SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
Download to read offline
BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN
PENCEMARAN AKIBAT TAMBANG BATUBARA
Oleh : SARAH AGUSTINA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
Abstrak
Aktifitas pertambangan dianggap seperti uang logam yang memiliki dua sisi yang saling
berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat
potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sektor ini menyokong pendapatan negara selama
bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining) dapat
mengubah secara total baik iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan
tambang disingkirkan. Hilangnya vegetasi secara tidak langsung ikut menghilangkan fungsi
hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen
dan pengatur suhu. Salah satu teknik dalam memperbaiki kualitas lingkungan pada kawasan
pertambangan adalah dengan teknik bioremediasi.
Bioremediasi merupakan teknik pemanfaatan mikroorganisme untuk mendegradasi,
menstabilkan, atau memecah bahan pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak
beracun. Dalam makalah ini dikemukakan beberapa hal tentang dampak pertambangan batubara,
bioremediasi sebagai alternatif penanganan pencemaran akibat tambang batubara dengan
memanfaatkan beberapa mikroorganisme, upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap
dampak yang ditimbulkan oleh pertambangan batu bara. Diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi bagi kita semua, sehingga akan dapat mengurangi pencemaran akibat
aktivitas pertambangan batubara dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang telah terjadi di
sekitar pertambangan.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah eksportir batubara terbesar kedua di dunia (setelah Australia, 2006).
Menurut Gautama (2007) dalam Anonim (2010) untuk pertambangan mineral, Indonesia
merupakan negara penghasil timah peringkat ke-2, tembaga peringkat ke-3, nikel peringkat ke-4,
dan emas peringkat ke-8 dunia.
Batubara yang banyak diekspor adalah batubara jenis sub-bituminus yang dapat
merepresentasikan produksi batubara Indonesia. Produksi batubara Indonesia meningkat sebesar
11.1% pada tahun 2003 dan jumlah ekspor meningkat sebesar 18.3% di tahun yang sama.
Sebagian besar cadangan batubara Indonesia terdapat di Sumatra bagian selatan. Kualitasnya
beragam antara batubara kualitas rendah seperti lignit (59%) dan sub-bituminus (27%) serta
batubara kualitas tinggi seperti bituminus dan antrasit (14%) (Asthary, 2008).
Sekitar 74% dari batubara Indonesia merupakan hasil penambangan perusahaan swasta.
Satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Tambang Bukit Asam, menghasilkan
sekitar 10 Mt (hanya 9% dari total produksi batubara Indonesia pada tahun 2003) dari
penambangan terbuka. Bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan swasta seperti PT
Adaro, PT Kaltim Prima Coal, serta PT Arutmin yang dapat memproduksi batubara hingga di
atas 10 Mt pada tahun yang sama. Perusahaan penambangan batubara milik negara kalah
produksi oleh perusahaan swasta.
Namun demikian, pertambangan selalu mempunyai dua sisi yang saling berlawanan,
yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai
sumber kemakmuran, sudah tidak diragukan lagi bahwa sektor ini menyokong pendapatan
negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit
mining) dapat merubah total iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan
tambang disingkirkan. Selain itu, untuk memperoleh atau melepaskan biji tanbang dari batubatuan atau pasir seperti dalam pertambangan emas, para penambang pada umumnya
menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari tanah, air atau sungai dan
lingkungan.
Pada pertambangan bawah (underground mining) kerusakan lingkungan umumnya
diakibatkan karena adanya limbah (tailing) yang dihasilkan pada proses pemurnian bijih. Baik
tambang dalam maupun tambang terbuka menyebabkan terlepasnya unsur-unsur kimia tertentu
seperti Fe dan S dari senyawa pirit (Fe2S) menghasilkan air buangan bersifat asam (Acid Mine
Drainage / Acid Rock Drainage) yang dapat hanyut terbawa aliran permukaan pada saat hujan,
dan masuk ke lahan pertanian di bagian hilir pertambangan, sehingga menyebabkan kemasamam
tanahnya lebih tinggi. Tanah dan air asam tambang tersebut sangat masam dengan pH berkisar
antara 2,5 – 3,5 yang berpotensi mencemari lahan pertanian.
1.2 Dampak Pertambangan Batubara
Pertambangan batubara menimbulkan kerusakan lingkungan baik aspek iklim mikro
setempat dan tanah. Kerusakan klimatis terjadi akibat hilangnya vegetasi sehingga
menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap
karbon, pemasok oksigen, pengatur suhu. Lahan bekas tambang batubara juga mengalami
kerusakan. Kerapatan tanah makin tinggi, porositas tanah menurun dan drainase tanah, pH turun,
kesedian unsur hara makro turun dan kelarutan mikro meningkat. baik, dan mengandung sulfat.
Lahan seperti ini tidak bisa ditanami. Bila tergenang air hujan berubah menjadi rawa-rawa.
Salah satu daerah pertambangan batu bara yang cukup besar di Indonesia berada di
Provinsi Kalimantan Selatan. Bila dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia,
pertambangan batu bara di Provinsi Kalimantan Selatan sangat merusak lingkungan dan lahan
pertanian yang ada di provinsi tersebut, terutama pertambangan yang dilakukan secara illegal.
Selain menghasilkan asam tambang yang dapat memasamkan tanah, penggalian tanah dan batubatuan yang menutup lapisan batu bara dilakukan secara tidak terkendali dan penumpukan hasil
galian (overburden) tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan pemerintah. Akibatnya lahan
dengan tumpukan tanah dan batu-batuan eks pertambangan sangat sulit untuk ditumbuhi
vegetasi.
Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara :
1. Lubang tambang. Pada kawasan pertambangan PT Adaro terdapat beberapa tandon raksasa
atau kawah bekas tambang yang menyebabkan bumi menganga sehingga tak mungkin bisa
direklamasi
2. Air Asam tambang: mengandung logam berat yang berpotensi menimbulkan dampak
lingkungan jangka panjang
3. Tailing: teiling mengandung logam-logam berat dalam kadar yang mengkhawatirkan seperti
tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen yang berbahaya bagi makhluk hidup.
4. Sludge: limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung yang juga
mengandung logam berbahaya seperti boron, selenium dan nikel dll.
5. Polusi udara : akibat dari (debu) flying ashes yang berbahaya bagi kesehatan penduduk dan
menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Menurut logika, udara kotor pasti mempengaruhi kerja
paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit pernafasan seperti influensa,
bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis.
Reaksi air asam tambang (Acid Mine Drainage/AMD) berdampak secara langsung terhadap
kualitas tanah dan air karena pH menurun sangat tajam. Hasil penelitian Widyati (2006) dalam
Widyati (2010) pada lahan bekas tambang batubara PT. Bukit Asam Tbk. menunjukkan pH tanah
mencapai 3,2 dan pH air berada pada kisaran 2,8. Menurunnya, pH tanah akan mengganggu
keseimbangan unsur hara pada lahan tersebut, unsur hara makro menjadi tidak tersedia karena
terikat oleh logam sedangkan unsur hara mikro kelarutannya meningkat (Tan, 1993 dalam
Widyati, 2010). Menurut Hards and Higgins (2004) dalam Widyati (2010) turunnya pH secara
drastis akan meningkatkan kelarutan logam-logam berat pada lingkungan tersebut.
Dampak yang dirasakan akibat AMD tersebut bagi perusahaan adalah alat-alat yang terbuat dari
besi atau baja menjadi sangat cepat terkorosi sehingga menyebabkan inefisiensi baik pada
kegiatan pengadaan maupun pemeliharaan alat-alat berat. Terhadap makhluk hidup, AMD dapat
mengganggu kehidupan flora dan fauna pada lahan bekas tambang maupun hidupan yang berada
di sepanjang aliran sungai yang terkena dampak dari aktivitas pertambangan. Hal ini
menyebabkan kegiatan revegetasi lahan bekas tambang menjadi sangat mahal dengan hasil yang
kurang memuaskan. Disamping itu, kualitas air yang ada dapat mengganggu kesehatan manusia.
Luas permukaan daratan Indonesia yang telah diijinkan untuk kegiatan pertambangan relatif
kecil (1,336 juta ha atau 0,7% dari area daratan total), dan bahkan luas total areal penambangan
yang masih aktif dan yang sudah selesai ditambang lebih kecil lagi (36.743 ha, atau 0,019% dari
area daratan total) (Anonim, 2006). Sekalipun areal total yang terusik secara nasional relatif
kecil, kebanyakan kegiatan penambangan menerapkan teknik penambangan di
permukaan (surface mining) yang dengan sendirinya mengakibatkan usikan terhadap lansekap
setempat; areal areal vegetasi yang ada dan habitat fauna menjadi rusak, dan pemindahan lapisan
atas tanah yang menutupi ‘cadangan mineral menghasilkan’ perubahan yang tegas dalam
topografi, hidrologi, dan kestabilan lansekap. Apabila pengelolaan lingkungan tidak efektif,
pengaruh lokal (on-site) ini dapat mengakibatkan usikan lanjutan di luar areal penambangan (offsite), yang bersumber dari erosi air dan angin terhadap sisa galian yang belum terstabilkan atau
bahan sisa yang berasal dari pengolahan mineral. Pengaruh-pengaruh ini dapat pula meliputi
sedimentasi sungai-sungai, dan penurunan kualitas air akibat meningkatnya salinitas, keasaman,
dan muatan unsur-unsur beracun dalam air sungai tersebut.
1.3 Definisi Bioremediasi
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di
lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme
memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah
peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan
akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun (Wikipedia, 2010).
Menurut Anonim (2010) menyatakan bahwa bioremediasi adalah proses pembersihan
pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi
bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun
atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Bioremediasi pada lahan terkontaminasi logam berat didefinisikan sebagai proses
membersihkan (clean up) lahan dari bahan-bahan pencemar (pollutant) secara biologi atau
dengan menggunakan organisme hidup, baik mikroorganisme (mikrofauna dan mikroflora)
maupun makroorganisme (tumbuhan) (Onrizal, 2005).
Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah
air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan
yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya
dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain
logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti
pestisida, herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme
untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah
didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh
mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan
untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik.
Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang
mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan
dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan
beracun menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien
dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali
dipatenkan adalah bakteri “pemakan minyak”. Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa
hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi.
Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang
alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi,
penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat
mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk
mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di
lingkungan.
1.4 Jenis Bioremediasi
Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:

Biostimulasi
Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang
tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di
dalam air atau tanah tersebut.

Bioaugmentasi
Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke
dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan
kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa hambatan yang ditemui ketika cara ini
digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme
dapat berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh
mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke
lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
Di masa yang akan datang, mikroorganisme rekombinan dapat menyediakan cara yang efektif
untuk mengurangi senyawa-senyawa kimiawi yang berbahaya di lingkungan kita.
Bagaimanapun, pendekatan itu membutuhkan penelitian yang hati-hati berkaitan dengan
mikroorganisme rekombinan tersebut, apakah efektif dalam mengurangi polutan, dan apakah
aman saat mikroorganisme itu dilepaskan ke lingkungan.
II. PENANGANAN MASALAH
2.1 Penanggulangan Acid Mine Drainage/AMD
Sudah banyak teknologi yang ditujukan untuk menanggulangi acid mine
drainage (AMD). Teknologi yang diterapkan baik yang berdasarkan prinsip kimia maupun
biologi belum memberikan hasil yang dapat mengatasi AMD secara menyeluruh.
Teknik ini yang didasarkan atas prinsip-prinsip kimia, misalnya pengapuran, meskipun
memerlukan biaya yang mahal akan tetapi hasilnya hanya dapat meningkatkan pH dan bersifat
sementara. Teknik pembuatan saluran anoksik (anoxic lime drain) yang menggabungkan antara
prinsip fisika dan kimia juga sangat mahal dan hasilnya belum menggembirakan. Teknik
bioremediasi dengan memanfaatkan bakteri pereduksi sulfat memberikan hasil yang cukup
menggembirakan. Hasil seleksi Widyati (2007) dalam Widyati (2010) menunjukkan bahwa BPS
dapat meningkatkan pH dari 2,8 menjadi 7,1 pada air asam tambang Galian Pit Timur dalam
waktu 2 hari dan menurunkan Fe dan Mn dengan efisiensi > 80% dalam waktu 10 hari.
Namun demikian, penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada air sedangkan sumbersumber yang menjadi pangkal terjadinya AMD belum tersentuh. Hal yang sangat penting
sesungguhnya adalah upaya pencegahan terbentuknya AMD.
Bagaimana cara untuk mencegah kontak mineral sulfide dengan oksigen dan
menghambat pertumbuhan bakteri pengoksidasi sulfur (BOS) adalah hal yang paling
menentukan dalam menangani AMD. Sebagai contoh PT. Bukit Asam Tbk menghambat kontak
mineral-oksigen dengan melapisi lahan bekas tambang dengan blue clay setebal 1-2 m sehingga
biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini per hektar sungguh fantastis. Tetapi proses AMD
secara geokimia jauh lebih lambat dibandingkan dengan proses yang dikatalis oleh BOS.
Sehingga di PT. Bukit Asam masih terjadi AMD.
Oleh karena itu, pengendalian BOS adalah kunci untuk mengatasi AMD. Bakteri ini
tergolong kemo-ototrof, sehingga penambahan bahan organik akan membunuh mikrob tersebut.
Bagaimana menyediakan bahan organik pada lahan yang begitu luas? Penanaman lahan yang
baik adalah jawaban yang tepat. Bagaimana melakukan penanaman pada lahan yang begitu
berat? Jawaban yang tepat juga penambahan bahan organik.
Oleh sebab itu bahan organik dapat berperan sebagai buffer sehingga dapat meningkatkan
pH, sebagai sumber unsur hara, dapat meningkatkan water holding capacity, meningkatkan KTK
dan dapat mengkelat logam-logam (Stevenson, 1997 dalam Widyati, 2010) yang banyak terdapat
pada lahan bekas tambang. Revegetasi pada lahan bekas tambang yang berhasil dengan baik
akan memasok bahan organik ke dalam tanah baik melalui produksi serasah maupun eksudat
akar.
2.2 Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah Pertambangan
Batu Bara
Kelompok bahan galian metalliferous antara lain adalah emas, besi, tembaga, timbal,
seng, timah, mangan. Sedangkan bahan galian nonmetalliferous terdiri dari batubara, kwarsa,
bauksit, trona, borak, asbes, talk, feldspar dan batuan pospat. Bahan galian untuk bahan
bangunan dan batuan ornamen termasuk didalamnya slate, marmer, kapur, traprock, travertine,
dan granite.
Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi
lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini
menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan
bersifat penting.
Salah satu jenis bahan bakar yang melimpah di dunia adalah batu bara. Pembakaran batu
bara merupakan metode pemanfaatan batu bara yang telah sekian lama dilakukan. Masalah yang
muncul sebagai akibat pembakaran langsung batu bara adalah emisi gas sulfur dioksida. Sulfur
yang terdapat dalam batu bara perlu disingkirkan karena sulfur dapat menyebabkan sejumlah
dampak negatif bagi lingkungan.
Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama
kandungan sulfur sebagai polutan utama. Hal ini disebabkan oleh oksida-oksida belerang yang
timbul akibat pembakaran batubara tersebut sehingga mampu menimbulkan hujan asam. Sulfur
batubara juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan pernafasan. Oksida
belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma masakan
atau minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara (briket), sehingga menyebabkan
menurunnya kualitas makanan atau minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan).
Penyingkiran sulfur pada batubara dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu fisika,
kimiawi, dan biologis. Penyingkiran sulfur secara biologis atau biodesulfurisasi adalah metode
penyingkiran sulfur dengan menggunakan mikroba yang paling murah dan paling sederhana. Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi biodesulfurisasi batubara, yaitu: temperatur, pH,
medium nutrisi, konsentrasi sel, konsentrasi batu bara, ukuran partikel, komposisi medium,
kecepatan aerasi COÌ, penambahan partikulat dan surfaktan, serta interaksi dengan
mikroorganisme lain.
Cara yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mewujudkan gagasan clean
coal combustion melalui desulfurisasi batubara. Alternatif yang paling aman dan ramah terhadap
lingkungan untuk desulfurisasi batubara adalah secara mikrobiologi menggunakan
bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua
bakteri
ini
ditujukan
untuk
lebih
mengoptimalkan
desulfurisasi. Thiobacillus
ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus
thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur
yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.
2.3 Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat dalam Penanganan Air Asam Tambang
Teknologi bioremediasi dapat juga digunakan untuk mengatasi air asam tambang dan
logam berat terlarut terutama dari pertambangan batu bara. Teknologi tersebut mengandalkan
aktivitas berbagai bakteri pereduksi sulfat diantaranyaDesulfotomaculum orientis ICBB
1204, Desulfotomaculum sp ICBB 8815 dan ICBB 8818 yang mengubah sulfat dalam air asam
tambang menjadi hidrogen sulfida dan kemudian bereaksi dengan logam berat. Setelah reaksi
belangsung pH (keasaman) air asam tambang yang mula-mula berkisar dari 2 – 3 meningkat
mendekati netral (6-7). Sementara logam berat yang terdapat air asam tambang mengendap.
Dari hasil penelitian Santosa (2009) selama sembilan (9) tahun diperoleh teknologi yang
mampu meningkatkan pH ke netral dan menurunkan konsentrasi berbagai logam berat
diantaranya Cr, Pb dan Cd. Teknologi ini efisien, karena hanya membutuhkan biaya 1/10 dari
biaya penanganan air asam konvensional.
Menurut Alexander (1977) dalam Anonim (2010a), menyatakan bahwa Bakteri Pereduksi
Sulfat (BPS) terdiri dari 2 genus, yaitu Desulfovibrio danDesulfotomaculum. Desulfovibrio hidup
pada kisaran pH 6 sampai netral, sedangkanDesulfotomaculum merupakan kelompok BPS yang
termofil (menyukai suhu yang tinggi). Dari hasil penelitian lingkungan tanah bekas tambang
batubara setelah diberi perlakuan bioremediasi mempunyai pH sekitar 6 dan suhunya berkisar
pada suhu ruangan (25°C – 30°C) tidak termofil (>55°C) sehingga kuat dugaan bahwa BPS yang
ditemukan sangat dekat sifat-sifatnya dengan genus Desulfovibrio. Sedangkan menurut Feio et
al. (1998) dalam Anonim (2010a), menyatakan bahwa media Postgate yang digunakan
merupakan media selektif yang paling cocok untuk mengisolasi BPS dari genus Desulfovibrio.
Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat sehingga dapat meningkatkan pH
tanah bekas tambang batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi lahan bekas
tambang batubara. Peningkatan pH yang dicapai hampir mendekati netral (6,66) sehingga sangat
baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman revegetasi maupun kehidupan biota lainnya.
2.4 Pemanfaatan Sludge Untuk Memacu Revegetasi Lahan Pasca Tambang Batubara
Pada umumnya, perusahaan tambang menggunakan top (tanah lapisan atas) atau kompos
untuk mengembalikan kesuburan tanah. Rata-rata dibutuhkan 5.000 ton per hektar kompos atau
top soil. Metode konvensional ini kurang tepat diterapkan pada bekas lahan tambang yang luas.
Pemanfaatan sludge limbah industri kertas bisa menjadi alternatif pilihan. Industri kertas
menghasilkan 10 persen sludge dari total pulp yang mengandung N dan P (Anonim, 2006a).
Percobaan menunjukkan sludge paper dosis 50 persen dapat memperbaiki sifat-sifat tanah
lebih efektif dibandingkan perlakuan top soil. Sludge kertas ini berperan ganda dalam proses
bioremediasi tanah bekas tambang batubara yaitu sebagai sumber bahan organik tanah (BOT)
dan sumber inokulum bakteri pereduksi sulfat (BPS). Pemberian sludge pada bekas tambang
batubara menimbulkan 2 proses yakni perbaikan lingkungan (soil amendment) dan inokulasi
mikroba yang efektif.
Pemberian sludge paper 50 persen ke dalam tanah bekas tambang batubara mampu
menurunkan ketersediaan Fe tanah 98.8 persen, Mn 48 persen, Zn 78 persen dan Cu 63 persen.
BPS mampu mereduksi sulfat menjadi senyawa sulfda-logam yang tidak tersedia.
2.5 Bioremediasi Tanah Tercemar
Pencemaran lingkungan tanah belakangan ini mendapat perhatian yang cukup besar,
karena globalisasi perdagangan menerapkan peraturan ekolabel yang ketat. Sumber pencemar
tanah umumnya adalah logam berat dan senyawa aromatik beracun yang dihasilkan melalui
kegiatan pertambangan dan industri. Senyawa-senyawa ini umumnya bersifat mutagenik dan
karsinogenik yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Joner dan Leyval, 2001 dalam Madjid,
2009).
Bioremidiasi tanah tercemar logam berat sudah banyak dilakukan dengan menggunakan
bakteri pereduksi logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri, dan
kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat (Fleibach, et al, 1994
dalam Madjid, 2009)..
Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun
dengan melalui akumulasi logam-logam dalam hifa ekstramatrik dan “extrahyphae slime”
(Aggangan et al, 1997 dalam Madjid, 2009). sehingga mengurangi serapannya ke dalam tanaman
inang. Namun demikian, tidak semua mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman inang
terhadap logam beracun, karena masing-masing mikoriza memiliki pengaruh yang berbeda.
Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam bioremidiasi tanah tercemar, disamping dengan
akumulasi bahan tersebut dalam hifa, juga dapat melalui mekanisme pengkomplekan logam
tersebut oleh sekresi hifa ekternal.
Polusi logam berat pada ekosistem hutan sangat berpengaruh terhadap kesehatan tanaman
hutan khususnya perkembangan dan pertumbuhan bibit tanaman hutan (Khan, 1993 dalam
Madjid, 2009). Hal semacam ini sangat sering terjadi disekitar areal pertambangan (tailing dan
sekitarnya). Kontaminasi tanah dengan logam berat akan meningkatkan kematian bibit dan
menggagalkan prgram reboisasi.
Penelitian
Aggangan
et
al
(1997)
dalam
Madjid
(2009)
pada
tegakanEucalyptus menunjukkan bahwa Ni lebih berbahaya dari Cr. Gejala keracunan Ni tampak
pada konsentrasi 80 umol/l pada tanah yang tidak dinokulasi dengan mikoriza sedangkan tanah
yang diinokulasi dengan Pisolithus sp., gejala keracunan terjadi pada konsentrasi 160 umol/l.
Isolat Pisolithus yang diambil dari residu pertambangan Ni jauh lebih tahan terhadap kadar Ni
yang tinggi dibandingkan dengan Pisolithus yang diambil dari tegakan Eucalyptus yang tidak
tercemar logam berat.
Upaya bioremediasi lahan basah yang tercemar oleh limbah industri (polutan organik,
sedimen pH tinggi atau rendah pada jalur aliran maupun kolam pengendapan) juga dapat
dilakukan dengan memanfaatkan tanaman semi akuatik seperti Phragmites australis. Oliveira et
al, 2001 dalam Madjid, 2009) menunjukkan bahwa Phragmites australis dapat berasosiasi
dengan cendawan mikoriza melalui pengeringan secara gradual dalam jangka waktu yang
pendek.
Hal ini dapat dijadikan strategi pengelolaan lahan terpolusi (phytostabilisation) dengan
meningkatkan laju perkembangan spesies mikotropik. Penelitian Joner dan Leyval (2001) dalam
Madjid (2009) menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza pada tanah yang tercemar oleh polysiklik
aromatic hydrocarbon (PAH) dari limbah industri berpengaruh terhadap pertumbuhan clover,
tapi tidak terhadap pertumbuhan reygrass. Dengan mikoriza laju penurunan hasil clover karena
PAH dapat ditekan. Tapi bila penambahan mikoriza dibarengi dengan penambahan surfaktan, zat
yang melarutkan PAH, maka laju penurunan hasil clover meningkat.
Tanaman yang tumbuh pada limbah pertambangan batubara diteliti Rani et al (1991)
dalam Madjid (2009) menunjukkan bahwa dari 18 spesies tanaman setempat yang diteliti, 12
diantaranya bermikoriza. Tanaman yang berkembang dengan baik di lahan limbah batubara
tersebut, ditemukan adanya “oil droplets” dalam vesikel akar mikoriza. Hal ini menunjukkan
bahwa ada mekanisme filtrasi, sehingga bahan beracun tersebut tidak sampai diserap oleh
tanaman.
Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun
seperti logam berat (Killham, 1994 dalam Madjid dan Novriani : 2009). Mekanisme
perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui
efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa
cendawan.
Khan (1993) dalam Madjid dan Novriani (2009) menyatakan bahwa vesikel arbuskular
mikoriza (VAM) dapat terjadi secara alami pada tanaman pioner di lahan buangan limbah
industri, tailing tambang batubara, atau lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang
cocok dapat mempercepat usaha penghijauan kembali tanah tercemar unsur toksik.
2.6 Upaya

Pencegahan Dan Penanggulangan Terhadap Dampak Yang
Ditimbulkan Oleh Pertambangan Batu Bara
Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh penambang
batu bara dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan tindakan-tindakan
tertentu sebagai berikut :
1. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective) yaitu
pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan batu bara sehingga akan
mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari ruang
udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar meminimalkan risiko
terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal dust).
2. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari
kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya reklamasi dan penghijauan
kembali bekas penambangan batu bara dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk malaria.
Dikhawatirkan bekas lubang/kawah batu bara dapat menjadi tempat perindukan nyamuk
(breeding place).
3. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan
penambangan batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law
enforcement)
4. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina
dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan
membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.
III. KESIMPULAN
1. Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara :
a. Lubang tambang.
b. Air Asam tambang
c. Tailing
d. Sludge
e. Polusi udara
2. Bioremediasi pada lahan terkontaminasi logam berat didefinisikan sebagai proses
membersihkan (clean up) lahan dari bahan-bahan pencemar (pollutant) secara biologi atau
dengan menggunakan organisme hidup, baik mikroorganisme (mikrofauna dan mikroflora)
maupun makroorganisme (tumbuhan)
3. Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:

Biostimulasi

Bioaugmentasi

Bioremediasi Intrinsik
4. Beberapa metode penanganan pencemaran tambang batubara, yaitu :
a. Penanggulangan Acid Mine Drainage/AMD
b. Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah Pertambangan (Batu Bara)
c. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat dalam Penanganan Air Asam Tambang
d. Pemanfaatan Sludge Untuk Memacu Revegetasi Lahan Pasca Tambang Batubara
e. Bioremediasi Tanah Tercemar
5. Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Terhadap Dampak Yang Ditimbulkan Oleh
Pertambangan Batu Bara, yaitu :
a. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective)
b. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari
kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan.
c. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan
penambangan batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law
enforcement)
d. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina
dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan
membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi TanahBekas Tambang
Batubara. http://goblog06.blogspot.com/2010/05/pemanfaatan-bakteri-pereduksi-sulfat_02.html.
2 juni 2010
Anonim. 2010. Bahan Perkuliahan Teknik Elektro Unand. Sumber Daya
Alam.http://bahanelektro.blogspot.com/2010/02/sda-sumber-daya-alam. 4 juni 2010
Anonim. 2008. Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah Pertambangan
(Batu Bara). http://.bioindustri.blogspot.com/2008/09/bakteri-thiobacillus-ferrooxidans.html. 4
juni 2010
Anonim. 2006a. Limbah Industri Kertas Perbaiki Lahan Tambang Batubara.
http://www.ipb.ac.id/Bogor Agricultural University – Limbah Industri Kertas Perbaiki Lahan
Tambang Batubara.html. 4 juni 2010
Anonim. 2006.Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Menuju Pemanfaatan Lahan Yang
Berkelanjutan : Leaflet Seminar Nasional. http://pkrlt.ugm.ac.id/files/2006%20
LEAFLET%20SEMINAR%20PKRLT.pdf. 3 juni 2010
Arifin, H. 2007. Penambangan Batu Bara Dan Kesehatan
Lingkungan.http://komunitassumpit.wordpress.com/2007/06/22/penambangan-batu-bara-dankesehatan-lingkungan. 25 maret 2010
Asthary, R. 2008. Pertambangan Batubara : Pro dan Kontra.www.majarimagazine.com/2008/
06/pertambangan-batubara-pro-dan-kontra. 25 maret 2010
Kurnia, U., dkk. 2005. Teknologi Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah.www.balittanah.
litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/tanahsawah/tanahsawah9.pdf. 4 juni 2010
Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Bahan Ajar Online : Peran dan Prospek Mikoriza.
Fakultas Pertanian Unsri & Program Studi Ilmu Tanaman, Program Pascasarjana, Universitas
Sriwijaya. Sumatera Selatan. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. 4 juni 2010
Madjid, A dan Novriani. 2009. Peran dan prospek Mikoriza.http://phospateindo.com/peran-danprospek-mikoriza.html. 5 juni 2010
Santosa, D.A,. 2009. Teknologi Bioremediasi Pulihkan Lingkungan
Tercemar.www.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/22942/2/2009b1403.pdf. 2 Juni 2010
Sofyan, H. 2009. Dampak Lingkungan Eksploitasi Tambang
Batubara.http:///haniyahsofyan.blogspot.com/2009/11/dampak-lingkungan-ekspoitasitambang.html. 27 maret 2010
Onrizal. 2005. Restorasi Lahan Terkontaminasi Logam
Berat.http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-onrizal6.pdf. 1 juni 2010
Widyati, E. 2010. Acid Mine Drainage – Momok Lahan Bekas Tambang. Lingkungan Pasca
Tambang. http://tambang.blogspot.com/2010/05/air-asam-tambang.html. 4 Juni 2010
Wikipedia. 2010. Bioremediasi – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas.http://id.wikipedia.org/wiki/Bioremediasi. 4 juni 2010

More Related Content

What's hot

38673798 pembuatan-nata-de-coco
38673798 pembuatan-nata-de-coco38673798 pembuatan-nata-de-coco
38673798 pembuatan-nata-de-cocostreetbandit
 
Proses pembuatan gula
Proses pembuatan gulaProses pembuatan gula
Proses pembuatan gulaaulia rodlia
 
Sosiologi pertanian
Sosiologi pertanianSosiologi pertanian
Sosiologi pertanianvzub
 
Gambar dan tahap pembelahan sel
Gambar dan tahap pembelahan selGambar dan tahap pembelahan sel
Gambar dan tahap pembelahan selresky r.p
 
Pencemaran air oleh limbah industri
Pencemaran air oleh limbah industri Pencemaran air oleh limbah industri
Pencemaran air oleh limbah industri Alviani Putri
 
Mengidentifikasi Masalah Kesehatan Lingkungan
Mengidentifikasi Masalah Kesehatan LingkunganMengidentifikasi Masalah Kesehatan Lingkungan
Mengidentifikasi Masalah Kesehatan LingkunganNabilla Intan
 
Pengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah IndustriPengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah Industriguest150909
 
8. laporan praktikum biologi respirasi kecambah
8. laporan praktikum biologi respirasi kecambah8. laporan praktikum biologi respirasi kecambah
8. laporan praktikum biologi respirasi kecambahSofyan Dwi Nugroho
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
 
Siklus carbon dan oksigen
Siklus carbon dan oksigenSiklus carbon dan oksigen
Siklus carbon dan oksigenReni Hernita
 
Peringkat Proper 2021-2022
Peringkat Proper 2021-2022Peringkat Proper 2021-2022
Peringkat Proper 2021-2022CIkumparan
 
Dasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanaman
Dasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanamanDasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanaman
Dasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanamanPurwandaru Widyasunu
 
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi TanahKeterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi TanahFeisal Rachman Soedibja
 
TANAH GAMBUT
TANAH GAMBUT TANAH GAMBUT
TANAH GAMBUT RiaAnggun
 

What's hot (20)

Siklus Nitrogen
Siklus NitrogenSiklus Nitrogen
Siklus Nitrogen
 
38673798 pembuatan-nata-de-coco
38673798 pembuatan-nata-de-coco38673798 pembuatan-nata-de-coco
38673798 pembuatan-nata-de-coco
 
Proses pembuatan gula
Proses pembuatan gulaProses pembuatan gula
Proses pembuatan gula
 
Sosiologi pertanian
Sosiologi pertanianSosiologi pertanian
Sosiologi pertanian
 
DAUR FOSFOR
DAUR FOSFOR DAUR FOSFOR
DAUR FOSFOR
 
Gambar dan tahap pembelahan sel
Gambar dan tahap pembelahan selGambar dan tahap pembelahan sel
Gambar dan tahap pembelahan sel
 
Ruang Lingkup Ekologi
Ruang Lingkup EkologiRuang Lingkup Ekologi
Ruang Lingkup Ekologi
 
Pencemaran air oleh limbah industri
Pencemaran air oleh limbah industri Pencemaran air oleh limbah industri
Pencemaran air oleh limbah industri
 
PENGAMATAN FENOLOGI
PENGAMATAN FENOLOGIPENGAMATAN FENOLOGI
PENGAMATAN FENOLOGI
 
Mengidentifikasi Masalah Kesehatan Lingkungan
Mengidentifikasi Masalah Kesehatan LingkunganMengidentifikasi Masalah Kesehatan Lingkungan
Mengidentifikasi Masalah Kesehatan Lingkungan
 
Pengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah IndustriPengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah Industri
 
8. laporan praktikum biologi respirasi kecambah
8. laporan praktikum biologi respirasi kecambah8. laporan praktikum biologi respirasi kecambah
8. laporan praktikum biologi respirasi kecambah
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
 
Siklus carbon dan oksigen
Siklus carbon dan oksigenSiklus carbon dan oksigen
Siklus carbon dan oksigen
 
Peringkat Proper 2021-2022
Peringkat Proper 2021-2022Peringkat Proper 2021-2022
Peringkat Proper 2021-2022
 
Dasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanaman
Dasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanamanDasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanaman
Dasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanaman
 
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi TanahKeterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
 
Iptek politik
Iptek politikIptek politik
Iptek politik
 
TANAH GAMBUT
TANAH GAMBUT TANAH GAMBUT
TANAH GAMBUT
 
Cod dan bod
Cod dan bodCod dan bod
Cod dan bod
 

Viewers also liked

Peranan Bakteri Thobacillus ferroxidans dalam Pertambangan Batubara
Peranan Bakteri Thobacillus ferroxidans dalam Pertambangan BatubaraPeranan Bakteri Thobacillus ferroxidans dalam Pertambangan Batubara
Peranan Bakteri Thobacillus ferroxidans dalam Pertambangan BatubaraMuhamad Agus
 
Teknik pengolahan limbah udara
Teknik pengolahan limbah udaraTeknik pengolahan limbah udara
Teknik pengolahan limbah udaraHilya Fithri
 
Ppt bioteknologi penambangan logam
Ppt bioteknologi penambangan logamPpt bioteknologi penambangan logam
Ppt bioteknologi penambangan logamSilvieani Nur Azizah
 
Dampak Lingkungan Akibat Lahan Penambangan Batubara Di Daerah Kalimantan Selatan
Dampak Lingkungan Akibat Lahan Penambangan Batubara Di Daerah Kalimantan SelatanDampak Lingkungan Akibat Lahan Penambangan Batubara Di Daerah Kalimantan Selatan
Dampak Lingkungan Akibat Lahan Penambangan Batubara Di Daerah Kalimantan SelatanFarhan Luqman Al-Hakim
 
Bab i pendahuluan bab ii,Makalah pengetahuan lingkungan .Air asam Tambang.
Bab i pendahuluan bab ii,Makalah pengetahuan lingkungan .Air asam Tambang.Bab i pendahuluan bab ii,Makalah pengetahuan lingkungan .Air asam Tambang.
Bab i pendahuluan bab ii,Makalah pengetahuan lingkungan .Air asam Tambang.Mario Yuven
 
UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)
UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)
UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)Fikri Irsyad
 
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...infosanitasi
 
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkung...
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkung...Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkung...
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkung...infosanitasi
 

Viewers also liked (9)

Peranan Bakteri Thobacillus ferroxidans dalam Pertambangan Batubara
Peranan Bakteri Thobacillus ferroxidans dalam Pertambangan BatubaraPeranan Bakteri Thobacillus ferroxidans dalam Pertambangan Batubara
Peranan Bakteri Thobacillus ferroxidans dalam Pertambangan Batubara
 
Teknik pengolahan limbah udara
Teknik pengolahan limbah udaraTeknik pengolahan limbah udara
Teknik pengolahan limbah udara
 
Ppt bioteknologi penambangan logam
Ppt bioteknologi penambangan logamPpt bioteknologi penambangan logam
Ppt bioteknologi penambangan logam
 
Dampak Lingkungan Akibat Lahan Penambangan Batubara Di Daerah Kalimantan Selatan
Dampak Lingkungan Akibat Lahan Penambangan Batubara Di Daerah Kalimantan SelatanDampak Lingkungan Akibat Lahan Penambangan Batubara Di Daerah Kalimantan Selatan
Dampak Lingkungan Akibat Lahan Penambangan Batubara Di Daerah Kalimantan Selatan
 
Bab i pendahuluan bab ii,Makalah pengetahuan lingkungan .Air asam Tambang.
Bab i pendahuluan bab ii,Makalah pengetahuan lingkungan .Air asam Tambang.Bab i pendahuluan bab ii,Makalah pengetahuan lingkungan .Air asam Tambang.
Bab i pendahuluan bab ii,Makalah pengetahuan lingkungan .Air asam Tambang.
 
UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)
UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)
UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)
 
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
 
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkung...
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkung...Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkung...
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkung...
 
Soal soal fisika
Soal soal fisikaSoal soal fisika
Soal soal fisika
 

Similar to BIOREMEDIASI ALTERNATIF

Presentation pertambangan
Presentation  pertambanganPresentation  pertambangan
Presentation pertambanganShoetiaone
 
Kerusakan lingkungan lahan dan pencegahannya
Kerusakan lingkungan lahan dan pencegahannyaKerusakan lingkungan lahan dan pencegahannya
Kerusakan lingkungan lahan dan pencegahannyaAnnisa Wasistiana
 
Studi kasus pt indo minco
Studi kasus pt indo mincoStudi kasus pt indo minco
Studi kasus pt indo mincoDewoAhmadzan
 
Pencemaran laut dan upaya penegakan hukumnya di indonesia
Pencemaran laut dan upaya penegakan hukumnya di indonesiaPencemaran laut dan upaya penegakan hukumnya di indonesia
Pencemaran laut dan upaya penegakan hukumnya di indonesiaAhdiat Celebes
 
Geografi XI Sosial (SDA)
Geografi XI Sosial (SDA)Geografi XI Sosial (SDA)
Geografi XI Sosial (SDA)MTR
 
Dampak lingkungan industri akibat pertambangan
Dampak lingkungan industri akibat pertambanganDampak lingkungan industri akibat pertambangan
Dampak lingkungan industri akibat pertambanganyahyakurnia23
 
Pertambangan
PertambanganPertambangan
Pertambangancondro23
 
1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].pdf
1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].pdf1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].pdf
1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].pdfPuteriAprilani1
 
tanaman paku sebagai fitoremediasi di kawasan tambang emas.pdf
tanaman paku sebagai fitoremediasi di kawasan tambang emas.pdftanaman paku sebagai fitoremediasi di kawasan tambang emas.pdf
tanaman paku sebagai fitoremediasi di kawasan tambang emas.pdfImamSafirAlwanNurza
 
Kerusaka tanah, kel 2
Kerusaka tanah, kel 2Kerusaka tanah, kel 2
Kerusaka tanah, kel 2Aina Fitri
 
1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].docx
1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].docx1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].docx
1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].docxDedeArdianSyaputra
 
Kerusakan Alam INDONESIA
Kerusakan Alam INDONESIAKerusakan Alam INDONESIA
Kerusakan Alam INDONESIAJesica Grace
 

Similar to BIOREMEDIASI ALTERNATIF (20)

Makalah bioteknologi uts
Makalah bioteknologi utsMakalah bioteknologi uts
Makalah bioteknologi uts
 
Presentation pertambangan
Presentation  pertambanganPresentation  pertambangan
Presentation pertambangan
 
Kerusakan lingkungan lahan dan pencegahannya
Kerusakan lingkungan lahan dan pencegahannyaKerusakan lingkungan lahan dan pencegahannya
Kerusakan lingkungan lahan dan pencegahannya
 
kerusakan lingkungan
kerusakan lingkungankerusakan lingkungan
kerusakan lingkungan
 
Studi kasus pt indo minco
Studi kasus pt indo mincoStudi kasus pt indo minco
Studi kasus pt indo minco
 
Pencemaran laut dan upaya penegakan hukumnya di indonesia
Pencemaran laut dan upaya penegakan hukumnya di indonesiaPencemaran laut dan upaya penegakan hukumnya di indonesia
Pencemaran laut dan upaya penegakan hukumnya di indonesia
 
Geografi XI Sosial (SDA)
Geografi XI Sosial (SDA)Geografi XI Sosial (SDA)
Geografi XI Sosial (SDA)
 
Dampak lingkungan industri akibat pertambangan
Dampak lingkungan industri akibat pertambanganDampak lingkungan industri akibat pertambangan
Dampak lingkungan industri akibat pertambangan
 
Pertambangan
PertambanganPertambangan
Pertambangan
 
1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].pdf
1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].pdf1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].pdf
1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].pdf
 
Pelestarian Lingkungan Hidup
Pelestarian Lingkungan HidupPelestarian Lingkungan Hidup
Pelestarian Lingkungan Hidup
 
Tanah gambut
Tanah gambut Tanah gambut
Tanah gambut
 
Kerusakan tanah
Kerusakan tanahKerusakan tanah
Kerusakan tanah
 
tanaman paku sebagai fitoremediasi di kawasan tambang emas.pdf
tanaman paku sebagai fitoremediasi di kawasan tambang emas.pdftanaman paku sebagai fitoremediasi di kawasan tambang emas.pdf
tanaman paku sebagai fitoremediasi di kawasan tambang emas.pdf
 
Jurnal perairan
Jurnal perairanJurnal perairan
Jurnal perairan
 
Kerusaka tanah, kel 2
Kerusaka tanah, kel 2Kerusaka tanah, kel 2
Kerusaka tanah, kel 2
 
1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].docx
1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].docx1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].docx
1.KTA-Pendahuluan.ppt [Compatibility Mode].docx
 
Makalah pencemaran tanah
Makalah pencemaran tanahMakalah pencemaran tanah
Makalah pencemaran tanah
 
skrChapter ii
skrChapter iiskrChapter ii
skrChapter ii
 
Kerusakan Alam INDONESIA
Kerusakan Alam INDONESIAKerusakan Alam INDONESIA
Kerusakan Alam INDONESIA
 

More from Alfi Nugraha

FLOWCHART PENGIRIMAN INFORMASI MELALUI MEDIA FIBER OPTIK
FLOWCHART PENGIRIMAN INFORMASI MELALUI MEDIA FIBER OPTIKFLOWCHART PENGIRIMAN INFORMASI MELALUI MEDIA FIBER OPTIK
FLOWCHART PENGIRIMAN INFORMASI MELALUI MEDIA FIBER OPTIKAlfi Nugraha
 
Flowchart Sistem Proteksi dalam Pengiriman Informasi Melalui Fiber Optik
Flowchart Sistem Proteksi dalam Pengiriman Informasi Melalui Fiber OptikFlowchart Sistem Proteksi dalam Pengiriman Informasi Melalui Fiber Optik
Flowchart Sistem Proteksi dalam Pengiriman Informasi Melalui Fiber OptikAlfi Nugraha
 
Flowchart Sistem Proteksi Fiber Optik
Flowchart Sistem Proteksi Fiber OptikFlowchart Sistem Proteksi Fiber Optik
Flowchart Sistem Proteksi Fiber OptikAlfi Nugraha
 
Flowchart proses pengiriman informasi melalui media satelit
Flowchart proses pengiriman informasi melalui media satelitFlowchart proses pengiriman informasi melalui media satelit
Flowchart proses pengiriman informasi melalui media satelitAlfi Nugraha
 
Flowchart pengiriman informasi melalui media satelit
Flowchart pengiriman informasi melalui media satelitFlowchart pengiriman informasi melalui media satelit
Flowchart pengiriman informasi melalui media satelitAlfi Nugraha
 
Flowchart proses pengiriman informasi melalui media satelit
Flowchart proses pengiriman informasi melalui media satelitFlowchart proses pengiriman informasi melalui media satelit
Flowchart proses pengiriman informasi melalui media satelitAlfi Nugraha
 
Contoh Proposal Usaha Digital Printing
Contoh Proposal Usaha Digital PrintingContoh Proposal Usaha Digital Printing
Contoh Proposal Usaha Digital PrintingAlfi Nugraha
 
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalTugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalAlfi Nugraha
 
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalTugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalAlfi Nugraha
 
Tugas bulan 3 ketahanan nasional
Tugas bulan 3 ketahanan nasionalTugas bulan 3 ketahanan nasional
Tugas bulan 3 ketahanan nasionalAlfi Nugraha
 
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalTugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalAlfi Nugraha
 
Tugas bulan 3 ketahanan nasional
Tugas bulan 3 ketahanan nasionalTugas bulan 3 ketahanan nasional
Tugas bulan 3 ketahanan nasionalAlfi Nugraha
 
Alfi nugraha 2 ib03(fix)
Alfi nugraha 2 ib03(fix)Alfi nugraha 2 ib03(fix)
Alfi nugraha 2 ib03(fix)Alfi Nugraha
 
Alfi nugraha 2 ib03(fix)
Alfi nugraha 2 ib03(fix)Alfi nugraha 2 ib03(fix)
Alfi nugraha 2 ib03(fix)Alfi Nugraha
 
Alfi nugraha 2 ib03
Alfi nugraha 2 ib03Alfi nugraha 2 ib03
Alfi nugraha 2 ib03Alfi Nugraha
 
SOFTSKILL PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SOFTSKILL PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAANSOFTSKILL PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SOFTSKILL PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAANAlfi Nugraha
 
Alfi nugraha tugas 1
Alfi nugraha tugas 1Alfi nugraha tugas 1
Alfi nugraha tugas 1Alfi Nugraha
 
Alfi nugraha tugas 1
Alfi nugraha tugas 1Alfi nugraha tugas 1
Alfi nugraha tugas 1Alfi Nugraha
 

More from Alfi Nugraha (20)

FLOWCHART PENGIRIMAN INFORMASI MELALUI MEDIA FIBER OPTIK
FLOWCHART PENGIRIMAN INFORMASI MELALUI MEDIA FIBER OPTIKFLOWCHART PENGIRIMAN INFORMASI MELALUI MEDIA FIBER OPTIK
FLOWCHART PENGIRIMAN INFORMASI MELALUI MEDIA FIBER OPTIK
 
Flowchart Sistem Proteksi dalam Pengiriman Informasi Melalui Fiber Optik
Flowchart Sistem Proteksi dalam Pengiriman Informasi Melalui Fiber OptikFlowchart Sistem Proteksi dalam Pengiriman Informasi Melalui Fiber Optik
Flowchart Sistem Proteksi dalam Pengiriman Informasi Melalui Fiber Optik
 
Flowchart Sistem Proteksi Fiber Optik
Flowchart Sistem Proteksi Fiber OptikFlowchart Sistem Proteksi Fiber Optik
Flowchart Sistem Proteksi Fiber Optik
 
Algoritma
AlgoritmaAlgoritma
Algoritma
 
Flowchart proses pengiriman informasi melalui media satelit
Flowchart proses pengiriman informasi melalui media satelitFlowchart proses pengiriman informasi melalui media satelit
Flowchart proses pengiriman informasi melalui media satelit
 
Flowchart pengiriman informasi melalui media satelit
Flowchart pengiriman informasi melalui media satelitFlowchart pengiriman informasi melalui media satelit
Flowchart pengiriman informasi melalui media satelit
 
Flowchart proses pengiriman informasi melalui media satelit
Flowchart proses pengiriman informasi melalui media satelitFlowchart proses pengiriman informasi melalui media satelit
Flowchart proses pengiriman informasi melalui media satelit
 
Contoh Proposal Usaha Digital Printing
Contoh Proposal Usaha Digital PrintingContoh Proposal Usaha Digital Printing
Contoh Proposal Usaha Digital Printing
 
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalTugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
 
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalTugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
 
Tugas bulan 3 ketahanan nasional
Tugas bulan 3 ketahanan nasionalTugas bulan 3 ketahanan nasional
Tugas bulan 3 ketahanan nasional
 
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalTugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
 
Tugas bulan 3 ketahanan nasional
Tugas bulan 3 ketahanan nasionalTugas bulan 3 ketahanan nasional
Tugas bulan 3 ketahanan nasional
 
Wawasan nusantara
Wawasan nusantaraWawasan nusantara
Wawasan nusantara
 
Alfi nugraha 2 ib03(fix)
Alfi nugraha 2 ib03(fix)Alfi nugraha 2 ib03(fix)
Alfi nugraha 2 ib03(fix)
 
Alfi nugraha 2 ib03(fix)
Alfi nugraha 2 ib03(fix)Alfi nugraha 2 ib03(fix)
Alfi nugraha 2 ib03(fix)
 
Alfi nugraha 2 ib03
Alfi nugraha 2 ib03Alfi nugraha 2 ib03
Alfi nugraha 2 ib03
 
SOFTSKILL PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SOFTSKILL PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAANSOFTSKILL PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SOFTSKILL PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
 
Alfi nugraha tugas 1
Alfi nugraha tugas 1Alfi nugraha tugas 1
Alfi nugraha tugas 1
 
Alfi nugraha tugas 1
Alfi nugraha tugas 1Alfi nugraha tugas 1
Alfi nugraha tugas 1
 

BIOREMEDIASI ALTERNATIF

  • 1. BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN PENCEMARAN AKIBAT TAMBANG BATUBARA Oleh : SARAH AGUSTINA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN Abstrak Aktifitas pertambangan dianggap seperti uang logam yang memiliki dua sisi yang saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sektor ini menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining) dapat mengubah secara total baik iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan. Hilangnya vegetasi secara tidak langsung ikut menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen dan pengatur suhu. Salah satu teknik dalam memperbaiki kualitas lingkungan pada kawasan pertambangan adalah dengan teknik bioremediasi. Bioremediasi merupakan teknik pemanfaatan mikroorganisme untuk mendegradasi, menstabilkan, atau memecah bahan pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun. Dalam makalah ini dikemukakan beberapa hal tentang dampak pertambangan batubara, bioremediasi sebagai alternatif penanganan pencemaran akibat tambang batubara dengan memanfaatkan beberapa mikroorganisme, upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh pertambangan batu bara. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi bagi kita semua, sehingga akan dapat mengurangi pencemaran akibat aktivitas pertambangan batubara dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang telah terjadi di sekitar pertambangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah eksportir batubara terbesar kedua di dunia (setelah Australia, 2006). Menurut Gautama (2007) dalam Anonim (2010) untuk pertambangan mineral, Indonesia merupakan negara penghasil timah peringkat ke-2, tembaga peringkat ke-3, nikel peringkat ke-4, dan emas peringkat ke-8 dunia. Batubara yang banyak diekspor adalah batubara jenis sub-bituminus yang dapat merepresentasikan produksi batubara Indonesia. Produksi batubara Indonesia meningkat sebesar 11.1% pada tahun 2003 dan jumlah ekspor meningkat sebesar 18.3% di tahun yang sama. Sebagian besar cadangan batubara Indonesia terdapat di Sumatra bagian selatan. Kualitasnya beragam antara batubara kualitas rendah seperti lignit (59%) dan sub-bituminus (27%) serta batubara kualitas tinggi seperti bituminus dan antrasit (14%) (Asthary, 2008). Sekitar 74% dari batubara Indonesia merupakan hasil penambangan perusahaan swasta. Satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Tambang Bukit Asam, menghasilkan sekitar 10 Mt (hanya 9% dari total produksi batubara Indonesia pada tahun 2003) dari penambangan terbuka. Bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan swasta seperti PT Adaro, PT Kaltim Prima Coal, serta PT Arutmin yang dapat memproduksi batubara hingga di
  • 2. atas 10 Mt pada tahun yang sama. Perusahaan penambangan batubara milik negara kalah produksi oleh perusahaan swasta. Namun demikian, pertambangan selalu mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sudah tidak diragukan lagi bahwa sektor ini menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining) dapat merubah total iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan. Selain itu, untuk memperoleh atau melepaskan biji tanbang dari batubatuan atau pasir seperti dalam pertambangan emas, para penambang pada umumnya menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari tanah, air atau sungai dan lingkungan. Pada pertambangan bawah (underground mining) kerusakan lingkungan umumnya diakibatkan karena adanya limbah (tailing) yang dihasilkan pada proses pemurnian bijih. Baik tambang dalam maupun tambang terbuka menyebabkan terlepasnya unsur-unsur kimia tertentu seperti Fe dan S dari senyawa pirit (Fe2S) menghasilkan air buangan bersifat asam (Acid Mine Drainage / Acid Rock Drainage) yang dapat hanyut terbawa aliran permukaan pada saat hujan, dan masuk ke lahan pertanian di bagian hilir pertambangan, sehingga menyebabkan kemasamam tanahnya lebih tinggi. Tanah dan air asam tambang tersebut sangat masam dengan pH berkisar antara 2,5 – 3,5 yang berpotensi mencemari lahan pertanian. 1.2 Dampak Pertambangan Batubara Pertambangan batubara menimbulkan kerusakan lingkungan baik aspek iklim mikro setempat dan tanah. Kerusakan klimatis terjadi akibat hilangnya vegetasi sehingga menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen, pengatur suhu. Lahan bekas tambang batubara juga mengalami kerusakan. Kerapatan tanah makin tinggi, porositas tanah menurun dan drainase tanah, pH turun, kesedian unsur hara makro turun dan kelarutan mikro meningkat. baik, dan mengandung sulfat. Lahan seperti ini tidak bisa ditanami. Bila tergenang air hujan berubah menjadi rawa-rawa. Salah satu daerah pertambangan batu bara yang cukup besar di Indonesia berada di Provinsi Kalimantan Selatan. Bila dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, pertambangan batu bara di Provinsi Kalimantan Selatan sangat merusak lingkungan dan lahan pertanian yang ada di provinsi tersebut, terutama pertambangan yang dilakukan secara illegal. Selain menghasilkan asam tambang yang dapat memasamkan tanah, penggalian tanah dan batubatuan yang menutup lapisan batu bara dilakukan secara tidak terkendali dan penumpukan hasil galian (overburden) tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan pemerintah. Akibatnya lahan dengan tumpukan tanah dan batu-batuan eks pertambangan sangat sulit untuk ditumbuhi vegetasi. Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara : 1. Lubang tambang. Pada kawasan pertambangan PT Adaro terdapat beberapa tandon raksasa atau kawah bekas tambang yang menyebabkan bumi menganga sehingga tak mungkin bisa direklamasi 2. Air Asam tambang: mengandung logam berat yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang 3. Tailing: teiling mengandung logam-logam berat dalam kadar yang mengkhawatirkan seperti tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen yang berbahaya bagi makhluk hidup.
  • 3. 4. Sludge: limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung yang juga mengandung logam berbahaya seperti boron, selenium dan nikel dll. 5. Polusi udara : akibat dari (debu) flying ashes yang berbahaya bagi kesehatan penduduk dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Menurut logika, udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit pernafasan seperti influensa, bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis. Reaksi air asam tambang (Acid Mine Drainage/AMD) berdampak secara langsung terhadap kualitas tanah dan air karena pH menurun sangat tajam. Hasil penelitian Widyati (2006) dalam Widyati (2010) pada lahan bekas tambang batubara PT. Bukit Asam Tbk. menunjukkan pH tanah mencapai 3,2 dan pH air berada pada kisaran 2,8. Menurunnya, pH tanah akan mengganggu keseimbangan unsur hara pada lahan tersebut, unsur hara makro menjadi tidak tersedia karena terikat oleh logam sedangkan unsur hara mikro kelarutannya meningkat (Tan, 1993 dalam Widyati, 2010). Menurut Hards and Higgins (2004) dalam Widyati (2010) turunnya pH secara drastis akan meningkatkan kelarutan logam-logam berat pada lingkungan tersebut. Dampak yang dirasakan akibat AMD tersebut bagi perusahaan adalah alat-alat yang terbuat dari besi atau baja menjadi sangat cepat terkorosi sehingga menyebabkan inefisiensi baik pada kegiatan pengadaan maupun pemeliharaan alat-alat berat. Terhadap makhluk hidup, AMD dapat mengganggu kehidupan flora dan fauna pada lahan bekas tambang maupun hidupan yang berada di sepanjang aliran sungai yang terkena dampak dari aktivitas pertambangan. Hal ini menyebabkan kegiatan revegetasi lahan bekas tambang menjadi sangat mahal dengan hasil yang kurang memuaskan. Disamping itu, kualitas air yang ada dapat mengganggu kesehatan manusia. Luas permukaan daratan Indonesia yang telah diijinkan untuk kegiatan pertambangan relatif kecil (1,336 juta ha atau 0,7% dari area daratan total), dan bahkan luas total areal penambangan yang masih aktif dan yang sudah selesai ditambang lebih kecil lagi (36.743 ha, atau 0,019% dari area daratan total) (Anonim, 2006). Sekalipun areal total yang terusik secara nasional relatif kecil, kebanyakan kegiatan penambangan menerapkan teknik penambangan di permukaan (surface mining) yang dengan sendirinya mengakibatkan usikan terhadap lansekap setempat; areal areal vegetasi yang ada dan habitat fauna menjadi rusak, dan pemindahan lapisan atas tanah yang menutupi ‘cadangan mineral menghasilkan’ perubahan yang tegas dalam topografi, hidrologi, dan kestabilan lansekap. Apabila pengelolaan lingkungan tidak efektif, pengaruh lokal (on-site) ini dapat mengakibatkan usikan lanjutan di luar areal penambangan (offsite), yang bersumber dari erosi air dan angin terhadap sisa galian yang belum terstabilkan atau bahan sisa yang berasal dari pengolahan mineral. Pengaruh-pengaruh ini dapat pula meliputi sedimentasi sungai-sungai, dan penurunan kualitas air akibat meningkatnya salinitas, keasaman, dan muatan unsur-unsur beracun dalam air sungai tersebut. 1.3 Definisi Bioremediasi Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun (Wikipedia, 2010). Menurut Anonim (2010) menyatakan bahwa bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi
  • 4. bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Bioremediasi pada lahan terkontaminasi logam berat didefinisikan sebagai proses membersihkan (clean up) lahan dari bahan-bahan pencemar (pollutant) secara biologi atau dengan menggunakan organisme hidup, baik mikroorganisme (mikrofauna dan mikroflora) maupun makroorganisme (tumbuhan) (Onrizal, 2005). Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya. Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri “pemakan minyak”. Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan. 1.4 Jenis Bioremediasi Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:  Biostimulasi Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.  Bioaugmentasi Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh
  • 5. mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.  Bioremediasi Intrinsik Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar. Di masa yang akan datang, mikroorganisme rekombinan dapat menyediakan cara yang efektif untuk mengurangi senyawa-senyawa kimiawi yang berbahaya di lingkungan kita. Bagaimanapun, pendekatan itu membutuhkan penelitian yang hati-hati berkaitan dengan mikroorganisme rekombinan tersebut, apakah efektif dalam mengurangi polutan, dan apakah aman saat mikroorganisme itu dilepaskan ke lingkungan. II. PENANGANAN MASALAH 2.1 Penanggulangan Acid Mine Drainage/AMD Sudah banyak teknologi yang ditujukan untuk menanggulangi acid mine drainage (AMD). Teknologi yang diterapkan baik yang berdasarkan prinsip kimia maupun biologi belum memberikan hasil yang dapat mengatasi AMD secara menyeluruh. Teknik ini yang didasarkan atas prinsip-prinsip kimia, misalnya pengapuran, meskipun memerlukan biaya yang mahal akan tetapi hasilnya hanya dapat meningkatkan pH dan bersifat sementara. Teknik pembuatan saluran anoksik (anoxic lime drain) yang menggabungkan antara prinsip fisika dan kimia juga sangat mahal dan hasilnya belum menggembirakan. Teknik bioremediasi dengan memanfaatkan bakteri pereduksi sulfat memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Hasil seleksi Widyati (2007) dalam Widyati (2010) menunjukkan bahwa BPS dapat meningkatkan pH dari 2,8 menjadi 7,1 pada air asam tambang Galian Pit Timur dalam waktu 2 hari dan menurunkan Fe dan Mn dengan efisiensi > 80% dalam waktu 10 hari. Namun demikian, penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada air sedangkan sumbersumber yang menjadi pangkal terjadinya AMD belum tersentuh. Hal yang sangat penting sesungguhnya adalah upaya pencegahan terbentuknya AMD. Bagaimana cara untuk mencegah kontak mineral sulfide dengan oksigen dan menghambat pertumbuhan bakteri pengoksidasi sulfur (BOS) adalah hal yang paling menentukan dalam menangani AMD. Sebagai contoh PT. Bukit Asam Tbk menghambat kontak mineral-oksigen dengan melapisi lahan bekas tambang dengan blue clay setebal 1-2 m sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini per hektar sungguh fantastis. Tetapi proses AMD secara geokimia jauh lebih lambat dibandingkan dengan proses yang dikatalis oleh BOS. Sehingga di PT. Bukit Asam masih terjadi AMD. Oleh karena itu, pengendalian BOS adalah kunci untuk mengatasi AMD. Bakteri ini tergolong kemo-ototrof, sehingga penambahan bahan organik akan membunuh mikrob tersebut. Bagaimana menyediakan bahan organik pada lahan yang begitu luas? Penanaman lahan yang baik adalah jawaban yang tepat. Bagaimana melakukan penanaman pada lahan yang begitu berat? Jawaban yang tepat juga penambahan bahan organik. Oleh sebab itu bahan organik dapat berperan sebagai buffer sehingga dapat meningkatkan pH, sebagai sumber unsur hara, dapat meningkatkan water holding capacity, meningkatkan KTK dan dapat mengkelat logam-logam (Stevenson, 1997 dalam Widyati, 2010) yang banyak terdapat pada lahan bekas tambang. Revegetasi pada lahan bekas tambang yang berhasil dengan baik akan memasok bahan organik ke dalam tanah baik melalui produksi serasah maupun eksudat akar.
  • 6. 2.2 Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah Pertambangan Batu Bara Kelompok bahan galian metalliferous antara lain adalah emas, besi, tembaga, timbal, seng, timah, mangan. Sedangkan bahan galian nonmetalliferous terdiri dari batubara, kwarsa, bauksit, trona, borak, asbes, talk, feldspar dan batuan pospat. Bahan galian untuk bahan bangunan dan batuan ornamen termasuk didalamnya slate, marmer, kapur, traprock, travertine, dan granite. Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting. Salah satu jenis bahan bakar yang melimpah di dunia adalah batu bara. Pembakaran batu bara merupakan metode pemanfaatan batu bara yang telah sekian lama dilakukan. Masalah yang muncul sebagai akibat pembakaran langsung batu bara adalah emisi gas sulfur dioksida. Sulfur yang terdapat dalam batu bara perlu disingkirkan karena sulfur dapat menyebabkan sejumlah dampak negatif bagi lingkungan. Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama kandungan sulfur sebagai polutan utama. Hal ini disebabkan oleh oksida-oksida belerang yang timbul akibat pembakaran batubara tersebut sehingga mampu menimbulkan hujan asam. Sulfur batubara juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan pernafasan. Oksida belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma masakan atau minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara (briket), sehingga menyebabkan menurunnya kualitas makanan atau minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan). Penyingkiran sulfur pada batubara dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu fisika, kimiawi, dan biologis. Penyingkiran sulfur secara biologis atau biodesulfurisasi adalah metode penyingkiran sulfur dengan menggunakan mikroba yang paling murah dan paling sederhana. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi biodesulfurisasi batubara, yaitu: temperatur, pH, medium nutrisi, konsentrasi sel, konsentrasi batu bara, ukuran partikel, komposisi medium, kecepatan aerasi COÌ, penambahan partikulat dan surfaktan, serta interaksi dengan mikroorganisme lain. Cara yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mewujudkan gagasan clean coal combustion melalui desulfurisasi batubara. Alternatif yang paling aman dan ramah terhadap lingkungan untuk desulfurisasi batubara adalah secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi. 2.3 Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat dalam Penanganan Air Asam Tambang Teknologi bioremediasi dapat juga digunakan untuk mengatasi air asam tambang dan logam berat terlarut terutama dari pertambangan batu bara. Teknologi tersebut mengandalkan aktivitas berbagai bakteri pereduksi sulfat diantaranyaDesulfotomaculum orientis ICBB 1204, Desulfotomaculum sp ICBB 8815 dan ICBB 8818 yang mengubah sulfat dalam air asam
  • 7. tambang menjadi hidrogen sulfida dan kemudian bereaksi dengan logam berat. Setelah reaksi belangsung pH (keasaman) air asam tambang yang mula-mula berkisar dari 2 – 3 meningkat mendekati netral (6-7). Sementara logam berat yang terdapat air asam tambang mengendap. Dari hasil penelitian Santosa (2009) selama sembilan (9) tahun diperoleh teknologi yang mampu meningkatkan pH ke netral dan menurunkan konsentrasi berbagai logam berat diantaranya Cr, Pb dan Cd. Teknologi ini efisien, karena hanya membutuhkan biaya 1/10 dari biaya penanganan air asam konvensional. Menurut Alexander (1977) dalam Anonim (2010a), menyatakan bahwa Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS) terdiri dari 2 genus, yaitu Desulfovibrio danDesulfotomaculum. Desulfovibrio hidup pada kisaran pH 6 sampai netral, sedangkanDesulfotomaculum merupakan kelompok BPS yang termofil (menyukai suhu yang tinggi). Dari hasil penelitian lingkungan tanah bekas tambang batubara setelah diberi perlakuan bioremediasi mempunyai pH sekitar 6 dan suhunya berkisar pada suhu ruangan (25°C – 30°C) tidak termofil (>55°C) sehingga kuat dugaan bahwa BPS yang ditemukan sangat dekat sifat-sifatnya dengan genus Desulfovibrio. Sedangkan menurut Feio et al. (1998) dalam Anonim (2010a), menyatakan bahwa media Postgate yang digunakan merupakan media selektif yang paling cocok untuk mengisolasi BPS dari genus Desulfovibrio. Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat sehingga dapat meningkatkan pH tanah bekas tambang batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang batubara. Peningkatan pH yang dicapai hampir mendekati netral (6,66) sehingga sangat baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman revegetasi maupun kehidupan biota lainnya. 2.4 Pemanfaatan Sludge Untuk Memacu Revegetasi Lahan Pasca Tambang Batubara Pada umumnya, perusahaan tambang menggunakan top (tanah lapisan atas) atau kompos untuk mengembalikan kesuburan tanah. Rata-rata dibutuhkan 5.000 ton per hektar kompos atau top soil. Metode konvensional ini kurang tepat diterapkan pada bekas lahan tambang yang luas. Pemanfaatan sludge limbah industri kertas bisa menjadi alternatif pilihan. Industri kertas menghasilkan 10 persen sludge dari total pulp yang mengandung N dan P (Anonim, 2006a). Percobaan menunjukkan sludge paper dosis 50 persen dapat memperbaiki sifat-sifat tanah lebih efektif dibandingkan perlakuan top soil. Sludge kertas ini berperan ganda dalam proses bioremediasi tanah bekas tambang batubara yaitu sebagai sumber bahan organik tanah (BOT) dan sumber inokulum bakteri pereduksi sulfat (BPS). Pemberian sludge pada bekas tambang batubara menimbulkan 2 proses yakni perbaikan lingkungan (soil amendment) dan inokulasi mikroba yang efektif. Pemberian sludge paper 50 persen ke dalam tanah bekas tambang batubara mampu menurunkan ketersediaan Fe tanah 98.8 persen, Mn 48 persen, Zn 78 persen dan Cu 63 persen. BPS mampu mereduksi sulfat menjadi senyawa sulfda-logam yang tidak tersedia. 2.5 Bioremediasi Tanah Tercemar Pencemaran lingkungan tanah belakangan ini mendapat perhatian yang cukup besar, karena globalisasi perdagangan menerapkan peraturan ekolabel yang ketat. Sumber pencemar tanah umumnya adalah logam berat dan senyawa aromatik beracun yang dihasilkan melalui kegiatan pertambangan dan industri. Senyawa-senyawa ini umumnya bersifat mutagenik dan karsinogenik yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Joner dan Leyval, 2001 dalam Madjid, 2009).
  • 8. Bioremidiasi tanah tercemar logam berat sudah banyak dilakukan dengan menggunakan bakteri pereduksi logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri, dan kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat (Fleibach, et al, 1994 dalam Madjid, 2009).. Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun dengan melalui akumulasi logam-logam dalam hifa ekstramatrik dan “extrahyphae slime” (Aggangan et al, 1997 dalam Madjid, 2009). sehingga mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang. Namun demikian, tidak semua mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman inang terhadap logam beracun, karena masing-masing mikoriza memiliki pengaruh yang berbeda. Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam bioremidiasi tanah tercemar, disamping dengan akumulasi bahan tersebut dalam hifa, juga dapat melalui mekanisme pengkomplekan logam tersebut oleh sekresi hifa ekternal. Polusi logam berat pada ekosistem hutan sangat berpengaruh terhadap kesehatan tanaman hutan khususnya perkembangan dan pertumbuhan bibit tanaman hutan (Khan, 1993 dalam Madjid, 2009). Hal semacam ini sangat sering terjadi disekitar areal pertambangan (tailing dan sekitarnya). Kontaminasi tanah dengan logam berat akan meningkatkan kematian bibit dan menggagalkan prgram reboisasi. Penelitian Aggangan et al (1997) dalam Madjid (2009) pada tegakanEucalyptus menunjukkan bahwa Ni lebih berbahaya dari Cr. Gejala keracunan Ni tampak pada konsentrasi 80 umol/l pada tanah yang tidak dinokulasi dengan mikoriza sedangkan tanah yang diinokulasi dengan Pisolithus sp., gejala keracunan terjadi pada konsentrasi 160 umol/l. Isolat Pisolithus yang diambil dari residu pertambangan Ni jauh lebih tahan terhadap kadar Ni yang tinggi dibandingkan dengan Pisolithus yang diambil dari tegakan Eucalyptus yang tidak tercemar logam berat. Upaya bioremediasi lahan basah yang tercemar oleh limbah industri (polutan organik, sedimen pH tinggi atau rendah pada jalur aliran maupun kolam pengendapan) juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman semi akuatik seperti Phragmites australis. Oliveira et al, 2001 dalam Madjid, 2009) menunjukkan bahwa Phragmites australis dapat berasosiasi dengan cendawan mikoriza melalui pengeringan secara gradual dalam jangka waktu yang pendek. Hal ini dapat dijadikan strategi pengelolaan lahan terpolusi (phytostabilisation) dengan meningkatkan laju perkembangan spesies mikotropik. Penelitian Joner dan Leyval (2001) dalam Madjid (2009) menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza pada tanah yang tercemar oleh polysiklik aromatic hydrocarbon (PAH) dari limbah industri berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, tapi tidak terhadap pertumbuhan reygrass. Dengan mikoriza laju penurunan hasil clover karena PAH dapat ditekan. Tapi bila penambahan mikoriza dibarengi dengan penambahan surfaktan, zat yang melarutkan PAH, maka laju penurunan hasil clover meningkat. Tanaman yang tumbuh pada limbah pertambangan batubara diteliti Rani et al (1991) dalam Madjid (2009) menunjukkan bahwa dari 18 spesies tanaman setempat yang diteliti, 12 diantaranya bermikoriza. Tanaman yang berkembang dengan baik di lahan limbah batubara tersebut, ditemukan adanya “oil droplets” dalam vesikel akar mikoriza. Hal ini menunjukkan bahwa ada mekanisme filtrasi, sehingga bahan beracun tersebut tidak sampai diserap oleh tanaman.
  • 9. Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti logam berat (Killham, 1994 dalam Madjid dan Novriani : 2009). Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa cendawan. Khan (1993) dalam Madjid dan Novriani (2009) menyatakan bahwa vesikel arbuskular mikoriza (VAM) dapat terjadi secara alami pada tanaman pioner di lahan buangan limbah industri, tailing tambang batubara, atau lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang cocok dapat mempercepat usaha penghijauan kembali tanah tercemar unsur toksik. 2.6 Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Terhadap Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Pertambangan Batu Bara Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh penambang batu bara dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut : 1. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective) yaitu pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan batu bara sehingga akan mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari ruang udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal dust). 2. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya reklamasi dan penghijauan kembali bekas penambangan batu bara dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk malaria. Dikhawatirkan bekas lubang/kawah batu bara dapat menjadi tempat perindukan nyamuk (breeding place). 3. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan penambangan batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law enforcement) 4. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan. III. KESIMPULAN 1. Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara : a. Lubang tambang. b. Air Asam tambang c. Tailing d. Sludge e. Polusi udara 2. Bioremediasi pada lahan terkontaminasi logam berat didefinisikan sebagai proses membersihkan (clean up) lahan dari bahan-bahan pencemar (pollutant) secara biologi atau dengan menggunakan organisme hidup, baik mikroorganisme (mikrofauna dan mikroflora) maupun makroorganisme (tumbuhan)
  • 10. 3. Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:  Biostimulasi  Bioaugmentasi  Bioremediasi Intrinsik 4. Beberapa metode penanganan pencemaran tambang batubara, yaitu : a. Penanggulangan Acid Mine Drainage/AMD b. Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah Pertambangan (Batu Bara) c. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat dalam Penanganan Air Asam Tambang d. Pemanfaatan Sludge Untuk Memacu Revegetasi Lahan Pasca Tambang Batubara e. Bioremediasi Tanah Tercemar 5. Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Terhadap Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Pertambangan Batu Bara, yaitu : a. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective) b. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. c. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan penambangan batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law enforcement) d. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.
  • 11. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi TanahBekas Tambang Batubara. http://goblog06.blogspot.com/2010/05/pemanfaatan-bakteri-pereduksi-sulfat_02.html. 2 juni 2010 Anonim. 2010. Bahan Perkuliahan Teknik Elektro Unand. Sumber Daya Alam.http://bahanelektro.blogspot.com/2010/02/sda-sumber-daya-alam. 4 juni 2010 Anonim. 2008. Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah Pertambangan (Batu Bara). http://.bioindustri.blogspot.com/2008/09/bakteri-thiobacillus-ferrooxidans.html. 4 juni 2010 Anonim. 2006a. Limbah Industri Kertas Perbaiki Lahan Tambang Batubara. http://www.ipb.ac.id/Bogor Agricultural University – Limbah Industri Kertas Perbaiki Lahan Tambang Batubara.html. 4 juni 2010 Anonim. 2006.Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Menuju Pemanfaatan Lahan Yang Berkelanjutan : Leaflet Seminar Nasional. http://pkrlt.ugm.ac.id/files/2006%20 LEAFLET%20SEMINAR%20PKRLT.pdf. 3 juni 2010 Arifin, H. 2007. Penambangan Batu Bara Dan Kesehatan Lingkungan.http://komunitassumpit.wordpress.com/2007/06/22/penambangan-batu-bara-dankesehatan-lingkungan. 25 maret 2010 Asthary, R. 2008. Pertambangan Batubara : Pro dan Kontra.www.majarimagazine.com/2008/ 06/pertambangan-batubara-pro-dan-kontra. 25 maret 2010 Kurnia, U., dkk. 2005. Teknologi Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah.www.balittanah. litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/tanahsawah/tanahsawah9.pdf. 4 juni 2010 Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Bahan Ajar Online : Peran dan Prospek Mikoriza. Fakultas Pertanian Unsri & Program Studi Ilmu Tanaman, Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. 4 juni 2010 Madjid, A dan Novriani. 2009. Peran dan prospek Mikoriza.http://phospateindo.com/peran-danprospek-mikoriza.html. 5 juni 2010 Santosa, D.A,. 2009. Teknologi Bioremediasi Pulihkan Lingkungan Tercemar.www.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/22942/2/2009b1403.pdf. 2 Juni 2010 Sofyan, H. 2009. Dampak Lingkungan Eksploitasi Tambang Batubara.http:///haniyahsofyan.blogspot.com/2009/11/dampak-lingkungan-ekspoitasitambang.html. 27 maret 2010
  • 12. Onrizal. 2005. Restorasi Lahan Terkontaminasi Logam Berat.http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-onrizal6.pdf. 1 juni 2010 Widyati, E. 2010. Acid Mine Drainage – Momok Lahan Bekas Tambang. Lingkungan Pasca Tambang. http://tambang.blogspot.com/2010/05/air-asam-tambang.html. 4 Juni 2010 Wikipedia. 2010. Bioremediasi – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.http://id.wikipedia.org/wiki/Bioremediasi. 4 juni 2010