Dokumen tersebut membahas tentang makna jihad dalam Islam. Ia menjelaskan bahwa jihad secara bahasa berarti menanggung kesulitan, sedangkan dalam Al-Quran dan Hadis memiliki arti yang lebih luas daripada perang saja. Dokumen ini juga menyebutkan beberapa dalil Al-Quran tentang jihad seperti surat Muhammad ayat 7 dan surat An-Nisa ayat 75.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perjuangan merupakan keniscayaan hidup manusia, terlepas apa pun yang
diperjuangkan. Awal dari usaha manusia mencari kebenaran juga sebagai
semangat hidup menunjang keberhasilan. Orientasi perjuangan setiap orang
pastilah berbeda, namun di dalam agama Islam khususnya, Allah telah
menjelaskan di dalam firman-Nya QS. Al-Baqarah ayat 218 bahwa perjuangan
hidup hanyalah untuk meraih rahmat Allah. Dewasa ini nilai-nilai perjuangan
telah dinodai dengan gerakan semacam kekerasan dan ancaman, seperti
munculnya kelompok ISIS, teror di Paris dan sebagainya. Tentu perjuangan dalam
Islam bukanlah menebar ketidaktenangan.
Islam sangat menghargai perdamaian dan mengajarkan cinta kepada
sesama. Terbukti dalam firman Allah QS. Al-Anbiya ayat 107 yang berbunyi
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” Seperti itulah Allah sangat menghargai makhluknya. Beberapa
kasus kekerasan yang mengatasnamakan agama tidak bisa dipungkiri, beberapa
kemungkinan dapat disimpulkan salah satunya pemahaman tentang makna jihad
yang parsial.
Maka dari itu saya mencoba mengkaji satu term tersebut sebagai bentuk
ketakwaan terhadap Allah untuk selalu menjaga citra agama yang Allah turunkan
ke muka bumi. Mudah-mudahan tulisan yang saya buat dapat menjadi acuan
sederhana dalam memahami “jihad” sebenarnya yang bersumber dari Al-Qur’an,
Al-Sunnah dan pendapat para ulama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan jihad?
2. Apa saja yang menjadi dalil jihad?
3. Adakah jenis-jenis jihad?
2. 2
4. Apa yang membedakan jihad dengan terorisme?
5. Sampaimanakah proporsi jihad?
C. Tujuan
1. Mengetahui makna jihad.
2. Memahami dalil jihad.
3. Mengetahui jenis-jenis jihad.
4. Dapat membedakan antara jihad dengan terorisme.
5. Mengetahui proporsi jihad.
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PengertianJihad
Mnurut Yusuf Qardhawi (2010, hal. Ixxv), jihad adalah bentuk isim
masdhar dari kata jahada-yujahidu-jihadan-mujahadah. Secara etimologi, jihad
berarti mencurahkan usaha, kemampuan dan tenaga. Jihad secara bahasa berarti
menanggung kesulitan. Kata jihad kemudian lebih banyak digunakan dalam arti
peperangan untuk menolong agama dan membela kehormatan umat. Dalam Al-
Quran dan Sunnah, jihad memiliki makna yang lebih luas dari pada peperangan.
Ma’had Aly (2005, hal. 103), berpendapat mengenai makna jihad yang
memiliki banyak varian penafsiran. Al-Qur`an menyebutkan sebanyak 41 kali dan
memberikan penafsiran yang selalu berbeda dalam setiap ruang dan waktu
(korelasi ayat). Namun demikian, setidaknya perlu diketahui makna dasarnya,
yang berasal dari kata juhd dan jahd, artinya kekuatan, kemampuan, kesulitan dan
kelemahan.
Kata juhd bisa dilihat dalam QS:9:79 yang menerangkan sikap dan
penghinaan orang munafik kepada orang-orang mukmin yang memberikan
sedekah dengan sukarela sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Sedangkan
kata jahd dapat ditemukan dalam QS:5:53, QS:6:109, QS:16:38, QS:24:53,
QS:35:42 yang memberikan petunjuk tentang kesungguhan orang dalam
bersumpah walau belum tentu benar. Kata Jihad yang berarti berjuang di jalan
Allah disebutkan 33 kali, 13 kali dalam bentuk fi’il madli, 5 kali dalam bentuk fi’il
mudlari’, 7 kali dalam bentuk ‘amr, 4 kali dalam bentuk isim fa’il. Di bagian lain
kata jihad senantiasa berdampingan dengan Ridla., seperti QS:2:218, QS:5:35,
QS:8:72,74, QS:9:19,24,41, QS:22:78, QS:49:15, QS:61:11. Berarti jihad di jalan
Allah mesti harus disertai dengan niatan mencari ridla Allah. (Aly, 2005, hal. 103)
Sayyid Quthb (1984, hal. 140), berpendapat mengenai jihad yaitu
menerima sikap lahir kaum munafik dan menyerahkan sikap batin mereka kepada
4. 4
Allah SWT. Di samping itu, Allah memerintahkan kepada kaum muslimin agar
memerangi mereka dengan menggunakan argumentasi (hujjah) dan ilmu,
menjauhkan kekerasan terhadap mereka dan mengajak mereka agar tersentuh
hatinya.
Penjelasan tersebut merupakan cuplikan pembahasan mengenai jihad
dalam Islam, yang tampak dalam dan teliti bagi pengaturan sistem pergerakan
yang dilakukan, sehingga pantas dijadikan perhatian tersendiri. Tetapi kali ini
saya hanya bisa menganalisa dan menyimpulkan secara garis besar bagi sistem
pergerakan di dalam Islam yang dikenal dengan istilah jihad.1
B. Dalil Jihad
Menurut Sutan Mansur (1982, hal. 28), nilai jihad terletak pada firman
Allah yang berbunyi:
َأَٰٓياهُّيََِينذَّٱلََْاوُرُصننَتِإَْا َٰٓوُنامءََّٱّللََ ۡمُكامدۡقَأ ۡتِبثُيَو ۡمُك ۡرُصني٧ََ
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya
Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”(QS. Muhammad
: 7)
Penjelasan ayat ini sangatlah sederhana, merupakan sebab akibat dari
perjuangan untuk menolong Allah yang berakibat kepada Allah akan menolong
orang-orang yang telah menolong-Nya. Menurut Sutan (1982, hal. 29), corak
berfikir seperti ini sangatlah umum.
Sifat orang-orang yang membela agama Allah itu terletak pada kesucian
diri dan kesucian untuk lainnya. Hal ini diibaratkan Sutan seperti sifat air mutlak
bukan air campuran seperti air limun meski ia bersih namun tidak dapat
menyucikan kepada yang lain. Ia hanya suci pada dirinya sendiri. Sedangkan
Mujahid menurut Sutan ialah orang yang diibaratkan seperti air mutlak yaitu suci
dan menyucikan. (Mansur, 1982, hal. 29)
1 Majamma’ Al-Lughah Al-‘Arabiyah Al-Idarah Al-‘Ammah li Al-Mu’jamat wa Ihya’
At-Turats Negara Mesir, Al-Mu’jam Al-Washith, (Mesir: Maktabah Asy-Syuruq Ad-Dauliyah,
2004), Cet. IV, hlm. 664.
5. 5
Abul A’la Maududi (1984, hal. 37), berpendapat mengenai dalil jihad
dalam konteks Revolusi Dunia, dimana tidak boleh ada sebagian umat manusia
yang menikmati kebenaran (sistem kekuasaan) melainkan harus semua. Di mana
pun umat manusia tertindas, tersentuh diskriminasi dan pemerasan, di situlah
orang-orang saling berkewajiban mengulurkan bantuannya. Konsepsi yang sama
telah disebutkan oleh Al-Qur’an:
اموََ ِليِبَس يِفَ ونُلِتقُتَ ََل ۡمُكلَِ َّٱّللََوَينِفعۡضت ۡسُمۡٱلََ نِمَِٱلرَِلاجََوَِءَٰٓاسِٱلنَ
َوَِندۡلِوۡٱلََِينذَّٱلََِهِذَه ۡنِاَمن ۡج ِر ۡخَأَٰٓانَّبَرونُولُقيَِةي ۡرقۡٱلََِمِلاَّٱلظََاَوهُلۡهألع ۡٱجََانَّل
َاَوّٗيِلَوُنكدَّنَلِملع ۡٱجَََّلانََاًير ِصَنُنكدَّنَلِم٧٥ََ
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela)
orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak
yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri
ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi
Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!” (QS. Al-Nisa : 75)
Jihad bagi para mustadh’afin yang ditimpa dan dicoba dalam agama
mereka, disiksa di negeri sendiri yaitu Makkah. Bukanlah jihad qital (perang), hal
itu dikarenakan belum dapatnya izin dari Allah SWT. Maka, jihad yang
seharusnya dilakukan ialah menyampaikan dakwah dan bersabar serta
menanggung kesulitan ketika menjalankan perintah tersebut2. (Qardhawi, 2010,
hal. 76) Seperti dalam firman Allah:
َِينذَّٱلوَََّنِيد ۡهناَلينِفَْاُودهجََّنِإَوۚانلُبُسَ ۡمُهََّٱّللََعملَينِنِس ۡحُمۡٱلَ٦٩ََ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-
benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat
baik.” (QS. Al-Ankabut : 69)
2 Tengku muhammad habsi, ash shidiegh/ihya ulumuddin, (semarang: PT pustaka
riski putra.2003), hlm 509
6. 6
Yusuf Qardhawi (2010, hal. 76), berpendapat mengenai dalil yang
menunjukkan bahwa jihad tidak selamanya bermakna qital. Yaitu dua firman
Allah SWT. yang hampir mirip redaksinya namun berbeda surahnya. Sebagai
berikut:
اهُّيأَٰٓيََُّيِبَّنٱلََ ِدِهجَارَّفُكۡٱلََوَينِقِفنُمۡٱلََوَۡظُل ۡٱغََسۡئِبَو ُُۖمَّنهَج ۡمُهىوۡأمَو ۚۡمِهۡيلع
َُير ِصمۡٱلَ٧٣ََ
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang
munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah
jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (QS.
Al-Taubah : 73)
اهُّيأَٰٓيََُّيِبَّنٱلََ ِدِهجَارَّفُكۡٱلََوَينِقِفنُمۡٱلََوَۡظُل ۡٱغََسۡئِبَو ُُۖمَّنهَج ۡمُهىوۡأمَو ۚۡمِهۡيلع
َُير ِصمۡٱلَ٩ََ
“Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan
bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah jahannam dan
itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.” (QS. Al-Tahrim : 9)
Orang-orang munafik tidak boleh diperangi. Berbeda dengan orang kafir
yang dengan terang menyatakan kekafirannya. Seandainya jihad yang dimaksud
pada ayat tersebut adalah qital, tentu hal itu sudah dilakukan oleh Rasul sebagai
bentuk ketaatannya kepada Allah.3 Tetapi beliau tidak memerangi orang-orang
munafik, karena darah dan harta mereka terjaga dengan lidah mereka yang
mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah. (Qardhawi, 2010, hal. 76)
AL-HADIST
Jabir r.a meriwayatkan:
فقد اجلهادو االسالم عل فبايعه * هللا رسول فبايع عبداقدم انانهربفاخ صاحبه م
اات ادا دلك بعد فكان بعبدين منه * هللا رسول اهرتفاش كهمعلوه
3 Nazih Hammad, Mu’jam Al-Mushthalahat Al-Iqtishodiyah fi Lughah Al-Fuqaha’,
(Riyadh: Ad-Dar Al-‘Alamiyah li Al-Kitab Al-Islamy, 1995), Cet. III, hlm. 86.
7. 7
اال عل ابيعه حر قال فان امعلوكواحرهساله يبايعه اليعرفه منسالم
دون االسالم عل يعه اب عبد قل انو جلهاد اواجلهاد
Artinya:
“seorang hamba sehaya datang lalu berbai’at kepada rasullah s.a.w,
maka beliu pun membai’atnya atas islam dan jihat, kemudian temenya dating dan
memberitahukan bahwa orang tersebut milik (mahluk)nya, rasullah s.a.w, lalu
membelinya dengan dua orang hamba sehaya, sesudah peristiwa itu apabila
datang seorang yang tidak beliau kenal dan membai’atnya, beliau bertanya dulu,
apakah dia ‘merdeka’ beliau membai;atnya atas islam dan jihat dan kalau
berkata ‘hamba sehaya’ beliau membai’atnya atas islam tidak usah jihad”
Al-bajuri mendenifisikan jihad sebagai berikut :
قا ال تله املقا هي و هده اجلا من خؤد ما هللا سبيل يف القتال اي اجلهادمت
النفس هده جما فهو االكرب اجلهاد ام االصغر اخلهاد هو وهدا الدين
اجل من رجع ادا ل يقو م ص لنىب ان كالك فلداجلهاد من رجعنا هاد
االكرب اجلهاد ايل صغر اال
Artinya:
“jihad atau qital itu berarti perang dijalan allah yang berasal dari kata
al-mujahadah, yaitu perang untuk menegakkan agama dan (pegertian) ini yang
dinamakan jihad ashghar, sedangkan jihad ashghar adalah jihad melawan hawa
nafsu, mengingat sabda Nabi Muhammad Saw, ketika beliau baru kembali dari
medan perang “ kita baru kembali dari jihad ashghar menuju jihad akbar”
Dalam Dadits lain yang artinya :
Dari Ibnu Umar beliau berkata : Aku mendengar
Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian telah berjual
beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta meninggalkan
8. 8
jihad maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak
mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu
Daud)4
C. Syahid
Pengertian Makna Syahid dalam Ajaran Islam
Dalam Islam, syahid (Bahasa Arab: هيدش šyahīd, jamak: داءهُش šyuhadā')
artinya Muslim yang ketika berperang atau berjuang di jalan Allah membela
kebenaran atau mempertahankan hak dengan penuh kesabaran dan keikhlasan
untuk menegakkan agama Allah. Siapa yang berjuang membela harta miliknya,
jiwanya, keluarganya, agamanya, dan meninggal dalam perjuangannya itu, maka
ia meninggal fi sabilillah atau mati syahid. Mati syahid merupakan cita-cita
tertinggi umat Islam. Salah satu jalan menuju mati syahid adalah berjuang di jalan
Allah (jihad fi sabilillah).5
Dalil Al-Quran & Al-Hadist Syahid dalam Ajaran Islam
Orang-orang yang termasuk golongan yang meninggal dalam keadaan
syahid telah dijelaskan dalam dalam Al-Quran dan hadis, adalah sebagai berikut:
ََلوََ َّنبس ۡحتَِينذَّٱلََ ِليِبيَسِفَْاوُلِتُقَِ َّٱّللََونُقز ۡرُيَ ۡمِهِبَرندِعٌَءَٰٓاي ۡحَأ ۡلَبۚاَۢتو ۡمأ
١٦٩ََين ِح ِرفََُمُهىاتَءَٰٓامِبَُ َّٱّللََِهِل ۡضنَفِمۦََِبَونُِرشۡبت ۡسيوَِينذَّٱلََمِهِبَْاوُقحۡلَي ۡمل
َونُنز ۡحَي ۡمُهََلَو ۡمِهۡيلَع ٌف ۡوَخ ََّلَأ ۡمِهِفۡلَخ ۡنِم١٧٠ََ ٖةمۡعِنِبَونُِرشۡبت ۡس۞ي
َنِمَِ َّٱّللَََّنأَو ٖل ۡضفوََّٱّللََر ۡجَأُعي ِضُيََلَينِنِم ۡؤُمۡٱلَ١٧١ََ
"Dan jangan sekali-kali engkau menyangka orang-orang yang terbunuh
(yang gugur syahid) pada jalan Allah itu mati, (mereka tidak mati) bahkan
mereka adalah hidup (secara istimewa) di sisi Tuhan mereka dengan mendapat
rezeki;
4 Hassan saleh, kajian fiqih & fiqih kontemporer, (Jakarta: IT raja grafindo persada,
2004), hlm 279
5 Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu’un Al-Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (Kuwait:
Dzat As-Salasil, 1986), Cet. II, Juz. VII, hlm. 18
9. 9
(Dan juga) mereka bersukacita dengan kurniaan Allah (balasan mati
Syahid) yang telah dilimpahkan kepada mereka, dan mereka bergembira dengan
berita baik mengenai (saudara-saudaranya) orang-orang (Islam yang sedang
berjuang), yang masih tinggal di belakang, yang belum (mati dan belum) sampai
kepada mereka, (iaitu) bahawa tidak ada kebimbangan (dari berlakunya kejadian
yang tidak baik) terhadap mereka, dan mereka pula tidak akan berdukacita.
Mereka bergembira dengan balasan nikmat dari Allah dan limpah
kurniaNya; dan (ingatlah), bahawa Allah tidak menghilangkan pahala orang-
orang yang beriman. (Surah Ali ‘Imran:169-171)
”
Adapun hadis-hadis Rasulullah s.a.w yang berkenaan dengan masalah
golongan yang meninggal dalam keadaan syahid banyak dijumpai diantaranya
adalah sebagai berikut:
Rasulullah bersabda:
"Barangsiapa yang terbunuh kerana membela hartanya, maka ia syahid.
Terbunuh kerana membela agamanya, maka ia syahid. Terbunuh kerana membela
dirinya, ia syahid. Dan terbunuh kerana membela keluarganya, ia syahid." (Hadis
Riwayat Ahmad(1565), Tirmidzi(1341), An Nasa’I(4026), Abu Daud(4142))
Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah bersabda:
"Apa menurut kalian tentang orang yang mati syahid?" Mereka
menjawab: "Wahai Rasulullah, mati syahid adalah buat mereka yang dibunuh
fisabilillah." Rasulullah bersabda: "Jika demikian saja, maka syuhada umatku
sedikit." Mereka bertanya: "Lalu, siapa mereka Ya Rasulullah?" Rasulullah
menjawab: "Barangsiapa dibunuh dijalan Allah itulah Syahid, dan barangsiapa
mati fisabilillah itulah syahid, yang mati kerana thaun (sejenis penyakit lepra)
maka dia syahid, dan siapa yang mati kerana sakit perut dia syahid." (Hadis
Riwayat Muslim(3539).
D. GHANIMAH ()الغنيمة
1. Pengertian Ghanimah
Ada beberapa lafazh yang digunakan untuk menyebutkan istilah
ghanimah yaitu maghnam (,)المغنم ghanim (,)الغنيم dan ghunmu (.)الغنم Bentuk jama’
10. 10
dari ghanimah adalah ghanaim (,)غنائم sedangkan maghnam bentuk jama’nya
adalah maghanim (.)مغانم Adapun maknanya secara bahasa adalah al-
fauzu/(الفوزkemenangan). Ghanimah juga bermakna fai, keuntungan ( الربح ) dan
kelebihan (.)الفضل
Adapun defenisi ghanimah secara istilah adalah harta musuh yang
diambil dengan cara paksaan dan melalui peperangan. Ulama Hanafiyah
menjelaskan bahwa pengambilan dengan cara paksaan tidak terjadi kecuali
dengan kekuatan, baik secara hakiki atau dengan dalalah, artinya izin dari Imam.
Sedangkan ulama Syafi’iyah mendefenisikan ghanimah yaitu harta yang diambil
oleh kaum muslimin dari orang kafir dengan menunggang kuda dan unta. Ar-
Rafi’i mengatakan bahwa dalam kitab At-Tahzib disebutkan bahwa sama saja
apakah harta itu diambil dengan cara paksa atau karena mereka kalah dan
meninggalkan hartanya.6
2. Landasan Hukum
Ghanimah adalah salah satu dari keutamaan yang diberikan oleh Allah
kepada Rasulullah atas umat-umat yang lain. Nabi SAW bersabda,
ُضْمرألا م
ِِل ْتملِعُجمو ، ٍرْهمش مةمريِسمم ِبْعُّلرِاب ُتْرِصُن ىِلْبمق ٌدممحأ َّنُهمطْعُي ْمَل اًسْمَخ ُيتِطُْعأ
امُُّّيمأمف ، اًورُهمطمو اًدِجْسممَّلِمَت ْمَلمو ُ
ِاِنمغممْلا م
ِِل ْتَّلُِحأمو ، ِلمصُيْلمف ُةمالَّالص ُهْتمكمرْمدأ ِِتَُّمأ ْنِم ٍلُجمر
َِّاسنال مِلِإ ُتْثِعُبمو ، ًةَّاصمخ ِهِمْومق مِلِإ ُثمعْبُي َُِّّىبنال منامكمو ، مةماعمفَّالش ُيتِطُْعأمو ، ىِلْبمق ٍدممحأل
ًةَّاممع)البخاري اهو(ر
Artinya: “Aku telah diberikan lima hal yang tidak diberikan kepada
seorang pun sebelumku, aku dimenangkan dengan perasaan takut (dalam diri
musuh) sejauh satu bulan perjalanan, bumi dijadikan bagiku masjid dan suci
maka siapapun yang mendapati waktu sholat maka hendaklah ia sholat,
ghanimah dihalalkan bagiku dan tidak dihalalkan bagi seorangpun sebelumku,
6 Ibnu Al-‘Araby, Ahkam Al-Qur’an, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 2003), Cet. III,
Juz. II, hlm. 377.
11. 11
aku diberikan syafaat, Nabi hanya diutus pada kaumnya saja, sedangkan aku
diutus untuk seluruh manusia”. (HR. Bukhari)[14]
Pada awalnya, pembagian ghanimah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.
Kemudian turunlah firman Allah SWT yang menjelaskan tentang ketentuan dalam
pembagian ghanimah tersebut,
مغ امََّّنمأ اوُمملْاعموٰىماممتميْلامو ٰمَبْرُقْلا يِذِلمو ِولُسَّلرِلمو ُهمسَُُخ َِِّّلِل َّمنأمف ٍءْيمش نِم مُتْمِن
:(األنفال ِيلِبَّالس ِنْابمو ِنيِاكمسممْلامو41)
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh
sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul,
kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil”. (QS. Al-
Anfal: 41)
Dalam ayat ini telah ditetapkan bahwa yang dibagikan kepada pasukan
hanyalah 4/5 dari harta ghanimah, adapun sisanya (1/5) untuk selain mereka
sebagaimana dalam ayat di atas. Ghanimah pertama yang dikenakan ketentuan
menarik seperlima oleh Rasulullah SAW setelah perang Badr adalah ghanimah
perang Bani Qainuqa’.
E. Kafir
1. Pengertian Kafir.
Kāfir (bahasa Arab: كافر kāfir; plural اركف kuffār) dalam syariat Islam adalah
diartikan sebagai "orang yang tidak percaya" atau "orang yang sangsi". Istilah ini
mengacu kepada orang yang menolak Allah SWT, atau orang yang bersembunyi,
menolak atau menutup dari kebenaran akan agama Islam. Perbuatan menyatakan
seseorang kafir disebut takfir. Dalam terminologi kultural kata ini digunakan
dalam agama Islam untuk merujuk kepada orang-orang yang mengingkari nikmat
Allah SWT (sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang bersyukur).
Kafir berasal dari kata kufur yang berarti ingkar, menolak atau menutup.
Jadi menurut syariat Islam, manusia kafir yaitu: mengingkari Allah SWT sebagai
satu-satunya yang berhak disembah dan mengingkari Rasul Muhammad SAW
sebagai utusan-Nya.
12. 12
Dalam etimologi kata kafir memiliki akar kata K-F-R yang berasal dari
kata kufuryang berarti menutup. Pada zaman sebelum datangnya Agama Islam,
istilah tersebut digunakan untuk para petani yang sedang menanam benih di
ladang, kemudian menutup (mengubur) dengan tanah. Sehingga kalimat kāfir bisa
dimplikasikan menjadi "seseorang yang bersembunyi atau menutup diri". Dengan
demikian kata kafir mengisyaratkan arti seseorang yang bersembunyi atau
menutup diri.7
Jadi menurut syariat Islam, manusia kafir yaitu: seorang yang mengingkari
Allah SWT sebagai satu-satunya yang berhak disembah dan mengingkari Rasul
Muhammad sebagai utusan-Nya.
Toshihiko izutsu dalam bukunya konsep kepercayaan dalam teologi islam
‘analisis semantik iman dan islam’ memperkenalkan konsep kafir yang penting
yaitu kafir ni’mah dan kafir din, pembagian konsep ini berpegang pada makna
kufur yang memiliki makna ganda yang memainkan makna penting dalam al-
qur’an. Kafir ni’mah berarti manusia tidak berterima kasih atau tidak bersyukur
atas karunia yang diterimanya yang merupakan makna kata asal dari kufur.
Sedangkan kafir din (agama) memiliki cakupan yang lebih serius dibanding
dengan kafir ni’mah, yaitu dengan mendustakan agama dengan tidak
mempercayai Allah SWT dan ajaran yang disampaikan kepada Rasul-Nya.
Macam-Macam Bentuk Kekafiran.
Secara garis besar penggolongan kafir dibagi kedalam dua kelompok besar
yaitu kelompok kafir harbi dan kafir zimmi. Kafir harbi merupakan bentuk
kekariran yang oleh Rasulullah dibolehkan untuk di alirkan darahnya, hal ini
karena kafir harbi mengingkari adannya Allah SWT dan Rasul-Nya dan mereka
juga tidak tunduk dan patuh terhadap pemerintahan yang ada dimana mereka
tinggal bahkan mereka suka memerangi orang-orang muslim. Didalam kehidupan
sehari-hari kafir mempunyai berbagai bentuk yang muncul dalam persoalan yang
menyimpang dari ketauhidan yaitu:
1. Kafir ingkar.
7 Wizarah Juz. VII, op.cit, hlm. 19
13. 13
Merupakan orang yang mengingkari kebenaran ajaran al-Qur’an, baik hal
itu disadari sebagai suatu kebenaran atau belum disadarinya, sebagaiman firman
Allah SWT dalam al qur’an surat al kahfi ayat 11:
Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
Yang Maha Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
2. Kafir inad.
Merupakan orang yang tidak mau menerima kebenaran, walaupun ia
menyadari bahwa itu adalah kebenaran.
3. Kafir juhud.
Merupakan orang yang mengingkari kebenaran, sedangkan ia tahu bahwa
itu adalah benar. Seperti yang ada di dalam Al-Qur’an, yakni :
..maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui,
mereka lalu ingkar (kafaru) kepadanya. (Al-Baqarah ayat 89)
4. Kafir nifaq.
Merupakan orang yang pura-pura menampakkan kebaikan, tetapi di dalam
hatinya berisi kejahatan. Secara lahiriyah nampak Islam, tetapi hakikat isi hatinya
mengingkari kebenaran ajaran Islam.
5. Kafir harbi.
Kata harbi berlaku dalam hukum perang. Hal ini terjadi jika pihak musuh
orang kafir yang dihadapinya belum menyerahkan diri atau belum mau menerima
perdamaian atau perjanjian dengan kaum muslimin.
6. Kafir zimmi.
Kata zimmi yaitu tanggungan kaum muslimin. Hal ini berlaku dalam
wilayah yang dikuasai oleh perdamaian atau perjanjian yang diberikan oleh kaum
muslimin.
6. Kafir At-Tauhid.
Orang yang menolak adanya tauhid, yaitu tak percaya bahwa Tuhan itu
satu. Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri
14. 14
peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. (Al-
Baqarah ayat 6)
7. Kafir Al-Ni’mah.
Orang yang mengingkari nikmat Allah SWT atau tak bersyukur kepada
Allah SWT. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula)
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku (la takfurun). (Al-Baqarah ayat 152)8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian jihad yang selama ini hanya disempitkan menjadi kekerasan
dan peperangan ternyata hanya sebagian dari varian jihad menurut pembahasan
saya dalam makalah ini. Jihad merupakan usaha mencurahkan seluruh tenaga,
hati, fikiran bahkan harta demi menuju pada sikap yang lebih baik dan mendapat
rahmat juga ridla Allah. (Qardhawi, 2010)
Kemudian diperkuat kembali dengan adanya macam jihad menurut
pendapat ulama khususnya Ibnu Qayyim, yaitu jihad melawan hawa nafsu, jihad
melawan setan, jihad memerangi kaum kafir dan munafik dan jihad melawan
kedzaliman dan kefasikan yang masing-masing jihad tersebut memiliki tingkatan
8 Ibnu Manzhur, Lisan Al-‘Arab, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 2005), Cet. I, Juz.
VI, hlm. 736.
15. 15
yang berbeda-beda. Jadi, ada beberapa tahapan menurut saya untuk dapat
dikatakan benar bahwa jihad dengan cara berperang itu diperbolehkan. Jihad
adalah usaha defensif atau merupakan tameng agar Islam tetap terlihat tangguh
dari segala aspek, baik intelektualitas, keyakinan bahkan lahiriyah (kekuatan
fisik).
B. Saran
Dalam memahami nilai-nilai keagamaan, mestinya seseorang tidak harus
terburu-buru berkesimpulan. Hal itu akan menyebabkan pemahaman yang parsial
atau sebagian yang dipahami, sedang sebagian lainnya terlupakan atau tak
terjamah. Maka sikap pertama ketika mengenal satu wacana ialah rasa ingin tahu
untuk mempelajarinya. Dengan demikian sesuatu yang belum didapat akan
menjadi pelengkap pengetahuan sebelumnya.
Dan perjuangan yang mengatasnamakan agama pada intinya hanya sebagai
tragedi pencatutan nama Tuhan untuk meraih kepentingan-kepentingan politik
atau lainnya, jika perjuangan tersebut tidak dibalut dengan rasa kasih-sayang
untuk seluruh alam semesta demi mendapatkan rahmat Allah dan mencapai ridha-
Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Abul, M. A., Hasan, A.-B., & Sayyid, Q. (1984). JIHAD (Perang Suci). Bandung:
Risalah.
Aly, M. (2005). Fiqh Realitas. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Luthfi, A., Ulil, A. A., Nong, M. D., Novriantoni, K., Saidiman, A., & Evi
Rahmawati. (2015, Desember Senin). Abaout Us: ISLAM Lib. Dipetik
Desember Selasa, 2015, dari ISLAM Lib Web site:
http://islamlib.com/gagasan/jihad-kebebasan-dan-pendidikan/
Mansur, S. (1982). JIHAD. Jakarta: Panji Masyarakat.
Qardhawi, Y. (2010). Fiqih Jihad. Bandung: Mizan.
16. 16
Majamma’ Al-Lughah Al-‘Arabiyah Al-Idarah Al-‘Ammah li Al-Mu’jamat wa
Ihya’ At-Turats Negara Mesir, Al-Mu’jam Al-Washith, Mesir: Maktabah
Asy-Syuruq Ad-Dauliyah, 2004.
Tengku muhammad habsi, ash shidiegh/ihya ulumuddin, semarang: PT pustaka
riski putra.2003.
Nazih Hammad, Mu’jam Al-Mushthalahat Al-Iqtishodiyah fi Lughah Al-Fuqaha’,
Riyadh: Ad-Dar Al-‘Alamiyah li Al-Kitab Al-Islamy, 1995
Hassan saleh, kajian fiqih & fiqih kontemporer, Jakarta: IT raja grafindo persada,
2004.
Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu’un Al-Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah,
Kuwait: Dzat As-Salasil, 1986.
Ibnu Al-‘Araby, Ahkam Al-Qur’an, Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 2003.
Ibnu Manzhur, Lisan Al-‘Arab, Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 2005.