1. MANGAN DI BIINMAFFO (KAB. TTU): BERKAH ATAU MALAPETAKA?
Herry Naif *
PuIau Timor adalah salah satu pulau di Provinsi NTT selain Pulau Flores, Sumba, Alor dan berbagai
pulau kecil lainnya. Isi perut pulau Timor, yang sering disebut Nusa Cendana didominasi oleh Mineral
Mangan. Kini, potensi Mineral Mangan sedang dikampanyekan secara luas baik oleh pemerintah
maupun pihak swasta. Mangan dinilai sebagai potensi mineral yang memiliki nilai jual dimana menarik
banyak pemodal berdatangan ke pulau tersebut. Hal ini pun disambut gencar oleh rakyat (masyarakat)
di Pulau Timor yang sedang dilanda gagal panen, akibat sedikitnya curah hujan pada musim tanam
petani.
Penambangan mangan seakan menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat Timor dalam memenuhi
kebutuhan hidup, tanpa mengerti dampak kerusakan yang ditimbulkan, baik itu terhadap kondisi ekologi
yang diambang kegentingan, sosial-budaya yang makin renggang dari waktu ke waktu, dan bahkan
kesehatan masyarakat Timor yang makin terpuruk.
Melihat kondisi ini, perlu dilakukan pemantauan pada beberapa lokasi pertambangan di Kabupaten
TTU. Pemantauan ini hendaknya menjadi bahan pembanding dalam Upaya Pemulihan dan Perbaikan
Ekologi di Pulau Timor dan NTT pada umumnya.
Apa itu Mangan?
Mangan adalah unsur kimia yang digunakan untuk peleburan logam (matelurgi) proses produksi
besi baja, baterai kering, keramik dan gelas. Jika mangan itu diserap tubuh terlalu banyak ia sanggup
merusak hati, membuat iritasi, karsinogen atau menyebabkan kanker pada manusia, hewan dan
tumbuhan melalui rantai makanan.
Hasil Pantauan
Pertambangan Mangan di Kabupaten TTU dan Timor umumnya adalah penambangan mangan yang
dilakukan rakyat secara manual. Menurut pengakuan beberapa warga yang ditemui, bahwa awalnya
mereka sama-sama pilih mangan yang tampak di permukaan tanah tetapi kemudian ada korban jiwa
yang terus-menerus di beberapa tempat, sebagian orang kemudian meninggalkan aktivitas itu. Menurut
warga, sekarang di beberapa kampung para penambang sudah harus menggali tanah dalam beberapa
meter karena praktisnya mangan yang tampak di ada atas permukaan tanah sudah mulai kurang bahkan
tidak ada lagi.
Dalam tradisi masyarakat TTU (dawan), mangan disebutnya fatu metan atau fatu pah yang tidak
boleh diganggu apalagi dipindahkan siapa pun. Dulu bila mangan muncul di kebun, kemudian diposisikan
pada tempat yang layak dan dijadikan sebagai tempat persembahan di kebun itu. Artinya, fatu metan
diyakini memiliki nilai mistik-magis yang sangat dihormati masyarakat dawan. Oleh karena itu sampai
kapan pun, tidak boleh diapa-apakan. Bila tidak akan terjadi bencana atau peristiwa yang luar biasa dan
membawa korban.
Kepercayaan ini kemudian tergerus zaman kapitalistik yang mana modal menguasai manusia dan
angan-angan kesejahteraan akan digapai melalui penambangan mangan. Dalam perjalanan, ternyata
fatu metan ini bukannya membawa kesejahteraan tetapi malah menghantar orang pada korban jiwa
karena tertimbun tanah.
Fakta ditemukan bahwa penambang tidak dilengkapi dengan pelindung tubuh, misalnya masker
pelindung mata, mulut, hidung dan kaos tangan. Para penambang pun tidak pernah melihat sarana itu
salah satu pra-syarat, karena mereka juga tidak pernah diinformasikan mengenai dampaknya bagi
kesehatan, terutama pada pernapasan. Mereka melakukan aktivitas itu selayaknya bekerja kebun.
2. Padahal, apabila mangan itu diserap tubuh terlalu banyak ia sanggup merusak hati, membuat iritasi,
karsinogen atau menyebabkan kanker pada manusia, hewan dan tumbuhan melalui rantai makanan.
Analisis Daya Rusak Tambang Mangan di Kabupaten TTU
1. DAMPAK EKOLOGI
a. Perubahan Bentangan alam (landscape)
Luas wilayah kabupaten TTU adalah 2.669.70 km² atau 5,6% dari Luas Provinsi NTT. Sedangkan
luas laut Kabupaten TTU adalah 950 km². Dari luas wilayah daratan ini, diklasifikasi bahwa tanah
yang rawan erosi seluas 142, 99 Ha (39,4%) sedangkan tanah yang relative stabil seluas 161, 74
(60,6%). (Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan BAPEDA TTU).
Dari data ini dapat dikaji bahwa penggalian dan pengambilan mangan di Kabupaten TTU yang
dilegitimasi dalam 82 Suarat Kuasa Pertambangan (SKP), tentunya akan menggusur ribuan
lahan pertanian, peternakan, hutan, dan sumber air (hidrologi). Aktivitas penambangan mangan
juga dinilai menyebabkan terganggunya tata air setempat, resiko bencana, longsor serta banjir.
Kondisi ini diperparah dengan tanah rawan erosi seluas 142,99 Ha (39,4%), yang mana dengan
pertambangan permukaan tanah dikupas, digali, menjadi lubang-lubang. Lebih dari itu,
hilangnya keanekaragaman hayati di kabupaten TTU, akibat perubahan bentangan alam dan
kerusakan ekologi.
Sedangkan struktur perekonomian Kabupaten TTU didominasi oleh sektor pertanian (74,7%)
khususnya sub-sektor tanaman pangan dimana menjadi tempat bagi sebagian besar
masyarakatnya mencari sumber penghasilan, maka keberadaan dan keberlangsungan sub sektor
ini menjadi sangat strategis (Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan BAPEDA
TTU). Kabupaten TTU yang dikenal sebagai wilayah yang sangat cocok dalam pengembangan
peternakan (Sapi, kerbau, babi, kambing, dll). Itu berarti bahwa dengan 82 Surat Kuasa
Pertambangan (SKP) berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan yang tidak akan
menunjang pengembangan pertanian dan peternakan. Itikad Pemerintah Kabupaten TTU dalam
“Panca Program” strategis dengan memfokuskan sektor pertanian khususnya tanaman pangan
menjadi salah satu program utama dalam mengkatalisasi pertumbuhan ekonomi daerah,
hanyalah sebuah mimpi, bila pertambangan kemudian dilihat sebagai leading sector.
Dalam point ini, disimpulkan bahwa dengan 82 Surat Kuasa Pertambangan (SKP) akan
mengubah tatanan ekologi yang selama ini ada, malah membawa malapetaka. Anggapan bahwa
mangan selalu ada di kawasan gersang dan tanah liat yang selama ini tidak dimanfaatkan untuk
pertaniaan adalah rasionalisasi pembenaran atas aktivitas perusakan bentangan alam. Oleh
karena itu, dengan 82 Surat Kuasa Pertambangan bisa dibayangkan berapa luas bentangan alam
yang dirusakan. Alasan, uang jaminan 50 juta per titik adalah pun bentuk pelumasan hati warga
agar rakyat bisa membenarkan dan menyepakati kebijakan ini. Siapa yang bertanggung jawab
atas kerusakan bentangan alam di Kabupaten TTU?
b. Pertambangan, Industri Rakus Air
Air adalah unsur hakiki untuk bertahannya hidup manusia dan tanaman dan hewan yang tengah
bertumbuh kembang. Beberapa dasawarsa lalu persoalan air adalah persoalan wilayah
perkotaan, sebab di sana banyak kawasan industri, banyak lahan dikonsersi menjadi lahan
penduduk. Sekarang kelangkaan air telah menggejala di dunia tanpa mengenal sekat-sekat
wilayah. Bahwa di banyak wilayah pedesaan, permukaan air bawah tanah jauh menurun, mata
air-mata air tercemar dan persediaan menurun secara drastis seiring dengan gencarnya
eksploitasi sumber daya alam besar-besaran.
3. Persaingan atas sumber daya air diantara para pemanfaat irigasi, pemilik industri dan konsumen
rumah tangga acapkali menguntungkan para penguasa, sehingga menelantarkan masyarakat
yang kurang berdaya. Menghadapi permasalahan krisis air yang terus meningkat dari waktu ke
waktu, banyak argumentasi yang dilontarkan. Misalnya: Pertama, kekurangan air akibat
penduduk yang semakin bertambah. Kedua, pembagian, pemborosan dan kurangnya
penghormatan terhadap air di tengah masyarakat yang materialistis dan konsumeristis. Ketiga,
krisis air berkenaan dengan privatisasi pelayanan pasokan air dan kepemilikan atasnya.
Dari beberapa pandangan di atas, dalam konteks Kabupaten TTU dapat ditemukan bahwa
beberapa wilayah menjadi pelanggan kekurangan air atau bahkan ketiadaan air. Pada musim
kemarau masyarakat harus pergi mencari air untuk minum, mandi, cuci dan berbagai kebutuhan
lainnya.
Secara teoritis ataupun empiric, ketersedian air sangat bergantung pada luas hutan dimana
berfungsi sebagai water cathcman area (kawasan penangkapan air). Kabupaten TTU memiliki
luas hutan, seluas 126,235 ha (47,3%) dari luas wilayah daratan. Itu berarti, Kabupaten TTU
memiliki kawasan penyangga yang cukup bagus. Tetapi dengan hingar-bingarnya 82 Surat Kuasa
Pertambangan mangan tentunya akan berdampak pada kerusakan hutan. Pertambangan
mangan yang dilakukan di luar kawasan hutan pun akan sangat mengganggu ekologi karena
tentunya akan menimbulkan pencemaran udara dan air. Mumpung, belum dilakukan proses
pencucian dan pemurnian mangan dilakukan di wilayah kabupaten TTU. Hal ini akan sangat
terasa ketika penggalian, pencucian dan pemurnian dilakukan di wilayah TTU.
Lebih dari itu dapat dibayangkan bahwa dengan 82 Surat Kuasa Pertambangan sudah
mengindikasikan bahwa Kabupaten TTU akan mengalami krisis air. Sebelum ada tambang, air
menjadi langkah. Apalagi ada tambang mangan yang merusak tatanan hidrologi.
c. Pertambangan Menyebabkan Limbah Beracun/Tailing
Tailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan pertambangan. Selain, tailing
kegiatan tambang juga menghasilkan limbah lain seperti: limbah kemasan bahan kimia dan
limbah domestik. Tailing menyerupai lumpur kental, pekat, asam dan mengandung logam-
logam berat itu berbahaya bagi keselamatan makhluk hidup. Pertambangan skala besar
biasanya menggunakan bahan kimia seperti sianida, merkuri dan xanthat untuk memisahkan
mineral dari batuan. Emisi beracun (Limba berbentuk gas) berupa timbal, merkuri dan sianida,
senya sian (CN) kalau dikonsumsi tubuh akan mengganggu fungsi otak, jantung, menghambat
jaringan pernapasan, sehingga terjadi asphyxia orang menjadi seperti tercekik dan cepat diikuti
oleh kematian.
Mangan adalah unsur kimia yang digunakan untuk peleburan logam (matelurgi) proses produksi
besi baja, baterai kering, keramik dan gelas. Jika mangan itu diserap tubuh terlalu banyak ia
sanggup merusak hati, membuat iritasi, karsinogen atau menyebabkan kanker pada manusia,
hewan dan tumbuhan melalui rantai makanan.
Kabupaten TTU merupakan wilayah yang cocok untuk pengembangan ternak. Dari data BPS
TTU dilihat bahwa peternakan di kabupaten TTU terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Misalnya; pengembangbiakan ternak sapi, 70.229 (tahun 2005) meningkat menjadi 75.
475, tahun 2006. (Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan BAPEDA TTU) .
Artinya, ternak sapi sangat cocok dikembangkan di Kabupaten TTU yang selama ini juga menjadi
pendapat alternative rakyat dalam memenuhi hak-hak dasar seperti; pangan, pendidikan,
kesehatan, pekerjaan dan perumahan yang layak.
Pengembangan ternak (sapi, kerbau, kambing dan babi) berkontribusi riil bagi peningkatan
kualitas hidup rakyat tanpa merusak. Sedangkan, penambangan mangaan di Kabupaten TTU
akan berpengaruh pada sumber-sumber penghidupan rakyat (lahan, air, ternak dll) di wilayah ini
4. akan dicemari dengan tailing yang ditimbulkan. Apalagi mangan itu, bila diserap tubuh terlalu
banyak akan merusak hati, membuat iritasi, karsinogen atau menyebabkan kanker pada
manusia, hewan dan tumbuhan melalui rantai makanan.
Hal ini diperparah karena masyarakat melakukan penambangan mangan tanpa dilengkapi
dengan masker dan kaos tangan. Tidak heran para penambang akan perlahan-lahan mengalami
keracunan. Penambang sedang bunuh diri dan membunuh anak cucu.
Dengan 82 Surat Kuasa Pertambangan (SKP) di Kabupaten TTU berapa jumlah masyarakat yang
diduga diracuni setiap hari dan sedang mengancam keselamatannya dan berapa racun yang
disebarkan pada lahan pertanian dan peternakan. Apakah, pendapatan dari harga mangan
1000-1500/kg melebihi pendapatan pertanian, peternakan dan perkebunan? Dan bila
argumentasinya adalah peningkatan PAD. Berapa masyarakat Kabupaten TTU yang mengetahui
dan mengontrol PAD (Pendapatan Asli Daerah) kabupaten TTU, sehingga dapat diketahui
bahwa Pertambangan Mangan akan meningkatkan PAD.
2. DAMPAK SOSIAL-BUDAYA
Dalam “The forms of Capital” (1986), Piere Boudieu membagi modal menjadi modal kapital, modal
budaya dan modal sosial. Modal sosial dapat secara bebas diterjemahkan sebagai hubungan atau
jaringan (network) antara orang-orang yang memiliki pikiran dan gagasan sama tentang suatu hal.
Dalam konteks budaya masyarakat Kabupaten TTU, bahwa hubungan sosial (social Communal)
terbentuk karena kesamaan kepentingan di atas pengelolaan sumber-sumber produksi setempat,
kesamaan atas tanah dan kekayaan alam, serta kesamaan sejarah dan adat budaya. Direnggutnya
penguasaan masyarakat atas tanah dan kekayaan alam menyebabkan fondasi modal sosial mereka
lenyap dan berdampak pada:
a) Lenyapnya daya ingat sosial, hilangnya tatanan nilai sosial yang dulunya dimiliki komunitas.
Budaya nekaf mese ansaof mese akan ditinggalkan akibat perebutan mineral (mangan) sebagai
pilihan alternatif dalam menunjang kualitas hidup rakyat.
Talas/banu : Larangan untuk alam yang sementara utuh dan tidak boleh dirusakkan oleh
siapa pun.
Fuatono: Ritual adat untuk minta hujan, paska musim kemarau
Pembukaan lahan pertanian yang dilandasi dengan adat
Ritus adat kepada Faut Kanaf, Oe Kanaf masih dipertahankan
Sek Hau Nomate: untuk panggil lebah dan panen lebah
Mengenal pembagian Suf yang sudah ada ketentuan sejak awal oleh leluhur
Mempertahankan dan mengenal tempat ritual adat dari masing-masing suku
b) Putusnya hubungan silahturami antar warga menyebabkan perpecahan, persengketaan dan
bahkan ke taraf konflik (saling melenyapkan eksistensi satu sama lain). Mekanisme resolusi
konflik tradisional yang telah hidup dalam komunitas tidak lagi dijadikan kontrol dalam
kehidupan sosial. Padahal, dalam konteks masyarakat Kabupaten TTU, untuk mentaati
ketentuan hukum adat (banu) yang tidak tertulis biasanya diberi sangsi seperti yang disebutkan
di bawah ini:
o Oni : Suni
o Satwa : Tanduk, kepala babi, bulu
o Nuta : Api
o Nono hau ana: Hau No’
o Opat : Denda biasanya disepakati bersama warga
3. DAMPAK KESEHATAN
5. Apabila mangan itu diserap tubuh terlalu banyak ia sanggup merusak hati, membuat iritasi,
karsinogen atau menyebabkan kanker pada manusia, hewan dan tumbuhan melalui rantai makanan.
Atau menurunnya daya tahan tubuh, karena merosotnya mutu kesehatan, mental warga, dan
seringkali munculnya penyakit-penyakit baru, baik penyakit yang berupa metabolisme akut akibat
pencemaran (udara, air, tanah dan bahan-bahan hayati yang dikonsumsi), penyakit menular
(kelamin)dan penyakit lain yang dibawa oleh pekerja yang berasal dari luar daerah.
Di Kabupaten TTU, jumlah penderita rawat jalan pada puskesmas, puskesmas pembantu dan
RSUD Kefamenanu selama 2006 sebanyak 17248 kali kunjungan (pasien) atau turun 11,8% dibanding
dengan keadaan tahun lalu (19568). Jenis penyakit yang dominan masing-masing: Infeksi saluran
pernapasan Akut (ISPA) 50,8 %, penyakit lainnya 29,6%, penyakit dengan tanda gejala tak jelas
lainnya 6,3%, penyakit yang lainnya di bawah 5%. Sedangkan Penderita rawat inap selama tahun
2006 pada RSUD Kefamenanu sebanyak 2. 267 kunjungan (pasien) atau turun 38,3 persen dari
keadaan tahun sebelumnya. Penyakit dominan untuk kunjungan rawat inap: Diare 34,7% penyakit
lainnya sebesar 24,6 %, pneumonia 11,5%, penyakit dengan tanda gejala dan keadaan tak jelas
5,69%, malaria 5,43%, penyakit lainnya dibawah 5%. (Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007,
BPS TTU dan BAPEDA TTU).
Dari data itu, dapat dianalisis bahwa pertambangan mangan yang dilakukan secara manual di
Kabupaten TTU akan berakibat:
• Bahwa dengan 82 SKP akan memperparah kondisi kesehatan masyarakat Kabupaten TTU akibat,
tercemarnya lahan pertanian, sumber air dan peternakan. Sebelum adanya pertambangan
Mangan di Kabupaten TTU, penyakit dominan yang dialami adalah ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) dan diare akan mengalami peningkatan yang luar biasa, karena tercemarnya
udara, air dan lahan pertanian. Atau, sebelum pertambangan, dari data BPS (tahun 2006) dilihat
bahwa dari jumlah 236.853 balita, dapat diklasifikasi bahwa: dalam keadaan baik gizinya
sejumlah: 142. 535, sedangkan yang mengalami Gisi sedang 78.883 dan mengalami gizi buruk
15.435. Karena kondisi ini akan diperparah lagi. Jumlah balita yang mengalami gizi buruk ini akan
mengalami peningkatan karena dapat dipantau bahwa para ibu hamil dan anak juga ikut dalam
pertambangan mangan di Kabupaten TTU. Apalagi, kedua penyakit ini memiliki korelasi dengan
pencemaran udara dan air. Untuk itu, pencemaran udara dan air akibat pertambangan mangan
akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat kabupaten TTU.
• Mempersulit penanganan kesehatan akibat penambangan dengan 82 SKP, karena hampir
dilakukan hampir di seluruh wilayah kabupaten TTU. Artinya bahwa pencemaran ini akan
dialami daerah yang memiliki potensi pertambangan (tidak terkonsentrasi) pada wilayah
tertentu. Kondisi ini diperparah karena Dinas Kesehatan sendiri tidak memiliki rekomendasi apa
layak pertambangan atau tidak? Dinas kesehatan bukan pemadam kebakaran tetapi mestinya
sebelum pertambangan Dinas Kesehatan sudah memiliki Kajian tentang dampat Pertambangan
bagi kesehatan masyarakat.
• Dari Tabel di bawah ini, dilihat bahwa selama Agustus 2009 – Mei 2010 telah tercatat 12 korban
jiwa akibat tertimbun tanah penggalian mangan. Sedangkan di Kabupaten TTU telah tercatat 4
korban Mangan. Dalam konteks Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), Negara bertanggung
jawab atas korban jiwa akibat pertambangan. Bukan itu dilihatnya sebagai konsekuensi dari
pertambangan yang harus ditanggung penambang. Karena tugas Negara adalah: Melindungi,
Memenuhi, Menghormati serta memajukan hak-hak rakyat.
6. Tabel Korban Mangan (Sesuai dengan Pemberitaan Pos Kupang)
No. HARI /TANGGAL NAMA USIA
(thn)
KEJADIAN LOKASI
1. 17 Agust. 2009 Daud Lomi Pita 48 Tewas tertimbun galian mangan RT 22 / RW 06 Dusun C, Desa Tubuhue,
Kec. Amanuban Barat, TTS
2. 2 Oktober 2009 • Simon Linsini
• Etri Linsini
Tewas tertimbun tanah saat sedang
menggali mangan
Kel. Naioni
3. 6 oktober 2009 • Melianus Bariut
• Petrus Sabloit
• Ambrosius Seran
• Marice Ton
51
38
11
38
Tewas tertimbun saat sedang
menggali mangan
Kiumabun, Desa Oebola Dalam, Kec.
Fatuleu, Kab. Kupang
4. 18 oktober 2009 • Klara Abuk
• Hans
50
30
Tewas Tetimbun tanah ketika sedang
menggali batu mangan
Tuataun, Kec.Feoana, TTS
5. 1 Desember 2009 Agustinus Sila 30 Tewas mengenaskan dalam lubang
tambang mangan
RT 09, Lingkungan 2, Kel.Oelami, Kec.
Bikomi Selatan, TTU, Tempat penggalian
mangan, Fatukoko
6. 1 Desember 2009 Timotius Sali Lisu 29 Ditemukan sekarat dilubang galian
mangan, dan harus mnjalani
perawatan intensif di RSU
Kefamenanu
Kel. Oelami, Kec.Bikomi Selatan, TTU,
Tempat penggalian mangan, Fatukoko
7. 27 Februari 2010 Marsel Amnesi 30 Tewas tertimbun tanah dilokasi
penggalian mangan
RT 20 / RW 2, Naioni,Kupang (Lokasi
penggalian mangan Oelnunfafi, kel.
Naioni, Kec. Alak,Kota Kupang)
8. 5 Mei 2010 Remon Aklili 8 Tewas tertimbun bongkahan tanah
saat menggali batu mangan
Murid kelas 2, SDI Oelusapi, dusun 3,
Desa Poto,Kec. Fatuleu Barat
9 6 Juli 2010 Rosa Talam 31 Tewas tertimbun longsoran tanah saat
mencari mangan (Rosa menderita
luka robek di kepala, pinggang dan
bahu. Sius semua giginya rontok.
Sementara Luis dan Beni, mengalami
patah kaki.
Nakmetan, kelurahan oesena,
kecamatan Miomaffo TimurSius Talan 27
Lius Talan -
Beni Talan -
Sumber Pos Kupang
Dari data ini dilihat bahwa pertambangan mangan bukan hanya berdampak pada buruknya
kesehatan tetapi malah telah membawa korban jiwa. Itu berarti tugas Negara yakni; Melindungi,
Memenuhi, Menghormati serta memajukan Hak Asasi Manusia belum secara maksimal
dijalankan. Data yang dihimpun Pos Kupang, di wilayah Kabupaten TTU telah terdapat 4 korban
jiwa. Itu berarti ada preseden buruk dari pertambangan yang katanya membawa kesejahteraan
bagi rakyat TTU.
4. DAMPAK EKONOMI
Ekonomi dibagi menjadi kegiatan Produksi, Distribusi dan Konsumsi. Daya rusak tambang pada
ekonomi setempat, merupakan penghancuran pada tata produksi, distribusi dan konsumsi lokal.
a. Rusaknya Tata Produksi.
Kabupaten TTU merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan peternakan selain
pertanian. Apabila Pemerintah kabupaten TTU pro-rakyat maka yang didorong adalah
pengembangan pertanian lahan kering dan pengembangan peternakan. Dan ini didukung
dengan kondisi wilayah TTU.
Operasi pertambangan mangan dengan 82 SKP di Kabuapten TTU membutuhkan lahan yang
luas, dipenuhi dengan cara menggusur tanah milik dan wilayah kelola rakyat. Kehilangan sumber
produksi (tanah dan kekayaan alam) melumpuhkan kemampuan masyarakat setempat
menghasilkan barang-barang dan kebutuhan akan pangan.
Dengan pertambangan mangan akan mempersempit lahan pertanian dan peternakan yang
selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat TTU. Misalnya, Pengembangbiakan ternak
sapi, 70.229 (tahun 2005) meningkat menjadi 75. 475, tahun 2006. (Timor Tengah Utara dalam
Angka 2006/2007, BPS TTU dan BAPEDA TTU). Artinya, ternak sapi sangat cocok dikembangkan
7. di Kabupaten TTU yang selama ini juga menjadi pendapat alternative rakyat dalam memenuhi
hak-hak dasar seperti; pendidikan, kesehatan dan perumahan.
b. Rusaknya tata konsumsi
Lumpuhnya tata produksi menjadikan masyarakat makin tergantung pada barang dan jasa dari
luar. Untuk kebutuhan sehari-hari mereka semakin lebih jauh dalam jeratan ekonomi. Uang
tunai yang cendrung melihat tanah dan kekayaan alam sebagai faktor produksi dan bisa ditukar
dengan sejumlah uang tidak lebih.
Bahwa masyarakat kabupaten TTU yang memiliki tata konsumsi yang sosialis, artinya antar
warga saling membahu dalam kesulitan. Kondisi ini akan mengalami pergeseran akibat
masuknya tambang mangan. Pertambangan mangan akan membawa perubahan pola konsumsi
yang individualistik dan konsumeristik. Lebih dari itu, masyarakat akan sangat bergantung pada
pada pasokan pangan dari luar.
c. Rusaknya tata distribusi
Kegiatan distribusi setempat semakin didominasi oleh arus masuknya barang dan jasa ke dalam
komunitas. Padahal, biasanya pada awal sebuah proses pertambangan akan dibangun opini
publik bahwa pertambangan akan membawa kesejateraan dengan meningkatkan pendapatan
ekonomi masyarakat setempat. Tetapi yang terjadi seperti yang terjadi di berbagai tempat lain
dimana ada pertambangan, maka janji investor dan Pemerintah Kabupaten TTU adalah
peningkatan ekonomi rakyat akan berubah roman menjadi kuli di negeri sendiri. Dan ini dilihat
dari kondisi riil yang dialami oleh Pertambangan Buyat Minahasa Raya yang mana warga harus
tinggalkan tempat kelahirannya karena tidak mampu menanggung derita dampak
pertambangan.
Oleh Karena itu, pertambangan mangan di Kabupaten TTU perlu dikaji secara cermat oleh
Pemerintah Kabupaten TTU dengan melihat fakta-takta yang sudah ada. Bukan dengan
pragramtis pertambangan disetujui dan diakhiri dengan kekesalan.
Permasalahan pertambangan mangan di Kabupaten TTU bukan hanya diperdebatkan soal harga
mangan tetapi yang perlu dilihat adalah keberlanjutan wilayah dan potensi TTU bagi anak-cucu.
Bila tidak, pertambangan mangan akan merusak lingkungan dan generasi penerus TTU.
5. DAMPAK POLITIK
Politik seringkali diartikan sebagai proses pembuatan keputusan dalam sebuah kelompok. Dickerson
dan Flanagan, politik sebagai “sebuah proses resolusi konflik (kepentingan), dimana segala daya dan
usaha dikerahkan untuk pencapaian tujuan bersama”. Dalam kenyataannya, ia berujud upaya
seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuannya dengan berbagai cara, bisa
mempengaruhi dan meyakinkan, membohongi atau bahkan menyingkirkan pihak lain. Harold
Lasswell, politik yaitu: siapa mendapatkan apa, kapan, dimana dan bagaimana?
Dalam konteks politik di Kabupaten TTU dapat dibenarkan Pendapat Dickerson, Flanagan dan
Harold Lasswell dimana Pemimpin Kabupaten TTU mempengaruhi dan menyakinkan masyarakat
kabupaten TTU bahwa potensi mangan menjadi pilihan alternative tanpa menginformasikan tentang
dampak buruk dari pertambangan mangan tersebut. Di wilayah TTU, rakyat menambang tanpa
mengerti tentang apa dampak dari Pertambangan mangan.
Hendaknya menjadi sarana penampungan dan pengakomodasian kepentingan warga TTU. Politik
menjadi sasaran daya rusak untuk memenangkan kepentingan industri tambang. Ini dapat dilihat
dari beberapa indikasi berikut:
a. Margininalisasi tata-kepemimpinan yang membela kepentingan warga oleh negara dan
korporasi. Ini bisa dilakukan dengan mendorong penggunaan perangkat-perangkat
kepemimpinan formal, yang harus patuh kepada ketentuan negara.
8. Argumentasi Pemerintah Kabupaten TTU yang diwakili Dinas Pertambangan Kabupaten TTU
bahwa ada jaminan tiap titik 50 juta. Itu berarti dari 82 SKP, Pemkab TTU memiliki pemasukan
dari bidang pertambangan sebanyak 4,1 miliyard. Sedangkan bila didistribusikan pada titik
tambang maka tidak ada artinya dibanding kerusakan yang ditimbulkan. Dana itu bila diperlukan
untuk rabat jalan dusun pada sebuah desa juga tidak cukup.
Untuk itu, argumentasi ini dinilai sebagai rasionalisasi pembenaran atas pertambangan. Padahal,
pemerintah yang baik, perlu menginformasikan tentang kerusakan yang ditimbulkan sehingga
rakyat mengetahui resiko baik bagi manusia, lingkungan, sosial budaya. Dan bila perlu sudah
bisa diprediksi tentang kerusakan yang ditimbulkan dan apa dana itu mampu untuk
merehabilitasi kerusakan yang terjadi. Apakah Pemerintah Kabupaten TTU pernah
mendiskusikan rencana pertambangan itu dengan rakyat ataukah ini diambil sebagai inisiasi
peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Apakah sudah diperhitungkan dengan berapa
besar dana rehabilitasi yang dibutuhkan?
b. Rontoknya kelembagaan politik setempat digantikan oleh tata kelembagaan yang patuh kepada
aturan-aturan negara. Ini menyebabkan lenyapnya ruang aspirasi dan partisipasi warga, dalam
pengambilan keputusan politik setempat. Proses politik menjadi ajang legitimasi sosial bagi
operasi tambang di tanah-tanah milik dan wilayah kelola warga.
DPRD Kabupaten TTU telah membentuk PANSUS Mangan. Apakah Pansus ini memiliki kekuatan
dalam menyikapi pertambangan di kabupaten TTU. Kekuatiran yang bersit adalah adanya
kompromi kepentingan antara kekuasaan, DPRD dan investor. Bila ini terjadi maka masyarakat
TTU akan mengalami permasalahan yang bersentuhan dengan berbagai aspek kehidupan.
c. Program Community Development adalah cara yang digunakan untuk menggusur kelembagaan
politik setempet. Dan ini biasanya dipakai jaringan LSM/NGO makanya banyak NGO tidak
banyak berkomentar tentang pertambangan atau kerusakan lingkungan hidup. LSM model ini
biasanya sangat akrab dengan Birokrat dan sangat kompromistis.
Sejauh pantauan, dapat dilihat bahwa kelompok civil society yang mestinya dimotori oleh
LSM/NGO di Kabupaten TTU itu tidak dilakukan.
KESIMPULAN
Akselerasi pembangunan melalui pengelolaan sumber daya alam terutama melalui bidang
pertambangan sebagai jawaban untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), penyedian
lapangan kerja, percepatan pertumbuhan ekonomi, percepatan pembangunan desa tertinggal atau
pengurangan kemiskinan di kabupaten TTU perlu dicermati. Para pelaku pertambangan juga selalu
memberikan ilusi-ilusi tentang kemakmuran dan kesejahteraan dari eksploitasi kekayaan alam yang
dikeruk dari bumi Indonesia umumnya dan kabupaten TTU pada khususnya adalah mantera yang
digulirkan terus menerus untuk menghegemoni rakyat bahwa kehadiran industri tambang mangan
mutlak diperlukan.
Dari kenyataan yang ada, belum pernah ada bukti. Tambang Emas Freeport di Papua hanya bisa
dibanggakan Indonesia sebagai Tambang Emas terbesar tetapi hasilnya adalah Propinsi Papua
menjadi Propinsi termiskin. Atau tambang Buyat Minahasa, masyarakat setempat harus
melepastinggalkan tanah warisan leluhur karena tidak mampu menanggung derita akibat
pertambangan.
Prinsipnya, pertambangan merusak sistem hidrologi tanah sekitarnya melalui penggalian.
Masyarakat hanya akan menjadi penikmat warisan jutaan ton limbah tambang dan kerusakan
lingkungan dan sosial lainnya. Apalagi dicermati bahwa lingkungan hidup di NTT diambang
kegentingan akibat pemanasan global, global warming dan perubahan iklim, climate change yang
terus terjadi.
9. Apabila kondisi ini tidak disikapi secara objektif, baik oleh pemerintah maupun masyarakat TTU, tidak
heran wilayah ini akan mengalami kondisi yang mengenaaskan, yang mana: Pertama, umi Biinmaffo
berada di antara tiga lempeng yaitu lempeng indo-australia, lempeng pasifik dan lempeng eurosia.
Karena letak ini, maka tidak heran wilayah sering terjadi bencana; Kedua, bumi Biinmaffo berada di
Pulau Timor yang merupakan gugus pulau kecil karena itu sangat rentan dengan kehilangan pulau;
Ketiga, Bumi Binmaffo tidak hanya bisa dibangun dengan pertambangan. Karena kabupaten TTU bisa
membangun dengan potensi alam dalam bidang pertanian dan kelautan yang terkandung di dalamnya;
Keempat, bumi Biinmaffo harus dikembalikan keasriannya dengan menolak seluruh pertambangan yang
sedang diproses, karena pertambangan akan menghancurkan ekosistem yang ada di Kabupaten TTU.
Penulis adalah Manajer Program Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT dan Staf pada
Pusat Riset Pengelolaan Lingkungan Jiro-Jaro – Maumere
Sekretariat: Jln. Wairklau, lorong kantor Koperasi Kabupaten Sikka, Maumere Flores
e-mail: herrynaif@yahoo.com atau laskarhijauntt@yahoo.com