1. 1. Pengertian Blangkar
Tandu ialah sebuah alat yang dibuat untuk mengevakuasi korban dari tempat kejadian
ketempat yang lebih aman atau rujukan.
Adapun rujukan dapat di artikan sebagai tempat dimana korban harus dirawat,
misalnya rumah sakit, puskesmas, ataupun tempat yang dimana korban layak untuk
dirawat/ tempat yang lebih aman.
2. Bahan-bahan untuk membuat blangkar
a. Tongkat Pramuka / Stok sebanyak 2 batang.
b. Tali Pramuka secukupnya.
c. Tongkat pendek / kayu penyanggah sebanyak 2 buah dengan panjang kurang
lebih 60 cm.
d. Mitella (jika tersedia)
3. Simpul-simpul dalam membuat blangkar
a. Simpul Pangkal : simpul yang digunakan pada awal pembuatan tandu darurat.
b. Simpu Jangkar : simpul yang digunakan dalam proses pengamanan jaring tandu.
c. Ikatan Palang : untuk mengikat bambu panjang dan bambu pendek pada tandu
darurat
4. Pengertian obat-obatan
Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,
meredakan/menghilangkan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat
ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan
dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan fisik dan psikis pada
manusia atau hewan.
5. Jenis-jenis obat
a. Pulvis (serbuk)
Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan,
ditujukan untuk pemakaian luar.
b. Pulveres
Merupakan serbuk yang dibagi bobot yang kurang lebih sama, dibungkus
menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.Contohnya
adalah puyer.
c. Tablet (compressi)
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu
jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
Tablet kempa
paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta
penandaannya tergantung desain cetakan.
Tablet cetak
Dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam
lubang cetakan
Tablet trikurat tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris.
sudah jarang ditemukan
Tablet hipodermik
2. Dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air. Dulu
untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
Tablet sublingual
dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan meletakan
tablet di bawah lidah.
Tablet bukal
Digunakan dengan meletakan diantara pipi dan gusi
tablet Effervescent
Tablet larut dalam air. harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau
kemasan tahan lembab.
Pada etiket tertulis "tidak untuk langsung ditelan"
Tablet kunyah
Cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak dirongga mulut,
mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.
d. Pil (pilulae)
Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan
dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena
tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.
e. Kapsul (capsule)
Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak
yang dapat larut. keuntungan/tujuan sediaan kapsul adalah :
menutupi bau dan rasa yang tidak enak
menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
Lebih enak dipandang (memperbaiki penampilan)
Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis),
dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil
kemudian dimasukan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
Mudah ditelan
f. Kaplet (kapsul tablet)
Merupakan sedian padat kompak dibuat secara kempa cetak, bentuknya oval
seperti kapsul.
g. Larutan (solutiones)
Merupakan sedian cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat
larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya,cara peracikan,
atau penggunaannya,tidak dimasukan dalam golongan produk lainnya. Dapat juga
dikatakan sedian cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut,
misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran
pelarut yang saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum)
dan larutan topikal (kulit).
h. Suspensi (suspensiones)
Merupakan sedian cair mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam
fase cair. macam suspensi antara lain : suspensi oral (juga termasuk
susu/magma),suspensi topikal (penggunaan pada kulit) suspensi tetes telinga
(telinga bagian luar),suspensi optalmik,suspensi sirup kering.
i. Emulsi (elmusiones)
Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase dalam sistem dispersi, fase
cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya,
umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.
3. j. Galenik
Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau
tumbuhan yang disari.
k. Ekstrak (extractum)
Merupakan sediaan yang pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari
simplisisa nabati atau simplisia hewani menggunakan zat pelarut yang
sesuai.kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang
ditetapkan.
l. Infusa
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati
dengan air pada suhu 90 derajat celcius selama 15 menit.
m. Imunoserum (immunosera)
Merupakan sediaan yang mengandung imunoglobulin khas yang diperoleh dari
serum hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa
ular0 dan mengikut kuman/virus/antigen.
n. Salep (unguenta)
Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit
atau selaput lendir. Salep dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang
mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
o. Suppositoria
Merupakan sedian padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra,umumnya meleleh, melunak atau melarut pada
suhu tubuh. Tujuan pengobatan adalah :
Penggunaan lokal -> memudahkan defekasi serta mengobati gatal,iritasi, dan
inflamasi karena hemoroid.
Penggunaan sistematik -> aminofilin dan teofilin untuk asma,klorpromazin
untuk anti muntah,kloral hidrat untuk sedatif dan hipnitif,aspirin untuk
analgesik antipiretik.
p. Obat tetes (guttae)
Merupakan sediaan cair berupa larutan,emulsi atau suspensi, dimaksudkan untuk
obat dalam atau obat luar. Digunakan dengan cara meneteskan menggunakan
penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes
baku yang disebutkan farmakope indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa
antara lain : guttae (obat dalam), guttae oris (tetes mulut), guttae auriculares (tetes
telinga), guttae nasales (tetes hidung), guttae opthalmicae (tetes mata).
q. Injeksi (injectiones)
Merupakan sediaan steril berupa larutan,emulsi atau suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir. Tujuannya agar kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien
yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut
6. Bentuk-bentuk Obat
a. Bentuk setengah padat. Contohnya salep, krim, pasta, dan
b. Bentuk padat. Contoh: tablet, pil, kapsul, serbuk, dan
c. Bentuk gas. Contohnya inhalasi, spray, dan
d. Bentuk cair atau larutan. Contohnya potio, sirop, eliksir, obat tetes, dan lotio.
4. 7. Cara penggunaan obat
Secara Umum Cara Penggunaan Obat yang Benar adalah
a. Minum sesuai dengan petunjuk / aturan yang terdapat dalam kemasan obat bebas
dan bebas terbatas tersebut.
b. Jika penggunaan obat dirasa tidak memberi manfaat, segera ke dokter.
c. Tidak untuk digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu lama.
d. Berbagai jenis obat jangan dicampur dalam satu wadah untuk mencegah
kekeliruan.
8. Lingkaran obat
a. Lingkaran hijau
Jika tanda di kemasan obat adalah lingkaran berwarna hijau dengan tepian
berwarna hitam yang tegas, maka hal ini menandakan bahwa obat ini bisa
didapatkan dengan bebas di mana saja, termasuk apotek atau warung-warung
sekitar kita tanpa perlu memakai resep dokter. Hanya saja, meskipun bebas,
bukan berarti kita bisa dengan sembarangan mengkonsumsinya. Pastikan untuk
selalu memperhatikan aturan pakai yang juga sudah tercantum di kemasannya.
b. Lingkaran biru
Tanda di kemasan obat yang berupa lingkaran berwarna biru dengan tepian
berwarna hitam adalah tanda jika obat ini berjenis bebas terbatas. Obat ini
memiliki dosis yang lebih tinggi dari obat bebas namun bisa dibeli meskipun
tanpa memakai resep dokter. Hanya saja, di dalam kemasannya biasanya ada
peringatan dan dosis yang harus diperhatikan saat dikonsumsi. Seringkali, obat
berjenis ini hanya bisa didapatkan di apotek meskipun ada juga yang bisa
ditemukan di warung meskipun terbatas.
c. Lingkaran merah dengan huruf K
Tanda lingkaran merah dengan tepian berwarna hitam tegas dan ada huruf K
besar menandakan bahwa obat ini adalah obat keras. Obat ini hanya bisa
didapatkan dengan resep dokter di apotek sehingga tidak boleh dibeli atau
dikonsumsi dengan sembarangan.
d. Lingkaran putih dengan tanda plus
Jika tanda di kemasan obat adalah lingkaran putih dengan tepian berwarna merah
tegas dan tanda berbentuk plus (+) berwarna merah tebal, maka obat ini termasuk
dalam golongan narkotika namun bisa digunakan sebagai obat. Sebagaimana kita
ketahui, narkotika tidak bisa digunakan dengan sembarangan dan harus
didapatkan dengan resep dokter agar tidak memberikan efek samping bagi
kesehatan.
9. Sejarah Palang Merah Indonesia
Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebetulnya sudah dimulai sebelum Perang
Dunia II, tepatnya 12 Oktober 1873.Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang
Merah di Indonesia dengan nama Nederlandsche Roode Kruis Afdeeling Indië
(NERKAI) yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.[2]
Perjuangan mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI) diawali 1932. Kegiatan
tersebut dipelopori Dr. R. C. L. Senduk dan Dr. Bahder Djohan dengan membuat
rancangan pembentukan PMI. Rancangan tersebut mendapat dukungan luas terutama
dari kalangan terpelajar Indonesia, dan diajukan ke dalam Sidang Konferensi Narkai
pada 1940, akan tetapi ditolak mentah-mentah.
Rancangan tersebut disimpan menunggu saat yang tepat. Seperti tak kenal menyerah
pada saat pendudukan Jepang mereka kembali mencoba untuk membentuk Badan
5. Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat halangan dari
Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk yang kedua kalinya rancangan tersebut
kembali disimpan.
Proses pembentukan PMI dimulai 3 September 1945 saat itu Presiden Soekarno
memerintahkan Dr. Boentaran (Menkes RI Kabinet I) agar membentuk suatu badan
Palang Merah Nasional.
Dibantu panitia lima orang yang terdiri dari Dr. R. Mochtar sebagai Ketua, Dr. Bahder
Djohan sebagai Penulis dan tiga anggota panitia yaitu Dr. R. M. Djoehana
Wiradikarta, Dr. Marzuki, Dr. Sitanala, Dr Boentaran mempersiapkan terbentuknya
Palang Merah Indonesia. Tepat sebulan setelah kemerdekaan RI, 17 September 1945,
PMI terbentuk. Peristiwa bersejarah tersebut hingga saat ini dikenal sebagai Hari PMI.
Peran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama
tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-
Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia
pada tahun 1958 melalui UU No 59.
Sebagai perhimpunan nasional yang sah, PMI berdiri berdasarkan Keputusan Presiden
No 25 tahun 1950 dan dikukuhkan kegiatannya sebagai satu-satunya organisasi
perhimpunan nasional yang menjalankan tugas kepalangmerahan melalui Keputusan
Presiden No 246 tahun 1963.
10. Sejarah Bendera Merah Putih
Warna merah-putih bendera negara diambil dari warna panji atau pataka Kerajaan
Majapahit yang berpusat di Jawa Timur pada abad ke-13.[3] Akan tetapi ada pendapat
bahwa pemuliaan terhadap warna merah dan putih dapat ditelusuri akar asal-mulanya
dari mitologi bangsa Austronesia mengenai Bunda Bumi dan Bapak Langit; keduanya
dilambangkan dengan warna merah (tanah) dan putih (langit). Karena hal inilah maka
warna merah dan putih kerap muncul dalam lambang-lambang Austronesia — dari
Tahiti, Indonesia, sampai Madagaskar. Merah dan putih kemudian digunakan untuk
melambangkan dualisme alam yang saling berpasangan.[4] Catatan paling awal yang
menyebut penggunaan bendera merah putih dapat ditemukan dalam Pararaton;
menurut sumber ini disebutkan balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang
mengibarkan panji berwarna merah dan putih saat menyerang Singhasari. Hal ini
berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah digunakan sebagai
panji kerajaan, mungkin sejak masa Kerajaan Kediri. Pembuatan panji merah putih
pun sudah dimungkinkan dalam teknik pewarnaan tekstil di Indonesia purba. Warna
putih adalah warna alami kapuk atau kapas katun yang ditenun menjadi selembar
kain, sementara zat pewarna merah alami diperoleh dari daun pohon jati, bunga
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), atau dari kulit buah manggis.
Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera merah putih
sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri telah memakai panji-
panji merah putih. Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak
pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya, bergambar pedang
kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih
ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan
piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.[5]
Menurut seorang Guru Besar sejarah dari Universitas Padjajaran Bandung, Mansyur
Suryanegara semua pejuang Muslim di Nusantara menggunakan panji-panji merah
dan putih dalam melakukan perlawanan, karena berdasarkan hadits Nabi
Muhammad.[6][7] Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang-pejuang Aceh telah
menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di
6. bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang
serta beberapa ayat suci Al Quran.[8] Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa
warna merah dan putih berasal dari bendera rasulullah yang berwarna merah dan
putih.[9] Namun, hal ini terbantahkan oleh al-Mubarakfuri, penulis Sirah Nabawiyyah,
yang menyatakan bahwa bendera rasulullah berwarna putih.[10]
Di zaman kerajaan Bugis Bone, Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera
Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone. Bendera Bone
itu dikenal dengan nama Woromporang.[11] Panji kerajaan Badung yang berpusat di
Puri Pamecutan juga mengandung warna merah dan putih, panji mereka berwarna
merah, putih, dan hitam[12] yang mungkin juga berasal dari warna Majapahit.
Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai panji-panji
berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda. Kemudian, warna-
warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan kemudian nasionalis di
awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap Belanda. Bendera merah putih
digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan
kolonialisme, bendera itu dilarang digunakan. Bendera ini resmi dijadikan sebagai
bendera nasional Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan
diumumkan dan resmi digunakan sejak saat itu pula.[13]