SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
Download to read offline
MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN IPS YANG DILAKSANAKAN
DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(Kajian terhadap Sekolah-sekolah di Kabupaten Pati, Jawa Tengah)
Oleh: Wasino dan Edy Sutrisna
Abstrak
Pembelajaran IPS memerlukan di SMP memerlukan model-model
pembelajaran yang bervariasi. Model-model itu terkait dengan perbedaan
paradigma antara konsep IPS interdisipliner yang diajarkan secara terpadu dan
multidisipliner yang diajarkan secara terpisah. Penelitian ini berusaha untuk
melakukan studi eksploratif terhadap pembelajaran yang dikembangkan di SMP-
SMP di wilayah Kabupaten Pati. Wilayah ini dipilih karena banyaknya sekolah
yang berlebel RSBI.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuannya untuk
memetakan model-model pembelajaran IPS Sejarah yang dilakukan oleh para guru
SMP di wilayah ini.
Hasil kajian menunjukkan bahwa sebagian besar guru masih menggunakan
model pembelajaran konvensional. Strategi pembelajarannya bersifat ekspositori;
penggunaan sumber dan media pembelajaran yang kurang variatif; dan pendekatan
terpadu dalam pembelajaran IPS tidak dapat direalisasi oleh para guru karena
berbagai kendala. Selain itu belum melaksananakan pembelajaran kontekstual.
A. PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting
dalam membentuk warga negara yang baik. Ada tiga tujuan membelajarkan IPS kepada siswa,
yaitu agar setiap peserta didik menjadi warga negara yang baik, melatih peserta didik
berkemampuan berpikir matang untuk menghadapi dan memecahkan masalah sosial, dan agar
peserta didik dapat mewarisi dan melanjutkan budaya bangsanya (Direktorat Pendidikan Lanjutan
Pertama, 2004: 15). Pada jenjang SMP, pencapaian tujuan yang demikian itu bukan merupakan
pekerjaan yang mudah, karena (1) saat ini mata pelajaran IPS menjadi pelajaran yang dianggap
kurang penting dibandingkan dengan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
lainnya, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA; yang ditunjukkan
melalui kenyataan bahwa IPS tidak lagi menjadi mata pelajaran yang diujikan secara nasional; (2)
IPS juga diasumsikan oleh masyarakat dan kalangan guru sendiri sebagai pelajaran yang tidak
menarik karena hanya bersifat hafalan, kurang menantang untuk berpikir, sarat dengan kumpulan
konsep-konsep, pengertian-pengertian, data, atau fakta yang harus dihafal dan tidak perlu
dibuktikan (Sanjaya, 2008:226); dan (3) adanya kenyataan bahwa mata pelajaran IPS di beberapa
sekolah, khususnya sekolah-sekolah swasta, terkadang diajarkan oleh guru yang tidak memiliki
basis IPS (Wasino, 2007).
Sementara itu, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah
membawa perubahan dalam pembelajaran IPS di SMP, dari model pembelajaran IPS yang
dipecah menjadi tiga submata pelajaran IPS (geografi, ekonomi, dan sejarah) menjadi mata
pelajaran yang diberikan secara terpadu (Lihat Permendiknas No. 22 Th. 2005).
Diterapkannya pembelajaran terpadu pada mata pelajaran IPS jenjang SMP tentu dapat
menimbulkan kesulitan-kesulitan tersendiri. Pertama, para guru IPS belum memiliki pengalaman
yang cukup dalam menerapkan pendekatan terpadu sebagai akibat pemberlakuan kurikulum
sebelumnya, khususnya kurikulum 1994 dan kurikulum 1984, yang tidak menggunakan
pendekatan terpadu. Kedua, guru-guru mata pelajaran IPS di sekolah sebagian besar memiliki
latar belakang ke-IPS-an yang monolitik, yaitu berasal dari lulusan pendidikan geografi,
pendidikan sejarah, pendidikan ekonomi, dan pendidikan sosiologi. Kondisi ini sebenarnya dapat
diatasi dengan menerapkan model pembelajaran secara team teaching yang melibatkan guru-guru
IPS dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Pemberlakuan penggunaan pendekatan terpadu pada pembelajaran mata pelajaran IPS
mestinya juga diikuti dengan perubahan dalam proses pembelajarannya, yaitu pembelajaran yang
kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan IPS. Hal ini sejalan dengan perubahan orientasi
kurikulum ke arah pencapaian kompetensi. Pada Bab IV pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa :
proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Ketentuan tersebut dipertajam lagi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses yang menyatakan bahwa kegiatan inti dalam
pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik
peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Menurut Azis Wahab (dalam Solihatin, 2008: 1), iklim pembelajaran yang dikembangkan
oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan gairah belajar siswa.
Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dan ketepatan
guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran. Dengan demikian pemilihan model
dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan
kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh guru (Kosasih, dalam Solihatin,
2008: 1).
Dalam kurikulum yang berbasis kompetensi seperti yang berlaku saat ini,
pembelajaran seharusnya tidak hanya menekankan pada penguasaan aspek pengetahuan
(kognitif), tetapi penting juga untuk memberikan bekal kepada para siswa dalam menguasai
keterampilan memperoleh, mengolah, dan menganalisis informasi, serta keterampilan sosial. Hal
ini sejalan dengan pandangan Sumantri (2001, 261) yang memandang bahwa “content continum”
sama pentingnya dengan “process continuum” pada program pembelajaran IPS di sekolah.
B. LANDASAN TEORI
1. Posisi Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan terjemahan dari istilah Social Studies. Menurut
Sumantri (2001: 74), Pendidikan IPS merupakan penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial,
ideologi negara, dan disiplin ilmu lainnya serta masalah-masalah sosial terkait, yang
dioganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah.
John Jarolimek (dalam Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2004: 14) menegaskan
bahwa IPS merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-
cabang ilmu-ilmu sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan
psikologi sosial.
Tujuan membelajarkan IPS kepada siswa, yaitu agar setiap peserta didik menjadi warga
negara yang baik, melatih peserta didik berkemampuan berpikir matang untuk menghadapi
dan memecahkan masalah sosial, dan agar peserta didik dapat mewarisi dan melanjutkan
budaya bangsanya (Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2004: 15).
Tujuan yang mulia tersebut seharusnya dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang baik.
Menurut Muslich (2008a: 53 – 55) kegiatan belajar mengajar seharusnya bercirikan:
mengalami dan eksplorasi, interaksi, komunikasi, dan refleksi.
2. Model dan Strategi Pembelajaran
Istilah model pembelajaran mengandung makna yang lebih luas dibandingkan dengan
teknik atau strategi pembelajaran. Model pembelajaran merujuk pada paradigma tertentu yang
menjadi kerangka berpikir dan bertindak dalam pembelajarannya.
Banyak model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para ahli. Pengembangan
model tersebut didasarkan pada konsep teori yang selama ini dikembangkan. Mengingat
banyaknya model mengajar yang telah dikembangkan, Bruce Joyce et.al (2000) mengelompokkan
menjadi empat rumpun yaitu: model pemrosesan informasi (processing information model),
model pribadi (personal model), model interaksi sosial (social model), dan model perilaku
(behavior model).
Model pembelajaran pemrosesan informasi terdiri dari model mengajar yang
menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon terhadap stimulus yang datang dari
lingkungan. Dalam prosesnya ditempuh langkah-langkah seperti mengorganisasi data,
memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah, serta
penggunaan simbol verbal dan non verbal. Banyak model mengajar yang tergolong pada
kelompok model ini, yaitu: Inductive thinking (classification-oriented), Concept attainment,
Scientific inquiry, Inquiry Tarining.
Model pribadi berorientasi pada perkembangan diri individu. Pelaksanannya lebih
menekankan pada upaya membantu individu dalam membentuk dan mengorganisasikan realita
yang unik serta lebih memperhatikan kehidupan emosional peserta didik. Upaya pengajaran lebih
diarahkan pada menolong peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam
mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Yang tergolong pada
kelompok model mengajar ini adalah: Nondirective teaching dan Enhancing self esteem.
Model Interaksi Sosial mengutamakan pada hubungan individu dengan masyarakat atau
orang lain, dan memusatkan perhatiannya pada proses dimana realita yang ada dipandang sebagai
negosiasi sosial. Prioritas utama diletakkan pada kecakapan individu dalam berhubungan dengan
orang lain. Yang tergolong pada kelompok model mengajar diantaranya: Partner in learning,
Structured Inquiry, Group Investigation, Role Playing.
Model pembelajaran perilaku dibangun atas dasar teori yang umum, yaitu kerangka
teori perilaku. Salah satu cirinya adalah kecenderungan memecahkan tugas belajar kepada
sejumlah perilaku yang kecil-kecil dan berurutan serta dapat terukur. Belajar dipandang sebagai
sesuatu yang tidak menyeluruh, tetapi diuraikan dalam langkah-langkah yang konkrit dan dapat
diamati. Mengajar berarti mengusahakan terjadinya perbuatan dalam perilaku siswa, dan
perubahan tersebut haruslah teramati. Termasuk dalam model perilaku ini adalah: Mastery
learning, Direct Instruction, Simulation, Social Learning, Programmed Schedule (Wasino, 2009).
Strategi pembelajaran merupakan implementasi dari sebuah model pembelajaran. Dalam
pembelajaran guru seharusnya memilih strategi pembelajaran yang mengacu pada empat ciri
tersebut agar dicapai keberhasilan siswa dalam belajar. Terdapat banyak definisi mengenai
strategi pembelajaran. Kemp dalam Sanjaya (2008: 126) mendefinisikan strategi pembelajaran
sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sedangkan Gulo (2008: 2 -3 ) dengan
mengacu pandangan J.R. David mendefinisikan strategi pembelajaran sebagai rencana, metode,
dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu.
Terdapat banyak strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli.
Strategi-strategi tersebut antara lain dipaparkan berikut ini.
a. Strategi Pembelajaran Langsung
Menurut Arends (dalam Trianto, 2007b: 29), pembelajaran langsung adalah
salah satu model yang disusun khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang
berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur
dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap, selangkah demi
selangkah. Pengetahuan deklaratif adalah mengetahui tentang (knowing know) suatu
kasus atau masalah, biasanya berupa fakta-fakta, opini, kepercayaan, aturan-aturan,
puisi, lirik lagu, teori-teori dan lain-lain. Sedangkan pengetahuan prosedural adalah
mengetahui bagaimana (knowing how) untuk melakukan sesuatu atau memecahkan
suatu kasus (Baharudin, 2008: 97-98).
Strategi ini dinamakan strategi pembelajaran langsung karena materi
pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa tanpa dituntut untuk mengolahnya
(Sanjaya, 2008: 128). Strategi pembelajaran langsung disebut juga strategi
pembelajaran ekspositori. Strategi ini termasuk strategi yang mengacu pada
pendekatan yang berorientasi pada guru (teacher centered approach). Sanjaya (2008:
179) menunjukkan tiga karakteristik strategi pembelajaran ekspositori. Dalam hal ini
fungsi guru adalah mentransfer pengetahuan. Strategi seperti ini termasuk dalam
model behaviorisme.
b. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Sesuai dengan namanya, model pembelajaran ini mengedepankan pencapaian
tujuan pembelajaran melalui mekanisme kerja sama antarsiswa. Pembelajaran seperti
ini didasari konsep bahwa siswa akan lebih mudah memahami dan menemukan konsep
jika mereka saling berdiskusi dengan teman-temannya.
Menurut Stahl (dalam Solihatin, 2008: 7 – 10), pembelajaran kooperatif
memiliki beberapa prinsip, yaitu: (1) perumusan tujuan belajar harus jelas, (2)
penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar, (3) ketergantungan
yang bersifat positif, (4) interaksi yang bersifat terbuka, (5) tanggung jawab individu,
(6) kelompok bersifat heterogen, (7) interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif,
(8) tindak lanjut (follow up), dan (9) kepuasan dalam belajar.
Slavin (dalam Sanjaya, 2008: 242) menunjukkan dua alasan pentingnya
penerapan strategi pembelajaran kooperatif ini, yaitu pertama, berdasarkan hasil
penelitian terbukti bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial,
menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat
meningkatkan harga diri; kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan
kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan
pengetahuan dengan keterampilan.
c. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran dimana siswa
mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan
mereka sendiri, mengembangkan inkuiri, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga mengacu
pada model pembelajaran lain, seperti project-based instruction, experience-based
insruction, authentic learning, dan anchored instruction (Trianto, 2007b: 68).
Untuk menerapkan pembelajaran berbasis masalah, seorang guru perlu
memilih bahan pelajaran yang yang mengandung permasalahan yang dapat
dipecahkan. Sumber permasalahan tersebut dapat berasal dari berbagai sumber,
misalnya dari buku teks, dari koran, peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat
sekitar, dan sebagainya.
d. Strategi Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Landasan filosofis pembelajaran
kontekstual adalah model konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan
bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksi atau membangun
pengetahuan dan keterampilan baru melalui fakta-fakta atau proposisi yang mereka
alami dalam kehidupannya (Muslich, 2008b: 41).
e. Strategi Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki
secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri (Gulo, 2008: 84 - 85). Strategi pembelajaran
inkuiri menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah (Sanjaya, 2008: 196).
3. Pendekatan Terpadu (Interdisipliner)
Dalam pembelajaran IPS di SMP dengan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), sangat dianjurkan menggunakan pendekatan terpadu. Hal ini tertera
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 tentang Standar Isi yang
menyatakan bahwa substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs merupakan “IPA
Terpadu” dan “IPS Terpadu”.
Pembelajaran terpadu dilandasi oleh landasan normatif dan praktis. Landasan
normatif menghendaki bahwa pembelajaran terpadu hendaknya dilaksanakan berdasarkan
gambaran ideal yang ingin dicapai oleh tujuan-tujuan pembelajaran. Sedangkan landasan
praktis menghendaki bahwa pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan memperhatikan
situasi dan kondisi praktis yang berpengaruh terhadap kemungkinan pelaksanaannya mencapai
hasil yang optimal (Trianto, 2007a: 21-22).
Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum
yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat
Sekolah Dasar (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA). Pendekatan
pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan pendekatan interdisipliner. Model
pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari,
menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik (Pusat
Kurikulum, 2006: 6). Salah satu di antaranya adalah memadukan Kompetensi Dasar. Melalui
pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat
menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang
hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan
sendiri berbagai konsep yang dipelajari.
Pada pendekatan pembelajaran terpadu, program pembelajaran disusun dari
berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan pembelajaran terpadu, dalam
hal ini, dapat mengambil suatu topik dari suatu cabang ilmu tertentu, kemudian dilengkapi,
dibahas, diperluas, dan diperdalam dengan cabang-cabang ilmu yang lain. Topik/tema dapat
dikembangkan dari isu, peristiwa, dan permasalahan yang berkembang. Bisa membentuk
permasalahan yang dapat dilihat dan dipecahkan dari berbagai disiplin atau sudut pandang,
contohnya banjir, pemukiman kumuh, potensi pariwisata, IPTEK, mobilitas sosial,
modernisasi, revolusi yang dibahas dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial.
C. METODOLOGI
1. Sasaran Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu
pendekatan penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan
menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang
berkonteks khusus (Moleong, 2006: 5). Latar khusus dalam penelitian ini adalah latar
pembelajaran di SMP/MTs. Konteks khusus dalam penelitian ini adalah konteks pelaksanaan
model pembelajaran IPS yang dilaksanakannya.
Aspek tempat yang diteliti adalah lingkungan SMP-SMP di wilayah Kabupaten Pati.
Penentuan Kabupaten Pati sebagai pilihan lokasi penelitian didasarkan atas kenyataan bahwa
di kabupaten ini telah berkembang sekolah-sekolah berstandar nasional (SSN) dan bahkan
telah ada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Hingga penelitian ini dilaksanakan,
jumlah SMP yang telah berstatus SSN adalah 22 sekolah, dan sekolah berstatus RSBI
berjumlah 2 sekolah.
Peneliti tidak memasukkan Madrasah Tsanawiyah sebagai objek penelitian, karena
peneliti memang hanya membatasi penelitian di sekolah-sekolah yang berada di bawah
pembinaan Dinas Pendidikan Kabupaten Pati, sedangkan Madrasah Tsanawiyah baik negeri
maupun swasta berada di bawah pembinaan Kantor Departemen Agama.
2. Fokus Penelitian
Penelitian ini menfokuskan pada pelaksanaan strategi pembelajaran yang
dikembangkan guru dan keterlaksanaan pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS. Secara
khusus penelitian ini akan meninjau faktor-faktor tersebut dari sisi:
1. model dan strategi pembelajaran IPS yang diterapkan,
2. penggunaan lingkungan sebagai sumber dan media pembelajaran,
3. keterlaksanaan pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS di SMP,
4. kendala-kendala yang dihadapi para guru dalam menerapkan pendekatan terpadu pada
pembelajaran mata pelajaran IPS.
Melalui fokus penelitian tersebut diharapkan dapat diperoleh gambaran secara
kualitatif mengenai strategi pembelajaran yang diterapkan oleh para guru pada pembelajaran
IPS, dan bagaimana keterlaksanaan pembelajaran IPS dengan pendekatan terpadu pada SMP-
SMP di kabupaten Pati, baik pada sekolah sekolah kategori Sekolah Potensial, Sekolah
Standar Nasional (SSN), maupun Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
3. Teknik Pengumpulan Data
Secara umum penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data. Teknik utama
yang digunakan adalah FGD dan wawancara. Teknik tambahan berupa pengamatan dan
dokumentasi. FGD ditujukan kepada guru-guru SMP yang diselenggarakan dalam forum
MGMP. Sementara itu wawancara dilakukan untuk memperdalam informasi yang dirasa
kurang dalam FGD. Pengamatan dilakukan pada beberapa sekolah yang dipilih. Sementara
itu dokumentasi berupa dokumen II KTSP (silabus dan RPP).
4. Keabsahan Data
Untuk memastikan keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi dan perpanjangan
penelitian di lapangan. Dalam penelitian ini dilakukan triangulasi berdasarkan sumber data dan
cara/teknik pengumpulan data. Triangulasi sumber data dilakukan dengan mengambil sumber data
selain guru IPS, yaitu siswa dan kepala sekolah. Sedangkan triangulasi teknik dilakukan dengan
cara penggunaan lebih dari satu metode pengumpulan data untuk menyelesaikan satu buah fokus
penelitian. Melalui cara ini diperoleh data yang dapat digunakan sebagai pengecekan silang (cross
check).
Upaya memperpanjang pengamatan dilakukan peneliti dengan memperbanyak jumlah
sumber data, terutama sumber data dari guru IPS sampai diperoleh data yang benar-benar jenuh.
Dalam rangka ini, data yang dperoleh melalui kegiatan FGD, diperluas oleh peneliti melalui
kegiatan wawancara terhadap 24 guru dan kepala sekolah, observasi proses pembelajaran
terhadap 19 guru IPS dari sekolah-sekolah yang berbeda, dan studi dokumentasi terhadap 21
rencana pembelajaran yang disusun oleh guru IPS dari sekolah yang berbeda-beda.
Keabsahan data juga diperkuat dengan peningkatan ketekunan dalam proses penelitian ini,
maka perolehan data dapat dilakukan lebih cermat dan akurat. Upaya ini dilengkapi dengan
penggunaan alat-alat perekam berupa foto, handy cam, dan catatan-catatan lapangan.
5. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif mengikuti pendapat Miles
and Huberman. Menurut Miles and Huberman (dalam Sugiono, 2008: 91), aktivitas analisis
data meliputi kegiatan data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification yang
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan,dan abstraksi
(dari data kasar) yang ada dalam catatan lapangan. Kegiatan ini berlangsung terus
sepanjang pelaksanaan penelitian, dan dilakukan dengan membuat pemusatan tema,
membuat batas-batas persoalan, dan menyempitkan hasil perolehan data yang luas
sesuai dengan fokus penelitian.
2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data merupakan kegiatan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga
memungkinkan dapat ditarik simpulan dan memiliki makna tertentu Penyajian data
dilakukan dalam bentuk alinea, kalimat, istilah, matriks, dan tabel-tabel.
3. Verifikasi atau Menarik Kesimpulan (Conclution Drawing/ Verification)
Kegiatan ini sebenarnya telah dimulai sejak awal kegiatan penelitian, dan semakin
dipertajam seiring dengan semakin lengkapnya data yang dikumpulkan. Verifikasi
pada tahap awal mungkin saja tidak tepat, tetapi akan terus diperbaiki seiring dengan
semakin lengkap dan kompleksnya data, dan diakhiri setelah pengumpulan data
berakhir.
Ketiga tahap tersebut merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Oleh karena itu
model analisis yang digunakan adalah analisis interaksi, dimana interaksi antara ketiga
komponen tersebut sebagai patokan dalam kegiatan analisis. Pola hubungan
antarkomponen dalam kegiatan analisis data dapat digambarkan dalam bagan berikut ini.
(Sugiono, 2008: 92)
Bagan 4 : Pola Hubungan Antarkomponen dalam Analisis Data
Data
Collecting Data
Display
Data
Reduction
Coclusion
drawing/verifying
D. HASIL PENELITIAN
1. Model dan Strategi Pembelajaran IPS
Secara umum kegiatan pembelajaran IPS di SMP-SMP wilayah kabupaten Pati cenderung
menggunakan strategi pembelajaran langsung. Pembelajaran IPS sebagian besar masih bersifat
ekspositoris, dimana guru masih mendominasi proses pembelajaran. Sedangkan metode
pembelajaran yang paling banyak dipakai para guru adalah metode ceramah, tanya jawab, latihan-
latihan (drill) soal, dan tugas rumah.
Pola umum pembelajaran adalah guru memulai dengan menjelaskan bahan pelajaran
dengan diselingi tanya jawab, setelah penjelasan dianggap tuntas, guru melanjutkannya dengan
memberi latihan-latihan soal yang ada di Buku Kegiatan Siswa (BKS). Dominasi guru dalam
pembelajaran IPS terjadi di semua kategori sekolah, baik di sekolah-sekolah yang masuk kategori
Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), Sekolah Standar Nasional (SSN), maupun
Sekolah Potensial. Kondisi tersebut juga terjadi baik di sekolah kategori negeri maupun sekolah
swasta. Hanya saja karena adanya dukungan sarana sekolah yang lebih baik dan kondisi siswa
(input) yang lebih baik dari segi minat belajar dan kecerdasan, maka suasana pembelajaran di
sekolah RSBI dan SSN tampak lebih hidup dibandingkan dengan di sekolah kategori Sekolah
Potensial. Di sekolah RSBI dan SSN alat bantu pelajaran, seperti LCD dan VCD mulai banyak
digunakan. Komunikasi timbal balik antara siswa dan guru atau antara siswa dengan siswa juga
terjadi lebih intensif dibandingkan dengan yang terjadi di sekolah potensial.
Hasil kajian menunjukkan bahwa para guru telah memiliki pemahaman yang memadai
mengenai strategi-strategi pembelajaran selain strategi pembelajaran ekspositori, terutama strategi
kontekstual. Para guru bahkan telah mengenal istilah CTL (Contextual Teaching and Learning)
sejak sebelum pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi melalui berbagai kegiatan
sosialisasi maupun pelatihan. Mereka juga telah mengetahui bahwa strategi kontekstual
merupakan salah satu strategi pembelajaran yang sangat dianjurkan untuk diterapkan dalam
kurikulum yang berbasis kompetensi. Alasan yang muncul dari kecenderungan para guru tidak
menerapkan strategi pembelajaran yang lebih student centered antara lain adalah (1)
perencanaannya lebih rumit; (2) alasan efisiensi waktu, karena jika mengedepankan pembelajaran
yang student centered membutuhkan alokasi waktu yang lebih lama; (3) antisipasi terhadap
pelaksanaan Ulangan Umum Bersama yang cenderung mengukur ranah kognitif tingkat rendah;
dan (4) pandangan bahwa siswa tidak siap dan tidak mampu mengikuti kegiatan pembelajaran
yang mengutamakan keaktifan siswa.
Meskipun secara umum strategi ekspositori lebih dipilih para guru, namun ada
sebagian kecil guru yang berusaha untuk menerapkan strategi lain yang lebih mengaktifkan siswa.
Beberapa strategi yang dipilih tersebut adalah strategi kontekstual, kolaboratif dan kooperatif,
problem solving, dan strategi pembelajaran kreatif. Untuk strategi yang terakhir ini lebih
mengedepankan pengembangan daya kreasi siswa dalam mempelajari IPS, sehingga tidak larut
dalam kecenderungan umum yang melihat IPS sebagai pelajaran hafalan belaka.
Hasil kajian juga menemukan adanya strategi baru yang dikenal dengan sebutan strategi
PPR (Paradigma Pendidikan Reflektif). Strategi ini memang menjadi ciri khas sekolah-sekolah
yang berada di bawah naungan Yayasan Kanisius. Unsur utama PPR adalah pengalaman, refleksi,
dan aksi. Siswa berkembang kepribadiannya karena mengalami sendiri melalui pengalaman,
berkembang keyakinannya melalui refleksi, dan berperilaku menurut keyakinannya dari kemauan
sendiri melalui aksi. Secara garis besar .
2. Penggunaan Lingkungan Sebagai Sumber Pembelajaran
Dari hasil pengumpulan data terlihat bahwa para guru IPS rata-rata masih belum optimal dalam
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber dan media pembelajaran. Sumber-sumber belajar yang
paling luas dipakai bersumber dari Buku Kegiatan Siswa (BKS) yang secara sengaja dibuat oleh
sebuah tim di bawah kordinasi MGMP tingkat kabupaten. Hingga tahun pelajaran 2008/2009
secara garis besar BKS Mata Pelajaran IPS ini disusun menjadi tiga, yaitu BKS IPS Geografi,
BKS IPS Sejarah, dan BKS IPS Ekonomi. Isinya adalah rangkuman materi yang disusun per
Kompetensi Dasar, kemudian dilengkapi dengan latihan-latihan penguasaan kompetensi, baik
berupa soal-soal pilihan ganda, isian singkat, uraian maupun bentuk lain misalnya bentuk soal
menjodohkan, melengkapi gambar/peta, dan sebagainya.
Disamping BKS, buku-buku paket juga digunakan sebagai sumber belajar, tetapi kurang
optimal. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan jumlah buku paket yang tersedia di sekolah.
Sekolah lebih cenderung memenuhi kebutuhan buku paket mata pelajaran yang diujikan secara
nasonal seperti Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA). Sedangkan buku paket IPS hanya tersedia dengan jumlah yang terbatas, sehingga buku-
buku tersebut digunakan secara bergiliran dari satu kelas ke kelas yang lain.
Koran juga merupakan sumber belajar tambahan yang juga dimanfaatkan oleh guru IPS
walaupun dalam takaran yang minimal. Koran lebih banyak dimanfaatkan oleh guru sebagai
sumber untuk pembuatan kliping bagi para siswa. Namun sebagian kecil guru telah menanfaatkan
artikel-artikel maupun pemberitaan di koran untuk proses pembelajaran di kelas, misalnya
pemberitaan-pemberitaan yang menyangkut penyimpangan sosial.
Di beberapa sekolah, terutama RSBI dan SSN guru-guru IPS sesekali mengakses
internet untuk menambah sumber belajar siswa. Di sekolah, penggunaan internet sebagai sumber
belajar lebih dipengaruhi oleh keaktifan, kreativitas, dan kemampuan guru dalam memanfaatkan
teknologi komunikasi dan informasi.
Toko/pasar dan proses produksi juga digunakan oleh sebagain kecil guru sebagai sumber
pembelajaran, tetapi kegiatan ini hanya bersifat penugasan kepada siswa. Beberapa guru mengaku
pernah memberikan tugas kepada siswa secara berkelompok untuk melakukan wawancara dengan
pelaku usaha di toko sekitar sekolah atau pasar di sekitar tempat tinggal siswa dalam rangka
meningkatkan kebermaknaan proses pembelajaran.
Dalam rangka meningkatkan kontekstualitas pembelajaran, sebenarnya sekolah-
sekolah dapat memanfaatkan kegiatan karyawisata yang secara rutin dilakukan setiap tahun.
Namun disayangkan, kegiatan wisata siswa ini masih belum dikemas secara khusus sebagai
bagian integral dari kegiatan pembelajaran. Bahkan banyak sekolah yang tidak mewajibkan
siswanya menyusun laporan pelaksanaan kegiatan wisata tersebut. Guru-guru IPS juga belum
memanfaatkan kegiatan wisata ini untuk memperdalam pemahaman siswa mengenai konsep-
konsep IPS. Padahal kebanyakan objek-onjek wisata yang dikunjungi adalah objek yang memiliki
nilai ke-IPS-an, misalnya candi, monument, planetarium, museum, kawasan gunung, dan
sebagainya.
3. Pembelajaran IPS Terpadu
Menyikapi pelaksanaan kurikulum baru yang lebih dikenal dengan sebutan KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) model pembagian tugas mengajar IPS di sekolah-sekolah
secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) IPS diajarkan oleh satu orang guru dan (2)
IPS diajarkan oleh lebih dari satu guru, yaitu guru IPS Geografi, Ekonomi, dan Sejarah
Sebagai konsekuensi dari model pembagian mengajar guru seperti tersebut di atas, maka
terjadi juga dua model struktur mata pelajaran IPS, yaitu IPS sebagai satu kesatuan mata pelajaran
dan IPS sebagai struktur yang masih terpisah-pisah seperti yang diberlakukan pada Kurikulum
1994. Meskipun demikian, model pembelajaran yang dilakukan oleh sebagian besar guru masih
terpisah-pisah KD per KD.
Pemberlakuan model pembelajaran terpadu memberikan konsekuensi bagi sekolah dalam
menerapkan model pembagian tugas mengajar bagi guru, yaitu model team teaching dan model
guru tunggal (Pusat Kurikulum, 2006: 23). Namun dalam praktiknya, penerapan model team
teaching dalam pembelajaran IPS bagi sekolah-sekolah belum dilaksanakan. Sekolah-sekolah
sebagian besar masih menerapkan sistem guru tunggal, yaitu satu guru mengampu satu mata
pelajaran IPS, atau mata pelajaran ekonomi, geografi, dan ekonomi masing-masing diampu oleh
satu orang guru. Alasan yang dikemukakan oleh para guru pada prinsipnya ada dua, yaitu jumlah
guru IPS yang ada di setiap sekolah terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk menugaskan
dua atau tiga guru sekaligus untuk mengampu satu kelasnya; dan jumlah guru IPS dari berbagai
latar belakang pendidikan (spesialisasi pendidikan geografi, ekonomi, maupun sejarah) tidak
sama.
Kondisi keterbatasan jumlah guru IPS terutama terjadi di sekolah-sekolah yang terletak di
luar kota. Sementara sekolah-sekolah yang berlokasi di dalam kota kondisinya bervariasi. Namun
sekolah yang memiliki jumlah guru cukup banyak ternyata juga belum menerapkan model team
teaching dalam pembelajaran. Dalam konteks ini ditemukan sekolah yang menerapkan model 2
guru IPS mengajar di satu kelas tetapi kedua guru tidak mengajar secara tim, namun pada saat jam
pelajaran IPS kelas tersebut dipecah menjadi dua sehingga setiap guru hanya mengajar separoh
kelas. Model ini terpaksa dilakukan oleh sekolah demi memenuhi ketentuan bahwa guru yang
telah memiliki sertifikat pendidik, agar yang bersangkutan memperoleh haknya mendapatkan
tunjangan profesi harus mengajar minimal 24 jam pelajaran per minggu.
E. PEMBAHASAN
Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan dalam kurikulum yang berbasis
kompetensi seharusnya merupakan pembelajaran yang mampu memberikan makna yang
mendalam bagi peserta didik. Skenario pembelajaran yang disusun guru semestinya mampu
membawa peserta didik memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang bermakna. Strategi
pembelajaran yang dipilih seharusnya adalah strategi yang lebih memberikan porsi keterlibatan
siswa lebih banyak dalam belajar (active learning), bahan dan sumber pembelajaran diambil dari
dunia yang dekat dengan siswa (contextual learning), dan proses pembelajaran sedapat mungkin
dikemas secara lebih konkret untuk menghindari meluasnya gejala verbalisme dalam pemahaman
konsep-konsep IPS. Hal ini sejalan dengan pandangan Muslich (2008b, 48-51) yang menunjuk
lima prinsip pembelajaran dalam era KTSP, yaitu (1) kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa,
(2) belajar melalui berbuat, (3) mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan
sosial, (4) belajar sepanjang hayat, dan (5) belajar mandiri dan belajar bekerja sama.
Penerapan prinsip pembelajaran yang berpusat pada siswa dapat berdampak pada
pemerolehan pengalaman belajar siswa yang lebih bermakna, karena siswa tidak hanya
mendengar tetapi melakukan sendiri melalui berbagai kegiatan, misalnya melakukan wawancara,
mengamati, menggambar peta, membuat tabel, membuat hipotesis, dan sebagainya. Siswa tidak
hanya belajar secara auditif (dengar dan baca), tetapi juga belajar secara visual (melihat), dan
bahkan belajar secara kinestetik (gerakan). Berkaitan dengan hal tersebut patut dijadikan rujukan
pendapat dari Silberman (2002: 2): apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya dengar dan
lihat, saya ingat sedikit; apa yang saya dengar, lihat, dan diskusikan, saya mulai paham; apa yang
saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan; dan
apa yang saya ajarkan, saya menguasainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belajar dengan
cara mengalami langsung akan meningkatkan kebertahanan informasi dalam pikiran siswa,
Kenyataan bahwa kegiatan pembelajaran yang terjadi dalam pembelajaran IPS di
SMP-SMP wilayah kabupaten Pati yang masih mengandalkan strategi ekspositori seolah
menggambarkan kekurangsiapan pemberlakuan KTSP di lapangan. Dapat ditafsirkan bahwa
seolah-olah perubahan kurikulum hanya terjadi di tingkat konsep (isi) belaka, tanpa diikuti dengan
perubahan cara penerapannya di lapangan. Konsep mengenai kurikulum tidak hanya menyangkut
isi (content) saja, tetapi juga menyangkut tujuan, dan metode. Hal ini sesuai dengan konsep
kurikulum yang terdapat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan
bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang materi kajiannya berasal
dari struktur keilmuan sosiologi, geografi, ekonomi, dan sejarah. Cakupan materi yang demikian
luas ini harus dikemas melalui kegiatan pembelajaran yang konkret dan menyenangkan sehingga
mampu menarik perhatian siswa. Di sinilah pentingnya penggunaan media pembelajaran agar
materi pelajaran IPS tidak hanya ditangkap siswa dalam dunia imajiner tetapi nyata. Salah satu
strategi yang sederhana adalah semakin mendekatkan pengorganisasian pembelajaran IPS dengan
lingkungan siswa. Inilah pentingnya pemanfaatan lingkungan sebagai sumber dan media belajar
bagi siswa, karena laboratorium IPS adalah lingkungan, baik lingkungan fisik, lingkungan alam,
maupun lingkungan sosial. Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar juga merupakan
manifestasi sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat sekitar. Pemanfaatan lingkungan
sebagai sumber belajar mampu mengembangkan sejumlah keterampilan dalam diri siswa, antara
lain kemampuan untuk mengamati, mencatat/melakukan verifikasi, merumuskan pertanyaan,
merumuskan hipotesis, mengklasifikasi, menyusun deskripsi, membuat gambar, diagram, grafik,
dan sebagainya.
Sebagaimana temuan pada hasil penelitian, diakui bahwa pemanfaatan lingkungan
sebagai sumber belajar memang memerlukan perencanaan dan pengorganisasian pembelajaran
yang lebih sulit serta pelaksanaanya memerlukan waktu yang lebih lama dibanding dengan
pembelajaran IPS yang mengandalkan metode ceramah dan tanya jawab; namun alasan ini
sesungguhnya tidak tepat untuk meninggalkan begitu saja penggunaannya sebagai sumber belajar
karena penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar mampu membawa suasana pembelajaran
menjadi lebih kontekstual. Upaya mengejar target selesainya penyajian bahan ajar tanpa
melibatkan siswa melakukan interaksi dengan sumber-sumber belajar hanya akan menjadikan
pembelajaran IPS tidak mampu mencapai tujuannya, yaitu:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
(Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2005: 417).
Kegiatan wisata siswa (field trip) sesungguhnya merupakan kesempatan bagi para guru
IPS untuk menambah kontekstualitas pembelajaran IPS, karena banyak kunjungan wisata yang
dilakukan ke objek-objek wisata. Upaya ini antara lain dapat dilakukan dengan member tugas
kepada siswa untuk menyusun laporan kunjungan, kemudian membahasnya di sekolah sesuai
dengan KD DAN SK yang ada.
Interaksi pembelajaran IPS seharusnya juga tidak hanya terbatas antara guru dengan
siswa atau siswa dengan siswa, tetapi justru yang terpenting adalah bagaimana siswa dapat
berinteraksi langsung dengan sumber-sumber belajar IPS yang jumlahnya beragam itu. Inilah
salah satu strategi agar pembelajaran IPS di sekolah-sekolah memiliki nilai kebermaknaan yang
tinggi.
Patut juga dipertanyakan adalah tidak berjalannya pendekatan terpadu dalam
pembelajaran IPS di SMP-SMP wilayah kabupaten Pati. Alasan yang muncul adalah karena
kurangnya pemahaman para guru untuk menerapkannya, sulit merencanakan dan menerapkannya,
dan latar belakang pendidikan rata-rata guru IPS tidak berasal dari Pendidikan IPS secara utuh
(tetapi berasal dari spesialisasi pendidikan geografi, sejarah, dan ekonomi). Berdasarkan
pengamatan peneliti terhadap dokumen standar isi, penyusunan SK dan KD mata pelajarn IPS
memang sangat menyulitkan para guru jika harus mengimplementasikannya melalui pendekatan
terpadu, karena SK dan KD yang ada secara nyata masih menunjukkan adanya keterpisahan
antara SK dan KD yang bermuatan geografi, sosiologi, sejarah, maupun ekonomi. Masih
nampaknya sekat-sekat latar belakang disiplin keilmuan tersebut tentu akan menggiring para guru
untuk kembali mengelola pembelajaran secara terpisah-pisah seperti yang pernah berlaku dalam
kurikulum 1994 yang lalu. Kondisi ini menjadi semakin kontraproduktif karena IPS kemudian
diajarkan oleh satu orang guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan IPS secara utuh.
Guru-guru yang berlatar belakang pendidikan geografi terpaksa harus belajar materi ekonomi, dan
sejarah, serta sosiologi. Dalam tataran bahan pelajaran, boleh jadi para guru mampu
mempelajarainya; tetapi dalam tataran metodiknya akan merupakan pertanyaan besar. Sementara
itu model team teaching sebagai salah satu solusi dalam memecahkan permasalahan implementasi
pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS sulit dapat direalisasi sebagai akibat kurangnya
jumlah guru IPS di setiap sekolah dan persebaran guru IPS menurut latar belakang pendidikannya
yang tidak merata antara lulusan pendidikan geografi, pendidikan sosiologi, pendidikan sejarah,
dan pendidikan ekonomi.
F. PENUTUP
Hasil kajian menunjukkan bahwa kebanyakan guru IPS masih mengedepankan
penggunaan strategi ekspositori dalam menyajikan meteri pelajaran IPS dengan penggunaan
sumber dan media pembelajaran yang sangat minim. Lingkungan, sebagai laboratorium IPS tidak
dimanfaatkan dengan baik. Sementara itu, amanat permendiknas No. 22 Tahun 2005 tentang
penggunaan pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS di SMP juga tidak dapat direalisasi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diberikan saran (1) para guru IPS perlu
meningkatkan penggunaan model pembelajaran konstuksionisme dengan strategi pembelajaran
aktif atau dikenal student centered dan mengimplementasikan pendekatan terpadu dalam
pembelajaran IPS agar siswa memperoleh konsep IPS secara utuh; (2) para pengembang
kurikulum perlu melakukan penyusunan contoh model perencanaan pembelajaran IPS dengan
pendekatan terpadu yang mudah dipahami oleh para guru, sehingga dapat dicontoh oleh para guru
dalam mengelola kegiatan pembelajaran IPS di SMP; dan (3) para peneliti bidang pendidikan
perlu melakukan penelitian pengembangan terkait dengan peningkatan kualitas pembelajaran IPS
di SMP, misalnya penelitian pengembangan mengenai pembelajaran IPS yang berbasis
lingkungan, pembelajaran IPS yang berbasis museum, dan pengembangan pembelajaran IPS
dengan pendekatan terpadu.
DAFTAR PUSTAKA
Baharudin dan Esa Nur Wahyuni.2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruz
Media.
BSNP. 2007. Model Pembelajaran Terpadu IPS. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat Pembinaan SMP. 2006. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Media Pembelajaran.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching
and Learning). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
__________________________________. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Pengetahuan
Sosial. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
__________________________________. 2004b. Pedoman Khusus Pengembangan Sistem
Penilaian Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP) mata pelajaran
pengetahuan sosial. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Direktorat Tenaga Kependidikan. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta: Ditjen Dikdasmen
Depdiknas.
Fathurrohman, Pupuh dan M. Sobry Sutikno.2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui
Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama.
Gulo, W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grasindo.
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bmi Aksara.
Joyce, Bruce dan Marsha Weil. (2000). Model of Teaching. Boston : Allyn and Bacon
Muslich, Masnur. 2008a. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta:
Bumi Aksara.
_____________. 2008b. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman dan
Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Pusat Kurikulum. 2006. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Prenada Media.
Silberman, MEL. 2002. Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Dalam Sarjuli, dkk
(Terj). Yogyakarta. Yappendis.
Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sumantri, Muhammad Numan. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Dalam Dedi
Supriadi dan Rohmat Mulyana (Ed.). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Trianto. 2007a. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Surabaya: Prestasi
Pustaka.
______. 2007b. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Surabaya:
Prestasi Pustaka
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Uno, Hamzah B. 2008. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif
dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Wasino. 2007. Penataan Museum Sesuai Perkembangan Zaman. Makalah pada Workshop
Permuseuman di Semarang, Museum Ronggawarsito.
_____. 2008. Museum sebagai Media Belajar, Makalah pada Workshop Permuseuman di
Semarang, Museum Ronggawarsito.
_____, 2009, Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sejarah Berbasis Museum,
Semarang: Lembaga Penelitian Unnes (laporan sementara Hasil Penelitian).
Winataputra, Udin S. 2004. Strategi Belajar Mengajar, Materi Pokok PGSD2201 /4SKS/Model 1
– 12. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
Borg, Walter R. and Gall, Meredith D. (1993). Educational Research : An Introduction. New
York and London; Longman.
Bruce Joyce., Marsha Weil. (2000). Model of Teaching. Boston : Allyn and Bacon
Budi Utomo, 2007, Model Pembelajaran Sejarah, Makalah Jurusan Sejarah Unnes.
Bruner, Jerome S. (1963). The Process of Education. New York : Vontage Books
Bourdilon, Hilary, 1994, Teaching History, (London, Roudledge).
Dale, Edgar, 1969, 3rd Edition of Audiovisual Methods in Teaching
Direktorat Permuseuman, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Situs Resmi.
Fullan, Michael G. (1991). The New Meaning of Educational Change. Second Edt. New York:
Teacher College Press Published.
Gagne, R.M. Brigs, 1984, Principles of Instruction Design, New York: Holtz
Reinhart and Wiston.
Good,C.V.(1973).Dictionary of Education.New York:McGraw-Hill Book Company.
Juharnoto (ed.), 2007, Buku Panduan dan Lembar Kerja Kunjungan Museum
Ranggawarsito, Jawa Tengah.
McMillan, James and Schumacher, Sally. (2001). Research in Education: A Conceptual
Introduction. New York: Longman.Inc.
Moeliono, Anton, (ed), 1993, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka
Neufeldt, Victoria, (pimp. ed.), Webster’s New World Dictionary of American
English (New York:Prentice Hall, 1989).
Sardiman, 2004, Kebijakan dan Strategi Pendidikan Sejarah di Era Reformasi,
Makalah dalam diskusi Pendidikan Sejarah di Era Pembangunan (Yogyakarta,
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata).
Snelbeker, Devid, 1974, "Politicheskaya ekonomiya privatizatsii na Ukraine" [The Political
Economy of Privatization in Ukraine], in Ukrainskii put k rynochnoi ekonomike [The Ukrainian
Path to a Market Economy] (Warsawa: CASE, 1996)
Sukadi,Arief, 1984 Hubungan antara beberapa variabel karakteristik siswa dan hasil
belajar mereka di kelas I SMP Terbuka dalam tahun ajaran 1982/1983, disertasi, Jakarta:
IKIP Jakarta
Soekamto, Toeti, 1992, Teori Belajar dan Modal-modal Pembelajaran. Jakarta:
Pusat Antar-Universitas.
Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin Winataputra. 1997. Teori Belajar dan Model-model
Pembelajaran. Jakarta: Dikti. Depdiknas.
Wasino,2005, Guru dan Integrasi Bangsa (Pidato Ilmiah Dies Natalis Unnes ke 41).
______,2006, ”Museum Sebagai Kajian Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan”,
makalah Workshop Permuseuman, Semarang: Museum Ranggawarsito.
______, 2007, ”Penataan Museum Sesuai Perkembangan Zaman”, makalah
Workshop Permuseuman Semarang: Museum Ronggawarsito.
_____, 2008, ”Museum sebagai Media Belajar”, makalah
Workshop Permuseuman Semarang: Museum Ranggawarsito.
UU no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

More Related Content

What's hot

Psikologi pendidikan
Psikologi pendidikanPsikologi pendidikan
Psikologi pendidikanmuhammad
 
Power point pengembangan kurikulum dan pembelajaran
Power point pengembangan kurikulum dan pembelajaranPower point pengembangan kurikulum dan pembelajaran
Power point pengembangan kurikulum dan pembelajaranNdah Nabilla
 
Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum
Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan KurikulumPendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum
Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulumkhoiriyah khoiriyah
 
UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...
UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...
UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...Muhammad Idris
 
Review makalah inovasi kurikulum
Review makalah inovasi kurikulumReview makalah inovasi kurikulum
Review makalah inovasi kurikulumRossiana Fazri
 
Pembelajaran Konstektual
Pembelajaran KonstektualPembelajaran Konstektual
Pembelajaran KonstektualGigyh Ardians
 
Kurikulum Dan Pembelajaran
Kurikulum Dan PembelajaranKurikulum Dan Pembelajaran
Kurikulum Dan Pembelajaran02041989
 
Aji febrianto
Aji febriantoAji febrianto
Aji febriantoiwan Alit
 
Strategi Belajar Mengajar
Strategi Belajar MengajarStrategi Belajar Mengajar
Strategi Belajar MengajarRizal M Suhardi
 
1. rasional pengembangan dan elemen perubahan kurikulum 2013
1. rasional pengembangan dan elemen perubahan kurikulum 20131. rasional pengembangan dan elemen perubahan kurikulum 2013
1. rasional pengembangan dan elemen perubahan kurikulum 2013PPKHBFISIKAPATI
 
Isu pengetahuan pedagogi 2
Isu pengetahuan pedagogi 2Isu pengetahuan pedagogi 2
Isu pengetahuan pedagogi 2Cahaya Cita-Cita
 
K01947 20180528092619 k14 pengurusan alam pembelajaran
K01947 20180528092619 k14 pengurusan alam pembelajaranK01947 20180528092619 k14 pengurusan alam pembelajaran
K01947 20180528092619 k14 pengurusan alam pembelajaranJANGAN TENGOK
 
Elemen Perubahan Kurikulum 2013
Elemen Perubahan Kurikulum 2013Elemen Perubahan Kurikulum 2013
Elemen Perubahan Kurikulum 2013Ifik Firdaus
 
Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu)
Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu)Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu)
Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu)noviantasari
 

What's hot (19)

Psikologi pendidikan
Psikologi pendidikanPsikologi pendidikan
Psikologi pendidikan
 
Power point pengembangan kurikulum dan pembelajaran
Power point pengembangan kurikulum dan pembelajaranPower point pengembangan kurikulum dan pembelajaran
Power point pengembangan kurikulum dan pembelajaran
 
Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum
Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan KurikulumPendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum
Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum
 
UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...
UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...
UPAYA MWNINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KEATIF DAN ...
 
Review makalah inovasi kurikulum
Review makalah inovasi kurikulumReview makalah inovasi kurikulum
Review makalah inovasi kurikulum
 
Pembelajaran Konstektual
Pembelajaran KonstektualPembelajaran Konstektual
Pembelajaran Konstektual
 
Kurikulum Dan Pembelajaran
Kurikulum Dan PembelajaranKurikulum Dan Pembelajaran
Kurikulum Dan Pembelajaran
 
Aji febrianto
Aji febriantoAji febrianto
Aji febrianto
 
Strategi Belajar Mengajar
Strategi Belajar MengajarStrategi Belajar Mengajar
Strategi Belajar Mengajar
 
1. rasional pengembangan dan elemen perubahan kurikulum 2013
1. rasional pengembangan dan elemen perubahan kurikulum 20131. rasional pengembangan dan elemen perubahan kurikulum 2013
1. rasional pengembangan dan elemen perubahan kurikulum 2013
 
Isu pengetahuan pedagogi 2
Isu pengetahuan pedagogi 2Isu pengetahuan pedagogi 2
Isu pengetahuan pedagogi 2
 
K01947 20180528092619 k14 pengurusan alam pembelajaran
K01947 20180528092619 k14 pengurusan alam pembelajaranK01947 20180528092619 k14 pengurusan alam pembelajaran
K01947 20180528092619 k14 pengurusan alam pembelajaran
 
Pdgk4104 m1
Pdgk4104 m1Pdgk4104 m1
Pdgk4104 m1
 
Elemen Perubahan Kurikulum 2013
Elemen Perubahan Kurikulum 2013Elemen Perubahan Kurikulum 2013
Elemen Perubahan Kurikulum 2013
 
Tugas Kurikulum
Tugas KurikulumTugas Kurikulum
Tugas Kurikulum
 
Kurikulum dan pembelajaran
Kurikulum dan pembelajaranKurikulum dan pembelajaran
Kurikulum dan pembelajaran
 
Ipi22489
Ipi22489Ipi22489
Ipi22489
 
Aan rukanda
Aan rukandaAan rukanda
Aan rukanda
 
Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu)
Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu)Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu)
Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu)
 

Similar to 66cb960420eb1b91ec2a8253e23de38e

Contoh isi proposal
Contoh isi proposalContoh isi proposal
Contoh isi proposalNafiessa
 
salimnahdi,+1279-Article+Text-5247-2-15-20210803.pdf
salimnahdi,+1279-Article+Text-5247-2-15-20210803.pdfsalimnahdi,+1279-Article+Text-5247-2-15-20210803.pdf
salimnahdi,+1279-Article+Text-5247-2-15-20210803.pdfAhmadBakhtiarPakuSad
 
322093 model-model-pembelajaran-inovatif
322093 model-model-pembelajaran-inovatif322093 model-model-pembelajaran-inovatif
322093 model-model-pembelajaran-inovatifmuhammad husnul fikri
 
Informasi pengertian studi sosial, kategori ips dan proses berpikir.
Informasi pengertian studi sosial, kategori ips dan proses berpikir.Informasi pengertian studi sosial, kategori ips dan proses berpikir.
Informasi pengertian studi sosial, kategori ips dan proses berpikir.Maruttha Puspita
 
Kurikulum dan pembelajaran... adit
Kurikulum dan pembelajaran... aditKurikulum dan pembelajaran... adit
Kurikulum dan pembelajaran... aditAdhitya Ramandha
 
(1) lesson studi dlm pengembangan profesionalitas tenaga kependidikan (kelompok)
(1) lesson studi dlm pengembangan profesionalitas tenaga kependidikan (kelompok)(1) lesson studi dlm pengembangan profesionalitas tenaga kependidikan (kelompok)
(1) lesson studi dlm pengembangan profesionalitas tenaga kependidikan (kelompok)Susi Yanti
 
Ptk jual-beli
Ptk jual-beliPtk jual-beli
Ptk jual-beliMelly PMI
 
KELOMPOK 6.Kurikulum.pdf
KELOMPOK 6.Kurikulum.pdfKELOMPOK 6.Kurikulum.pdf
KELOMPOK 6.Kurikulum.pdfHerawati05
 
Pembelajaran inovatif 1
Pembelajaran inovatif 1Pembelajaran inovatif 1
Pembelajaran inovatif 1Hendri Saputra
 
Lesson study artikel
Lesson study artikelLesson study artikel
Lesson study artikelike ikram
 
Teknik Guru Pendidikan Agama Hindu dalam Menciptakan Pembelajaran Berbasis PA...
Teknik Guru Pendidikan Agama Hindu dalam Menciptakan Pembelajaran Berbasis PA...Teknik Guru Pendidikan Agama Hindu dalam Menciptakan Pembelajaran Berbasis PA...
Teknik Guru Pendidikan Agama Hindu dalam Menciptakan Pembelajaran Berbasis PA...Goes Jiant
 
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics EducationPendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics EducationMuhammad Alfiansyah Alfi
 
inovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolio
inovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolioinovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolio
inovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolioharjunode
 
PPROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT (PKM) Pengembangan Pembelajaran Berbasis Kontek...
PPROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT (PKM) Pengembangan Pembelajaran Berbasis Kontek...PPROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT (PKM) Pengembangan Pembelajaran Berbasis Kontek...
PPROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT (PKM) Pengembangan Pembelajaran Berbasis Kontek...Paulus Robert Tuerah
 
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...guestf6b63af
 
Kurikulum Dan Pembelajaran
Kurikulum Dan PembelajaranKurikulum Dan Pembelajaran
Kurikulum Dan PembelajaranDESYFITRIANI
 

Similar to 66cb960420eb1b91ec2a8253e23de38e (20)

Contoh isi proposal
Contoh isi proposalContoh isi proposal
Contoh isi proposal
 
salimnahdi,+1279-Article+Text-5247-2-15-20210803.pdf
salimnahdi,+1279-Article+Text-5247-2-15-20210803.pdfsalimnahdi,+1279-Article+Text-5247-2-15-20210803.pdf
salimnahdi,+1279-Article+Text-5247-2-15-20210803.pdf
 
322093 model-model-pembelajaran-inovatif
322093 model-model-pembelajaran-inovatif322093 model-model-pembelajaran-inovatif
322093 model-model-pembelajaran-inovatif
 
PTK METODE NTH
PTK METODE NTHPTK METODE NTH
PTK METODE NTH
 
Informasi pengertian studi sosial, kategori ips dan proses berpikir.
Informasi pengertian studi sosial, kategori ips dan proses berpikir.Informasi pengertian studi sosial, kategori ips dan proses berpikir.
Informasi pengertian studi sosial, kategori ips dan proses berpikir.
 
Ptk ips kelas ii
Ptk ips kelas iiPtk ips kelas ii
Ptk ips kelas ii
 
Kurikulum dan pembelajaran... adit
Kurikulum dan pembelajaran... aditKurikulum dan pembelajaran... adit
Kurikulum dan pembelajaran... adit
 
(1) lesson studi dlm pengembangan profesionalitas tenaga kependidikan (kelompok)
(1) lesson studi dlm pengembangan profesionalitas tenaga kependidikan (kelompok)(1) lesson studi dlm pengembangan profesionalitas tenaga kependidikan (kelompok)
(1) lesson studi dlm pengembangan profesionalitas tenaga kependidikan (kelompok)
 
Ptk jual-beli
Ptk jual-beliPtk jual-beli
Ptk jual-beli
 
KELOMPOK 6.Kurikulum.pdf
KELOMPOK 6.Kurikulum.pdfKELOMPOK 6.Kurikulum.pdf
KELOMPOK 6.Kurikulum.pdf
 
Pembelajaran inovatif 1
Pembelajaran inovatif 1Pembelajaran inovatif 1
Pembelajaran inovatif 1
 
Desain kurikulum
Desain kurikulumDesain kurikulum
Desain kurikulum
 
Lesson study artikel
Lesson study artikelLesson study artikel
Lesson study artikel
 
Teknik Guru Pendidikan Agama Hindu dalam Menciptakan Pembelajaran Berbasis PA...
Teknik Guru Pendidikan Agama Hindu dalam Menciptakan Pembelajaran Berbasis PA...Teknik Guru Pendidikan Agama Hindu dalam Menciptakan Pembelajaran Berbasis PA...
Teknik Guru Pendidikan Agama Hindu dalam Menciptakan Pembelajaran Berbasis PA...
 
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics EducationPendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
 
3. bab i
3. bab i3. bab i
3. bab i
 
inovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolio
inovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolioinovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolio
inovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolio
 
PPROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT (PKM) Pengembangan Pembelajaran Berbasis Kontek...
PPROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT (PKM) Pengembangan Pembelajaran Berbasis Kontek...PPROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT (PKM) Pengembangan Pembelajaran Berbasis Kontek...
PPROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT (PKM) Pengembangan Pembelajaran Berbasis Kontek...
 
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
 
Kurikulum Dan Pembelajaran
Kurikulum Dan PembelajaranKurikulum Dan Pembelajaran
Kurikulum Dan Pembelajaran
 

66cb960420eb1b91ec2a8253e23de38e

  • 1. MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN IPS YANG DILAKSANAKAN DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (Kajian terhadap Sekolah-sekolah di Kabupaten Pati, Jawa Tengah) Oleh: Wasino dan Edy Sutrisna Abstrak Pembelajaran IPS memerlukan di SMP memerlukan model-model pembelajaran yang bervariasi. Model-model itu terkait dengan perbedaan paradigma antara konsep IPS interdisipliner yang diajarkan secara terpadu dan multidisipliner yang diajarkan secara terpisah. Penelitian ini berusaha untuk melakukan studi eksploratif terhadap pembelajaran yang dikembangkan di SMP- SMP di wilayah Kabupaten Pati. Wilayah ini dipilih karena banyaknya sekolah yang berlebel RSBI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuannya untuk memetakan model-model pembelajaran IPS Sejarah yang dilakukan oleh para guru SMP di wilayah ini. Hasil kajian menunjukkan bahwa sebagian besar guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Strategi pembelajarannya bersifat ekspositori; penggunaan sumber dan media pembelajaran yang kurang variatif; dan pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS tidak dapat direalisasi oleh para guru karena berbagai kendala. Selain itu belum melaksananakan pembelajaran kontekstual. A. PENDAHULUAN Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam membentuk warga negara yang baik. Ada tiga tujuan membelajarkan IPS kepada siswa, yaitu agar setiap peserta didik menjadi warga negara yang baik, melatih peserta didik berkemampuan berpikir matang untuk menghadapi dan memecahkan masalah sosial, dan agar peserta didik dapat mewarisi dan melanjutkan budaya bangsanya (Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2004: 15). Pada jenjang SMP, pencapaian tujuan yang demikian itu bukan merupakan pekerjaan yang mudah, karena (1) saat ini mata pelajaran IPS menjadi pelajaran yang dianggap kurang penting dibandingkan dengan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA; yang ditunjukkan melalui kenyataan bahwa IPS tidak lagi menjadi mata pelajaran yang diujikan secara nasional; (2) IPS juga diasumsikan oleh masyarakat dan kalangan guru sendiri sebagai pelajaran yang tidak menarik karena hanya bersifat hafalan, kurang menantang untuk berpikir, sarat dengan kumpulan konsep-konsep, pengertian-pengertian, data, atau fakta yang harus dihafal dan tidak perlu dibuktikan (Sanjaya, 2008:226); dan (3) adanya kenyataan bahwa mata pelajaran IPS di beberapa sekolah, khususnya sekolah-sekolah swasta, terkadang diajarkan oleh guru yang tidak memiliki basis IPS (Wasino, 2007).
  • 2. Sementara itu, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah membawa perubahan dalam pembelajaran IPS di SMP, dari model pembelajaran IPS yang dipecah menjadi tiga submata pelajaran IPS (geografi, ekonomi, dan sejarah) menjadi mata pelajaran yang diberikan secara terpadu (Lihat Permendiknas No. 22 Th. 2005). Diterapkannya pembelajaran terpadu pada mata pelajaran IPS jenjang SMP tentu dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan tersendiri. Pertama, para guru IPS belum memiliki pengalaman yang cukup dalam menerapkan pendekatan terpadu sebagai akibat pemberlakuan kurikulum sebelumnya, khususnya kurikulum 1994 dan kurikulum 1984, yang tidak menggunakan pendekatan terpadu. Kedua, guru-guru mata pelajaran IPS di sekolah sebagian besar memiliki latar belakang ke-IPS-an yang monolitik, yaitu berasal dari lulusan pendidikan geografi, pendidikan sejarah, pendidikan ekonomi, dan pendidikan sosiologi. Kondisi ini sebenarnya dapat diatasi dengan menerapkan model pembelajaran secara team teaching yang melibatkan guru-guru IPS dengan latar belakang yang berbeda-beda. Pemberlakuan penggunaan pendekatan terpadu pada pembelajaran mata pelajaran IPS mestinya juga diikuti dengan perubahan dalam proses pembelajarannya, yaitu pembelajaran yang kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan IPS. Hal ini sejalan dengan perubahan orientasi kurikulum ke arah pencapaian kompetensi. Pada Bab IV pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa : proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Ketentuan tersebut dipertajam lagi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses yang menyatakan bahwa kegiatan inti dalam pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Menurut Azis Wahab (dalam Solihatin, 2008: 1), iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan gairah belajar siswa. Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran. Dengan demikian pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh guru (Kosasih, dalam Solihatin, 2008: 1). Dalam kurikulum yang berbasis kompetensi seperti yang berlaku saat ini, pembelajaran seharusnya tidak hanya menekankan pada penguasaan aspek pengetahuan
  • 3. (kognitif), tetapi penting juga untuk memberikan bekal kepada para siswa dalam menguasai keterampilan memperoleh, mengolah, dan menganalisis informasi, serta keterampilan sosial. Hal ini sejalan dengan pandangan Sumantri (2001, 261) yang memandang bahwa “content continum” sama pentingnya dengan “process continuum” pada program pembelajaran IPS di sekolah. B. LANDASAN TEORI 1. Posisi Ilmu Pengetahuan Sosial Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan terjemahan dari istilah Social Studies. Menurut Sumantri (2001: 74), Pendidikan IPS merupakan penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, ideologi negara, dan disiplin ilmu lainnya serta masalah-masalah sosial terkait, yang dioganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. John Jarolimek (dalam Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2004: 14) menegaskan bahwa IPS merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang- cabang ilmu-ilmu sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial. Tujuan membelajarkan IPS kepada siswa, yaitu agar setiap peserta didik menjadi warga negara yang baik, melatih peserta didik berkemampuan berpikir matang untuk menghadapi dan memecahkan masalah sosial, dan agar peserta didik dapat mewarisi dan melanjutkan budaya bangsanya (Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2004: 15). Tujuan yang mulia tersebut seharusnya dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang baik. Menurut Muslich (2008a: 53 – 55) kegiatan belajar mengajar seharusnya bercirikan: mengalami dan eksplorasi, interaksi, komunikasi, dan refleksi. 2. Model dan Strategi Pembelajaran Istilah model pembelajaran mengandung makna yang lebih luas dibandingkan dengan teknik atau strategi pembelajaran. Model pembelajaran merujuk pada paradigma tertentu yang menjadi kerangka berpikir dan bertindak dalam pembelajarannya. Banyak model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para ahli. Pengembangan model tersebut didasarkan pada konsep teori yang selama ini dikembangkan. Mengingat banyaknya model mengajar yang telah dikembangkan, Bruce Joyce et.al (2000) mengelompokkan menjadi empat rumpun yaitu: model pemrosesan informasi (processing information model), model pribadi (personal model), model interaksi sosial (social model), dan model perilaku (behavior model).
  • 4. Model pembelajaran pemrosesan informasi terdiri dari model mengajar yang menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Dalam prosesnya ditempuh langkah-langkah seperti mengorganisasi data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah, serta penggunaan simbol verbal dan non verbal. Banyak model mengajar yang tergolong pada kelompok model ini, yaitu: Inductive thinking (classification-oriented), Concept attainment, Scientific inquiry, Inquiry Tarining. Model pribadi berorientasi pada perkembangan diri individu. Pelaksanannya lebih menekankan pada upaya membantu individu dalam membentuk dan mengorganisasikan realita yang unik serta lebih memperhatikan kehidupan emosional peserta didik. Upaya pengajaran lebih diarahkan pada menolong peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Yang tergolong pada kelompok model mengajar ini adalah: Nondirective teaching dan Enhancing self esteem. Model Interaksi Sosial mengutamakan pada hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain, dan memusatkan perhatiannya pada proses dimana realita yang ada dipandang sebagai negosiasi sosial. Prioritas utama diletakkan pada kecakapan individu dalam berhubungan dengan orang lain. Yang tergolong pada kelompok model mengajar diantaranya: Partner in learning, Structured Inquiry, Group Investigation, Role Playing. Model pembelajaran perilaku dibangun atas dasar teori yang umum, yaitu kerangka teori perilaku. Salah satu cirinya adalah kecenderungan memecahkan tugas belajar kepada sejumlah perilaku yang kecil-kecil dan berurutan serta dapat terukur. Belajar dipandang sebagai sesuatu yang tidak menyeluruh, tetapi diuraikan dalam langkah-langkah yang konkrit dan dapat diamati. Mengajar berarti mengusahakan terjadinya perbuatan dalam perilaku siswa, dan perubahan tersebut haruslah teramati. Termasuk dalam model perilaku ini adalah: Mastery learning, Direct Instruction, Simulation, Social Learning, Programmed Schedule (Wasino, 2009). Strategi pembelajaran merupakan implementasi dari sebuah model pembelajaran. Dalam pembelajaran guru seharusnya memilih strategi pembelajaran yang mengacu pada empat ciri tersebut agar dicapai keberhasilan siswa dalam belajar. Terdapat banyak definisi mengenai strategi pembelajaran. Kemp dalam Sanjaya (2008: 126) mendefinisikan strategi pembelajaran sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sedangkan Gulo (2008: 2 -3 ) dengan mengacu pandangan J.R. David mendefinisikan strategi pembelajaran sebagai rencana, metode, dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu.
  • 5. Terdapat banyak strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli. Strategi-strategi tersebut antara lain dipaparkan berikut ini. a. Strategi Pembelajaran Langsung Menurut Arends (dalam Trianto, 2007b: 29), pembelajaran langsung adalah salah satu model yang disusun khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap, selangkah demi selangkah. Pengetahuan deklaratif adalah mengetahui tentang (knowing know) suatu kasus atau masalah, biasanya berupa fakta-fakta, opini, kepercayaan, aturan-aturan, puisi, lirik lagu, teori-teori dan lain-lain. Sedangkan pengetahuan prosedural adalah mengetahui bagaimana (knowing how) untuk melakukan sesuatu atau memecahkan suatu kasus (Baharudin, 2008: 97-98). Strategi ini dinamakan strategi pembelajaran langsung karena materi pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa tanpa dituntut untuk mengolahnya (Sanjaya, 2008: 128). Strategi pembelajaran langsung disebut juga strategi pembelajaran ekspositori. Strategi ini termasuk strategi yang mengacu pada pendekatan yang berorientasi pada guru (teacher centered approach). Sanjaya (2008: 179) menunjukkan tiga karakteristik strategi pembelajaran ekspositori. Dalam hal ini fungsi guru adalah mentransfer pengetahuan. Strategi seperti ini termasuk dalam model behaviorisme. b. Strategi Pembelajaran Kooperatif Sesuai dengan namanya, model pembelajaran ini mengedepankan pencapaian tujuan pembelajaran melalui mekanisme kerja sama antarsiswa. Pembelajaran seperti ini didasari konsep bahwa siswa akan lebih mudah memahami dan menemukan konsep jika mereka saling berdiskusi dengan teman-temannya. Menurut Stahl (dalam Solihatin, 2008: 7 – 10), pembelajaran kooperatif memiliki beberapa prinsip, yaitu: (1) perumusan tujuan belajar harus jelas, (2) penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar, (3) ketergantungan yang bersifat positif, (4) interaksi yang bersifat terbuka, (5) tanggung jawab individu, (6) kelompok bersifat heterogen, (7) interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif, (8) tindak lanjut (follow up), dan (9) kepuasan dalam belajar. Slavin (dalam Sanjaya, 2008: 242) menunjukkan dua alasan pentingnya penerapan strategi pembelajaran kooperatif ini, yaitu pertama, berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
  • 6. prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri; kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. c. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga mengacu pada model pembelajaran lain, seperti project-based instruction, experience-based insruction, authentic learning, dan anchored instruction (Trianto, 2007b: 68). Untuk menerapkan pembelajaran berbasis masalah, seorang guru perlu memilih bahan pelajaran yang yang mengandung permasalahan yang dapat dipecahkan. Sumber permasalahan tersebut dapat berasal dari berbagai sumber, misalnya dari buku teks, dari koran, peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat sekitar, dan sebagainya. d. Strategi Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Landasan filosofis pembelajaran kontekstual adalah model konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksi atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru melalui fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya (Muslich, 2008b: 41). e. Strategi Pembelajaran Inkuiri Pembelajaran inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Gulo, 2008: 84 - 85). Strategi pembelajaran
  • 7. inkuiri menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah (Sanjaya, 2008: 196). 3. Pendekatan Terpadu (Interdisipliner) Dalam pembelajaran IPS di SMP dengan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sangat dianjurkan menggunakan pendekatan terpadu. Hal ini tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 tentang Standar Isi yang menyatakan bahwa substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”. Pembelajaran terpadu dilandasi oleh landasan normatif dan praktis. Landasan normatif menghendaki bahwa pembelajaran terpadu hendaknya dilaksanakan berdasarkan gambaran ideal yang ingin dicapai oleh tujuan-tujuan pembelajaran. Sedangkan landasan praktis menghendaki bahwa pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan memperhatikan situasi dan kondisi praktis yang berpengaruh terhadap kemungkinan pelaksanaannya mencapai hasil yang optimal (Trianto, 2007a: 21-22). Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA). Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan pendekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik (Pusat Kurikulum, 2006: 6). Salah satu di antaranya adalah memadukan Kompetensi Dasar. Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari. Pada pendekatan pembelajaran terpadu, program pembelajaran disusun dari berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan pembelajaran terpadu, dalam hal ini, dapat mengambil suatu topik dari suatu cabang ilmu tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas, diperluas, dan diperdalam dengan cabang-cabang ilmu yang lain. Topik/tema dapat dikembangkan dari isu, peristiwa, dan permasalahan yang berkembang. Bisa membentuk permasalahan yang dapat dilihat dan dipecahkan dari berbagai disiplin atau sudut pandang,
  • 8. contohnya banjir, pemukiman kumuh, potensi pariwisata, IPTEK, mobilitas sosial, modernisasi, revolusi yang dibahas dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial. C. METODOLOGI 1. Sasaran Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus (Moleong, 2006: 5). Latar khusus dalam penelitian ini adalah latar pembelajaran di SMP/MTs. Konteks khusus dalam penelitian ini adalah konteks pelaksanaan model pembelajaran IPS yang dilaksanakannya. Aspek tempat yang diteliti adalah lingkungan SMP-SMP di wilayah Kabupaten Pati. Penentuan Kabupaten Pati sebagai pilihan lokasi penelitian didasarkan atas kenyataan bahwa di kabupaten ini telah berkembang sekolah-sekolah berstandar nasional (SSN) dan bahkan telah ada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Hingga penelitian ini dilaksanakan, jumlah SMP yang telah berstatus SSN adalah 22 sekolah, dan sekolah berstatus RSBI berjumlah 2 sekolah. Peneliti tidak memasukkan Madrasah Tsanawiyah sebagai objek penelitian, karena peneliti memang hanya membatasi penelitian di sekolah-sekolah yang berada di bawah pembinaan Dinas Pendidikan Kabupaten Pati, sedangkan Madrasah Tsanawiyah baik negeri maupun swasta berada di bawah pembinaan Kantor Departemen Agama. 2. Fokus Penelitian Penelitian ini menfokuskan pada pelaksanaan strategi pembelajaran yang dikembangkan guru dan keterlaksanaan pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS. Secara khusus penelitian ini akan meninjau faktor-faktor tersebut dari sisi:
  • 9. 1. model dan strategi pembelajaran IPS yang diterapkan, 2. penggunaan lingkungan sebagai sumber dan media pembelajaran, 3. keterlaksanaan pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS di SMP, 4. kendala-kendala yang dihadapi para guru dalam menerapkan pendekatan terpadu pada pembelajaran mata pelajaran IPS. Melalui fokus penelitian tersebut diharapkan dapat diperoleh gambaran secara kualitatif mengenai strategi pembelajaran yang diterapkan oleh para guru pada pembelajaran IPS, dan bagaimana keterlaksanaan pembelajaran IPS dengan pendekatan terpadu pada SMP- SMP di kabupaten Pati, baik pada sekolah sekolah kategori Sekolah Potensial, Sekolah Standar Nasional (SSN), maupun Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). 3. Teknik Pengumpulan Data Secara umum penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data. Teknik utama yang digunakan adalah FGD dan wawancara. Teknik tambahan berupa pengamatan dan dokumentasi. FGD ditujukan kepada guru-guru SMP yang diselenggarakan dalam forum MGMP. Sementara itu wawancara dilakukan untuk memperdalam informasi yang dirasa kurang dalam FGD. Pengamatan dilakukan pada beberapa sekolah yang dipilih. Sementara itu dokumentasi berupa dokumen II KTSP (silabus dan RPP). 4. Keabsahan Data Untuk memastikan keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi dan perpanjangan penelitian di lapangan. Dalam penelitian ini dilakukan triangulasi berdasarkan sumber data dan cara/teknik pengumpulan data. Triangulasi sumber data dilakukan dengan mengambil sumber data selain guru IPS, yaitu siswa dan kepala sekolah. Sedangkan triangulasi teknik dilakukan dengan cara penggunaan lebih dari satu metode pengumpulan data untuk menyelesaikan satu buah fokus
  • 10. penelitian. Melalui cara ini diperoleh data yang dapat digunakan sebagai pengecekan silang (cross check). Upaya memperpanjang pengamatan dilakukan peneliti dengan memperbanyak jumlah sumber data, terutama sumber data dari guru IPS sampai diperoleh data yang benar-benar jenuh. Dalam rangka ini, data yang dperoleh melalui kegiatan FGD, diperluas oleh peneliti melalui kegiatan wawancara terhadap 24 guru dan kepala sekolah, observasi proses pembelajaran terhadap 19 guru IPS dari sekolah-sekolah yang berbeda, dan studi dokumentasi terhadap 21 rencana pembelajaran yang disusun oleh guru IPS dari sekolah yang berbeda-beda. Keabsahan data juga diperkuat dengan peningkatan ketekunan dalam proses penelitian ini, maka perolehan data dapat dilakukan lebih cermat dan akurat. Upaya ini dilengkapi dengan penggunaan alat-alat perekam berupa foto, handy cam, dan catatan-catatan lapangan. 5. Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif mengikuti pendapat Miles and Huberman. Menurut Miles and Huberman (dalam Sugiono, 2008: 91), aktivitas analisis data meliputi kegiatan data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification yang dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. 1. Reduksi Data (Data Reduction) Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan,dan abstraksi (dari data kasar) yang ada dalam catatan lapangan. Kegiatan ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian, dan dilakukan dengan membuat pemusatan tema, membuat batas-batas persoalan, dan menyempitkan hasil perolehan data yang luas sesuai dengan fokus penelitian. 2. Penyajian Data (Data Display)
  • 11. Penyajian data merupakan kegiatan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga memungkinkan dapat ditarik simpulan dan memiliki makna tertentu Penyajian data dilakukan dalam bentuk alinea, kalimat, istilah, matriks, dan tabel-tabel. 3. Verifikasi atau Menarik Kesimpulan (Conclution Drawing/ Verification) Kegiatan ini sebenarnya telah dimulai sejak awal kegiatan penelitian, dan semakin dipertajam seiring dengan semakin lengkapnya data yang dikumpulkan. Verifikasi pada tahap awal mungkin saja tidak tepat, tetapi akan terus diperbaiki seiring dengan semakin lengkap dan kompleksnya data, dan diakhiri setelah pengumpulan data berakhir. Ketiga tahap tersebut merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Oleh karena itu model analisis yang digunakan adalah analisis interaksi, dimana interaksi antara ketiga komponen tersebut sebagai patokan dalam kegiatan analisis. Pola hubungan antarkomponen dalam kegiatan analisis data dapat digambarkan dalam bagan berikut ini. (Sugiono, 2008: 92) Bagan 4 : Pola Hubungan Antarkomponen dalam Analisis Data Data Collecting Data Display Data Reduction Coclusion drawing/verifying
  • 12. D. HASIL PENELITIAN 1. Model dan Strategi Pembelajaran IPS Secara umum kegiatan pembelajaran IPS di SMP-SMP wilayah kabupaten Pati cenderung menggunakan strategi pembelajaran langsung. Pembelajaran IPS sebagian besar masih bersifat ekspositoris, dimana guru masih mendominasi proses pembelajaran. Sedangkan metode pembelajaran yang paling banyak dipakai para guru adalah metode ceramah, tanya jawab, latihan- latihan (drill) soal, dan tugas rumah. Pola umum pembelajaran adalah guru memulai dengan menjelaskan bahan pelajaran dengan diselingi tanya jawab, setelah penjelasan dianggap tuntas, guru melanjutkannya dengan memberi latihan-latihan soal yang ada di Buku Kegiatan Siswa (BKS). Dominasi guru dalam pembelajaran IPS terjadi di semua kategori sekolah, baik di sekolah-sekolah yang masuk kategori Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), Sekolah Standar Nasional (SSN), maupun Sekolah Potensial. Kondisi tersebut juga terjadi baik di sekolah kategori negeri maupun sekolah swasta. Hanya saja karena adanya dukungan sarana sekolah yang lebih baik dan kondisi siswa (input) yang lebih baik dari segi minat belajar dan kecerdasan, maka suasana pembelajaran di sekolah RSBI dan SSN tampak lebih hidup dibandingkan dengan di sekolah kategori Sekolah Potensial. Di sekolah RSBI dan SSN alat bantu pelajaran, seperti LCD dan VCD mulai banyak digunakan. Komunikasi timbal balik antara siswa dan guru atau antara siswa dengan siswa juga terjadi lebih intensif dibandingkan dengan yang terjadi di sekolah potensial. Hasil kajian menunjukkan bahwa para guru telah memiliki pemahaman yang memadai mengenai strategi-strategi pembelajaran selain strategi pembelajaran ekspositori, terutama strategi kontekstual. Para guru bahkan telah mengenal istilah CTL (Contextual Teaching and Learning) sejak sebelum pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi melalui berbagai kegiatan sosialisasi maupun pelatihan. Mereka juga telah mengetahui bahwa strategi kontekstual merupakan salah satu strategi pembelajaran yang sangat dianjurkan untuk diterapkan dalam kurikulum yang berbasis kompetensi. Alasan yang muncul dari kecenderungan para guru tidak menerapkan strategi pembelajaran yang lebih student centered antara lain adalah (1) perencanaannya lebih rumit; (2) alasan efisiensi waktu, karena jika mengedepankan pembelajaran yang student centered membutuhkan alokasi waktu yang lebih lama; (3) antisipasi terhadap pelaksanaan Ulangan Umum Bersama yang cenderung mengukur ranah kognitif tingkat rendah; dan (4) pandangan bahwa siswa tidak siap dan tidak mampu mengikuti kegiatan pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa. Meskipun secara umum strategi ekspositori lebih dipilih para guru, namun ada sebagian kecil guru yang berusaha untuk menerapkan strategi lain yang lebih mengaktifkan siswa.
  • 13. Beberapa strategi yang dipilih tersebut adalah strategi kontekstual, kolaboratif dan kooperatif, problem solving, dan strategi pembelajaran kreatif. Untuk strategi yang terakhir ini lebih mengedepankan pengembangan daya kreasi siswa dalam mempelajari IPS, sehingga tidak larut dalam kecenderungan umum yang melihat IPS sebagai pelajaran hafalan belaka. Hasil kajian juga menemukan adanya strategi baru yang dikenal dengan sebutan strategi PPR (Paradigma Pendidikan Reflektif). Strategi ini memang menjadi ciri khas sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Kanisius. Unsur utama PPR adalah pengalaman, refleksi, dan aksi. Siswa berkembang kepribadiannya karena mengalami sendiri melalui pengalaman, berkembang keyakinannya melalui refleksi, dan berperilaku menurut keyakinannya dari kemauan sendiri melalui aksi. Secara garis besar . 2. Penggunaan Lingkungan Sebagai Sumber Pembelajaran Dari hasil pengumpulan data terlihat bahwa para guru IPS rata-rata masih belum optimal dalam memanfaatkan lingkungan sebagai sumber dan media pembelajaran. Sumber-sumber belajar yang paling luas dipakai bersumber dari Buku Kegiatan Siswa (BKS) yang secara sengaja dibuat oleh sebuah tim di bawah kordinasi MGMP tingkat kabupaten. Hingga tahun pelajaran 2008/2009 secara garis besar BKS Mata Pelajaran IPS ini disusun menjadi tiga, yaitu BKS IPS Geografi, BKS IPS Sejarah, dan BKS IPS Ekonomi. Isinya adalah rangkuman materi yang disusun per Kompetensi Dasar, kemudian dilengkapi dengan latihan-latihan penguasaan kompetensi, baik berupa soal-soal pilihan ganda, isian singkat, uraian maupun bentuk lain misalnya bentuk soal menjodohkan, melengkapi gambar/peta, dan sebagainya. Disamping BKS, buku-buku paket juga digunakan sebagai sumber belajar, tetapi kurang optimal. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan jumlah buku paket yang tersedia di sekolah. Sekolah lebih cenderung memenuhi kebutuhan buku paket mata pelajaran yang diujikan secara nasonal seperti Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sedangkan buku paket IPS hanya tersedia dengan jumlah yang terbatas, sehingga buku- buku tersebut digunakan secara bergiliran dari satu kelas ke kelas yang lain. Koran juga merupakan sumber belajar tambahan yang juga dimanfaatkan oleh guru IPS walaupun dalam takaran yang minimal. Koran lebih banyak dimanfaatkan oleh guru sebagai sumber untuk pembuatan kliping bagi para siswa. Namun sebagian kecil guru telah menanfaatkan artikel-artikel maupun pemberitaan di koran untuk proses pembelajaran di kelas, misalnya pemberitaan-pemberitaan yang menyangkut penyimpangan sosial. Di beberapa sekolah, terutama RSBI dan SSN guru-guru IPS sesekali mengakses internet untuk menambah sumber belajar siswa. Di sekolah, penggunaan internet sebagai sumber
  • 14. belajar lebih dipengaruhi oleh keaktifan, kreativitas, dan kemampuan guru dalam memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi. Toko/pasar dan proses produksi juga digunakan oleh sebagain kecil guru sebagai sumber pembelajaran, tetapi kegiatan ini hanya bersifat penugasan kepada siswa. Beberapa guru mengaku pernah memberikan tugas kepada siswa secara berkelompok untuk melakukan wawancara dengan pelaku usaha di toko sekitar sekolah atau pasar di sekitar tempat tinggal siswa dalam rangka meningkatkan kebermaknaan proses pembelajaran. Dalam rangka meningkatkan kontekstualitas pembelajaran, sebenarnya sekolah- sekolah dapat memanfaatkan kegiatan karyawisata yang secara rutin dilakukan setiap tahun. Namun disayangkan, kegiatan wisata siswa ini masih belum dikemas secara khusus sebagai bagian integral dari kegiatan pembelajaran. Bahkan banyak sekolah yang tidak mewajibkan siswanya menyusun laporan pelaksanaan kegiatan wisata tersebut. Guru-guru IPS juga belum memanfaatkan kegiatan wisata ini untuk memperdalam pemahaman siswa mengenai konsep- konsep IPS. Padahal kebanyakan objek-onjek wisata yang dikunjungi adalah objek yang memiliki nilai ke-IPS-an, misalnya candi, monument, planetarium, museum, kawasan gunung, dan sebagainya. 3. Pembelajaran IPS Terpadu Menyikapi pelaksanaan kurikulum baru yang lebih dikenal dengan sebutan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) model pembagian tugas mengajar IPS di sekolah-sekolah secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) IPS diajarkan oleh satu orang guru dan (2) IPS diajarkan oleh lebih dari satu guru, yaitu guru IPS Geografi, Ekonomi, dan Sejarah Sebagai konsekuensi dari model pembagian mengajar guru seperti tersebut di atas, maka terjadi juga dua model struktur mata pelajaran IPS, yaitu IPS sebagai satu kesatuan mata pelajaran dan IPS sebagai struktur yang masih terpisah-pisah seperti yang diberlakukan pada Kurikulum 1994. Meskipun demikian, model pembelajaran yang dilakukan oleh sebagian besar guru masih terpisah-pisah KD per KD. Pemberlakuan model pembelajaran terpadu memberikan konsekuensi bagi sekolah dalam menerapkan model pembagian tugas mengajar bagi guru, yaitu model team teaching dan model guru tunggal (Pusat Kurikulum, 2006: 23). Namun dalam praktiknya, penerapan model team teaching dalam pembelajaran IPS bagi sekolah-sekolah belum dilaksanakan. Sekolah-sekolah sebagian besar masih menerapkan sistem guru tunggal, yaitu satu guru mengampu satu mata pelajaran IPS, atau mata pelajaran ekonomi, geografi, dan ekonomi masing-masing diampu oleh
  • 15. satu orang guru. Alasan yang dikemukakan oleh para guru pada prinsipnya ada dua, yaitu jumlah guru IPS yang ada di setiap sekolah terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk menugaskan dua atau tiga guru sekaligus untuk mengampu satu kelasnya; dan jumlah guru IPS dari berbagai latar belakang pendidikan (spesialisasi pendidikan geografi, ekonomi, maupun sejarah) tidak sama. Kondisi keterbatasan jumlah guru IPS terutama terjadi di sekolah-sekolah yang terletak di luar kota. Sementara sekolah-sekolah yang berlokasi di dalam kota kondisinya bervariasi. Namun sekolah yang memiliki jumlah guru cukup banyak ternyata juga belum menerapkan model team teaching dalam pembelajaran. Dalam konteks ini ditemukan sekolah yang menerapkan model 2 guru IPS mengajar di satu kelas tetapi kedua guru tidak mengajar secara tim, namun pada saat jam pelajaran IPS kelas tersebut dipecah menjadi dua sehingga setiap guru hanya mengajar separoh kelas. Model ini terpaksa dilakukan oleh sekolah demi memenuhi ketentuan bahwa guru yang telah memiliki sertifikat pendidik, agar yang bersangkutan memperoleh haknya mendapatkan tunjangan profesi harus mengajar minimal 24 jam pelajaran per minggu. E. PEMBAHASAN Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan dalam kurikulum yang berbasis kompetensi seharusnya merupakan pembelajaran yang mampu memberikan makna yang mendalam bagi peserta didik. Skenario pembelajaran yang disusun guru semestinya mampu membawa peserta didik memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang bermakna. Strategi pembelajaran yang dipilih seharusnya adalah strategi yang lebih memberikan porsi keterlibatan siswa lebih banyak dalam belajar (active learning), bahan dan sumber pembelajaran diambil dari dunia yang dekat dengan siswa (contextual learning), dan proses pembelajaran sedapat mungkin dikemas secara lebih konkret untuk menghindari meluasnya gejala verbalisme dalam pemahaman konsep-konsep IPS. Hal ini sejalan dengan pandangan Muslich (2008b, 48-51) yang menunjuk lima prinsip pembelajaran dalam era KTSP, yaitu (1) kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa, (2) belajar melalui berbuat, (3) mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial, (4) belajar sepanjang hayat, dan (5) belajar mandiri dan belajar bekerja sama. Penerapan prinsip pembelajaran yang berpusat pada siswa dapat berdampak pada pemerolehan pengalaman belajar siswa yang lebih bermakna, karena siswa tidak hanya mendengar tetapi melakukan sendiri melalui berbagai kegiatan, misalnya melakukan wawancara, mengamati, menggambar peta, membuat tabel, membuat hipotesis, dan sebagainya. Siswa tidak hanya belajar secara auditif (dengar dan baca), tetapi juga belajar secara visual (melihat), dan bahkan belajar secara kinestetik (gerakan). Berkaitan dengan hal tersebut patut dijadikan rujukan
  • 16. pendapat dari Silberman (2002: 2): apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit; apa yang saya dengar, lihat, dan diskusikan, saya mulai paham; apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan; dan apa yang saya ajarkan, saya menguasainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belajar dengan cara mengalami langsung akan meningkatkan kebertahanan informasi dalam pikiran siswa, Kenyataan bahwa kegiatan pembelajaran yang terjadi dalam pembelajaran IPS di SMP-SMP wilayah kabupaten Pati yang masih mengandalkan strategi ekspositori seolah menggambarkan kekurangsiapan pemberlakuan KTSP di lapangan. Dapat ditafsirkan bahwa seolah-olah perubahan kurikulum hanya terjadi di tingkat konsep (isi) belaka, tanpa diikuti dengan perubahan cara penerapannya di lapangan. Konsep mengenai kurikulum tidak hanya menyangkut isi (content) saja, tetapi juga menyangkut tujuan, dan metode. Hal ini sesuai dengan konsep kurikulum yang terdapat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang materi kajiannya berasal dari struktur keilmuan sosiologi, geografi, ekonomi, dan sejarah. Cakupan materi yang demikian luas ini harus dikemas melalui kegiatan pembelajaran yang konkret dan menyenangkan sehingga mampu menarik perhatian siswa. Di sinilah pentingnya penggunaan media pembelajaran agar materi pelajaran IPS tidak hanya ditangkap siswa dalam dunia imajiner tetapi nyata. Salah satu strategi yang sederhana adalah semakin mendekatkan pengorganisasian pembelajaran IPS dengan lingkungan siswa. Inilah pentingnya pemanfaatan lingkungan sebagai sumber dan media belajar bagi siswa, karena laboratorium IPS adalah lingkungan, baik lingkungan fisik, lingkungan alam, maupun lingkungan sosial. Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar juga merupakan manifestasi sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat sekitar. Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mampu mengembangkan sejumlah keterampilan dalam diri siswa, antara lain kemampuan untuk mengamati, mencatat/melakukan verifikasi, merumuskan pertanyaan, merumuskan hipotesis, mengklasifikasi, menyusun deskripsi, membuat gambar, diagram, grafik, dan sebagainya. Sebagaimana temuan pada hasil penelitian, diakui bahwa pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar memang memerlukan perencanaan dan pengorganisasian pembelajaran yang lebih sulit serta pelaksanaanya memerlukan waktu yang lebih lama dibanding dengan pembelajaran IPS yang mengandalkan metode ceramah dan tanya jawab; namun alasan ini sesungguhnya tidak tepat untuk meninggalkan begitu saja penggunaannya sebagai sumber belajar
  • 17. karena penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar mampu membawa suasana pembelajaran menjadi lebih kontekstual. Upaya mengejar target selesainya penyajian bahan ajar tanpa melibatkan siswa melakukan interaksi dengan sumber-sumber belajar hanya akan menjadikan pembelajaran IPS tidak mampu mencapai tujuannya, yaitu: 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. (Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2005: 417). Kegiatan wisata siswa (field trip) sesungguhnya merupakan kesempatan bagi para guru IPS untuk menambah kontekstualitas pembelajaran IPS, karena banyak kunjungan wisata yang dilakukan ke objek-objek wisata. Upaya ini antara lain dapat dilakukan dengan member tugas kepada siswa untuk menyusun laporan kunjungan, kemudian membahasnya di sekolah sesuai dengan KD DAN SK yang ada. Interaksi pembelajaran IPS seharusnya juga tidak hanya terbatas antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa, tetapi justru yang terpenting adalah bagaimana siswa dapat berinteraksi langsung dengan sumber-sumber belajar IPS yang jumlahnya beragam itu. Inilah salah satu strategi agar pembelajaran IPS di sekolah-sekolah memiliki nilai kebermaknaan yang tinggi. Patut juga dipertanyakan adalah tidak berjalannya pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS di SMP-SMP wilayah kabupaten Pati. Alasan yang muncul adalah karena kurangnya pemahaman para guru untuk menerapkannya, sulit merencanakan dan menerapkannya, dan latar belakang pendidikan rata-rata guru IPS tidak berasal dari Pendidikan IPS secara utuh (tetapi berasal dari spesialisasi pendidikan geografi, sejarah, dan ekonomi). Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap dokumen standar isi, penyusunan SK dan KD mata pelajarn IPS memang sangat menyulitkan para guru jika harus mengimplementasikannya melalui pendekatan terpadu, karena SK dan KD yang ada secara nyata masih menunjukkan adanya keterpisahan antara SK dan KD yang bermuatan geografi, sosiologi, sejarah, maupun ekonomi. Masih nampaknya sekat-sekat latar belakang disiplin keilmuan tersebut tentu akan menggiring para guru untuk kembali mengelola pembelajaran secara terpisah-pisah seperti yang pernah berlaku dalam kurikulum 1994 yang lalu. Kondisi ini menjadi semakin kontraproduktif karena IPS kemudian diajarkan oleh satu orang guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan IPS secara utuh. Guru-guru yang berlatar belakang pendidikan geografi terpaksa harus belajar materi ekonomi, dan
  • 18. sejarah, serta sosiologi. Dalam tataran bahan pelajaran, boleh jadi para guru mampu mempelajarainya; tetapi dalam tataran metodiknya akan merupakan pertanyaan besar. Sementara itu model team teaching sebagai salah satu solusi dalam memecahkan permasalahan implementasi pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS sulit dapat direalisasi sebagai akibat kurangnya jumlah guru IPS di setiap sekolah dan persebaran guru IPS menurut latar belakang pendidikannya yang tidak merata antara lulusan pendidikan geografi, pendidikan sosiologi, pendidikan sejarah, dan pendidikan ekonomi. F. PENUTUP Hasil kajian menunjukkan bahwa kebanyakan guru IPS masih mengedepankan penggunaan strategi ekspositori dalam menyajikan meteri pelajaran IPS dengan penggunaan sumber dan media pembelajaran yang sangat minim. Lingkungan, sebagai laboratorium IPS tidak dimanfaatkan dengan baik. Sementara itu, amanat permendiknas No. 22 Tahun 2005 tentang penggunaan pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS di SMP juga tidak dapat direalisasi. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diberikan saran (1) para guru IPS perlu meningkatkan penggunaan model pembelajaran konstuksionisme dengan strategi pembelajaran aktif atau dikenal student centered dan mengimplementasikan pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS agar siswa memperoleh konsep IPS secara utuh; (2) para pengembang kurikulum perlu melakukan penyusunan contoh model perencanaan pembelajaran IPS dengan pendekatan terpadu yang mudah dipahami oleh para guru, sehingga dapat dicontoh oleh para guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran IPS di SMP; dan (3) para peneliti bidang pendidikan perlu melakukan penelitian pengembangan terkait dengan peningkatan kualitas pembelajaran IPS di SMP, misalnya penelitian pengembangan mengenai pembelajaran IPS yang berbasis lingkungan, pembelajaran IPS yang berbasis museum, dan pengembangan pembelajaran IPS dengan pendekatan terpadu.
  • 19. DAFTAR PUSTAKA Baharudin dan Esa Nur Wahyuni.2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruz Media. BSNP. 2007. Model Pembelajaran Terpadu IPS. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Pembinaan SMP. 2006. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Media Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. __________________________________. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Pengetahuan Sosial. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas. __________________________________. 2004b. Pedoman Khusus Pengembangan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP) mata pelajaran pengetahuan sosial. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas. Direktorat Tenaga Kependidikan. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas. Fathurrohman, Pupuh dan M. Sobry Sutikno.2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama. Gulo, W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grasindo. Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bmi Aksara. Joyce, Bruce dan Marsha Weil. (2000). Model of Teaching. Boston : Allyn and Bacon Muslich, Masnur. 2008a. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. _____________. 2008b. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Pusat Kurikulum. 2006. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media. Silberman, MEL. 2002. Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Dalam Sarjuli, dkk (Terj). Yogyakarta. Yappendis. Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara. Sumantri, Muhammad Numan. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Dalam Dedi Supriadi dan Rohmat Mulyana (Ed.). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
  • 20. Trianto. 2007a. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Surabaya: Prestasi Pustaka. ______. 2007b. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Surabaya: Prestasi Pustaka Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Uno, Hamzah B. 2008. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Wasino. 2007. Penataan Museum Sesuai Perkembangan Zaman. Makalah pada Workshop Permuseuman di Semarang, Museum Ronggawarsito. _____. 2008. Museum sebagai Media Belajar, Makalah pada Workshop Permuseuman di Semarang, Museum Ronggawarsito. _____, 2009, Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sejarah Berbasis Museum, Semarang: Lembaga Penelitian Unnes (laporan sementara Hasil Penelitian). Winataputra, Udin S. 2004. Strategi Belajar Mengajar, Materi Pokok PGSD2201 /4SKS/Model 1 – 12. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
  • 21. DAFTAR PUSTAKA Borg, Walter R. and Gall, Meredith D. (1993). Educational Research : An Introduction. New York and London; Longman. Bruce Joyce., Marsha Weil. (2000). Model of Teaching. Boston : Allyn and Bacon Budi Utomo, 2007, Model Pembelajaran Sejarah, Makalah Jurusan Sejarah Unnes. Bruner, Jerome S. (1963). The Process of Education. New York : Vontage Books Bourdilon, Hilary, 1994, Teaching History, (London, Roudledge). Dale, Edgar, 1969, 3rd Edition of Audiovisual Methods in Teaching Direktorat Permuseuman, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Situs Resmi. Fullan, Michael G. (1991). The New Meaning of Educational Change. Second Edt. New York: Teacher College Press Published. Gagne, R.M. Brigs, 1984, Principles of Instruction Design, New York: Holtz Reinhart and Wiston. Good,C.V.(1973).Dictionary of Education.New York:McGraw-Hill Book Company. Juharnoto (ed.), 2007, Buku Panduan dan Lembar Kerja Kunjungan Museum Ranggawarsito, Jawa Tengah. McMillan, James and Schumacher, Sally. (2001). Research in Education: A Conceptual Introduction. New York: Longman.Inc. Moeliono, Anton, (ed), 1993, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka Neufeldt, Victoria, (pimp. ed.), Webster’s New World Dictionary of American English (New York:Prentice Hall, 1989). Sardiman, 2004, Kebijakan dan Strategi Pendidikan Sejarah di Era Reformasi, Makalah dalam diskusi Pendidikan Sejarah di Era Pembangunan (Yogyakarta, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata). Snelbeker, Devid, 1974, "Politicheskaya ekonomiya privatizatsii na Ukraine" [The Political Economy of Privatization in Ukraine], in Ukrainskii put k rynochnoi ekonomike [The Ukrainian Path to a Market Economy] (Warsawa: CASE, 1996) Sukadi,Arief, 1984 Hubungan antara beberapa variabel karakteristik siswa dan hasil belajar mereka di kelas I SMP Terbuka dalam tahun ajaran 1982/1983, disertasi, Jakarta: IKIP Jakarta Soekamto, Toeti, 1992, Teori Belajar dan Modal-modal Pembelajaran. Jakarta:
  • 22. Pusat Antar-Universitas. Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin Winataputra. 1997. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: Dikti. Depdiknas. Wasino,2005, Guru dan Integrasi Bangsa (Pidato Ilmiah Dies Natalis Unnes ke 41). ______,2006, ”Museum Sebagai Kajian Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan”, makalah Workshop Permuseuman, Semarang: Museum Ranggawarsito. ______, 2007, ”Penataan Museum Sesuai Perkembangan Zaman”, makalah Workshop Permuseuman Semarang: Museum Ronggawarsito. _____, 2008, ”Museum sebagai Media Belajar”, makalah Workshop Permuseuman Semarang: Museum Ranggawarsito. UU no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.