Hukum dan kode etik pers diperlukan untuk mengatur perilaku para jurnalis. Hukum berwujud norma yang ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan kode etik merupakan pedoman moral bagi jurnalis untuk menjamin objektivitas berita dan menghormati hak-hak warga masyarakat. Kode Etik Jurnalistik dan Kode Etik Wartawan Indonesia mencakup larangan membual, fitnah, dan menghormati korban kejahatan.
1. Hukumdan Kode EtikPers
PEMBAHASAN
A. HUKUM DAN KODE ETIK PERS
1. Hukum
Wienermendefinisikanhukumadalah: sebagai suatusistempengawasanperilaku(ethical
control) yangditerapkanterhadapsistemkomunikasi.Wujudhukumadalahnorma,dan normaitu
merupakanprodukdari suatupusat kekuasaanyangmemiliki kewenanganuntukmenciptakandan
menerapkanhukum.
Menurutparadigmahukum,hukummerupakanperintahsearahdari penguasa.
Hukum dianggap perintahyangharusdi taati oleh masyarakat.Masyarakat tidakdapat
menyimpangi apayangdiharuskanolehhukumkarenapenyimpanganakanmengakibatkansankai
hukumkepadamereka.Hakikatsanksi hukumadalahpaksaanuntukmembuatmasyarakatpatuh
terhadapperintahhukum.
Dalampandanganmasyarakat,hukumberhubungandengansanksi,dansanki berhubunganpula
denganhukum.Sanksi adalahreaksi,akibat,ataukonsekuensi pelanggarankaidahsosial.Menurut
Paul Bohanan,sanksi merupakanperangkatyangmengaturbagaimanalembaga-lembagahukum
mencampuri suatu masalah untukdapatmemeliharasuatusystemsosial,sehinggamemungkinkan
warga masyarakathidupdalamsistem itusecaratenangdan dalamcara-cara yangdapat
diperhitungkan.
Denganadanyasanksi,makatujuanhukumdiharafkandapattercapai.MenurutMarwan Mas,
keberadaanhukumdalammasyarakat,sebenarnyatidakhanyadapatdiartikansebagai saranauntuk
menertibkankehidupanmasyarakat,tetapi jugadijadikansaranayangmampuberubahpolafikirdan
polaperilakuwargamasyarakat.pudarnyakepercayaanmasyarakatterhadaphukumakibattujuan
hukumtidaktercapai,sangatbergantungpadapraktikhukum(HarisSumadira,2008:224-225).
Dalamsejarahperkembangan ilmuhukum, MarwanMas menyebutkan,dikenal tigajenisaliran
konvensional tentangtujuanhukum,yakni aliranetis,aliranutulitis,danalirannormative dogmatic.
Berikutpenjelasantentangketigaalirantersebut:
a) AliranEtis
AliranEtisadalahaliranyang menganggapbahwapadadasarnyatujuanhukumituadalah semata-
mata untukmencapai keadilan.Salahsatupenganutaliranetisini adalahAristotelesyang
menganggapkeadilanterbagidalamduajenis:
1. KeadilanDistributif,yaitukeadilanyangmemberikankepadasetiaporangjatah
menurut jasanya.Artinyakeadilaninitidakmenuntutsupayasetiaporangmendapat bagaianyang
sama banyaknya atau bukan persamaannya,melainkankesebandinganberdasarkanprestasi dan
jasa seseorang.
2. Keadilan komutatif,yaitukeadilanyangmemberikankepadasetiaporangsamabanyaknya,
tanpa mengingat jasa- jasaseseorangperseoranagn.Artinyahukummenuntutadanyasuatu
persamaandalammemperolehprestasiatassuatuhal tanpa memperhitungkanjasaperseorangan.
b) AliranUtilitas
2. Aliranutilitasadalahaliranyangmenganggapbahwapadadasarnyatujuanhukumadalahsemata-
mata untukmenciftakankemanfaatanataukebahagiaanwargamasyarakat.Aliranini antaralain
dianutolehJeremi Bentham,JamesMill,JhonStuartMill,danSeobekti.Jeremi Bentham
berpendapat,tujuanhukumadalahmenjaminadanyakebahagiaanyangsebanyak-banyaknya
kepadaorang sebanyak-banyaknyapula.
c) AliranNormatif-Dogmatik
Alirannormatif-dogmatkialahaliranyangmengannggapbahwapadaasasnyahukumadalahsemata-
mata untukmenciftakankepastianhukum.Salahsatupenganut aliranini adalahJhonAustindan
VanKan, yangbersumberdari pemikiranyangpositivisyang lebihmelihathukumsebagai sesuatu
yang otonomatauhukum dalambentukperaturantetulis.Artinya,karenahukumituotonom
sehinggatujuanhukumsemata-matauntukkepastianhukumdalammelegalkankepastianhakdan
kewajibanseseorang.MenurutvanKan,tujuanhukumadalah menjagakepentinganmanusiaagar
tidakdiganggu dan terjaminkepastiannya.(Haris,2008:227).
2. Kode etik
a. Kode EtikJurnalistik
Kode etikjurnalistikadalahhimpunanetikaprofesi kewartawanan,kode etikyangdimaksudantara
lainsebagai berikut:
1. Menginformasikanataumenyampaikanyangbenar,tidakberbohongdanmerekayasaatau
manipulasi fakta.DalamQ.S.Al-Hajj:30disebutkanyangartinya”…danjauhilahperkataan-perkataan
dusta.
2. Meneliti kebenaranberita/faktasebelumdi publikasikanaliasmelakukan chekandrecheck.
3. Hindari olok-olok,penghinaan,mengejek,ataucaci maki sehinggamenumbuhkanpermusuhan
dan kebencian.
4. Hindarkanprasangkaburuk(suuzhan).Dalamistilahhukum,pegangteguh“asaspradugatak
bersalah”(AsepSyamsul,2009 :124).
b. Kode EtikWartawan Indonesia(KEWI)
Kemerdekaanpersmerupakansaranaterpenuhinyahakasasi manusiauntukberkomunikasi dan
memperolehinformasi.Dalammewujudkankemerdekaanpers,wartawanIndonesiamenyadari
adanyatanggung jawabsocial sertakeberagamanmasyarakat.
Guna menjamintegaknyakebebasanperssertaterpenuhinyahak-hakmasyarakatdiperlukan suatu
landasanmoral/etikaprofesi yangbiasmenjadi pedomanoperasionaldalammenegakkanintegritas
dan propesionalitaswartawan,Atasdasaritu,wartawanIndonesiamenetapkanKodeetik sebagai
berikut:
1. Wartawan Indonesiamenghormati hakmasyarakatuntukmemperolehinformasiyangbenar
2. Wartawan Indonesia menempuhcarayangetisuntukmemperolehdanmenyiarkaninformasi
sertamemberikanidentitaskepadasumberinformasi.
3. 3. Wartawan Indonesia menghormati asaspradugatakbersalahdengantidakmencampurkan
faktadan opini,berimbangdanselalumeneliti kebenaraninformasi
4. Wartawan Indonesiatidakmenyiarkan informasi yangbersifatdusta,fitnah,sadisdancabul.
Sertatidakmenyebutkanidentitaskorbankejahatansusila.
5. Wartawan Indonesiatidakmenyalahgunakanprofesidantidakmenerimasuap
6. Wartawan Indonesia memiliki haktolak,menghargai ketentuanembargo,informasi
latar belakang,danoff the recordssesuai kesepakatan.
7. Wartawan Indonesiasegeramencabutmeralatkekeliruandalampemberitaansertamelayani
hak jawab(Nurudin,2001 : 151).
Kesimpulan
hukumadalah: sebagai suatusistempengawasanperilaku(ethical control) yangditerapkan
terhadapsistemkomunikasi.Wujudhukumadalahnorma,dannormaitu merupakanprodukdari
suatupusat kekuasaanyangmemiliki kewenanganuntukmenciptakandanmenerapkanhukum.
Dalamsejarahperkembangan ilmuhukum, MarwanMas menyebutkan,dikenal tigajenisaliran
konvensional tentangtujuanhukum,yakni aliranetis,aliranutulitis,danalirannormative dogmatic.
Kode EtikJurnalistik
Kode etikjurnalistikadalahhimpunanetikaprofesi kewartawanan,kode etikyangdimaksudantara
lainsebagai berikut:Menginformasikanataumenyampaikanyangbenar,tidakberbohong dan
merekayasaataumanipulasi fakta.DalamQ.S.Al-Hajj:30disebutkanyangartinya”…danjauhilah
perkataan-perkataandusta.Meneliti kebenaranberita/faktasebelumdi publikasikanalias
melakukan chekandrecheck.Hindari olok-olok,penghinaan,mengejek, ataucaci maki sehingga
menumbuhkanpermusuhandankebencian.
Kode EtikWartawan Indonesia(KEWI),wartawanIndonesiamenetapkanKode etik sebagai berikut:
· WartawanIndonesiamenghormati hakmasyarakatuntukmemperolehinformasi yangbenar
· WartawanIndonesia menempuhcarayangetisuntukmemperolehdanmenyiarkaninformasi
sertamemberikanidentitaskepadasumberinformasi.
· WartawanIndonesia menghormatiasaspradugatak bersalahdengantidakmencampurkan
faktadan opini,berimbangdanselalumeneliti kebenaraninformasi
· WartawanIndonesiatidakmenyiarkan informasi yangbersifatdusta,fitnah,sadisdancabul.
Sertatidakmenyebutkanidentitaskorbankejahatansusila.
· WartawanIndonesiatidakmenyalahgunakanprofesi dantidakmenerimasuap
· WartawanIndonesia memiliki haktolak,menghargai ketentuanembargo,informasi
latar belakang,danoff the recordssesuai kesepakatan.
· WartawanIndonesiasegeramencabutmeralatkekeliruandalampemberitaansertamelayani
hak jawab.
4. Daftar Pustaka
SumadiraHaris,2008, JurnalistikIndonesia,Jakarta: PenerbitBumi Aksara.
Syamsul Asep,2009, JurnalistikPraktis, Bandung:PenerbitRemajaRosdakarya.
Nurudin,2007, HubunganMedia “KonsepDiri” Semarang:PenerbitRajawali Pers.
Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Meningkatkan Kinerja Profesinya
by. Muliadi Nur
Pers adalah merupakan sebuah dan salah satu lembaga yang sangat urgen dalam ikut serta mencerdaskan
serta membangun kehidupan bangsa, yang hanya dapat terlaksana jika pers memahami tanggung jawab
profesinya serta norma hukum guna meningkatkan peranannya sebagai penyebar informasi yang obyektif,
menyalurkan aspirasi rakyat, memperluas komunikasi dan partisipasi masyarakat, terlebih lagi me lakukan
kontrol sosial terhadap fenomena yang timbul berupa gejala-gejala yang dikhawatirkan dapat memberi suatu
dampak yang negatif.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dimiliki seseorang dengan pendidikan dan mempunyai sifat mandiri,
seperti halnya dalam bidang/pekerjaan jurnalistik. Olehnya diperlukan adanya suatu kode etik bagi seorang
jurnalistik sebagai pedoman serta pegangan, karena etika merupakan sesuatu yang lahir dan keluar dari hati
nurani seseorang, yang sangat diharapkan dapat mendorong serta memberi pengaruh positif dalam
menjalankan tugas serta tanggung jawabnya sesuai profesi yang dijalankannya.
Berbicara masalah etika, khususnya dalam profesi jurnalistik (wartawan) sangatlah menghadapi tantangan
yang besar terlebih dalam era globalisasi. Dari satu sisi, kemajuan dan perubahan teknologi mendorong
perubahan nilai-nilai moral dan etika, dengan demikian makin kompleksnya masyarakat makin banyak dilema
moral yang harus dipertimbangkan, di sisi lain hal ini menjadikan semakin sulitnya untuk menimbang secara
jernih apa yang etis serta apa yang tidak etis. Hal ini paling tidak menjadikan etika sulit ditegakkan, meski
etika juga semakin penting untuk menjaga kepentingan profesi.
Keberadaan dan pelaksanaan kode etik jurnalistik sebagai norma atau disebut landasan moral profesi
wartawan dikaitkan dengan nilai-nilai Pancasila, oleh karena kode etik jurnalistik merupakan kaidah penentu
bagi para jurnalis dalam melaksanakan tugasnya, sekaligus memberi arah tentang apa yang seharusnya
dilakukan serta yang seharusnya ditinggalkan. Namun walau demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
praktek sehari-hari masih terdapat (tidak semuanya) berbagai penyimpangan-penyimpangan terhadap kode
etik jurnalistik maupun terhadap ketentuan-ketentuan lain (norma-norma hukum) yang berlaku bagi profesi
ini.
Hal ini barangkali dapat dimaklumi, sebab mereka yang berkecimpung di dalam dunia jurnalistik adalah
manusia, sama halnya dengan profesi lainnya. Demikian pula bahwa terkadang suatu keadaan dan kondisi
tertentu ikut mempengaruhi banyak hal di dalam bidang ini, sehingga mungkin saja memunculkan suatu
pemikiran, bahwa diperlukan adanya perubahan-perubahan di dalam kode etik itu sendiri atau kesadaran
manusianya yang perlu ditingkatkan.
Pengertian Kode Etik Profesi
Keiser dalam (Suhrawardi Lubis, 1994: 6-7), etika profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk
memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan ketertiban penuh dan keahlian sebagai
pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Sedang Magnis Suseno (1991: 70) membedakan profesi sebagai profesi pada umumnya dan profesi luhur.
Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang
mengandalkan suatu keahlian khusus. Pengertian profesi tersebut adalah pengertian profesi pada umumnya,
sebab disamping itu terdapat pula yang disebut sebagai profesi luhur, yaitu profesi yang pada hakikatnya
merupakan suatu pelayanan pada manusia atau masyarakat.
Tujuan Etika Profesi
Suhrawadi Lubis (1994: 13) menyatakan bahwa yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika dalam kode
etik profesi antara lain :
a. Standar-standar etika, yang menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada lembaga dan
masyarakat umum.
b. Membantu para profesional dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat dalam mengahadapi dilema
pekerjaan mereka.
5. c. Standar etika bertujuan untuk menjaga reputasi atau nama para profesional.
d. Untuk menjaga kelakuan dan integritas para tenaga profesi.
e. Standar etika juga merupakan pencerminan dan pengharapan dari komunitasnya, yang menjamin
pelaksanaan kode etik tersebut dalam pelayanannya.
Fungsi Etika Profesi
Fungsi etika profesi antara lain:
a. Sebagai sarana kontrol sosial;
b. Mencegah pengawasan atau campur tangan pihak luar;
c. Untuk membangun patokan kehendak yang lebih tinggi.
Pengertian Jurnalistik
Pada prinsipnya jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam mengelola dan menyajikan informasi
kepada khalayak, yang tujuannya adalah untuk menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti
menyebarluaskan informasi yang diperlukan. Jurnalistik sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu diurna dan
dalam bahasa Inggris journal yang berarti catatan harian.
Adinegoro mengatakan bahwa jurnalistik adalah kepandaian, kecerdasan, keterampilan dalam menyampaikan,
mengelola dan menyebarluaskan berita, karangan, artikel, kepada khalayak seluas-luasnya dan secepat-
cepatnya. Sedang dalam kamus Jurnalistik (1988: 9) dijelaskan bahwa jurnalistik adalah suatu kegiatan untuk
menyiapkan, mengedit dan menulis untuk surat kabar atau majalah atau yang berkala lainnya.
Sehubungan dengan pengertian kode etik di atas, menurut maka UU. No. 40 Tahun 1999 Bab 1 Pasal 1 Poin
14, bahwa “Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan”, sedang wartawan dalam point
4 dinyatakan sebagai “orang yang secara teratur melakukan kegiatan jurnalistik”.
Pembahasan
Suatu kegiatan jurnalistik dapat dikatakan berkualitas apabila memiliki suatu karakter, kemampuan teknis,
bobot dan kualitas ide yang dibawakan serta dari segi manajemen yang profesional.
Sesuatu hal yang sangat penting di dalam dunia jurnalistik adalah menyangkut masalah pemberitaan. Olehnya
suatu media atau penerbitan dapat dikatakan baik jika berita atau informasi serta hal-hal yang disajikannya
juga baik. Guna menunjang hal tersebut, terdapat beberapa faktor yang selayaknya diperhatikan dengan baik,
antara lain fakta, opini serta desas-desus.
Fakta adalah sesuatu yang benar-benar terjadi. Jika seseorang membuat suatu pernyataan, maka yang
menjadi faktanya adalah orang yang menyampaikan pernyataan tersebut, sampai kemudian pernyataan
tersebut dapat dibuktikan dengan jelas, sehingga apabila diangkat sebagai suatu berita, kebenaran serta
sumbernya terjamin dan dapat dipercaya.
Adapun opini adalah suatu analisa atau pendapat dan terkadang pula berupa ulasan-ulasan seorang wartawan
yang kerap muncul di setiap media dalam bentuk suatu tajuk rencana, kolom/rubrik ataupun sorotan dan lain-
lain, yang disertai dengan nama penulisnya. Para pembaca umumnya membutuhkan adanya suatu
pendapat/opini yang disajikan secara jelas guna membantu mereka dalam menilai suatu berita serta
membentuk opini tersendiri.
Sedang desas-desus adalah pernyataan yang dibuat oleh sumber berita atau wartawan, tetapi tanpa didasari
oleh otoritas yang cukup memadai, dan sering terjadi muncul pemberitaan yang tidak disebutkan sumbernya
secara jelas.
Kode Etik Jurnalistik
Kode etik merupakan prinsip yang keluar dari hati nurani setiap profesi, sehingga pada tiap tindakannya,
seorang yang merasa berprofesi tentulah membutuhkan patokan moral dalam profesinya. Karenanya suatu
kebebasan termasuk kebebasan pers sendiri tentunya mempunyai batasan, dimana batasan yang paling utama
dan tak pernah salah adalah apa yang keluar dari hati nuraninya. Dalam hal ini, kebebasan pers bukan bukan
saja dibatasi oleh Kode Etik Jurnalistiknya akan tetapi tetap ada batasan lain, misalnya ketentuan menurut
undang-undang.
Pada prinsipnya menurut Undang-undang No. 40 Tahun 1999 menganggap bahwa kegiatan
jurnalistik/kewartawanan merupakan kegiatan/usaha yang sah yang berhubungan dengan pengumpulan,
pengadaan dan penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat atau ulasan, gambar-gambar dan sebagainya, untuk
perusahaan pers, radio, televisi dan film.
Guna mewujudkan hal tersebut dan kaitannya dengan kinerja dari pers, keberadaan insan-insan pers yang
profesional tentu sangat dibutuhkan, sebab walau bagaimanapun semua tidak terlepas dari insan-insan pers
6. itu sendiri. Olehnya, seorang wartawan yang baik dan profesional sedapat mungkin memiliki syarat-syarat,
yaitu : bersemangat dan agresif, prakarsa, berkepribadian, mempunyai rasa ingin tahu, jujur, bertanggung
jawab, akurat dan tepat, pendidikan yang baik, hidung berita dan mempunyai kemampuan menulis da n
berbicara yang baik.
Pada bab pembukaan kode etik jurnalistik dinyatakan bahwasanya kebebasan pers adalah perwujudan
kemerdekaan menyatakan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945, yang sekaligus pula
merupakan salah satu ciri negara hukum, termasuk Indonesia. Namun kemerdekaan/kebebasan tersebut
adalah kebebasan yang bertanggung jawab, yang semestinya sejalan dengan kesejahteraan sosial yang dijiwai
oleh landasan moral. Karena itu PWI menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang salah satu landasannya adalah
untuk melestarikan kemerdekaan/kebebasan pers yang bertanggung jawab, disamping merupakan landasan
etika para jurnalis. Di antara muatan Kode Etik Jurnalistik adalah:
KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA
Wartawan Indonesia adalah warga negara yang memiliki kepribadian, yaitu : bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat pada UUD 1945, bersifat kesatria, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia
dan berjuang untuk emansipasi bangsa dalam segala lapangan, sehingga dengan demikian turut bekerja ke
arah keselamatan masyarakat Indonesia sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa.
PERTANGGUNGJAWABAN
Bahwa seorang wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan
perlu/patut atau tidaknya suatu berita, tulisan, gambar, karikatur dan sebagainya disiarkan.
Kaitannya dengan hal di atas, dalam kenyataan yang ada masih terdapat banyak media cetak yang memuat
berita atau gambar yang secara jelas bertentangan dengan kehidupan sosial yang religius. Namun walau
demikian tampaknya gejala ini oleh sebagian kalangan dianggap sebagai suatu kewajaran dalam rangka
mengikuti perkembangan zaman, sehingga batasan-batasan etika dan norma yang harusnya dikedepankan,
menjadi kabur bahkan tidak lagi menjadi suatu pelanggaran kode etik, maupun norma/aturan hukum yang
ada.
Sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (1) UU. No. 40/1999 disebutkan bahwa “Pers nasional berkewajiban
memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat
serta asas praduga tak bersalah”. Serta ditambahkan lagi dalam Pasal 13 yang memuat larangan tentang
iklan, yaitu iklan yang memuat unsur : Mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, minuman keras,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya dan penggunaan wujud rokok atau penggunaan rokok.
Pertanggungjawaban dalam hal ini dapat pula terkait dengan keberpihakan seorang wartawan terhadap
seseorang atau suatu golongan tertentu. Namun lagi-lagi dalam kenyataannya menunjukkan bahwa
keberpihakan tersebut tampaknya telah menjadi trend dan seolah tidak dipermasalahkan lagi.
CARA PEMBERITAAN DAN MENYATAKAN PENDAPAT
Seorang wartawan hendaknya menempuh jalan dan cara yang jujur untuk memperoleh bahan-bahan berita
dan tulisan, dengan meneliti kebenaran dan akurasinya sebelum menyiarkannya serta harus memperhatikan
kredibiltas sumbernya. Di dalam menyusun suatu berita hendaknya dibedakan antara kejadian (fakta) dan
pendapat (opini) sehingga tidak mencampurbaurkan antara keduanya, termasuk kedalamnya adalah
obyektifitas dan sportifitas berdasarkan kebebasan yang bertanggung jawab, serta menghindari cara-cara
pemberitaan yang dapat menyinggung pribadi seseorang, sensasional, immoral dan melanggar kesusilaan.
Penyiaran suatu berita yang berisi tuduhan yang tidak berdasar, desas-desus, hasutan yang dapat
membahayakan keselamatan bangsa dan negara, fitnahan, pemutarbalikan suatu kejadian adalah merupakan
pelanggaran berat terhadap profesi jurnalistik.
Menanggapi besarnya kesalahan yang dapat ditimbulkan dari proses/cara pemberitaan se rta menyatakan
pendapat di atas, maka dalam kode etik jurnalistik diatur juga mengenai hak jawab dan hak koreksi, dalam
artian bahwa pemberitaan/penulisan yang tidak benar harus ditulis dan diralat kembali atas keinsafan
wartawan yang bersangkutan, dan pihak yang merasa dirugikan wajib diberi kesempatan untuk menjawab dan
memperbaiki pemberitaan dimaksud.
SUMBER BERITA
Seorang wartawan diharuskan menyebut dengan jujur sumber pemberitaan dalam pengutipannya, sebab
perbuatan mengutip berita gambar atau tulisan tanpa menyebutkan sumbenya merupakan suatu pelanggaran
kode etik. Sedang dalam hal berita tanpa penyebutan sumbernya maka pertanggung jawaban terletak pada
wartawan dan atau penerbit yang bersangkutan.
KEKUATAN KODE ETIK
Kode etik dibuat atas prinsip bahwa pertanggung jawaban tentang penataannya berada terutama pada hati
7. nurani setiap wartawan Indonesia. Dan bahwa tidak ada satupun pasal dalam kode etik (jurnalistik) yang
memberi wewenang kepada golongan manapun di luar PWI untuk mengambil tindakan terhadap seorang
wartawan Indonesia atau terhadap penerbitan pers. Karenanya saksi atas pelanggaran kode etik adalah hak
yang merupakan hak organisatoris dari PWI melalui organ-organnya.
Menyimak dari kandungan kode etik jurnalistik di atas tampak bahwa nilai-nilai moral, etika maupun
kesusilaan mendapat tempat yang sangat urgen, namun walau demikian tak dapat dipungkiri bahwa
kenyataan yang bebicara di lapangan masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Namun terlepas dari apakah kenyataan-kenyataan yang ada tersebut melanggar kode etik yang ada atau
norma/aturan hukum atau bahkan melanggar kedua-duanya, semua ini tetap terpulang pada pribadi insan
pers bersangkutan, dan juga kepada masyarakat, sebab masyarakat sendirilah yang dapat menilai
penerbitan/media yang hanya mencari popularitas dan penerbitan/media yang memang ditujukan untuk
melayani masyarakat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tetap menjunjung tinggi kode
etiknya.
Penutup
Penerapan kode etik jurnalistik yang merupakan gambaran serta arah, apa dan bagaimana seharusnya profesi
ini dalam bentuk idealnya oleh sebagian pers atau media massa belum direalisasikan sebagaimana yang
diharapkan, yang menimbulkan kesan bahwa dunia jurnalistik (juga profesi lain) terkadang memandang kode
etik sebagai pajangan-pajangan yang kaku. Namun terlepas dari ketimpangan dari apa yang seharusnya bagi
dunia jurnalistik tersebut, tampaknya hal ini berpulang pada persepsi dan obyektifitas masyarakat/publik untuk
menilai kualitas, bobot, popularitas maupun keberpihakan dari suatu media massa.
Kebebasan pers yang banyak didengungkan, sebenarnya tidak hanya dibatasi oleh kode etik jurnalistik, tetapi
terdapat aturan lain yang dapat dipergunakan untuk mewujudkan apa yang seharusnya. Untuk itulah masih
diperlukan langkah-langkah konkrit dalam rangka mewujudkan peran dan fungsi pers, paling tidak menutup
kemungkinan untuk dikurangi dari penyimpangan tersebut.
Secara yuridis,dewanperspertamakali dibentukpadatahun1968. Melalui UU No.11 Tahun 1966
UU Pokok persini ditandatangani olehPresidenSoeharto.Kalaitu,dewanpersberfungsi sebagai
pendampingpemerintahgunamembinapertumbuhandanperkembanganpersnasional,khususnya
kantorkementrianpenerangan.Mentri peneranganmerangkapsebagaiketuadewanpers.Dewan
perssecara ex-officiodijabatolehmentri penernangan.Hal ini terusberlanjutselamamasaorde
baru.
Pada tahun1982, UU tentangPokokPerssebelumnyadigantidenganUUNo.21 Tahun1982.
PerubahanUU ini tidakmengubahfungsi dankedudukandewanpers.Perubahanyangterjadi hanya
pada penyebutanketerwakilanberbagai unsurdalamkeanggotaandewanpers,yaituterdiri dari
wakil organisasi pers,wakilpemerintah,danwakil masyarakat.Ini terjadi karenapadaUU
sebelumnya,keanggotaandewanpers hanyaterdiri dari wakil-wakil organisasi persdanahli-ahli
dibidangpers.
Ditahun1999 terjadperubahansecarafundamental dalamUUPokokPers.Melalui UU No.40 Tahun
1999, DewanPersberubahmenjadi independen.UU yangditandatangani olehBJHabibie pada23
Setember1999, fungsi dewanperstidaklagi menjadi penasehatpemerintah,melainkansebagai
pelindungkemerdekaanpers.Sepertiyangdisebutkanpadapasal 15 (1) : “dalam upaya
mengembangkankemerdekaanpesdanmeningkatkankehidupanpersnasional, dibentukDewan
Persyang independen”.
Sejaksaat itu,keanggotaandewanpersbebasdari campurtanganpemerintah.Sehingga
keanggotaandewanpersterdiri dari:
8. Wartawan yangdipiliholehorganisasi wartawan
Pimpinanperusahaanpersyangdipiliholehorganisasi perusahaanpers
Tokohmasyarakat : ahli di bidangpersdan atau komunikasi dabidanglainnyayangdipiliholeh
oraganisasi wartawandanorganisasi perusahaanpers.
Berikutini keanggotaandewanperssetelahberlakunyaUU No.40 Tahun 1999 :
I. Periode 2000-2003
Ketua: AtmakusumahAstraatmadja(Pakar)
Anggota:
a. Organisasi Wartawan:
- GoenawanMuhammad
- R.H. Siregar
- AtangRuswita
b. PerusahaanPers
- JakobOetama
- Surya Paloh
- Zainal AbidinSuryokusumo
- H. AzkarimZaini
c. Pakar
- AtmakusumahAstraatmadja
- BenjaminMangkoedilaga
II. Periode 2003-2006
Ketua: Ichlasul Amal (Pakar)
Wakil ketua: R.H. Siregar(Wartawan)
Anggota:
a. Organisasi Wartawan:
Santoso
Uni Zulfiani Lubis
9. SutomoParashto
b. PerusahaanPers
AmirEffendi Siregar
SabamLeo Batubara
c. Pakar
Sulastomo
Hinca I.P.Panjaitan
III. Periode 2007-2010
Ketua: Ichlasul Amal (Pakar)
Wakil Ketua: SabamBatubara (PerusahaanPers)
Anggota:
a. Organisasi Wartawan:
BambangHarimurti
Bekti Nugroho
WinaArmada Sukardi
b. PerusahaanPers
AbdullahAmaludin
SatriaNaradha
c. Pakar :
Garin Nugroho
WikramaIryansAbidin
IV. Periode 2010-2013
Ketua: Bagir Manan
Wakil ketua: BambangHarymurti
a. Organisasi Wartawan:
Bekti Nugroho
Margiono
b. PerusahaanPers:
AnakBagus Gde Satria Naradha
MuhammadRidlo‘Eisy
Zulfiani Lubis
10. c. Pakar
AgusSudibyo
WinaArmada Sukardi
Visi danMisi DewanPers:
Visi :Melindungi danmeningkatkankemrrdekaanpersnasional berdasarkanprinsip-prinsip
demokrasi,supermasi hukumdanHakAsasi Manusia
Misi dewanpers
Melakukanpenguatanlembagadewanpers
Meningkatkankualitassumberdayapers,anataralaindenganmendirikanschool of journalism
Memberdayakanorganisasi pers
MeningkatkanefektivitaspenggunaanUUPersNo.20/199 dalammelindungi emerdekaanpers
Melakukanpengkajian(mereview)UU PersNo.40/1999
Memberdayakanjaringanombudsmandanlembagamediasi sengketapembeitaanpers
Menumbuhkanmasyarakatpersyangtaat kode etik
Memperjuangkankemerdekaanpersdalamconstitutionalrights
Meningkatkankesadaranpahammanusia(medialiteracy)masyarakat
Mewujudkanjurnalisme keberagaman(multicultural journalism)
- See more at: http://anisyahalfaqir.blogspot.co.id/2014/03/hukum-etika-pers-sejarah-dewan-
pers.html#sthash.iP4qeR9l.dpuf
(Pasal 5 ayat [2] UU Pers) hak jawab
(Pasal 5 ayat [3] UU Pers) hak koreksi
(pasal 15) ayat[2] c dan d uu persdan pasal 18 ayat [2 dan 3] uu pers
3. DELIK PERS BESERTA CONTOH
Delik pengertian umumnya adalah perbuatan pidana atau perbuatan melanggar
undang-undang/peraturan dan pelakunya di ancaman hukuman baik hukuman denda
maupunkurungan.Sesuatutindakanbarudisebutsebagaidelikapabilaadaundang-undang
atau peraturanyang dilanggar.Jadi intinyaadalahsegalaperbuatanyangdilarangoleh UU
11. dan pelakuknyadiancamhukuman.
A. Muis mengatakan bahwa Dari perspektif komunikasi delik pers berarti proses
penyampaianpesanantarmanusiamelalui pers yang dilarangolehundang-undangdan
komunikatornyadiancampidana.(A.Muis,1999,56)
Delik penyiaran sebenarnya juga masuk dalam kategori ini, karena media penyiaran
merupakan bagian dari pers. Sedangkan dari perspektif hukum, menurut Van Hattum
mengharuskanmemenuhi tigakreteria:
a. Ia harus dilakukandenganbarangcetakan
b. Perbuatanyangdipidanakanharusterdiri ataspernyataanpikiranatauperasaan
c. Dari perumusandelikharusternyata,bahwapublikasimerupakansuatusyaratuntuk
dapat menimbulkansuatukejahatan,apakahkejahatantersebutdilakukandengan
suatutulisan
Maksudnya ialah delik yang penyelesaianya memerlukan publikasi dengan pers
danmerupakanpernyataanpikiranatauperasaanyangdiancampidana.Dengankata lain,
pernyataan pikiran atau perasaan yang dapat dijatuhi pidana yang penyelesainnya
membutuhkanpublikasidenganpers.Artinyakejahatansudahterjadi padasaatsurat kabar
yang memuatnyaselesai dicetak(terbit).