SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
i
Individu III
Halamanjudul
RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah : Hukum Pidana
Dosen : Dr. Mukhlis, S.H., M.H.
Oleh
ASPIHANI
NIM. 1312110423
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI AHWAL ASY SYAKHSHIYYAH
TAHUN 1438 H/ 2017 M
ii
KATA PENGANTAR
‫الرحيم‬ ‫الرمحن‬ ‫هللا‬ ‫بسم‬
Assalamu’alaikum wr. wb.
Tiada untaian kata yang patut diucapkan kecuali rasa syukur Alhamdulillah kehadirat Allah
SWT, atas limpahan taufiq dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana” ini tepat pada waktunya, sebagai
pemenuhan salah satu tugas mata kuliah Hukum Pidana.
Segala kesempurnaan hanyalah milik Allah semata, sehingga penulis sangat menyadari
apabila di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan sangat jauh dari kata
sempurna.Dengan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah sederhana ini dapat memberikan manfaat
yang luar biasa bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian pada umumnya.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Palangka Raya, Maret 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................. 6
A. Latar Belakang..................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................ 4
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................................. 5
D. Metode Penulisan................................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Asas-asas berlakunya Pidana................................................................................................... 6
B. Asas teritorial........................................................................................................................... 6
C. Asas Personal........................................................................................................................... 7
D. Asas Perlindungan ................................................................................................................. 10
E. Asas Universal....................................................................................................................... 11
F. Ektradisi................................................................................................................................. 13
D. Locus dan Tempus Delictli.................................................................................................... 15
BAB III KESIMPULAN .............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di
suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-atauran untuk
menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu
bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
Untuk mencapai tahap seperti itu diperlukan penegak hukum yang
jujur lagi berwibawa serta cakap. Asas-asas hukum pidana merupakan
fundamen hukum pidana. Sejauh-jauh orang mempelajari atau menerapkan
hukum pidana akan tetap harus kembali menelaah asas-asas yang terkandung
dalam KUHP.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka terdapat
beberapa masalah yang perlu dikaji, diantaranya:
1. Apa asas teritorial ?
2. Apa asas personal ?
3. Apa asas perlindungan ?
4. Apa asas universal ?
5. Apa ektradisi ?
6. Apa lucas dan tetupus delictle ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingan dicapai dalam pembuatan makalah ini,
diantaranya:
1. Agar dapat memahami dan mengetahui asas teritorial.
2. Agar dapat memahami dan mengetahui asas personal.
3. Agar dapat memahami dan mengetahui asas perlindungan.
4. Agar dapat memahami dan mengetahui asas universal.
5
5. Agar dapat memahami dan mengetahui ektradisi.
6. Agar dapat memahami dan mengetahui lucas dan tetupus delictle.
D. Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu
dengan metode pustaka dan telusur internet sebagai referensi yang ada
kaitannya atau hubungannya dengan pembuatan makalah ini dan disimpulkan
dalam bentuk makalah.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asas-asas dalam ruang lingkup berlakunya peraturan pidana
Asas berlakunya undang-undang hukum pidana berdasarkan tempat dapat
dibedakan menjadi empat yaitu, asas teritorial, asas personal, asas perlindungan,
dan asas universal.
Berdasarkan sifat hukum pidana adalah melindungi, maka asas
perlindungan menjadi sumber dari semua asas-asas, oleh karena itu keempat asas
itu dapat dipersatukan menjadi satu asas perlindungan untuk kepentingan dan
kewibawaan dari setiap subjek hukum yang harus dilindungi.1
B. Asas Teritorial
Prinsip ini menganggap bahwa hukum pidana Indonesia berlaku di dalam
wilayah Republik Indonesia, siapapun yang melakukan tindak pidana. Hal ini
ditagaskan dalam pasal 2 KUHP bahwa ketentuan-ketentuan hukum pidana
Indonesia berlaku bagi siapa saja yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah
Negara Indonesia. Dengan demikian orang asing yang berda dalam wilayah
Indonesia takluk pada hukum pidana di Indonesia.2
Berlakunya hukum pidana berdasarkan wilayah dibatasi oleh hukum
internasional. Hal ini tercantum pada pasal 9 KUHP: berlakunya pasal 2, 3, 4, 5, 7
dan 8 dibatasi oleh hal yang dikecualikan, yang diakui dalam hukum
internasional.3
Asas teritorial lebih menitik beratkan pada terjadinya perbuatan pidana di
dalam wilayah Negara tidak mempermasalahkan siapa pelakunya, warga Negara
atau orang asing. Asas territorial yang pada saat ini banyak diikuti oleh Negara-
negara di dunia termasuk Indonesia. Hal ini adalah wajar karena tiap-tiap orang
1 Andi Hmzah,Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rieneka Cipta, 2010, h. 5.
2 Wirjono prodjodikoro, asas-asas hukumpidana di Indonesia,Bandung : PT Refika
Aditama, 2008 , h. 51.
3 Saifullah, Konsep Dasar Hukum Pidana,Jakarta: Grafindo Persada, 2009, h. 56.
7
yang berada dalam wilayah suatu Negara harus tunduk dan patuh kepada
peraturan-peraturan hukum Negara dimana yang bersangkutan berada.
Prinsip teritorial dalam pasal 3 KUHP diperluas sampai kapal-kapal
Indonesia, meskipun berada diluar wilayah Indonesia. Dengan demikian siapa saja
baik itu orang asing dalam kapal laut Indonesia meskipun sedang berada atau
sedang berlayar dalam wilayah Negara lain, takluk pada hukum pidana Indonesia.
Jadi siapa saja yang melakukan tindak pidana di dalam atau diatas suatu kapal
Indonesia, meskipun dalam laut wilayah Negara lain, misalnya sedang berlabuh
dalam suatu pelabuhan negara asing dapat dituntut oleh jaksa dan dihukum oleh
pengadilan Negara Indonesia. Tujuan dari pasal ini adalah supaya perbuatan
pidana yang terjadi di dalam kapal atau pesawat terbang yang berada di perairan
bebas atau berada di wilayah udara bebas, tidak termasuk wilayah territorial suatu
Negara, sehingga ada yang mengadili apabila terjadi suatu perbuatan pidana.
Hal ini juga tidak mengurangi kemungkinan bahwa menurut peraturan
hukum Negara asing tersebut, seseorang yang melakukan tindak pidana tadi dapat
pula dihukum oleh pengadilan dari Negara asing itu. apabila hal tersebut terjadi
maka pelanggar hukum pidana tadi tidak akan diadili oleh hukum pidana di
Indonesia sebab berdasrkan asas ne bis in idem ( pasal 76 ayat 2 KUHP ). Hal ini
dapat diterima sebab dalam perturan pasal 2 KUHP apabila seseorang asing
didalam kapal asing dalam suatu pelabuhan Indonesia, malakukan tindak pidana,
maka orang itu juga dapat dihukum oleh pengadilan Negara Indonesia.
C. Asas Personal
Terkandung dalam pasal 5 KUHP dapat dibagi atas tiga golongan masalah
yaitu:
a. Pada ayat 1 ke-1 menentukan beberapa perbuatan pidana yang
membahayakan kepentingan nasional bagi Indonesia, dan perbuatan-
perbuatan itu tidak diharapkan dikenai pidana ataupun sungguh-sungguh
untuk dituntut oleh undang-undang hukum pidana negara asing, oleh karena
pembuat deliknya adalah warga negara Indonesia yang berada diluar wilayah
Indonesia melakukan perbuatan pidana tertentu itu berlaku KUHP.
8
b. Ayat 1 ke-2 memperluas ketentuan golongan pertama, dengan syarat-syarat
bahwa 1)perbuatan-perbuatan yang terjadi harus merupakan kejahatan
menurut ketentuan KUHP, dan 2) juga harus merupakan perbuatan yang
diancam dengan pidana oleh undang-undang hukum pidana negara asing
dimana perbuatan itu terjadi. Dua syarat itu harus terpenuhi, sebab apabila
menurut hukum pidana negara asing tidak diancam dengan pidana, maka
KUHP tidak berlaku sekalipun sebagai kejahatan (diluar golongan pertama).
c. Pada ayat 2 untuk menghadapi kejahatan yang dilakukan dengan perhitungan
yang masak dan agar tidak lolos dari tuntutan hukum, yaitu apabila orang
asing diluar negeri melakukan kejahatan (golongan kedua) dan sesudah itu
melakukan naturalisasimenjadi warga negara Indonesia, maka penuntutan
atas kejahatan pasal 5 ayat 1 ke-2 masih bisa dilaksanakan.
Asas ini bertumpu pada kewarganegaraan pembuat delik. Hukum Pidana
Indonesia mengikuti warganegaranya dimanapun ia berada. Inti asas tercantum
dalam pasal 5 KUHP : ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik
Indonesia berlaku bagi warga negara Indoneisa yang melakukan kejahatan di luar
wilayah Indonesia. Pasal 5 ayat 1 ke 1 menentukan sejumlah pasal yang jika
dilakukan orang Indonesia di Luar Negeri, maka berlakulah hukum pidana
Indonesia. Kejahatan-kejahatan itu tercantum dalam Bab I dan II buku kedua
KUHP.
Prinsip ini dinamakan nasional aktif karena berhubungan dengan keaktifan
berupa kejahatan dari seorang nasional atau warga Negara.
Golongan kesatu dari kejahatan-kejahatan ini adalah :
1. Dari titel 1 dan 2 buku II KUHP yang meliputi kejahatan-kejahatan terhadap
keamanan Negara, seperti pemberontakan, makar, usaha membunuh kepala
Negara, dan terhadap kedudukan kepala Negara seperti menghina kepala
Negara, menyerang kepala Negara secara fisik.
2. Dari pasal 160 dan 161KUHP yang berupa penghasutan untuk melakukan
tindak pidana.
3. Dari pasal 240 KUHP yang berupa tidak memenuhi kewajiban dalam bidang
pertahanan kejahatan
9
4. Dari pasal 279 KUHP yang berupa tidak memenuhi kewajiban melebihi
jumlah yang diperbolehkan.
5. Dari pasal 450-451 KUHP yang berupa turut serta, tanpa izin pemerintah
Indonesia, dalam kapal dinas Negara asing yang melakukan pengambilan
kapal-kapal lain.
Kejahatan-kejahatan ini sangat penting bagi Negara Indonesia. Tetapi
apabila tidak termuat dalam hukum pidana Negara asing, sehingga pelakunya
tidak akan dihukum apabila kejahatan tersebut dilakukan di Negara asing
tersebut.4
Lain halnya dengan golongan kejahatan yang tersebut dalam pasal 5 ayat 1
sub kedua. Kejahatan-kejahatan seperti ini dihukum juga menurut hukum pidana
Negara asing apabila dilakukan di Negara asing tersebut. Apabila kejahatan
tersebut dilakukan oleh warga Negara Indonesia dan orang tersebut ingin
mendapatkan perlindungan hukum diwilayah Negara Indonesia, kemungkinan
besar orang tersebut oleh pemerintah Indonesia tidak akan diserahkan kapada
pemerintah Negara asing yang bersangkutan. Dengan demikilan orang tersebut
akan bebas dari hukuman pidana. Hal ini dianggap tidak layak sehingga harus
dibuka kemungkinan bahwa orang itu akan dihukum oleh pengadilan negeri
Indonesia. Penentuan ini juga berlaku juga apabila seseorang pelaku kejahatan itu
baru kemudian menjadi warga Negara Indonesia.
Akan tetapi terdapat sedikit pembatasan yang termuat dalam pasal 6
KUHP yang menentukan bahwa hukuman mati tidak boleh dijatuhkan oleh
pengadilan di Indonesia apabila kejahatan yang bersangkutan menurut hukum
pidana negra asing yang bersangkutan tidak diancam dengan pidana mati.
Asas ini merupakan kebalikan dari asas teritorial. Jika dalam asas teritorial
yang dilindungi adalah siapa pun dalam wilayah Indonesia, dalam asas
personalitas ini yang dilindungi adalah warga negara di mana pun ia berada.
Namun perlindungan yang dimaksud bukan perlindungan atas warga negara atas
4 Wirjono prodjodikoro, asas-asas hukumpidana di Indonesia.., h. 53-54.
10
ancaman kejahatan, akan tetapi perlindungan dalam bentuk pemberlakuan hukum
pidana Indonesia bagi si warga negara.5
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara asas
teritorial dengan asas personalitas. Jika asas teritorial menyatakan batas
berlakunya hukum pidana bagi wilayah negara tanpa memperhatikan
kewarganegaraan pelaku, maka asas personalitas dapat diartikan bahwa
keberlakuan hukum pidana Indonesia mengikuti keberadaan warga negara
Indonesia kemana pun ia berada. Oleh karena itu, asas personalitas disebut juga
dengan asas nasional aktif. Demikianlah, setiap warga negara Indonesia yang
melakukan tindak pidana di mana pun berada, ia berhak diadili menurut hukum
pidana Indonesia hal mana dikenal dengan asas nasional aktif.6
D. Asas Perlindungan
Prinsip ini memperluas berlakunya ketentuan-ketentuan hukum pidana
Indonesia diluar wilayah Indonesia berdasarkan atas kerugian nasional sangat
besar yang diakibatkan oleh beberapa kejahatan sehingga siapa saja termasuik
orang asing yang melakukannya dimana saja, pantas untuk dihukum di pengadilan
Indonesia.7
Hal diatas dapat terlaksanan apabila pelaku dibawa di wilayah Indonesia.
Prinsip nasional pasif ini termuat dalam pasal 4 ke 1, 2, dan 3 KUHP yang
berbunyi sebagai berikut :
Ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja yang
diluar wilayah Indonesia telah melakukan :
Ke-1: salah satu dari kejahatan-kejahatan yang termuat dalam pasal-pasal 104-
108, 110, 111, bis sub 1, 127, 130-133
Ke-2 : suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas atau mengenai segel
atau merek yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia
5 Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia,Bandung: Refika Aditama, 2011, h. 81.
6 Ibid,. h. 82.
7 Wirjono prodjodikoro, asas-asas hukumpidana di Indonesia.., 56
11
Ke-3 : suatu pemalsuan dalam surat-surat hutang ( scheldbrieven ) atas beban
Indonesia atau daerah dari Indonesia, atau pemalsuan dalam tanda-tanda deviden
atau bunga dari surat-surat hutang itu, atau dengan sengaja mempergunakan surat-
surat yang dipalsukan itu.
Dalam pasal 4 KUHP ini terkandung asas melindungi kepentingan yaitu
melindungi kepentingan nasional dan melindungi kepentingan internasional
(universal). Pasal ini menentukan berlakunya hukum pidana nasional bagi setiap
orang (baik warga Negara Indonesia maupun warga negara asing) yang di luar
Indonesia melakukan kejahatan yang disebutkan dalam pasal tersebut.
Dikatakan melindungi kepentingan nasional karena pasal 4 KUHP ini
memberlakukan perundang-undangan pidana Indonesia bagi setiap orang yang di
luar wilayah Negara Indonesia melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan
kepentingan nasional, yaitu :
a. Kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan terhadap martabat /
kehormatan Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik
Indonesia (pasal 4 ke-1)
b. Kejahatan mengenai pemalsuan mata uang atau uang kertas Indonesia atau
segel / materai dan merek yang digunakan oleh pemerintah Indonesia (pasal 4
ke-2)
c. Kejahatan mengenai pemalsuan surat-surat hutang atau sertifkat-sertifikat
hutang yang dikeluarkan oleh Negara Indonesia atau bagian-bagiannya (pasal
4 ke-3)
d. Kejahatan mengenai pembajakan kapal laut Indonesia dan pembajakan
pesawat udara Indonesia (pasal 4 ke-4).
Hanya ada sedikit kejahatan yang dikenakan Prinsip nasional pasif ini, yang
terberat saja dari titel 1 dan 2 buku II KUHP, kemudian pemalsuan uang
Indonesia, pemalsuan segel dari Indonesia, dan pemalsuan surat-surat hutang atas
beban Indonesia atau daerahnya.8
E. Asas Universal
8 Ibid,. h. 56.
12
Prinsip ini melihat pada suatu tata hukum internasional, dimana terlibat
kepentingan bersama dari semua Negara di dunia. Apabila ada tindak pidana yang
merugikan kepentingan bersama dari semua Negara, maka hal ini dapat dituntut
dan dihukum oleh pengadilan setiap Negara, dengan tidak dipedulikan siapa yang
melakukannya dan dimana ia melakukan.
Hukum pidana ini berlaku umum, melampaui negara yang bersangkutan.
Perlindungan disini untuk kepentingan dunia. Jadi tiap-tiap negara berkewajiban
untuk ikut melaksanakan tata hukum sedunia. Demikian, Asas ini dianut dalam
Undang-undang Pidana kita, seperti yang terdapat antara lain dalam pasal 438 dan
444 KUHP yang mengancam dengan hukuman terhadap siapa saja yang telah
bersalah melakukan pembajakan laut dengan segala akibat yang mungkin timbul
dengan kegiatan tersebut.
Berlakunya pasal 2-5 dan pasal 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-
pengecualian dalam hukum internasional. Bahwa asas melindungi kepentingan
internasional (asas universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap Negara di
dunia wajib turut melaksanakan tata hukum sedunia (hukum internasional).
Dikatakan melindungi kepentingan internasional (kepentingan universal)
karena rumusan pasal 4 ke-2 KUHP (mengenai kejahatan pemalsuan mata uang
atau uang kertas) dan pasal 4 ke-4 KUHP (mengenai pembajakan kapal laut dan
pembajakan pesawat udara) tidak menyebutkan mata uang atau uang kertas
Negara mana yang dipalsukan atau kapal laut dan pesawat terbang negara mana
yan dibajak. Pemalsuan mata uang atau uang kertas yang dimaksud dalam pasal 4
ke-2 KUHP menyangkut mata uang atau uang kertas Negara Indonesia, akan
tetapi juga mungkin menyangkut mata uang atau uang kertas Negara asing.
Pembajakan kapal laut atau pesawat terbang yang dimaksud dalam pasal 4 ke-4
KUHP dapat menyangkut kapal laut Indonesia atau pesawat terbang Indonesia,
dan mungkin juga menyangkut kapal laut atau pesawat terbang Negara asing.
Jika pemalsuan mata uang atau uang kertas, pembajakan kapal, laut atau
pesawat terbang adalah mengenai kepemilikan Indonesia, maka asas yang berlaku
diterapkan adalah asas melindungi kepentingan nasional (asas nasional pasif). Jika
13
pemalsuan mata uang atau uang kertas, pembajakan kapal laut atau pesawat
terbang adalah mengenai kepemilikan Negara asing, maka asas yang berlaku
adalah asas melindungi kepentingan internasional (asas universal).
Asas ini terdapat pada pasal 4 ayat 2 dan 4 KUHP sejauh kepentingan
negara-negara lain yang dilindungi oleh kekuatan-kekuatan pidana tersebut. Pasal
tersebut semula dibentuk hanya untuk melindungi mata uang dan uang kertas
yang telah dikeluarkan oleh bank sirkulasi. Namun sejak tahun 1932 tidak hanya
mata uang saja yang harus dilindungi. Tetapi juga hal-hal lain yang menyebabkan
adanya tindak pidana berskala internasional.
Dalam pasal 4 sub 4 KUHP yang menentukan bahwa ketentuan-ketentuan
hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja, termasuk orang-orang asing yang
diluar wilayah Indonesia melakukan kejahatan-kejahatan, termaut dalam pasal-
pasal 438, 444-446 sepanjang mengenai pembajakan laut, dan pasal 447 mengenai
membawa suatu kapal ke bawah kekuasaan bajak laut.
Dewasa ini makin banyak perjanjian antara Indonesia dengan negara asing
untuk menumpas suatu tindak pidana yang dalam sistem hukum negara lain juga
dianggap sebagai tindak pidana, apalagi tindak pidana tersebut memiliki
karakteristik yang transnasional, umpamanya kejahatan narkotika, psikotropika,
perdagangan orang, perompakan di laut dan lain sebagainya.
Dewasa ini pula, asas universal banyak diterapkan dalam pemberantasan
tindak pidana terorisme. Seluruh dunia merasa berkepentingan dengan aksi-aksi
terorisme, karenanya sebagian besar negara sepakat bahwa terorisme adalah
kejahatan universal yang dengan demikian menjadi universal pula kewenangan
untuk menangani dan mengadilinya.9
F. Ektradisi
Kata Ekstradisi berasal dari bahasa latin “extradere” (kata kerja) yang
terdiri dari kata “ex” artinya keluar dan “Tradere” artinya memberikan
(menyerahkan, kata bendanya “Extradio” yang artinya penyerahan. Istilah
9 Ibid,,. h. 130.
14
ekstradisi ini lebih dikenal atau biasanya digunakan terutama dalam penyerahan
pelaku kejahatan dari suatu negara kepada negara peminta.
Menurut Undang-undang RI No. 1 Tahun 1979, Ekstradisi adalah
penyerahan oleh suatu negara yang meminta penyerahan seorang yang disangka
atau dipidana karena melakukan suatu kejehatan di luar wilayah negara yang
menyerahkan dan didalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan
tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan menghukumnya.
Pada umumnya, ekstradisi adalah sebagai akibat dari hak asylum yaitu
tujuan politik dan merupakan sarana untuk mencapai tujuan kekuasaan, namun
pada saat ini ekstradisi dipraktekkan guna menembus batas wilayah negara dalam
arti agar hukum pidana nasional dapat diterapkan terhadap para penjahat yang
melarikan diri ke negara lain atau agar keputusan pengadilan terhadap seorang
penjahat yang melarikan diri ke luar negeri dapat dilaksanakan.
Pada umumnya setiap negara merasakan perlunya kerjasama antara negara
dalam upaya pencarian, penangkapan dan penyerahan pelaku kejahatan. Untuk
tujuan tersebut masing-masing negara membuat Undang-undang Ekstradisi dan
membuat Perjanjian Ekstradisi dengan negara lain. Indonesia mempunyai
Undang-undang Ekstradisi No. 1 Tahun 1979 dan mempunyai Perjanjian
Ekstradisi dengan Malaysia, Thailand, Philipina, Australia, Hongkong (sudah
diratifikasi) serta Korea Selatan dan Singapura (belum diratifikasi).
Melihat proses ekstradisi mulai dari awal sampai dengan dilakukannya
penyerahan pelaku kejahatan dari Negara Diminta kepada Negara Peminta, ada 3
(tiga) tahapan yang harus dilalui yaitu:
Tahap I: Pra Ekstradisi
Tahap II: Proses Ekstradisi
Tahap III: Pelaksanaan Ekstradisi
15
Untuk pencarian dan penangkapan pelaku kejahatan yang melarikan diri
ke luar negeri, selama ini dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan melalui kerjasama
Interpol. Apabila buronan tersebut tertangkap di negara lain maka untuk
pengembaliannya ke Indonesia harus ditempuh melalui proses ekstradisi.
Pengertian ekstradisi menurut UU RI No.1 Tahun 1979 pasal 1 adalah penyerahan
oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang
disangka atau dipidana karena telah melakukan suatu kejahatan diluar wilayah
negara yang menyerahkaqn dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta
penyertaan tersebut karena berwenang untuk mengadili dan memidananya.
Penyerahan atau ekstradisi pelaku kejahatan dari negara diminta kepada
negara peminta sering mengalami kendala atau tidak dapat dilakukan karena
alasan belum ada perjanjian ekstradisi. Banyak negara, terutama negara-negara
Eropa, sesuai dengan undang-undang nasional negara mereka, ekstradisi hanya
dapat dilakukan jika negara peminta dan negara mereka telah mempunyai
perjanjian ekstradisi.10
G. Locus dan Tempus Delictli
Locus Delicti, Locus (inggris) yang berarti lokasi atau tempat, secara
istilah yaitu berlakunya hukum pidana yang dilihat dari segi lokasi terjadinya
perbuatan pidana.
Locus delicti perlu diketahui untuk:
1. Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap perbuatan
pidana tersebut atau tidak.
2. Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurus
perkaranya (kompetisi relative).
3. Sebagai salah satu syarat mutlak sahnya surat dakwaan.
10 Regi Fauzi, Pengertian Ektradisi,https://regifauzi.wordpress.com/2011/02/13/pengertian-
ekstradisi/, di donwload pada tanggal17 maret 2017.
16
Teori Tempus Delicti dibagi menjadi 4 yaitu;
1. Teori Perbuatan Fisik (de leer van de lichamelijke daad)
2. Teori Bekerjanya Alat Yang Digunakan
3. Teori Akibat
Teori Tempat Yang Jamak
Penjelasan
1. Teori perbuatan materiil (de leer van de lichamelijke daad)
Menurut ajaran ini yang harus dianggap sebagai tempat terjadinya tindak
pidana (Locus Delicti) didasarkan kepada perbuatan secara fisik. Itulah sebabnya
ajaran ini menegaskan bahwa yang dianggap sebagai tempat terjadinya tindak
pidana/locus delicti, adalah tempat dimana perbuatan tersebut dilakukan.
contoh kasus
anda seorang mahasiswa Universitas Muhammadia Malang, suatu hari
anda sedang mengerjakan tugas anda diluar. setelah anda membaca artikel saya
ini, kemudian Anda berniat kembali ke kost Anda. Diperjalanan menuju kost
datang seseorang yang memusuhi anda, lalu tiba-tiba Ia menikam Anda. Kondisi
Anda sekarat tapi belum mati, dan dilarikan kerumah sakit Surabaya. 3 hari
kemudian anda tewas. pertanyaannya adalah, jika merujuk pada teori diatas maka
locus delikctinya di Malang kerena pada waktu kejadian penikaman anda di
Malang.
2. Teori Bekerjanya Alat Yang Digunakan (de leer van het instrument)
Teori ini dikenal juga dengan nama de leer van het instrument atau Teori
Instrumental. menurut teori ini, yang harus menjadi atau dianggap sebagai locus
delicti adalah tempat dimana alat yang digunakan menimbulkan akibat tindak
17
pidana. akibat bisa kematian, penderitaan, kerugian dan akibat-akibat lain. namun
dalam kasus anda tadi akibat yang timbul adalah anda mati karena anda ditikam.
contoh
Suatu hari hari Anda mengirip paketan buku kepada musuh anda yang
berda diluar kabupaten Malang, anggap saja musuh anda di Surabaya. Ketika
musuh Anda membuka paketan tersebut ternyata isinya adalah BOM. musuh anda
terluka atau mati. Dimana locus delictinya berdasarkan ajaran instrumen maka
locus delikctinya di Surabaya. Karena instrumen yang digunakan dalam tindak
pidana tersebut menyebabkan akibat di Surabaya.
Teori Akibat
Ajaran ini didasarkan kepada akibat dari suatu tindak pidana. Menurut
ajaran ini bahwa yangdianggap sebagai locus delicti adalah tempat dimana akibat
daripada tindak pidana tersebut timbul.
Menurut Van Hamel , bahwa yang harus diterima sebagai locus delicti, ialah :
1. Tempat seseorang pembuat (dader) telah melakukan perbuatannya yang
dilarang (atau yang diperintahkan) oleh Undang-Undang Pidana.
2. Tempat alat yang dipergunakan oleh pembuat bekerja.
3. Tempat akibat langsung perbuatannya telah terwujud.
4. Tempat sesuatu akibat konstitutif telah terwujud.
TEMPOS DELICLTI
Tempus delicti adalah waktu terjadinya tindak pidana adapun tujuan
diketahuinya tempus delicti adalah sbb :
1. untuk keperluan kadaluarsa dan hak penuntutan
2. untuk mengetahui apakah pada saat itu sudah berlaku hukum pidana atau
belum
18
3. apakah si pelaku sudah mampu bertanggung jawab atau belum.11
11 Robby, Pengertian Locus dan Tempus Deliktli,
https://masalahukum.wordpress.com/2013/08/31/locus-delicti-dan-tempos-delikti/, Didowload
pada tada tanggal 17 maret 2017.
19
BAB III
KESIMPULAN
Asas berlakunya undang-undang hukum pidana berdasarkan tempat dapat
dibedakan menjadi empat yaitu, asas teritorial, asas personal, asas perlindungan,
dan asas universal.
Istilah ekstradisi ini lebih dikenal atau biasanya digunakan terutama dalam
penyerahan pelaku kejahatan dari suatu negara kepada negara peminta. Menurut
Undang-undang RI No. 1 Tahun 1979, Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu
negara yang meminta penyerahan seorang yang disangka atau dipidana karena
melakukan suatu kejehatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan didalam
yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang
untuk mengadili dan menghukumnya.
Locus Delicti, yang berarti lokasi atau tempat, secara istilah yaitu
berlakunya hukum pidana yang dilihat dari segi lokasi terjadinya perbuatan
pidana. Sedangkan Tempus delicti adalah waktu terjadinya tindak pidana
20
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hmzah,Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rieneka Cipta,
2010.
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Refika
Aditama, 2011.
Saifullah, Konsep Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Grafindo Persada,
2009.
Wirjono prodjodikoro, asas-asas hukum pidana di Indonesia,
Bandung : PT Refika Aditama, 2008.
Regi Fauzi, Pengertian Ektradisi,
https://regifauzi.wordpress.com/2011/02/13/pengertian-
ekstradisi/.
Robby, Pengertian Locus dan Tempus Deliktli,
https://masalahukum.wordpress.com/2013/08/31/locus-delicti-
dan-tempos-delikti/.

More Related Content

What's hot

Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
yudikrismen1
 
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasionalIstilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
Anastasia Sevenfold
 
Kumpulan soal hukum
Kumpulan soal hukumKumpulan soal hukum
Kumpulan soal hukum
syophi
 
Pengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power point
Puspa Bunga
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasional
Evirna Evirna
 
Salju contoh lap_review_book
Salju contoh lap_review_bookSalju contoh lap_review_book
Salju contoh lap_review_book
mursyidee
 
Makalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaMakalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusia
Santos Tos
 
Filsafat hukum
Filsafat hukumFilsafat hukum
Filsafat hukum
Kau Hatiku
 

What's hot (20)

Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
 
Saddu al dzari'ah
Saddu al dzari'ahSaddu al dzari'ah
Saddu al dzari'ah
 
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasionalIstilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
 
Prinsip prinsip Hukum Perlindungan Konsumen I
Prinsip prinsip Hukum Perlindungan Konsumen IPrinsip prinsip Hukum Perlindungan Konsumen I
Prinsip prinsip Hukum Perlindungan Konsumen I
 
Kumpulan soal hukum
Kumpulan soal hukumKumpulan soal hukum
Kumpulan soal hukum
 
ruang lingkup syariah islamiah
ruang lingkup syariah islamiahruang lingkup syariah islamiah
ruang lingkup syariah islamiah
 
Konsep Universalitas dan Regionalitas atau Batas Teritorial Berlakunya Hukum...
Konsep Universalitas dan  Regionalitas atau Batas Teritorial Berlakunya Hukum...Konsep Universalitas dan  Regionalitas atau Batas Teritorial Berlakunya Hukum...
Konsep Universalitas dan Regionalitas atau Batas Teritorial Berlakunya Hukum...
 
Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014
Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014
Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014
 
Sosiologi hukum s-1
Sosiologi hukum s-1Sosiologi hukum s-1
Sosiologi hukum s-1
 
Pengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power point
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasional
 
makalah waris
makalah warismakalah waris
makalah waris
 
Salju contoh lap_review_book
Salju contoh lap_review_bookSalju contoh lap_review_book
Salju contoh lap_review_book
 
Materi kuliah Antropologi Hukum
Materi kuliah Antropologi HukumMateri kuliah Antropologi Hukum
Materi kuliah Antropologi Hukum
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung Jawab
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung JawabMateri Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung Jawab
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung Jawab
 
Makalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaMakalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusia
 
Filsafat hukum
Filsafat hukumFilsafat hukum
Filsafat hukum
 
Hukum jaminan sudjito
Hukum jaminan   sudjitoHukum jaminan   sudjito
Hukum jaminan sudjito
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
 

Similar to Hukum pidana ruang lingkup berlakunya pidana

Makalah pkn sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah pkn sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah pkn sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah pkn sistem hukum dan peradilan internasional
Sri Rahayu
 
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdf
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdfMAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdf
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdf
SaidiNet
 
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Aziza Zea
 
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Aziza Zea
 
PELANGGARAN HAM { HAK ASASI MANUSIA }
PELANGGARAN HAM { HAK ASASI MANUSIA } PELANGGARAN HAM { HAK ASASI MANUSIA }
PELANGGARAN HAM { HAK ASASI MANUSIA }
Rochmad Putra
 
Tugas Hukum Internasional Fenti Anita Sari
Tugas  Hukum Internasional Fenti Anita SariTugas  Hukum Internasional Fenti Anita Sari
Tugas Hukum Internasional Fenti Anita Sari
Fenti Anita Sari
 
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para AhliAsas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Ica Diennissa
 
Asas perjanjian internasional
Asas perjanjian internasionalAsas perjanjian internasional
Asas perjanjian internasional
Adam Hecc
 

Similar to Hukum pidana ruang lingkup berlakunya pidana (20)

Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAsas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
 
Makalah pkn sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah pkn sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah pkn sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah pkn sistem hukum dan peradilan internasional
 
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdf
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdfMAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdf
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdf
 
Makalah hak dan_kewajiban_warga_negara
Makalah hak dan_kewajiban_warga_negaraMakalah hak dan_kewajiban_warga_negara
Makalah hak dan_kewajiban_warga_negara
 
Resume HPI
Resume HPIResume HPI
Resume HPI
 
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
 
Sistem hukum dan peradilan internasional
Sistem hukum dan peradilan internasionalSistem hukum dan peradilan internasional
Sistem hukum dan peradilan internasional
 
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara PidanaHukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
 
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
 
Tm hukum pertemuan
Tm hukum pertemuanTm hukum pertemuan
Tm hukum pertemuan
 
makalah peradilan
makalah peradilanmakalah peradilan
makalah peradilan
 
Kelompok 2_HAP_V.756 Cs.pdf
Kelompok 2_HAP_V.756 Cs.pdfKelompok 2_HAP_V.756 Cs.pdf
Kelompok 2_HAP_V.756 Cs.pdf
 
PELANGGARAN HAM { HAK ASASI MANUSIA }
PELANGGARAN HAM { HAK ASASI MANUSIA } PELANGGARAN HAM { HAK ASASI MANUSIA }
PELANGGARAN HAM { HAK ASASI MANUSIA }
 
Tugas Hukum Internasional Fenti Anita Sari
Tugas  Hukum Internasional Fenti Anita SariTugas  Hukum Internasional Fenti Anita Sari
Tugas Hukum Internasional Fenti Anita Sari
 
Hukum bab 5 kelas x
Hukum bab 5 kelas xHukum bab 5 kelas x
Hukum bab 5 kelas x
 
Konstitusi Negara
Konstitusi NegaraKonstitusi Negara
Konstitusi Negara
 
Makalah tentang hukum internasional
Makalah tentang hukum internasionalMakalah tentang hukum internasional
Makalah tentang hukum internasional
 
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para AhliAsas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
 
Pih dan phi (soal)
Pih dan phi (soal)Pih dan phi (soal)
Pih dan phi (soal)
 
Asas perjanjian internasional
Asas perjanjian internasionalAsas perjanjian internasional
Asas perjanjian internasional
 

Recently uploaded

UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
Sumardi Arahbani
 
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggimateri hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggi
ssuser8b8170
 
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
muhammadrezza14
 
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBDPermendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Sumardi Arahbani
 

Recently uploaded (9)

aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niagaaspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
 
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapanPotensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
 
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forumpilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
 
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggimateri hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggi
 
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
 
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBDPermendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptx
 

Hukum pidana ruang lingkup berlakunya pidana

  • 1. i Individu III Halamanjudul RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM PIDANA Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah : Hukum Pidana Dosen : Dr. Mukhlis, S.H., M.H. Oleh ASPIHANI NIM. 1312110423 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA FAKULTAS SYARIAH PROGRAM STUDI AHWAL ASY SYAKHSHIYYAH TAHUN 1438 H/ 2017 M
  • 2. ii KATA PENGANTAR ‫الرحيم‬ ‫الرمحن‬ ‫هللا‬ ‫بسم‬ Assalamu’alaikum wr. wb. Tiada untaian kata yang patut diucapkan kecuali rasa syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas limpahan taufiq dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana” ini tepat pada waktunya, sebagai pemenuhan salah satu tugas mata kuliah Hukum Pidana. Segala kesempurnaan hanyalah milik Allah semata, sehingga penulis sangat menyadari apabila di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan sangat jauh dari kata sempurna.Dengan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah sederhana ini dapat memberikan manfaat yang luar biasa bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian pada umumnya. Wassalamu’alaikum wr.wb. Palangka Raya, Maret 2017 Penulis
  • 3. iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii DAFTAR ISI...................................................................................................................................v BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................. 6 A. Latar Belakang..................................................................................................................... 4 B. Rumusan Masalah................................................................................................................ 4 C. Tujuan Penulisan.................................................................................................................. 5 D. Metode Penulisan................................................................................................................. 5 BAB II PEMBAHASAN A. Asas-asas berlakunya Pidana................................................................................................... 6 B. Asas teritorial........................................................................................................................... 6 C. Asas Personal........................................................................................................................... 7 D. Asas Perlindungan ................................................................................................................. 10 E. Asas Universal....................................................................................................................... 11 F. Ektradisi................................................................................................................................. 13 D. Locus dan Tempus Delictli.................................................................................................... 15 BAB III KESIMPULAN .............................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA
  • 4. 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-atauran untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Untuk mencapai tahap seperti itu diperlukan penegak hukum yang jujur lagi berwibawa serta cakap. Asas-asas hukum pidana merupakan fundamen hukum pidana. Sejauh-jauh orang mempelajari atau menerapkan hukum pidana akan tetap harus kembali menelaah asas-asas yang terkandung dalam KUHP. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka terdapat beberapa masalah yang perlu dikaji, diantaranya: 1. Apa asas teritorial ? 2. Apa asas personal ? 3. Apa asas perlindungan ? 4. Apa asas universal ? 5. Apa ektradisi ? 6. Apa lucas dan tetupus delictle ? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang ingan dicapai dalam pembuatan makalah ini, diantaranya: 1. Agar dapat memahami dan mengetahui asas teritorial. 2. Agar dapat memahami dan mengetahui asas personal. 3. Agar dapat memahami dan mengetahui asas perlindungan. 4. Agar dapat memahami dan mengetahui asas universal.
  • 5. 5 5. Agar dapat memahami dan mengetahui ektradisi. 6. Agar dapat memahami dan mengetahui lucas dan tetupus delictle. D. Metode Penulisan Adapun metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu dengan metode pustaka dan telusur internet sebagai referensi yang ada kaitannya atau hubungannya dengan pembuatan makalah ini dan disimpulkan dalam bentuk makalah.
  • 6. 6 BAB II PEMBAHASAN A. Asas-asas dalam ruang lingkup berlakunya peraturan pidana Asas berlakunya undang-undang hukum pidana berdasarkan tempat dapat dibedakan menjadi empat yaitu, asas teritorial, asas personal, asas perlindungan, dan asas universal. Berdasarkan sifat hukum pidana adalah melindungi, maka asas perlindungan menjadi sumber dari semua asas-asas, oleh karena itu keempat asas itu dapat dipersatukan menjadi satu asas perlindungan untuk kepentingan dan kewibawaan dari setiap subjek hukum yang harus dilindungi.1 B. Asas Teritorial Prinsip ini menganggap bahwa hukum pidana Indonesia berlaku di dalam wilayah Republik Indonesia, siapapun yang melakukan tindak pidana. Hal ini ditagaskan dalam pasal 2 KUHP bahwa ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah Negara Indonesia. Dengan demikian orang asing yang berda dalam wilayah Indonesia takluk pada hukum pidana di Indonesia.2 Berlakunya hukum pidana berdasarkan wilayah dibatasi oleh hukum internasional. Hal ini tercantum pada pasal 9 KUHP: berlakunya pasal 2, 3, 4, 5, 7 dan 8 dibatasi oleh hal yang dikecualikan, yang diakui dalam hukum internasional.3 Asas teritorial lebih menitik beratkan pada terjadinya perbuatan pidana di dalam wilayah Negara tidak mempermasalahkan siapa pelakunya, warga Negara atau orang asing. Asas territorial yang pada saat ini banyak diikuti oleh Negara- negara di dunia termasuk Indonesia. Hal ini adalah wajar karena tiap-tiap orang 1 Andi Hmzah,Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rieneka Cipta, 2010, h. 5. 2 Wirjono prodjodikoro, asas-asas hukumpidana di Indonesia,Bandung : PT Refika Aditama, 2008 , h. 51. 3 Saifullah, Konsep Dasar Hukum Pidana,Jakarta: Grafindo Persada, 2009, h. 56.
  • 7. 7 yang berada dalam wilayah suatu Negara harus tunduk dan patuh kepada peraturan-peraturan hukum Negara dimana yang bersangkutan berada. Prinsip teritorial dalam pasal 3 KUHP diperluas sampai kapal-kapal Indonesia, meskipun berada diluar wilayah Indonesia. Dengan demikian siapa saja baik itu orang asing dalam kapal laut Indonesia meskipun sedang berada atau sedang berlayar dalam wilayah Negara lain, takluk pada hukum pidana Indonesia. Jadi siapa saja yang melakukan tindak pidana di dalam atau diatas suatu kapal Indonesia, meskipun dalam laut wilayah Negara lain, misalnya sedang berlabuh dalam suatu pelabuhan negara asing dapat dituntut oleh jaksa dan dihukum oleh pengadilan Negara Indonesia. Tujuan dari pasal ini adalah supaya perbuatan pidana yang terjadi di dalam kapal atau pesawat terbang yang berada di perairan bebas atau berada di wilayah udara bebas, tidak termasuk wilayah territorial suatu Negara, sehingga ada yang mengadili apabila terjadi suatu perbuatan pidana. Hal ini juga tidak mengurangi kemungkinan bahwa menurut peraturan hukum Negara asing tersebut, seseorang yang melakukan tindak pidana tadi dapat pula dihukum oleh pengadilan dari Negara asing itu. apabila hal tersebut terjadi maka pelanggar hukum pidana tadi tidak akan diadili oleh hukum pidana di Indonesia sebab berdasrkan asas ne bis in idem ( pasal 76 ayat 2 KUHP ). Hal ini dapat diterima sebab dalam perturan pasal 2 KUHP apabila seseorang asing didalam kapal asing dalam suatu pelabuhan Indonesia, malakukan tindak pidana, maka orang itu juga dapat dihukum oleh pengadilan Negara Indonesia. C. Asas Personal Terkandung dalam pasal 5 KUHP dapat dibagi atas tiga golongan masalah yaitu: a. Pada ayat 1 ke-1 menentukan beberapa perbuatan pidana yang membahayakan kepentingan nasional bagi Indonesia, dan perbuatan- perbuatan itu tidak diharapkan dikenai pidana ataupun sungguh-sungguh untuk dituntut oleh undang-undang hukum pidana negara asing, oleh karena pembuat deliknya adalah warga negara Indonesia yang berada diluar wilayah Indonesia melakukan perbuatan pidana tertentu itu berlaku KUHP.
  • 8. 8 b. Ayat 1 ke-2 memperluas ketentuan golongan pertama, dengan syarat-syarat bahwa 1)perbuatan-perbuatan yang terjadi harus merupakan kejahatan menurut ketentuan KUHP, dan 2) juga harus merupakan perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang hukum pidana negara asing dimana perbuatan itu terjadi. Dua syarat itu harus terpenuhi, sebab apabila menurut hukum pidana negara asing tidak diancam dengan pidana, maka KUHP tidak berlaku sekalipun sebagai kejahatan (diluar golongan pertama). c. Pada ayat 2 untuk menghadapi kejahatan yang dilakukan dengan perhitungan yang masak dan agar tidak lolos dari tuntutan hukum, yaitu apabila orang asing diluar negeri melakukan kejahatan (golongan kedua) dan sesudah itu melakukan naturalisasimenjadi warga negara Indonesia, maka penuntutan atas kejahatan pasal 5 ayat 1 ke-2 masih bisa dilaksanakan. Asas ini bertumpu pada kewarganegaraan pembuat delik. Hukum Pidana Indonesia mengikuti warganegaranya dimanapun ia berada. Inti asas tercantum dalam pasal 5 KUHP : ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku bagi warga negara Indoneisa yang melakukan kejahatan di luar wilayah Indonesia. Pasal 5 ayat 1 ke 1 menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan orang Indonesia di Luar Negeri, maka berlakulah hukum pidana Indonesia. Kejahatan-kejahatan itu tercantum dalam Bab I dan II buku kedua KUHP. Prinsip ini dinamakan nasional aktif karena berhubungan dengan keaktifan berupa kejahatan dari seorang nasional atau warga Negara. Golongan kesatu dari kejahatan-kejahatan ini adalah : 1. Dari titel 1 dan 2 buku II KUHP yang meliputi kejahatan-kejahatan terhadap keamanan Negara, seperti pemberontakan, makar, usaha membunuh kepala Negara, dan terhadap kedudukan kepala Negara seperti menghina kepala Negara, menyerang kepala Negara secara fisik. 2. Dari pasal 160 dan 161KUHP yang berupa penghasutan untuk melakukan tindak pidana. 3. Dari pasal 240 KUHP yang berupa tidak memenuhi kewajiban dalam bidang pertahanan kejahatan
  • 9. 9 4. Dari pasal 279 KUHP yang berupa tidak memenuhi kewajiban melebihi jumlah yang diperbolehkan. 5. Dari pasal 450-451 KUHP yang berupa turut serta, tanpa izin pemerintah Indonesia, dalam kapal dinas Negara asing yang melakukan pengambilan kapal-kapal lain. Kejahatan-kejahatan ini sangat penting bagi Negara Indonesia. Tetapi apabila tidak termuat dalam hukum pidana Negara asing, sehingga pelakunya tidak akan dihukum apabila kejahatan tersebut dilakukan di Negara asing tersebut.4 Lain halnya dengan golongan kejahatan yang tersebut dalam pasal 5 ayat 1 sub kedua. Kejahatan-kejahatan seperti ini dihukum juga menurut hukum pidana Negara asing apabila dilakukan di Negara asing tersebut. Apabila kejahatan tersebut dilakukan oleh warga Negara Indonesia dan orang tersebut ingin mendapatkan perlindungan hukum diwilayah Negara Indonesia, kemungkinan besar orang tersebut oleh pemerintah Indonesia tidak akan diserahkan kapada pemerintah Negara asing yang bersangkutan. Dengan demikilan orang tersebut akan bebas dari hukuman pidana. Hal ini dianggap tidak layak sehingga harus dibuka kemungkinan bahwa orang itu akan dihukum oleh pengadilan negeri Indonesia. Penentuan ini juga berlaku juga apabila seseorang pelaku kejahatan itu baru kemudian menjadi warga Negara Indonesia. Akan tetapi terdapat sedikit pembatasan yang termuat dalam pasal 6 KUHP yang menentukan bahwa hukuman mati tidak boleh dijatuhkan oleh pengadilan di Indonesia apabila kejahatan yang bersangkutan menurut hukum pidana negra asing yang bersangkutan tidak diancam dengan pidana mati. Asas ini merupakan kebalikan dari asas teritorial. Jika dalam asas teritorial yang dilindungi adalah siapa pun dalam wilayah Indonesia, dalam asas personalitas ini yang dilindungi adalah warga negara di mana pun ia berada. Namun perlindungan yang dimaksud bukan perlindungan atas warga negara atas 4 Wirjono prodjodikoro, asas-asas hukumpidana di Indonesia.., h. 53-54.
  • 10. 10 ancaman kejahatan, akan tetapi perlindungan dalam bentuk pemberlakuan hukum pidana Indonesia bagi si warga negara.5 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara asas teritorial dengan asas personalitas. Jika asas teritorial menyatakan batas berlakunya hukum pidana bagi wilayah negara tanpa memperhatikan kewarganegaraan pelaku, maka asas personalitas dapat diartikan bahwa keberlakuan hukum pidana Indonesia mengikuti keberadaan warga negara Indonesia kemana pun ia berada. Oleh karena itu, asas personalitas disebut juga dengan asas nasional aktif. Demikianlah, setiap warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di mana pun berada, ia berhak diadili menurut hukum pidana Indonesia hal mana dikenal dengan asas nasional aktif.6 D. Asas Perlindungan Prinsip ini memperluas berlakunya ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia diluar wilayah Indonesia berdasarkan atas kerugian nasional sangat besar yang diakibatkan oleh beberapa kejahatan sehingga siapa saja termasuik orang asing yang melakukannya dimana saja, pantas untuk dihukum di pengadilan Indonesia.7 Hal diatas dapat terlaksanan apabila pelaku dibawa di wilayah Indonesia. Prinsip nasional pasif ini termuat dalam pasal 4 ke 1, 2, dan 3 KUHP yang berbunyi sebagai berikut : Ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja yang diluar wilayah Indonesia telah melakukan : Ke-1: salah satu dari kejahatan-kejahatan yang termuat dalam pasal-pasal 104- 108, 110, 111, bis sub 1, 127, 130-133 Ke-2 : suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas atau mengenai segel atau merek yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia 5 Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia,Bandung: Refika Aditama, 2011, h. 81. 6 Ibid,. h. 82. 7 Wirjono prodjodikoro, asas-asas hukumpidana di Indonesia.., 56
  • 11. 11 Ke-3 : suatu pemalsuan dalam surat-surat hutang ( scheldbrieven ) atas beban Indonesia atau daerah dari Indonesia, atau pemalsuan dalam tanda-tanda deviden atau bunga dari surat-surat hutang itu, atau dengan sengaja mempergunakan surat- surat yang dipalsukan itu. Dalam pasal 4 KUHP ini terkandung asas melindungi kepentingan yaitu melindungi kepentingan nasional dan melindungi kepentingan internasional (universal). Pasal ini menentukan berlakunya hukum pidana nasional bagi setiap orang (baik warga Negara Indonesia maupun warga negara asing) yang di luar Indonesia melakukan kejahatan yang disebutkan dalam pasal tersebut. Dikatakan melindungi kepentingan nasional karena pasal 4 KUHP ini memberlakukan perundang-undangan pidana Indonesia bagi setiap orang yang di luar wilayah Negara Indonesia melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kepentingan nasional, yaitu : a. Kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan terhadap martabat / kehormatan Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia (pasal 4 ke-1) b. Kejahatan mengenai pemalsuan mata uang atau uang kertas Indonesia atau segel / materai dan merek yang digunakan oleh pemerintah Indonesia (pasal 4 ke-2) c. Kejahatan mengenai pemalsuan surat-surat hutang atau sertifkat-sertifikat hutang yang dikeluarkan oleh Negara Indonesia atau bagian-bagiannya (pasal 4 ke-3) d. Kejahatan mengenai pembajakan kapal laut Indonesia dan pembajakan pesawat udara Indonesia (pasal 4 ke-4). Hanya ada sedikit kejahatan yang dikenakan Prinsip nasional pasif ini, yang terberat saja dari titel 1 dan 2 buku II KUHP, kemudian pemalsuan uang Indonesia, pemalsuan segel dari Indonesia, dan pemalsuan surat-surat hutang atas beban Indonesia atau daerahnya.8 E. Asas Universal 8 Ibid,. h. 56.
  • 12. 12 Prinsip ini melihat pada suatu tata hukum internasional, dimana terlibat kepentingan bersama dari semua Negara di dunia. Apabila ada tindak pidana yang merugikan kepentingan bersama dari semua Negara, maka hal ini dapat dituntut dan dihukum oleh pengadilan setiap Negara, dengan tidak dipedulikan siapa yang melakukannya dan dimana ia melakukan. Hukum pidana ini berlaku umum, melampaui negara yang bersangkutan. Perlindungan disini untuk kepentingan dunia. Jadi tiap-tiap negara berkewajiban untuk ikut melaksanakan tata hukum sedunia. Demikian, Asas ini dianut dalam Undang-undang Pidana kita, seperti yang terdapat antara lain dalam pasal 438 dan 444 KUHP yang mengancam dengan hukuman terhadap siapa saja yang telah bersalah melakukan pembajakan laut dengan segala akibat yang mungkin timbul dengan kegiatan tersebut. Berlakunya pasal 2-5 dan pasal 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian- pengecualian dalam hukum internasional. Bahwa asas melindungi kepentingan internasional (asas universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap Negara di dunia wajib turut melaksanakan tata hukum sedunia (hukum internasional). Dikatakan melindungi kepentingan internasional (kepentingan universal) karena rumusan pasal 4 ke-2 KUHP (mengenai kejahatan pemalsuan mata uang atau uang kertas) dan pasal 4 ke-4 KUHP (mengenai pembajakan kapal laut dan pembajakan pesawat udara) tidak menyebutkan mata uang atau uang kertas Negara mana yang dipalsukan atau kapal laut dan pesawat terbang negara mana yan dibajak. Pemalsuan mata uang atau uang kertas yang dimaksud dalam pasal 4 ke-2 KUHP menyangkut mata uang atau uang kertas Negara Indonesia, akan tetapi juga mungkin menyangkut mata uang atau uang kertas Negara asing. Pembajakan kapal laut atau pesawat terbang yang dimaksud dalam pasal 4 ke-4 KUHP dapat menyangkut kapal laut Indonesia atau pesawat terbang Indonesia, dan mungkin juga menyangkut kapal laut atau pesawat terbang Negara asing. Jika pemalsuan mata uang atau uang kertas, pembajakan kapal, laut atau pesawat terbang adalah mengenai kepemilikan Indonesia, maka asas yang berlaku diterapkan adalah asas melindungi kepentingan nasional (asas nasional pasif). Jika
  • 13. 13 pemalsuan mata uang atau uang kertas, pembajakan kapal laut atau pesawat terbang adalah mengenai kepemilikan Negara asing, maka asas yang berlaku adalah asas melindungi kepentingan internasional (asas universal). Asas ini terdapat pada pasal 4 ayat 2 dan 4 KUHP sejauh kepentingan negara-negara lain yang dilindungi oleh kekuatan-kekuatan pidana tersebut. Pasal tersebut semula dibentuk hanya untuk melindungi mata uang dan uang kertas yang telah dikeluarkan oleh bank sirkulasi. Namun sejak tahun 1932 tidak hanya mata uang saja yang harus dilindungi. Tetapi juga hal-hal lain yang menyebabkan adanya tindak pidana berskala internasional. Dalam pasal 4 sub 4 KUHP yang menentukan bahwa ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja, termasuk orang-orang asing yang diluar wilayah Indonesia melakukan kejahatan-kejahatan, termaut dalam pasal- pasal 438, 444-446 sepanjang mengenai pembajakan laut, dan pasal 447 mengenai membawa suatu kapal ke bawah kekuasaan bajak laut. Dewasa ini makin banyak perjanjian antara Indonesia dengan negara asing untuk menumpas suatu tindak pidana yang dalam sistem hukum negara lain juga dianggap sebagai tindak pidana, apalagi tindak pidana tersebut memiliki karakteristik yang transnasional, umpamanya kejahatan narkotika, psikotropika, perdagangan orang, perompakan di laut dan lain sebagainya. Dewasa ini pula, asas universal banyak diterapkan dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. Seluruh dunia merasa berkepentingan dengan aksi-aksi terorisme, karenanya sebagian besar negara sepakat bahwa terorisme adalah kejahatan universal yang dengan demikian menjadi universal pula kewenangan untuk menangani dan mengadilinya.9 F. Ektradisi Kata Ekstradisi berasal dari bahasa latin “extradere” (kata kerja) yang terdiri dari kata “ex” artinya keluar dan “Tradere” artinya memberikan (menyerahkan, kata bendanya “Extradio” yang artinya penyerahan. Istilah 9 Ibid,,. h. 130.
  • 14. 14 ekstradisi ini lebih dikenal atau biasanya digunakan terutama dalam penyerahan pelaku kejahatan dari suatu negara kepada negara peminta. Menurut Undang-undang RI No. 1 Tahun 1979, Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara yang meminta penyerahan seorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejehatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan didalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan menghukumnya. Pada umumnya, ekstradisi adalah sebagai akibat dari hak asylum yaitu tujuan politik dan merupakan sarana untuk mencapai tujuan kekuasaan, namun pada saat ini ekstradisi dipraktekkan guna menembus batas wilayah negara dalam arti agar hukum pidana nasional dapat diterapkan terhadap para penjahat yang melarikan diri ke negara lain atau agar keputusan pengadilan terhadap seorang penjahat yang melarikan diri ke luar negeri dapat dilaksanakan. Pada umumnya setiap negara merasakan perlunya kerjasama antara negara dalam upaya pencarian, penangkapan dan penyerahan pelaku kejahatan. Untuk tujuan tersebut masing-masing negara membuat Undang-undang Ekstradisi dan membuat Perjanjian Ekstradisi dengan negara lain. Indonesia mempunyai Undang-undang Ekstradisi No. 1 Tahun 1979 dan mempunyai Perjanjian Ekstradisi dengan Malaysia, Thailand, Philipina, Australia, Hongkong (sudah diratifikasi) serta Korea Selatan dan Singapura (belum diratifikasi). Melihat proses ekstradisi mulai dari awal sampai dengan dilakukannya penyerahan pelaku kejahatan dari Negara Diminta kepada Negara Peminta, ada 3 (tiga) tahapan yang harus dilalui yaitu: Tahap I: Pra Ekstradisi Tahap II: Proses Ekstradisi Tahap III: Pelaksanaan Ekstradisi
  • 15. 15 Untuk pencarian dan penangkapan pelaku kejahatan yang melarikan diri ke luar negeri, selama ini dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan melalui kerjasama Interpol. Apabila buronan tersebut tertangkap di negara lain maka untuk pengembaliannya ke Indonesia harus ditempuh melalui proses ekstradisi. Pengertian ekstradisi menurut UU RI No.1 Tahun 1979 pasal 1 adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena telah melakukan suatu kejahatan diluar wilayah negara yang menyerahkaqn dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyertaan tersebut karena berwenang untuk mengadili dan memidananya. Penyerahan atau ekstradisi pelaku kejahatan dari negara diminta kepada negara peminta sering mengalami kendala atau tidak dapat dilakukan karena alasan belum ada perjanjian ekstradisi. Banyak negara, terutama negara-negara Eropa, sesuai dengan undang-undang nasional negara mereka, ekstradisi hanya dapat dilakukan jika negara peminta dan negara mereka telah mempunyai perjanjian ekstradisi.10 G. Locus dan Tempus Delictli Locus Delicti, Locus (inggris) yang berarti lokasi atau tempat, secara istilah yaitu berlakunya hukum pidana yang dilihat dari segi lokasi terjadinya perbuatan pidana. Locus delicti perlu diketahui untuk: 1. Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap perbuatan pidana tersebut atau tidak. 2. Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurus perkaranya (kompetisi relative). 3. Sebagai salah satu syarat mutlak sahnya surat dakwaan. 10 Regi Fauzi, Pengertian Ektradisi,https://regifauzi.wordpress.com/2011/02/13/pengertian- ekstradisi/, di donwload pada tanggal17 maret 2017.
  • 16. 16 Teori Tempus Delicti dibagi menjadi 4 yaitu; 1. Teori Perbuatan Fisik (de leer van de lichamelijke daad) 2. Teori Bekerjanya Alat Yang Digunakan 3. Teori Akibat Teori Tempat Yang Jamak Penjelasan 1. Teori perbuatan materiil (de leer van de lichamelijke daad) Menurut ajaran ini yang harus dianggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana (Locus Delicti) didasarkan kepada perbuatan secara fisik. Itulah sebabnya ajaran ini menegaskan bahwa yang dianggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana/locus delicti, adalah tempat dimana perbuatan tersebut dilakukan. contoh kasus anda seorang mahasiswa Universitas Muhammadia Malang, suatu hari anda sedang mengerjakan tugas anda diluar. setelah anda membaca artikel saya ini, kemudian Anda berniat kembali ke kost Anda. Diperjalanan menuju kost datang seseorang yang memusuhi anda, lalu tiba-tiba Ia menikam Anda. Kondisi Anda sekarat tapi belum mati, dan dilarikan kerumah sakit Surabaya. 3 hari kemudian anda tewas. pertanyaannya adalah, jika merujuk pada teori diatas maka locus delikctinya di Malang kerena pada waktu kejadian penikaman anda di Malang. 2. Teori Bekerjanya Alat Yang Digunakan (de leer van het instrument) Teori ini dikenal juga dengan nama de leer van het instrument atau Teori Instrumental. menurut teori ini, yang harus menjadi atau dianggap sebagai locus delicti adalah tempat dimana alat yang digunakan menimbulkan akibat tindak
  • 17. 17 pidana. akibat bisa kematian, penderitaan, kerugian dan akibat-akibat lain. namun dalam kasus anda tadi akibat yang timbul adalah anda mati karena anda ditikam. contoh Suatu hari hari Anda mengirip paketan buku kepada musuh anda yang berda diluar kabupaten Malang, anggap saja musuh anda di Surabaya. Ketika musuh Anda membuka paketan tersebut ternyata isinya adalah BOM. musuh anda terluka atau mati. Dimana locus delictinya berdasarkan ajaran instrumen maka locus delikctinya di Surabaya. Karena instrumen yang digunakan dalam tindak pidana tersebut menyebabkan akibat di Surabaya. Teori Akibat Ajaran ini didasarkan kepada akibat dari suatu tindak pidana. Menurut ajaran ini bahwa yangdianggap sebagai locus delicti adalah tempat dimana akibat daripada tindak pidana tersebut timbul. Menurut Van Hamel , bahwa yang harus diterima sebagai locus delicti, ialah : 1. Tempat seseorang pembuat (dader) telah melakukan perbuatannya yang dilarang (atau yang diperintahkan) oleh Undang-Undang Pidana. 2. Tempat alat yang dipergunakan oleh pembuat bekerja. 3. Tempat akibat langsung perbuatannya telah terwujud. 4. Tempat sesuatu akibat konstitutif telah terwujud. TEMPOS DELICLTI Tempus delicti adalah waktu terjadinya tindak pidana adapun tujuan diketahuinya tempus delicti adalah sbb : 1. untuk keperluan kadaluarsa dan hak penuntutan 2. untuk mengetahui apakah pada saat itu sudah berlaku hukum pidana atau belum
  • 18. 18 3. apakah si pelaku sudah mampu bertanggung jawab atau belum.11 11 Robby, Pengertian Locus dan Tempus Deliktli, https://masalahukum.wordpress.com/2013/08/31/locus-delicti-dan-tempos-delikti/, Didowload pada tada tanggal 17 maret 2017.
  • 19. 19 BAB III KESIMPULAN Asas berlakunya undang-undang hukum pidana berdasarkan tempat dapat dibedakan menjadi empat yaitu, asas teritorial, asas personal, asas perlindungan, dan asas universal. Istilah ekstradisi ini lebih dikenal atau biasanya digunakan terutama dalam penyerahan pelaku kejahatan dari suatu negara kepada negara peminta. Menurut Undang-undang RI No. 1 Tahun 1979, Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara yang meminta penyerahan seorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejehatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan didalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan menghukumnya. Locus Delicti, yang berarti lokasi atau tempat, secara istilah yaitu berlakunya hukum pidana yang dilihat dari segi lokasi terjadinya perbuatan pidana. Sedangkan Tempus delicti adalah waktu terjadinya tindak pidana
  • 20. 20 DAFTAR PUSTAKA Andi Hmzah,Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rieneka Cipta, 2010. Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2011. Saifullah, Konsep Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Grafindo Persada, 2009. Wirjono prodjodikoro, asas-asas hukum pidana di Indonesia, Bandung : PT Refika Aditama, 2008. Regi Fauzi, Pengertian Ektradisi, https://regifauzi.wordpress.com/2011/02/13/pengertian- ekstradisi/. Robby, Pengertian Locus dan Tempus Deliktli, https://masalahukum.wordpress.com/2013/08/31/locus-delicti- dan-tempos-delikti/.