akar manis
atau akar liquorice yang masing-masing mengandung turunan asam glisirizinat dan
ginsenosida. Kebanyakan obat-obat ini mengandung saponin triterpenoid yang
digunakan sebagai ekspektoran(14).
Gambar 2.5 Struktur Kimia Saponin(14)
2.2.5 Kegunaan Tanaman
Daun jambu biji sering digunakan dalam pengobatan tradisional, digunakan
sebagai Antiinflamasi, Antimutagenik, Antimikroba, analgesik dan menurunkan
13. 13
kadar kolesterol yang tinggi,haid tidak lancar,sering buang air kecil dan demam
berdarah. kandungan terpenting ekstrak daun jambu biji sebagai antidiabetik adalh
tanin dan polifenol yang merupakan Antioksidan yang dapat meningkatkan
konsentrasi insulin dalam plasma, sehingga pemberian ekstrak etanol daun jambu
biji dalam jangka waktu yang pendek dapat menurukan kadar glukosa darah, serta
pada pemberian jangka waktu yang panjang dapat meningkatkan kadar insulin
plasma.
2.3 Uraian Ekstrak
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang disari mengandung senyawa kimia aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein. Senyawa kimia yang terdapat
dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Senyawa aktif yang dikandung simplisia akan
mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Hasil yang
diperoleh dari penyarian simplisia nabati atau simplisia hewani menurut cara yang
cocok disebut ekstrak. Ekstrak bisa dalam bentuk kering, kental, cair. Ekstrak
kering harus digerus menjadi serbuk.
2.4. Metode Ekstraksi
Ektraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu Maserasi, Perkolasi,
Refluks, Soxhlet, Deggesti, Infus, Dekok dan Destilasi uap :
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
14. 14
(kamar). Maserasi temperatur berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-
menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang
jumlahnya 1-5 kali bahan.
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan, dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ektraksi sempurna.
4. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru yang umumnya
menggunakan alat khusus. Sampelnya dibungkus dengan kertas saring sehingga
terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya
pendingin balik.
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengaduan kontinu) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan
pada temperature 40-50ºC, terutama untuk sampel yang mengandung komponen
kimia yang tahan pemanasan.
15. 15
6. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus trercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98ºC)
selama waktu tertentu (15-20 menit), penyarian dengan cara ini menghasilkan sari
yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang.
7. Dekok
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature 90 C selama 30
menit. Campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam wadah dengan air
secukupnya, panaskan diatas penangas air selama 30 menit terhitung mulai dari
suhu 90 C sambil sekali-sekali diaduk.
8. Distilasi Uap
Distilasi Uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri)
dari bahan segar atau simplisia dengan menggunakan uap air berdasarkan peristiwa
tekanan parsial, senyawa kandungan bersifat menguap dengan fase uap air dari
ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap
campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdistilasi) menjadi distilat air
bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.
Distilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelupkan ke air mendidih,
namun dilewati oleh uap air sehingga kandungan senyawa menguap ikut
terdistilasi(16).
2.6 Uraian Diabetes Melitus
Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti pipa
air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana terjadi
produksi urin yang melimpah pada penderita. Diabetes militus (DM) merupakan
16. 16
suatu penyakit yang melibatkan hormon endokrin pankreas, antara lain insulin
dan glukagon. Manifestasi utamanya mencakup gangguan metabolisme lipid,
karbohidrat, dan protein yang pada gilirannya merangsang kondisi hiperglikemia.
Kondisi hiperglikemia tersebut akan berkembang menjadi diabetes temperatur
dengan berbagai macam bentuk manifestasi komplikasi. Terdapat beberapa definisi
yang dapat mempresentasikan penyebab, perantara dan wujud komplikasi tersebut.
DM adalah suatu sindrom yang mempunyai ciri kondisi hiperglikemik kronis,
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, terkait dengan defisiensi
sekresi dan atau aksi insulin secara absolut atau relative. DM sebagai sindrom
kompleks yang terkait dengan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
dengan ciri-ciri hiperglikemik dan gangguan metabolisme glukosa, serta terkait
secara patologis dengan komplikasi mikrovaskuler yang spesifik, penyakit
mikrovaskuler sekunder pada perkembangan aterosklerosis, dan beberapa
komplikasi yang lain meliputi neuropati, komplikasi dengan kehamilan, dan
memperparah kondisi infeksi(17).
DM merupakan suatu penyakit metabolisme yang mempunyai karakteristik
hiperglikemia akibat dari cacat pada sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. Kelainan pada sekresi atau kerja insulin tersebut menyebabkan
abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemia
pada diabetes yang berkepanjangan akan mengakibatkan disfungsi dan
kegagalan kerja dari berbagai macam organ terutama mata, ginjal, saraf dan
jaringan darah. DM merupakan kondisi di mana tubuh tidak dapat dengan
tepat menggunakan energi dari makan yang dimakan. Makanan merupakan
tahapan awal masuknya glukosa ke dalam plasma darah. Zat dari bahan
17. 17
makanan, yaitu karbohidrat, protein, vitamin, lemak, dan mineral ditambahkan
ke darah melalui sistem hepatik berpori (hepatic porous system). Dalam proses
metabolisme bahan karbohidrat, protein dan lemak akan diubah menjadi glukosa
dan selanjutnya dikonversi menjadi energi(18).
Penyakit diabetes militus dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia,
bahkan anak-anak pun memiliki potensi sebagai penderita. Silent killer, sebutan
bagi penyakit ini karena penderita diabetes militus pada awalnya justru tidak
menyadari bahwa penyakit ini telah bersarang di tubuhnya. Pada terjadinya
peningkatan kadar glukosa darah, penderita tidak merasakan apapun dan gejalanya
juga tidak terlihat. Akan tetapi, disaat penderita mengalami sesuatu yang tidak
nyaman pada dirinya, seperti terjadinya penurunan badan secara drastic, sering
buang air kecil di malam hari, atau sering merasakan haus yang tidak tertahankan,
dia baru akan berkonsultasi ke dokter. Bahkan, ada yang baru menyadarinya ketika
telah terjadi luka yang tidak kunjung sembuh atau komplikasi lainnya(18).
DM atau lebih dikenal dengan sebutan penyakit kencing manis merupakan
golongan penyakit kronis yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar
glukosa di dalam darah (hiperglikemia), sebagai akibat adanya gangguan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang diikuti dengan komplikasi
mikrovaskular (pembuluh darah kecil) dan makrovaskuler (pembuluh darah besar).
Hal itu terjadi karena organ pankreas yang tidak mampu memproduksi hormon
insulin sesuai dengan kebutuhan tubuh(18).
Insulin adalah hormon di dalam tubuh yang mengubah glukosa menjadi
energi. Hormon yang diproduksi oleh kelenjar pankreas ini mengandung kurang
lebih 100.000 pulau Langerhans dan setiap pulau tersebut mengandung 100 set beta.
18. 18
Insulin diproduksi oleh sel beta tersebut yang bila diibaratkan ia sebagai katub
masuknya glukosa ke dalam sel. Apabila hormon insulin tidak ada atau terganggu,
glukosa tidak bisa masuk ke sel dan akan tetap berada dalam pembuluh darah. Hal
ini menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa di dalam darah(18).
Resistensi insulin adalah peristiwa yang dimana sel-sel menjadi kurang peka
bagi insulin dengan efek berkurangnya penyerapan glukosa dari darah. Sel-sel beta
pankreas distimulir agar produksinya ditingkatkan. Akhirnya sel beta tidak mampu
mempertahankan peningkatan insulin ini dan terlalu sedikit glukosa memasuki sel.
Akibatnya kadar glukosa darah naik dan lambat laun akan terjadi diabetes tipe II
(DM tipe II)19. Resistensi insulin menyebabkan hiperinsulinemia yang berlanjut
menjadi intoleransi glukosa, dislipidemia aterogenik, hipertrigliseridemia dan
peningkatan tekanan darah. Korelasi kuat resistensi insulin dengan sindroma
metabolik menyebabkan sindroma metabolik juga disebut sebagai sindroma
resistensi insulin(10).
Peran insulin dalam berbagai metabolisme di jaringan target didahului
oleh pengikatan insulin pada reseptor spesifik dan aktivasi tirosin kinase. Reseptor
insulin kinase yang telah teraktifkan ini selanjutnya akan melakukan fosforilasi
gugus tirosin pada IRS (Insulin Receptor Substrate) dan selanjutnya akan
menurunkan aktivasi dari phosphoinositol-3 kinase dan menyebabkan translokasi
glukosa dari ekstrasel ke intrasel oleh transporter glukosa (GLUT4)(10).
Mekanisme terjadinya resistensi insulin dapat diterangkan oleh beberapa
jalur. Yang pertama adalah induksi resistensi insulin karena faktor inflamasi.
Hubungan antara inflamasi dan resistensi insulin pertama kali dicetuskan oleh
Hotamisligil et al pada tahun 1993 yang menyatakan bahwa sitokin proinflamatorik
19. 19
TNF-α (Tumor Necrosis Factor-α) dapat menginduksi resistensi insulin.
Akumulasi jaringan lemak pada obesitas akan meningkatkan produksi berbagai
macam sitokin seperti TNF-α, IL-6 (Interleukin-6), resistin, leptin, adiponectin,
MCP-1 (Monocyte Chemoattractant Protein 1), PAI-1 (Plasminogen Activator
Inhibitor 1), dan angiotensinogen yang bertanggungjawab pada kondisi
inflamatorik subakut pada obesitas. Pengikatan molekul sitokin ini pada reseptor
spesifik akan mengaktifkan jalur JNK (Janus Kinase) dan IKKβ dan selanjutnya
akan mengaktifkan faktor trankripsi Nuclear Factor κβ (NF-κβ). Translokasi
NF-κβ ke dalam nukleus akan menginduksi transkripsi berbagai macam mediator
inflamatorik yang dapat mengarah pada keadaan resistensi insulin. Jalur JNK dan
IKKβ/NF-κβ juga dapat diaktivasi oleh ikatan dari pattern recognition receptor
(PRR) pada permukaan membran dengan substansi dari luar sel. PRR pada
19amper1919 sel ini antara lain adalah TLRs (Toll-Like Receptor) dan Receptor
for advanced glycation end products (RAGE). Ligan untuk TLRs adalah produk
dari mikroba seperti Lipopolisakarida. RAGE akan berikatan dengan endogenous
advanced glycation end products (AGEs). AGEs ini merupakan subtansi
nonenzymatic yang merupakan produk dari metabolisme glukosa dan protein
dengan laju turnover yang lambat(10).
2.6.1 Gejala Umum Diabetes Melitus
Gejala yang timbul pada penderita diabetes militus tidaklah sama antara satu
penderita dengan penderita lainnya, namun ada tiga gejala umum yang sering
terjadi, yaitu sebagai berikut.
1.Sering merasa haus sehingga banyak minum (polidipsi)
20. 20
Rasa haus yang terjadi disebabkan karena meningkatnya intensitas buang
air kecil yang banyak dan menyebabkan tubuh dehidrasi (kekurangan cairan).
Oleh karena itu, timbul rangsangan pada susuna saraf pusat sehingga
penderita merasa selalu kehausan dan menjadi banyak minum. Biasanya,
penderita tidak menyadarinya dan menganggap bahwa rasa haus tersebut
timbul karena cuaca yang panas atau kelelahan dalam bekerja. Bahkan, untuk
memuaskan rasa haus tersebut, kebanyakan penderita meminum minuman
yang manis-manis dan dingin seperti soft drink. Tanpa disadarinya, kadar
glukosa darah akan menjadi semakin tinggi, kembali semakin cepat merasa
haus, dan intensitas buang air kecil juga semakin sering sehingga tubuh
menjadi lemas.
2.Sering merasa lapar sehingga banyak makan (poliphagi)
Rasa lapar yang dirasakan oleh penderita terjadi karena adanya rangsangan
pada susunan saraf pusat (SSP) karena kadar glukosa di dalam sel
(intraseluler) berkurang. Oleh karena itu, penderita merasa lapar dan selalu
ingin makan. Saat frekuensi makan bertambah, terutama makanan yang
mengandung karbohidrat dan glukosa lainnya akan meningkatkan kadar
glukosa darah. Kenaikan kadar glukosa darah tersebut tidak mampu
dimetabolisme sel karena tubuh kekurangan insulin.
3. Sering buang air kecil (poliurie), terutama pada malam hari sehingga
mengganggu tidur.
Saat kadar glukosa dalam darah melebihi batas ambang ginjal (renal
threshold), ginjal akan mengeluarkan glukosa yang berlebihan tersebut dan
membutuhkan banyak air untuk mengeluarkannya. Jadi, inilah penyebabnya
21. 21
mengapa urine penderita diabetes mellitus berasa manis. Meningkatnya
intensitas buang air kecil, menyebabkan tubuh menjadi dehidrasi dan kulit
menjadi kering maka penderita akan menjadi haus dan lebih banyak
minum(18)
2.6.2 Tipe Diabetes Melitus
Secara umum diabetes militus dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu :
2.6.2.1 Diabetes tipe 1 (Diabetes militus tergantung insulin, IDDM) (Insulin
Dependent Diabetes Melitus)
Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh
lesi atau nekrosissel beta Langerhans, hilangnya fungsi sel beta mungkin
disebabkan oleh invasi virus, kerja toksin kimia, atau umumnya melalui kerja
antibody autoimun yang ditujukan untuk melalui sel beta akibatnya dari dekstruksi
sel beta, temperatur gagal berespon terhadap masuknya glukosa. Diabetes tipe 1 ini
mrupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis
apabila tidak diobati, lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadang-kadang juga
terjadi pada orang dewasa. Gangguan katabolisme yang disebabkan hampir tidak
terdapatnya insulin dalam sirkulasi. Glukagon plasma meningkat dan sel-sel beta
pankreas batal merespon semua stimulasi insulinogenik.
2.6.2.2 Diabetes tipe 2 (Diabetes militus tak tergantung insulin, NIDDM)
(Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Diabetes tipe 2 ini merupakan suatu kelompok heterogen yang terdiri dari
bentuk diabetes yang lebih ringan yang terutama terjadi pada orang dewasa tetapi
kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Sirkulasi insulin endogen cukup untuk
mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin tersebut sering dalam kadar kurang
dari normal atau secara relative tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan.
Obesitas, yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin, faktor
22. 22
resiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini sebagian besar pasien dengan
diabetes tipe 2 ini gemuk. Pada NIDDM pankreas masih mempunyai beberapa
fungsi sel beta yang menyebabkan kadar insulin bervariasi yang tidak cukup untuk
memelihara homeostatis glukosa. Diabetes tipe 2 sering dihubungkan dengan
resistensi organ target yang membatasi respon insulin endogen dan eksogen. Pada
beberapa kasus disebabkan oleh penurunan jumlah atau mutasi reseptor insulin.
2.6.2.3 Diabetes Gestational
Diabetes gestational adalah diabetes yang tejadi pada saat kehamilan, ada
kemungkinan normal kembali namun toleransi glukosa yang terganggu juga bias
terjadi setelah kehamilan tersebut. DM tipe 1 atau DM tipe 2 mungkin terjadi pada
wanita yang tidak menjalani penanganan pada saat diabetes gestational ini terjadi.
Perlu dilakukan pemeriksaan sebelum 24 minggu kehamilan. Data statistik
menunjukkan bahwa pengontrolan gula darah saat kehamilan bagi penderita
diabetes gestational akan menghindari ibu dan bayi yang dilahirkan dari kematian
atau cacat sama halnya dengan yang tidak mengalami diabetes. Trisemester kedua
merupakan saat terjadinya peningkatan stres kehamilan sehingga kadar glukosa
darah meningkat(18).
2.6.2.4 Diabetes Melitus Tipe Lain
Termasuk kedalam kelompok ini adalah penyakit pankreas, penyakit
hormonal, keadaan yang disebabkan oleh obat atau zat kimia, gangguan reseptor
insulin dan sindrom genetik tertentu.
2.6.3 Pengobatan Diabetes Melitus
Secara umum pengobatan diabetes militus dapat dibagi menjadi dua yaitu
sebagai berikut :
23. 23
I. Pengertian Insulin
Insulin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino yang
tersusun dalam dua rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B
mempunyai 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat dua gugus disulfida
yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19. Selain itu masih terdapat gugus
disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai A. Terapi insulin
merupakan pengobatan andalan untuk hampir semua pasien DM tipe I dan DM tipe
II(19).
2. Klasifikasi Insulin
Sediaan insulin dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi kerjanya menjadi
kerja singkat, kerja sedang, dan kerja lama. Berdasarkan asalnya yaitu insulin
manusia, babi, sapi atau campuran babi dan sapi. Insulin manusia kini banyak
tersedia sebagai hasil produksi teknik DNA rekombinan. Insulin babi berbeda dari
insulin manusia karena mengandung satu asam amino (alanin yang menggantikan
treonin pada terminal karboksi rantai B, yaitu pada posisi B30, insulin sapi juga
berbeda karena dua perubahan tambahan pada rantai A (treonin pada posisi A8
digantikan oleh alanin, sedangkan isoleusin pada posisi A10 digantikan oleh valin
Insulin kerja singkat dan kerja cepat merupakan larutan insulin zink kristal
yang reguler (injeksi insulin) yang biasanya dilarutkan dalam bufer pada pH netral.
Sediaan ini memiliki onset yang paling cepat tetapi durasinya paling singkat.
Insulin kerja singkat biasanya harus diinjeksikan 30-45 menit sebelum makan.
Insulin kerja singkat juga dapat diberikan secara intravena atau intramuskular.
Setelah injeksi intravena, konsentrasi glukosa darah menurun dengan cepat, yang
biasanya mencapai titik terendah dalam waktu 20-30 menit.
24. 24
Insulin kerja sedang diformulasi agar dapat larut secara berangsur-angsur jika
diberikan secara subkutan, dengan demikian durasi kerjanya lebih lama. Dua
sediaan yang paling sering digunakan adalah insulin neutral protamin Hagedorn
(NPH) (yakni suspensi insulin isophane) dan insulin lente (suspensi zink insulin).
Insulin NPH adalah suspensi insulin dalam bentuk kompleks dengan zink dan
protamin dalam bufer fosfat. Insulin lente adalah campuran bentuk insulin kristal
(ultralente) dan bentuk amorf (semilente) dalam bufer asetat, yang meminimalkan
kelarutan insulin.
Insulin ultralente (suspensi insulin zink diperpanjang) dan suspensi insulin
protamin zink merupakan insulin kerja lama, keduanya memiliki onset yang sangat
lambat dan puncak kerjanya relatif datar lebih lama. Insulin ini ditujukan untuk
memberikan konsentrasi insulin basal yang rendah sepanjang hari. Waktu paruh
insulin ultralente yang lama menyebabkannya sulit dalam menentukan dosis
optimal, karena dibutuhkan beberapa hari pengobatan sebelum dicapainya
konsentrasi bersirkulasi dalam keadaan tunak(19).
2. 6.5 Obat-obat Hipoglikemik Oral
Hipoglikemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kadar
glukosa darah dalam tubuh. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat
hipoglikemik oral dapat dibagi sebagai berikut :
1. Golongan sulfonilurea
Mekanisme kerja golongan ini dapat merangsang sekresi insulin dari granul
sel-sel β Langerhans pancreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-
sensitive K channel pada membran sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi
membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca
25. 25
maka ion Ca++ akan masuk sel β, merangsang granula yang berisi insulin dan akan
terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C. kecuali itu
sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar.
Terdapat 2 generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid,
tolazamid, asetoheksimid, dan klorpropamid. Generasi 2 yang potensi hipoglikemik
gliburid (glibenklamid), glipizid, gliklazid dan glimepirid.
a) Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang, 24-48
jam, efeknya masih terlihat beberapa hari setelah obat dihentikan.
Metabolismenya di hepar tidak lengkap, 20% di ekskresi utuh di urin.
b) Tolbutamid mula kerjanya cepat. Masa paruhnya sekitar 4-7 jam. Dalam darah
91-96% tolbutamid terikat protein plasma, dan di hepar diubah menjadi
karboksitolbutamid, ekskresinya melalui ginjal.
c) Tolazamid, absorpsinya lebih lambat dari yang lain, efeknya pada glukosa
darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh
sekitar 7 jam, di hepar diubah menjadi p-karboksitolazamid, 4-
hidroksimetiltolazamid dan senyawa lain, yang di antaranya memiliki sifat
hipoglikemik cukup kuat.
d) Sulfonilurea generasi 2, umumnya potensi hipoglikemiknya hampir 100x lebih
besar dari generasi 1. Meski masa paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5 jam,
efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan 1x
sehari. Alasan mengapa masa paruh yang pendek memberikan efek
hipoglikemik panjang belum diketahui.
e) Glipizid, absorpsinya lengkap, masa paruhnya 3-4 jam. Dalam darah 98%
terikat protein plasma potensinya 100 x lebih kuat dari tolbutamid, tetapi efek
26. 26
hipoglikemik maksimalnya mirip dengan sulfonylurea lain. Metabolismenya di
hepar menjadi metabolit yang tidak aktif, sekitar 10% diekskresi melalui ginjal
dalam keadaan utuh.
f) Gliburid (glibenklamid), potensinya 200 x lebih kuat dari tolbutamid, masa
paruhnya sekitar 4 jam. Metabolismenya di hepar, pada pemberian dosis
tunggal hanya 25% metabolitnya diekskresi melalui urin, sisanya melalui
empedu. Pada penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder,
dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1 1/2 tahun.
Karena semua sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui
ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar
atau ginjal yang berat.
2. Meglitinid
Repaglinid dan neteglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme
kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda.
Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-
independent di sel β pankreas.
Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam
waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam karenanya harus diberikan beberapa kali sehari,
sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak aktif.
Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar
atau ginjal harus diberikan secara berhati-hati. Efek samping utamanya
hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. Bekerja dengan mengikat reseptor
sulfonilurea dan menutup ATP-sensitive potasium chanel. Yang termasuk dalam
golongan ini yaitu repaglinida dan nateglinida :
27. 27
a. Repaglinida
Repaglinida adalah perangsang sekresi insulin oral dari golongan
meglitinida. Senyawa ini merupakan turunan asam benzoat, dan strukturnya tidak
berkaitan dengan senyawa sulfonilurea. Namun, seperti halnya sulfonilurea,
repaglinida menstimulasi pelepasan insulin dengan cara menutup saluran kalium
bergantung ATP pada sel β pankreas. Obat ini diabsorpsi secara cepat dari saluran
gastrointestinal, kadar puncak dalam darah dicapai dalam waktu satu jam. Sifat obat
ini memungkinkan penggunaan multiple sebelum makan, seperti pendosisan
sulfonilurea klasik yakni sekali atau dua kali sehari. Repaglinida terutama
dimetabolisme oleh hati. Metabolit obat ini tidak memiliki kerja hipoglikemia.
Repaglinida harus digunakan secara hati-hati pada pasien insufisiensi hati, karena
sebagian kecil repaglinida (sekitar 10%) dimetabolisme oleh ginjal, peningkatan
dosis obat pada pasien insufisiensi ginjal juga harus dilakukan secara hati-hati.
Sama seperti sulfonilurea, efek samping utama repaglinida adalah hipoglikemia.
b. Nateglinida
Nateglinida merupakan perangsang sekresi insulin turunan D-fenilalanin
yang efektif secara oral. Seperti sulfonilurea dan repaglinida, nateglinida
menstimulasi sekresi insulin dengan cara memblok saluran kalium sensitif ATP
pada sel β pankreas. Nateglinida mendorong sekresi insulin lebih cepat tapi kurang
mempertahankannya dibandingkan senyawa antidiabetes oral lainnya yang
tersedia. Efek terapeutik utama obat ini adalah mengurangi peningkatan glikemik
setelah makan pada pasien DM tipe 2. Baru-baru ini nateglida telah disetujui oleh
Food and Drug Administration (FDA) USA untuk digunakan pasien DM tipe 2 dan
paling efektif jika diberikan antara 1 sampai 10 menit sebelum makan dengan dosis
28. 28
120 mg. Nateglinida terutama dimetabolisme oleh hati, sehingga harus digunakan
secara hati-hati pada pasien insufisiensi hati. Sekitar 16% dosis yang diberikan
dieksresi oleh ginjal sebagai obat yang tak diubah. Penyesuaian dosis tidak
diperlukan pada pasien gagal ginjal. Penelitian awal menunjukkan bahwa terapi
nateglinida dapat menurunkan episode hipoglikemia dibandingkan dengan
perangsang sekresi insulin oral lainnya yang tersedia.
3. Biguanida
Biguanida sekarang yang banyak digunakan metformin. Mekanisme kerjanya
binguanida sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu antihiperglikemik,
tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan
hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa dihepar dan meninggalkan
sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi karena
adanya aktivasi kinase di sel (AMP-activated protein dinase). Meski masih
kontroversial, adanya penurunan produksi glukosa hepar, banyak data yang
menunjukan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. Preparat ini
tidak mempunyai efek yang berarti pada sekresi glukagon, ortisol, hormone
pertumbuhan, dan samatostatin.
4. Golongan Thiazolidindion
Thiazolidindion merupakan agonist potent dan selektif PPARγ membentuk
kompleks PPARγ-RXR dan terbentuklah GLUT baru dijaringan adipose PPARγ
mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot, dan karenanya dapat
mengurangi resisten insulin, insulin merangsang pembentukan dan translokasi
GLUT ke membrane sel organ perifer. Ini terjadi karena insulin merangsang
Peroxisome proliferators-activated reseptor-γ (PPARγ) di inti sel.
29. 29
Terdapat 2 jenis tiazolidindion yaitu pioglitazon dan rosiglitazon yang dapat
menurunkan HbA1c (1,0-1,5%) dan berkecenderungan meningkatkan HDL, sedang
efeknya pada trigliserid dan LDL bervariasi.
5. Penghambat enzim α-glukosidase
Obat golongan penghambat enzim α-glikosidase ini dapat memperlambat
absorbs polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida di intestin, dapat mencegah
peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM.
Kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan
efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada
DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Obat ini
diberikan pada waktu mulai makan dan absorbsi buruk. Akarbose paling efektif bila
diberikan bersama makanan yang berserat, mengandung polisakarida, dengan
sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. Bila akarbose diberikan bersama insulin,
atau dengan golongan sulfonilurea, dan menimbulkan hipoglikemia, pemberian
glukosa akan lebih baik daripada pemberian sukrosa, polisakarida atau maltosa7.
6. Golongan analog GLP-1 (Glucagon Like Peptide-1)
GLP-1 merupakan hormon yang disekresikan oleh sel L ileum yang dapat
memperbaiki dan meningkatkan fungsi pankreas karena mempunyai efek
menghambat apoptosis dan bahkan merangsang neogenesis serta proliferasi sel
beta. Hal tersebut merupakan efek yang menguntungkan dalam upaya mencegah
penurunan fungsi sel beta dan menghambat progresifitas diabetes. Selain itu, efek
GLP-1 terhadap sekresi insulin pankreas adalah berdasarkan kadar glukosa darah,
GLP-1 hanya akan merangsang pankreas bila terjadi hiperglikemia (glucose
dependent manner) sehingga target terapi diabetes yang ditujukan pada peningkatan
30. 30
efek GLP-1 tidak akan menimbulkan risiko hipoglikemia. Efek incretin terhadap
saluran cerna juga dianggap menguntungkan karena bersifat netral bahkan dapat
menurunkan berat badan. Hal itu berbeda dengan obat-obatan anti-diabetes oral
yang telah digunakan sebelumnya yang cenderung menyebabkan peningkatan berat
badan (sulfonilurea, thiazolidindion, dan insulin).
Mekanisme kerja golongan obat ini menyerupai kerja dari GLP-1 endogen
(incretin mimetic). Exenatide (Byetta) pada awalnya diisolasi dari air liur binatang
melata yang berupa suatu peptida 50% homolog dengan GLP-1, merupakan
aktivator kuat dari reseptor GLP-1 dan resisten terhadap enzim DPP-4 sehingga
dapat menyebabkan waktu paruh dari GLP-1 menjadi lebih panjang. Saat ini telah
dikembangkan golongan GLP-1 analog lain yaitu liraglutide, suatu yang dibuat
dengan menambahkan asam lemak pada atom C-16. Penambahan tersebut
menyebabkan DPP-4 tidak dapat dimetabolisme dengan cepat menjadi bentuk tidak
aktif. Efek samping golongan obat ini adalah mual dan muntah. Walaupun dari hasil
meta analisis didapatkan bahwa efek samping tersebut jarang ditemukan dan dapat
ditoleransi dengan baik, namun penggunaannya masih sangat terbatas karena hanya
dapat diberikan melalui injeksi subkutan.
7 . Dipeptydil peptidase-4 (DPP-4) inhibitor
Mekanisme kerja golongan DPP-4 inhibitor adalah meningkatkan kadar dan
aksi dari GLP-1 dan GIP (GLP-1 reseptor agonis), meningkatkan sekresi insulin
sesuai dengan kadar glukosa darah, dan menekan sekresi glukagon dari sel alfa
pankreas. Sitagliptin (obat oral pertama dari golongan DPP-4 inhibitor) telah
disetujui oleh FDA pada bulan Oktober 2006 untuk penggunaan sebagai
31. 31
monoterapi atau terapi kombinasi dengan metformin dan thiazolidindion. Obat ini
dapat menjadi pilihan pada tahap awal terapi diabetes.
Oleh karena mekanisme kerjanya yang unik maka diharapkan akan
menstabilkan fungsi sel beta dan menghambat proses destruksinya, serta menekan
produksi glukagon. Sitagliptin merupakan obat oral antidiabetes yang mampu
menghambat aktivitas DPP-4 hingga lebih dari 80% selama 24 jam, meningkatkan
kadar GLP-1 dan GIP yang aktif sebesar dua kali lipat, meningkatkan sekresi
insulin, menurunkan kadar glukagon, dan menurunkan kadar glukosa darah puasa
serta glukosa darah postprandial. Obat ini tidak meningkatkan berat badan sehingga
tidak memperburuk sensitivitas insulin di jaringan perifer. Efektifitas DPP-4
inhibitor sebagai monoterapi dalam mengontrol kadar glukosa darah sebanding
dengan obat rosiglitazone dan glipizide yaitu mampu menurunkan kadar HbA1c
sebesar 0,6-0,8%, namun DPP-4 inhibitor tidak menyebabkan hipoglikemia,
peningkatan berat badan, dan edema. Bila sitagliptin ditambahkan pada penderita
yang sementara mendapat monoterapi dengan antidiabetes oral yang lain, maka
terjadi penambahan efek penurunan HbA1c sebesar 1%. Walaupun terdapat laporan
yang menyebutkan adanya peningkatan risiko infeksi tertentu dan timbulnya sakit
kepala, namun hasil meta analisis menunjukkan bahwa pemberian obat golongan
DPP-4 inhibitor pada dasarnya aman dan dapat ditoleransi dengan baik serta tidak
menimbulkan efek yang merugikan pasien(19).
2.7 Uraian Hewan Uji
Adapun taksonomi tikus putih adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Divisi : Chordata
32. 32
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Sub famili : Rattus
Species : Rattus norvegicus
Gambar 2.6 Tikus Putih Jantan(20)
Tikus putih (Gambar 2.6) atau yang lebih dikenal dengan tikus albino ini lebih
banyak dipilih karena tikus yang dilahirkan dari perkawinan antara tikus albino
jantan dan betina mempunyai tingkat kemiripan genetis yang besar, yaitu 98%,
meskipun sudah lebih dari 20 generasi. Bahkan setelah terjadi perkawinan tertutup
di antara tikus albino ini, mereka masih mempunyai kemiripan genetis yang sangat
besar yaitu 99,5%. Hal inilah yang menyebabkan mereka dikatakan hampir
menyerupai hewan hasil klon.
Lebih dari 90% dari semua hewan uji yang digunakan di dalam berbagai
penelitian adalah binatang pengerat, terutama mencit (Mus Musculus L) dan tikus
(Rattus novergicus). Hal ini disebabkan karena secara genetic, manusia dan kedua
33. 33
hewan uji tersebut mempunyai banyak sekali kemiripan. Jenis mencit dan tikus
yang paling umum digunakan adalah jenis albino galur Sprague Dawley dan galur
Wistar. Kedua jenis hewan tersebut sering digunakan sebagai hewan uji dalam
penelitian medis pada pengelolaan kesehatan gigi, obesitas, diabetes melitus dan
hipertensi serta digunakan dalam bidang gizi, terutama untuk mempelajari
hubungan antara nutrisi dengan penuaan dini. Jika dibandingan dengan tikus betina,
tikus jantan lebih banyak digunakan sebab tikus jantan menunjukkan periode
pertumbuhan yang lebih lama(20).
2.8. Uraian tentang strepzotocin
Streptozotocin merupakan senyawa kimia kelompok nitrosoureas yang
toksik yang memiliki kemampuan merusak sel beta pankreas melalui alkilasi DNA
(asam-deoksiribonukleotida). Alkilasi tersebut berujung pada kekurangan
nikotinamida adenin dinukleotida (NAD-. Suatu koenzim yang berperan dalam
proses oksidasi-reduksi) dan aktivitas enzim poly(ADP-ribose) syethetase sehigga
berakibat pada overstimuli ATP (adenosin trifosfat/enrgi kimia sel) terjadinya
overstimuli ATP tersebut sebagai upaya dalam memperbaiki DNA yang rusak.
Mekanisme tersebut berakibat pada matinya sel beta, sehingga biosintesis dan
sekresi insulin terhambat. Kekurangan insulin berdampak pada sekresi glukagon
(simpanan glukosa) oleh sel alfa yang tidak seimbang dalam pengaturan gula darah
yang berujung pada keadaan hiperglikemia juga melaporkan bahwa efek toksik dari
STZ terlihat pada meningkatnya sel apoptosis (kematian sel) pada kultur sel beta
pankreas yang diinduksi STZ. Induksi STZ mengakibatkan hiperglikemia
berkembang dan tingkat insulin darah menurun. Perubahan glukosa darah dan
konsentrasi insulin mencerminkan kelainan pada fungsi sel β.(21)
34. 34
2.9 Uraian Tentang Metformin
Metformin merupakan turunan biguanida, yang tidak menyebabkan
pelepasan insulin dari pankreas, dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia.
Zat ini meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan hepatic terhadap insulin. Zat ini
juga menekan nafsu makan (efek anoreksan) hingga berat badan tidak meningkat,
maka layak diberikan pada penderita yang kegemukan. Penderita ini biasanya
mengalami resistensi insulin, sehingga sulfonilurea kurang efektif. Telah
dibuktikan bahwa metformin mengurangi terjadinya komplikasi makrovaskuler
melalui perbaikan profil lipida darah, yaitu peningkatan HDL, penurunan LDL dan
trigliserida, juga fibrinolisis diperbaiki dan berat badan tidak begitu meningkat. Zat
ini adalah derivat-dimetil dari kelompok biguanida (1959) yang berkhasiat
memperbaiki sensitivitas-insulin, terutama menghambat pembentukan glukosa
dalam hati serta menurunkan kolesterol-LDL dan trigliserida. Dengan daya kerja
supresi produksi dan penyerapan glukosa, fluktuasi gula darah menjadi lebih kecil
dan nilai rata-ratanya menurun. Reabsorpsinya dari usus tidak lengkap, BA-nya 50-
60%. Praktis tidak dimetabolisme dan diekskresikan utuh lewat kemih. Plasma t ½
nya 3-6jam. Dosis 3 X 1 sehari 500 mg atau 2 X 1 sehari 850 mg. Bila perlu setelah
1-2 minggu perlahan-lahan dinaikkan sampai maksimal 3 X 1 sehari 1 g(22).
35. 35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
3.1.1 Alat yang akan digunakan
1. Batang pengaduk
2. Cawan porselin
3. Erlemeyer 50 ml, 100 ml
4. Gelas kimia 50 ml, 100 ml, 200 ml
5. Gelas ukur 10 ml, 100 ml
6. Glukometer (easy touch GCU)
7. Kandang hewan uji
8. Labu ukur 50 ml, 100 ml, 200 ml
9. Maserator
10. Mortir dan stamper
11. Penangas air
12. Pipet tetes
13. Rotary evaporator
14. Spuit injeksi 10 ml
15. Spuit oral 10 ml
16. Tabung reaksi
17. Timbangan analitik
36. 36
18. Timbangan hewan uji
3.1.2 Bahan yang akan digunakan
1. Air suling
2. Amoniak
3. Asam klorida pekat
4. Asam klorida 2 N
5. Asam sulfat
6. Daun jambu biji (Psidium guajava L)
7. Etanol 95%
8. Herba Ciplukan (Phycialis angulata L)
9. Hewan uji Tikus putih (Rattus norvegicus)
10. Kertas saring
11. Kloroform
12. Larutan FeCl3
13. Larutan NaCl 10%
14. Pereaksi dragendroff
15. Pereaksi Lieberman-Burchard
16. Pereaksi Meyer
17. Pereaksi Wagner
18. Serbuk Magnesium
19. Sodium CMC
20. Sterptozotocin
21. Tablet Metformin
37. 37
3.2 Alur Penelitian
Alur penelitian adalah suatu rangkaian kegiatan yang sistematis untuk
mengetahui suatu hasil penelitian, dimulai dari perencanaan untuk melakukan
setiap tahap-tahap dalam penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.
A B C
D E
-14 0 35 42 49 hari
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Keterangan :
A = Tikus diadaptasikan selama 14 hari
B = Pemilihan tikus yang memenuhi kriteria inklusi
C = Pada hari ke 0 tikus ditimbang bobot badan, diukur kadar glukosa darah awal
kemudian dirandomisasi ke dalam 6 kelompok
D = Setiap kelompok diberikan perlakuan sebagai berikut :
1. Kelompok 1 sebagai kelompok normal yang tidak diinduksi
2. Kelompok 2 diinduksi pakan kolesterol selama empat minggu dilanjutkan
Kelompok 2
Randomi
sasi
Tikus Kriteria
inklusi Kelompok 3
Kelompok 4
Kelompok 5
Kelompok 1
T
E
R
M
I
N
A
S
IKelompok 6
38. 38
induksi streptozotocin 30 mg/kg BB. Satu minggu setelah induksi diukur
kadar glukosa darah dan diberikan suspensi Na CMC 0,5%
3. Kelompok 3 diinduksi pakan kolesterol selama empat minggu dilanjutkan
induksi streptozotocin 30 mg/kg BB. Satu minggu setelah induksi diukur
kadar glukosa darah dan diberikan suspensi metformin
4. Kelompok 4 diinduksi pakan kolesterol selama empat minggu dilanjutkan
induksi streptozotocin 30 mg/kg BB. Satu minggu setelah induksi diukur
kadar glukosa darah dan diberikan ekstrak daun jambu biji 400 mg/kg BB
dan herba ciplukan 1.200 mg/kg BB
5. Kelompok 5 diinduksi pakan kolesterol selama empat minggu dilanjutkan
induksi streptozotocin 30 mg/kg BB. Satu minggu setelah induksi diukur
kadar glukosa darah dan diberikan ekstrak herba ciplukan 800 mg/kg BB
dan daun jambu biji 800 mg/kg BB
6. Kelompok 6 diinduksi pakan kolesterol selama empat minggu dilanjutkan
induksi streptozotocin 30 mg/kg BB. Satu minggu setelah induksi diukur
kadar glukosa darah dan diberikan ekstrak daun jambu biji 1.200 mg/kg
BB dan herba ciplukan 400 mg/kg BB
Dilakukan pengukuran kadar glukosa darah setelah perlakuan pada hari ke 42
dan 49
E = Pengumpulan dan pengolahan data perlakuan terhadap hewan uji
39. 39
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini direncanakan pada bulan Desember – Januari 2016 di
Laboratorium Fitokimia - Farmakognosi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFA-
PM) Palu dan Laboratorium Farmakologi Prodi Farmasi FMIPA Universitas
Tadulako Palu.
3.4 Subjek Penelitian
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus
norvegicus) galur Wistar dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi :
a. Berumur ± 3 bulan
b. Berat badan 150-200 gram
c. Jenis kelamin jantan
d. Warna bulu putih
e. Tikus aktif dan Sehat
2. Kriteria eksklusi : cacat fisik
a. Tikus sakit
b. Tikus yang mengalami penurunan kadar fisik
c. Berat badan tikus menurun hingga kurang dari 150 gram
d. Tikus mati selama penelitian berlangsung(23).
3.5 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
3.5.1 Pengumpulan Bahan
Bahan yang diguakan adalah herba ciplukan yang diperoleh di Desa Pakuli
dan daun jambu biji yang diperoleh di Kota Palu.
40. 40
3.5.2 Pembuatan Simplisia Dan Ekstrak
Daun jambu biji dan Herba Ciplukan yang telah diambil, dikumpulkan,
disortasi basah dan dicuci dengan air mengalir sampai tidak ada kotoran yang
menempel, kemudian dirajang hingga luas permukaan lebih banyak sehingga
mempercepat dalam proses pengeringan simplisia. Setelah simplisia kering, maka
selanjutnya simplisia diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan larutan
penyari etanol 96%. Meserasi dilakukan dalam wadah maserasi, kemudian diaduk
sekali-kali dan didiamkan selama 3-5 hari agar proses ekstraksi sempurna.
Kemudian disaring untuk mendapatkan ekstrak etanol lalu dipekatkan pada rotary
evaporator dan kemudian diuapkan di atas penangas air waterbath sehingga
diperoleh ekstrak kental.
3.5.3 Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan digunakan untuk mendeteksi komposisi kimia tumbuhan
berdasarkan golongannya, sebagai informasi awal dalam mengetahui golongan
senyawa kimia yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman. Metode yang
telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid,
flavonoid, tannin, saponin, steroid secara kualitatif.
1. Uji Alkaloid
Menimbang masing-masing ekstrak sebanyak 0,5 gram ekstrak kental,
masing-masing dimasukkan ke dalam 3 buah erlenmeyer, ditambahkan 5 ml
kloroform dan 5 ml amoniak. Kemudian dipanaskan di atas penangas air, dikocok
dan disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 tetes
H2SO4 2N. Masing-masing tabung yang berisi filtrat ditambahkan pereaksi
Dragendorff, Meyer, dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan adanya
41. 41
endapan merah-jingga oleh pereaksi Dragendorff, endapan putih oleh pereaksi
Meyer, dan endapan coklat oleh pereaksi Wagner.(20)
2. Uji Flavonoid
Menguapakan hingga kering 0,5 gram ekstrak kental, kemudian disaring,
selanjutnya dilarutkan dalam 1 ml etanol (95%) dengan penambahan serbuk
Magnesium P, setelah itu dilarutkan dalam 10 ml asam klorida pekat P, jika terjadi
warna merah ungu menunjukkan adanya flavonoid dan jika terjadi warna kuning
menunjukkan adanya flavon, kalkon, dan auron.(21)
3. Uji Polifenol
Menimbang 0,5 gram ekstrak kental, dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan dengan 10 ml aquadest lalu dipanaskan di atas penangas air
hingga mendidih, lalu disaring dalam keadaan panas dan setelah dingin
ditambahkan dengan pereaksi feri klorida (FeCl3) sebanyak 3 tetes. Terjadinya
warna hijau biru menunjukkan adanya polifenol.(21)
4. Uji Saponin
Memasukkan 0,5 gram ekstrak kental ke dalam tabung reaksi, lalu
menambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian kocok dengan kuat selama 10
detik. Jika terbentuk buih yang menetap selama tidak kurang dari 1 menit setinggi
10 cm atau pada penambahan 1 tetes asam klorida 2N buih tidak hilang maka
menunjukkan adanya saponin.(21)
4. Uji Tanin
Memasukkan 0,5 gram ekstrak kental ke dalam cawan porselin, lalu
ditambahkan dengan 20 ml air panas dan larutan NaCl 10% sebanyak 3 tetes.
42. 42
Kemudian menambahkan larutan FeCl3, bila terbentuk warna biru hitam
menandakan adanya tanin.(21)
5. Uji Steroid / Triterpenoid
Memasukkan 0,5 gram ekstrak kental ke dalam 2 tabung reaksi dan
ditambahkan 2 ml kloroform, dikocok dan disaring. Filtrat ditambahkan pereaksi
Lieberman-Burchard dan diamati perubahan warnanya. Jika berwarna biru hijau
menunjukkan adanya steroid, sedangkan bila warnanya ungu menunjukkan adanya
triterpenoid.(21)
3.5.3 Pembuatan Larutan Koloidal Na-CMC 0,5%
Menimbang 0,5 gram CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi 10 ml
akuades yang telah dipanaskan, didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa
yang transparan, lalu dicampur sampai homogen. Larutan CMC dipindahkan ke
dalam labu ukur 100 ml. Volumenya dicukupkan dengan akuades hingga 100 mL.
3.5.4 Pembuatan Suspensi Metformin
Dosis metformin pada manusia dewasa adalah 500 mg per hari, jika
dikonverensi pada tikus dengan berat 200 g adalah 0,018 mg, maka dosis metformin
untuk tikus adalah 9 mg/200 gBB.
Ditimbang serbuk tablet metformin yang setara dengan 360 mg kemudian
disuspensi dalam Na CMC 0,5% hingga 100 mL(22).
3.5.5 Pembuatan Pakan Diet Tinggi Lemak
Makanan tinggi lemak yang digunakan adalah pakan standar (80%), lemak
kambing (15%), dan kuning telur bebek (5%). Pakan dibuat dengan cara sebagai
berikut: memanaskan lemak babi dengan cara menggoreng hingga lemak babi
menjadi minyak. Telur direbus hingga matang, dipisahkan kuning telur dengan
43. 43
putih telur. Kuning telur dikeringkan dalam oven 700 C dan digerus hingga halus.
Pakan standar digerus sampai halus lalu dicampurkan dengan minyak lemak babi
dan kuning telur. Campuran diaduk sampai homogen kemudian dibentuk menjadi
pelet. Jumlah konsumsi makanan setiap harinya maksimum sebanyak 20 gram/
tikus dan diberikan selama 4 minggu.
3.5.6 Pembuatan Larutan Induksi Streptozotosin
Ditimbang 240 mg streptozotosin lalu dilarutkan menggunakan citrate-
buffered saline, pH 4,5 diinduksikan pada tikus melalui intraperitoneal (ip). Dosis
streptozotosin yakni 30 mg/kg BB.
3.6 Pemilihan dan Penyiapan Hewan Uji
Pemilihan dan penyiapan hewan uji dalam penelitian ini antara lain sebagai
berikut :
3.6.1 Pemilihan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur
Wistar, umur tiga bulan, dengan bobot badan yang bervariasi yaitu 150 – 200 gram.
Kriteria inklusinya adalah berumur kurang lebih 3 bulan, berat badan 150-200
gram, jenis kelamin jantan, warna bulu putih, kondisi badan sehat (aktif dan tidak
cacat), sedangkan kriteria eksklusinya adalah tikus sakit, berat badan menurun
hingga kurang dari 150 gram dan tikus mati selama penelitian berlangsung.
3.6.2 Penyiapan Hewan Uji
Tikus wistar sebanyak 30 ekor diadaptasikan selama dua minggu di
laboratorium dengan dikandangkan secara memadai pada suhu lingkungan normal
dan diberikan pakan standar serta minum. Hewan uji di tempatkan dalam kandang
berukuran 30 x 40 cm, tiap kandang berisi 5 ekor tikus.
44. 44
Hewan uji dibagi secara acak di dalam 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol
Normal, kontrol Negatif (K-), kelompok Positif (K+) dan 3 kelompok perlakuan
masing-masing diberikan kombinasi ekstrak herba ciplukan dan daun jambu biji
dengan perbandingan dosis yang berbeda yaitu (25%:75%), (50%:50%),
(75%:25%) yang masing-masing satu kelompok terdiri dari 5 ekor hewan uji(8).
Perlakuan untuk setiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 3.1 :
Tabel 3.1 Perlakuan Pada Setiap Kelompok
No Kelompok Jumlah Tikus
(Ekor)
Perlakuan
1
2
3
4
Kontrol normal
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Kombinasi I
perbandingan
Dosis (25:75)
5
5
5
5
Diberikan pakan standart, diukur
kadar kolesterol awal, kemudian
diberikan Suspensi Na CMC
0,5%.
Diberikan induksi pakan
kolesterol dan streptozotocin
kemudian diberikan suspensi Na
CMC 0,5%.
Diberikan induksi pakan
kolesterol dan streptozotocin
kemudian diberikan Suspensi
Metformin.
Diberikan induksi pakan
kolesterol dan streptozotocin
kemudian diberkan ekstrak
45. 45
Perlakuan diberikan selama 14 hari pada hari ke 7 (42) dan hari ke 14 (49)
setelah perlakuan, tikus dipuasakan selama 16 jam, kemudian diambil darahnya dan
dilakukan pemeriksaan kadar glukosa akhir menggunakan glukometer.
3.6.3 Penetapan Dosis
Dosis ekstrak herba Ciplukan adalah 10 mg/kg BB dan dosis ekstrak daun
Jambu Biji 10 mg/kg BB. Perhitungan dosis secara lengkap dapat dilihat pada
5
6
Kombinasi II
perbandingan
dosis (50:50)
Kombinasi III
perbandingan
dosis (75:25)
5
5
Herba Ciplukan 400 mg/kg BB
dan Daun Jambu biji 120 mg/kg
BB.
Diberikan induksi pakan
kolesterol dan streptozotocin
kemudian diberikan ekstrak
Herba Ciplukan 80 mg/kg BB
dan Daun Jambu biji 80 mg/kg
BB.
Diberikan induksi pakan
kolesterol dan streptozotocin
kemudian diberikan ekstrak
herba Ciplukan 120 mg/kg BB
dan Daun Jambu biji 400 mg/kg
BB.
46. 46
lampiran 2. Variasi dosis kombinasi ekstrak bahan uji dapat di tunjukan pada Tabel
3.1 dibawah ini:
Tabel 3.1 Kombinasi ekstrak Herba Ciplukan dan daun Jambu Biji
Kombinasi ekstrak Daun jambu biji (%) Herba ciplukan (%)
1 25 75
2 50 50
3 75 25
3.7 Pengujian efek Antidiabetes kombinasi ekstrak Herba Ciplukan dan
daun Jambu biji pada tikus.
Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih jantan dibagi menjadi 6
kelompok dan diadaptasikan selama 2 minggu dilingkungan tempat penelitian dan
diberi pakan standar. Pada hari ke 14 tikus dipuasakan selama 16 jam, kemudian
dilakukan pengukuran kadar glukosa darah awal. Darah tikus diambil melalui ekor
lalu diukur menggunakan alat pengukur glukosa darah (Easy touch). Setelah diukur
kadar glukosa darah awal, pada hari yang sama kelompok 1 diberi pakan standar,
kelompok 2, 3, 4,5,dan 6 diberi pakan tinggi lemak yang terdiri dari pakan standar
(80%), lemak kambing (15%), dan kuning telur bebek (5%). Empat minggu setelah
setelah pemberian pakan standar dan pakan tinggi lemak, tikus dipuasakan 16 jam,
kemudian diinjeksikan streptozotosin dengan dosis rendah 30 mg/kg BB secara
intraperitoneal. Saat injeksi tikus diposisikan menghadap kearah frontal hingga
terlihat bagian abdomennya. Pada bagian atas abdomen tikus disemprot dengan
ethanol 70%, kemudian kulit dicubit hingga terasa bagian ototnya, jarum
dimasukkan pada bagian abdomen dan dicoba digerakkan, apabila terasa berat
47. 47
maka sudah masuk pada daerah intraperitoneal. Setelah yakin pada daerah
intraperitoneal, maka STZ segera dimasukkan secara perlahan. Selanjutnya
abdomen tikus disemprot kembali dengan ethanol 70%. Satu minggu setelah
induksi kadar glukosa darah diperiksa kembali, apabila kadar glukosa darah
melebihi 200 mg/dL maka hewan uji dinyatakan hiperglikemia. Setelah itu hewan
uji diberikan perlakuan per oral selama 14 hari. Pada hari ke 7 (42) dan hari ke 14
(49) setelah perlakuan, tikus dipuasakan selama 16 jam kemudian kadar glukosa
darah tikus diukur kembali. Data pengukuran kadar glukosa darah sebelum dan
setelah perlakuan yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
3.8 Penentuan Kadar Glukosa Darah
Masing-masing tikus diambil sampel darah dari vena ekor dan diukur
kadar glukosa darahnya dengan menggunakan glukometer untuk memastikan
semua tikus Wistar memiliki kadar glukosa darah normal sebelum diberi
perlakuan. Kadar glukosa darah puasa normal pada tikus dalam rentang antara
50-109 mg/dl. Sebelum digunakan, glukometer dihidupkan dan stik glukosa
dimasukkan ke dalam glukometer. Darah diambil melalui ujung ekor tikus yang
sebelumnya ekor dibasahi dengan air hangat dengan tujuan untuk vasodilatasi
pembuluh darah, kemudian diurut perlahan-lahan selanjutnya ujung ekor ditusuk
dengan jarum kecil. Darah yang keluar kemudian diteteskan pada stik glukometer,
dalam waktu 11 detik kadar glukosa darah akan terukur secara otomatis dan
hasilnya dapat dibaca pada monitor glukometer. Mekanisme kerja alat glukometer
ini yaitu bekerja secara enzimatik melibatkan reaksi glukosa oksidase dimana reaksi
ini menghasilkan intensitas warna yang akan dideteksi oleh alat ini. Metode
48. 48
penggunaan alat ini sangat sederhana, sensitive dan spesifik untuk pengujian
glukosa darah.
3.9 Analisis data
Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode Rancangan acak
Kelompok (RAK) dan data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistic
Analisis Sidik Ragam (Uji F). Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah antar
dosis ekstrak yang digunakan terdapat perbedaan yang signifikan atau tidak
signifikan. Jika terdapat perbedaan yang signifikan, maka dilakukan uji lanjut
sesuai dengan koefisien keragaman (KK) data yang diperoleh.