SlideShare a Scribd company logo
1 of 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara umum, pendidikan merupakan proses kegiatan yang ditujukan untuk
mempengaruhi manusia secara pribadi maupun kelompok supaya berkemampuan
mengadakan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses tersebut dilaksanakan
secara sistematis, terorganisir dan terencana, serta senantiasa diawasi, dinilai, dan
dikembangkan secara terus-menerus.
Pendidikan ialah mempersiapkan dan menumbuhkan anak didik atau individu
manusia yang prosesnya berlangsung secara terus menerus sejak ia lahir sampai
meninggal dunia. Yang dipersiapkan dan ditumbuhkan itu meliputi aspek jasmani, akal,
dan rohani sebagai suatu kesatuan tanpa mengenyampingkan salah satu aspek dan
melebihkan aspek lain, yang diarahkan agar ia menjadi manusia yang berdayaguna dan
berhasil guna bagi dirinya dan bagi umatnya, serta dapat memperoleh suatu kehidupan
yang sempurna (Ilyas, 1995 : 23-24).
Pada tataran negara atau nasional, pendidikan diselenggarakan berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pendidikan Nasional diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran, mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung
bagi segenap warga masyarakat dan dengan memberdayakan semua komponen
2
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (UUSPN No. 20 Tahun 2003, Bab II Pasal 3).
Sebagai upaya mencapai terlaksananya fungsi dan tujuan di atas, maka perlu
diselenggarakannya proses pendidikan yang pengelolaannya bisa dilakukan oleh
pemerintah, keluarga, dan masyarakat.Daradjat, dkk. (1992 : 34) mengatakan:
Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan dengan kewajiban mendidik. Secara
umum mendidik adalah membantu anak didik di dalam perkembangan dari daya-
dayanya dan di dalam penetapan nilai-nilai. Bantuan atau bimbingan itu dilakukan
dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan yang
terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Proses pendidikan dengan kewajiban mendidik seperti tersebut di atas, secara
konkritnya berupa diadakannya suatu jalur pendidikan, baik formal, informal maupun
nonformal. Jalur pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi. Jalur pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan,
sedangkan jalur pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab I Pasal 1 Ayat 11, 12, 13, dan Bab
VI Pasal 13 ayat 1).
3
Salah satu bagian dari jalur formal yang peranan dan kedudukannya sangat
penting dalam mencapai tujuan pendidikan adalah sekolah. Saat ini sekolah telah
menjadi lembaga yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama
karena masyarakat mempunyai keterbatasan, baik dari segi waktu, tenaga, ilmu, maupun
kesempatan dalam mendidik. Sekolah telah menjadi aset penting dan berharga dalam
mencetak generasi muda harapan bangsa. Melalui sekolah anak belajar membaca,
menulis, berhitung, belajar berinteraksi, belajar memahami orang lain, belajar
bersosialisasi, belajar mengalami miniatur kehidupan masyarakat, dan tentu mendapat
ilmu pengetahuan yang luas.
Berdasarkan jenjangnya, sebagai bagian dari pendidikan formal, sekolah terdiri
dari jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Jenjang pendidikan dasar
berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs),
atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan jenjang pendidikan menengah berbentuk
Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Adapun jenjang pendidikan tinggi adalah perguruan tinggi, dapat berbentuk akademi,
politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas (UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab VI
Pasal 13, 14, 17, 18, 20).
Dari jalur formal, maka sekolah merupakan jalur yang pada saat ini sangat
diperlukan keberadaannya, dan diharapkan mampu membawa individu ke arah
pencapaian cita-citanya. Di sekolah, salah satu bentuk nyata proses pendidikannya
4
adalah berupa proses belajar mengajar, yang menurut Syah (2006 : 237) pengertiannya
adalah:
Sebuah kegiatan yang integral (utuh terpadu) antara peserta didik sebagai pelajar
yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar. Dalam
kesatuan kegiatan ini terjadi interaksi resiprokal, yakni hubungan antara guru
dengan para peserta didik dalam situasi instruksional, yaitu suasana yang bersifat
pengajaran.
Kutipan di atas diperkuat pula oleh pernyataan Djamarah dan Zain (2006 : 1)
bahwa:
Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif
mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang
bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu telah dirumuskan sebelum pembelajaran dilakukan.
Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan
memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.
Dari kedua kutipan tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ternyata
dalam proses belajar mengajar pasti melibatkan dua komponen penting, yakni pendidik
(guru) dan peserta didik (peserta didik).
Khusus berkaitan dengan guru, guru sebagai pendidik ataupun pengajar
merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan. Itulah sebabnya setiap
pembicaraan mengenai pembaruan kurikulum, pengadaan alat-alat belajar sampai pada
kriteria sumber daya manusia yang dihasilkan oleh usaha pendidikan, selalu bermuara
pada guru. Hal ini menunjukkan betapa signifikan (berarti penting) posisi guru dalam
dunia pendidikan (Syah, 2006 : 223).
Tugas guru adalah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh
potensi anak didik, baik potensi psikomotor, kognitif, maupun potensi afektif. Mendidik
adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar,
5
sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh,
membiasakan, dan lain-lain. Dalam pendidikan di sekolah, tugas guru sebagian besar
adalah mendidik dengan cara mengajar (Tafsir, 1992 : 74). Hal ini sesuai dengan arti
guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud RI, 1995: 250) sebagai orang
yang pekerjaannya mengajar.
Dikarenakan peran dan fungsi guru sangat penting, maka guru harus memiliki
berbagai kemampuan, salah satunya adalah kemampuan dalam menerapkan model
pembelajaran yang tepat ketika proses pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran
memiliki banyak sekali jenis dan macamnya, hal ini perlu disesuaikan dengan situasi
dan kondisi kegiatan pembelajaran yang tepat bagi peserta didik dan tentunya juga
disesuaikan dengan jenjang atau tingkatan pendidikan agar menunjang keberhasilan
belajar peserta didik.
Penggunaan model pembelajaran yang tepat sering tidak terpikirkan oleh guru,
kebanyakan guru lebih sering menggunakan model pembelajaran yang monoton yang
berpusat pada guru, guru dianggap sebagai sumber belajar yang paling benar. Proses
pembelajaran yang terjadi memposisikan peserta didik sebagai pendengar ceramah guru,
sementara peserta didik mencatatnya pada buku catatan, akibatnya proses belajar
mengajar cenderung membosankan dan menjadikan peserta didik tidak aktif selama
proses pembelajaran berlangsung. Hal ini akan sangat berpengaruh pada prestasi belajar
yang didapat oleh peserta didik. Kesan yang selama ini terjadi bahwa peserta didik
sering menjadi objek yang dipersalahkan ketika tidak mampu menyerap materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru. Sehingga berbagai predikat pun kadang
diberikan kepada peserta didik, misalnya pemalas, tidak memperhatikan penjelasan
6
guru, nakal, bodoh dan lain-lain. Padahal boleh jadi penyebeb ketidakmampuan peserta
didik dalam menyerap materi pelajaran yang diberikan bermula dari proses
pembelajaran yang tidak menarik dan cenderung membosankan, sebagai akibatnya
peserta didik menjadi malas dan tidak tertarik terhadap materi pelajaran yang
disampaikan.
Beranjak dari permasalahan diatas, sudah saatnya guru untuk mengubah
paradigma mengajar yang masih bersifat teacher-centre menjadi student-centre yang
menyenangkan. Sikap peserta didik yang pasif selama proses pembelajaran ternyata
tidak hanya terjadi pada mata pelajaran tertentu saja, akan tetapi hampir pada semua
mata pelajaran, termasuk pada mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), di
sekolah yang menjadi tempat penelitian penulis yaitu SDN III Gunungcupu Kecamatan
Sindangkasih Kabupaten Ciamis. Pembelajaran IPA masih menunjukan sejumlah
kelemahan diantaranya yaitu pada saat proses pembelajaran berlangsung, peserta didik
tidak ikut aktif dan hanya mencatat apa yang disampaikan guru. Prestasi belajar peserta
didik di sekolah tersebut kurang memuaskan. Perolehan nilai mata pelajaran IPA dari
peserta didik yang berjumlah 50 orang, baru 21 orang yang mencapai nilai 70 ke atas
KKM sebesar 70.
Dalam rangka merubah atau meningkatkan prestasi belajar peserta didik yang
rendah itu, maka akan dicoba menerapkan dua model pembelajaran yaitu model
pembelajaran concept attainment dan problem based learning. Dari kedua model
pembelajarn tersebut akan dilihat model pembelajaran mana yang tepat bagi mata
pelajaran IPA di kelas V SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten
Ciamis.
7
Dari latar belakang permasalahan tersebut diatas maka dalam penelitian ini
penulis mengambil judul “ PERBANDINGAN PRESTASI BELAJAR PESERTA
DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
CONCEPT ATTAINMENT DENGAN PROBLEM BASED LEARNING ”
(Penelitian pada mata pelajaran IPA materi Alat Pernapasan Ikan di Kelas V SDN
III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran
2012/2013).
B. Rumusan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini berkenaan dengan penerapan model
pembelajaran concept attainment dan problem based learning pada mata pelajaran IPA
di kelas V SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana prestasi belajar peserta didik kelas V pada mata pelajaran IPA
melalui penggunaan model pembelajaran concept attainment di SDN III
Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis?
2. Bagaimana prestasi belajar peserta didik kelas V pada mata pelajaran IPA
melalui penggunaan model pembelajaran problem based learning di SDN III
Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis ?
3. Bagaimana perbedaan prestasi belajar peserta didik antara yang melalui
penggunaan model pembelajaran concept attainment dengan problem based
learning?
8
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Prestasi belajar peserta didik kelas V pada mata pelajaran IPA SDN III
Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis melalui penggunaan
model pembelajaran concept attainment.
2. Prestasi belajar peserta didik kelas V pada mata pelajaran IPA SDN III
Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis melalui penggunaan
model pembelajaran problem based learning.
3. Persamaan dan perbedaan prestasi belajar peserta didik antara yang melalui
penggunaan model pembelajaran concept attainment dengan problem based
learning.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan banyak manfaat bagi dunia
pendidikan, khususnya dalam proses kegiatan belajar mengajar agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
2. Manfaat Praktis
1. Bagi peserta didik
a. Meningkatkan aktifitas peserta didik dalam proses pembelajaran
b. Meningkatkan prestasi belajar peserta didik
9
2. Bagi Guru
a. Mendapatkan pengalaman dan wawasan tentang model pembelajaran
concept attainment dan problem based learning.
b. Mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran concept attainment
dan problem based learning. terhadap prestasi belajar peserta didik dalam
mata pelajaran IPA.
3. Bagi Sekolah
a. Dapat memberi motivasi terhadap guru-guru lain dalam hal peningkatan
proses pembelajaran.
b. Meningkatkan kompetensi guru yang berdampak positif terhadap kemajuan
sekolah.
c. Meningkatkan kinerja guru.
10
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas RI, 2000 : 515), kata
prestasi berarti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Dengan demikian
prestasi belajar adalah hasil optimal yang dicapai oleh peserta didik secara sadar setelah
ia melakukan serangkaian kegiatan belajar. Keberhasilan tersebut mencakup
keberhasilan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Benyamin S. Bloom, seperti
yang dikutip Maolani (2008 : 66-70), menguraikan tentang aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor sebagai berikut:
1. Kognitif (Cognitive)
Domain kognitif berkenaan dengan perilaku yang berhubungan dengan berpikir,
mengetahui dan pemecahan masalah. Domain ini memiliki enam tingkatan, dari yang
sederhana sampai yang kompleks. Keenam tingkatan tersebut adalah:
a. Pengetahuan (Knowledge): berhubungan dengan mengingat kepada bahan yang
sudah dipelajari sebelumnya. Dengan istilah lain pengetahuan juga disebut recall
(pengingatan kembali). Pengetahuan dapat menyangkut bahan yang luas maupun
sempit, seperti fakta (sempit) atau teori (luas). Namun apa yang diketahui hanya
sekedar informasi yang dapat diingat saja. Oleh karena itu tingkatan domain
kognitif pengetahuan adalah rendah. Contoh kata kerja operasionalnya:
11
menyebutkan, menunjukkan, mengidentifikasi, menjodohkan, memilih,
menyatakan, mendefinisikan.
b. Pemahaman (Comprehension): Pemahaman adalah kemampuan memahami arti
suatu bahan pelajaran, seperti menafsirkan, menjelaskan atau menerangkan suatu
pengertian. Kemampuan ini lebih tinggi daripada pengetahuan. Contoh kata kerja
operasionalnya: menjelaskan, menguraikan, merumuskan, merangkum, mengubah,
menyadur, mermalkan, menyimpulkan, memperkirkan, menggantikan, menarik
kesimpulan.
c. Penerapan (Aplication): Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau
menafsirkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi
yang konkrit. Seperti menerapkan suatu dalil, metode, konsep, prinsip, atau teori.
Kemampuan ini lebih tinggi daripada pemahaman. Contoh kata kerja
operasionalnya: mendemonstrasikan, menghitung, menghubungkan,
menghasilkan, melangkapi, menyediakan, menemukan.
d. Analisis (Analysis): Kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam
komponen atau bagian-bagian, sehingga susunannya dapat dimengerti.
Kemampuan ini meliputi mengenal bagian-bagian, hubungan antar bagian serta
prinsip yang digunakan dalam organisasinya. Contoh kata kerja operasionalnya:
memisahkan, menerima, menyisihkan, menghubungkan, membandingkan,
mempertentangkan, membagi, membuat diagram, menunjukkan hubungan.
e. Sintesis (Synthesis): kemampuan menghimpun bagian ke dalam suatu
keseluruhan. Seperti merumuskan tema rencana atau melihat hubungan abstrak
dari berbagai informasi/fakta. Kemampuan ini semacam kemampuan merumuskan
12
suatu pola atau struktur baru berdasarkan kepada berbagai informasi atau fakta.
Contoh kata kerja operasionalnya: mengkategorikan, mengkombinasikan,
mengarang, menciptakan, mendesain, mengatur, menyusun kembali,
menyimpulkan, merancang, membuat pola.
f. Evaluasi (Evaluation): Kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu
berdasarkan pada maksud atau kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dapat
bersifat internal (seperti organisasinya) atau eksternal (relevansinya untuk maksud
tertentu). Contoh kata kerja operasionalnya: memperbandingkan, mengkritik,
mengevaluasi, membuktikan, menafsirkan, membahas, manksir, membedakan,
melukiskan.
2. Afektif (Affective)
Domain ini berkaitan dengan sikap, rasa, nilai-nilai, interes (minat), apresiasi,
dan penyesuaian perasaan sosial. Domain ini mempunyai lima tingkatan:
a. Penerimaan (Receiving): Keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau
rangsangan tertentu. Hal ini menyangkut kegiatan: mendengar dengan penuh
perhatian, menunjukkan kesadaran pentingnya belajar, menunjukkan kepekaan
terhadap kebutuhan manusia dan masalah sosial, menerima perbedaan ras dan
budaya, meperhatikan dengan sungguh-sungguh kegiatan di kelas. Contoh kata
kerja operasionalnya: menanyakan, memilih, menjawab, melanjutkan, memberi,
menyatakan, menempatkan.
b. Menanggapi (Responding): Menunjukkan kepada partisipasi aktif dalam kegiatan
tertentu, seperti menyelesaikan pekerjaan rumah (PR), mentaati peraturan,
mengikuti diskusi kelas, menyelesaikan pekerjaan di laboratorium, tugas khusus,
13
atau menolong orang lain. Contoh kata kerja operasionalnya: melaksanakan,
membantu, menawarkan diri, menyambut, menolong, mendatangi, melaporkan,
menyumbangkan, menyesuaikan diri, menyatakan persetujuan, mempraktikkan.
c. Berkeyakinan (Valuing): Penerimaan nilai tertentu pada diri individu, seperti
menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi terhadap sesuatu, sikap
ilmiah atau kesungguhan kerja (komitmen) untuk melakukan sesuatu peningkatan
kehidupan sosial. Contoh kata kerja operasionalnya: menunjukkan, menyatakan
pendapat, memilih, membela, membenarkan, menolak, mengajak.
d. Pengorganisasian (Organizing): Penerimaan terhadap berbagai nilai yang berbeda-
beda berdasarkan pada suatu system nilai tertentu yang lebih tinggi, seperti
menyadari pentingnya keselarasan antara hak dan tanggung jawab, bertanggung
jawab terhadap perbuatan yang dilakukan, memahami dan menerima kelebihan
dan kekurangan diri sendiri, atau menyadari peranan perencanaan dalam
pemecahan masalah. Contoh kata kerja operasionalnya: merumuskan,
mengintegrasikan, menghubngkan, mengaitkan, menyusun, mengubah,
melengkapi, menyempurnakan, menyamakan, mempertahankan, memodifikasi.
e. Karakterisasi (Characterization): Pada taraf ini individu sudah memiliki sistem
nilai yang selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai tertentu,
seperti bersikap obyektif terhadap segala hal. Pada tingkat ini proses internalisasi
nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah
tertanam secara konsisten pada sistemnya di dalam dirinya, telah efektif
mengontrol tingkah laku pemiliknya dan mempengaruhi emosinya. Pandangan
hidupnya berupa keyakinan pada diri sendiri yang mampu menghasilkan kesatuan
14
dan konsistensi dalam berbagai aspek kehidupan. Sikap batin peserta didik telah
benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Contoh
kata kerja operasionalnya: bertindak, memperlihatkan, melayani, membuktikan,
mempertimbangkan, mempersoalkan.
3. Psikomotor (Psychomotor)
Domain ini berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual dan
motorik. Meliputi:
a. Persepsi (Perception): Berkenaan dengan penggunaan indera dalam melakukan
kegiatan, seperti mengenal kerusakan mesin dari suaranya yang sumbang atau
menghubungkan suara musik dengan tarian tertentu. Contoh kata kerja
operasionalnya: memilih, membedakan, mempersiapkan, menunjukkan,
mengidentifikasi, menghubungkan.
b. Kesiapan melakukan sesuatu (Set): Berkenaan dengan kesiapan untuk melakukan
suatu kegiatan tertentu, termasuk di dalamnya mental set (kesiapan mental),
physical set (kesiapan fisik) atau emosional set (kesiapan emosi) untuk melakukan
suatu tindakan. Contoh kata kerja operasionalnya: memulai, bereaksi,
memprakarsai, menanggapi, mempertunjukkan.
c. Mekanisme (Mechanism): berkenaan dengan penampilan respons yang sudah
dipelajari dan sudah menjadi kebiasaan, sehingga gerakan yang ditampilkan
menunjukkan kepada suatu kemahiran, seperti menulis halus, menari, mengatur
laboratorium. Contoh kata kerja operasionalnya: mengoperasikan, membangun,
memasang, membongkar, memperbaiki, mengerjakan, menyusun, menggunakan.
15
d. Respons terbimbing (Guided Respons): Seperti peniruan (imitasi), yakni
mengikuti, mengulangi perbuatan yang diperintahkan/ditunjukkan oleh orang lain,
atau trial and error (coba-coba). Contoh kata kerja operasionalnya:
mempraktikkan, memainkan, mengerjakan, membuat, mencoba, memasang,
membongkar.
e. Kemahiran (Complex Overt Respons): Berkenaan dengan penampilan gerakan
motorik dengan keterampilan penuh. Kemahiran yang dipertunjukkan biasanya
cepat, dengan hasil yang baik namun menggunakan sedikit tenaga, seperti
keterampilan dalam menyetir (mengendarai mobil). Contoh kata kerja
operasionalnya: merakit, membuat, menyusun.
f. Adaptasi (Adaptation): Berkenaan dengan keterampilan yang sudah berkembang
pada diri individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pola
gerakannya sesuai dengan situasi tertentu, seperti kita lihat pada orang bermain
tenis, pola-pola gerakan disesuaikan dengan kebutuhan mematahkan serangan
lawan. Contoh kata kerja operasionalnya: memodifikasikan, mengkombinasikan.
g. Originasi (Origination): Menunjukkan kepada penciptaan pola gerakan baru
untuk disesuaikan dengan situasi atau masalah tertentu. Biasanya hal ini dapat
dilakukan oleh orang yang sudah mempunyai keterampilan tinggi, seperti
menciptakan tarian, komposisi musik atau mode pakaian.
16
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik tidak ada
bedanya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik. Menurut
Rostiyah (1989 : 30), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan
sebagai berikut:
1. Faktor internal, yaitu faktor yang menyangkut seluruh diri pribadi, termasuk
fisik maupun mental atau psikofisiknya yang ikut menentukan berhasil tidaknya
seseorang dalam belajar.
2. Faktor eksternal, adalah faktor yang bersumber dari luar individu yang
bersangkutan, misalnya ruang belajar yang tidak memenuhi syarat, alat-alat
pengajaran yang tidak memadai dan lingkungan sosial maupun lingkungan
alamiahnya.
Sementara Slameto (1980 : 56-74), mengklasifikasikan faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar sebagai berikut:
1. Faktor intern
Dalam faktor intern ini terbagi atas tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor
psikologi dan faktor kelelahan. Lalu faktor jasmaniah meliputi: faktor
kesehatan, cacat tubuh. Faktor psikologi meliputi: intelegensi, perhatian,
minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Sedang faktor kelelahan
meliputi: kelelahan jasmani dan rohani.
2. Faktor ekstern
Dalam faktor ekstern ini terbagi atas tiga, yaitu: faktor keluarga, faktor
sekolah dan faktor masyarakat. Dalam faktor keluarga yang mempengaruhi
17
yaitu: Cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana
rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga. Kemudian faktor sekolah
meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan peserta didik,
relasi peserta didik dengan peserta didik disiplin sekolah, pelajaran dan
waktu sekolah, standar pengajaran, keadaan gedung, metode belajar dan
tugas rumah. Sedang faktor masyarakat yang mempengaruhinya adalah
kegiatan peserta didik dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan
bentuk kehidupan masyarakat.
Selanjutnya Purwanto (1997 : 101-102), mengemukakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar itu dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri, yang kita sebut dengan
faktor individual, dan
2. Faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial. Yang termasuk
ke dalam faktor individual: kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan
faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial yaitu: keluarga atau
keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan
dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan
motivasi sosial.
Pendapat yang lebih luas dikemukakan oleh Syah (2006 : 132). Menurutnya,
secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik ada tiga macam,
yaitu:
1. Faktor Internal (faktor dari dalam peserta didik), yakni keadaan/kondisi jasmani
dan rohani peserta didik.
18
2. Faktor Eksternal (faktor dari luar peserta didik), yakni kondisi lingkungan di
sekitar peserta didik.
3. Faktor Pendekatan Belajar (Approach to Learning), yakni jenis upaya belajar
peserta didik yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik
untuk melakukan kegiatan pembelajaran.
1. Faktor Internal Peserta didik
Faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik sendiri meliputi dua aspek,
yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis (yang bersifat
rohaniah).
a. Aspek Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat
kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan
intensitas peserta didik dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah,
apalgi jika disertai pusing-pusing kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah
cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.
Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, peserta didik dianjurkan
mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu peserta didik juga
dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal
secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting sebab perubahan pola makan-
minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan
semangat mental peserta didik itu sendiri.
Kondisi organ-organ khusus peserta didik seperti kesehatan indera pendengar
dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam
19
menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas. Daya
pendengaran dan penglihatan peserta didik yang rendah akan menyulitkan sensory
register dalam menyerap item-item informasi yang bersifat gema dan citra. Akibat
negatif selanjutnya adalah terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh sistem
memori peserta didik tersebut.
b. Aspek Psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi
kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran peserta didik. Namun di antara faktor-
faktor rohaniah peserta didik yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah:
1) tingkat kecerdasan/intelegensi peserta didik; 2) sikap peserta didik; 3) bakat peserta
didik; 4) minat peserta didik; 5) motivasi peserta didik.
Pertama, intelegensi. Intelegensi pada umumnya diartikan sebagai kemampuan
psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
melalui cara yang tepat. Intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja,
melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi memang harus diakui
bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia lebih menonjol
daripada peran-peran organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan menara pengontrol
hampir seluruh aktivitas manusia.
Tingkat kecerdasan peserta didik sangat berpengaruh terhadap pembelajaran.
Peserta didik yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi akan semakin memperbesar
peluangnya untuk meraih sukses dalam belajarnya. Sebaliknya, semakin rendah
kemampuan intelegensi peserta didik maka semakin kecil peluangnya untuk
memperoleh keberhasilan belajar.
20
Kedua, Sikap peserta didik. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap
terhadap obyek orang, benda, dan sebagainya, baik secara positif maupun negative.
Sikap peserta didik yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran merupakan
pertanda awal yang baik bagi proses pembelajaran. Sebaliknya, sikap peserta didik yang
negatif, apalagi diiringi dengan kebencian kepada guru dan mata pelajaran akan dapat
menimbulkan kesulitan belajar peserta didik tersebut.
Ketiga, bakat peserta didik. Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan padsa masa yang akan datang. Dalam
perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai kemampuan individu
untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan
latihan. Seorang peserta didik yang berbakat dalam bidang elektro misalnya, akan jauh
lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang berhubungan
dengan bidang tersebut dibanding peserta didik lainnya.
Keempat, minat peserta didik. Minat (interest) berarti kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Seorang peserta
didik yang menaruh minat besar terhadap matematika misalnya, maka ia akan
memusatkan perhatian yang intensif terhadap materi tersebut, sehingga memungkin
dirinya untuk belajar giat.
Kelima, motivasi peserta didik. Motivasi ialah keadaan internal organisme yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini motivasi berarti pemasok
daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi dibagi dua macam,
intrinsic dan ekstrinsik. Intrinsik adalah keadaaan yang berasal dari individu peserta
21
didik yang mendorongnya untuk belajar. Adapun ekstrinsik adalah keadaan yang datang
dari luar diri peserta didik yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar.
Kekurangan atau ketiadaan motivasi akan menyebabkan kurang bersemangatnya peserta
didik dalam melakukan proses pembelajaran, baik di sekolah maupun di rumah.
2. Faktor Eksternal Peserta didik
Faktor eksternal peserta didik terdiri dari dua macam, yaitu faktor lingkungan
sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
a. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-
teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang peserta didik. Para guru
yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri
teladan yang baik dan rajin khususnya dalam mengajar, dapat menjadi daya dorong
yang positif bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar.
Begitu juga lingkungan sosial peserta didik seperti masyarakat dan tetangga juga
teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan peserta didik tersebut. Kondisi
masyarakat di lingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak pengangguran
misalnya, akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar peserta didik. Paling tidak peserta
didik akan menemukan kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau
meminjam alat-alat belajar tertentu yang kebetulan belum dimilikinya.
Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah
orangtua dan keluarga peserta didik sendiri. Sifat-sifat orangtua, praktik pengelolaan
keluarga, ketegangan keluarga, dan sebagainya, semuanya dapat memberi dampak baik
atau buruk terhadap kegiatan belajar peserta didik.
22
b. Lingkungan nonsosial
Yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah
tempat tinggal keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan
waktu belajar yang digunakan peserta didik. Faktor-faktor ini dipandang turut
menentukan tingkat keberhasilan belajar peserta didik. Contoh: kondisi rumah yang
sempit dan berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tak memiliki sarana
umum untuk kegiatan, akan mendorong peserta didik untuk berkeliaran ke tempat-
tempat yang sebenarnya tak pantas dikunjungi. Kondisi rumah dan perkampungan
seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar peserta didik.
3. Faktor Pendekatan Belajar
Seperti dikemukakan di atas, bahwa pendekatan belajar (Approach to Learning),
yakni jenis upaya belajar peserta didik yang meliputi strategi dan metode yang
digunakan peserta didik untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Pendekatan ini sangat
berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan belajar peserta didik. Sebagai contoh, jika
peserta didik belajar dengan menggunakan pendekatan deep, maka ia akan belajar
dengan sungguh-sungguh dan memahami materi pelajaran secara mendalam. Beda
halnya dengan peserta didik yang menggunakan pendekatan surface, ia akan belajar asal
lulus saja, santai, berleha-leha, ia belajar hanya menjelang ulangan atau ujian saja, tidak
ada sedikitpun semangat untuk mendalam materi pelajaran dengan sungguh-sungguh.
4. Indikator Prestasi Belajar
Keberhasilan atau kegagalan dalam proses belajar mengajar merupakan sebuah
ukuran atas proses pembelajaran. Apabila merujuk pada rumusan operasional
23
keberhasilan belajar, maka belajar dikatakan berhasil apabila memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi,
baik secara individual maupun kelompok.
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran khusus telah dicapai oleh
peserta didik, baik secara individual maupun kelompok.
3. Terjadinya proses pemahaman dan penguasaan materi oleh peserta didik, baik
yang bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotor.
B. Model Pembelajaran Concept Attainment dan Problem Based Learning
1. Pengertian Model Pembelajaran Concept Attainment
Model pembelajaran concept attainment dibangun berkaitan dengan studi
berpikir peserta didik yang dilakukan oleh Bruner, Goodnow, dan Austin seperti yang
dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1). Model pembelajaran concept attainment ini
relatif berkaitan erat dengan model pembelajaran induktif. Baik model pembelajaran
concept attainment dan model pembelajaran induktif, keduanya didesain untuk
menganalisis konsep, mengembangkan konsep, pengajaran konsep dan untuk menolong
peserta didik menjadi lebih efektif dalam mempelajari konsep-konsep. Model
pembelajaran concept attainment merupakan integrasi yang efisien untuk
mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari suatu topik yang luas menjadi
topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap stadium perkembangan konsep. Model
pembelajaran concept attainment ini dapat memberikan suatu cara menyampaikan
24
konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih peserta didik menjadi lebih
efektif pada pengembangan konsep.
Joyce, B seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) menyatakan
bahwa, “Pembelajaran concept attainment mempertajam dasar keterampilan berpikir.”
Dari pernyataan Joyce tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran concept
attainment terkandung di dalamnya pengajaran berpikir peserta didik, karena di dalam
model pembelajaran concept attainment ada beberapa tahapan-tahapan yang musti
dilewati, seperti mengkatagorisasi, pembentukan konsep dengan memperhatikan
berbagai macam attribute-nya (seperti attribute essensial, attribute value, attribute
kritis, dan attribute variable).
Penggunaan model pembelajaran concept attainment diawali dengan pemberian
contoh-contoh aplikasi konsep yang akan diajarkan, kemudian dengan mengamati
contoh-contoh dan menurunkan definisi dari konsep-konsep tersebut. Hal yang paling
utama yang musti diperhatikan oleh seorang guru dalam penggunaan model
pembelajaran ini adalah pemilihan contoh yang tepat untuk konsep yang diajarkan, yaitu
contoh tentang hal-hal yang akrab dengan peserta didik. Pada prinsipnya, model
pembelajaran concept attainment adalah suatu strategi mengajar yang menggunakan
data untuk mengajarkan konsep kepada peserta didik, dimana guru mengawali
pengajaran dengan cara menyajikan data atau contoh, kemudian guru meminta kepada
peserta didik untuk mengamati data atau contoh tersebut. Atas dasar pengamatan ini
akan terbentuk abstraksi. Model pembelajaran concept attainment ini dapat membantu
peserta didik pada semua tingkatan usia dalam memahami tentang konsep dan latihan
pengujian hipothesis.
25
Bruner, Goodnow, dan Austin seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo
(2009 : 1) menyatakan bahwa, “pembelajaran concept attainment adalah mencari dan
mendaftar attribute-attribute yang dapat digunakan untuk menetapkan contoh-contoh
(exemplars) dan bukan contoh-contoh (non-Exemplars) dari berbagai katagori.”
Sedangkan pembentukan konsep (concept formation), merupakan dasar daripada model
pembelajaran induktif. Pembelajaran concept attainment membutuhkan keputusan yang
mendasar terhadap katagori-katagori yang akan dibangun, membutuhkan seorang
peserta didik agar mampu menggambarkan suatu atribut dari suatu katagori yang siap
dibentuk dalam otak peserta didik melalui pola membandingkan dan membedakan
contoh-contoh (disebut exemplars) yang di dalamnya terkandung karakteristik-
karakteristik (attribute) dari suatu konsep dengan contoh-contoh yang tidak
mengandung atribut.
Untuk melakukan pembelajaran dari model concept attainment, kita butuh 20
pasang peserta didik dan apabila konsepnya banyak dan lebih kompleks, tentunya butuh
banyak pasangan peserta didik. Proses pembelajaran concept attainment dimulai dengan
pertanyaan yang ditujukan kepada peserta didik untuk meneliti dengan cermat suatu
kalimat dan peserta didik memberikan perhatian yang serius terhadap kata-kata yang
telah digarisbawahi. Kemudian seorang guru mengintruksikan kepada peserta didiknya
untuk membandingkan dan mengkontraskan fungsi dari exemplar positif dan exemplar
negatif. Exemplar positif mengandung sesuatu aktivitas kerja yang sudah biasa
dilakukan oleh peserta didik dalam membuat kalimat. Exemplar negatif tidak
melakukan kerja yang berbeda.
26
Pembelajaran pencapaian konsep (concept attainment) banyak melibatkan
operasi mental peserta didik. Dalam hal ini metode ilmiah dibutuhkan untuk
mengidentifikasi operasi mental peserta didik, terutama untuk pencapaian konsep dalam
waktu singkat, meliputi analisis tingkah laku, observasi dan bertanya musti dilakukan
sebagai tugas dalam pembelajaran. Analisis tingkah laku didasarkan pada uji operasi
mental peserta didik. Peserta didik diinstruksikan untuk membuat catatan-catatan
tentang apa yang mereka percayai tentang exemplar yang sudah dimilikinya. Kemudian,
guru memberikan beberapa set exemplar dan bertanya pada mereka apakah mereka
masih memiliki ide yang sama. Jika tidak, guru bertanya apa yang sedang mereka
pikirkan? Guru meneruskan untuk mempresentasikan exemplar-exemplar sehingga
sebagian besar peserta didik memiliki suatu ide yang mereka pikir akan menahan
kecermatan penelitiannya. Pada saat itu, guru bertanya kepada salah satu peserta didik
untuk menggabungkan ide teman-temannya dan bagaimana cara teman-temannya dalam
menggabungkan ide-idenya.
Klausmeier, H.J. seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1)
menyatakan bahwa,
Bahwa ada empat tingkat pencapaian konsep. Tingkat-tingkat ini
muncul dalam urutan yang berbeda-beda. Orang sampai pada
pencapaian konsep tingkatan tertinggi dengan kecepatan yang
berbeda-beda, dan ada konsep-konsep yang tidak pernah tercapai
pada tingkat yang tertinggi. Konsep-konsep yang berbeda dipelajari
pada usia yang berbeda pula.
Berdasarkan teori perkembangan Piaget kita memahami bahwa anak-anak pada
usia dini baru dapat belajar konsep-konsep yang bersifat konkret, sedangkan konsep-
konsep yang lebih abstrak dapat dipelajari setelah usia dewasa atau setelah mencapai
27
tingkat operasional formal. Pembelajaran konsep memberikan suatu perubahan untuk
menganalisis proses berpikir peserta didik dan untuk membantu peserta didik
mengembangkan strategi belajar yang efektif. Pendekatan ini dapat melibatkan berbagai
macam derajat partisipan peserta didik dan kontrol peserta didik, serta material dari
berbagai kompleksitas.
Dalam pembelajaran concept attainment menggunakan istilah-istilah seperti
exemplar dan attribute, kedua istilah tersebut bertujuan untuk menguraikan aktivitas
kategori dan pencapaian konsep. Secara essensi, exemplar adalah suatu subset dari
koleksi data atau suatu data set. Katagori adalah subset atau koleksi sampel yang
terbangun dari satu atau beberapa karakteristik yang terpisah dari lainnya. Karakteristik
ini dengan membandingkan exemplar positif dan mengkontraskan exemplar positif
dengan exemplar negatif dari suatu konsep atau katagori yang telah dipelajari. Semua
item data memiliki ciri-ciri, dan ciri-ciri itulah sebagai suatu attribute . Contoh: sel. Sel
memiliki nucleus, mitokondria, lisosome, ribosom, badan golgi, vacuola, mikrotubuli,
dan mikrofilamen. Setiap organella di dalam sel memiliki ciri-ciri tertentu, tetapi kerja
di antara organella saling bergantung dan organella dari suatu sel tidak dapat bekerja
sama dengan organella dari sel lainnya. Attribute essensial adalah attribute kritis
terhadap suatu domain. Exemplar dari suatu katagori memiliki banyak attribute lain
yang mungkin tidak relevan dengan katagorinya sendiri. Contoh vacuola, di dalamnya
memiliki berbagai zat kimia, tetapi tidak relevan dengan definisi sel. Attribute penting
lainnya adalah attribute value. Attribute value, attribute ini mengacu kepada degree
(tingkatan)
28
Dilihat dari studi yang telah dilakukan oleh Bruner tentang konsep dan
bagaimana peserta didik mencapai konsep, setiap istilah memiliki pengertian dan fungsi
tertentu dalam semua bentuk pembelajaran konseptual, terutama pembelajaran concept
attainment.
Menurut Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) ada dua hal penting dalam
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran concept attainment (pencapaian
konsep) yaitu;
(1) menentukan tingkat pencapaian konsep, dan
(2) analisis konsep.
1. Menentukan Tingkat Pencapaian Konsep
Tingkat pencapaian konsep (concept attainment) yang diharapkan dari peserta
didik sangat tergantung pada kompleksitas dari konsep, dan tingkat perkembangan
kognitif peserta didik. Ada peserta didik yang belajar konsep pada tingkat konkret
rendah atau tingkat identitas, ada pula peserta didik yang mampu mencapai konsep pada
tingkat klasifikatori atau tingkat formal.
Telah dipahami bahwa tingkat-tingkat perkembangan kognitif Piaget dapat
membimbing guru untuk menentukan tingkat-tingkat pencapaian konsep yang
diharapkan. Sebagian besar dari konsep-konsep yang dipelajari selama tingkat
perkembangan pra-operasional merupakan konsep-konsep pada tingkat konkret dan
identitas. Selama tingkat operasional konkret, dapat diharapkan tingkat pencapaian
klasifikatori. Sedangkan tingkat pencapaian konsep formal dapat diharapkan apabila
pengajaran yang tepat diberikan pada peserta didik yang telah mencapai perkembangan
29
operasional formal. Tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diharapkan tercermin pada
tujuan pembelajaran yang dirumuskan sebelum proses belajar-mengajar dimulai.
2. Analisis Konsep
Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk
membantu guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran concept attainment.
Untuk melakukan analisis konsep guru hendaknya memperhatikan beberapa hal antara
lain:
1) nama konsep,
2) attribute-attribute kriteria dan attribute-attribute variabel dari konsep,
3) definisi konsep,
4) contoh-contoh dan noncontoh dari konsep, dan
5) hubungan konsep dengan konsep-konsep lain.
a. Model Pembelajaran Concept Attainment
Sebelum guru melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran concept attainment, guru memilih konsep, menyeleksi dan mengorganisir
materi ajar ke dalam contoh positif dan contoh negatif, serta merangkaikan contoh-
contoh. Umumnya materi eplajaran, terutama buku-buku teksbook tidak didesain untuk
pembelajaran konsep.
Guru dalam pengajaran model pembelajaran concept attainment harus terlebih
dahulu mempersiapkan contoh-contoh, mengekstrak ide-ide dan material dari buku-
buku teks dan sumber lainnya, dan mendesain material dan ide-ide itu ke attribute yang
jelas, dan bahkan membuat contoh-contoh positif dan negatif dari suatu konsep. Apabila
30
guru menggunakan model pembelajaran concept attainment, aktivitas guru adalah
merekam hipothesis peserta didik. Guru juga memberikan bantuan contoh-contoh
tambahan. Ada tiga hal penting yang dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan
aktivitas concept attainment, yaitu melakukan perekaman, memberikan isyarat, dan
menghadirkan data tambahan. Langkah awal dalam melakukan model pembelajaran
concept attainment adalah membantu peserta didik memberikan contoh konsep yang
sudah terstruktur dengan benar. Dalam model pembelajaran concept attainment,
prosedur pembelajaran kooperatif dapat juga digunakan.
Model pembelajaran concept attainment dilakukan melalui fase-fase yang
dikemas dalam bentuk sintaks. Adapun sintaksnya dibagi ke dalam tiga fase, yakni (1)
Presentasi Data dan Identifikasi Data; (2) menguji pencapaian dari suatu konsep; dan (3)
analisis berpikir strategi.
Fase I: Presentasi Data dan Identifikasi Data
Pada fase I, guru mempresentasikan data kepada peserta didik. Setiap unit data
contoh dan non-contoh setiap konsep dipisahkan. Unit-unit dipresentasikan dengan cara
berpasangan. Data dapat berupa peristiwa, masyarakat, objek, ceritera, gambar atau unit
lain yang dapat dibedakan. Pembelajar (peserta didik) diberi informasi bahwa semua
contoh positif biasanya memiliki satu ide. Tugas peserta didik adalah mengembangkan
suatu hipothesis tentang hakekat konsep. Contoh-contoh dipaparkan dan disusun serta
diberi nama dengan kata “yes” atau “no”. Peserta didik bertanya untuk membandingkan
dan menjastifikasi atribut tentang perbedaan contoh-contoh.
31
Akhirnya, peserta didik ditanya tentang nama konsep-konsepnya dan
menyatakan aturan yang telah dibuatnya atau mendefinisikan konsepnya menurut
attribute essensial-nya. (hipothesisnya tidak perlu dikonfirmasikan hingga fase
berikutnya; peserta didik mungkin tidak mengetahui nama-nama beberapa konsep,
tetapi nama-nama dapat diberitahukan apabila konsepnya sudah dikonfirmasikan).
Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:
1. Guru mempresentasikan contoh-contoh yang sudah diberi nama (berlabel),
2. Guru meminta tafsiran peserta didik
3. Guru meminta peserta didik untuk mendefinisikan
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
1. Peserta didik membandingkan contoh-contoh positif dan contoh-contoh negatif,
2. Peserta didik mengajukan hasil tafsirannya,
3. Peserta didik membangkitkan dan menguji hipothesis,
4. Peserta didik menyatakan suatu definisi menurut atribut essensinya
Fase II: Menguji Pencapaian dari suatu Konsep
Pada fase II, peserta didik menguji pencapaian tentangn konsepnya, pertama
dengan cara mengidentifikasi secara benar contoh-contoh tambahan yang belum diberi
nama dan kemudian membangkitkan contoh-contohnya sendiri. Setelah itu, guru (dan
peserta didik) mengkonfirmasikan keaslian hipothesisnya, merevisi pilihan konsep atau
attribute yang dibutuhkannya.
Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:
1. Guru meminta peserta didik untuk mengidentifikasi contoh-contoh tambahan yang
tidak bernama,
32
2. Guru menkonfirmasikan hipothesis, nama-nama konsep, dan menyatakan kembali
definisi menurut atribut essensinya,
3. Guru meminta contoh-contoh lain
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
1. Peserta didik memberi contoh-contoh,
2. Peserta didik memberi nama konsep,
3. Peserta didik mencari contoh lainnya
Fase III: Analisis Startegi Berpikir
Pada fase III, peserta didik mulai menganalisis strategi konsep-konsep yang
telah tercapai. Peserta didik disarankan mengkonstruk konsepnya. Peserta didik dapat
menjelaskan pola-polanya, apakah peserta didik berfokus pada atribut atau konsep,
apakah mereka melakukan satu kali atau beberapa kali, dan apa yang terjadi apabila
hipothesisnya tidak terkonfirmasi. Mereka melakukan suatu perubahan strategi? Secara
bertahap, mereka dapat membandingkan keefektifan dari perbedaan strateginya
Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:
1. Guru bertanya mengapa dan bagaimana
2. Guru membimbing diskusi
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
1. Peserta didik menguraikan pemikirannya,
2. Peserta didik mendiskusikan peran hipothesis dan atributnya,
3. Peserta didik mendiskusikan berbagai pemikirannya.
33
b. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Reaksi
Selama pembelajaran berlangsung, guru mendukung hipothesis peserta didik,
dengan memberikan penekanan, apapun bentuk hipothesis peserta didik itu, dan
menciptakan dialog yang kondusif untuk menguji hipothesis peserta didik, walaupun
hipothesis peserta didik tersebut berlawanan dengan hipothesis peserta didik lainnya.
Pada fase akhir dari model pembelajaran concept attainment ini, guru musti mampu
merubah perhatian peserta didik terhadap analisis konsep dan strategi berpikirnya,
kemudian guru kembali menjadi sangat mendukung hipothesis peserta didik. Akhirnya,
guru musti mampu mendorong analisis peserta didik.
Sesungguhnya, prinsip-prinsip pengelolaan dari model pembelajaran concept
attainment ini sebagai berikut: (1) memberikan dukungan hipothesis yang diajukan
peserta didik melalui diskusi terlebih dahulu; (2) memberikan bantuan kepada peserta
didik dalam mempertimbangkan keputusan hipothesisnya; (3) memusatkan perhatian
peserta didik kepada contoh-contoh yang khusus; dan (4) memberikan bantuan kepada
peserta didik dalam menilai strategi berpikirnya.
c. Sistem Pendukung
Dalam pelajaran concept attainment membutuhkan presentasi kepada peserta
didik tentang exemplar positif dan negatif. Dalam hal ini menekankan kepada peserta
didik, bahwa pekerjaan peserta didik dalam pengajaran concept attainment adalah
bukan pada penemuan konsep-konsep baru, tetapi bagaimana mencapai konsep yang
telah dipilih guru. Oleh karena itu, sumber data dibutuhkan untuk diketahui terlebih
dahulu dan attribute-nya dapat dilihat. Apabila peserta didik dipresentasikan dengan
34
contoh-contoh, maka peserta didik tersebut menguraikan karakteristik dari contoh-
contoh itu (attribute), dan kemudian menyimpan di dalam otaknya.
d. Strategi Concept Attainment
Apa yang akan dipikirkan peserta didik ketika mereka sedang membandingkan
dan membedakan contoh-contoh? Hipotesis macam apa yang terpikirkan oleh mereka
dalam tingkat permulaan dan bagaimana mereka memodifikasi dan mengujinya? Untuk
menjawab pertanyaan itu, tiga faktor penting yang perlu diketahui yaitu :
(1) kita akan mengkonstruk latihan-latihan pencapaian konsep bahwa kita dapat belajar
bagaimana peserta didik berpikir?,
(2) peserta didik tidak hanya dapat menggambarkan bagaimana mereka memperoleh
konsep, tetapi mereka dapat lebih efisien untuk mengubah strategi dan pembelajaran
mereka dengan menggunakan sesuatu yang baru,
(3) mengubah cara kita memberikan informasi dan memodifikasi sedikit model, kita
dapat mempengaruhi bagaimana peserta didik akan memproses informasi (Joyce,
2000).
Lebih lanjut dijelaskan ada dua cara kita memperoleh informasi mengenai cara
peserta didik memperoleh konsep (attaint concept) yaitu;
1) Sesudah konsep telah diperoleh, kita dapat mengatakan kepadanya untuk
menceritakan pemikiran mereka sebagai proses latihan,
2) Dapat dengan mendiskusikan strategi apa yang ditemukan peserta didik dan
bagaimana mereka memperoleh
35
Menurut Dahar, R.W. seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) ada dua
pendekatan teori mengenai belajar konsep yaitu;
(1) melalui pendekatan perilaku, dan
(2) pendekatan kognitif.
Caroll seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) lebih menekankan
perbedaan belajar konsep dalam laboratorium dan belajar konsep di sekolah. Lebih
lanjut Caroll mengemukakan perbedaan-perbedaan dalam kedua proses tersebut sebagai
berikut:
Kedua bentuk konsep berbeda dalam sifat. Konsep yang biasanya dipelajari di
sekolah biasanya benar-benar merupakan konsep baru, bukan suatu kombinasi
dari atribut-atribut yang dikenal.
Konsep-konsep yang dipelajari di sekolah tergantung pada atribut-atribut yang
berupa konsep-konsep sulit. Lagi pula konsep-konsep di sekolah biasanya
bersifat verbal, dan tidak dapat disajikan secara konkret.
Studi di laboratorium menekankan pada belajar konsep-konsep konjunktif, sudah
dibuktikan mudah untuk dipelajari daripada konsep-konsep disjunktif atau
konsep-konsep relasional.
Studi di laboratorium pada umumnya menekankan pada pendekatan-pendekatan
induktif tentang belajar konsep-konsep, sedangkan di sekolah sebagian besar
dipelajari secara deduktif.
Dalam artikelnya Caroll menyarankan, bahwa pendekatan kombinasi antara
induktif dan deduktif akan lebih baik jika hanya menggunakan salah satu dari
pendekatan itu.
36
2. Model Pembelajaran Problem Based Learning
a. Pengertian
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah ( problem-based-leraning ) adalah
konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang
dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik,
dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik
(nyata).
b. Motivasi Menggunakan Problem Based Learning
Dalam pendidikan kedokteran konvensional, mahapeserta didik lebih banyak
menerima pengetahuan dari perkuliahan dan literature yang diberikan oleh dosen.
Mereka diharuskan mempelajari beragam cabang ilmu kedokteran dan menghapal
begitu banyak informasi. Setelah lulus dan menjadi dokter, mereka dihadapkan pada
banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan hanya dari pengetahuan yang mereka
dapat selama kuliah. Sistem pendidikan kedokteran konvensional cenderung
membentuk mahapeserta didik sebagai pembelajar pasif. Mahapeserta didik tidak
dibiasakan berpikir kritis dalam mengidentifikasi masalah, serta aktif dalam mencari
cara penyelesaiannya.
Apabila kita sebagai guru atau dosen (pembelajar) atau pelatih, atau bahkan
sebagai seorang manager sebuah perusahaan, kita memiliki dua tujuan manakala kita
menyiapkan seseorang dengan suatu tugas baru. Tujuan yang pertama, adalah ingin
meningkatkan secara maksimal daya tahan pengingatan atau retensi. Kita tidak ingin
hal-hal yang kita belajarkan berjalan di tempat atau tidak berdaya sama sekali. Kita
tidak memiliki waktu khusus untuk melatih seseorang, sehingga kita perlu meyakinkan
37
bahwa daya tahan pengingatan tinggi. Tujuan kita kedua, adalah untuk menjamin
penyampaian informasi yang bukan hanya sekedar transfer pengetahuan (transfer of
knowledge) saja. Untuk itu, kita perlu menjadikan pebelajar mampu menerapkan
pengatahuan dan keterampilan dalam setiap situasi. Hal yang paling baik apa yang kita
lakukan adalah dengan cara memberikan suatu landasan yang memungkinkan
pembelajar mampu membangun sesuatu untuk merespon terhadap situasi-situasi baru
atau situasi lain yang berbeda.
Sebagaimana telah kita ketahui, selama ini format-format pembelajaran atau
pelatihan lebih banyak dimonopoli dengan sajian isi. Pembelajaran atau pelatihan
dilakukan dengan strategi sajian presentasi yang monoton dan tidak memberikan
kesempatan kepada pebelajar atau peserta didik untuk mengartikulasikan tentang hal
yang dipelajari, cenderung akan membosankan. Untuk itulah, pendekatan pembelajaran
yang lebih baik dilakukan melalui latihan pemecahan masalah (problem-solving),
membuat keputusan (decision-making), dan belajar arah diri (self-directed learning).
Hal-hal ini dapat dilaksanakan dengan menerapkan problem based learning, yang
memberikan landasan terjadinya pembelajaran yang lebih hidup karena dengan
menerapkan problem based learning pembelajar menerapkan pengetahuan dan
keterampilan, bukan hanya menerima saja.
Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kenyataan-
kenyataan sebagai berikut :
1) Pada dasarnya, berpikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu
adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada.
38
2) Seseorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila berada
dalam ruang lingkup atau berkaitan dengan masalah yang dihadapinya.
Demikian pula dengan belajar.
3) Pada saat mempelajari bahan pelajaran, peserta didik ingin segera mengetahui
apa sebenarnya manfaat mempelajarinya, dan masalah apa sajakah yang dapat
dipecahkan dengan pengetahuan atau bahan itu.
4) Suatu kompetisi paling efektif dicapai oleh pelajar melalui serangkaian
pengalaman pemecahan masalah relistik yang di dalamnya si pelajar secara
langsung menerapakn unsur-unsur kompetensi tersebut.
c. Prinsip-prinsip Problem Based Learning
Dalam problem based learning, peserta didik dituntut bertanggungjawab atas
pendidikan yang mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada
guru. Problem based learning membentuk peserta didik mandiri yang dapat
melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang akan mereka jalani. Seorang
guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu peserta didik menjalani
proses pendidikan. Ketika peserta didik menjadi lebih cakap dalam menjalani proses
belajar problem based learning, tutor akan berkurang kreatifnya.
Proses belajar Problem based learning dibentuk dari ketidakteraturan dan
kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai
pendorong bagi peserta didik untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi
informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah yang didesain
39
dalam problem based learning memberi tantangan pada peserta didik untuk lebih
mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara
efektif.
d. Proses dalam Problem Based Learning
Peserta didik dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan
dengan bekal pengetahuan yang mereka miliki. Pertama-tama mereka mengidentifikasi
apa yang harus dipelajari untuk memahami lebih baik permasalahan dan bagaimana cara
memcahkannya.
Langkah selanjutnya, peserta didik mulai mencari informasi dari berbagai
sumber seperti buku, jurnal, laporan, informasi online atau bertanya pada pakar yang
sesuai dengan bidangnya. Melalui cara ini, belajar dipersonalisasi sesuai dengan
kebutuhan dan gaya tiap individu. Setelah mendapatkan informasi, mereka kembali
pada masalah dan mengaplikasikan apa yang mereka pelajari untuk lebih memahami
dan menyelesaikannya. Di akhir proses, peserta didik melakukan penilaian terhadap
dirinya dan member kritik membangun bagi kolega.
Dalam pandangan Maolani (2010:44-45), pendekatan pembelajaran berbasis
masalah dilaksanakan oleh guru dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Persiapan : Menyusun masalah yang akan dijadikan titik pangkal (starting point)
pembelajaran. Masalah dipilih yang penting dan relevan bagi peserta didik, serta
membutuhkan penerapan gagasan atau tindakan yang terkait dengan atau mengarah
pada bahan pelajaran.
2. Orientasi pengenalan
40
a) Menyajikan masalah di kelas
b) Membangkitkan ketertarikan atau rasa ingin tahu peserta didik pada masalah.
Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memahami situasi atau
maksud masalah.
3. Eksplorasi (penjelajahan) : Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
memecahkan masalah dengan strategi yang diciptakan sendiri oleh peserta didik.
Masalah boleh dipecahkan peserta didik secara pribadi atau dalam kerjasama
denagn peserta didik lain. Guru memberi dukungan bagi usaha mereka, misalnya
dengan menjadi pendengar yang penuh perhatian atau memberi bantuan atau saran
sejauh yang diperlukan.
4. Negosiasi (perundingan) : Mendorong para peserta didik untuk
mengkomunikasikan dan mendiskusikan proses dan hasil pemecahan masalah,
sehingga diperoleh gagasan-gagasan atau tindakan-tindakan yang dapat diterima
oleh komunitas kelas.
5. Integrasi (pemanduan):
a) Memandu peserta didik merefleksikan proses pemecahan masalah.
b) Mengidentifikasi dan merumuskan hasil-hasil belajar yang diperoleh dari
kegiatan pemecahan masalah.
c) Mengkaitkan hasil-hasil belajar itu dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga
tersusun jaringan/organisasi pengetahuan baru.
Menurut Lepinski seperti yang dikutip Maolani (2010 : 45), tahap-tahap
pemecahan masalah sebagai berikut ini, yaitu : 1) penyampaian ide (ideas), 2)
penyajian fakta yang diketahui (known facts),
41
3) mempelajari masalah (learning, issues), 4) menyusun rencana tindakan, (action plan)
dan 5) evaluasi (evaluation).
Tahap 1 : Penyampaian Idea (Ideas)
Pada tahap ini dilakukan secara curah pendapat (brainstorming). Pebelajar
merekam semua daftar masalah (gagasan, ide) yang akan dipecahkan. Mereka kemudian
diajak untuk melakukan penelaahan terhadap ide-ide yang dikemukakan atau mengkaji
pentingnya relevenasi ide berkenaan dengan masalah yang akan dipecahkan (masalah
aktual, atau masalah yang relevan dengan kurikulum), dan menentuan validitas masalah
untuk melakukan proses kerja melalui masalah.
Tahap 2 : Penyajian Fakta yang Diketahui (Known Facts)
Pada tahap ini, pebelajar diajak mendata fakta pendukung sesuai dengan
masalah yang telah diajukan. Tahap ini membantu mengklarifikasi kesulitan yang
diangkat dalam masalah. Tahap ini mungkin juga mencakup pengetahuan yang telah
dimiliki oleh pebelajar berkenaan dengan isu-isu khusus, misalnya pelanggaran kode
etik, teknik pemecahan konflik, dan sebagainya.
Tahap 3: Mempelajari Masalah (Problem Issues)
Pebelajar diajak menjawab pertanyaan tentang Apa yang perlu kita ketahui
untuk memecahkan masalah yang kita hadapi? Setelah melakukan diskusi dan
konsultasi, mereka melakukan penelaahan atau penelitian dan mengumpulkan
informasi. Pebelajar melihat kembali ide-ide awal untuk menentukan mana yang masih
dapat dipakai. Seringkali, pada saat para pebelajar menyampaikan masalah-masalah,
mereka menemukan cara-cara baru untuk memecahkan masalah. Dengan demikian, hal
ini dapat menjadi sebuah proses atau tindakan untuk mengeliminasi ide-ide yang tidak
42
dapat dipecahkan atau sebaliknya ide-ide yang dapat dipakai untuk memecahkan
masalah.
Tahap 4: Menyusun Rencana Tindakan (Action Plan)
Pada tahap ini, pebelajar diajak mengembangkan sebuah rencana tindakan yang
didasarkan atas hasil temuan mereka. Rencana tindakan ini berupa sesuatu (rencana) apa
yang mereka akan lakukan atau berupa suatu rekomendasi saran-saran untuk
memecahkan masalah.
Tahap 5: Evaluasi
Tahap evaluasi ini terdiri atas tiga hal : 1) bagaimana pebelajar dan evaluator
menilai produk (hasil akhir) proses, 2) bagaimana mereka menerapkan tahapan Problem
Based Learning untuk bekerja melalui masalah, dan 3) bagaimana pebelajar akan
menyampaikan pengetahuan hasil pemecahan masalah atau sebagai bentuk
pertanggungjawaban mereka.
Pembelajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka
dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya: secara lisan atau verbal, laporan
tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Evaluator menilai
penguasaan bahan-bahan kajian pada tahap tersebut melalui pebelajar. Sebagian dari
evaluasi memfokuskan pada pemecahan masalah oleh pebelajar maupun dengan cara
melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama pihak lain). Suatu alat untuk
menilai hasil dapat dipakai sebuah rubrik. Rubrik dipakai sebagai sebuah alat
pengukuran untuk menilai berdasarkan beberapa kategori, misalnya : 1) batas waktu, 2)
organisasi tugas (proyek), 3) segi (kebakuan) bahasa, 4) kemampuan analisis, telaah, 5)
43
kemampuan mencari sumber pendukung (penelitian, termasuk kajian literatur), 6)
kreativitas (uraian dan penalaran), dan 7) bentuk penampilan penyajian.
Dalam penelitian ini, penulis memilih langkah-langkah pembelajaran berbasis
masalah versi Ilam Maolani, dikarenakan lebih mudah dipahami dan lebih mudah
diaplikasikan.
C. Peserta Didik (Peserta didik)
1. Pengertian
Dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 BAb I Pasal 1 ayat 4 dikatakan bahwa
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu. Ada beberapa sebutan lain untuk peserta didik: anak didik, murid, peserta
didik, mahapeserta didik, santri.
2. Hak dan Kewajiban
Dalam BAb V Pasal 12 dinyatakan bahwa :
(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :
a. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan
diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya;
c. Mendapatkan beapeserta didik bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak
mampu membiayai pendidikannya;
44
d. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu
membiayai pendidikannya;
e. Pondah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang
setara;
f. Menyelesaiakan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-
masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban :
a. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan
keberhasilan pendidikan;
b. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik
yang dibebbaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Hakikat Peserta Didik (Anak)
Minimal terdapat lima hakikat anak didik, antara lain :
1. Anak didik terlahir dalam keadaan lemah fisik dan psikis, memiliki potensi dan
bakat untuk diekmbangkan. Oleh karena itu ia butuh pertolongan, bimbingan,
dan arahan dari orang dewasa. Maka orang tua di rumah dan guru di sekolah
mempunyai kewajiban untuk menunaikannya. Di sinilah peran penting
lingkungan pendidikan dalam mengembangkan potensi dan bakat yang di miliki
anak.
45
2. Setiap anak didik adalah pribadi unik. Setiap anak manusia dalam kehidupannya
dilengkapi Allah SWT dengan berbagai komponen hidup, seperti jasad, ruh,
nafs, qalbu dan akal. Kelengkapan hidup yang sempurna tersebut hanya
diberikan anak manusia saja, tidak pada makhluk hidup lainnya. Pada
kelengkapan hidup itulah, keunikan pribadi anak terlihat dan terjadi dengan
sangat indahnya. Tidak ada satu anak pun di dunia ini yang mempunyai jasad
dan pikiran serta perasaan yang sama, sekalipun keduanya adalah kembar siam.
Setiap anak akan menunjukkan pola-pola pandangan, sikap, dan perilaku anak
akan dipengaruhi oleh keadaan komponen hidup yang dimilikinya.
Berdasarkan kondisi ini, guru akan menjumpai berbagai ragam keunikan anak
yang sangat indah dalam proses pembelajaran. Ada anak yang mempunyai sikap
pendiam, ada yang agresif dan tidak mau diam, ada yang pemalu, pemberani,
pemarah, kemampuan bahasanya baik tapi keterampilan motoriknya kurang, ada
anak yang jasmaninya sangat baik tapi pikirannya kurang, dan lain sebagainya.
Ragam keunikan anak tersebut harus mampu diantisipasi dan dihadapi guru pada
waktu sebelum, ketika, dan setelah melaksanakan proses pembelajaran. Dengan
memahami keunikan anak, guru dituntut untuk memberikan perhatian secara
adil dan merata terhadap semua keunikan tersebut.
3. Anak berkembang secara bertahap. Asumsi ini mempunyai makna bahwa setiap
anak megalami suatu proses perubahan pada berbagai aspek atau dimensi
(seperti bahasa, motorik, daya pikir, minat). Perubahan tersebut berlangsung
secara teratur dan progresif. Keteraturan berbagai perubahan itu dapat diamati
dari adanya perubahan yang berlangsung secara bertahap pada setiap anak.
46
Hampir dapat dipsatikan bahwa di dunia ini tidak ada bayi yang langsung
berjalan, bernyanyi ataupun menari. Semuanya berawal dari ketidakberdayaan.
Setiap anak memiliki dan menunjukkan tempo serta irama perkembangan
sendiri-sendiri. Ada anak yang cepat mampu memahami dan melaksanakan
perintah dan tugas yang diberikan guru. Ada juga anak yang lambat memahami
isi tugas, bahkan perlu memperoleh penjelasan yang lebih rinci mengenai tugas
yang akan dikerjakannya.
Asumsi di atas akan berimplikasi pada guru dalam melaksankan proses
pembelajaran sebagai berikut :
a. Guru harus mempunyai kepekaan dalam mengamati serta menelaah keadaan
tempo dan irama perkembangan anak. Guru harus mampu mengidentifikasi
anak-anak yang tergolong cepat, sedang, dan lambat dalam proses
perkembangannya
b. Guru harus melatih kepekaan anak dalam berbagai aspek.
c. Guru harus memberikan tingkatan materi/bahan, pola kegiatan, metode,
serta media yang sesuai dengan pola irama, tempo, dan tingkat
perkembangan anak.
4. Anak adalah pelajar yang aktif. Proses pendidikan yang melibatkan interaksi
edukatif antara guru dan peserta didik tidak bisa diibaratkan sebagai seseorang
yang mengisi botol kosong dengan sejumlah air. Anak bukanlah individu tanpa
isi apa-apa, ia lahir dengan membawa sejumlah potensi yang harus
dikembangkan lebih lanjut, seperti anak sering mengajukan pertanyaan, tertarik
pada sesuatu yang baru, sering membongkar barang dan berusaha memasangnya
47
kembali, dan lain-lain. Ciri seperti ini mengisyaratkan bahwa seorang anak
merupakan pelajar yang aktif untuk mencari dan menemukan berbagai hal yang
ingin diketahuinya. Maka tugas guru adalah harus mampu menciptakan suatu
keadaan kelas yang kondusif, yakni yang mendorong, menentang, serta
merangsang potensi dasar anak untuk melakukan kegiatan belajar secara optimal
dan maksimal.
5. Anak merupakan suatu system energy. Setiap anak dipandang sebagai suatu
sistem energi. Bagian-bagian dalam sistem energinya diorganisasikan dalam
struktur tubuh dan mental serta dikordinasikan dalam berbagai fungsi. Sebagai
suatu sistem energi, setiap pandangan, sikap dan perilakunya selalu berkaitan
antara satu bagian dengan bagian yang lain. Sebagai contoh, anak yang belajar
menari, maka akan terjadi koordinasi antara mata (melihat bentuk tarian), gerak
tubuh (meniru gerakan), dan kegiatan mental lainnya yang berfungsi
menyelaraskan gerakan yang dilakukan dengan gerakan yang sedang ditiru.
Pandangan ini membawa implikasi bagi guru untuk memandang anak sebagai
suatu totalitas (keseluruhan), dalam dirinya terdapat berbagai unsur yang saling
terkait dan dapat dipadukan secara harmonis untuk mengembangkan dirinya
secara optimal. Jika guru menemukan hal negatif dalam diri anak didiknya,
maka guru akan berusaha menghubungkannya dengan unsur lain yang mungkin
menjadi penyebab munculnya perilaku negatif tersebut. Anak yang cenderung
over aktivitas misalnya, tidak bisa dipandang sebagai anak yang hiperaktif,
karena over aktivitas bisa terkait langsung dengan keadaan anak yang
mempunyai banyak kelebihan tenaga.
48
D. Hubungan Prestasi Belajar dengan Model Pembelajaran Concept Attainment
dan Problem Based Learning
Penggunaan model pembelajaran concept attainment dan problem based
learning memberikan banyak kesempatan pada peserta didik untuk berperan aktif dalam
proses pembelajaran, memudahkan peserta didik memahami materi pembelajaran,
mendorong semangat belajar serta ketertarikan mengikuti pembelajaran secara penuh
sehingga prestasi-prestasi belajar peserta didik akan meningkat.
E. Kelemahan dan Kelebihan dari Model Pembelajaran Concept Attainment dan
Problem Based learning
Tabel 2.1
Kelemahan dan Kelebihan dari Model Pembelajaran Concept Attainment dan
Problem Based learning
Model Pembelajaran Kelemahan Kelebihan
1. Concept Attainment Bagi siswa yang tidak
dapat mengikuti
pebealajaran, tidak
mendapatkan
pengetahuan dan
pengalaman yang sama
dengan teman lainnya
karena siswa tidak
mengalami sendiri.
Perasaan khawatir
pada anggota
kelompok akan
hilangnya karakteristik
siswa karena harus
menyesuaikan dengan
kelompolnya.
Banyak siswa yang
tidak senang apabila
disuruh bekerjasama
dengan yang lainnya,
karena siswa yang
Memberikan dukungan
hipothesis yang
diajukan siswa melalui
diskusi terlebih dahulu.
Memberikan bantuan
kepada siswa dalam
mempertimbangkan
keputusan
hipothesisnya.
Memusatkan perhatian
siswa kepada contoh-
contoh yang khusus.
Memberikan bantuan
kepada siswa dalam
menilai strategi
berpikirnya.
49
Model Pembelajaran Kelemahan Kelebihan
tekun merasa harus
bekerja melebihan
siswa yang lain dalam
kelompoknya.
2. Problem Based Learning Siswa yang terbiasa
dengan informasi yang
diperoleh dari guru dan
guru merupakan
narasumber utama,
akan merasa kurang
nyaman dengan cara
belajar sendiri dalam
pemecahan masalah.
Jika siswa tidak
memiliki minat atau
tidak mempunyai
kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari
sulit untuk dipecahkan
maka mereka akan
merasa enggan untuk
mencoba masalah
memerlukan cukup
waktu untuk persiapan.
Tanpa pemahaman
mengapa mereka
berusaha untuk
memecahkan masalah
yang sedang dipelajari
maka mereka tidak
akan belajar apa yang
mereka ingin pelajari.
Mengembangkan
jawaban yang
bermakna bagi suatu
masalah yang akan
membawa siswa
mampu menuju
pemahaman lebih
dalam mengenai suatu
materi
Memberikan tantangan
pada siswa sehingga
mereka bisa
memperoleh kepuasan
dengan menemukan
pengetahuan baru bagi
dirinya sendiri
PBL membuat siswa
selalu aktif dalam
pembelajaran
Membantu siswa
untuk mempelajari
bagaimana cara untuk
mentransfer
pengetahuan mereka
kedalam masalah
dunia nyata.
F. Kerangka Pemikiran
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar,
karena kegiatan berlajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari
proses belajar.
50
Untuk mencapai prestasi belajar, peserta didik sebagaimana yang diharapkan,
maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain faktor
yang terdapat dalam diri peserta didik (intern) dan faktor-faktor yang terdiri dari luar
peserta didik (ekstern).
Guru berperan sebagai fasilitator yang berusaha menciptkan kondisi belajar
mengajar yang efektif dan menyenangkan. Salah satunya yaitu dengan cara memilih
model pembelajaran yang melibatkan peserta didik aktif selama proses pembelajaran
berlangsung.
Dalam penelitian ini penulis mencoba membandingkan proses pembelajaran
yang menggunakan modal pembelajaran concept attainment dengan problem based
learning terhadap prestasi belajar peserta didik. Kedua model pembelajaran ini dipilih
karena mempunyai kesamaan dalam upaya mengaktifkan peserta didik selama proses
belajar.
Model Pembelajaran
Concept Attainment
Model Pembelajaran
Problem Based Learning
Prestasi belajar
peserta didik
51
G. Hipotesis
Prestasi belajar peserta didik yang menggunakan model pembelajaran concept
attainment lebih tinggi di bandingkan dengan yang menggunakan problem based
learning pada mata pelajaran IPA materi Alat Pernapasan Ikan kelas V SDN III
Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2012/2013.
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti terdiri dari dua variabel, yaitu variabel X (Model
Pembelajaran Concept Attainment dan Problem Based Learning) dan variabel Y
(prestasi belajar)
Definisi operasional tiap variabel adalah:
1. Concept Attainment menurut Bruner, Goodnow dan Austin seperti yang dikutip
Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) menyatakan bahwa pembelajaran concept
attainment adalah mencari dan mendaftar attribute-attribute yang dapat
digunakan untuk menetapkan contoh-contoh (exemplars) dan bukan contoh-
contoh (non-exemplars) dari berbagai kategori.
2. Problem Based Learning adalah metode pendidikan yang mendorong peserta
didik untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk
mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah
digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan peserta didik sebelum mulai
mempelajari suatu subjek. Problem based learning menyiapkan peserta didik
untuk berfikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan
menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.
3. Prestasi belajar menurut Purwadarminto seperti yang dikutip Russamsi
Martomidjojo (2009 : 1) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang
53
dicapai sebaik-baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap
hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian terdiri dari populasi dan sampel. Populasi adalah keseluruhan
subyek penelitian (Arikunto, 1993 : 102). Hal ini sejalan dengan pendapat Masri
Singarimbun dan Sofian Effendi (1989 : 152) bahwa "populasi ialah jumlah
keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga". Sedangkan sampel adalah
sebagian atau wakil populasi yang diteliti ( Arikunto, 1993 : 04).
Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas V SDN III
Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis, yang terbagi dalam 2
rombel,rombel A berjumlah 25 orang dan B berjumlah 25 orang. sedangkan sampelnya
sama dengan jumlah populasi, karena jumlah populasi kurang dari 100.
C. Prosedur Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
berhubungan dengan data yang berupa angka, yang bersumber dari data tes dan studi
dokumentasi, yang pada tataran berikutnya dianalisis melalui uji statistika.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksprerimen. Metode eksperimen adalah
penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian
serta diadakannya kontrol terhadap variabel tertentu.
54
3. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif
berkaitan dengan data yang berupa angka, sedangkan data kualitatif berkaitan dengan
data yang berupa non angka.
4. Sumber Data
Data kuantitatif bersumber dari tes tertulis, sedangkan data kualitatif bersumber
dari teknik observasi.
5. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah mengamati secara langsung terhadap proses pembelajaran
ilmu pengetahuan alam (IPA) materi Alat Pernapasan Ikan di kelas V SDN III
Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis. Dengan observasi ini
data penelitian bisa langsung dilihat dan diamati secara lebih jelas. Teknik ini juga
dimaksudkan untuk mengamati benda-benda yang ada di lokasi penelitian, seperti
sarana dan prasarana, data tertulis. Observasi dilakukan dengan tujuan untuk
meyakinkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan model yang
diterapkan yaitu model pembelajaran concept attainment dan problem based
learning.
b. Tes
Tes adalah pemberian sejumlah pertanyaan atau soal yang harus di isi oleh
sejumlah peserta didik (responden), biasa gunakan untuk menguji sampai sejauh
mana kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran. Dalam penelitian
55
ini tes digunakan untuk memperoleh data tentang prestasi belajar mata pelajaran IPA
materi Alat Pernapasan Ikan di SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih
Kabupaten Ciamis. Jenis tesnya adalah tulisan. Dengan adanya tes, prestasi belajar
peserta didik akan terlihat dengan jelas.
6. Desain Penelitian
Desain penelitian ini dapat dilihat pada bagan di bawah ini
Periode 1 Periode 2
Pra Eksperimen Post Eksperimen
Diharapkan bahwa kelompok eksperimen akan mengalami perubahan karena
akibat variabel eksperimen bila dibandingkan keadaan sebelum dan sesudahnya,
jadi X2 ≠ X1. Sebaliknya kelompok kontrol tidak mengalami perubahan, jadi =
maka b ˃ b1
.
Kelompok
Eksperimen
Kelompok
Eksperimen
Kelompok
Eksperimen
Kelompok
Eksperimen
Dipelajari
dengan
observasi
pengukuran
dsb
Dipelajari
kembali
dengan
cara yang
sama
X1 Variabel X2
Eksperimen
b = X2 – X1
b1
= -
Tidak
b = beda
56
7. Instrumen Pengumpul Data
Sejalan dengan teknik pengumpulan data di atas, maka alat pengumpul
data/instrumennya adalah:
1) Teknik observasi menggunakan instrumen lembar observasi/pengamatan,
digunakan untuk mengamati proses pembelajaran di kelas.
2) Teknik tes menggunakan instrumen tes yang berupa item-item soal tertulis yang
harus dijawab oleh peserta didik.
Sebelum tes diujikan, terlebih dahulu soal-soal tesnya diujicobakan pada peserta
didik yang sudah pernah mempelajari materi alat pernapasan ikan. Hal ini dilakukan
dalam upaya untuk melihat hasil uji validitas dan reliabilitasnya. Adapun Uji validitas
dan reliabilitas ini adalah sebagai berikut:
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesalahan sesuatu instrumen (Arikunto, 2006: 168).
Untuk menghitung koefisien validitas menggunakan rumus produk moment
dengan angka kasar (Erman. 2003: 120), sebagai berikut :
2222
)()()((
))((
yynxxn
yxxyn
rxy
Keterangan :
xyr = Koefisien korelasi antara variabel x dengan y
n = Banyaknya peserta tes
57
x = Skor setiap butir soal
y = Skor total butir soal
Guilford (Erman, 2003 : 154) mengklasifikasikan interprestasi korelasi sebagai
berikut :
0,90 ≤ rxy ≤ 1,00 VValiditas sangat tinggi (sangat baik)
0,70 ≤ rxy < 0,90 Validitas tinggi (baik)
0,40 ≤ rxy < 0,70 Validitas sedang (cukup)
0,20 ≤ rxy < 0,40 Validitas rendah (kurang)
0,00 < rxy < 0,20 Validitas sangat rendah, dan
rxy ≤ 0,00 Tidak valid
Selanjutnya untuk menguji signifikansi koefisien korelasi r dilakukan uji t pada
α = 0,05 dan dk = n – 2 dengan rumus:
Keterangan:
t = Nilai t hitung
r = Koefisien korelasi
n = Jumlah responden
58
Jika t hitung>t tabel, maka alat ukur penelitian yang digunakan valid.
Jika t hiktung<t tabel, maka alat ukur penelitian yang digunakan tidak valid.
b. Uji Reliabilitas
Erman (2003: 153) menyatakan bahwa reliabilitas suatu alat evaluasi
dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten,
ajeg). Hasil pengukuran akan tetap sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda,
waktu yang berbeda dan tempat yang berbeda pula.
Rumus untuk mencari koefisien reliabilitas soal tes digunakan rumus Alpha
yang menurut Erman (2003: 154) yaitu :
2
2
11 1
1 t
i
S
S
n
n
r
Keterangan :
11r = Koefisien reliabilitas
n = Banyaknya soal
2
iS
= Jumlah varians skor
2
tS
= Varians skor total
Klasifikasi interpretasi koefisien korelasi menurut Guilford (Erman, 2003 : 139) sebagai
berikut :
11r < 0,20 = Derajat reliabilitas sangat rendah
59
0,20 ≤ 11r < 0,40 = Derajat reliabilitas rendah
0,40 ≤ 11r < 0,70 = Derajat reliabilitas sedang
0,70 ≤ 11r < 0,90 = Derajat reliabilitas tinggi
0,90 ≤ 11r ≤ 1,00 = Derajat reliabilitas sangat tinggi
D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Banyak penelitian yang memerlukan perbandingan antara dua keadaan atau
tepatnya dua populasi. Misalnya membandingkan dua cara mengajar, dua cara produksi,
daya sembuh dua macam obat dan lain sebagainya. Untuk keperluan ini akan digunakan
dasar distribusi sampling mengenai selisih stastistik misalnya selisih rata-rata dan
selisih proporsi (Sudjana, 2005:238). Penelitian ini membandingkan prestasi belajar
peserta didik antara yang melalui penggunaan model pembelajaran concept attainment
dan problem based learning.
Dengan demikian penelitian ini menggunakan uji persamaan dua rata-rata
sebagai berikut:
60
Keterangan:
t = Nilai t hitung
x = Rata-rata
s = Simpangan baku
n = Jumlah responden
Jika t hitung > t tabel, maka hipotesis kerja (Hi) diterima atau hipotesis nol (H0)
ditolak. Jika t hitung < t tabel, maka hipotesis kerja (Hi) ditolak atau hipotesis nol (H0)
diterima.
61
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. KARAKTERISTIK OBJEK PENELITIAN
1. Identitas Sekolah
a) Nama Sekolah : SD Negeri 3 Gunungcupu
Nomor Statistik Sekolah : 101021402033
Alamat Sekolah : Dusun Lenggorsari
Desa Gunungcupu
Kecamatan Sindangkasih
Kabupaten Ciamis
Propinsi Jawa Barat
Kodepos 46261
Tahun Pendirian : 1972
Kualifikasi akreditasi : B ( Baik )
b) Kepala Sekolah :
Nama lengkap : PADIL BASTAMAN, S.Pd.SD.
NIP : 196112061982011002
Pangkat/Gol.Ruang : Pembina IV a
Pendidikan Terakhir : S1
62
2. Keadaan Guru
Tabel 4.1
Keadaan Guru
Ijazah
Guru PNS Guru Bantu Guru Sukwan Jumlah
L P L P L P L P JML
S1 3 2 - - 1 - 4 2 6
D3 - - - - - - - - -
D2 - 3 - - - 1 - 4 4
SLTA - 1 - - 1 - 1 1 2
Jumlah 3 6 - - 1 1 5 7 12
3. Keadaan Peserta Didik
Tabel 4.2
Keadaan Peserta Didik
No. TINGKAT
Jumlah
Rombel
JUMLAH SISWA
JUMLAHLaki-
laki
Perempuan
1 I 2 30 26 56
2 II 1 11 21 32
3 III 2 30 18 48
4 IV 1 18 15 33
5 V 2 22 28 50
6 VI 2 24 29 53
Jumlah 10 136 139 274
4. Keadaan Sarana dan Prasarana
Tabel 4.3
Keadaan Sarana dan Prasarana
No Jenis Sarana / Fasilitas
Keadaan
Jumlah
Baik Sedang Rusak
1 Ruang Kepala Sekolah - 1 - 1
2 Ruang Guru - 1 - 1
3 Ruang Belajar *) 5 3 - 8
4 Ruang Perpustakaan 1 - - 1
5 Ruang UKS 1 - - 1
6 Mushola - 1 - 1
63
7 WC Guru - 1 - 1
8 WC Murid - 2 - 2
No Jenis Sarana / Fasilitas
Keadaan
Jumlah
Baik Sedang Rusak
9 Gudang - - 1 1
10 Bangku siswa - 15 - 15
11 Meja Siswa 25 95 7 127
12 Kursi Siswa 50 145 25 220
13 Lemari 2 5 7 14
14 Meja Guru 10 - 2 12
15 Kursi Guru 7 8 - 15
16 Papan Tulis - 10 2 12
17 Kursi Tamu 1 - - 1
18 Rak Buku - 2 - 2
B. HASIL PENELITIAN
1. Data Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA
Data-data hasil belajar IPA yang dikumpulkan dalam penelitian dari hasil belajar
peserta didik pada pembelajaran yang berbeda, yaitu pembelajaran yang menggunakan
model pembelajaran concept attainment dan menggunakan model problem based
learning. Data tersebut dapat dilihat di tabel dan histogram berikut :
Tabel 4.4
Data Hasil Belajar IPA yang menggunakan Model Pembelajaran Concept Attainment
NO NAMA SISWA
MODEL PEMBELAJARAN
CONCEPT ATTAINMENT
1 A1 90
2 A2 80
3 A3 90
4 A4 80
5 A5 100
6 A6 90
7 A7 80
8 A8 90
9 A9 90
64
10 A10 90
11 A11 100
NO NAMA SISWA
MODEL PEMBELAJARAN
CONCEPT ATTAINMENT
12 A12 80
13 A13 90
14 A14 90
15 A15 90
16 A16 90
17 A17 90
18 A18 90
19 A19 100
20 A20 70
21 A21 100
22 A22 70
23 A23 80
24 A24 90
25 A25 90
n 2200
Tabel 4.5
Data Hasil Belajar IPA yang menggunakan Model Pembelajaran Problerm Based
Learning
NO NAMA SISWA
MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING
1 B1 80
2 B2 90
3 B3 80
4 B4 70
5 B5 80
6 B6 90
7 B7 90
8 B8 80
9 B9 90
10 B10 90
11 B11 90
65
CA
2 8,0 8,0 8,0
5 20,0 20,0 28,0
14 56,0 56,0 84,0
4 16,0 16,0 100,0
25 100,0 100,0
70
80
90
100
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
12 B12 90
13 B13 90
NO NAMA SISWA
MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING
14 B14 90
15 B15 90
16 B16 80
17 B17 100
18 B18 80
19 B19 70
20 B20 100
21 B21 100
22 B22 60
23 B23 90
24 B24 90
25 B25 70
n 2130
2. Distribusi Frekuensi Variabel Concept Attainment
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Variabel Concept Attainment
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa 14 orang peserta didik mendapatkan nilai
90. Dengan demikian nilai yang paling banyak muncul adalah angka 90. Sedangkan
yang paling sedikit muncul adalah angka 70 dengan perolehan peserta didik hanya
dua orang yang mendapatkan angka tersebut.
66
Descriptive Statistics
25 70 100 88,00 8,16
25
CA
Valid N (listw ise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
CA
100,090,080,070,0
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Std. Dev = 8,16
Mean = 88,0
N = 25,00
One-Sam ple Test
53,889 24 ,000 88,00 84,63 91,37CA
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference Low er Upper
95% Confidence
Interval of the
Difference
Test Value = 0
Distribusi frekuensi di atas dapat dilihat secara grafik pada gambar berikut ini:
Grafik 4.1
Distribusi Frekuensi Variabel Concept Attainment
a. Deskripsi Statistik Variabel Concept Attainment
Tabel 4.7
Deskripsi Statistik Variabel Concept Attainment
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai minimum sebesar 70,
maksimum sebesar 100, rata-rata (mean) sebesar 88,00, dan standar deviasi
sebesar 8,16.
b. Uji t Variabel Concept Attainment
Tabel 4.8
Uji t Variabel Concept Attainment
67
PBL
1 4,0 4,0 4,0
3 12,0 12,0 16,0
6 24,0 24,0 40,0
12 48,0 48,0 88,0
3 12,0 12,0 100,0
25 100,0 100,0
60
70
80
90
100
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
CA
100,090,080,070,060,0
14
12
10
8
6
4
2
0
Std. Dev = 10,05
Mean = 85,2
N = 25,00
Berdasar t hitung (53,889) lebih dari t tabel (1,711). Dengan demikian terdapat
pengaruh yang signifikan model pembelajaran Concept Attainment terhadap hasil
belajar
3. Distribusi Frekuensi Variabel Problem Based Learning
Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Variabel Problem Based Learning
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa 12 orang peserta didik mendapatkan nilai
90. Dengan demikian nilai yang paling banyak muncul adalah angka 90. Sedangkan
yang paling sedikit muncul adalah angka 60 dengan perolehan peserta didik hanya
1 orang yang mendapatkan angka tersebut.
Distribusi frekuensi di atas dapat dilihat secara grafik pada gambar berikut ini:
Grafik 4.2
Distribusi Frekuensi Variabel Problem Based Learning
68
Descriptive Statistics
25 60 100 85,20 10,05
25
CA
Valid N (listw ise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
a. Deskripsi Statistik Variabel Problem Based Learning
Tabel 4.10
Deskripsi Statistik
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai minimum sebesar 60,
maksimum sebesar 100, rata-rata (mean) sebesar 85,20 dan standar deviasi sebesar
10,05.
b. Uji t Variabel Problem Based Learning
Tabel 4.11
Uji t Variabel Problem Based Learning
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
PBL 42,389 24 ,000 85,20 81,05 89,35
Berdasar T hitung (42,389) lebih dari t tabel (1,711). Dengan demikian terdapat
pengaruh yang signifikan model pembelajaran Problem Based Learning terhadap
hasil belajar.
4. Perbandingan antara Hasil Belajar Concept Attainment dengan Problem
Based Learning
Analisis Uji-t
Group Statistics
Kelas N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
MP Concept Attainment Eksperimen 12 88.33 7.177 2.072
69
Kontrol 13 87.69 9.268 2.571
PP Based Learning Eksperimen 12 85.00 6.742 1.946
Kontrol 13 85.38 12.659 3.511
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Differen
ce
Std.
Error
Differen
ce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
MP
Concept
Attainme
nt
Equal
variances
assumed
.251 .621 .192 23 .849 .641 3.336 -6.260 7.543
Equal
variances not
assumed
.194 22.361 .848 .641 3.302 -6.200 7.482
MPP
Based
Learning
Equal
variances
assumed
4.489 .045 -.094 23 .926 -.385 4.109 -8.885 8.115
Equal
variances not
assumed
-.096 18.593 .925 -.385 4.014 -8.799 8.030
70
Dari hasil analisis tersebut diperoleh nilai hitungt sebesar 0,194 dan df = 25.
Sehingga dengan menggunakan taraf signifikansi 1% (α = 0,01) dan derajat
kebebasan (df/dk = 25-2=23) akan dicari harga dari Equal variances not assumed,
ternyata harga t tersebut terdapat dalam tabel (t Distribution Critikal Values) yaitu
22,361
Ternyata diperoleh tabelt sebesar 22,36. Hasil ini membuktikan bahwa hitungt
lebih kecil dari pada tabelt , yakni hitungt 0,194 < tabelt 22,36. Dengan demikian
hipotesis yang penulis ajukan, yaitu penggunaan model pembelajaran concept
attainment (variabel X), dengan model pembelajaran problem based learning
(variabel Y) terhadap pelajaran IPA materi alat pernapasan ikan memiliki
perbedaan yang positif.
Terlihat t hitung dari Equal variances assumed adalah 0,251 dengan
probobalitas 0,621. Karena 0,251 < 0,621 maka Ho dtolak. Dapat disimpulkan
penggunaan model pembelajaran concept attainment (variabel X), dan model
pembelajaran problem based learning (variabel Y). ternyata perbedaanya sangat
efektif/signifikan.
C. PEMBAHASAN
Pada penelitian ini penulis menerapkan model pembelajaran concept attainment
pada kelas VA dengan jumlah peserta didik sebanyak 25 orang. Model pembelajaran
concept attainment didesain untuk menganalisis konsep, mengembangkan konsep,
pengajaran konsep dan untuk menolong peserta didik menjadi lebih efektif dalam
mempelajari konsep-konsep. Model pembelajaran concept attainment merupakan
71
integrasi yang efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari
suatu topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap
stadium perkembangan konsep. Model pembelajaran concept attainment ini dapat
memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep
serta melatih peserta didik menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep, hal ini
sesuai dengan pernyataan Joycc seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo
(2009:1) bahwa “pembelajaran concept attainment mempertajam dasar keterampilan
berfikir”.
Model pembelajaran problem based learning diterapkan di kelas VB dengan
jumlah peserta didik sebanyak 25 orang. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru
menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting
dan relevan (bersangku paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan siswa
memperoleh pengalaman belajar yang telah realistik (nyata). Model pembelajaran
problem based learning memberikan landasan terjadinya pembelajaran yang lebih
hidup, karena dengan menerapkan problem based learning pembelajaran
menerapkan pengetahuan dan keterampilan, bukan hanya menerima saja.
Berdasarkan pengertian dari dua model pembelajaran di atas, di ketahui bahwa
dengan menggunakan model pembelajaran concept attainment peserta didik menjadi
lebih efektif dalam mempelajari konsep-konsep dan mengembangkan konsep.
Sedangkan dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning,
peserta didik di hadapkan pada masalah dan dituntut untuk dapat memecahkan
masalah tersebut.
72
Hasil analisis data menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
1. Data perolehan nilai peserta didik yang menggunakan model pembelajaran
concept attainment menunjukan bahwa 14 orang peserta didik mendapatkan
nilai 100, 14 orang mendapat nilai 90, 5 orang mendapatkan nilai 80 dan 2 orang
mendapat nilai 70. Dengan demikian nilai yang paling banyak muncul adalah
angka 90, sedangkan yang paling sedikit muncul adalah angka 70. Berdasarkan
deskripsi statistik variabel menunjukan bahwa nilai minimum sebesar 79,
maksimum sebesar 100, rata-rata (mean) sebesar 88,00. Standar deviasi sebesar
8,16, t hitung (53,889) lebih dari t tabel (1,711).
2. Data perolehan nilai peserta didik yang menggunakan problem based learning
menunjukan bahwa 3 0rang peserta didik mendapat nilai 100, 12 orang
mendapat nilai 90, 6 orang mendapat nilai 80, 3 orang mendapat nilai 70 dan 1
orang mendapat nilai 60. Dengan demikian nilai yang paling banyak muncul
adalah 90, sedangkan yang paling sedikit muncul adalah 60. Berdasarkan
deskripsi variabel menunjukan bahwa nilai minimum sebesar 60, maksimum
sebesar 100, rata-rata (mean) sebesar 85,20. Standar deviasi sebesar 10,05, t
hitung (42,389) lebih dari t tabel (1,711).
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dengan concept
attainment lebih besar di banding problem based learning yaitu dengan perolehan
nilai rata-rata sebesar 88,00 lebih dari problem based learning yang perolehan
nilainya 85,20.
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan
1. Pembelajaran dengan menggunakan model concept attainment memberikan
suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta
melatih peserta didik menjadi lebih efektif dalam pengembangan konsep
sehingga nilai rata-rata hasil belajar mata pelajaran IPA kelas V a yaitu 88,00.
2. Pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning,
menghadapkan peserta didik pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan
dengan bekal pengetahuan yang mereka miliki sehingga nilai rata-rata hasil
belajar mata pelajaran IPA kelas V b sebesar 85,20.
3. Perbedaan penggunaan model pembelajaran concept attainment dengan
problem based learning bisa dilihat dari nilai t hitung concept attainment
(53,889) lebih besar dibandingkan dengan t hitung problem based learning
(42,389), rata-rata nilai peserta didik yang menggunakan concept attainment
adalah (88,00) sedangkan yang menggunakan problem based learning adalah
(85,20). Melalui uji t kedua data prestasi belajar concept attainment dan
problem based learning, diperoleh nilai t hitung sebesar 0,194 sedangkan t
tabel 22,36. Maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran
concept attainment (variabel X), dengan model pembelajaran problrm based
learning (variabel Y) terhadap pelajaran IPA materi alat pernapasan ikan
memiliki perbedaan yang positif.
74
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, saran dalam penelitian ini :
1. Guru diharapkan mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk
memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang akan
diajarkan sehingga dapat hasil belajar.
2. Guru hendaknya lebih sering memilih dan menetapkan model pembelajaran
yang memungkinkan peserta didik lebih aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai..
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakakah setelah
menggunakan model pembelajaran yang diterapkan memberikan hasil dan
perbedaan yang lebih baik lagi pada topik maupun mata pelajaran yang lain
dan meningkatkan motivasi belajar yang lebih baik bagi peserta didik.
75
JADWAL PENELITIAN
No. Kegiatan
Bulan..............................2012
April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan proposal
2 Penyusunan instrument
instrument
instrumentinstrument
3 Bimbingan proposal
4 Semester proposal
5 Perbaikan proposal
6 Bimbingan BAB I-III
7 Perbaikan BAB I-III
8 Pelaksanaan penelitian
9 Penulisan skripsi
10 Bimbingan BAB IV
11 Revisi skripsi
12 Sidang skripsi
13 Perbaikan skripsi

More Related Content

What's hot

PERANAN GURU PENDIDIKAN MORAL DALAM MEREALISASIKAN ASPIRASI NEGARA
PERANAN GURU PENDIDIKAN MORAL DALAM MEREALISASIKAN ASPIRASI NEGARAPERANAN GURU PENDIDIKAN MORAL DALAM MEREALISASIKAN ASPIRASI NEGARA
PERANAN GURU PENDIDIKAN MORAL DALAM MEREALISASIKAN ASPIRASI NEGARAWan Nor Faezah
 
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan PendidikanFaktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan PendidikanHariyatunnisa Ahmad
 
Guru dan dilema pendidikan
Guru dan dilema pendidikanGuru dan dilema pendidikan
Guru dan dilema pendidikanNina Rahayu
 
38154088 pedagogi-relevan-budaya-dan-kepelbagaian-kelompok
38154088 pedagogi-relevan-budaya-dan-kepelbagaian-kelompok38154088 pedagogi-relevan-budaya-dan-kepelbagaian-kelompok
38154088 pedagogi-relevan-budaya-dan-kepelbagaian-kelompokAthirah Anith Ariffin
 
Faktor pembelajaran
Faktor pembelajaranFaktor pembelajaran
Faktor pembelajaranagustaws
 
Tugasan edu 3093 cabaran guru
Tugasan edu 3093 cabaran guruTugasan edu 3093 cabaran guru
Tugasan edu 3093 cabaran guruAhmad NazRi
 
Pembinaan persekitaran bilik darjah yang mesra budaya emosi-presentation
Pembinaan persekitaran bilik darjah yang mesra budaya emosi-presentationPembinaan persekitaran bilik darjah yang mesra budaya emosi-presentation
Pembinaan persekitaran bilik darjah yang mesra budaya emosi-presentationUmi Jauhar
 
Pembahasan ptk mapenl pkn pada pokok bahsn pemerintahan desa dng metode karya...
Pembahasan ptk mapenl pkn pada pokok bahsn pemerintahan desa dng metode karya...Pembahasan ptk mapenl pkn pada pokok bahsn pemerintahan desa dng metode karya...
Pembahasan ptk mapenl pkn pada pokok bahsn pemerintahan desa dng metode karya...Nurdin Aminudin
 
UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...
UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...
UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...Muhammad Idris
 
Kerja kursus edu 3106 - pelan bilik darjah & faktor-faktor ketidaksamaan pd...
Kerja kursus   edu 3106 - pelan bilik darjah & faktor-faktor ketidaksamaan pd...Kerja kursus   edu 3106 - pelan bilik darjah & faktor-faktor ketidaksamaan pd...
Kerja kursus edu 3106 - pelan bilik darjah & faktor-faktor ketidaksamaan pd...Karen Kayny
 
Permasalahan pembelajaran sejarah di indonesia
Permasalahan pembelajaran sejarah di indonesiaPermasalahan pembelajaran sejarah di indonesia
Permasalahan pembelajaran sejarah di indonesiaSejarah Akademika
 
Peranan guru di sekolah dan masyarakat
Peranan guru di sekolah dan masyarakatPeranan guru di sekolah dan masyarakat
Peranan guru di sekolah dan masyarakatDWC
 
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan PendidikanFaktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan PendidikanRizqiana Yogi Cahyaningtyas
 
Reformasi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...
Reformasi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...Reformasi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...
Reformasi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...Dadang DjokoKaryanto
 
66cb960420eb1b91ec2a8253e23de38e
66cb960420eb1b91ec2a8253e23de38e66cb960420eb1b91ec2a8253e23de38e
66cb960420eb1b91ec2a8253e23de38eRoem Meuneuh
 
peranan guru dalam pendidikan moral
peranan guru dalam pendidikan moralperanan guru dalam pendidikan moral
peranan guru dalam pendidikan moralWan Nor Faezah
 
kepelbagaian pelajar
kepelbagaian pelajarkepelbagaian pelajar
kepelbagaian pelajarNor Fatihah
 

What's hot (20)

PERANAN GURU PENDIDIKAN MORAL DALAM MEREALISASIKAN ASPIRASI NEGARA
PERANAN GURU PENDIDIKAN MORAL DALAM MEREALISASIKAN ASPIRASI NEGARAPERANAN GURU PENDIDIKAN MORAL DALAM MEREALISASIKAN ASPIRASI NEGARA
PERANAN GURU PENDIDIKAN MORAL DALAM MEREALISASIKAN ASPIRASI NEGARA
 
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan PendidikanFaktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
 
Guru dan dilema pendidikan
Guru dan dilema pendidikanGuru dan dilema pendidikan
Guru dan dilema pendidikan
 
38154088 pedagogi-relevan-budaya-dan-kepelbagaian-kelompok
38154088 pedagogi-relevan-budaya-dan-kepelbagaian-kelompok38154088 pedagogi-relevan-budaya-dan-kepelbagaian-kelompok
38154088 pedagogi-relevan-budaya-dan-kepelbagaian-kelompok
 
S jkr 0704960_chapter1
S jkr 0704960_chapter1S jkr 0704960_chapter1
S jkr 0704960_chapter1
 
Faktor pembelajaran
Faktor pembelajaranFaktor pembelajaran
Faktor pembelajaran
 
Tugasan edu 3093 cabaran guru
Tugasan edu 3093 cabaran guruTugasan edu 3093 cabaran guru
Tugasan edu 3093 cabaran guru
 
Pembinaan persekitaran bilik darjah yang mesra budaya emosi-presentation
Pembinaan persekitaran bilik darjah yang mesra budaya emosi-presentationPembinaan persekitaran bilik darjah yang mesra budaya emosi-presentation
Pembinaan persekitaran bilik darjah yang mesra budaya emosi-presentation
 
Problematika sejarah
Problematika sejarahProblematika sejarah
Problematika sejarah
 
Pembahasan ptk mapenl pkn pada pokok bahsn pemerintahan desa dng metode karya...
Pembahasan ptk mapenl pkn pada pokok bahsn pemerintahan desa dng metode karya...Pembahasan ptk mapenl pkn pada pokok bahsn pemerintahan desa dng metode karya...
Pembahasan ptk mapenl pkn pada pokok bahsn pemerintahan desa dng metode karya...
 
UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...
UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...
UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...
 
Kerja kursus edu 3106 - pelan bilik darjah & faktor-faktor ketidaksamaan pd...
Kerja kursus   edu 3106 - pelan bilik darjah & faktor-faktor ketidaksamaan pd...Kerja kursus   edu 3106 - pelan bilik darjah & faktor-faktor ketidaksamaan pd...
Kerja kursus edu 3106 - pelan bilik darjah & faktor-faktor ketidaksamaan pd...
 
Permasalahan pembelajaran sejarah di indonesia
Permasalahan pembelajaran sejarah di indonesiaPermasalahan pembelajaran sejarah di indonesia
Permasalahan pembelajaran sejarah di indonesia
 
Peranan guru di sekolah dan masyarakat
Peranan guru di sekolah dan masyarakatPeranan guru di sekolah dan masyarakat
Peranan guru di sekolah dan masyarakat
 
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan PendidikanFaktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan
 
Gru proposal (2)
Gru  proposal (2)Gru  proposal (2)
Gru proposal (2)
 
Reformasi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...
Reformasi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...Reformasi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...
Reformasi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...
 
66cb960420eb1b91ec2a8253e23de38e
66cb960420eb1b91ec2a8253e23de38e66cb960420eb1b91ec2a8253e23de38e
66cb960420eb1b91ec2a8253e23de38e
 
peranan guru dalam pendidikan moral
peranan guru dalam pendidikan moralperanan guru dalam pendidikan moral
peranan guru dalam pendidikan moral
 
kepelbagaian pelajar
kepelbagaian pelajarkepelbagaian pelajar
kepelbagaian pelajar
 

Viewers also liked

TUGAS TRANSLATE KODE ETIK PROFESI AKUNTAN INTERNASIONAL
TUGAS TRANSLATE KODE ETIK PROFESI AKUNTAN INTERNASIONAL TUGAS TRANSLATE KODE ETIK PROFESI AKUNTAN INTERNASIONAL
TUGAS TRANSLATE KODE ETIK PROFESI AKUNTAN INTERNASIONAL anisiaastuti
 
PPowerpoint Kelompok International Ethics Standards Board for Accountants dal...
PPowerpoint Kelompok International Ethics StandardsBoard for Accountants dal...PPowerpoint Kelompok International Ethics StandardsBoard for Accountants dal...
PPowerpoint Kelompok International Ethics Standards Board for Accountants dal...dewi_kusumastuti
 
Akuntansi internasional standar akuntansi filipina
Akuntansi internasional standar akuntansi filipinaAkuntansi internasional standar akuntansi filipina
Akuntansi internasional standar akuntansi filipinadewi_kusumastuti
 
Powerpoint Individu International Ethics Standards Board for Accountants
Powerpoint Individu International Ethics StandardsBoard for AccountantsPowerpoint Individu International Ethics StandardsBoard for Accountants
Powerpoint Individu International Ethics Standards Board for Accountantsdewi_kusumastuti
 
Presentasi Akuntansi Internasional - Jerman
Presentasi Akuntansi Internasional - JermanPresentasi Akuntansi Internasional - Jerman
Presentasi Akuntansi Internasional - Jermandewi_kusumastuti
 
Powerpoint Kelompok International Ethics Standards Board for Accountants dala...
Powerpoint Kelompok International Ethics StandardsBoard for Accountants dala...Powerpoint Kelompok International Ethics StandardsBoard for Accountants dala...
Powerpoint Kelompok International Ethics Standards Board for Accountants dala...dewi_kusumastuti
 
Standar akuntansi filipina
Standar akuntansi filipinaStandar akuntansi filipina
Standar akuntansi filipinadewi_kusumastuti
 
Presentasi waroeng kue panci
Presentasi waroeng kue panciPresentasi waroeng kue panci
Presentasi waroeng kue pancidewi_kusumastuti
 
Company profile
Company profileCompany profile
Company profileAlnefouth
 
Real presentation at mesn
Real presentation at mesnReal presentation at mesn
Real presentation at mesnKondwani Duwa
 
nate-smith-techcamp-kyiv-intro
nate-smith-techcamp-kyiv-intronate-smith-techcamp-kyiv-intro
nate-smith-techcamp-kyiv-introTechCampKyiv
 
Todays message collection english 17th part
Todays message collection english 17th partTodays message collection english 17th part
Todays message collection english 17th partNarayanasamy Prasannam
 
தமிழ் குறுஞ்செய்திகளின் தொகுப்பு 15th part
தமிழ் குறுஞ்செய்திகளின் தொகுப்பு 15th partதமிழ் குறுஞ்செய்திகளின் தொகுப்பு 15th part
தமிழ் குறுஞ்செய்திகளின் தொகுப்பு 15th partNarayanasamy Prasannam
 
Today’s message collection – english – 16th part
Today’s message  collection – english –    16th partToday’s message  collection – english –    16th part
Today’s message collection – english – 16th partNarayanasamy Prasannam
 
Platyhelmintes new_ By: Nining putu
Platyhelmintes new_ By: Nining putu Platyhelmintes new_ By: Nining putu
Platyhelmintes new_ By: Nining putu Nining Purwaningsih
 
Angela_Oduor_ushahidi_techcampkyiv
Angela_Oduor_ushahidi_techcampkyivAngela_Oduor_ushahidi_techcampkyiv
Angela_Oduor_ushahidi_techcampkyivTechCampKyiv
 

Viewers also liked (20)

Kontormedarbeider
KontormedarbeiderKontormedarbeider
Kontormedarbeider
 
TUGAS TRANSLATE KODE ETIK PROFESI AKUNTAN INTERNASIONAL
TUGAS TRANSLATE KODE ETIK PROFESI AKUNTAN INTERNASIONAL TUGAS TRANSLATE KODE ETIK PROFESI AKUNTAN INTERNASIONAL
TUGAS TRANSLATE KODE ETIK PROFESI AKUNTAN INTERNASIONAL
 
Standar Akuntansi Jerman
Standar Akuntansi JermanStandar Akuntansi Jerman
Standar Akuntansi Jerman
 
PPowerpoint Kelompok International Ethics Standards Board for Accountants dal...
PPowerpoint Kelompok International Ethics StandardsBoard for Accountants dal...PPowerpoint Kelompok International Ethics StandardsBoard for Accountants dal...
PPowerpoint Kelompok International Ethics Standards Board for Accountants dal...
 
Akuntansi internasional standar akuntansi filipina
Akuntansi internasional standar akuntansi filipinaAkuntansi internasional standar akuntansi filipina
Akuntansi internasional standar akuntansi filipina
 
Powerpoint Individu International Ethics Standards Board for Accountants
Powerpoint Individu International Ethics StandardsBoard for AccountantsPowerpoint Individu International Ethics StandardsBoard for Accountants
Powerpoint Individu International Ethics Standards Board for Accountants
 
Presentasi Akuntansi Internasional - Jerman
Presentasi Akuntansi Internasional - JermanPresentasi Akuntansi Internasional - Jerman
Presentasi Akuntansi Internasional - Jerman
 
Powerpoint Kelompok International Ethics Standards Board for Accountants dala...
Powerpoint Kelompok International Ethics StandardsBoard for Accountants dala...Powerpoint Kelompok International Ethics StandardsBoard for Accountants dala...
Powerpoint Kelompok International Ethics Standards Board for Accountants dala...
 
Standar akuntansi filipina
Standar akuntansi filipinaStandar akuntansi filipina
Standar akuntansi filipina
 
Presentasi waroeng kue panci
Presentasi waroeng kue panciPresentasi waroeng kue panci
Presentasi waroeng kue panci
 
Company profile
Company profileCompany profile
Company profile
 
Real presentation at mesn
Real presentation at mesnReal presentation at mesn
Real presentation at mesn
 
nate-smith-techcamp-kyiv-intro
nate-smith-techcamp-kyiv-intronate-smith-techcamp-kyiv-intro
nate-smith-techcamp-kyiv-intro
 
Sunflower mr.jhon and the ugly gost.
Sunflower mr.jhon and the ugly gost.Sunflower mr.jhon and the ugly gost.
Sunflower mr.jhon and the ugly gost.
 
Todays message collection english 17th part
Todays message collection english 17th partTodays message collection english 17th part
Todays message collection english 17th part
 
தமிழ் குறுஞ்செய்திகளின் தொகுப்பு 15th part
தமிழ் குறுஞ்செய்திகளின் தொகுப்பு 15th partதமிழ் குறுஞ்செய்திகளின் தொகுப்பு 15th part
தமிழ் குறுஞ்செய்திகளின் தொகுப்பு 15th part
 
Today’s message collection – english – 16th part
Today’s message  collection – english –    16th partToday’s message  collection – english –    16th part
Today’s message collection – english – 16th part
 
Platyhelmintes new_ By: Nining putu
Platyhelmintes new_ By: Nining putu Platyhelmintes new_ By: Nining putu
Platyhelmintes new_ By: Nining putu
 
Angela_Oduor_ushahidi_techcampkyiv
Angela_Oduor_ushahidi_techcampkyivAngela_Oduor_ushahidi_techcampkyiv
Angela_Oduor_ushahidi_techcampkyiv
 
Untitled 1 (2)
Untitled 1 (2)Untitled 1 (2)
Untitled 1 (2)
 

Similar to Pembahasan

Makna dan ciri interaksi edukatif
Makna dan ciri interaksi edukatifMakna dan ciri interaksi edukatif
Makna dan ciri interaksi edukatifiqbalvarmelen
 
Peran guru bk di sekolah
Peran guru bk di sekolahPeran guru bk di sekolah
Peran guru bk di sekolahSuTedjo Tee
 
nyokaptoto slot gacor terbaik dan terpercaya.pdf
nyokaptoto slot gacor terbaik dan terpercaya.pdfnyokaptoto slot gacor terbaik dan terpercaya.pdf
nyokaptoto slot gacor terbaik dan terpercaya.pdfNyokap Toto
 
Contoh Skripsi PTK Geografi
Contoh Skripsi PTK Geografi Contoh Skripsi PTK Geografi
Contoh Skripsi PTK Geografi Andri Tampani
 
profesi pendidikan
profesi pendidikan profesi pendidikan
profesi pendidikan AisAisyah
 
rangkuman buku pengantar pendidikan(Umar Tirtarahardja & S.L. La Sulo)
rangkuman buku pengantar pendidikan(Umar Tirtarahardja & S.L. La Sulo)rangkuman buku pengantar pendidikan(Umar Tirtarahardja & S.L. La Sulo)
rangkuman buku pengantar pendidikan(Umar Tirtarahardja & S.L. La Sulo)setyawatiDK
 
Usaha Memperbaiki Budaya Mengajar Guru Melalui Perbaikan Lembaga Sosial Guru
Usaha Memperbaiki Budaya Mengajar Guru Melalui Perbaikan Lembaga Sosial GuruUsaha Memperbaiki Budaya Mengajar Guru Melalui Perbaikan Lembaga Sosial Guru
Usaha Memperbaiki Budaya Mengajar Guru Melalui Perbaikan Lembaga Sosial GuruFahma Fahmita
 
Mengenal metode dan teknik mengajar dosen masa kini
Mengenal metode dan teknik mengajar dosen masa kiniMengenal metode dan teknik mengajar dosen masa kini
Mengenal metode dan teknik mengajar dosen masa kiniLSP3I
 
Mata Kuliah Filsafat Ilmu II Semester 1 II Objek Formal Ilmu Pendidikan
Mata Kuliah Filsafat Ilmu II Semester 1 II Objek Formal Ilmu PendidikanMata Kuliah Filsafat Ilmu II Semester 1 II Objek Formal Ilmu Pendidikan
Mata Kuliah Filsafat Ilmu II Semester 1 II Objek Formal Ilmu PendidikanTriaripuspitasari
 
PPT-UEU-Bimbingan-dan-Konseling-Pertemuan-4.ppt
PPT-UEU-Bimbingan-dan-Konseling-Pertemuan-4.pptPPT-UEU-Bimbingan-dan-Konseling-Pertemuan-4.ppt
PPT-UEU-Bimbingan-dan-Konseling-Pertemuan-4.pptadizfkr45
 
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakatPendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakattuti Oktaviani
 
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014Irma Muthiara Sari
 

Similar to Pembahasan (20)

Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Makna dan ciri interaksi edukatif
Makna dan ciri interaksi edukatifMakna dan ciri interaksi edukatif
Makna dan ciri interaksi edukatif
 
Peran guru bk di sekolah
Peran guru bk di sekolahPeran guru bk di sekolah
Peran guru bk di sekolah
 
nyokaptoto slot gacor terbaik dan terpercaya.pdf
nyokaptoto slot gacor terbaik dan terpercaya.pdfnyokaptoto slot gacor terbaik dan terpercaya.pdf
nyokaptoto slot gacor terbaik dan terpercaya.pdf
 
Contoh Skripsi PTK Geografi
Contoh Skripsi PTK Geografi Contoh Skripsi PTK Geografi
Contoh Skripsi PTK Geografi
 
Tesis
TesisTesis
Tesis
 
Tesis
TesisTesis
Tesis
 
Ppp2
Ppp2Ppp2
Ppp2
 
profesi pendidikan
profesi pendidikan profesi pendidikan
profesi pendidikan
 
rangkuman buku pengantar pendidikan(Umar Tirtarahardja & S.L. La Sulo)
rangkuman buku pengantar pendidikan(Umar Tirtarahardja & S.L. La Sulo)rangkuman buku pengantar pendidikan(Umar Tirtarahardja & S.L. La Sulo)
rangkuman buku pengantar pendidikan(Umar Tirtarahardja & S.L. La Sulo)
 
Usaha Memperbaiki Budaya Mengajar Guru Melalui Perbaikan Lembaga Sosial Guru
Usaha Memperbaiki Budaya Mengajar Guru Melalui Perbaikan Lembaga Sosial GuruUsaha Memperbaiki Budaya Mengajar Guru Melalui Perbaikan Lembaga Sosial Guru
Usaha Memperbaiki Budaya Mengajar Guru Melalui Perbaikan Lembaga Sosial Guru
 
Peran Pendidik (Histori)
Peran Pendidik (Histori)Peran Pendidik (Histori)
Peran Pendidik (Histori)
 
Kode
KodeKode
Kode
 
Mengenal metode dan teknik mengajar dosen masa kini
Mengenal metode dan teknik mengajar dosen masa kiniMengenal metode dan teknik mengajar dosen masa kini
Mengenal metode dan teknik mengajar dosen masa kini
 
Mata Kuliah Filsafat Ilmu II Semester 1 II Objek Formal Ilmu Pendidikan
Mata Kuliah Filsafat Ilmu II Semester 1 II Objek Formal Ilmu PendidikanMata Kuliah Filsafat Ilmu II Semester 1 II Objek Formal Ilmu Pendidikan
Mata Kuliah Filsafat Ilmu II Semester 1 II Objek Formal Ilmu Pendidikan
 
Pkm......
Pkm......Pkm......
Pkm......
 
PPT-UEU-Bimbingan-dan-Konseling-Pertemuan-4.ppt
PPT-UEU-Bimbingan-dan-Konseling-Pertemuan-4.pptPPT-UEU-Bimbingan-dan-Konseling-Pertemuan-4.ppt
PPT-UEU-Bimbingan-dan-Konseling-Pertemuan-4.ppt
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakatPendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat
 
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
 

More from Dani Al-Fath

More from Dani Al-Fath (18)

Provinsi nanggroe aceh darussalam
Provinsi nanggroe aceh darussalamProvinsi nanggroe aceh darussalam
Provinsi nanggroe aceh darussalam
 
Ucapan idulfitri 1437 h tahun 2016
Ucapan idulfitri 1437 h tahun 2016Ucapan idulfitri 1437 h tahun 2016
Ucapan idulfitri 1437 h tahun 2016
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Candi borobudur
Candi borobudurCandi borobudur
Candi borobudur
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Candi Borobudur
Candi BorobudurCandi Borobudur
Candi Borobudur
 
Riwayat hidup
Riwayat hidupRiwayat hidup
Riwayat hidup
 
Lampiran
LampiranLampiran
Lampiran
 
Kata pengantar
Kata pengantarKata pengantar
Kata pengantar
 
Daftar tabel
Daftar tabelDaftar tabel
Daftar tabel
 
Daftar pustaka
Daftar pustakaDaftar pustaka
Daftar pustaka
 
Daftar isi
Daftar isiDaftar isi
Daftar isi
 
Daftar grafik
Daftar grafikDaftar grafik
Daftar grafik
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Berita acara pengesahan
Berita acara pengesahanBerita acara pengesahan
Berita acara pengesahan
 
Abstrak
AbstrakAbstrak
Abstrak
 
Pernyataan keaslian karya tulis
Pernyataan keaslian karya tulisPernyataan keaslian karya tulis
Pernyataan keaslian karya tulis
 
Khutbah jumat sunda
Khutbah jumat sundaKhutbah jumat sunda
Khutbah jumat sunda
 

Recently uploaded

Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptxPelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptxboynugraha727
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAAmmar Ahmad
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxrizalhabib4
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfEniNuraeni29
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxIvvatulAini
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxwawan479953
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxDEAAYUANGGREANI
 

Recently uploaded (20)

Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptxPelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 

Pembahasan

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, pendidikan merupakan proses kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi manusia secara pribadi maupun kelompok supaya berkemampuan mengadakan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses tersebut dilaksanakan secara sistematis, terorganisir dan terencana, serta senantiasa diawasi, dinilai, dan dikembangkan secara terus-menerus. Pendidikan ialah mempersiapkan dan menumbuhkan anak didik atau individu manusia yang prosesnya berlangsung secara terus menerus sejak ia lahir sampai meninggal dunia. Yang dipersiapkan dan ditumbuhkan itu meliputi aspek jasmani, akal, dan rohani sebagai suatu kesatuan tanpa mengenyampingkan salah satu aspek dan melebihkan aspek lain, yang diarahkan agar ia menjadi manusia yang berdayaguna dan berhasil guna bagi dirinya dan bagi umatnya, serta dapat memperoleh suatu kehidupan yang sempurna (Ilyas, 1995 : 23-24). Pada tataran negara atau nasional, pendidikan diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan Nasional diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat dan dengan memberdayakan semua komponen
  • 2. 2 masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UUSPN No. 20 Tahun 2003, Bab II Pasal 3). Sebagai upaya mencapai terlaksananya fungsi dan tujuan di atas, maka perlu diselenggarakannya proses pendidikan yang pengelolaannya bisa dilakukan oleh pemerintah, keluarga, dan masyarakat.Daradjat, dkk. (1992 : 34) mengatakan: Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan dengan kewajiban mendidik. Secara umum mendidik adalah membantu anak didik di dalam perkembangan dari daya- dayanya dan di dalam penetapan nilai-nilai. Bantuan atau bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Proses pendidikan dengan kewajiban mendidik seperti tersebut di atas, secara konkritnya berupa diadakannya suatu jalur pendidikan, baik formal, informal maupun nonformal. Jalur pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Jalur pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan, sedangkan jalur pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab I Pasal 1 Ayat 11, 12, 13, dan Bab VI Pasal 13 ayat 1).
  • 3. 3 Salah satu bagian dari jalur formal yang peranan dan kedudukannya sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan adalah sekolah. Saat ini sekolah telah menjadi lembaga yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama karena masyarakat mempunyai keterbatasan, baik dari segi waktu, tenaga, ilmu, maupun kesempatan dalam mendidik. Sekolah telah menjadi aset penting dan berharga dalam mencetak generasi muda harapan bangsa. Melalui sekolah anak belajar membaca, menulis, berhitung, belajar berinteraksi, belajar memahami orang lain, belajar bersosialisasi, belajar mengalami miniatur kehidupan masyarakat, dan tentu mendapat ilmu pengetahuan yang luas. Berdasarkan jenjangnya, sebagai bagian dari pendidikan formal, sekolah terdiri dari jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Jenjang pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan jenjang pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Adapun jenjang pendidikan tinggi adalah perguruan tinggi, dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas (UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab VI Pasal 13, 14, 17, 18, 20). Dari jalur formal, maka sekolah merupakan jalur yang pada saat ini sangat diperlukan keberadaannya, dan diharapkan mampu membawa individu ke arah pencapaian cita-citanya. Di sekolah, salah satu bentuk nyata proses pendidikannya
  • 4. 4 adalah berupa proses belajar mengajar, yang menurut Syah (2006 : 237) pengertiannya adalah: Sebuah kegiatan yang integral (utuh terpadu) antara peserta didik sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar. Dalam kesatuan kegiatan ini terjadi interaksi resiprokal, yakni hubungan antara guru dengan para peserta didik dalam situasi instruksional, yaitu suasana yang bersifat pengajaran. Kutipan di atas diperkuat pula oleh pernyataan Djamarah dan Zain (2006 : 1) bahwa: Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu telah dirumuskan sebelum pembelajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran. Dari kedua kutipan tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ternyata dalam proses belajar mengajar pasti melibatkan dua komponen penting, yakni pendidik (guru) dan peserta didik (peserta didik). Khusus berkaitan dengan guru, guru sebagai pendidik ataupun pengajar merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan. Itulah sebabnya setiap pembicaraan mengenai pembaruan kurikulum, pengadaan alat-alat belajar sampai pada kriteria sumber daya manusia yang dihasilkan oleh usaha pendidikan, selalu bermuara pada guru. Hal ini menunjukkan betapa signifikan (berarti penting) posisi guru dalam dunia pendidikan (Syah, 2006 : 223). Tugas guru adalah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotor, kognitif, maupun potensi afektif. Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar,
  • 5. 5 sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain. Dalam pendidikan di sekolah, tugas guru sebagian besar adalah mendidik dengan cara mengajar (Tafsir, 1992 : 74). Hal ini sesuai dengan arti guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud RI, 1995: 250) sebagai orang yang pekerjaannya mengajar. Dikarenakan peran dan fungsi guru sangat penting, maka guru harus memiliki berbagai kemampuan, salah satunya adalah kemampuan dalam menerapkan model pembelajaran yang tepat ketika proses pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran memiliki banyak sekali jenis dan macamnya, hal ini perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi kegiatan pembelajaran yang tepat bagi peserta didik dan tentunya juga disesuaikan dengan jenjang atau tingkatan pendidikan agar menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Penggunaan model pembelajaran yang tepat sering tidak terpikirkan oleh guru, kebanyakan guru lebih sering menggunakan model pembelajaran yang monoton yang berpusat pada guru, guru dianggap sebagai sumber belajar yang paling benar. Proses pembelajaran yang terjadi memposisikan peserta didik sebagai pendengar ceramah guru, sementara peserta didik mencatatnya pada buku catatan, akibatnya proses belajar mengajar cenderung membosankan dan menjadikan peserta didik tidak aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini akan sangat berpengaruh pada prestasi belajar yang didapat oleh peserta didik. Kesan yang selama ini terjadi bahwa peserta didik sering menjadi objek yang dipersalahkan ketika tidak mampu menyerap materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Sehingga berbagai predikat pun kadang diberikan kepada peserta didik, misalnya pemalas, tidak memperhatikan penjelasan
  • 6. 6 guru, nakal, bodoh dan lain-lain. Padahal boleh jadi penyebeb ketidakmampuan peserta didik dalam menyerap materi pelajaran yang diberikan bermula dari proses pembelajaran yang tidak menarik dan cenderung membosankan, sebagai akibatnya peserta didik menjadi malas dan tidak tertarik terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Beranjak dari permasalahan diatas, sudah saatnya guru untuk mengubah paradigma mengajar yang masih bersifat teacher-centre menjadi student-centre yang menyenangkan. Sikap peserta didik yang pasif selama proses pembelajaran ternyata tidak hanya terjadi pada mata pelajaran tertentu saja, akan tetapi hampir pada semua mata pelajaran, termasuk pada mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), di sekolah yang menjadi tempat penelitian penulis yaitu SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis. Pembelajaran IPA masih menunjukan sejumlah kelemahan diantaranya yaitu pada saat proses pembelajaran berlangsung, peserta didik tidak ikut aktif dan hanya mencatat apa yang disampaikan guru. Prestasi belajar peserta didik di sekolah tersebut kurang memuaskan. Perolehan nilai mata pelajaran IPA dari peserta didik yang berjumlah 50 orang, baru 21 orang yang mencapai nilai 70 ke atas KKM sebesar 70. Dalam rangka merubah atau meningkatkan prestasi belajar peserta didik yang rendah itu, maka akan dicoba menerapkan dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran concept attainment dan problem based learning. Dari kedua model pembelajarn tersebut akan dilihat model pembelajaran mana yang tepat bagi mata pelajaran IPA di kelas V SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis.
  • 7. 7 Dari latar belakang permasalahan tersebut diatas maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “ PERBANDINGAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT DENGAN PROBLEM BASED LEARNING ” (Penelitian pada mata pelajaran IPA materi Alat Pernapasan Ikan di Kelas V SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2012/2013). B. Rumusan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini berkenaan dengan penerapan model pembelajaran concept attainment dan problem based learning pada mata pelajaran IPA di kelas V SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana prestasi belajar peserta didik kelas V pada mata pelajaran IPA melalui penggunaan model pembelajaran concept attainment di SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis? 2. Bagaimana prestasi belajar peserta didik kelas V pada mata pelajaran IPA melalui penggunaan model pembelajaran problem based learning di SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis ? 3. Bagaimana perbedaan prestasi belajar peserta didik antara yang melalui penggunaan model pembelajaran concept attainment dengan problem based learning?
  • 8. 8 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Prestasi belajar peserta didik kelas V pada mata pelajaran IPA SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis melalui penggunaan model pembelajaran concept attainment. 2. Prestasi belajar peserta didik kelas V pada mata pelajaran IPA SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis melalui penggunaan model pembelajaran problem based learning. 3. Persamaan dan perbedaan prestasi belajar peserta didik antara yang melalui penggunaan model pembelajaran concept attainment dengan problem based learning. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan banyak manfaat bagi dunia pendidikan, khususnya dalam proses kegiatan belajar mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. 2. Manfaat Praktis 1. Bagi peserta didik a. Meningkatkan aktifitas peserta didik dalam proses pembelajaran b. Meningkatkan prestasi belajar peserta didik
  • 9. 9 2. Bagi Guru a. Mendapatkan pengalaman dan wawasan tentang model pembelajaran concept attainment dan problem based learning. b. Mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran concept attainment dan problem based learning. terhadap prestasi belajar peserta didik dalam mata pelajaran IPA. 3. Bagi Sekolah a. Dapat memberi motivasi terhadap guru-guru lain dalam hal peningkatan proses pembelajaran. b. Meningkatkan kompetensi guru yang berdampak positif terhadap kemajuan sekolah. c. Meningkatkan kinerja guru.
  • 10. 10 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas RI, 2000 : 515), kata prestasi berarti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Dengan demikian prestasi belajar adalah hasil optimal yang dicapai oleh peserta didik secara sadar setelah ia melakukan serangkaian kegiatan belajar. Keberhasilan tersebut mencakup keberhasilan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Benyamin S. Bloom, seperti yang dikutip Maolani (2008 : 66-70), menguraikan tentang aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai berikut: 1. Kognitif (Cognitive) Domain kognitif berkenaan dengan perilaku yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui dan pemecahan masalah. Domain ini memiliki enam tingkatan, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Keenam tingkatan tersebut adalah: a. Pengetahuan (Knowledge): berhubungan dengan mengingat kepada bahan yang sudah dipelajari sebelumnya. Dengan istilah lain pengetahuan juga disebut recall (pengingatan kembali). Pengetahuan dapat menyangkut bahan yang luas maupun sempit, seperti fakta (sempit) atau teori (luas). Namun apa yang diketahui hanya sekedar informasi yang dapat diingat saja. Oleh karena itu tingkatan domain kognitif pengetahuan adalah rendah. Contoh kata kerja operasionalnya:
  • 11. 11 menyebutkan, menunjukkan, mengidentifikasi, menjodohkan, memilih, menyatakan, mendefinisikan. b. Pemahaman (Comprehension): Pemahaman adalah kemampuan memahami arti suatu bahan pelajaran, seperti menafsirkan, menjelaskan atau menerangkan suatu pengertian. Kemampuan ini lebih tinggi daripada pengetahuan. Contoh kata kerja operasionalnya: menjelaskan, menguraikan, merumuskan, merangkum, mengubah, menyadur, mermalkan, menyimpulkan, memperkirkan, menggantikan, menarik kesimpulan. c. Penerapan (Aplication): Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau menafsirkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi yang konkrit. Seperti menerapkan suatu dalil, metode, konsep, prinsip, atau teori. Kemampuan ini lebih tinggi daripada pemahaman. Contoh kata kerja operasionalnya: mendemonstrasikan, menghitung, menghubungkan, menghasilkan, melangkapi, menyediakan, menemukan. d. Analisis (Analysis): Kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam komponen atau bagian-bagian, sehingga susunannya dapat dimengerti. Kemampuan ini meliputi mengenal bagian-bagian, hubungan antar bagian serta prinsip yang digunakan dalam organisasinya. Contoh kata kerja operasionalnya: memisahkan, menerima, menyisihkan, menghubungkan, membandingkan, mempertentangkan, membagi, membuat diagram, menunjukkan hubungan. e. Sintesis (Synthesis): kemampuan menghimpun bagian ke dalam suatu keseluruhan. Seperti merumuskan tema rencana atau melihat hubungan abstrak dari berbagai informasi/fakta. Kemampuan ini semacam kemampuan merumuskan
  • 12. 12 suatu pola atau struktur baru berdasarkan kepada berbagai informasi atau fakta. Contoh kata kerja operasionalnya: mengkategorikan, mengkombinasikan, mengarang, menciptakan, mendesain, mengatur, menyusun kembali, menyimpulkan, merancang, membuat pola. f. Evaluasi (Evaluation): Kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan pada maksud atau kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dapat bersifat internal (seperti organisasinya) atau eksternal (relevansinya untuk maksud tertentu). Contoh kata kerja operasionalnya: memperbandingkan, mengkritik, mengevaluasi, membuktikan, menafsirkan, membahas, manksir, membedakan, melukiskan. 2. Afektif (Affective) Domain ini berkaitan dengan sikap, rasa, nilai-nilai, interes (minat), apresiasi, dan penyesuaian perasaan sosial. Domain ini mempunyai lima tingkatan: a. Penerimaan (Receiving): Keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rangsangan tertentu. Hal ini menyangkut kegiatan: mendengar dengan penuh perhatian, menunjukkan kesadaran pentingnya belajar, menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan manusia dan masalah sosial, menerima perbedaan ras dan budaya, meperhatikan dengan sungguh-sungguh kegiatan di kelas. Contoh kata kerja operasionalnya: menanyakan, memilih, menjawab, melanjutkan, memberi, menyatakan, menempatkan. b. Menanggapi (Responding): Menunjukkan kepada partisipasi aktif dalam kegiatan tertentu, seperti menyelesaikan pekerjaan rumah (PR), mentaati peraturan, mengikuti diskusi kelas, menyelesaikan pekerjaan di laboratorium, tugas khusus,
  • 13. 13 atau menolong orang lain. Contoh kata kerja operasionalnya: melaksanakan, membantu, menawarkan diri, menyambut, menolong, mendatangi, melaporkan, menyumbangkan, menyesuaikan diri, menyatakan persetujuan, mempraktikkan. c. Berkeyakinan (Valuing): Penerimaan nilai tertentu pada diri individu, seperti menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi terhadap sesuatu, sikap ilmiah atau kesungguhan kerja (komitmen) untuk melakukan sesuatu peningkatan kehidupan sosial. Contoh kata kerja operasionalnya: menunjukkan, menyatakan pendapat, memilih, membela, membenarkan, menolak, mengajak. d. Pengorganisasian (Organizing): Penerimaan terhadap berbagai nilai yang berbeda- beda berdasarkan pada suatu system nilai tertentu yang lebih tinggi, seperti menyadari pentingnya keselarasan antara hak dan tanggung jawab, bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukan, memahami dan menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri, atau menyadari peranan perencanaan dalam pemecahan masalah. Contoh kata kerja operasionalnya: merumuskan, mengintegrasikan, menghubngkan, mengaitkan, menyusun, mengubah, melengkapi, menyempurnakan, menyamakan, mempertahankan, memodifikasi. e. Karakterisasi (Characterization): Pada taraf ini individu sudah memiliki sistem nilai yang selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai tertentu, seperti bersikap obyektif terhadap segala hal. Pada tingkat ini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya di dalam dirinya, telah efektif mengontrol tingkah laku pemiliknya dan mempengaruhi emosinya. Pandangan hidupnya berupa keyakinan pada diri sendiri yang mampu menghasilkan kesatuan
  • 14. 14 dan konsistensi dalam berbagai aspek kehidupan. Sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Contoh kata kerja operasionalnya: bertindak, memperlihatkan, melayani, membuktikan, mempertimbangkan, mempersoalkan. 3. Psikomotor (Psychomotor) Domain ini berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual dan motorik. Meliputi: a. Persepsi (Perception): Berkenaan dengan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan, seperti mengenal kerusakan mesin dari suaranya yang sumbang atau menghubungkan suara musik dengan tarian tertentu. Contoh kata kerja operasionalnya: memilih, membedakan, mempersiapkan, menunjukkan, mengidentifikasi, menghubungkan. b. Kesiapan melakukan sesuatu (Set): Berkenaan dengan kesiapan untuk melakukan suatu kegiatan tertentu, termasuk di dalamnya mental set (kesiapan mental), physical set (kesiapan fisik) atau emosional set (kesiapan emosi) untuk melakukan suatu tindakan. Contoh kata kerja operasionalnya: memulai, bereaksi, memprakarsai, menanggapi, mempertunjukkan. c. Mekanisme (Mechanism): berkenaan dengan penampilan respons yang sudah dipelajari dan sudah menjadi kebiasaan, sehingga gerakan yang ditampilkan menunjukkan kepada suatu kemahiran, seperti menulis halus, menari, mengatur laboratorium. Contoh kata kerja operasionalnya: mengoperasikan, membangun, memasang, membongkar, memperbaiki, mengerjakan, menyusun, menggunakan.
  • 15. 15 d. Respons terbimbing (Guided Respons): Seperti peniruan (imitasi), yakni mengikuti, mengulangi perbuatan yang diperintahkan/ditunjukkan oleh orang lain, atau trial and error (coba-coba). Contoh kata kerja operasionalnya: mempraktikkan, memainkan, mengerjakan, membuat, mencoba, memasang, membongkar. e. Kemahiran (Complex Overt Respons): Berkenaan dengan penampilan gerakan motorik dengan keterampilan penuh. Kemahiran yang dipertunjukkan biasanya cepat, dengan hasil yang baik namun menggunakan sedikit tenaga, seperti keterampilan dalam menyetir (mengendarai mobil). Contoh kata kerja operasionalnya: merakit, membuat, menyusun. f. Adaptasi (Adaptation): Berkenaan dengan keterampilan yang sudah berkembang pada diri individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pola gerakannya sesuai dengan situasi tertentu, seperti kita lihat pada orang bermain tenis, pola-pola gerakan disesuaikan dengan kebutuhan mematahkan serangan lawan. Contoh kata kerja operasionalnya: memodifikasikan, mengkombinasikan. g. Originasi (Origination): Menunjukkan kepada penciptaan pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi atau masalah tertentu. Biasanya hal ini dapat dilakukan oleh orang yang sudah mempunyai keterampilan tinggi, seperti menciptakan tarian, komposisi musik atau mode pakaian.
  • 16. 16 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik tidak ada bedanya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik. Menurut Rostiyah (1989 : 30), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Faktor internal, yaitu faktor yang menyangkut seluruh diri pribadi, termasuk fisik maupun mental atau psikofisiknya yang ikut menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar. 2. Faktor eksternal, adalah faktor yang bersumber dari luar individu yang bersangkutan, misalnya ruang belajar yang tidak memenuhi syarat, alat-alat pengajaran yang tidak memadai dan lingkungan sosial maupun lingkungan alamiahnya. Sementara Slameto (1980 : 56-74), mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar sebagai berikut: 1. Faktor intern Dalam faktor intern ini terbagi atas tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologi dan faktor kelelahan. Lalu faktor jasmaniah meliputi: faktor kesehatan, cacat tubuh. Faktor psikologi meliputi: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Sedang faktor kelelahan meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. 2. Faktor ekstern Dalam faktor ekstern ini terbagi atas tiga, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Dalam faktor keluarga yang mempengaruhi
  • 17. 17 yaitu: Cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga. Kemudian faktor sekolah meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan peserta didik, relasi peserta didik dengan peserta didik disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pengajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. Sedang faktor masyarakat yang mempengaruhinya adalah kegiatan peserta didik dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Selanjutnya Purwanto (1997 : 101-102), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: 1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri, yang kita sebut dengan faktor individual, dan 2. Faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial. Yang termasuk ke dalam faktor individual: kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial yaitu: keluarga atau keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial. Pendapat yang lebih luas dikemukakan oleh Syah (2006 : 132). Menurutnya, secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik ada tiga macam, yaitu: 1. Faktor Internal (faktor dari dalam peserta didik), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani peserta didik.
  • 18. 18 2. Faktor Eksternal (faktor dari luar peserta didik), yakni kondisi lingkungan di sekitar peserta didik. 3. Faktor Pendekatan Belajar (Approach to Learning), yakni jenis upaya belajar peserta didik yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik untuk melakukan kegiatan pembelajaran. 1. Faktor Internal Peserta didik Faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik sendiri meliputi dua aspek, yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis (yang bersifat rohaniah). a. Aspek Fisiologis Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas peserta didik dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalgi jika disertai pusing-pusing kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, peserta didik dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu peserta didik juga dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting sebab perubahan pola makan- minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental peserta didik itu sendiri. Kondisi organ-organ khusus peserta didik seperti kesehatan indera pendengar dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam
  • 19. 19 menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas. Daya pendengaran dan penglihatan peserta didik yang rendah akan menyulitkan sensory register dalam menyerap item-item informasi yang bersifat gema dan citra. Akibat negatif selanjutnya adalah terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh sistem memori peserta didik tersebut. b. Aspek Psikologis Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran peserta didik. Namun di antara faktor- faktor rohaniah peserta didik yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah: 1) tingkat kecerdasan/intelegensi peserta didik; 2) sikap peserta didik; 3) bakat peserta didik; 4) minat peserta didik; 5) motivasi peserta didik. Pertama, intelegensi. Intelegensi pada umumnya diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia lebih menonjol daripada peran-peran organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan menara pengontrol hampir seluruh aktivitas manusia. Tingkat kecerdasan peserta didik sangat berpengaruh terhadap pembelajaran. Peserta didik yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi akan semakin memperbesar peluangnya untuk meraih sukses dalam belajarnya. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi peserta didik maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh keberhasilan belajar.
  • 20. 20 Kedua, Sikap peserta didik. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek orang, benda, dan sebagainya, baik secara positif maupun negative. Sikap peserta didik yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran merupakan pertanda awal yang baik bagi proses pembelajaran. Sebaliknya, sikap peserta didik yang negatif, apalagi diiringi dengan kebencian kepada guru dan mata pelajaran akan dapat menimbulkan kesulitan belajar peserta didik tersebut. Ketiga, bakat peserta didik. Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan padsa masa yang akan datang. Dalam perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Seorang peserta didik yang berbakat dalam bidang elektro misalnya, akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut dibanding peserta didik lainnya. Keempat, minat peserta didik. Minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Seorang peserta didik yang menaruh minat besar terhadap matematika misalnya, maka ia akan memusatkan perhatian yang intensif terhadap materi tersebut, sehingga memungkin dirinya untuk belajar giat. Kelima, motivasi peserta didik. Motivasi ialah keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi dibagi dua macam, intrinsic dan ekstrinsik. Intrinsik adalah keadaaan yang berasal dari individu peserta
  • 21. 21 didik yang mendorongnya untuk belajar. Adapun ekstrinsik adalah keadaan yang datang dari luar diri peserta didik yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Kekurangan atau ketiadaan motivasi akan menyebabkan kurang bersemangatnya peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran, baik di sekolah maupun di rumah. 2. Faktor Eksternal Peserta didik Faktor eksternal peserta didik terdiri dari dua macam, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial. a. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman- teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang peserta didik. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam mengajar, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar. Begitu juga lingkungan sosial peserta didik seperti masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan peserta didik tersebut. Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak pengangguran misalnya, akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar peserta didik. Paling tidak peserta didik akan menemukan kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar tertentu yang kebetulan belum dimilikinya. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah orangtua dan keluarga peserta didik sendiri. Sifat-sifat orangtua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan sebagainya, semuanya dapat memberi dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar peserta didik.
  • 22. 22 b. Lingkungan nonsosial Yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar peserta didik. Contoh: kondisi rumah yang sempit dan berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tak memiliki sarana umum untuk kegiatan, akan mendorong peserta didik untuk berkeliaran ke tempat- tempat yang sebenarnya tak pantas dikunjungi. Kondisi rumah dan perkampungan seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar peserta didik. 3. Faktor Pendekatan Belajar Seperti dikemukakan di atas, bahwa pendekatan belajar (Approach to Learning), yakni jenis upaya belajar peserta didik yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Pendekatan ini sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan belajar peserta didik. Sebagai contoh, jika peserta didik belajar dengan menggunakan pendekatan deep, maka ia akan belajar dengan sungguh-sungguh dan memahami materi pelajaran secara mendalam. Beda halnya dengan peserta didik yang menggunakan pendekatan surface, ia akan belajar asal lulus saja, santai, berleha-leha, ia belajar hanya menjelang ulangan atau ujian saja, tidak ada sedikitpun semangat untuk mendalam materi pelajaran dengan sungguh-sungguh. 4. Indikator Prestasi Belajar Keberhasilan atau kegagalan dalam proses belajar mengajar merupakan sebuah ukuran atas proses pembelajaran. Apabila merujuk pada rumusan operasional
  • 23. 23 keberhasilan belajar, maka belajar dikatakan berhasil apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok. 2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran khusus telah dicapai oleh peserta didik, baik secara individual maupun kelompok. 3. Terjadinya proses pemahaman dan penguasaan materi oleh peserta didik, baik yang bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotor. B. Model Pembelajaran Concept Attainment dan Problem Based Learning 1. Pengertian Model Pembelajaran Concept Attainment Model pembelajaran concept attainment dibangun berkaitan dengan studi berpikir peserta didik yang dilakukan oleh Bruner, Goodnow, dan Austin seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1). Model pembelajaran concept attainment ini relatif berkaitan erat dengan model pembelajaran induktif. Baik model pembelajaran concept attainment dan model pembelajaran induktif, keduanya didesain untuk menganalisis konsep, mengembangkan konsep, pengajaran konsep dan untuk menolong peserta didik menjadi lebih efektif dalam mempelajari konsep-konsep. Model pembelajaran concept attainment merupakan integrasi yang efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari suatu topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap stadium perkembangan konsep. Model pembelajaran concept attainment ini dapat memberikan suatu cara menyampaikan
  • 24. 24 konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih peserta didik menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep. Joyce, B seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) menyatakan bahwa, “Pembelajaran concept attainment mempertajam dasar keterampilan berpikir.” Dari pernyataan Joyce tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran concept attainment terkandung di dalamnya pengajaran berpikir peserta didik, karena di dalam model pembelajaran concept attainment ada beberapa tahapan-tahapan yang musti dilewati, seperti mengkatagorisasi, pembentukan konsep dengan memperhatikan berbagai macam attribute-nya (seperti attribute essensial, attribute value, attribute kritis, dan attribute variable). Penggunaan model pembelajaran concept attainment diawali dengan pemberian contoh-contoh aplikasi konsep yang akan diajarkan, kemudian dengan mengamati contoh-contoh dan menurunkan definisi dari konsep-konsep tersebut. Hal yang paling utama yang musti diperhatikan oleh seorang guru dalam penggunaan model pembelajaran ini adalah pemilihan contoh yang tepat untuk konsep yang diajarkan, yaitu contoh tentang hal-hal yang akrab dengan peserta didik. Pada prinsipnya, model pembelajaran concept attainment adalah suatu strategi mengajar yang menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada peserta didik, dimana guru mengawali pengajaran dengan cara menyajikan data atau contoh, kemudian guru meminta kepada peserta didik untuk mengamati data atau contoh tersebut. Atas dasar pengamatan ini akan terbentuk abstraksi. Model pembelajaran concept attainment ini dapat membantu peserta didik pada semua tingkatan usia dalam memahami tentang konsep dan latihan pengujian hipothesis.
  • 25. 25 Bruner, Goodnow, dan Austin seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) menyatakan bahwa, “pembelajaran concept attainment adalah mencari dan mendaftar attribute-attribute yang dapat digunakan untuk menetapkan contoh-contoh (exemplars) dan bukan contoh-contoh (non-Exemplars) dari berbagai katagori.” Sedangkan pembentukan konsep (concept formation), merupakan dasar daripada model pembelajaran induktif. Pembelajaran concept attainment membutuhkan keputusan yang mendasar terhadap katagori-katagori yang akan dibangun, membutuhkan seorang peserta didik agar mampu menggambarkan suatu atribut dari suatu katagori yang siap dibentuk dalam otak peserta didik melalui pola membandingkan dan membedakan contoh-contoh (disebut exemplars) yang di dalamnya terkandung karakteristik- karakteristik (attribute) dari suatu konsep dengan contoh-contoh yang tidak mengandung atribut. Untuk melakukan pembelajaran dari model concept attainment, kita butuh 20 pasang peserta didik dan apabila konsepnya banyak dan lebih kompleks, tentunya butuh banyak pasangan peserta didik. Proses pembelajaran concept attainment dimulai dengan pertanyaan yang ditujukan kepada peserta didik untuk meneliti dengan cermat suatu kalimat dan peserta didik memberikan perhatian yang serius terhadap kata-kata yang telah digarisbawahi. Kemudian seorang guru mengintruksikan kepada peserta didiknya untuk membandingkan dan mengkontraskan fungsi dari exemplar positif dan exemplar negatif. Exemplar positif mengandung sesuatu aktivitas kerja yang sudah biasa dilakukan oleh peserta didik dalam membuat kalimat. Exemplar negatif tidak melakukan kerja yang berbeda.
  • 26. 26 Pembelajaran pencapaian konsep (concept attainment) banyak melibatkan operasi mental peserta didik. Dalam hal ini metode ilmiah dibutuhkan untuk mengidentifikasi operasi mental peserta didik, terutama untuk pencapaian konsep dalam waktu singkat, meliputi analisis tingkah laku, observasi dan bertanya musti dilakukan sebagai tugas dalam pembelajaran. Analisis tingkah laku didasarkan pada uji operasi mental peserta didik. Peserta didik diinstruksikan untuk membuat catatan-catatan tentang apa yang mereka percayai tentang exemplar yang sudah dimilikinya. Kemudian, guru memberikan beberapa set exemplar dan bertanya pada mereka apakah mereka masih memiliki ide yang sama. Jika tidak, guru bertanya apa yang sedang mereka pikirkan? Guru meneruskan untuk mempresentasikan exemplar-exemplar sehingga sebagian besar peserta didik memiliki suatu ide yang mereka pikir akan menahan kecermatan penelitiannya. Pada saat itu, guru bertanya kepada salah satu peserta didik untuk menggabungkan ide teman-temannya dan bagaimana cara teman-temannya dalam menggabungkan ide-idenya. Klausmeier, H.J. seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) menyatakan bahwa, Bahwa ada empat tingkat pencapaian konsep. Tingkat-tingkat ini muncul dalam urutan yang berbeda-beda. Orang sampai pada pencapaian konsep tingkatan tertinggi dengan kecepatan yang berbeda-beda, dan ada konsep-konsep yang tidak pernah tercapai pada tingkat yang tertinggi. Konsep-konsep yang berbeda dipelajari pada usia yang berbeda pula. Berdasarkan teori perkembangan Piaget kita memahami bahwa anak-anak pada usia dini baru dapat belajar konsep-konsep yang bersifat konkret, sedangkan konsep- konsep yang lebih abstrak dapat dipelajari setelah usia dewasa atau setelah mencapai
  • 27. 27 tingkat operasional formal. Pembelajaran konsep memberikan suatu perubahan untuk menganalisis proses berpikir peserta didik dan untuk membantu peserta didik mengembangkan strategi belajar yang efektif. Pendekatan ini dapat melibatkan berbagai macam derajat partisipan peserta didik dan kontrol peserta didik, serta material dari berbagai kompleksitas. Dalam pembelajaran concept attainment menggunakan istilah-istilah seperti exemplar dan attribute, kedua istilah tersebut bertujuan untuk menguraikan aktivitas kategori dan pencapaian konsep. Secara essensi, exemplar adalah suatu subset dari koleksi data atau suatu data set. Katagori adalah subset atau koleksi sampel yang terbangun dari satu atau beberapa karakteristik yang terpisah dari lainnya. Karakteristik ini dengan membandingkan exemplar positif dan mengkontraskan exemplar positif dengan exemplar negatif dari suatu konsep atau katagori yang telah dipelajari. Semua item data memiliki ciri-ciri, dan ciri-ciri itulah sebagai suatu attribute . Contoh: sel. Sel memiliki nucleus, mitokondria, lisosome, ribosom, badan golgi, vacuola, mikrotubuli, dan mikrofilamen. Setiap organella di dalam sel memiliki ciri-ciri tertentu, tetapi kerja di antara organella saling bergantung dan organella dari suatu sel tidak dapat bekerja sama dengan organella dari sel lainnya. Attribute essensial adalah attribute kritis terhadap suatu domain. Exemplar dari suatu katagori memiliki banyak attribute lain yang mungkin tidak relevan dengan katagorinya sendiri. Contoh vacuola, di dalamnya memiliki berbagai zat kimia, tetapi tidak relevan dengan definisi sel. Attribute penting lainnya adalah attribute value. Attribute value, attribute ini mengacu kepada degree (tingkatan)
  • 28. 28 Dilihat dari studi yang telah dilakukan oleh Bruner tentang konsep dan bagaimana peserta didik mencapai konsep, setiap istilah memiliki pengertian dan fungsi tertentu dalam semua bentuk pembelajaran konseptual, terutama pembelajaran concept attainment. Menurut Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) ada dua hal penting dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran concept attainment (pencapaian konsep) yaitu; (1) menentukan tingkat pencapaian konsep, dan (2) analisis konsep. 1. Menentukan Tingkat Pencapaian Konsep Tingkat pencapaian konsep (concept attainment) yang diharapkan dari peserta didik sangat tergantung pada kompleksitas dari konsep, dan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Ada peserta didik yang belajar konsep pada tingkat konkret rendah atau tingkat identitas, ada pula peserta didik yang mampu mencapai konsep pada tingkat klasifikatori atau tingkat formal. Telah dipahami bahwa tingkat-tingkat perkembangan kognitif Piaget dapat membimbing guru untuk menentukan tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diharapkan. Sebagian besar dari konsep-konsep yang dipelajari selama tingkat perkembangan pra-operasional merupakan konsep-konsep pada tingkat konkret dan identitas. Selama tingkat operasional konkret, dapat diharapkan tingkat pencapaian klasifikatori. Sedangkan tingkat pencapaian konsep formal dapat diharapkan apabila pengajaran yang tepat diberikan pada peserta didik yang telah mencapai perkembangan
  • 29. 29 operasional formal. Tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diharapkan tercermin pada tujuan pembelajaran yang dirumuskan sebelum proses belajar-mengajar dimulai. 2. Analisis Konsep Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk membantu guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran concept attainment. Untuk melakukan analisis konsep guru hendaknya memperhatikan beberapa hal antara lain: 1) nama konsep, 2) attribute-attribute kriteria dan attribute-attribute variabel dari konsep, 3) definisi konsep, 4) contoh-contoh dan noncontoh dari konsep, dan 5) hubungan konsep dengan konsep-konsep lain. a. Model Pembelajaran Concept Attainment Sebelum guru melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran concept attainment, guru memilih konsep, menyeleksi dan mengorganisir materi ajar ke dalam contoh positif dan contoh negatif, serta merangkaikan contoh- contoh. Umumnya materi eplajaran, terutama buku-buku teksbook tidak didesain untuk pembelajaran konsep. Guru dalam pengajaran model pembelajaran concept attainment harus terlebih dahulu mempersiapkan contoh-contoh, mengekstrak ide-ide dan material dari buku- buku teks dan sumber lainnya, dan mendesain material dan ide-ide itu ke attribute yang jelas, dan bahkan membuat contoh-contoh positif dan negatif dari suatu konsep. Apabila
  • 30. 30 guru menggunakan model pembelajaran concept attainment, aktivitas guru adalah merekam hipothesis peserta didik. Guru juga memberikan bantuan contoh-contoh tambahan. Ada tiga hal penting yang dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan aktivitas concept attainment, yaitu melakukan perekaman, memberikan isyarat, dan menghadirkan data tambahan. Langkah awal dalam melakukan model pembelajaran concept attainment adalah membantu peserta didik memberikan contoh konsep yang sudah terstruktur dengan benar. Dalam model pembelajaran concept attainment, prosedur pembelajaran kooperatif dapat juga digunakan. Model pembelajaran concept attainment dilakukan melalui fase-fase yang dikemas dalam bentuk sintaks. Adapun sintaksnya dibagi ke dalam tiga fase, yakni (1) Presentasi Data dan Identifikasi Data; (2) menguji pencapaian dari suatu konsep; dan (3) analisis berpikir strategi. Fase I: Presentasi Data dan Identifikasi Data Pada fase I, guru mempresentasikan data kepada peserta didik. Setiap unit data contoh dan non-contoh setiap konsep dipisahkan. Unit-unit dipresentasikan dengan cara berpasangan. Data dapat berupa peristiwa, masyarakat, objek, ceritera, gambar atau unit lain yang dapat dibedakan. Pembelajar (peserta didik) diberi informasi bahwa semua contoh positif biasanya memiliki satu ide. Tugas peserta didik adalah mengembangkan suatu hipothesis tentang hakekat konsep. Contoh-contoh dipaparkan dan disusun serta diberi nama dengan kata “yes” atau “no”. Peserta didik bertanya untuk membandingkan dan menjastifikasi atribut tentang perbedaan contoh-contoh.
  • 31. 31 Akhirnya, peserta didik ditanya tentang nama konsep-konsepnya dan menyatakan aturan yang telah dibuatnya atau mendefinisikan konsepnya menurut attribute essensial-nya. (hipothesisnya tidak perlu dikonfirmasikan hingga fase berikutnya; peserta didik mungkin tidak mengetahui nama-nama beberapa konsep, tetapi nama-nama dapat diberitahukan apabila konsepnya sudah dikonfirmasikan). Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut: 1. Guru mempresentasikan contoh-contoh yang sudah diberi nama (berlabel), 2. Guru meminta tafsiran peserta didik 3. Guru meminta peserta didik untuk mendefinisikan Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut: 1. Peserta didik membandingkan contoh-contoh positif dan contoh-contoh negatif, 2. Peserta didik mengajukan hasil tafsirannya, 3. Peserta didik membangkitkan dan menguji hipothesis, 4. Peserta didik menyatakan suatu definisi menurut atribut essensinya Fase II: Menguji Pencapaian dari suatu Konsep Pada fase II, peserta didik menguji pencapaian tentangn konsepnya, pertama dengan cara mengidentifikasi secara benar contoh-contoh tambahan yang belum diberi nama dan kemudian membangkitkan contoh-contohnya sendiri. Setelah itu, guru (dan peserta didik) mengkonfirmasikan keaslian hipothesisnya, merevisi pilihan konsep atau attribute yang dibutuhkannya. Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut: 1. Guru meminta peserta didik untuk mengidentifikasi contoh-contoh tambahan yang tidak bernama,
  • 32. 32 2. Guru menkonfirmasikan hipothesis, nama-nama konsep, dan menyatakan kembali definisi menurut atribut essensinya, 3. Guru meminta contoh-contoh lain Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut: 1. Peserta didik memberi contoh-contoh, 2. Peserta didik memberi nama konsep, 3. Peserta didik mencari contoh lainnya Fase III: Analisis Startegi Berpikir Pada fase III, peserta didik mulai menganalisis strategi konsep-konsep yang telah tercapai. Peserta didik disarankan mengkonstruk konsepnya. Peserta didik dapat menjelaskan pola-polanya, apakah peserta didik berfokus pada atribut atau konsep, apakah mereka melakukan satu kali atau beberapa kali, dan apa yang terjadi apabila hipothesisnya tidak terkonfirmasi. Mereka melakukan suatu perubahan strategi? Secara bertahap, mereka dapat membandingkan keefektifan dari perbedaan strateginya Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut: 1. Guru bertanya mengapa dan bagaimana 2. Guru membimbing diskusi Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut: 1. Peserta didik menguraikan pemikirannya, 2. Peserta didik mendiskusikan peran hipothesis dan atributnya, 3. Peserta didik mendiskusikan berbagai pemikirannya.
  • 33. 33 b. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Reaksi Selama pembelajaran berlangsung, guru mendukung hipothesis peserta didik, dengan memberikan penekanan, apapun bentuk hipothesis peserta didik itu, dan menciptakan dialog yang kondusif untuk menguji hipothesis peserta didik, walaupun hipothesis peserta didik tersebut berlawanan dengan hipothesis peserta didik lainnya. Pada fase akhir dari model pembelajaran concept attainment ini, guru musti mampu merubah perhatian peserta didik terhadap analisis konsep dan strategi berpikirnya, kemudian guru kembali menjadi sangat mendukung hipothesis peserta didik. Akhirnya, guru musti mampu mendorong analisis peserta didik. Sesungguhnya, prinsip-prinsip pengelolaan dari model pembelajaran concept attainment ini sebagai berikut: (1) memberikan dukungan hipothesis yang diajukan peserta didik melalui diskusi terlebih dahulu; (2) memberikan bantuan kepada peserta didik dalam mempertimbangkan keputusan hipothesisnya; (3) memusatkan perhatian peserta didik kepada contoh-contoh yang khusus; dan (4) memberikan bantuan kepada peserta didik dalam menilai strategi berpikirnya. c. Sistem Pendukung Dalam pelajaran concept attainment membutuhkan presentasi kepada peserta didik tentang exemplar positif dan negatif. Dalam hal ini menekankan kepada peserta didik, bahwa pekerjaan peserta didik dalam pengajaran concept attainment adalah bukan pada penemuan konsep-konsep baru, tetapi bagaimana mencapai konsep yang telah dipilih guru. Oleh karena itu, sumber data dibutuhkan untuk diketahui terlebih dahulu dan attribute-nya dapat dilihat. Apabila peserta didik dipresentasikan dengan
  • 34. 34 contoh-contoh, maka peserta didik tersebut menguraikan karakteristik dari contoh- contoh itu (attribute), dan kemudian menyimpan di dalam otaknya. d. Strategi Concept Attainment Apa yang akan dipikirkan peserta didik ketika mereka sedang membandingkan dan membedakan contoh-contoh? Hipotesis macam apa yang terpikirkan oleh mereka dalam tingkat permulaan dan bagaimana mereka memodifikasi dan mengujinya? Untuk menjawab pertanyaan itu, tiga faktor penting yang perlu diketahui yaitu : (1) kita akan mengkonstruk latihan-latihan pencapaian konsep bahwa kita dapat belajar bagaimana peserta didik berpikir?, (2) peserta didik tidak hanya dapat menggambarkan bagaimana mereka memperoleh konsep, tetapi mereka dapat lebih efisien untuk mengubah strategi dan pembelajaran mereka dengan menggunakan sesuatu yang baru, (3) mengubah cara kita memberikan informasi dan memodifikasi sedikit model, kita dapat mempengaruhi bagaimana peserta didik akan memproses informasi (Joyce, 2000). Lebih lanjut dijelaskan ada dua cara kita memperoleh informasi mengenai cara peserta didik memperoleh konsep (attaint concept) yaitu; 1) Sesudah konsep telah diperoleh, kita dapat mengatakan kepadanya untuk menceritakan pemikiran mereka sebagai proses latihan, 2) Dapat dengan mendiskusikan strategi apa yang ditemukan peserta didik dan bagaimana mereka memperoleh
  • 35. 35 Menurut Dahar, R.W. seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) ada dua pendekatan teori mengenai belajar konsep yaitu; (1) melalui pendekatan perilaku, dan (2) pendekatan kognitif. Caroll seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) lebih menekankan perbedaan belajar konsep dalam laboratorium dan belajar konsep di sekolah. Lebih lanjut Caroll mengemukakan perbedaan-perbedaan dalam kedua proses tersebut sebagai berikut: Kedua bentuk konsep berbeda dalam sifat. Konsep yang biasanya dipelajari di sekolah biasanya benar-benar merupakan konsep baru, bukan suatu kombinasi dari atribut-atribut yang dikenal. Konsep-konsep yang dipelajari di sekolah tergantung pada atribut-atribut yang berupa konsep-konsep sulit. Lagi pula konsep-konsep di sekolah biasanya bersifat verbal, dan tidak dapat disajikan secara konkret. Studi di laboratorium menekankan pada belajar konsep-konsep konjunktif, sudah dibuktikan mudah untuk dipelajari daripada konsep-konsep disjunktif atau konsep-konsep relasional. Studi di laboratorium pada umumnya menekankan pada pendekatan-pendekatan induktif tentang belajar konsep-konsep, sedangkan di sekolah sebagian besar dipelajari secara deduktif. Dalam artikelnya Caroll menyarankan, bahwa pendekatan kombinasi antara induktif dan deduktif akan lebih baik jika hanya menggunakan salah satu dari pendekatan itu.
  • 36. 36 2. Model Pembelajaran Problem Based Learning a. Pengertian Pendekatan pembelajaran berbasis masalah ( problem-based-leraning ) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata). b. Motivasi Menggunakan Problem Based Learning Dalam pendidikan kedokteran konvensional, mahapeserta didik lebih banyak menerima pengetahuan dari perkuliahan dan literature yang diberikan oleh dosen. Mereka diharuskan mempelajari beragam cabang ilmu kedokteran dan menghapal begitu banyak informasi. Setelah lulus dan menjadi dokter, mereka dihadapkan pada banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan hanya dari pengetahuan yang mereka dapat selama kuliah. Sistem pendidikan kedokteran konvensional cenderung membentuk mahapeserta didik sebagai pembelajar pasif. Mahapeserta didik tidak dibiasakan berpikir kritis dalam mengidentifikasi masalah, serta aktif dalam mencari cara penyelesaiannya. Apabila kita sebagai guru atau dosen (pembelajar) atau pelatih, atau bahkan sebagai seorang manager sebuah perusahaan, kita memiliki dua tujuan manakala kita menyiapkan seseorang dengan suatu tugas baru. Tujuan yang pertama, adalah ingin meningkatkan secara maksimal daya tahan pengingatan atau retensi. Kita tidak ingin hal-hal yang kita belajarkan berjalan di tempat atau tidak berdaya sama sekali. Kita tidak memiliki waktu khusus untuk melatih seseorang, sehingga kita perlu meyakinkan
  • 37. 37 bahwa daya tahan pengingatan tinggi. Tujuan kita kedua, adalah untuk menjamin penyampaian informasi yang bukan hanya sekedar transfer pengetahuan (transfer of knowledge) saja. Untuk itu, kita perlu menjadikan pebelajar mampu menerapkan pengatahuan dan keterampilan dalam setiap situasi. Hal yang paling baik apa yang kita lakukan adalah dengan cara memberikan suatu landasan yang memungkinkan pembelajar mampu membangun sesuatu untuk merespon terhadap situasi-situasi baru atau situasi lain yang berbeda. Sebagaimana telah kita ketahui, selama ini format-format pembelajaran atau pelatihan lebih banyak dimonopoli dengan sajian isi. Pembelajaran atau pelatihan dilakukan dengan strategi sajian presentasi yang monoton dan tidak memberikan kesempatan kepada pebelajar atau peserta didik untuk mengartikulasikan tentang hal yang dipelajari, cenderung akan membosankan. Untuk itulah, pendekatan pembelajaran yang lebih baik dilakukan melalui latihan pemecahan masalah (problem-solving), membuat keputusan (decision-making), dan belajar arah diri (self-directed learning). Hal-hal ini dapat dilaksanakan dengan menerapkan problem based learning, yang memberikan landasan terjadinya pembelajaran yang lebih hidup karena dengan menerapkan problem based learning pembelajar menerapkan pengetahuan dan keterampilan, bukan hanya menerima saja. Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kenyataan- kenyataan sebagai berikut : 1) Pada dasarnya, berpikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada.
  • 38. 38 2) Seseorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila berada dalam ruang lingkup atau berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Demikian pula dengan belajar. 3) Pada saat mempelajari bahan pelajaran, peserta didik ingin segera mengetahui apa sebenarnya manfaat mempelajarinya, dan masalah apa sajakah yang dapat dipecahkan dengan pengetahuan atau bahan itu. 4) Suatu kompetisi paling efektif dicapai oleh pelajar melalui serangkaian pengalaman pemecahan masalah relistik yang di dalamnya si pelajar secara langsung menerapakn unsur-unsur kompetensi tersebut. c. Prinsip-prinsip Problem Based Learning Dalam problem based learning, peserta didik dituntut bertanggungjawab atas pendidikan yang mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru. Problem based learning membentuk peserta didik mandiri yang dapat melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang akan mereka jalani. Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu peserta didik menjalani proses pendidikan. Ketika peserta didik menjadi lebih cakap dalam menjalani proses belajar problem based learning, tutor akan berkurang kreatifnya. Proses belajar Problem based learning dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai pendorong bagi peserta didik untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah yang didesain
  • 39. 39 dalam problem based learning memberi tantangan pada peserta didik untuk lebih mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara efektif. d. Proses dalam Problem Based Learning Peserta didik dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan dengan bekal pengetahuan yang mereka miliki. Pertama-tama mereka mengidentifikasi apa yang harus dipelajari untuk memahami lebih baik permasalahan dan bagaimana cara memcahkannya. Langkah selanjutnya, peserta didik mulai mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan, informasi online atau bertanya pada pakar yang sesuai dengan bidangnya. Melalui cara ini, belajar dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan dan gaya tiap individu. Setelah mendapatkan informasi, mereka kembali pada masalah dan mengaplikasikan apa yang mereka pelajari untuk lebih memahami dan menyelesaikannya. Di akhir proses, peserta didik melakukan penilaian terhadap dirinya dan member kritik membangun bagi kolega. Dalam pandangan Maolani (2010:44-45), pendekatan pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan oleh guru dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Persiapan : Menyusun masalah yang akan dijadikan titik pangkal (starting point) pembelajaran. Masalah dipilih yang penting dan relevan bagi peserta didik, serta membutuhkan penerapan gagasan atau tindakan yang terkait dengan atau mengarah pada bahan pelajaran. 2. Orientasi pengenalan
  • 40. 40 a) Menyajikan masalah di kelas b) Membangkitkan ketertarikan atau rasa ingin tahu peserta didik pada masalah. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memahami situasi atau maksud masalah. 3. Eksplorasi (penjelajahan) : Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memecahkan masalah dengan strategi yang diciptakan sendiri oleh peserta didik. Masalah boleh dipecahkan peserta didik secara pribadi atau dalam kerjasama denagn peserta didik lain. Guru memberi dukungan bagi usaha mereka, misalnya dengan menjadi pendengar yang penuh perhatian atau memberi bantuan atau saran sejauh yang diperlukan. 4. Negosiasi (perundingan) : Mendorong para peserta didik untuk mengkomunikasikan dan mendiskusikan proses dan hasil pemecahan masalah, sehingga diperoleh gagasan-gagasan atau tindakan-tindakan yang dapat diterima oleh komunitas kelas. 5. Integrasi (pemanduan): a) Memandu peserta didik merefleksikan proses pemecahan masalah. b) Mengidentifikasi dan merumuskan hasil-hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pemecahan masalah. c) Mengkaitkan hasil-hasil belajar itu dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga tersusun jaringan/organisasi pengetahuan baru. Menurut Lepinski seperti yang dikutip Maolani (2010 : 45), tahap-tahap pemecahan masalah sebagai berikut ini, yaitu : 1) penyampaian ide (ideas), 2) penyajian fakta yang diketahui (known facts),
  • 41. 41 3) mempelajari masalah (learning, issues), 4) menyusun rencana tindakan, (action plan) dan 5) evaluasi (evaluation). Tahap 1 : Penyampaian Idea (Ideas) Pada tahap ini dilakukan secara curah pendapat (brainstorming). Pebelajar merekam semua daftar masalah (gagasan, ide) yang akan dipecahkan. Mereka kemudian diajak untuk melakukan penelaahan terhadap ide-ide yang dikemukakan atau mengkaji pentingnya relevenasi ide berkenaan dengan masalah yang akan dipecahkan (masalah aktual, atau masalah yang relevan dengan kurikulum), dan menentuan validitas masalah untuk melakukan proses kerja melalui masalah. Tahap 2 : Penyajian Fakta yang Diketahui (Known Facts) Pada tahap ini, pebelajar diajak mendata fakta pendukung sesuai dengan masalah yang telah diajukan. Tahap ini membantu mengklarifikasi kesulitan yang diangkat dalam masalah. Tahap ini mungkin juga mencakup pengetahuan yang telah dimiliki oleh pebelajar berkenaan dengan isu-isu khusus, misalnya pelanggaran kode etik, teknik pemecahan konflik, dan sebagainya. Tahap 3: Mempelajari Masalah (Problem Issues) Pebelajar diajak menjawab pertanyaan tentang Apa yang perlu kita ketahui untuk memecahkan masalah yang kita hadapi? Setelah melakukan diskusi dan konsultasi, mereka melakukan penelaahan atau penelitian dan mengumpulkan informasi. Pebelajar melihat kembali ide-ide awal untuk menentukan mana yang masih dapat dipakai. Seringkali, pada saat para pebelajar menyampaikan masalah-masalah, mereka menemukan cara-cara baru untuk memecahkan masalah. Dengan demikian, hal ini dapat menjadi sebuah proses atau tindakan untuk mengeliminasi ide-ide yang tidak
  • 42. 42 dapat dipecahkan atau sebaliknya ide-ide yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah. Tahap 4: Menyusun Rencana Tindakan (Action Plan) Pada tahap ini, pebelajar diajak mengembangkan sebuah rencana tindakan yang didasarkan atas hasil temuan mereka. Rencana tindakan ini berupa sesuatu (rencana) apa yang mereka akan lakukan atau berupa suatu rekomendasi saran-saran untuk memecahkan masalah. Tahap 5: Evaluasi Tahap evaluasi ini terdiri atas tiga hal : 1) bagaimana pebelajar dan evaluator menilai produk (hasil akhir) proses, 2) bagaimana mereka menerapkan tahapan Problem Based Learning untuk bekerja melalui masalah, dan 3) bagaimana pebelajar akan menyampaikan pengetahuan hasil pemecahan masalah atau sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka. Pembelajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya: secara lisan atau verbal, laporan tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Evaluator menilai penguasaan bahan-bahan kajian pada tahap tersebut melalui pebelajar. Sebagian dari evaluasi memfokuskan pada pemecahan masalah oleh pebelajar maupun dengan cara melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama pihak lain). Suatu alat untuk menilai hasil dapat dipakai sebuah rubrik. Rubrik dipakai sebagai sebuah alat pengukuran untuk menilai berdasarkan beberapa kategori, misalnya : 1) batas waktu, 2) organisasi tugas (proyek), 3) segi (kebakuan) bahasa, 4) kemampuan analisis, telaah, 5)
  • 43. 43 kemampuan mencari sumber pendukung (penelitian, termasuk kajian literatur), 6) kreativitas (uraian dan penalaran), dan 7) bentuk penampilan penyajian. Dalam penelitian ini, penulis memilih langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah versi Ilam Maolani, dikarenakan lebih mudah dipahami dan lebih mudah diaplikasikan. C. Peserta Didik (Peserta didik) 1. Pengertian Dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 BAb I Pasal 1 ayat 4 dikatakan bahwa Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Ada beberapa sebutan lain untuk peserta didik: anak didik, murid, peserta didik, mahapeserta didik, santri. 2. Hak dan Kewajiban Dalam BAb V Pasal 12 dinyatakan bahwa : (1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak : a. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama; b. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; c. Mendapatkan beapeserta didik bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
  • 44. 44 d. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya; e. Pondah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara; f. Menyelesaiakan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing- masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan. (2) Setiap peserta didik berkewajiban : a. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan; b. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebbaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. (3) Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Hakikat Peserta Didik (Anak) Minimal terdapat lima hakikat anak didik, antara lain : 1. Anak didik terlahir dalam keadaan lemah fisik dan psikis, memiliki potensi dan bakat untuk diekmbangkan. Oleh karena itu ia butuh pertolongan, bimbingan, dan arahan dari orang dewasa. Maka orang tua di rumah dan guru di sekolah mempunyai kewajiban untuk menunaikannya. Di sinilah peran penting lingkungan pendidikan dalam mengembangkan potensi dan bakat yang di miliki anak.
  • 45. 45 2. Setiap anak didik adalah pribadi unik. Setiap anak manusia dalam kehidupannya dilengkapi Allah SWT dengan berbagai komponen hidup, seperti jasad, ruh, nafs, qalbu dan akal. Kelengkapan hidup yang sempurna tersebut hanya diberikan anak manusia saja, tidak pada makhluk hidup lainnya. Pada kelengkapan hidup itulah, keunikan pribadi anak terlihat dan terjadi dengan sangat indahnya. Tidak ada satu anak pun di dunia ini yang mempunyai jasad dan pikiran serta perasaan yang sama, sekalipun keduanya adalah kembar siam. Setiap anak akan menunjukkan pola-pola pandangan, sikap, dan perilaku anak akan dipengaruhi oleh keadaan komponen hidup yang dimilikinya. Berdasarkan kondisi ini, guru akan menjumpai berbagai ragam keunikan anak yang sangat indah dalam proses pembelajaran. Ada anak yang mempunyai sikap pendiam, ada yang agresif dan tidak mau diam, ada yang pemalu, pemberani, pemarah, kemampuan bahasanya baik tapi keterampilan motoriknya kurang, ada anak yang jasmaninya sangat baik tapi pikirannya kurang, dan lain sebagainya. Ragam keunikan anak tersebut harus mampu diantisipasi dan dihadapi guru pada waktu sebelum, ketika, dan setelah melaksanakan proses pembelajaran. Dengan memahami keunikan anak, guru dituntut untuk memberikan perhatian secara adil dan merata terhadap semua keunikan tersebut. 3. Anak berkembang secara bertahap. Asumsi ini mempunyai makna bahwa setiap anak megalami suatu proses perubahan pada berbagai aspek atau dimensi (seperti bahasa, motorik, daya pikir, minat). Perubahan tersebut berlangsung secara teratur dan progresif. Keteraturan berbagai perubahan itu dapat diamati dari adanya perubahan yang berlangsung secara bertahap pada setiap anak.
  • 46. 46 Hampir dapat dipsatikan bahwa di dunia ini tidak ada bayi yang langsung berjalan, bernyanyi ataupun menari. Semuanya berawal dari ketidakberdayaan. Setiap anak memiliki dan menunjukkan tempo serta irama perkembangan sendiri-sendiri. Ada anak yang cepat mampu memahami dan melaksanakan perintah dan tugas yang diberikan guru. Ada juga anak yang lambat memahami isi tugas, bahkan perlu memperoleh penjelasan yang lebih rinci mengenai tugas yang akan dikerjakannya. Asumsi di atas akan berimplikasi pada guru dalam melaksankan proses pembelajaran sebagai berikut : a. Guru harus mempunyai kepekaan dalam mengamati serta menelaah keadaan tempo dan irama perkembangan anak. Guru harus mampu mengidentifikasi anak-anak yang tergolong cepat, sedang, dan lambat dalam proses perkembangannya b. Guru harus melatih kepekaan anak dalam berbagai aspek. c. Guru harus memberikan tingkatan materi/bahan, pola kegiatan, metode, serta media yang sesuai dengan pola irama, tempo, dan tingkat perkembangan anak. 4. Anak adalah pelajar yang aktif. Proses pendidikan yang melibatkan interaksi edukatif antara guru dan peserta didik tidak bisa diibaratkan sebagai seseorang yang mengisi botol kosong dengan sejumlah air. Anak bukanlah individu tanpa isi apa-apa, ia lahir dengan membawa sejumlah potensi yang harus dikembangkan lebih lanjut, seperti anak sering mengajukan pertanyaan, tertarik pada sesuatu yang baru, sering membongkar barang dan berusaha memasangnya
  • 47. 47 kembali, dan lain-lain. Ciri seperti ini mengisyaratkan bahwa seorang anak merupakan pelajar yang aktif untuk mencari dan menemukan berbagai hal yang ingin diketahuinya. Maka tugas guru adalah harus mampu menciptakan suatu keadaan kelas yang kondusif, yakni yang mendorong, menentang, serta merangsang potensi dasar anak untuk melakukan kegiatan belajar secara optimal dan maksimal. 5. Anak merupakan suatu system energy. Setiap anak dipandang sebagai suatu sistem energi. Bagian-bagian dalam sistem energinya diorganisasikan dalam struktur tubuh dan mental serta dikordinasikan dalam berbagai fungsi. Sebagai suatu sistem energi, setiap pandangan, sikap dan perilakunya selalu berkaitan antara satu bagian dengan bagian yang lain. Sebagai contoh, anak yang belajar menari, maka akan terjadi koordinasi antara mata (melihat bentuk tarian), gerak tubuh (meniru gerakan), dan kegiatan mental lainnya yang berfungsi menyelaraskan gerakan yang dilakukan dengan gerakan yang sedang ditiru. Pandangan ini membawa implikasi bagi guru untuk memandang anak sebagai suatu totalitas (keseluruhan), dalam dirinya terdapat berbagai unsur yang saling terkait dan dapat dipadukan secara harmonis untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Jika guru menemukan hal negatif dalam diri anak didiknya, maka guru akan berusaha menghubungkannya dengan unsur lain yang mungkin menjadi penyebab munculnya perilaku negatif tersebut. Anak yang cenderung over aktivitas misalnya, tidak bisa dipandang sebagai anak yang hiperaktif, karena over aktivitas bisa terkait langsung dengan keadaan anak yang mempunyai banyak kelebihan tenaga.
  • 48. 48 D. Hubungan Prestasi Belajar dengan Model Pembelajaran Concept Attainment dan Problem Based Learning Penggunaan model pembelajaran concept attainment dan problem based learning memberikan banyak kesempatan pada peserta didik untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran, memudahkan peserta didik memahami materi pembelajaran, mendorong semangat belajar serta ketertarikan mengikuti pembelajaran secara penuh sehingga prestasi-prestasi belajar peserta didik akan meningkat. E. Kelemahan dan Kelebihan dari Model Pembelajaran Concept Attainment dan Problem Based learning Tabel 2.1 Kelemahan dan Kelebihan dari Model Pembelajaran Concept Attainment dan Problem Based learning Model Pembelajaran Kelemahan Kelebihan 1. Concept Attainment Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pebealajaran, tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompolnya. Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang lainnya, karena siswa yang Memberikan dukungan hipothesis yang diajukan siswa melalui diskusi terlebih dahulu. Memberikan bantuan kepada siswa dalam mempertimbangkan keputusan hipothesisnya. Memusatkan perhatian siswa kepada contoh- contoh yang khusus. Memberikan bantuan kepada siswa dalam menilai strategi berpikirnya.
  • 49. 49 Model Pembelajaran Kelemahan Kelebihan tekun merasa harus bekerja melebihan siswa yang lain dalam kelompoknya. 2. Problem Based Learning Siswa yang terbiasa dengan informasi yang diperoleh dari guru dan guru merupakan narasumber utama, akan merasa kurang nyaman dengan cara belajar sendiri dalam pemecahan masalah. Jika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba masalah memerlukan cukup waktu untuk persiapan. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Mengembangkan jawaban yang bermakna bagi suatu masalah yang akan membawa siswa mampu menuju pemahaman lebih dalam mengenai suatu materi Memberikan tantangan pada siswa sehingga mereka bisa memperoleh kepuasan dengan menemukan pengetahuan baru bagi dirinya sendiri PBL membuat siswa selalu aktif dalam pembelajaran Membantu siswa untuk mempelajari bagaimana cara untuk mentransfer pengetahuan mereka kedalam masalah dunia nyata. F. Kerangka Pemikiran Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan berlajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar.
  • 50. 50 Untuk mencapai prestasi belajar, peserta didik sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain faktor yang terdapat dalam diri peserta didik (intern) dan faktor-faktor yang terdiri dari luar peserta didik (ekstern). Guru berperan sebagai fasilitator yang berusaha menciptkan kondisi belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan. Salah satunya yaitu dengan cara memilih model pembelajaran yang melibatkan peserta didik aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian ini penulis mencoba membandingkan proses pembelajaran yang menggunakan modal pembelajaran concept attainment dengan problem based learning terhadap prestasi belajar peserta didik. Kedua model pembelajaran ini dipilih karena mempunyai kesamaan dalam upaya mengaktifkan peserta didik selama proses belajar. Model Pembelajaran Concept Attainment Model Pembelajaran Problem Based Learning Prestasi belajar peserta didik
  • 51. 51 G. Hipotesis Prestasi belajar peserta didik yang menggunakan model pembelajaran concept attainment lebih tinggi di bandingkan dengan yang menggunakan problem based learning pada mata pelajaran IPA materi Alat Pernapasan Ikan kelas V SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2012/2013.
  • 52. 52 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian Variabel yang diteliti terdiri dari dua variabel, yaitu variabel X (Model Pembelajaran Concept Attainment dan Problem Based Learning) dan variabel Y (prestasi belajar) Definisi operasional tiap variabel adalah: 1. Concept Attainment menurut Bruner, Goodnow dan Austin seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) menyatakan bahwa pembelajaran concept attainment adalah mencari dan mendaftar attribute-attribute yang dapat digunakan untuk menetapkan contoh-contoh (exemplars) dan bukan contoh- contoh (non-exemplars) dari berbagai kategori. 2. Problem Based Learning adalah metode pendidikan yang mendorong peserta didik untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan peserta didik sebelum mulai mempelajari suatu subjek. Problem based learning menyiapkan peserta didik untuk berfikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran. 3. Prestasi belajar menurut Purwadarminto seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang
  • 53. 53 dicapai sebaik-baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan. B. Subyek Penelitian Subyek penelitian terdiri dari populasi dan sampel. Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 1993 : 102). Hal ini sejalan dengan pendapat Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1989 : 152) bahwa "populasi ialah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga". Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti ( Arikunto, 1993 : 04). Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas V SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis, yang terbagi dalam 2 rombel,rombel A berjumlah 25 orang dan B berjumlah 25 orang. sedangkan sampelnya sama dengan jumlah populasi, karena jumlah populasi kurang dari 100. C. Prosedur Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif berhubungan dengan data yang berupa angka, yang bersumber dari data tes dan studi dokumentasi, yang pada tataran berikutnya dianalisis melalui uji statistika. 2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksprerimen. Metode eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta diadakannya kontrol terhadap variabel tertentu.
  • 54. 54 3. Jenis Data Jenis data dalam penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berkaitan dengan data yang berupa angka, sedangkan data kualitatif berkaitan dengan data yang berupa non angka. 4. Sumber Data Data kuantitatif bersumber dari tes tertulis, sedangkan data kualitatif bersumber dari teknik observasi. 5. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Observasi Observasi adalah mengamati secara langsung terhadap proses pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) materi Alat Pernapasan Ikan di kelas V SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis. Dengan observasi ini data penelitian bisa langsung dilihat dan diamati secara lebih jelas. Teknik ini juga dimaksudkan untuk mengamati benda-benda yang ada di lokasi penelitian, seperti sarana dan prasarana, data tertulis. Observasi dilakukan dengan tujuan untuk meyakinkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan model yang diterapkan yaitu model pembelajaran concept attainment dan problem based learning. b. Tes Tes adalah pemberian sejumlah pertanyaan atau soal yang harus di isi oleh sejumlah peserta didik (responden), biasa gunakan untuk menguji sampai sejauh mana kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran. Dalam penelitian
  • 55. 55 ini tes digunakan untuk memperoleh data tentang prestasi belajar mata pelajaran IPA materi Alat Pernapasan Ikan di SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis. Jenis tesnya adalah tulisan. Dengan adanya tes, prestasi belajar peserta didik akan terlihat dengan jelas. 6. Desain Penelitian Desain penelitian ini dapat dilihat pada bagan di bawah ini Periode 1 Periode 2 Pra Eksperimen Post Eksperimen Diharapkan bahwa kelompok eksperimen akan mengalami perubahan karena akibat variabel eksperimen bila dibandingkan keadaan sebelum dan sesudahnya, jadi X2 ≠ X1. Sebaliknya kelompok kontrol tidak mengalami perubahan, jadi = maka b ˃ b1 . Kelompok Eksperimen Kelompok Eksperimen Kelompok Eksperimen Kelompok Eksperimen Dipelajari dengan observasi pengukuran dsb Dipelajari kembali dengan cara yang sama X1 Variabel X2 Eksperimen b = X2 – X1 b1 = - Tidak b = beda
  • 56. 56 7. Instrumen Pengumpul Data Sejalan dengan teknik pengumpulan data di atas, maka alat pengumpul data/instrumennya adalah: 1) Teknik observasi menggunakan instrumen lembar observasi/pengamatan, digunakan untuk mengamati proses pembelajaran di kelas. 2) Teknik tes menggunakan instrumen tes yang berupa item-item soal tertulis yang harus dijawab oleh peserta didik. Sebelum tes diujikan, terlebih dahulu soal-soal tesnya diujicobakan pada peserta didik yang sudah pernah mempelajari materi alat pernapasan ikan. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk melihat hasil uji validitas dan reliabilitasnya. Adapun Uji validitas dan reliabilitas ini adalah sebagai berikut: a. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesalahan sesuatu instrumen (Arikunto, 2006: 168). Untuk menghitung koefisien validitas menggunakan rumus produk moment dengan angka kasar (Erman. 2003: 120), sebagai berikut : 2222 )()()(( ))(( yynxxn yxxyn rxy Keterangan : xyr = Koefisien korelasi antara variabel x dengan y n = Banyaknya peserta tes
  • 57. 57 x = Skor setiap butir soal y = Skor total butir soal Guilford (Erman, 2003 : 154) mengklasifikasikan interprestasi korelasi sebagai berikut : 0,90 ≤ rxy ≤ 1,00 VValiditas sangat tinggi (sangat baik) 0,70 ≤ rxy < 0,90 Validitas tinggi (baik) 0,40 ≤ rxy < 0,70 Validitas sedang (cukup) 0,20 ≤ rxy < 0,40 Validitas rendah (kurang) 0,00 < rxy < 0,20 Validitas sangat rendah, dan rxy ≤ 0,00 Tidak valid Selanjutnya untuk menguji signifikansi koefisien korelasi r dilakukan uji t pada α = 0,05 dan dk = n – 2 dengan rumus: Keterangan: t = Nilai t hitung r = Koefisien korelasi n = Jumlah responden
  • 58. 58 Jika t hitung>t tabel, maka alat ukur penelitian yang digunakan valid. Jika t hiktung<t tabel, maka alat ukur penelitian yang digunakan tidak valid. b. Uji Reliabilitas Erman (2003: 153) menyatakan bahwa reliabilitas suatu alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Hasil pengukuran akan tetap sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda dan tempat yang berbeda pula. Rumus untuk mencari koefisien reliabilitas soal tes digunakan rumus Alpha yang menurut Erman (2003: 154) yaitu : 2 2 11 1 1 t i S S n n r Keterangan : 11r = Koefisien reliabilitas n = Banyaknya soal 2 iS = Jumlah varians skor 2 tS = Varians skor total Klasifikasi interpretasi koefisien korelasi menurut Guilford (Erman, 2003 : 139) sebagai berikut : 11r < 0,20 = Derajat reliabilitas sangat rendah
  • 59. 59 0,20 ≤ 11r < 0,40 = Derajat reliabilitas rendah 0,40 ≤ 11r < 0,70 = Derajat reliabilitas sedang 0,70 ≤ 11r < 0,90 = Derajat reliabilitas tinggi 0,90 ≤ 11r ≤ 1,00 = Derajat reliabilitas sangat tinggi D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Banyak penelitian yang memerlukan perbandingan antara dua keadaan atau tepatnya dua populasi. Misalnya membandingkan dua cara mengajar, dua cara produksi, daya sembuh dua macam obat dan lain sebagainya. Untuk keperluan ini akan digunakan dasar distribusi sampling mengenai selisih stastistik misalnya selisih rata-rata dan selisih proporsi (Sudjana, 2005:238). Penelitian ini membandingkan prestasi belajar peserta didik antara yang melalui penggunaan model pembelajaran concept attainment dan problem based learning. Dengan demikian penelitian ini menggunakan uji persamaan dua rata-rata sebagai berikut:
  • 60. 60 Keterangan: t = Nilai t hitung x = Rata-rata s = Simpangan baku n = Jumlah responden Jika t hitung > t tabel, maka hipotesis kerja (Hi) diterima atau hipotesis nol (H0) ditolak. Jika t hitung < t tabel, maka hipotesis kerja (Hi) ditolak atau hipotesis nol (H0) diterima.
  • 61. 61 BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. KARAKTERISTIK OBJEK PENELITIAN 1. Identitas Sekolah a) Nama Sekolah : SD Negeri 3 Gunungcupu Nomor Statistik Sekolah : 101021402033 Alamat Sekolah : Dusun Lenggorsari Desa Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat Kodepos 46261 Tahun Pendirian : 1972 Kualifikasi akreditasi : B ( Baik ) b) Kepala Sekolah : Nama lengkap : PADIL BASTAMAN, S.Pd.SD. NIP : 196112061982011002 Pangkat/Gol.Ruang : Pembina IV a Pendidikan Terakhir : S1
  • 62. 62 2. Keadaan Guru Tabel 4.1 Keadaan Guru Ijazah Guru PNS Guru Bantu Guru Sukwan Jumlah L P L P L P L P JML S1 3 2 - - 1 - 4 2 6 D3 - - - - - - - - - D2 - 3 - - - 1 - 4 4 SLTA - 1 - - 1 - 1 1 2 Jumlah 3 6 - - 1 1 5 7 12 3. Keadaan Peserta Didik Tabel 4.2 Keadaan Peserta Didik No. TINGKAT Jumlah Rombel JUMLAH SISWA JUMLAHLaki- laki Perempuan 1 I 2 30 26 56 2 II 1 11 21 32 3 III 2 30 18 48 4 IV 1 18 15 33 5 V 2 22 28 50 6 VI 2 24 29 53 Jumlah 10 136 139 274 4. Keadaan Sarana dan Prasarana Tabel 4.3 Keadaan Sarana dan Prasarana No Jenis Sarana / Fasilitas Keadaan Jumlah Baik Sedang Rusak 1 Ruang Kepala Sekolah - 1 - 1 2 Ruang Guru - 1 - 1 3 Ruang Belajar *) 5 3 - 8 4 Ruang Perpustakaan 1 - - 1 5 Ruang UKS 1 - - 1 6 Mushola - 1 - 1
  • 63. 63 7 WC Guru - 1 - 1 8 WC Murid - 2 - 2 No Jenis Sarana / Fasilitas Keadaan Jumlah Baik Sedang Rusak 9 Gudang - - 1 1 10 Bangku siswa - 15 - 15 11 Meja Siswa 25 95 7 127 12 Kursi Siswa 50 145 25 220 13 Lemari 2 5 7 14 14 Meja Guru 10 - 2 12 15 Kursi Guru 7 8 - 15 16 Papan Tulis - 10 2 12 17 Kursi Tamu 1 - - 1 18 Rak Buku - 2 - 2 B. HASIL PENELITIAN 1. Data Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Data-data hasil belajar IPA yang dikumpulkan dalam penelitian dari hasil belajar peserta didik pada pembelajaran yang berbeda, yaitu pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran concept attainment dan menggunakan model problem based learning. Data tersebut dapat dilihat di tabel dan histogram berikut : Tabel 4.4 Data Hasil Belajar IPA yang menggunakan Model Pembelajaran Concept Attainment NO NAMA SISWA MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT 1 A1 90 2 A2 80 3 A3 90 4 A4 80 5 A5 100 6 A6 90 7 A7 80 8 A8 90 9 A9 90
  • 64. 64 10 A10 90 11 A11 100 NO NAMA SISWA MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT 12 A12 80 13 A13 90 14 A14 90 15 A15 90 16 A16 90 17 A17 90 18 A18 90 19 A19 100 20 A20 70 21 A21 100 22 A22 70 23 A23 80 24 A24 90 25 A25 90 n 2200 Tabel 4.5 Data Hasil Belajar IPA yang menggunakan Model Pembelajaran Problerm Based Learning NO NAMA SISWA MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING 1 B1 80 2 B2 90 3 B3 80 4 B4 70 5 B5 80 6 B6 90 7 B7 90 8 B8 80 9 B9 90 10 B10 90 11 B11 90
  • 65. 65 CA 2 8,0 8,0 8,0 5 20,0 20,0 28,0 14 56,0 56,0 84,0 4 16,0 16,0 100,0 25 100,0 100,0 70 80 90 100 Total Valid Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 12 B12 90 13 B13 90 NO NAMA SISWA MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING 14 B14 90 15 B15 90 16 B16 80 17 B17 100 18 B18 80 19 B19 70 20 B20 100 21 B21 100 22 B22 60 23 B23 90 24 B24 90 25 B25 70 n 2130 2. Distribusi Frekuensi Variabel Concept Attainment Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Variabel Concept Attainment Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa 14 orang peserta didik mendapatkan nilai 90. Dengan demikian nilai yang paling banyak muncul adalah angka 90. Sedangkan yang paling sedikit muncul adalah angka 70 dengan perolehan peserta didik hanya dua orang yang mendapatkan angka tersebut.
  • 66. 66 Descriptive Statistics 25 70 100 88,00 8,16 25 CA Valid N (listw ise) N Minimum Maximum Mean Std. Deviation CA 100,090,080,070,0 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Std. Dev = 8,16 Mean = 88,0 N = 25,00 One-Sam ple Test 53,889 24 ,000 88,00 84,63 91,37CA t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Low er Upper 95% Confidence Interval of the Difference Test Value = 0 Distribusi frekuensi di atas dapat dilihat secara grafik pada gambar berikut ini: Grafik 4.1 Distribusi Frekuensi Variabel Concept Attainment a. Deskripsi Statistik Variabel Concept Attainment Tabel 4.7 Deskripsi Statistik Variabel Concept Attainment Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai minimum sebesar 70, maksimum sebesar 100, rata-rata (mean) sebesar 88,00, dan standar deviasi sebesar 8,16. b. Uji t Variabel Concept Attainment Tabel 4.8 Uji t Variabel Concept Attainment
  • 67. 67 PBL 1 4,0 4,0 4,0 3 12,0 12,0 16,0 6 24,0 24,0 40,0 12 48,0 48,0 88,0 3 12,0 12,0 100,0 25 100,0 100,0 60 70 80 90 100 Total Valid Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent CA 100,090,080,070,060,0 14 12 10 8 6 4 2 0 Std. Dev = 10,05 Mean = 85,2 N = 25,00 Berdasar t hitung (53,889) lebih dari t tabel (1,711). Dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran Concept Attainment terhadap hasil belajar 3. Distribusi Frekuensi Variabel Problem Based Learning Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Variabel Problem Based Learning Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa 12 orang peserta didik mendapatkan nilai 90. Dengan demikian nilai yang paling banyak muncul adalah angka 90. Sedangkan yang paling sedikit muncul adalah angka 60 dengan perolehan peserta didik hanya 1 orang yang mendapatkan angka tersebut. Distribusi frekuensi di atas dapat dilihat secara grafik pada gambar berikut ini: Grafik 4.2 Distribusi Frekuensi Variabel Problem Based Learning
  • 68. 68 Descriptive Statistics 25 60 100 85,20 10,05 25 CA Valid N (listw ise) N Minimum Maximum Mean Std. Deviation a. Deskripsi Statistik Variabel Problem Based Learning Tabel 4.10 Deskripsi Statistik Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai minimum sebesar 60, maksimum sebesar 100, rata-rata (mean) sebesar 85,20 dan standar deviasi sebesar 10,05. b. Uji t Variabel Problem Based Learning Tabel 4.11 Uji t Variabel Problem Based Learning Test Value = 0 t df Sig. (2-tailed) Mean Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper PBL 42,389 24 ,000 85,20 81,05 89,35 Berdasar T hitung (42,389) lebih dari t tabel (1,711). Dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran Problem Based Learning terhadap hasil belajar. 4. Perbandingan antara Hasil Belajar Concept Attainment dengan Problem Based Learning Analisis Uji-t Group Statistics Kelas N Mean Std. Deviation Std. Error Mean MP Concept Attainment Eksperimen 12 88.33 7.177 2.072
  • 69. 69 Kontrol 13 87.69 9.268 2.571 PP Based Learning Eksperimen 12 85.00 6.742 1.946 Kontrol 13 85.38 12.659 3.511 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. (2- tailed) Mean Differen ce Std. Error Differen ce 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper MP Concept Attainme nt Equal variances assumed .251 .621 .192 23 .849 .641 3.336 -6.260 7.543 Equal variances not assumed .194 22.361 .848 .641 3.302 -6.200 7.482 MPP Based Learning Equal variances assumed 4.489 .045 -.094 23 .926 -.385 4.109 -8.885 8.115 Equal variances not assumed -.096 18.593 .925 -.385 4.014 -8.799 8.030
  • 70. 70 Dari hasil analisis tersebut diperoleh nilai hitungt sebesar 0,194 dan df = 25. Sehingga dengan menggunakan taraf signifikansi 1% (α = 0,01) dan derajat kebebasan (df/dk = 25-2=23) akan dicari harga dari Equal variances not assumed, ternyata harga t tersebut terdapat dalam tabel (t Distribution Critikal Values) yaitu 22,361 Ternyata diperoleh tabelt sebesar 22,36. Hasil ini membuktikan bahwa hitungt lebih kecil dari pada tabelt , yakni hitungt 0,194 < tabelt 22,36. Dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan, yaitu penggunaan model pembelajaran concept attainment (variabel X), dengan model pembelajaran problem based learning (variabel Y) terhadap pelajaran IPA materi alat pernapasan ikan memiliki perbedaan yang positif. Terlihat t hitung dari Equal variances assumed adalah 0,251 dengan probobalitas 0,621. Karena 0,251 < 0,621 maka Ho dtolak. Dapat disimpulkan penggunaan model pembelajaran concept attainment (variabel X), dan model pembelajaran problem based learning (variabel Y). ternyata perbedaanya sangat efektif/signifikan. C. PEMBAHASAN Pada penelitian ini penulis menerapkan model pembelajaran concept attainment pada kelas VA dengan jumlah peserta didik sebanyak 25 orang. Model pembelajaran concept attainment didesain untuk menganalisis konsep, mengembangkan konsep, pengajaran konsep dan untuk menolong peserta didik menjadi lebih efektif dalam mempelajari konsep-konsep. Model pembelajaran concept attainment merupakan
  • 71. 71 integrasi yang efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari suatu topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap stadium perkembangan konsep. Model pembelajaran concept attainment ini dapat memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih peserta didik menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep, hal ini sesuai dengan pernyataan Joycc seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009:1) bahwa “pembelajaran concept attainment mempertajam dasar keterampilan berfikir”. Model pembelajaran problem based learning diterapkan di kelas VB dengan jumlah peserta didik sebanyak 25 orang. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangku paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang telah realistik (nyata). Model pembelajaran problem based learning memberikan landasan terjadinya pembelajaran yang lebih hidup, karena dengan menerapkan problem based learning pembelajaran menerapkan pengetahuan dan keterampilan, bukan hanya menerima saja. Berdasarkan pengertian dari dua model pembelajaran di atas, di ketahui bahwa dengan menggunakan model pembelajaran concept attainment peserta didik menjadi lebih efektif dalam mempelajari konsep-konsep dan mengembangkan konsep. Sedangkan dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning, peserta didik di hadapkan pada masalah dan dituntut untuk dapat memecahkan masalah tersebut.
  • 72. 72 Hasil analisis data menunjukkan hal-hal sebagai berikut : 1. Data perolehan nilai peserta didik yang menggunakan model pembelajaran concept attainment menunjukan bahwa 14 orang peserta didik mendapatkan nilai 100, 14 orang mendapat nilai 90, 5 orang mendapatkan nilai 80 dan 2 orang mendapat nilai 70. Dengan demikian nilai yang paling banyak muncul adalah angka 90, sedangkan yang paling sedikit muncul adalah angka 70. Berdasarkan deskripsi statistik variabel menunjukan bahwa nilai minimum sebesar 79, maksimum sebesar 100, rata-rata (mean) sebesar 88,00. Standar deviasi sebesar 8,16, t hitung (53,889) lebih dari t tabel (1,711). 2. Data perolehan nilai peserta didik yang menggunakan problem based learning menunjukan bahwa 3 0rang peserta didik mendapat nilai 100, 12 orang mendapat nilai 90, 6 orang mendapat nilai 80, 3 orang mendapat nilai 70 dan 1 orang mendapat nilai 60. Dengan demikian nilai yang paling banyak muncul adalah 90, sedangkan yang paling sedikit muncul adalah 60. Berdasarkan deskripsi variabel menunjukan bahwa nilai minimum sebesar 60, maksimum sebesar 100, rata-rata (mean) sebesar 85,20. Standar deviasi sebesar 10,05, t hitung (42,389) lebih dari t tabel (1,711). Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dengan concept attainment lebih besar di banding problem based learning yaitu dengan perolehan nilai rata-rata sebesar 88,00 lebih dari problem based learning yang perolehan nilainya 85,20.
  • 73. 73 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan 1. Pembelajaran dengan menggunakan model concept attainment memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih peserta didik menjadi lebih efektif dalam pengembangan konsep sehingga nilai rata-rata hasil belajar mata pelajaran IPA kelas V a yaitu 88,00. 2. Pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning, menghadapkan peserta didik pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan dengan bekal pengetahuan yang mereka miliki sehingga nilai rata-rata hasil belajar mata pelajaran IPA kelas V b sebesar 85,20. 3. Perbedaan penggunaan model pembelajaran concept attainment dengan problem based learning bisa dilihat dari nilai t hitung concept attainment (53,889) lebih besar dibandingkan dengan t hitung problem based learning (42,389), rata-rata nilai peserta didik yang menggunakan concept attainment adalah (88,00) sedangkan yang menggunakan problem based learning adalah (85,20). Melalui uji t kedua data prestasi belajar concept attainment dan problem based learning, diperoleh nilai t hitung sebesar 0,194 sedangkan t tabel 22,36. Maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran concept attainment (variabel X), dengan model pembelajaran problrm based learning (variabel Y) terhadap pelajaran IPA materi alat pernapasan ikan memiliki perbedaan yang positif.
  • 74. 74 B. SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas, saran dalam penelitian ini : 1. Guru diharapkan mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang akan diajarkan sehingga dapat hasil belajar. 2. Guru hendaknya lebih sering memilih dan menetapkan model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik lebih aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.. 3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakakah setelah menggunakan model pembelajaran yang diterapkan memberikan hasil dan perbedaan yang lebih baik lagi pada topik maupun mata pelajaran yang lain dan meningkatkan motivasi belajar yang lebih baik bagi peserta didik.
  • 75. 75 JADWAL PENELITIAN No. Kegiatan Bulan..............................2012 April Mei Juni Juli 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Penyusunan proposal 2 Penyusunan instrument instrument instrumentinstrument 3 Bimbingan proposal 4 Semester proposal 5 Perbaikan proposal 6 Bimbingan BAB I-III 7 Perbaikan BAB I-III 8 Pelaksanaan penelitian 9 Penulisan skripsi 10 Bimbingan BAB IV 11 Revisi skripsi 12 Sidang skripsi 13 Perbaikan skripsi