LAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contoh
ETIKA PROFESI
1. ETIKA PROFESI
Keiser dalam (Suhrawardi Lubis, 1994: 6-7), etika profesi adalah sikap hidup berupa keadilan
untuk memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan ketertiban penuh dan keahlian
sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Sedang Magnis Suseno (1991: 70) membedakan profesi sebagai profesi pada umumnya dan profesi
luhur.Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah
hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian khusus.Pengertian profesi tersebut adalah pengertian
profesi pada umumnya, sebab disamping itu terdapat pula yang disebut sebagai profesi luhur, yaitu
profesi yang pada hakikatnya merupakan suatu pelayanan pada manusia atau masyarakat.
Berikutnya saya akan melampirkan 2 contoh etika profesi beserta dengan kode etik masing-masing dan
sanksi bila melanggar kode etik tsb!!
1. ETIKA JURNALISTIK
Jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam mengelola dan menyajikan informasi pada
masyarakat,yang bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti informasi yang
disebarluaskan merupakan informasi yang diperlukan. Jurnalistik berasal dari bahasa asing yaitu diurnal
dan dalam bahasa inggris journal yang berarti catatan harian.Etika jurnalistik adalah Standart aturan
perilaku dan moral yang mengikat para jurnalistik dalam melaksanakan pekerjaanya.Etika jurnalistik ini
sangat penting dimana bukan hanya mencerminkan standart jkualitas jurnalistik namun untuk
menghindari dan melindungi masyarakat dari kemungkinan dmpak yang merugikan dari tindakan atu
perilaku keliru dari seorang jurnalis.
Kode Etik Jurnalistik :
Kode etik merupakan prinsip yang keluar dari hati nurani setiap profesi, sehingga tiap tindakanya
seseorang yang berprofesi akan membutuhkan tolak ukur dalam profesinya. Seperti pada profesi
jurnalistik memliki kebebasan pers sendiri tentunya memiliki batasanya sendiri, dimana batsan yang
paling utama dan tak pernah salah adalah apa yang keluar dari hati nurani, namun kebebasan pers bukan
hanya dibatai oleh kode etik jurnalistik akan tetapi ada batsan yang kuat yang tercantum pada undang-
undang.
1
2. KEKUATAN KODE ETIK
Kode etik dibuat atas prinsip bahwa pertanggung jawaban tentang penataannya berada terutama
pada hati nurani setiap wartawan Indonesia.Dan bahwa tidak ada satupun pasal dalam kode etik
(jurnalistik) yang memberi wewenang kepada golongan manapun di luar PWI untuk mengambil
tindakan terhadap seorang wartawan Indonesia atau terhadap penerbitan pers. Karenanya saksi atas
pelanggaran kode etik adalah hak yang merupakan hak organisatoris dari PWI melalui organ-organnya.
Menyimak dari kandungan kode etik jurnalistik di atas tampak bahwa nilai-nilai moral, etika maupun
kesusilaan mendapat tempat yang sangat urgen, namun walau demikian tak dapat dipungkiri bahwa
kenyataan yang bebicara di lapangan masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Namun terlepas dari apakah kenyataan-kenyataan yang ada tersebut melanggar kode etik yang ada atau
norma/aturan hukum atau bahkan melanggar kedua-duanya, semua ini tetap terpulang pada pribadi
insan pers bersangkutan, dan juga kepada masyarakat, sebab masyarakat sendirilah yang dapat menilai
penerbitan/media yang hanya mencari popularitas dan penerbitan/media yang memang ditujukan untuk
melayani masyarakat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tetap menjunjung tinggi
kode etiknya.
Dibawah ini beberapa contoh pelanggaran etika profesi pada jurnalistik :
Kasus Pertama :
Kasus indy rachmawati dan Tvone dalam kasus makelar kasus. Indy melakukkan fabrikasi berita
dengan menghadirkan narasumber palsu yang disuap uang dengan isi berita nonfaktual dan direkayasa,
walau melakukkan pembelaan bahwa narasumber palsu sering tampil pada stasiun TV lain, hal ini bisa
dikatagorikan lumrah,karena indy melanggar kode etik jurnalistik pasar kedua.
Sanksinya :
indy mendapatkan skorsing dari tugasnya.sementara bagi stasuin televisi tersebut diberikan peringatan
keras oleh dewan pers,karena tidak menggunakan prinsip cover-both side.
Kasus kedua :
Kasus wawancara fiktif terjadi di Surabaya.Seorang wartawan harian di Surabaya menurunkan berita
hasil wawancaranya dengan seorang isteri Nurdin M Top. Untuk meyakinkan kepada publiknya, sang
wartawan sampai mendeskripsikan bagaimana wawancara itu terjadi. Karena berasal dari sumber yang
katanya terpercaya, hasil wawancara tersebut tentu saja menjadi perhatian masyarakat luas. Tetapi,
belakangan terungkap, ternyata wawancara tersebut palsu alias fiktif karena tidak pernah dilakukan
sama sekali. Isteri Nurdin M Top kala itu sedang sakit tenggorokkan sehingga untuk berbicara saja sulit,
2
3. apalagi memberikan keterangan panjang lebar seperti laporan wawancara tersebut. Wartawan dari
harian ini memang tidak pernah bersua dengan isteri orang yang disangka teroris itu dan tidak pernah
ada wawancara sama sekali.
Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 dan Pasal 4. Pasal 2 bernunyi:
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal
4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Wartawan
tersebut tidak menggunakan cara yang professional dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak menyebarkan
berita yang faktual dan tidak menggunakan narasumber yang jelas, bahkan narasumber yang digunakan
dalah narasumber fiktif. Wawancara dan berita yang dipublikasikannya merupakan kebohongan.Tentu
ini merugikan konsumen media.Pembaca mengkonsumsi media untuk memperoleh kebenaran, bukan
kebohongan.
Sanksinya :
Kredibilitas harian tempat wartawan tersebut bekerja juga sudah tentu menjadi diragukan.
2. PROFESI GURU DAN DOSEN.
Dalam rangka menegakkan etika bagi setiap profesi baik profesi pada umumnya maupun profesi
luhur, maka ditentukanlah prinsip-prinsip yang wajib ditaati.Prinsip-prinsip ini umumnya dituangkan
dalam kode etik profesi yang bersangkutan.Kode etik disusun oleh mereka yang memiliki profesi
tersebut.Hal itu biasanya disusun oleh lembaga/institusi profesi tersebut.Umpamanya disebutkan Kode
Etik Profesi guru dan dosen ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap guru dan dosen
dalam melaksanakan tugas profesi sebagai guru dan dosen. Apabila salah satu anggota kelompok
profesi tersebut berbuat menyimpang dari kode etiknya atau melanggar etika yang seharusnya ia taati,
maka kelompok proefesi itu akan tercemar di mata masyarakat, dan ia akan diberi sanksi sebagaimana
yang disebutkan dalam kode etiknya.
Ketentuan tentang tanggung jawab guru dan dosen sebagaimana tersebut dalam Pasal 77 dan 78
UU No. 14 Tahun 2005 ditetapkan sebagai berikut:
1. Sanksi bagi guru :
1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undang.
3
4. 2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Teguran.
b. Peringatan tertulis.
c. Penundaan pemberian hak guru.
d. Penurunan pangkat.
e. Pemberhentian dengan hormat, atau
f. Pemberhentian tidak dengan hormat.
3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak
melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi
sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi profesi.
6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5) mempunyai hak membela diri.
2. Sanksi bagi dosen:
1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Teguran.
b. Peringatan tertulis.
4
5. c. Penundaan pemberian hak dosen.
d. Penurunan pangkat dan jabatan akademik.
e. Pemberhentian dengan hormat, atau
f. Pemberhentian tidak dengan hormat.
3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja sama.
4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak
melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi
sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) mempunyai hak membela diri.
5