TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aneka Pintu Aluminium di Banda Aceh.pptx
Wudhu bunda
1. II.1. Pengertian Wudhu’
Menurut bahasa wudhu’ berarti bersih dan indah. Sedangkan menurut syara’, wudhu
berarti membersihkan anggota tubuh tertentu (muka, kedua tangan, kepala dan kedua kaki) dari
najis dan mensucikan diri dari hadats kecil sebelum melaksanakan ibadah kepada Allah
SWT.Wudhu’ adalah suatu syarat untuk sahnya shalat yang dikerjakan sebelum orang
mengerjakan shalat.
Kata wudhu merupakan kata serapan dari Bahas Arab yang sudah lazim diucapkan
dengan fasih oleh kaum muslim Indonesia. Adapun artinya, dalam kamus bahasa Indonesia
tertulis : menyucikan diri (sebelum sembahyang) dengan membasuh muka, tangan, kepala, dan
kaki. Sedangkan dalam bahasa Arab kata wudhu’ merupakan turunan dari kata kerja
(fi;il) wadhu’ayadha’u yang artinya: bersih. Kemudian, ketika kata ini menjadi istilah dalam
fikih (hukum islam), arti kata wudhu’ adalah: perbuatan mengambil wudhu, yaitu
menggunakan air yang suci lagi menyucikan untuk meratakannya pada anggota-anggota tubuh
tettentu sebagaimana yang di jelaskan dan di syari’atkan (ditetapkan) oleh Allah s.w.t serta
diajarkan oleh Rasulullah s.a.w [1].
II.2. Ayat dan Hadist tentang Wudhu
ü Ayat Al-Qur’an tentang melakukan wudhu adalah sebagai berikut :
اَهُّيَأيا
َينِذَّلا
واُنَمآ
اَذِإ
ْمُتْمُق
ىَلِإ
ِةالَّصال
واُلِسْغاَف
ْمُكَهوُج ُو
ْمُكَيِدْيَأ َو
ىَلِإ
ِقِفاَرَمْلا
واُحَسْما َو
ْمُكِسوُءُرِب
ْمُكَلُجْرَأ َو
ىَلِإ
ِْنيَبْعَكْلا
Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat[2],
maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua
kakimu sampai ke kedua mata kaki". (Al-Maidah :6)
ü Hadist tentang melakukan wudhu’ adalah sebagai berikut :
Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,:
َ
ل
ُلَبْقُت
ُة َ
الَص
ْمُكِدَحَأ
اَذِإ
َثَدْحَأ
ىَّتَح
أَّض َوَتَي
“Tidak akan diterima shalat seorang diantara kalian jika ia berhadats hingga dia berwudhu”
[Muttafaqun alaihi, Bukhari (135), Muslim (225)]
Hadits dari Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda,
اَمَّنِإ
ُتْرِمُأ
ِوءُض ُوْلاِب
اَذِإ
ُتْمُق
ىَلِإ
ة َ
الَّصال
“Hanyasanya aku diperintah untuk berwudhu apabila hendak melakukan shalat” [HR. Abu
Dawud (3760), Tirmidzi (1848)]
2. Ini juga hadis yang menunjukkan bahwa bersuci adalah syarat diterimanya shalat. Sehingga Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk berwudhu ketika hendak melaksanakan sholat.
Karena shalat tanpa berwudhu, maka akan sia-sia dan tidak diterima
Dari Abu Sa’id radhiyallahu Anhu Dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda،
ُحاَتْفِم ِة َ
الَّصال ُورُهُّطال اَهُمي ِرْحَت َو ُيرِبْكَّتال اَهُليِلْحَت َو يمِلْسَّتال
“Kunci shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, penutupnya adalah salam” [HR.
Abu Dawud (60), Tirmidzi (3), Ibnu Majah (275), dan yang lainnya. Syeikh Albani
menshahihkan hadits ini dalam Shahihul Jami’ (5761)]
v Adapun keistimewaan wudhu’ yaitu :
Terdapat hadis yang panjang, Rasulullah saw. bersabda, yang artinya sebagai berikut :
“Bila seorang hamba berwudhu lalu berkumur-kumur, maka keluarlah dosa-dosa dari mulutnya ;
jika ia membersihkan hidung, maka dosa-dosanya akan keluar dari hidungnya, begitu juga
tatkala ia membasuh muka, maka dosa-dosanya akan keluar dari mukanya sampai-sampai dari
bawah pinggir kelopak matanya. Jika ia membasuh kedua tangan, maka dosa-dosanya akan
keluar dari kedua tangan ia sampai-sampai dari bawah kukunya, demikian pula halnya dengan ia
menyapu kepala, maka dosa-dosanya akan keluar dari kepala bahkan dari kedua telinganya.
Begitupun tatkala ia membasuh kedua kaki, maka keluarlah dosa-dosa tersebut dari dalamnya,
sampai-sampai bawah kuku jari-jari kakinya. Kemudian tinggallah perjalanannya ke masjid dan
shalatnya menjadi pahala yang bersih baginya “(HR. Malik, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim).[2]
III.3. Fardu (Rukun) Wudhu
Tidaklah sah apabila seseorang yang meninggalkan salah satu rukun (fardunya) wudhu.
Adapun rukun-rukun wudhu itu adalah :
1. Niat Untuk mengerjakan wudhu. Niat itu letaknya di dalam hati. Adapun niatnya yaitu :
ىَلاَعَت ِ ه ِ
ّلِل اًض ْرَف َِرغْصَلْا ِثَدَحْلا ِعْفَرِل َء ْوُض ُوْلا ُْتي ََون
“Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil, fardu karena Allah Ta’ala”
2. Membasuh seluruh muka, yakni antara tempat tumbuh rambut kepala yang wajar hingga ke
bawah janggut dan secara melintang antara kedua belah daun telinga[3]
3. Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
4. Membasuh kepala
5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
6. Tertib (berurutan) artinya mendahulukan anggota wudhu yang seharusnya didahulukan dan
mengakhiri yang seharusnya diakhiri
II.4. Syarat Sah Wudhu[4]
3. · Islam; orang yang tidak beragama islam tidak sah melaksanakan wudhu.
· Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan
· Tidak berhadats besar
· Dengan air suci, lagi mensucikan (air mutlak)
· Tidak ada sesuatu yang menghalangi air, sampai ke anggota wudhu, misalnya getah, cat dan
sebagainya
· Tidak ada najis pada tubuh, sehingga merubah salah satu sifat air yang suci lagi mensucikan.
v Dan ada beberapa Syarat – Syarat Wudu’ diantaranya yaitu :
- Air yang digunakan untuk berwudu’ harus air yang mutlaq / suci.
- Air yang halal, bukan hasil ghasab (hasil curian)
- Suci anggota wudu’ dari najis
- Untuk sah nya wudu’, disyaratkan adanya waktu yang cukup untuk wudu’ dan salat,
dalam arti bahwa setelah berwudu’ yang bersangkutan masih memungkinkan untuk
melaksanakan shalat yang dimaksud pada waktunya yang telah ditentukan. Sedangkan jika
waktunya sempit, dimana jika ia berwudu’ maka keseluruhan salatnya atau sebahagian salatnya
berada diluar waktu salat yang telah ditentukan, sementara jika ia tayammum maka keseluruhan
salatnya masih bias ia laksanakan, maka dalam hal ini ia wajib tayammum, maka apabila ia
berwudu’, maka batallah wudu’nya.
- Melaksanakan wudu sendiri, tidak boleh diwakilkan oleh orang lain
- Diwajibkan adanya urutan di antara anggota – anggota wudu’.
- Wajib bersifat segera. Artinya, tidak ada tenggang waktu yang panjang dalam membasuh
nggota wudu yang satu dengan yang lain, sebelum kering. Kecuali airnya kering karena terkena
sinar matahari, ataupun panas badan.
A. Tata Cara Berwudhu'
Dari Humran bekas budak Utsman, bahwa bin Affan r.a. meminta air wudhu'. (Setelah dibawakan), ia
berwudhu', ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan
memasukkan air ke dalam hidungnya, kemudian mencuci wajahnya tiga kali, lalu membasuh tangan
kanannya sampai siku tiga kali, kemudian membasuh tangannya yang kiri tiga kali seperti itu juga,
kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kedua mata kakinya tiga
kali kemudian membasuh yang kiri seperti itu juga. Kemudian mengatakan, "Saya melihat Rasulullah
saw. (biasa) berwudhu' seperti wudhu'ku ini lalu Rasulullah bersabda, "Barang siapa berwudhu'
seperti wudhu'ku ini kemudian berdiri dan ruku' dua kali dengan sikap tulus ikhlas, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu." Ibnu Syihab berkata, "Adalah ulama-ulama kita menegaskan, ini
adalah cara wudhu' yang paling sempurna yang (seyogyanya) dipraktikkan setiap orang untuk
shalat." (Muttafaq 'alaih : Muslim I:204 no:226, dan ini redaksinya, Fathul Bahri I:266 no:164, 'Aunul
4. Ma'bud I:180 no:106 dan Nasa'i I:64).
B. Syarat-Syarat Sahnya Wudhu'
1. Niat, berdasar sabda Nabi saw., "Sesungguhnya segala amal hanyalah bergantung pada
niatnya." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari, I:9 no:1, Muslim III:1515 no:1907, Aunul Ma'bud VI:284
no:2186, Tirmidzi III: 100 no:169, Ibnu Majah II:1413 no:4227, Nasa'i I:59). Tidak pernah disyariatkan
melafadzkan niat karena tidak ada dalil yang shahih dari Nabi saw. yang menganjurkannya.
2. Mengucapkan basmalah, karena ada hadits Nabi saw., " Tidak sah shalat bagi orang yang tidak
berwudhu' (sebelumnya) dan tidak sah wudhu' bagi orang yang tidak menyebut, Bismillah"
(sebelumnya)." (Hadits hasan: Shahihu Ibnu Majah no: 320 'Aunul Ma'bud I:174 no:101 dan Ibnu
Majah I:140 no:399).
3. (Di samping itu, ada dua riwayat lain yang menerangkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
"Tawadhdha-uu-bibismillahi (Berwudhu'lah dengan (menyebut) nama Allah," Lihat Nasai'i, kitab
thaharah no: 61 bab : mengucapkan basmallah ketika akan berwudhu', dan Musnad Imam Ahmad
III:165 (pent.))
4. Muwalah (Berturut-turut) tidak diselingi oleh pekerjaan lain, berdasarkan hadits Khalid bin
Ma'dan, "Bahwa Nabi saw. pernah melihat seorang laki-laki tengah mengerjakan shalat, sedang di
punggung kakinya dan sebesar uang dirham yang tidak tersentuh air wudhu', maka Nabi saw.
menyuruhnya agar mengualngi wudhu' dan shalatnya." (Shahih: Shahih Abu Daud no: 161 dan
'Aunul Ma'bud I: 296 no:173).
C. Hal-Hal yang Fardhu/Najis dalam Wudhu'
1. Membasuh wajah termasuk berkumur-kumur dan membersihkan hidung.
2. Mencuci kedua tangan sampai kedua siku-siku. (Dalam Al Umm I:25 Syafil menegaskan
”Selamanya tidak dianggap cukup membasuh kedua tangan kecuali dengan membasuh tangan dan
punggungnya secara keseluruhan sampai ke siku-siku. Jika ada bagian darinya yang tertinggal
walaupun kecil sekali, maka dianggap tidak sah membasuh tangannya. Selesai”)
3. Mengusap seluruh kepala, dan kedua telinga termasuk bagian dari kepala.
4. Membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, "Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kakimu." (Al-Maaidah : 6).
5. Adapun berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) termasuk bagian dari
muka sehingga wajib dilakukan karena Allah Ta’ala telah memerintahkan di dalam kitab-Nya yang
mulia membasuh muka. Di samping itu, telah sah dari Nabi saw., beliau terus menerus melakukan
kumur dan istinsyaq setiap kali berwudhu’.
Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh seluruh sahabatnya yang meriwayatkan dan
menerangkan tata cara wudhu’ Nabi saw., sehingga secara keseluruhan itu menunjukkan bahwa
membasuh wajah yang diperintahkan di dalam al-Qur’an meliputi berkumur-kumur dan istinsyaq
(as-Sailal Jarrar I:81)
Lagi pula ada sabda Nabi saw. yang memerintah berikumur-kumur dan istinsyaq memasukkan air ke
dalam hidung.
”Apabila seorang di antara kamu berwudhu’, maka masukkanlah air ke dalam hidungnya, lalu
keluarkanlah!” (Shahih : Shahihul Jami’us Shaghir no:443, ‘Aunul Ma’bud I:234 no:140 dan Nasa’i I:66).
Dan sabda beliau saw. yang lain, ”Bersungguh-sungguhlah dalam melakukan istinsyaq, kecuali
sedang berpuasa.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:129 dan 131, Aunul Ma’bud I:236 no: 142 dan 144).
Dalam hadits yang lain, beliau saw. bersabda juga, ”Apabila kamu berwudhu’, maka hendaklah
berkumur-kumur.” (Shahih: sama dengan di atas).
Adapun tentang wajibnya mengusap seluruh kepala, yaitu karena perintah mengusap kepala di
dalam Al-Qur’an bersifat mujmal (global), maka bayan (penjelasannya) dikembalikan kepada sunnah
Nabi saw.. Sudah tegas dalam riwayat Bukhari, Muslim dan selain keduanya bahwa Nabi saw.
mengusap seluruh kepalanya. Dan dalam hal ini terdapat dalil yang tegas yang menunjukkan
wajibnya mengusap seluruh kepala secara sempurna.
Jika ada yang berpendapat, bahwa ada riwayat yang shahih dari al-Mughirah, bahwa Nabi saw.
pernah mengusap ubun-ubunnya dan di atas surbannya?
Maka jawabannya: Rasulullah saw. mencukupkan mengusap di atas ubun-ubunnya, karena beliau
menyempurnakan dengan mengusap sisa kepalanya di atas surbannya. Dan, penulis berpendapat
demikian dan di dalam riwayat al-Mughirah tersebut tidak terdapat syarat yang menunjukkan
bolehnya mengusap hanya di atas ubun-ubun saja atau sebagian kepala saja tanpa
menyempurnakan di atas surbannya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir II:24 dengan sedikit perubahan redaksi).
Walhasil, wajib mengusap seluruh kepala. Pengusap kepala jika mau boleh, mengusap di atas kepala
saja atau di atas surban saja atau di atas kepala dan dilanjutkan di atas surban, ketiga cara tersebut
6. shahih dan kuat (pernah dilakukan oleh Nabi saw.)
Adapun perihal dua telinga termasuk bagian dari kepala sehingga wajib pula diusap berdasarkan
pada sabda Nabi saw., ”Dua telinga itu termasuk kepala.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 357 dan
Ibnu Majah I:152 no:443).
5. Menyela-nyelakan air pada jenggot
Dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah saw. apabila berwudhu’, mengambil segenggam air, lalu
memasukkannya ke belakang dagu, kemudian menyela-nyelakannya di antara jenggotnya, seraya
bersabda, ”Beginilah yang Rabbku ‘Azza wa Jalla Perintahkan kepadaku.” (Shahih: Irwa’ul Ghalil no:
92. ‘Aunul Ma’bud I: 243 no:45, dan Baihaqi I:54).
6. Menyela-nyelakan air pada jari-jemari tangan dan kaki
Sebagaimana yang ditegaskan bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Sempurnakanlah wudhu’ dan sela-
selakanlah (air) di antara jari-jemari dan bersungguh-sungguhlah dalam melakukan instinsyaq
kecuali kamu dalam keadaan puasa.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:129 dan 131 dan ‘Aunul Ma’bud I:
236 no:142 dan 144).
D. Sunnah-Sunnah Wudhu' (Hal-Hal yang Disunahkan Ketika Berwudhu')
1. Siwak, sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,
”Kalaulah sekiranya aku tidak (khawatir) akan memberatkan umatku, niscaya kuperintahkan mereka
bersiwak setiap kali wudhu.” (Shahih: Shahihul Jammi no:5316 dan al-Fathur Rabbani I:294 no:171).
2. Mencuci kedua telapak tangan tiga kali pada awal wudhu’, sebagaimana yang telah
diriwayatkan dari Utsman bin Affan r.a. yang mengisahkan wudhu’ Nabi saw. di mana dia membasuh
kedua telapak tangannya tiga kali. (Lihat masalah tata cara Wudhu’ pada halaman sebelumnya).
3. Kumur-kumur dan instinsyaq sekali jalan, tiga kali:
”Dari Abdullah bin Zaid r.a. tentang dia mengajarkan (tata cara) wudhu’ Rasulullah saw., di mana dia
berkumur-kumur dan instisyaq dari satu telapak tangan. Dia berbuat demikian (sebanyak) tiga kali.”
(Shahih: Mukhtashar Muslim no:125, dan Muslim I:210 no:235).
4. Bersungguh-sungguh dalam berkumur-kumur dan istinsyaq: kecuali bagi orang yang berpuasa,
berdasarkan hadits Nabi saw., ”Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq, kecuali kamu dalam
keadaan berpuasa.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:129 dan 131, ‘Aunul Ma’bud I:236 no:142 dan 144).
7. 5. Mendahulukan anggota wudhu’ yang kanan daripada yang kiri karena ada hadits Aisyah r.a.
yang mengatakan, ”Adalah Rasulullah saw. mencintai mendahulukan anggota yang kanan dalam hal
mengenakan alas kaki, menyisir, bersuci dan dalam seluruh ihwahnya.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari
I: 269 no:168, Muslim I: 226 no:268, Nasa’i I:78).
Di samping itu hadits Utsman yang menceritakan tata cara wudhu’ Nabi saw. di mana dia membasuh
anggota yang kanan, lalu yang kiri.
6. Menggosok, karena ada hadits Abdullah bin Zaid yang mengatakan, ”Bahwa Nabi saw. pernah
dibawakan dua sepertiga mud (air), kemudian beliau berwudhu’, maka beliapun menggosok kedua
hastanya.” (Sanadnya shahih: Shahih Ibnu Khuzaimah I:62 no:118).
7. Membasuh tiga kali, tiga kali, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Utsman bin Affan ra
(pada awal pembahasan wudhu’) bahwa Nabi SAW berwudhu’ tiga kali, namun ada juga riwayat yang
sah yang menyatakan, ”Bahwa Nabi saw. pernah berwudhu’ satu kali satu dan kali dua kali dua kali.”
(Hasan shahih: Shahih Abu Daud no:124, Fathul Bari I:258 no:158 dari hadits Abdullah bin Zaid ‘Aunul
Ma’bud I:230 no:136, Tirmidzi I:31 no:43 dari hadits Abu Hurairah).
Dianjurkan pula kadang-kadang mengusap kepala lebih dari sekali (tiga kali) karena ada riwayat, dari
Utsman bin Affan r.a. bahwa ia pernah mengusap kepadanya tiga kali seraya berkata, ”Saya pernah
melihat Rasulullah saw. berwudhu’ (dengan mengusap kepala) begini.” (Hasan Shahih: Shahih Abu
Dawud no:101 dan ‘Aunul Ma’bud I:188 no:110).
8. Tertib, karena kebanyakan cara wudhu’ Rasulullah saw. selalu dengan tertib sebagaimana yang
telah disampaikan sejumlah sahabat yang meriwayatkan wudhu’ beliau saw. Akan tetapi, ada riwayat
yang sah dari al-Miqdam bin Ma’dikariba ia berkata :
”Bahwa Rasulullah saw. pernah dibawakan air wudhu’, lalu beliau berwudhu’ membasuh kedua
telapak tangannya tiga kali dan membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kedua hastanya
tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan mengeluarkan air yang telah dimasukkan ke dalam hidung
tiga kali, kemudian mengusap kepalanya dan dua telinganya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:112 dan
‘Aunul Ma’bud I:211 no:121).
9. Berdo’a sesudah wudhu’. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Nabi saw. ”Tak
seorangpun di antara kalian yang berwudhu’ dengan sempurna, lalu mengucapkan (do’a) ”Asyhadu
allaa ilaaha illallahu wahdahu laa syariika lah, wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuuluh
(Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) keuali Allah semata tiada sekutu bagi-Nya; dan
aku bersaksi, bahwa Muhammad hamba dan Rasul-Nya).” melainkan pasti dibukalah baginya pintu-
pintu surga yang delapan, ia boleh masuk dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (Shahih:
Mukhtasharu Muslim No: 143 Muslim 1:209 no:234).
8. Kemudian Imam Tirmidzi menambahkan, ”Allahummaj'alni minat tawwaabiina waj'ani minal
mutathahiriin (Ya, Allah, jadikahlah kami termasuk orang-orang yang tekun bertaubat dan jadikahlah
kami termasuk orang-orang yang rajin bersuci).” (Shahih: Shahih Tirmidzi no:48 dan Tirmidzi I:38
no:55)
10. Dan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwasannya Nabi bersabda, ”Barang siapa berwudhu’ lalu
membaca, ”Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagi-Mu aku bersaksi bahwasannya tiada
sesembahan yang sebenarnya kecuali Engkau, aku mohon ampunan dan bertaubat pada-Mu",
niscaya dicatat pada sebuah lembaran kemudian dicetak dengan sebuah cetakan lalu tidak
dipecahkan hingga hari kiamat." (Hadits Shahih, lihat at-Targhib no.220, al-Hakim I/564, dan tidak
akan ada hadits shahih mengenai do’a (bacaan-bacaan) ketika sedang berwudhu’)
11. Shalat dua raka’at sesudah wudhu’
Hal ini didasakan pada pernyataan Utsman bin Affan r.a. sesudah mengajar sahabat yang lain
tentang wudhu’nya Nabi saw., "Aku pernah melihat Nabi saw. berwudhu’ seperti wudhu’ku ini, seraya
bersabda, ”Barangsiapa yang berwudhu’ seperti wudhu’ku ini, kemudian berdiri lalu ruku’ dua raka’at
dengan ikhlas dan khusyu’ diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih 1:204
no:226, dan Lafadzh baginya Fathul Bari I:226 no:164, ‘Aunul Ma’bud I:180 no:106, Nasa’i I:64).
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bertanya kepada Bilal usai shalat shubuh, ”Ya, Bilal,
beritahukan kepadaku suatu amal yang paling memberi harapan yang engkau kerjakan dalam Islam;
karena sesungguhnya aku mendengar suara kedua alas kakimu di hadapanku di surga?” Jawabnya,
”Tidak ada amalan yang lebih kuhurapkan (kecuali) bahwa setiap kali aku selesai bersuci baik pada
waktu malam ataupun siang pasti aku selalu shalat seberapa kemampuanku untuk shalat.”
(Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari III: 34 no:1149 dan Muslim IV:1910 no:2458).
E. Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu'
1. Apa saja yang keluar dari kemaluan dan dubur, berupa kencing, berak, atau kentut. Allah SWT
berfirman yang artinya, "Atau kembali dari tempat buang air." (Al-Maidah:6)
Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak akan menerima shalat seorang di antara kamu yang berhadas
sampai ia berwudhu' (sebelumnya)." Maka, seorang sahabat dari negeri Hadramaut bertanya. "Apa
yang dimaksud hadas itu wahai Abu Hurairah?" Jawabnya, "Kentut lirih maupun kentut keras."
(Muttafaqun 'alaih Fathul Bari I: 234, Baihaqi I:117, Fathur Robbani, Ahmad II:75 no:352) Dan hadits
ini menurut sebagian mukharrij selain yang disebut di atas tidak ada tambahan (tentang pernyataan
orang dari Hadramaut itu), Muslim I:204 no:225, 'Aunul Ma'bud I:87 no:60, dan Tirmidzi I: 150 no:76.
9. "Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata, "Mani, wadi dan madzi (termasuk hadas). Adapun mani, cara bersuci
darinya harus dengan mandi besar. Adapun madi dan madzi," maka dia berkata, "cucilah dzakarmu,
kemaluanmu, kemudian berwudhu'lah sebagaimana kamu berwudhu' untuk shalat!" (Shahih: Shahih
Abu Daud no:190, dan Baihaqi I:115).
2. Tidur pulas sampai tidak tersisa sedikitpun kesadarannya, baik dalam keadaan duduk yang
mantap di atas ataupun tidak. Karena ada hadits Shafwan bin Assal, ia berkata, "Adalah Rasulullah
saw. pernah menyuruh kami, apabila kami melakukan safar agar tidak melepaskan khuf kami
(selama) tiga hari tiga malam, kecuali karena janabat, akan tetapi (kalau) karena buang air besar atau
kecil ataupun karena tidur (pulas maka cukup berwudhu')." (Hasan: Shahih Nasa'i no:123 Nasa'i I:84
dan Tirmidzi I:65 no:69).
Pada hadits ini Nabi saw. menyamakan antara tidur nyenyak dengan kencing dan berak (sebagai
pembatal wudhu').
"Dari Ali r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Mata adalah pengawas dubur-dubur; maka
barangsiapa yang tidur (nyenyak), hendaklah berwudhu'." (Hasan: Shahih Ibnu Majah no:386. Ibnu
Majah I:161 no:477 dan 'Aunul Ma'bud I:347 no:200 dengan redaksi sedikit berlainan).
Yang dimaksud kata al-wika' ialah benang atau tali yang digunakan untuk menggantung peta.
Sedangkan kata "as-sah" artinya : "dubur" Maksudnya ialah "yaqzhah" (jaga, tidak tidur) adalah
penjaga apa yang bisa keluar dari dubur, karena selama mata terbuka maka pasti yang bersangkutan
merasakan apa yang keluar dari duburnya. (Periksa Nailul Authar I:242).
3. Hilangnya kesadaran akal karena mabuk atau sakit. Karena kacaunya pikiran disebabkan dua
hal ini jauh lebih berat daripada hilangnya kesadaran karena tidur nyenyak.
4. Memegang kemaluan tanpa alas karena dorongan syahwat, berdasarkan sabda Nabi saw.,
"Barangsiapa yang memegang kemaluannya, maka hendaklah berwudhu'." (Shahih: Shahih Ibnu
Majah no:388, 'Aunul Ma'bud I:507 no:179, Ibnu Majah I:163 no:483, 'Aunul Ma'bud I:312 no:180
Nasa'i I:101, Tirmidzi I:56 no:56 no:85).
Betul, ia memang bagian dari anggota badanmu, bila sentuhan tidak diiringi dengan gejolak
syahwat, karena sentuhan model seperti ini sangat memungkinkan disamakan dengan menyentuh
anggota badan yang lain. Ini jelas berbeda jauh dengan menyentuh kemaluan karena termotivasi
oleh gejolak syahwat. Sentuhan seperti ini sama sekali tidak bisa diserupakan dengan menyentuh
anggota tubuh yang lain karena menyentuh anggota badan yang tidak didorong oleh syahwat dan
ini adalah sesuatu yang amat sangat jelas, sebagaimana yang pembaca lihat sendiri (Tamamul
Minnah hal:103).
10. 5. Makan daging unta sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bara' bin 'Azib ra ia berkata,
"Rasulullah saw. bersabda, "Berwudhu'lah disebabkan (makan) daging unta, namun jangan
berwudhu' disebabkan (makan) daging kambing!" (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:401, Ibnu Majah
I:166 no:494, Tirmidzi I:54 no:81, 'Aunul Ma'bud I:315 no:182).
Dari Jabir bin Samurah r.a. bahwa ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi saw. apakah saya harus
berwudhu' (lagi) disebabkan (makan) daging kambing? Jawab Beliau, "Jika dirimu mau, silakan
berwudhu'; jika tidak jangan berwudhu' (lagi)." Dia bertanya (lagi) "Apakah saya harus berwudhu'
(lagi) disebabkan (makan) daging unta?" Jawab Beliau, "Ya berwudhu'lah karena (selesai makan)
daging unta!" (Shahih Mukhtashar Muslim no:146 dan Muslim I:275 no:360).
F. Hal-Hal yang Karenanya Diwajibkan Berwudhu'
1. Shalat, karena Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang berfirman, apabila kamu berdiri
hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka-muka kamu." (Al-Maaidah: 6).
Di samping itu, Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak akan menerima, shalat (yang dilakukan) tanpa
bersuci (sebelumnya)." (Shahih: Mukhtashar Muslim no:104, Muslim 1:204 no:224 dan Tirmidzi 1:3
no:1).
2. Thawaf di Baitullah, berdasarkan sabda Nabi saw., "Thawaf di Baitullah adalah shalat, hanya saja
Allah membolehkan berbicara." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no:3954 dan Tirmidzi II:217
no:967).